Protap Edisi Revisi 2012
Protap Edisi Revisi 2012
Tim Penyusun :
Prof. Dr. dr. I Gede Putu Surya, SpOGK
Prof. dr. Made Kornia Karkata, SpOGK
dr. Tjok. G.A. Suwardewa, SpOGK
dr. A.A.N. Jaya Kusuma, SpOGK
dr. I Nyoman Hariyasa Sanjaya, SpOGK, MARS
dr. Ketut Surya Negara, SpOGK
dr. I Wayan Artana Putra, SpOG
dr. A.A.G. Raka Budayasa, SpOG
dr. Agus Rusdhy Hariawan Hamid, SpOG
dr. A.A.G. Putra Wiradnyana, SpOG
2012
1. ASUHAN ANTENATAL
Definisi:
Asuhan pranatal adalah asuhan yang diberikan kepada ibu hamil dengan tujuan
menyelaraskan ibu dan janin agar terhindar dari komplikasi dan menurunkan insiden
morbiditas/ mortalitas perinatal dan maternal.
Tujuan:
Menyelaraskan ibu dan janin terhadap proses kehamilan, menurunkan morbiditas dan
mortalitas ibu dan bayi dengan melakukan identifikasi kehamilan berisiko, melakukan
intervensi untuk mencegah atau mengobati komplikasi yang timbul, memberikan edukasi
dan promosi kesehatan yang mempunyai manfaat jangka panjang untuk ibu dan
keluarganya.
Ibu hamil yang kemungkinan memerlukan asuhan khusus
Dengan penyakit jantung, termasuk hipertensi
Dengan penyakit ginjal
Dengan kelainan endokrin atau riwayat diabetes
Dengan kelainan psikiatri
Dengan kelainan hematologi
Dengan kelainan autoimun
Mendapat terapi farmakologi (antidepresan, antikonvulsi, dsb)
Riwayat infertilitas atau mendapat teknologi reproduksi berbantu
Kehamilan ganda
Preeklamsia
Diabetes gestasional yang memerlukan insulin
Pengguna NAPZA (termasuk perokok, alkohol, heroin, marijuana, kokain, ekstasi,
dan amfetamin)
Obesitas (IMT >30)
Kurus (IMT <18.5)
Ibu hamil yang rentan ( seperti remaja, miskin, hambatan bahasa) yang tidak
mendapat dukungan sosial
Ibu hamil yang terpapar kekerasan rumah tangga
Dengan keganasan
Dengan infeksi kronik (HIV, Hep C, HSV, Hep B, dsb)
Dengan kelainan medis/ operatif kronik (epilepsi, asma berat, lupus, dsb)
Usia > 35 tahun
Keadaan lain yang ditentukan oleh tenaga kesehatan
Ibu hamil dengan riwayat penyakit berikut pada kehamilan sebelumnya
kemungkinan memerlukan asuhan khusus
Keguguran berulang
1
Persalinan preterm
Preeklamsia, eklampsia, atau sindrom HELLP
Isoimunisasi rhesus atau grup antibodi darah lainnya yang bermakna
DMG yang memerlukan insulin
Psikosis puerperalis
Grandemultipara ( 5 kali)
Stillbirth atau kematian neonatus
BBLR (< persentil 10)
Besar masa kehamilan (> persentil 90)
Riwayat bayi dengan kelainan kongenital (struktural atau kromosomal)
Operasi di uterus (misal : seksio sesaria, miomektomi, biopsi konisasi atau LEEP)
Perdarahan antepartum atau postpartum
Keadaan lain yang ditentukan oleh tenaga kesehatan
Tabel 2. Anjuran Konseling, Skrining, dan Intervensi pada Asuhan Pranatal pada
kunjungan 14 24 minggu.
Penilaian/Prosedur
Denyut jantung janin
Tinggi fundus
Gerakan janin
Tekanan darah
Berat badan
Skrining USG untuk anatomi dan TVS untuk pengukuran panjang
serviks, saat UK 18-22 mg pada kasus risiko persalinan preterm.
Pemeriksaan laborartorium
Skrining pertanda aneuploidi
Proteinurin dipstik bila diperlukan
Edukasi/ Konseling
Memeriksa dan mendiskusikan hasil pemeriksaan
Edukasi/ Konseling tidak terbatas pada usia kehamilan
Tanda bahaya
Perawatan gigi
Keluarga Berencana
3
Tabel 3. Anjuran Konseling, Skrining, dan Intervensi pada Asuhan Pranatal pada
kunjungan 24-28 minggu.
Penilaian/Prosedur
Denyut jantung janin
Tinggi fundus
Gerakan janin
Tekanan darah
Berat badan
Immunoglobulin Rh bila perlu
Skrining untuk kekerasan domestik
Pemeriksaan laborartorium
Pemeriksaan diabetes gestational; ulang CBC
Skrining antibodi bila diperlukan
Proteinuria dipstik bila diperlukan
Edukasi/ Konseling
Gejala dan tanda persalinan preterm
Edukasi/ Konseling tidak terbatas pada usia kehamilan
Persiapan, pilihan, gejala dan tanda persalinan
Perjalanan
Persalinan percobaan pasca seksio sesarea
Tabel 4. Anjuran Konseling, Skrining, dan Intervensi pada Asuhan Pranatal pada
kunjungan awal 28-34 minggu
Penilaian/Prosedur
Denyut jantung janin
Tinggi fundus
Gerakan janin
Tekanan darah
Berat badan
Pemeriksaan laborartorium
Proteinuria dipstik bila diperlukan
Edukasi/ Konseling
Gejala dan tanda persalinan preterm
Gejala dan tanda preeklamsia
4
Tabel 5 . Anjuran Konseling, Skrining, dan Intervensi pada Asuhan Pranatal pada
kunjungan 34-41 minggu.
