Anda di halaman 1dari 38

GAMBARAN BEBERAPA FAKTOR IBU HAMIL DAN IBU

NIFAS BERISIKO TINGGI TERHADAP KEPATUHAN


KUNJUNGAN ANTENATAL CARE DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS ROWOSARI PERIODE JANUARI APRIL
TAHUN 2016

LAPORAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)


Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah GIS
dengan Peminatan Biostatistika dan Kependudukan
Dosen Pengampu: Yudhy Dharmawan, SKM., M.Kes

Disusun oleh :
AYU LARASWATY LUMBAN GAOL

NIM. 25010113120091

DIANITA DESTI KARTIKASARI

NIM. 25010113140218

SARAH AYU TIFANA

NIM. 25010113130358

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Terdapat beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur status kesehatan
ibu pada suatu wilayah, salah satunya yaitu angka kematian ibu (AKI). AKI
merupakan salah satu indikator yang peka terhadap kualitas dan aksesibilitas
fasilitas pelayanan kesehatan. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) tahun 2012, AKI (yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan,
dan nifas) sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini masih cukup tinggi
jika dibandingkan dengan negaranegara tetangga di Kawasan ASEAN. Pada
tahun 2007, ketika AKI di Indonesia mencapai 228, AKI di Singapura hanya 6 per
100.000 kelahiran hidup, Brunei 33 per 100.000 kelahiran hidup, Filipina 112 per
100.000 kelahiran hidup, serta Malaysia dan Vietnam sama-sama mencapai 160
per 100.000 kelahiran hidup.
Penyebab langsung kematian ibu umumnya adalah trias pendarahan-infeksieklamsia. Bila ditelusuri lebih lanjut, penyebab langsung itu ternyata bertumpu
pada rendahnya status gizi dan kesehatan ibu hamil, akibat masih ditemuinya
hambatan informasi, hambatan sosial budaya, hambatan ekonomi, dan hambatan
geografis dalam menjaga kesehatan ibu hamil. Namun apabila ibu memperoleh
pelayanan antenatal yang berkualitas, komplikasi dapat lebih dini diketahui
sehingga akan segera memperoleh penanganan dan pelayanan rujukan yang
efektif (Pedoman Pelayanan Antenatal, 2007).
Setiap ibu hamil seharusnya mendapat perawatan kehamilanya secara baik,
dengan cara memeriksakan kehamilanya, tetapi pada kenyataannya masih banyak
ibu hamil yang belum mengerti lebih dalam tentang pemeriksaan kehamilan
(ANC). Sebagian besar kematian ini sebenarnya dapat dicegah dengan
memberikan pelayanan Antenatal Care yang bertujuan untuk menjaga agar ibu
hamil dapat melalui masa kehamilan, persalinan dan nifas dengan baik dan
selamat serta menghasilkan bayi yang sehat, dan pada akhirnya dapat menurunkan
angka kematian ibu dan bayi. Pelayanan antenatal dengan standart pemeriksaan
1

berulang (K1-K4) merupakan komponen pelayanan kesehatan ibu hamil yang


penting karena bila timbul gangguan kesehatan ini mungkin dapat dikenali
sehingga dilakukan perawatan yang cepat dan tepat dengan standart 14 T
pelayanan Antenatal Care.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti ingin mengetahui gambaran beberapa
faktor ibu hamil dan ibu nifas berisiko tinggi terhadap kepatuhan kunjungan
Antenatal Care di Wilayah Kerja Puskesmas Rowosari, Kota Semarang.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,
AKI sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab langsung kematian ibu
umumnya adalah trias pendarahan-infeksi-eklamsia. Setiap ibu hamil seharusnya
mendapat perawatan kehamilanya secara baik, dengan cara memeriksakan
kehamilanya, tetapi pada kenyataannya masih banyak ibu hamil yang belum
mengerti lebih dalam tentang pemeriksaan kehamilan (ANC). Sebagian besar
kematian ini sebenarnya dapat dicegah dengan memberikan pelayanan Antenatal
Care yang bertujuan untuk menjaga agar ibu hamil dapat melalui masa kehamilan,
persalinan dan nifas dengan baik dan selamat serta menghasilkan bayi yang sehat,
dan pada akhirnya dapat menurunkan angka kematian ibu dan bayi.
Oleh karena itu, berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas maka
rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu Bagaimana gambaran beberapa
faktor ibu hamil dan ibu nifas berisiko tinggi terhadap kepatuhan kunjungan
Antenatal Care di Wilayah Kerja Puskesmas Rowosari, Kota Semarang Tahun
2016?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Melakukan pemetaan pola faktor ibu hamil dan ibu nifas berisiko tinggi
terhadap kepatuhan kunjungan Antenatal Care di Wilayah Kerja Puskesmas
Rowosari pada periode Januari-April tahun 2016.

1.3.2

Tujuan Khusus

1.3.2.1 Menentukan pola persebaran faktor Ibu hamil dan Ibu nifas berisiko
tinggi di Wilayah Kerja Puskesmas Rowosari pada periode Januari-April
tahun 2016.
1.3.2.2 Menentukan pola persebaran kepatuhan Antenatal Care pada Ibu hamil
dan Ibu nifas berisiko tinggi di Wilayah Kerja Puskesmas Rowosari
pada periode Januari-April tahun 2016.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Puskesmas Rowosari
Penelitian ini dapat membantu memberikan informasi mengenai beberapa
faktor yang mempengaruhi kepatuhan kunjungan Antenatal Care pada ibu hamil
dan ibu nifas berisiko tinggi di Wilayah Kerja Puskesmas Rowosari serta
membantu dalam pengambilan keputusan di bidang pelayanan ANC bagi Ibu
hamil.
1.4.2 Bagi Peneliti
Memperoleh

pengetahuan,

keterampilan

serta

pengalaman

dalam

melakukan penelitian khususnya di bidang kunjungan Antenatal Care.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepatuhan Kunjungan Antenatal Care