Penilaian/Prosedur
Denyut jantung janin
Tinggi fundus/ taksiran berat janin
Gerakan janin
Presentasi janin
Tekanan darah
Berat badan
Pemeriksaan laborartorium
Proteinuria dipstik bila diperlukan
HIV (kalau belum dicek)
Edukasi / Konseling
Tanda persalinan / kapan harus menelepon
Tanda dan gejala preeklamsia
Manajemen lewat waktu
Pemberian ASI
Edukasi / Konseling tidak terbatas pada usia kehamilan
Persiapan, pilihan, gejala dan tanda persalinan
Perjalanan
Persalinan percobaan pasca seksio sesaria
PROSEDUR ASUHAN
Kunjungan pertama
Optimal dilakukan sebelum hamil 12 minggu.
Diberikan informasi tentang bagaimana asuhan kehamilan akan diberikan, tujuan
pemberian asuhan, tes skrining yang ditawarkan, anjuran untuk pola hidup sehat,
termasuk nutrisi dan olahraga .
Riwayat Penyakit
Harus dilakukan evaluasi riwayat penyakit dengan seksama, khususnya untuk
mengevaluasi risiko kehamilan.
5
Identifikasi ibu hamil yang berisiko tinggi yang perlu mendapat perhatian khusus.
Dilakukan pemeriksaan USG untuk menentukan taksiran persalinan apabila hari
pertama haid terakhir tidak diyakini.
Pemeriksaan fisik
Harus dilakukan pemeriksaan fisik menyeluruh (lihat tabel) dan terarah sesuai
identifikasi risiko.
Pada kunjungan pertama ini tinggi badan dan berat badan wajib diukur untuk
untuk indeks massa tubuh {IMT= berat (kg)/ tinggi kuadrat (m2)}.
Penentuan IMT harus dilakukan pada berat badan saat awal kehamilan.
Penentuan IMT ini berhubungan dengan risiko kehamilan seperti diabetes dan
persalinan preterm, serta risiko persalinan seperti distosia bahu, seksio sesaria,
BBLR.
Tabel 6. Kategori Indeks Massa Tubuh (IMT)
Kategori berat
IMT
Kurus
Normal
Gemuk
Obesitas (kelas I)
Obesitas (kelas II)
Obesitas ekstrim (kelas III)
< 18.5
18.5-24.9
25-29.9
30-34.9
35-39.9
> 40
Periksa dalam
Tidak dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan ini.
Tetapi pemeriksaan ini dapat dilakuan untuk menilai patologi ginekologi
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan. lihat tabel 9
Kunjungan berikut
Kunjungan berikut harus memberikan:
Tabel 7. Total penambahan berat badan ibu hamil yang dianjurkan (kg)
IMT
Kehamilan Tunggal
Gemeli
<18.5
18.5-24.9
25.0-29.9
>30
12.5-18
11.5-16
7-11.5
5-9
Tekanan darah
Harus diperiksa dan dicatat pada setiap kunjungan
Denyut jantung janin
Harus diperiksa dan dicatat pada setiap kunjungan
Pengukuran tinggi fundus uteri (simfisis-fundus)
Dapat dilakukan bila usia kehamilan lebih dari 24 minggu sampai 41 minggu.
Dapat mendeteksi pertumbuhan janin terhambat dan makrosomia, tetapi ada
faktor kesalahan intra- dan inter- pemeriksa.
Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam untuk menilai serviks tidak direkomendasikan untuk
menskrining persalinan preterm.
Gerakan janin
Ibu hamil dapat dianjurkan untuk memperhatikan gerak janin sejak usia
kehamilan atau sekitar 28 minggu.
Pemeriksaan Leopold
Dilakukan sejak usia kehamilan 34 minggu untuk menilai taksiran berat janin dan
presentasi. Dapat ditawarkan pemeriksaan USG untuk konfirmasi dan
kemungkinan intervensi.
Palpasi abdomen harus dilakukan untuk menilai presentasi janin sejak minggu ke36 kehamilan.
Pemeriksaan pelvimetri
Tidak cukup data bahwa pemeriksaan ini terbukti dapat memprediksi distosia saat
persalinan.
Tabel 8. Rekomendasi untuk Asuhan Pranatal Rutin
Komponen
Pemeriksaan
Rekomendasi
Level
Keterangan
Palpasi
Abdomen
Palpasi
abdomen
tidak
perlu
dilakukan sebelum 36 minggu,
karena potensial tidak akurat dan
tidak nyaman untuk pasien
Pengukuran
tekanan darah
Evaluasi edema
Denyut jantung
janin
Hitung gerak
janin
Pengukuran
tinggi
simfisisfundus
Urinalisis
C
Beberapa guideline menganjurkan
untuk menghentikan pemerik -saan
ini secara rutin, tetapi yang lain tetap
mempertahankan
A
Penimbangan
berat badan
kreatinin
B
Rekomendasi
Level
Keterangan
Skrining
untuk
defisiensi
Fe
dan
hemoglobinopati
Bila darah lengkap abnormal, periksa anemia
defisiensi besi (ferritin) dan hemoglobinopati
(Hb elektroforesis)
Skrining untuk mencegah penyakit hemolitik
pada bayi baru lahir (misal dari isoimunisasi
resus)
Skrining HIV untuk mencegah transmisi ke
bayi
Hb, MCV
Diperiksa
Golongan
darah,
rhesus D
HIV
Hepatitis C
HbsAg
Pemeriksaan
lain seperti:
serologi B19,
mumps,
CMV
Skrining
Gonore
Urin tengah
Tes toleransi
glukosa dan
gula darah
puasa
Thyroid
Stimulating
Pengguna narkoba
Hemodialisis
Pernah transfusi
HIV positif
Tattoo di tubuh
Diperiksa
A
A
A
C
Pemeriksaan TTGO 75 g
Hormone
Pap Smear
Ultrasonografi
Pemeriksaan USG trimester I (sebelum usia kehamilan 14 minggu)
Menentukan taksiran persalinan dan usia kehamilan lebih akurat daripada hari
pertama haid terakhir.
Untuk deteksi dini kehamilan ganda, skrining aneuploidi dengan nuchal
translucency dan diagnosis nonviable-pregnancies.