Pemeriksaan Antenatal Care (ANC) merupakan pemeriksaan kehamilan untuk
mengoptimalkan kesehatan mental dan fisik ibu hamil, hingga mampu
menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan pemberiaan ASI dan kembalinya
kesehatan reproduksi secara wajar (Manuaba, 2008).
Tujuan Antenatal Care yaitu memantau kemajuan kehamilan untuk
memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang janin (Depkes RI, 2007).
Kunjungan antenatal untuk pemantauan dan pengawasan kesejahteraan ibu
dan anak minimal empat kali selama kehamilan dalam waktu sebagai berikut:
sampai dengan kehamilan trimester pertama (<14 minggu) satu kali kunjungan,
dan kehamilan trimester kedua (14-28 minggu) satu kali kunjungan dan kehamilan
trimester ketiga (28-36 minggu dan sesudah minggu ke-36) dua kali kunjungan.
(Saifuddin, 2005).
Pelaksana pelayanan Antenatal adalah dokter, bidan (bidan puskesmas, bidan
di desa, bidan di praktek swasta), pembantu bidan, perawat yang sudah dilatih
dalam pemeriksaan kehamilan (Depkes RI, 2002).
Menurut Departemen Kesehatan RI (2002), kunjungan ibu hamil adalah
kontak antara ibu hamil dengan petugas kesehatan yang memberikan pelayanan
antenatal standar untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan. Kunjungan ibu
hamil dilakukan secara berkala yang dibagi menjadi beberapa tahap, seperti
Kunjungan Pertama (K1), Kunjungan Kedua (K2), Kunjungan Ketiga (K3), dan
Kunjungan Keempat (K4).
Kepatuhan merupakan perilaku. Perilaku terbentuk dari proses belajar.
Perilaku dapat diartikan sebagai suatu respon seseorang terhadap stimulus dari
subjek. Sedangkan belajar adalah suatu perubahan perilaku yang didasari oleh
perilaku sebelumnnya. Dengan demikian, perilaku dibentuk melalui suatu proses
dan berlangsung dalam interaksi manusia dengan lingkungannya. Dalam
perkembangan terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa
4

dimulai dari tahu terhadap stimulus berupa materi atau objek, kemudian
memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi.
Perilaku yang didasari oleh pengetahuan ini akan lebih langgeng daripada perilaku
yang tidak didasari oleh pengetahuan. Motivasi ibu dalam pelaksanaan antenatal
care akan semakin teratur jika mendapat dukungan besar dari keluarga karena
keluarga merupakan orang yang terdekat yang dapat memberikan motivasi pada
proses Antenatal Care (Niven, 2013).
Dengan perawatan yang baik, 90-95% ibu hamil yang termasuk kehamilan
dengan resiko tinggi dapat melahirkan dengan selamat dan mendapatkan bayi
yang sehat. Juga sangat penting bagi setiap ibu hamil untuk melakukan ANC atau
pemeriksaan kehamilan secara teratur, yang bermanfaat untuk memonitor
kesehatan ibu hamil dan bayinya, sehingga bila terdapat permasalahan dapat
diketahui secepatnya dan diatasi sedini mungkin (Suririnah, 2009).
Kepatuhan dalam melakukan kunjungan Antenatal Care dapat diartikan
sebagai perilaku ibu dalam melakukan kunjungan Antenatal Care dengan
frekuensi dan waktu sesuai umur kehamilan yaitu pada usia kehamilan sampai 28
minggu melakukan kunjungan Antenatal Care setiap empat minggu sekali, pada
usia kehamilan 28 sampai 36 minggu melakukan kunjungan Antenatal Care setiap
dua minggu sekali dan pada usia kehamilan 36 sampai 40 minggu melakukan
kunjungan Antenatal Care setiap minggu sekali (Usman, 2014).
2.2 Faktor Risiko
2.2.1 Umur Ibu Hamil
Istilah umur diartikan dengan lamanya keberadaan seseorang diukur dalam
satuan waktu di pandang dari segi kronologik, individu normal yang
memperlihatkan

derajat

perkembangan

anatomis

dan

fisiologis

sama.

(Nuswantari, 1998)
Depkes RI (2000) membagi kelompok ibu dalam masa reproduksi yang
dihubungkan dengan kehamilan menjadi 3 kelompok, yaitu:
1. Umur < 20 tahun, pada masa ini ibu masih terlalu muda untuk hamil;

2. Umur 20-35 tahun, pada masa ini ibu harus mengatur kesuburan
(menjarangkan kehamilan); dan
3. Umur di atas 35 tahun, pada masa ini ibu sudah harus mengakhiri
kesuburan (tidak hamil lagi) karena ibu sudah terlalu tua untuk hamil.
Umur ibu yang paling aman untuk hamil adalah 20-35 tahun karena pada
wanita mulai umur 20 tahun, rahim dan bagian tubuh lainnya sudah benar-benar
siap untuk menerima kehamilan, juga pada umur tersebut biasanya wanita sudah
merasa siap untuk menjadi ibu (Depkes RI, 2000).
Umur ibu yang beresiko untuk hamil di bedakan menjadi 2 yaitu:
1) Umur kurang dari 20 tahun
Remaja adalah individu antara umur 10-19 tahun. Penyebab utama kematian
pada perempuan berumur 15-19 tahun adalah komplikasi kehamilan,
persalinan, dan komplikasi keguguran. Kehamilan dini mungkin akan
menyebabkan para remaja muda yang sudah menikah merupakan keharusan
sosial (karena mereka diharapkan untuk membuktikan kesuburan mereka),
tetapi remaja tetap menghadapi risiko-risiko kesehatan sehubungan dengan
kehamilan dini dengan tidak memandang status perkawinan mereka. Wanita
hamil kurang dari 20 tahun dapat merugikan kesehatan ibu maupun
pertumbuhan dan perkembangan janin karena belum matangnya alat
reproduksi untuk hamil. Hal ini dapat memberikan risiko bermakna pada
bayi termasuk cedera pada saat persalinan, berat badan lahir rendah, dan
kemungkinan bertahan hidup yang lebih rendah untuk bayi. Manuaba
(2007), menambahkan bahwa kehamilan remaja dengan usia dibawah 20
tahun mempunyai risiko:
a) Sering mengalami anemia;
b) Gangguan tumbuh kembang janin;
c) Keguguran, prematuritas, atau BBLR;
d) Gangguan persalinan;
e) Preeklampsi; dan
f) Perdarahan antepartum.

Para remaja yang hamil di negara-negara berkembang seringkali mencari


cara untuk melakukan aborsi. Di negara-negara aborsi adalah ilegal atau
dibatasi oleh ketentuan umur, para remaja ini mungkin akan mencari
penolong ilegal yang mungkin tidak terampil atau berpraktik di bawah
kondisi-kondisi yang tidak bersih. Aborsi yang tidak aman menempati
proporsi tinggi dalam kematian ibu diantara para remaja.
2) Umur lebih dari 35 tahun
Ada beberapa teori mengenai risiko kehamilan diusia 35 tahun atau lebih,
diantaranya:
Wanita pada umumnya memiliki beberapa penurunan dalam hal kesuburan
mulai pada awal umur 30 tahun. Hal ini belum tentu berarti pada wanita
yang berusia 30 tahun atau lebih memerlukan waktu lebih lama untuk hamil
di bandingkan wanita yang lebih muda usianya. Pengaruh umur terhadap
penurunan tingkat kesuburan mungkin saja memang ada hubungan,
misalnya mengenai berkurangnya frekuensi ovulasi atau mengarah
kemasalah seperti adanya penyakit endometriosis yang menghambat uterus
untuk menangkap sel telur melalui tuba fallopi yang berpengaruh terhadap
konsepsi.
a) Masalah kesehatan yang kemungkinan dapat terjadi dan berakibat
terhadap kehamilan diatas 35 tahun adalah munculnya masalah
kesehatan yang kronis. Umur berapapun seorang wanita harus
mengkonsultasikan diri mengenai kesehatannya kedokter sebelum
berencana untuk hamil. Kunjungan rutin dokter sebelum masa kehamilan
dapat membantu memastikan apakah seorangwanita berada dalam
kondisi fisik yang baik dan memungkinkan sebelum terjadi kehamilan.
Kontrol ini merupakan cara yang tepat untuk membicarakan apa saja
yang perlu di perhatikan baik pada istri maupun suami termasuk
mengenai kehamilan. Kunjungan ini menjadi sangat penting jika seorang
wanita memiliki masalah kesehatan yang kronis seperti menderita
penyakit diabetes mellitus atau tekanan darah tinggi. Kondisi ini,
merupakan penyebab penting yang biasannya terjadi pada wanita hamil
7

berusia 30 40 tahun di bandingkan pada wanita yang lebih muda,


karena dapat membahayakan kehamilan dan pertumbuhan bayinya.
Pengawasan kesehatan dengan baik dan pengunaan obat obatan yang
tepat mulai di lakukan sebelum kehamilan dan di lanjutkan selama
kehamilan dapat mengurangi resiko kehamilan di usia lebih dari 35
tahun, dan pada sebagian besar kasus dapat menghasilkan kehamilan
yang sehat. Para peneliti mengatakan wanita berusia 20 tahun untuk
menderita tekanan darah tinggi dan diabetes mellitus pada saat pertama
kali hamil. Wanita yang hamil pertama kali pada usia diatas 40 tahun
memiliki kemun gkinan sebanyak 60% menderita tekanan darah tinggi
dan 4 kali lebih rawan terkena penyakit diabetes selama kehamilan di
bandingkan wanita yang berusia 20 tahun pada penelitan serupa di
University of California pada tahun 1999. Hal ini membuat pemikiran
sangatlah penting ibu yang berusia 35 tahun keatas mendapatkan
perawatan selama kehamilan lebih dini dan lebih teratur. Dengan
diagnosa awal dan terapi yang tepat, kelainan-kelainan tersebut tidak
menyebabkan resiko besar baik terhadap ibu maupun bayinya.
b) Risiko terhadap bayi yang lahir pada ibu yang berusia diatas 35 tahun
meningkat, yaitu bisa berupa kelainan kromosom pada anak. Kelainan
yang paling banyak muncul berupa kelainan down syndrome, yaitu
sebuah kelainan kombinasi dari retardasi mental dan abnormalitas
bentuk fisik yang di sebabkan oleh kelainan kromosom.
c) Risiko lain terjadi keguguran pada ibu hamil berusia 35 tahun atau lebih.
Kemungkinan kejadian pada wanita diusia 35 tahun keatas lebih banyak
di bandingkan pada wanita muda ditemukan 9% pada kehamilan wanita
umur 20 24 tahun. Namun resiko meningkat menjadi 20% pada umur
35 39 tahun dan 50% pada wanita usia 42 tahun. Peningkatan insiden
pada kasus abnormalitas kromosom bisa sama kemungkinannya seperti
resiko keguguran. Yang bisa dilakukan untuk mengurangi resiko tersebut
sebaiknya wanita berisia 30 atau 40 tahun yang merencanakan untuk
hamil harus konsultasikan diri dulu kedokter.
8