Pemeriksaan USG anatomi janin trimester II:
Ibu hamil usia kehamilan 18-22 minggu sebaiknya ditawarkan untuk skrining
USG
Meningkatkan deteksi dini kehamilan ganda, dan kelainan kongenital mayor.
Pemeriksaan USG pertumbuhan janin trimester III:
Pemeriksaan USG selektif bermanfaat untuk keadaan tertentu, seperti kecurigaan
pertumbuhan janin terhambat, penilaian indeks cairan amnion untuk dugaan oligo
atau polihidramnion, plasenta previa dan penilaian malpresentasi.
Pemeriksaan rutin Doppler arteria umbilikalis dilakukan pada kasus risiko tinggi
terjadinya insufisiensi plasenta, setelah konsultasi dengan divisi fetomaternal.
Gizi dan Makanan
Ibu hamil harus dianjurkan untuk mengonsumsi makanan gizi seimbang.
Kebutuhan kalori meningkat 340-450 kkal per hari pada trimester kedua dan
ketiga. Penambahan berat badan yang dianjurkan selama kehamilan adalah 11.5
sampai 16 kg pada ibu hamil dengan IMT normal.
Suplementasi asam folat sejak 4 minggu sebelum konsepsi sampai 12 minggu
kehamilan mencegah defek tuba neuralis.
Dosis rekomendasi untuk pencegahan primer adalah 0.4 mg per hari. Dosis untuk
pencegahan sekunder pada perempuan dengan riwayat defek tuba neuralis pada
anak sebelumnya adalah 4 mg per hari.
Suplementasi besi pranatal universal (27 sampai 30 mg per hari) karena konsumsi
rata-rata dan cadangan besi endogen sering tidak cukup untuk pemenuhan
kebutuhan besi pada kehamilan dan karena defisiensi besi berhubungan dengan
luaran kehamilan yang buruk, serta karena suplementasi cukup aman.
Semua ibu hamil harus diskrining untuk anemia pada kunjungan pranatal pertama.
Tabel 11. Rekomendasi Suplementasi Makanan
Suplemen
Rekomendasi
Kalsium
Rekomendasi asupan harian 1000
sampai 1300 mg per hari
10
Level
A
Keterangan
Suplementasi kalsium dapat
menurunkan tekanan darah
Asam
folat
Besi
Vitamin
D
C
C
Gaya Hidup
Olahraga
Olahraga teratur selama kehamilan dengan risiko rendah bermanfaat karena
meningkatkan kesehatan dan daya tahan tubuh ibu hamil.
Untuk memperbaiki fungsi kardiovaskuler, pembatasan pertambahan berat badan
ibu hamil, mengurangi ketidaknyamanan muskuloskletal, menurunkan keluhan
kram otot dan edema tungkai, stabilitas mood dan memperbaiki DMG dan
hipertensi gestational.
Manfaat untuk janin antara lain menurunkan massa lemak, memperbaiki toleransi
stress, dan meningkatkan maturasi neurobehavioral.
Olahraga dalam kehamilan meningkatkan denyut jantung (masih aman sampai
140 pada fungsi jantung yang normal, dapat bervariasi tergantung usia dan
toleransi).
11
Direkomendasikan melakukan jalan kaki, berenang, dan olahraga lain yang tidak
berat. Hindari hipoglikemia dan dehidrasi.
Perjalanan
Konseling dilakukan tentang penggunaan sabuk pengaman di mobil, mencegah
risiko tromboemboli vena selama perjalanan jauh dengan pesawat terbang dengan
berjalan-jalan dan pecegahan jatuh sakit dalam perjalanan.
Hubungan seksual
Hubungan seksual tidak berhubungan dengan luaran kehamilan yang buruk.
Namun suami istri harus waspada bahwa hubungan seksual dapat membahayakan
kehamilan.
Semen adalah sumber prostaglandin. Pyosperma berhubungan dengan ketuban
pecah dini dan orgasme serta stimulasi puting susu meningkatkan kontraksi.
Lain-lain
Tabel 12. Masalah-masalah dalam kehamilan
Masalah
Terbang
Rekomendasi
Menaiki pesawat udara aman untuk ibu hamil sampai 4
minggu sebelum taksiran persalinan
Lama perjalanan berhubungan denganrisiko trombosis vena
Menyusui
Olahraga
Perawatan
rambut
Berendam
air panas
dan sauna
Persalinan
Obat bebas
dan herbal
Seks
Alkohol
Napza
Merokok
12
Level
C
Keterangan
C
B
B
C
C
C
B
B
C
B
B
B
C
C
A
Bekerja
Vaksinasi
Imunitas terhadap rubela, varisela, hepatitis B, influensa, tetanus dan pertusis
ditawarkan dievaluasi saat kunjungan pertama.
Pemberian vaksinasi idealnya diberikan sebelum konsepsi. Vaksin rekombinan,
inaktivasi dan subunit, serta toksoid dan imunoglobulin tidak membahayakan
perkembangan janin.
Vaksin yang dilemahkan tidak boleh diberikan selama kehamilan.
Vaksin Hepatitis B aman diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
13
2. HIPEREMESIS GRAVIDARUM
Batasan
Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah yang berlebihan atau menetap
pada wanita hamil sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari dan menimbulkan
komplikasi seperti penurunan berat badan lebih 5% dari berat sebelum hamil, adanya
tanda dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit, ketonuria . (SOGC)
Etiopatogenesis
Penyebab pasti Hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti dan
kemungkinan penyebabnya adalah multifaktorial.
Beberapa faktor predisposisi yang ditemukan :
1. Fisik : Berat badan kurang sebelum hamil, umur ibu lebih 30 tahun,
primigravida
2. Hormonal : kelainan kelenjar tiroid, diabetes militus
3. Psikologis : kelainan kejiwaan
4. Medis : gangguan gastrointestinal, asma, infeksi Helicobacter pylori
5. Genetik : jumlah free fetal cell DNA dalam sirkulasi ibu
6. Obstetri : mola hidatidosa, kehamilan ganda.
7. Lingkungan : ibu rumah tangga lebih tinggi dari ibu yang bekerja
Diagnosis
1. Klinis ditemukan keadaan mual muntah yang berlebihan, menetap, dan
mengakibatkan gangguan aktivitas sehari-hari
2. Adanya komplikasi seperti penurunan berat badan lebih 5% berat sebelum
hamil, adanya tanda dehidrasi, atau adanya ketonuria.
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan :
14
1.
2.
3.
4.
5.
6.
KLASIFIKASI
Hiperemesis gravidarum, menurut berat ringannya gejala dapat dibagi dalam 3
(tiga) tingkatan yaitu :
1. Tingkat I
a. Muntah terus menerus sehingga menimbulkan :
1) Dehidrasi : turgor kulit turun
2) Nafsu makan berkurang
3) Berat badan turun
4) Mata cekung dan lidah kering
b. Epigastrium nyeri karena asam lambung meningkat dan terjadi regurgitasi ke
esofagus
c. Nadi meningkat dan tekanan darah turun
d. Frekuensi nadi sekitar 100 kali/menit
e. Tampak lemah dan lemas
2. Tingkat II
a. Dehidrasi semakin meningkat akibatnya :
1) Turgor kulit makin turun
2) Lidah kering dan kotor
3) Mata tampak cekung dan sedikit ikteris
b. Kardiovaskuler
1) Frekuensi nadi semakin cepat > 100 kali/menit
2) Nadi kecil karena volume darah turun
3) Suhu badan meningkat
4) Tekanan darah turun
c. Liver
Fungsi hati terganggu sehingga menimbulkan ikterus
d. Ginjal
Dehidrasi menimbulkan gangguan fungsi ginjal yang yang menyebabkan :
1) Oliguria
2) Anuria
3) Terdapat timbunan benda keton aseton.Aseton dapat tercium dalam
hawa pernafasan.
e. Kadang kadang muntah bercampur darah akibat ruptur esofagus dan
15
Diagnosis Banding:
1. Gastritis dengan refluk esophagitis.
2. Ulkus peptikum.
3. Hyperthyroidisms
4. Addisons disease.
5. Hyperkalsemia.
6. Diabetes Melitus.
7. Pankreatitis.
8. Pyelonefritis
Penatalaksanaan
Sebagian besar bisa ditangani dengan rawat jalan, hanya sebagian kecil yang perlu
rawat inap.
Indikasi rawat inap:
1. Dehidrasi sedang-berat.
2. Mual muntah berat yang persisten yang tidak bisa mentoleransi cairan.
3. Gangguan elektrolit.
4. Ketonuria +++
5. Kehilangan berat badan > 5%.
1. Diit dan perubahan pola hidup
Perubahan pola makan dan gaya hidup harus didorong secara bebas, dan
perempuan harus diberi konseling untuk makan apapun yang menarik bagi
mereka
16
Makanan lebih sering, porsi lebih sedikit, pisahkan makanan padat dan
cair, hindari makanan berminyak, hindari minuman dingin, makanan
terlalu manis,
Hindari rangsangan sensorik seperti bau yang berlebihan
Suplementasi vitamin B Kompleks
Suplementasi asam folat untuk pencegahan neural tube defect (NTD)
5.
6.
7.
Pemberian cairan intra vena > 1 minggu, atau > 24 jam untuk yang
MRS ulangan.
Kehilangan berat badan > 5% total berat badan.
Gagal dalam pemberian obat-obat anti emetik konvensional.
4. Terapi adjuvant :
Antasid 4 kali sehari 15 ml atau tablet 4 kali sehari 1 tablet sebelum
makan
H2 reseptor antagonis : cimetidine, ranitidine, famotidine
Pada kasus refrakter dan relaps dilakukan pemeriksaan IgG dan IgM Anti
Helicobacter pylori . Bila positif diberikan antibiotika Eritromycin 3 kali
sehari 250 mg.
Dengan dehidrasi
Tanpa dehidrasi
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Arsenault et al, The Management of Nausea and Vomiting of Pregnancy, SOGC
Clinical Practice Guideline, no 120, October 2002.
2. County Durham and Darlington, NHS Foundation Trust, Hyperemesis
Gravidarum, Darlington 2011.
3. Buhling K.J, David M, Nausea and Hyperemesis Gravidarum, Hormone
consultation, Department of Gynecology, University Medical Center, Hamburg,
2008.
4. CME Resource, Hyperemesis Gravidarum, Sacramento, California 2008.
5. Royal Cornwall Hospitals, Clinical Guideline for Day-Case Rehydration for
Woman With Moderate Hyperemesis Gravidarum in Pregnancy, February 2012.
19
3. PRENATAL DIAGNOSTIK
20
Prenatal test dikerjakan pada waktu tertentu yang dimulai sejak umur kehamilan 8-10
minggu sampai 20 minggu, dan meliputi:
Prenatal skriining test:
Dapat mengidentifikasi bayi yang berada pada
peningkatan risiko mengalami masalah tertentu yang meliputi:
o USG
o Skrining awal kehamilan (trimester pertama): pemeriksaan nuchal
transluscency dengan atau tanpa pemeriksaan darah ibu,
o Skrining trimester kedua: Pemeriksaan darah ibu.
Prenatal diagnostic tes yang digunakan untuk melihat apakah bayi benar-benar
memiliki masalah tertentu meliputi:
o USG.
o chorionic villus sampling (CVS).
o Amniosentesis.
o kordosentesis.
Diagnosis genetik Praimplantasi (PGD) digunakan untuk menguji embrio yang
dibuat melalui fertilisasi in vitro (IVF) terapi sebelum dilakukan implantasi.
Perlu dilakukan konseling sebelum tes kehamilan dilakukan, apakah itu merupakantes
skrining atau tes diagnostik. Hal ini dilakukan untuk memberikan kesempatan
mendiskusikan:
Bagaimana dan kapan tes dilakukan?
Keuntungan dan kerugian dari setiap tes.
Setiap risiko untuk bayi yang mungkin timbul dari setiap tes.
Pemeriksaan lebih lanjut yang dapat ditawarkan setelah ibu menerima hasilnya.