Semakin cukup umur seorang ibu, tingkat kematangan dalam berpikir


semakin baik sehinggga akan termotivasi untuk memeriksakan kehamilan,
juga mengetahui akan pentingnya pemeriksaan kehamilan. Semakin muda
umur ibu, semakin tidak mengerti tentang pentingnya pemeriksaan
kehamilan. Usia produktif, aman untuk kehamilan dan persalinan adalah
20-35 tahun (Padila, 2014).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Anik Sulistiyanti, hasil uji
statistik menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara Umur Ibu Hamil
Berisiko Tinggi (p-value 0,002) terhadap Kepatuhan melakukan Antenatal Care
di Puskesmas Manahan Surakarta.
2.2.2 Pendidikan Ibu
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Makin
tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin mudah menentukan dan menerima
informasi. Semakin banyak informasi yang masuk, semakin banyak pula
pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Sebaliknya, pendidikan yang kurang
akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru
diperkenalkan.
Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi bagaimana seseorang untuk
bertindak dan mencari penyebab serta solusi dalam hidupnya. Orang yang
berpendidikan tinggi biasanya akan bertindak lebih rasional. Orang dengan
pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima gagasan baru. Demikian halnya
dengan ibu yang berpendidikan tinggi akan lebih patuh menjalani Antenatal Care
dibandingkan ibu yang berpendidikan menengah dan dasar. Semakin tinggi
pendidikan ibu hamil, maka kepatuhannya semakin baik. Ibu dengan pendidikan
lebih tinggi memiliki pengetahuan tentang Antenatal Care lebih tinggi pula.
(Wibowo,1992 dalam Maulina,2010).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Anik Sulistiyanti, hasil uji
statistik menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara Pendidikan Ibu
Hamil Berisiko Tinggi (p-value 0,004) terhadap Kepatuhan melakukan Antenatal
Care di Puskesmas Manahan Surakarta.
9

2.2.3 Paritas Ibu


Paritas adalah jumlah kelahiran hidup maupun lahir mati yang dialami oleh
ibu (DepKes RI, 1998). Paritas seorang ibu yang tergolong tidak aman untuk
hamil dan melahirkan adalah pada kehamilan pertama dan paritas tinggi (lebih
dari 3). Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian
maternal.
Ibu hamil yang memanfaatkan pelayanan antenatal care dengan paritas
tinggi mengatakan bahwa terdapat risiko pada kehamilan sebelumnya sehingga
merasa perlu untuk memeriksakan kehamilan secara teratur dan ibu yang
memanfaatkan pelayanan antenatal dengan paritas rendah merasa perlu untuk
memeriksakan kehamilan secara teratur karena belum memiliki pengalaman
tentang kehamilan. Sedangkan ibu hamil yang kurang memanfaatkan pelayanan
antenatal dengan paritas tinggi merasa telah memiliki pengalaman pada kehamilan
sebelumnya sehingga merasa tidak perlu sering memeriksakan kehamilan dan ibu
dengan paritas rendah yang kurang memanfaatkan pelayanan antenatal care
mengatakan bahwa ia terlambat mengetahui tentang kehamilannya sehingga tidak
memeriksakan kehamilan pada trimester I. Ibu yang pertama kali hamil
merupakan hal yang sangat baru sehingga termotivasi dalam memeriksakan
kehamilannya ke tenaga kesehatan. Sebaliknya ibu yang sudah pernah melahirkan
lebih dari satu orang, mempunyai anggapan bahwa ia sudah berpengalaman
sehingga tidak termotivasi untuk memeriksakan kehamilannya (Padila, 2014).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Siti Jahroh pada tahun 2013,
hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara Paritas
Ibu Hamil Berisiko Tinggi (p-value 0,011) terhadap Kepatuhan melakukan
Antenatal Care di Poliklinik RSUD Berkah Pandeglang Tahun 2013.
2.2.4 Jarak
Jarak adalah ruang sela antara dua benda atau tempat yaitu jarak antara
rumah dengan tempat pelayanan ANC. Keterjangkauan masyarakat termasuk jarak
akan fasilitas kesehatan akan mempengaruhi pemilihan pelayanan kesehatan.
Jarak juga merupakan komponen kedua yang memungkinkan seseorang untuk

10

memanfaatkan seseorang untuk memanfaatkan pelayanan pengobatan (Padila,


2014).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ayu Rahmayanti pada tahun
2014, hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara
Jarak Rumah Ibu Hamil Berisiko Tinggi ke Puskesmas (p-value 0,001) terhadap
Kepatuhan melakukan Antenatal Care di Puskesmas Tamamaung Kota Makassar
Tahun 2014.
2.3 Kerangka Teori
INPUT DATA
Peta
Tabel
Laporan
Data analog

ANALISIS SPASIAL
Digitasi
Klasifikasi
Overlay

OUTPUT DATA
Peta
Tabel
Informasi

digital

(softcopy)
Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian

11

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep


1.

2.
3.
4.

INPUT DATA
Data karakteristik Ibu hamil dan Ibu nifas
berisiko tinggi (umur, pendidikan, pekerjaan,
paritas, frekuensi ANC)
Data orang yang memeriksa kehamilan Ibu
Data tempat pemeriksaan kehamilan Ibu
Data jarak tempat tinggal Ibu dengan tempat
pelayanan kesehatan

ANALISIS SPASIAL

OUTPUT DATA
Penyajian informasi berupa :
1. Peta sebaran Ibu hamil dan Ibu nifas berisiko
tinggi
2. Peta sebaran pelayanan kesehatan
3. Peta sebaran karakteristik Ibu hamil dan Ibu nifas
berisiko tinggi
4. Peta sebaran karakteristik Ibu hamil dan Ibu nifas
berisiko tinggi berdasarkan kepatuhan ANC
5. Buffering pelayanan kesehatan