Apakah tes lebih lanjut akan berarti bagi ibu dan bayi?
Skema urutan pemeriksaan skriining dan diagnostik pranatal
Konsepsi
Dating USG (8-10 mg
- Konfirmasi kondisi kehamilan.
- Jumlah fetus.
- Bagaimana perkembangan fetus
- Diagnostik tes
- Transabdominal atau transvagina
- Risiko abortus 1-2 %
- Skriining
tes
untuk
menentukan
kelainan kromosom dan NTD.
- Untuk membuat keputusan perlu
tidaknya amnioscentesis.
- 5% janin mempunyai peningkatan risiko
- 60 % down syndrom akan terdiagnosa.
- 95% akan terdiagnosa bila dikombinasi
dengan detailed scan USG.
- Diagnostik tes.
- Transabdominal.
- Risiko abortus kurang dari 1%
- Diagnostik tes.
- Transabdominal.
- Risiko abortus kurang dari 1%
4. Trimester pertama:
4.1 Nuchal Translucency:
Adalah ruang anechoic yang terletak dibelakang leher janin pada umur
kehamilan 11-14 minggu.
Fetus harus dalam posisi sagital menggunakan pembesaran 75% dari layar.
Amnion harus bisa dibedakan secara jelas dengan kulit janin.
Pengukuran dilakukan pada level ketebalan maksimum dari subcutaneus
translucency antara kulit dengan jaringan lunak yang menutupi tulang servikal.
(inner to inner).
Bila ketebalan NT > 3 mm dicurigai kemungkinan kelainan kromosom atau
down syndrom.
4.2 Marker Biokimia:
PAPP-A (Pregnancy Associated Plasma Protein-A)
o
Serum analit.
o
Pada down syndrome nilai PAPP-A rendah mendekati 0,4 MoM.
Free hCG.
oPada down syndrome nilainya meningkat mendekati 2.0 MoM.
4.3 Early Amnioscentesis
23
24
Hasil abnormal
(Susp Down Syndrome)
Nilai AFP 2,5 MoM
- Konseling
- Tawarkan specialized
sonography.
Hasil Abnormal
(Susp. Neural
Tube Defect)
Amnioscentesis
SkriiningTrimester I
- NT
Integrated skriining
25
- PAPPA
- hCG
Squential
- Verifikasi umur
kehamilan (bila belum)
- Targeted USG
- Early
Amnioscentesis
- CVS
- KIE Risiko
Amnioscentesi
s
Fetal Karyotyping
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham F.G, Prenatal Diagnosis and Fetal Theraphy, Williams Ostetries.23 rd
edition, New York : Mc Graw Hill Medical Publishing Division, 2010, P.289-301.
2. Kurjak A, Chervenak F.A, Donald School Textbook of Ultrasound in Obstetrics and
Gynecology, 2008.
3. Anonim, Guideline: Prenatal screening tests for trisomy 21 (Down syndrome), trisomy
18 (Edwards syndrome) and neural tube defects, Human Genetics Society of
Australasia, July 2007.
4. Van den Hof M.C et al, SOGC Clinical Practice Guidelines, Fetal Soft Markers in
Obstetric Ultrasound, June 2005.
4. PERSALINAN PRETERM
1. Batasan:
Persalinan yang terjadi pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu.
Menurut usia kehamilannya persalinan preterm diklasifikasikan dalam:
1. Preterm /kurang bulan:
usia kehamilan 32 36 minggu
2. Very preterm /sangat kurang bulan:
usia kehamilan 28 32 minggu
3. Extremely preterm /ekstrim kurang bulan:
usia kehamilan antara 20 27 minggu
26
Menurut berat badan lahir, bayi kurang bulan dibagi dalam kelompok:
1. Berat badan lahir rendah:
Berat badan bayi 1500 2500 gram
2. Berat badan lahir sangat rendah:
Berat badan bayi 1000 1500 gram
3. Berat badan lahir ekstrim rendah:
Berat badan bayi <1000 gram
2. Kriteria Diagnosis:
1) Subyektif :
Pasen mengeluh adanya kontraksi uterus seperti mau melahirkan
sebelum kehamilan aterm.
2) Obyektif :
Adanya kontraksi uterus minimal 2 kali dalam 10 menit, pembukaan
lebih atau sama dengan 2 cm dan penipisan lebih atau sama dengan 50
% dan ditemukan pembawa tanda (darah campur lendir)
3. Penatalaksanaan:
1)Tirah baring ke satu sisi
2)Monitor kontraksi uterus dan denyut jantung janin.
3)Cari kemungkinan penyebab terjadinya persalinan pre term :
a.
Sistitis.
b.
Pielonefritis.
c.
Bakteriuria asimptomatis.
d.
Bacterial vaginosis
e.
Inkompetensi serviks, dll
4)Tentukan umur kehamilan lebih pasti dengan :
a.
Anamnesis
b.
Pemeriksaan klinis
c.
Kalau perlu lakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG)
5)Pemeriksaan Penunjang:
DL, UL, Sedimen urin
Vaginal swab.
6)Pemberian tokolitik pada prinsipnya diperlukan, tapi dengan berbagai
pertimbangan
a. Tokolitik tidak diberikan pada keadaan-keadaan :
34
minggu,
namun
dapat
d. Antibiotika
Pada ibu dengan ancaman persalinan preterm dan terdeteksi adanya
vaginosis bakterial, pemberian klindamisin ( 2 x 300 mg sehari selama 7
hari) atau metronidazol ( 2 x 500 mg sehari selama 7 hari), eritromisin (2 x
500 mg sehari selama 7 hari) akan bermanfaat bila diberikan pada usia
kehamilan <32 minggu
5) Membiarkan persalinan preterm :
Biarkan persalinan berjalan terus bila :
28
Usia hamil diatas 35 mg, pembukaan serviks lebih atau sama dengan 3 cm,
adanya perdarahan aktif, adanya gawat janin, janin meninggal atau anomaly
lainnya, adanya amnionitis atau preeclampsia berat.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
1. DEFINISI:
Adalah ketidak mampuan janin untuk menerima potensi pertumbuhannya secara
genetik di dalam rahim, atau janin dengan berat badan kurang atau sama dengan 10
persentil, yang disebabkan oleh berkurangnya perfusi plasenta, kelainan kromosom,
dan faktor lingkungan atau infeksi.
29
NB: Bayi yang menderita IUGR biasanya SGA, tetapi tidak selalu, dan tidak semua
bayi yang mengalami SGA adalah IUGR. Perbedaan keduanya adalah penting secara
klinis karena memiliki penyebab yang berbeda dan implikasinya sering memerlukan
penanganan yang berbeda pula. (Rodeck C.H , Whittle M.J, Fetal Medicine. Basic
science and medical practice 2009)
2. KLASIFIKASI
Simetrical: ukuran badannya secara proporsional kecil, gangguan pertumbuhan janin
terjadi sebelum umur kehamilan 16 minggu, dan sering disebabkan oleh kelainan
kromosom atau infeksi.
Asimetrical: ukuran badannya tidak proporsional, gangguan pertumbuhan janin
terjadi pada kehamilan > 32 minggu atau trimester III, dan sering disebabkan oleh
insufisiensi plasenta.
3. FAKTOR RISIKO:
Faktor-faktor Risiko PJT sebelum & selama kehamilan:
3.1Terdeteksi sebelum kehamilan
Riwayat PJT sebelumnya
Riwayat penyakit kronis
Riwayat APS (Antiphospholipid syndrome)
Indeks masa tubuh yang rendah
Maternal hipoksia
3.2 Terdeteksi selama kehamilan
a. Peninggian maternal serum alfa feto protein (MSAFP) atau human chorionic
gonadotropin (hCG)
b. Riwayat makan obat-obatan tertentu (coumarin, hydantoin)
c. Perdarahan pervaginam
d. Kelainan plasenta
e. Partus prematurus
f. Kehamilan ganda
g. Kurangnya pertambahan BB selama kehamilan.
4. ETIOLOGI
1. Maternal:
Hipertensi dalam kehamilan, penyakit jantung sianosis, DM kelas lanjut,
hemoglobinopati, penyakit autoimun, malnutrisi, merokok, narkotik, kelainan
uterus, dan trombofilia.
2. Plasenta dan tali pusat:
Sindroma twin-twin transfusion, kelainan plasenta, solusio plasenta kronik, plasenta
previa, kelainan insersi tali pusat, kelainan tali pusat, kembar.
30
3. Infeksi:
HIV, sitomegalovirus, rubela, herpes, toksoplasmosis, sifilis.
4. Kelainan kromosom/genetik:
Trisomi 13, 18, dan 21, triploidi, sindroma Turner dan penyakit metabolisme.
5. DIAGNOSIS
1. Anamnesis:
Tentukan adanya faktor-faktor risiko IUGR
2. Pemeriksaan fisik:
Mengukur tinggi fundus uteri
o Tinggi fundus sesuai dengan UK setelah 20 minggu.
o Pengukuran serial dimulai setelah UK 20 minggu.
o Selisih 3 cm atau lebih dari normal, khususnya saat UK 32-34 minggu
dicurigai IUGR.
o Akurasinya bervariasi luas.
o Sebaiknya dilakukan oleh pemeriksa yang sama.
3. Evaluasi awal:
Tentukan umur kehamilan dengan akurat.
Skrining faktor risiko lebih lanjut
Survey anatomi fetus, tentukan adanya kelainan kongenital.
Fetal karyotyping bila IUGR berat, atau disertai polyhidramnion.
Evaluasi adanya infeksi:
o Terutama pada yang early onset atau simetrikal IUGR
o Pemeriksaan serum maternal TORCH, Varicella
o Cek terjadinya serokonversi CMV, Rubella, Toxoplasmosis
o Pemeriksaan Virus DNA cairan amnion bila ada indikasi.
Periksa kemungkinan thrombophilia:
o Bila IUGR berulang, atau onset dini yang berat.
o ATIII, protein C&S, Factor V Leiden, prothrombin gene mutation
(PCR), dan homocysteine.
4. Diagnostik test:
Harus dilakukan USG pada kehamilan risiko tinggi atau dengan tinggi fundus
uteri yang tidak sesuai untuk menentukan:
o
Perkiraan berat badan.
o
Biometri janin meliputi: BPD, HC, AC, rasio HC/AC, dan
BPD/AC.
o
Doppler arteri meliputi a. Umbilikalis, a. Uterina, a.
Cerebri media.
o
Doppler vena meliputi v. Umbilikalis dan Ductus Venosus.
o
Survey anatomi untuk menentukan adanya kelainan
kongenital.
o
Volume air ketuban dengan AFI atau single vertical pocket.
o
NST.
31
Fetal Surveilance:
- Pastikan umur kehamilan
- EFW < 10 percentile.
-
- NST Pathologis
- Doppler v. umbilikalis,
D.V. abnormal.
- Kel. kongenital
DIAGNOSA PJT
<37mg
37 mg
- Oligohidramnion
(AFI<5)
- AEDF/REDF
Dp. a. umbilikalis.
- NST non reasuring
LAHIRKAN:
SC
Pervaginam
Ya
> 34 mg
34mg
Keterangan:
DV: Ductus Venosus
MCA: Midle Cerebral Arteri
AEDF: Absent End Diastolic Flow
REDF: Reverse End Diastolic Flow
DAFTAR PUSTAKA
34
Tidak
- Kortikosteroids
- Doppler D.V , dan v.
umb. abnormal.
- NST Pathologis.
- 2 Mgg. tdk ada
pertumbuhan
- Mencapai UK 36 mg.
6. PERSALINAN POSTTERM
35
1. Definisi:
Definisi internasional tentang kehamilan lewat waktu diambil dari definisi yang
dibuat oleh
American College of Obstetricians and Gynecologist yaitu
kehamilan yang mencapai 42 minggu (42 complete weeks) atau lebih atau
melebihi 294 hari dihitung dari hari pertama menstrusi terakhir.