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

12

3.2 Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bersifat kualitatif dan
kuantitatif dengan pendekatan cross-sectional study dan menggunakan analisis
spasial. Studi kualitatif bertujuan memberikan gambaran dan memperoleh
informasi mendalam mengenai pelaporan pemeriksaan ANC sedangkan studi
kuantitatif diolah dengan analisis spasial untuk menguraikan dan menganalisis
tentang data pemeriksaan ANC secara geografi di Wilayah Kerja Puskesmas
Rowosari.
3.3 Variabel Penelitian
Variabel Penelitian meliputi :
1. Data masukan
a. Data karakteristik Ibu hamil dan Ibu nifas berisiko tinggi (umur,
pendidikan, pekerjaan, paritas, frekuensi ANC)
b. Data orang yang memeriksa kehamilan Ibu
c. Data tempat pemeriksaan kehamilan Ibu
d. Data jarak tempat tinggal Ibu dengan tempat pelayanan kesehatan
2. Analisis spasial
3. Data luaran
a. Peta sebaran Ibu hamil dan Ibu nifas berisiko tinggi
b. Peta sebaran pelayanan kesehatan
c. Peta sebaran karakteristik Ibu hamil dan Ibu nifas berisiko tinggi
d. Peta sebaran karakteristik Ibu hamil dan Ibu nifas berisiko tinggi
berdasarkan kepatuhan ANC
e. Buffering pelayanan kesehatan
3.4 Populasi dan Sampel
Populasi adalah Jumlah keseluruhan dari objek yang diteliti dalam penelitian
(Soeratno, 1999). Populasi dari penelitian ini adalah jumlah data pemustaka
mengenai Ibu hamil dan Ibu nifas risiko tinggi wilayah kerja Puskesmas

13

Rowosari, kecamatan Tembalang, kota Semarang, periode Januari sampai dengan


April tahun 2016, yaitu sebesar 225 Ibu hamil dan Ibu nifas.
Menurut Soeratno (1999) sampel adalah bagian dari populasi / bagian tunggal
yang menjadi objek penelitian sesungguhnya. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah non-probability sampling dimana di dalam teknik ini terbagi
menjadi enam teknik sampel yakni Sampling Sistematis, Sampling Kuota,
Sampling Accidental, Sampling Purposive, Sampling Jenuh, Snowball Sampling.
Dari enam teknik sampel tersebut peneliti menggunakan teknik sampling kuota
dimana besar sampel ditentukan dahulu tanpa perhitungan statistik, yaitu sebesar
37 responden.
3.5 Sumber Data
Data data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah :
a. Data Primer
Data primer berupa sebaran Ibu hamil dan Ibu nifas berisiko tinggi berupa
titik koordinat wilayah dan alamat secara administratif.
b. Data Sekunder
Data sekunder berupa data yang telah ada di Puskesmas Rowosari,
Kecamatan Tembalang, Kota Semarang, yang meliputi :
1. Data karakteristik Ibu hamil dan Ibu nifas berisiko tinggi (umur,
pendidikan, pekerjaan, paritas, frekuensi ANC)
2. Data orang yang memeriksa kehamilan Ibu
3. Data tempat pemeriksaan kehamilan Ibu
4. Data jarak tempat tinggal Ibu dengan tempat pelayanan kesehatan
3.6 Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini dengan menggunakan lembar observasi
untuk pencatatan hasil pengukuran titik koordinat Ibu hamil dan Ibu nifas berisiko
tinggi, alat ukur Global Positioning System (GPS), perangkat keras komputer dan
perangkat lunak ArcView GIS.

14

3.7 Cara Pengumpulan Data


Data primer diperoleh dari melakukan pengukuran titik koordinat lokasi
Ibu hamil dan Ibu nifas berisiko tinggi dengan GPS. Sedangkan data sekunder
diperoleh dari Puskesmas Rowosari, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang.
3.8 Pengolahan dan Analisis Data
Teknik pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan ArcView GIS.
a. Pengolahan Data
Pengolahan data yang bersifat kuantitatif dianalisis dengan statistik
deskriptif dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang
telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat
generalisasi. Data ini disajikan dalam bentuk layout. Tahap pengolahan
data pada penelitian ini antara lain :
1. Editing
Sebelum data diolah, data yang telah dikumpulkan perlu dibaca dan
diperksa kembali. Jika terdapat hal-hal yang salah atau masih
meragukan dapat diperbaiki seperti dalam pengisian daftar pilih,
pencatatan titik koordinat.
2. Coding
Coding adalah pemberian kode angka pada atribut variabel untuk
memudahkan dalam pengumpulan dan pengelompokan data.
3. Entry
Entry data yaitu suatu proses memasukkan data kedalam komputer
yang selanjutnya dilakukan analisis dengan menggunakan program
komputer.
4. Tabulating
Merupakan proses pengelompokan data yang dientry dalam bentuk
distribusi frekuensi yang ditampilkan pada tabel tunggal dan ganda.
5. Proccesing
Merupakan kegiatan memproses data agar dapat dianalisis. Proses data
dilakukan dengan mengentry data.
15

6. Cleaning
Cleaning dilakukan setelah entry data, kegiatan ini dilakukan untuk
mengetahui apakah ada kesalahan/ tidak saat entry data.
b. Analisis Data
Data digital akan dianalisis menggunakan analisis spasial yang dilakukan
melalui tahapan digitasi-klasifikasi-overlay. Proses digitasi adalah dengan
mentransformasikan data dasar/data analog (dalam bentuk hard copy) ke
dalam bentuk peta digital.

16

BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat
4.1.1 Faktor Pendukung
a. Data Sekunder dari Puskesmas.
b. Masyarakat sekitar membantu peneliti dalam mencari letak rumah
responden.
4.1.2 Faktor Penghambat
a. Letak rumah ibu responden yang sulit untuk ditemukan.
b. Ketidaklengkapan dan kesalahan pada data sekunder.
4.2 Gambaran Umum
Wilayah kerja puskesmas Rowosari, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang
terdiri dari lima wilayah kelurahan yaitu Kelurahan Meteseh, Tembalang,
Rowosari, Bulusan, Dan Kramas. Jumlah penduduk wilayah kerja Puskesmas
Rowosari 39.898 jiwa dengan 11.326 KK kepala keluarga. Dan rincian jumlah
penduduk laki-laki 20.185 jiwa dan perempuan 19.713 jiwa.