Istilah-istilah yang berhubungan:
NST& USG
Normal
PS baik
POSTTERM
(42 MG / LEBIH)
Konseling
INDUKSI
Kesejahteraan Janin
Mencurigakan
PS < 5
PS 5
Kesejahteraan Janin
Jelek
PS < 5
PS 5
NST ulang
Baik
Tetap
Patologis
Induksi
OCT ( - )
OCT ( + )
Ripening/Induksi
SC
1. Batasan:
Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan pada
39
saat belum inpartu, bila diikuti satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal
persalinan.
2. Gejala Klinis/Diagnosis
1) Anamnesis:
a. Kapan keluarnya cairan, wama dan bau
b. Adakah partikel-partikel di dalam cairan (lanugo dan vernik)
2) Inspeksi : keluar cairan pervaginam
3) Inspikulo : bila fundus uteri ditekan atau bagian terendah digoyangkan, keluar
cairan dari ostium uteri intemum (OUI)
4) Pemeriksaan dalam :
a. Ada cairan dalam vagina.
b. Selaput ketuban sudah pecah.
5) Pemeriksaan laboratorium :
a. Dengan lakmus, menunjukkan reaksi basa (perubahan menjadi warna
biru).
b. Mikroskopis, tampak lanugo atau vernik kaseosa (tidak selalu dikerjakan).
3. Komplikasi
1) Infeksi intrauterin.
2) Tali Pusat menumbung.
3) Kelahiran prematur.
4) Amniotic Band Syndrome (kelainan bawaan akibat ketuban pecah sejak hamil
muda).
4. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan Ketuban Pecah Dini adalah memperpanjang kehamilan
sampai paru-paru janin matang atau dicurigai adanya/terdiagnosis khorio amnionitis.
A. KPD Pada Kehamilan Aterm dan nendekati aterm ( 35 Minggu).
1) Diberikan antibiotika prafilaksis, Ampisilin 4 x 500 mg.
2) Dilakukan pemeriksaan "admision test" bila hasilnya patologis dilakukan
terminasi kehamilan.
3) Observasi temperatur rektal setiap 3 jam, bila ada kecenderungan meningkat
lebih atau sama dengan 37,6 C, segera dilakukan terminasi.
4) Dilakukan menajemen aktif. Dilakukan evaluasi pelvic Score:
a. Bila PS lebih atau sama dengan 5, dilakukan induksi dengan oksitosin
drip.
b. Bila PS kurang dari 5, dilakukan pematangan servik dengan
Misoprostol 25 g setiap 6 jam pervaginam maksimal 2 kali pemberian,
bila PS baik dilakukan induksi dengan oksitosin drip 6 jam setelah dosis
terakhir.
5) Batasi pemeriksaan dalam, dilakukan hanya berdasarkan indikasi obstetrik
B. KPD Dengan Umur Kehamilan 32 - < 35 mg.
40
42
Pengelolaan awal :
Menegakkan diagnosis
Memastikan umur kehamilan
Memastikan kesejahteraan janin
Pemberian antibiotik profilaksis
U. K 35 mg
Paru matang
Induksi
Persalinan
Bedah
seksio
sesaria
Pervaginam
U.K 32 minggu
Indikasi ibu,
janin dan
obstetri
Tidak matang
Kontraindikasi :
Korioamnionitis
Kesejahteraan janin buruk
Kelainan kongenital
Priming
misoprostol
bila PS < 5
U.K.
23-28 minggu
Induksi
oksitosin
bila PS 5
Konseling:
komplikasi KPD
Prognosis jelek
Tawarkan
Amniopatch
Paru matang
Tanda korioamnionitis
Anhidramnion
Fetal distress
43
Konservatif
U.K.
28 - 32 minggu
Kortikosteroid
Antibiotika
Tokolitik
Evaluasi
kesejahteraan janin
dan kondisi ibu.
Rawat di ruangan
Obstetri
1.Batasan:
Timbulnya hipertensi yang disertai atau tanpa proteinuria, yang terjadi sebelum
atau selama kehamilan, sampai 12 minggu pasca persalinan.
2. Klasifikasi:
Disadur bebas dari Report on the National High Blood Pressure Education
Program Working Group on High Blood Pressure in pregnancy (AJOG Vol.183 :
S1, July 2000)
1.
2.
3.
4.
5.
Hipertensi Gestasional
Didapatkan tekanan darah 140/90 mmHg untuk pertama kalinya pada
kehamilan, tidak disertai dengan proteinuria dan tekanan darah kembali
normal < 12 minggu pasca persalinan.
Preeklamsia
Kriteria minimum
Tekanan darah 140/ 90 mmHg setelah umur kehamilan 20 minggu,
disertei dengan proteinuria 300 mg/24 jam atau dipstick 1+
Eklampsia
Kejang-kejang pada preeklamsi yang tidak dapat dibuktikan adanya
penyebab lain pada wanita dengan preeklampsia.
Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia
- Timbulnya proteinuria 300 mg/ 24 jam pada wanita hamil yang sudah
mengalami hipertensi sebelumnya, setelah kehamilan 20 minggu .
- Terjadi peningkatan mendadak proteinuria, atau terjadi perburukan
yang sudah terjadi sebelumnya.
Hipertensi kronik
Ditemukannya tekanan darah 140/ 90 mmHg, sebelum kehamilan atau
sebelum kehamilan 20 minggu dan tidak menghilang setelah 12 minggu
pasca persalinan.
Proteinuria:
1. Dipstik tes urin digunakan untuk menskriining preeklampsia, pada kecurigaan
preeklampsia yang rendah.
2. Proteinuria akan sangat mungkin terjadi bila dipstik urin 2+.
3. Tes yang lebih bermakna adalah pemeriksaan protein urin 24 jam atau rasio
protein: kreatinin urin.
4. Proteinuri didefinisikan sebagai kadar protein 0,3 gram/hari pada
penampungan urin 24 jam, atau rasio protein: kreatinin 30 mg/mmol pada
spot sampel urin (random).
PREEKLAMPSIA RINGAN
Diagnosis:
1) Hipertensi.