17

4.3 Gambaran Ibu Hamil Risiko Tinggi di Wilayah Kerja Puskesmas


Rowosari

Gambar 4.1 Gambaran Ibu Hamil Risiko Tinggi di Wilayah Kerja Puskesmas Rowosari

Gambar diatas menunjukkan bahwa terdapat 37 ibu hamil dan berisiko


tinggi di Wilayah Kerja Puskesmas Rowosari.

18

4.4 Gambaran Tempat Pelayanan Antenatal Care di Wilayah Kerja


Puskesmas Rowosari

Gambar 4.2 Gambaran Tempat Pelayanan Antenatal Care di Wilayah Kerja Puskesmas
Rowosari

Berdasarkan gambar diatas, dapat diketahui bahwa terdapat 25 titik tempat


pelayanan kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Rowosari. Tempat pelayanan
kesehatan itu terdiri dari BPM, Posyandu, Puskesmas Rowosari baru, dan
Puskesmas Rowosari lama.

4.5 Gambaran Jangkauan Puskesmas Rowosari


19

Gambar 4.3 Gambaran Jangkauan Puskesmas Rowosari

Gambar diatas menunjukkan jangkauan puskesmas Rowosari dengan jarak


jangkauan 2 km.

4.6 Gambaran Jangkauan Pelayanan Kesehatan di Wilayah Kerja


Puskesmas Rowosari
20

Gambar 4.4 Gambaran Jangkauan Pelayanan Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas


Rowosari

Gambar diatas menunjukkan jangkauan pelayanan kesehatan di wilayah kerja


Puskesmas Rowosari dengan jarak jangkauan 300 m.

21

4.7 Gambaran Ibu Hamil di Kelurahan Rowosari

Gambar 4.5 Gambaran Ibu Hamil Risiko Tinggi di Kelurahan Rowosari

Berdasarkan gambar diatas, dapat diketahui bahwa terdapat 18 titik ibu


hamil dan nifas berisiko tinggi di Kelurahan Rowosari.

4.8 Gambaran Ibu Hamil dan Ibu Nifas di Kelurahan Tembalang


22

Peta Ibu Hamil dan Ibu Nifas Berisiko Tinggi


di Kelurahan Tembalang

#
#

PEMINATAN B IOSTATISTIK A DAN KEPENDUDUKAN


FKM UNDIP

#
#

Hamil tembalang.shp
Ibu kel tembalang.shp
N

0.7

0.7

1.4

2.1 Kilometers

E
S

Gambar 4.6 Gambaran Ibu Hamil Risiko Tinggi di Kelurahan Tembalang

Berdasarkan gambar diatas, dapat diketahui bahwa terdapat 4 titik ibu


hamil dan nifas berisiko tinggi di Kelurahan Tembalang.

4.9 Gambaran Ibu Hamil dan Ibu Nifas di Kelurahan Kramas

23

Gambar 4.7 Gambaran Ibu Hamil Risiko Tinggi di Kelurahan Kramas

Berdasarkan gambar diatas, dapat diketahui bahwa terdapat 7 titik ibu


hamil dan nifas berisiko tinggi di Kelurahan Kramas.

24

4.10 Gambaran Ibu Hamil dan Ibu Nifas di Kelurahan Meteseh

Gambar 4.8 Gambaran Ibu Hamil Risiko Tinggi di Kelurahan Meteseh

Berdasarkan gambar diatas, dapat diketahui bahwa terdapat 8 titik ibu


hamil dan nifas berisiko tinggi di Kelurahan Meteseh.

25

4.11 Gambaran Ibu Hamil dan Ibu Nifas Berdasarkan Umur di Wilayah
Kerja Puskesmas Rowosari

Gambar 4.9 Gambaran Ibu Hamil dan Ibu Nifas Berdasarkan Umur di Wilayah Kerja
Puskesmas Rowosari

Pada gambar diatas, simbol kres (#) berwarna biru muda menunjukkan ibu
hamil dan ibu nifas dengan umur <20 tahun, simbol kres (#) berwarna biru tua
menunjukkan ibu hamil dan ibu nifas dengan umur 20-35 tahun, dan simbol kres
(#) berwarna hijau menunjukkan ibu hamil dan ibu nifas dengan umur >35 tahun.
Sehingga, dapat diketahui bahwa proporsi terbesar umur ibu adalah pada umur 2035 tahun yaitu sebanyak 21 titik ibu hamil dan ibu nifas.

26

4.12 Gambaran Ibu Hamil dan Ibu Nifas Berdasarkan Pendidikan di


Wilayah Kerja Puskesmas Rowosari

Gambar 4.10 Gambaran Ibu Hamil dan Ibu Nifas Berdasarkan Pendidikan di Wilayah
Kerja Puskesmas Rowosari

Pada gambar diatas, simbol kres (#) berwarna merah muda menunjukkan
ibu hamil dan ibu nifas dengan tingkat pendidikan tidak sekolah, simbol kres (#)
berwarna hijau tua menunjukkan ibu hamil dan ibu nifas dengan tingkat
pendidikan SD, simbol kres (#) berwarna hijau muda menunjukkan ibu hamil dan
ibu nifas dengan tingkat pendidikan SMP, simbol kres (#) berwarna ungu
menunjukkan ibu hamil dan ibu nifas dengan tingkat pendidikan SMA, dan
simbol kres (#) berwarna hijau muda menunjukkan ibu hamil dan ibu nifas dengan
tingkat pendidikan Akademi / Perguruan Tinggi. Sehingga, dapat diketahui bahwa
proporsi terbesar tingkat pendidikan ibu adalah pada tingkat pendidikan SMA
yaitu sebanyak 21 titik ibu hamil dan ibu nifas.

27

4.13 Gambaran Ibu Hamil dan Ibu Nifas Berdasarkan Paritas di Wilayah
Kerja Puskesmas Rowosari

Gambar 4.11 Gambaran Ibu Hamil dan Ibu Nifas Berdasarkan Paritas di Wilayah Kerja
Puskesmas Rowosari

Pada gambar diatas, simbol kres (#) berwarna hitam menunjukkan ibu
hamil dan ibu nifas dengan paritas 0, simbol kres (#) berwarna hijau tua
menunjukkan ibu hamil dan ibu nifas dengan paritas 1, simbol kres (#) berwarna
merah muda menunjukkan ibu hamil dan ibu nifas dengan paritas 2, dan simbol
kres (#) berwarna biru muda menunjukkan ibu hamil dan ibu nifas dengan paritas
3. Sehingga, dapat diketahui bahwa proporsi terbesar paritas ibu adalah pada
paritas 1 yaitu sebanyak 12 titik ibu hamil dan ibu nifas.
4.14 Gambaran Kepatuhan Kunjungan Antenatal Care pada Ibu Hamil dan
Ibu Nifas Berisiko Tinggi yang Melakukan Pemeriksaan di BPM
28

Gambar 4.12 Gambaran Kepatuhan Kunjungan Antenatal Care pada Ibu Hamil dan Ibu
Nifas Berisiko Tinggi yang Melakukan Pemeriksaan di BPM

Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa proporsi ketidakpatuhan


Ibu hamil dan Ibu nifas berisiko tinggi yang pemeriksakan diri di BPM lebih besar
dibandingkan dengan Ibu hamil dan Ibu nifas berisiko tinggi yang patuh akan
kunjungan Antenatal Care. Beberapa BPM yang tersebar di wilayah kerja
puskesmas Rowosari berdekatan satu dengan yang lainnya (dengan jarak
jangkauan BPM sebesar 1,2 km), terutama pada kelurahan Rowosari. Sedangkan
BPM yang terletak pada Tembalang dan Kramas tidak berdekatan dengan BPM
manapun.
Ibu hamil dan Ibu nifas berisiko tinggi dengan ketidakpatuhan kunjungan
Antenatal Care masih banyak ditemukan walaupun lokasi tempat tinggal ibu dekat
dengan BPM.
Keterjangkauan masyarakat termasuk jarak akan fasilitas kesehatan akan
mempengaruhi pemilihan pelayanan kesehatan. Jarak juga merupakan komponen
kedua yang memungkinkan seseorang untuk memanfaatkan seseorang untuk
memanfaatkan pelayanan pengobatan.
29

4.15 Gambaran Kepatuhan Kunjungan Antenatal Care pada Ibu Hamil dan
Ibu Nifas Berisiko Tinggi yang Melakukan Pemeriksaan di Puskesmas

Gambar 4.13 Gambaran Kepatuhan Kunjungan Antenatal Care pada Ibu Hamil dan Ibu
Nifas Berisiko Tinggi yang Melakukan Pemeriksaan di Puskesmas

Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa semua Ibu hamil dan
Ibu nifas berisiko tinggi yang melakukan pemeriksaan di Puskesmas termasuk
dalam jangkauan puskesmasdengan jarak jangkauan 1,2 km. Ibu hamil dan Ibu
nifas berisiko tinggi yang melakukan pemeriksaan di Puskesmas berjumlah 8 Ibu
dengan 4 Ibu mematuhi kunjungan Antenatal Care dan 4 Ibu tidak mematuhi
kunjungan Antenatal Care. Tidak semua Ibu patuh akan kunjungan Antenatal
Care walaupun jarak tempat tinggal dengan tempat pelayanan kesehatan dekat.
Keterjangkauan masyarakat termasuk jarak akan fasilitas kesehatan akan
mempengaruhi pemilihan pelayanan kesehatan. Jarak juga merupakan komponen
kedua yang memungkinkan seseorang untuk memanfaatkan seseorang untuk
memanfaatkan pelayanan pengobatan.

30

4.16 Gambaran Kepatuhan Kunjungan Antenatal Care pada Ibu Hamil dan
Ibu Nifas Berisiko Tinggi Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Wilayah Kerja
Puskesmas Rowosari

Gambar 4.14 Gambaran Kepatuhan Kunjungan Antenatal Care pada Ibu Hamil dan Ibu
Nifas Berisiko Tinggi Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas
Rowosari

Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa jumlah kunjungan


Antenatal Care yang patuh dan tidak patuh dari seluruh pendidikan formal
didominasi oleh Ibu dengan pendidikan formal tingkat SMA. Tingkat pendidikan
berkaitan dengan wawasan, semakin tinggi wawasan Ibu hamil tentang kehamilan
makan

semakin besar kemungkinan Ibu hamil untuk merawat kehamilannya

untuk menghindari terjadinya kelainan atau gangguan.

4.17 Gambaran Kepatuhan Kunjungan Antenatal Care Ibu Hamil dan Ibu
Nifas Berisiko Tinggi Berdasarkan Umur di Wilayah Kerja Puskesmas
Rowosari
31

Gambar 4.15 Gambaran Kepatuhan Kunjungan Antenatal Care Ibu Hamil dan Ibu Nifas
Berisiko Tinggi Berdasarkan Umur di Wilayah Kerja Puskesmas Rowosari

Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa Ibu dengan kunjungan


Antenatal Care dibandingkan dengan seluruh kelompok umur yang ada, Ibu yang
patuh dan tidak patuh lebih banyak pada kelompok umur 20 35 tahun. Tingkat
pendidikan sangat mempengaruhi bagaimana seseorang untuk bertindak dan
mencari penyebab serta solusi dalam hidupnya. Orang yang berpendidikan tinggi
biasanya akan bertindak lebih rasional. Orang dengan pendidikan tinggi akan
lebih mudah menerima gagasan baru. Demikian halnya dengan ibu yang
berpendidikan tinggi akan lebih patuh menjalani Antenatal Care dibandingkan ibu
yang berpendidikan menengah dan dasar. Semakin tinggi pendidikan ibu hamil,
maka kepatuhannya semakin baik. Ibu dengan pendidikan lebih tinggi memiliki
pengetahuan tentang Antenatal Care lebih tinggi pula.

32

4.18 Gambaran Kepatuhan Kunjungan Antenatal Care pada Ibu Hamil dan
Ibu Nifas Berisiko Tinggi Berdasarkan Paritas di Wilayah Kerja Puskesmas
Rowosari

Gambar 4.16 Gambaran Kepatuhan Kunjungan Antenatal Care pada Ibu Hamil dan Ibu
Nifas Berisiko Tinggi Berdasarkan Paritas di Wilayah Kerja Puskesmas Rowosari

Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa jumlah kunjungan ANC


yang tidak patuh lebih banyak pada Ibu dengan paritas satu kali. Kepatuhan
kunjungan ANC dipengaruhi oleh jumlah paritas, Ibu hamil yang memanfaatkan
pelayanan antenatal care dengan paritas tinggi mengatakan bahwa terdapat risiko
pada kehamilan sebelumnya sehingga merasa perlu untuk memeriksakan
kehamilan secara teratur dan ibu yang memanfaatkan pelayanan antenatal dengan
paritas rendah merasa perlu untuk memeriksakan kehamilan secara teratur karena
belum memiliki pengalaman tentang kehamilan. Sedangkan ibu hamil yang
kurang memanfaatkan pelayanan antenatal dengan paritas tinggi merasa telah
memiliki pengalaman pada kehamilan sebelumnya sehingga merasa tidak perlu

33

sering memeriksakan kehamilan dan ibu dengan paritas rendah yang kurang
memanfaatkan pelayanan Antenatal Care.

34

BAB V
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil penelitian pola persebaran faktor ibu hamil dan ibu
hamil berisiko tinggi di Wilayah Kerja Puskesmas Rowosari, diketahui
bahwa proporsi ibu hamil dan nifas berisiko tinggi berdasarkan kelurahan
terbanyak terdapat di kelurahan Rowosari yaitu sebanyak 18 ibu, proporsi
umur terbanyak adalah pada umur 20-35 tahun yaitu sebanyak 21, proporsi
tingkat pendidikan terbanyak adalah pada SMA yaitu sebesar 21, proporsi
terbesar paritas ibu adalah pada paritas 1
2. Proporsi kunjungan Antenatal Care yang patuh dan tidak patuh lebih
banyak pada kelompok umur 20 35 tahun.
3. Proporsi kunjungan Antenatal Care yang patuh dan tidak patuh dari
seluruh pendidikan formal didominasi oleh Ibu dengan pendidikan formal
tingkat SMA
4. Proporsi kunjungan ANC yang tidak patuh lebih banyak pada Ibu dengan
paritas satu kali.
6.2 Saran
6.2.1 Bagi Puskesmas Rowosari
Petugas kesehatan puskesmas sebaiknya memberikan penyuluhan kepada
ibu hamil akan pentingnya patuh melakukan ANC. Melakukan pengukuran atau
pencatatan riwayat kehamilan dilaksanakan secara terpadu dan konsisten dalam
paket ANC serta meningkakan peran sebagai edukator dan konselor,
meningkatkan pemberian informasi, motivasi dan konseling pada ibu hamil
pada kegiatan ANC.
Pihak puskesmas hendaknya melengkapi dan memperbaiki pendataan
mengenai Ibu hamil dan Ibu nifas di wilayah kerja Puskesmas Rowosari..
6.2.2 Bagi Peneliti
Mampu mengoptimalkan dalam penelitian selanjutnya mengenai faktorfaktor Ibu hamil dan Ibu nifas yang belum terkait pada kepatuhan kunjungan

35

ANC di wilayah kerja Puskesmas Rowosari kecamatan Tembalang Kota


Semarang.

36

DAFTAR PUSTAKA
Br. Sembiring, Aritha. Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Tanda Bahaya
Kehamilan Dengan Kepatuhan Kunjungan ANC Di Klinik Dina Broko
Ujung Lingkungan XX Medan Tahun 2013
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2014, Semarang, 2014.
Dinas Kesehatan Kota Semarang, Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2014,
Semarang, 2015.
Inayah Nur. 2013. Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemanfaatan Pelayanan
Antenatal Care Di Puskesmas Minasa Upa Kota Makassar Tahun 2013.
Kementerian Kesehatan RI, Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014, Jakarta,
2015.
Murniati. 2008. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemanfaatan
Pelayanan Antenatal Oleh Ibu Hamil Di Kabupaten Aceh Tenggara. Tesis
Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara Medan.
Ninik Christiani, Chichik Nirmasari. 2014.Hubungan Usia Ibu Hamil Terhadap
Kepatuhan ANC di Puskesmas Suruh, Kabupaten Semarang.
Pangerti Jekti, Rabea. Hubungan Antara Kepatuhan Antenatal Care Dengan
Pemilihan

Penolong

Persalinan.

Jakarta:

Badan

Penelitian

dan

Pengembangan Kementerian Kesehatan RI.


Rahmayanti Ayu. 2014. Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemanfaatan
Pelayanan Antenatal Care Pada Ibu Hamil Di Wilayah Kerja Puskesmas
Tamamaung Kota Makassar Tahun 2014. Skripsi Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar 2014.
Sulistiyanti Anik. Hubungan Usia dan Pendidikan Ibu Hamil Resiko Tinggi
Dengan Kepatuhan Antenatal Care. Prosiding Nasional APIKES-AKBID
Citra Medika Surakarta.

37

Anda mungkin juga menyukai