Tekanan darah sama dengan atau lebih dari 140/90 mmHg dan kurang dari
44
160/ll0 mmHg.
2) Proteinuria 0,3 gr/L dalam 24 jam atau pemeriksaan secara kwalitatif (+ +)
Pengelolaan:
a. Rawat jalan ( ambulatoir )
b. Rawat inap ( hospitalisasi )
Ad. a. Pengelolaan secara rawat jalan (ambulatoir)
1.
Tidak mutlak harus tirah baring, dianjurkan ambulasi sesuai keinginannya.
2.
Diet reguler : tidak perlu diet khusus.
3.
Dilakukan pemeriksaan fetal assesment (USG dan NST) setiap 2 minggu.
4.
Pemeriksaan laboratorium: darah lengkap, urine lengkap, fungsi ginjal dan
lever.
5.
Kunjungan ke Rumah Sakit tiap minggu.
Ad. b. Pengelolaan secara rawat inap (hospitalisasi)
1. Indikasi preeklamsi ringan dirawat inap (hospitalisasi)
a.
Hasil fetal assesment meragukan atau jelek dilakukan
terminasi kehamilan.
b.
Bila dalam 2 kali kunjungan (2 minggu) tidak ada perbaikan.
c.
Hasil test laboratorium yang abnormal
d.
Adanya gejala/ tanda 1 (satu) atau lebih preeklampsia berat.
2.
3.
4.
45
d.
e.
5.
Mata berkunang-kunang
Irritable
Sakit kepala
e. Bila umur kehamilan aterm (lebih dari 37 minggu) dilahirkan.
Pengelolaan obstetrik
Pengelolaan obstetrik tergantung usia kehamilan.
a.
46
Preeklampsia Ringan
Evaluasi Maternal
dan Fetal
40 minggu
37 minggu:
PS > 5
34 minggu:
Inpartu atau PROM
IUGR
NST non reasuring
37-39 mg
< 37 mg
47
Lahirkan
Misoprostol
PREEKLAMPSIA BERAT
Batasan:
Suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan tekanan darah lebih atau sama
dengan 160/110 mmHg disertai proteinuria pada umur kehamilan 20 minggu atau
lebih.
Diagnosis
1) Umur kehamilan 20 minggu atau lebih atau segera setelah persalinan.
2) Tekanan darah sistolik lebih atau sama dengan 160 mmHg dan diastolik lebih
atau sama dengan 110 mmHg. Tekanan darah ini tidak turun walaupun ibu
hamil sudah dirawat dan menjalani tirah baring.
3) Proteinuria lebih dari 5 gram dalam 24jam atau kualitatif +4 (++++)
4) Didapatkan satu atau lebih gejala-gejala pre-eklampsia berat.
Gejala Klinis :
Bila disertai satu atau lebih gejala atau hasil laboratorium di bawah ini :
1) Oligouria, jumlah produksi urine kurang dari 500 cc dalam 24 jam yang
disertai kenaikan kadar kreatinin darah.
2) Adanya keluhan subyektif:
a. Gangguan visus : mata kabur
b. Gangguan serebral : nyeri kepala frontal
c. Nyeri epigastrium, pada kuadran kanan atas abdomen.
d. Hiper refleks.
3) Kenaikan kreatinin serum ( >1,2 mg/dl).
4) Edema paru dan sianosis
5) Nyeri epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan abdomen : disebabkan
teregangnya kapsula Glisoni. Nyeri dapat sebagai gejala awal ruptur hepar.
6) Gangguan fungsi hepar : peningkatan alanin atau aspartat amino transferase
7) Hemolisis mikroangiopatik
8) Sindroma HELLP
9) PJT (Pertumbuhan Janin Terhambat).
Diagnosis Banding
1) Hipertensi kronik dalam kehamilan.
2) Kehamilan dengan sindroma nefrotik.
3) Kehamilan dengan payah jantung.
Penatalaksanaan
1. Dasar pengelolaan preeklamsia berat
Pada kehamilan dengan penyulit apapun pada ibunya, dilakukan
pengelolaan dasar sebagai berikut :
a. Terapi pada penyulitnya :
Yaitu terapi medikamentosa dengan pemberian obat-obatanan untuk
penyulitnya
b. Sikap terhadap kehamilannya :
48
Loading dose
4g 50% dilarutkan dalam normal
Saline I.V. / 10-15 menit
Maintenance dose
1g/jam/I.V. dalam 24 jam
Antidotum
Bila timbul gejala dan tanda intoksikasi MgSO4. 7H2O , maka diberikan injeksi Kalsium
Glukonat 10% dalam 10 cc dalam 3 menit
Refrakter terhadap MgSO4. 7H2O, dapat diberikan salah satu regimen dibawah ini :
1. 100 mg IV sodium thiopental
2. 10 mg IV diazepam
3. 250 mg IV sodium amobarbital
Terapi Maintenance:
d. Diuretikum:
Diuretikum yang diberikan hanya atas indikasi :
Edema paru
Payah jantung kongestif
Edema anasarka
4) Pengobatan Obstetrik:
A. Perawatan Konservatif ; ekspektatif
a. Tujuan :
Mempertahankan kehamilan, sehingga mencapai umur kehamila
yang memenuhi syarat janin dapat dilahirkan
Meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa mempengaruhi
keselamatan ibu
b. Indikasi : Kehamilan < 35 minggu tanpa disertai tanda-tanda dan gejalagejala impending eklamsi.
c. Terapi Medikamentosa :
1) Lihat terapi medikamentosa seperti di atas.
2) Pemberian MgSO4 sama seperti pemberian MgSO4 seperti
tersebut di atas, hanya tidak diberikan loading dose intravena.
50
Indikasi Laboratorium :
Thrombositopenia progesif, yang menjurus ke sindroma HELLP.
Cara Perawatan Aktif:
Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif, pada setiap penderita
dilakukan pemeriksaan kesejahteraan janin.
Tindakan seksio sesarea hanya dikerjakan bila:
Hasil kesejahteraan janin jelek
Penderita belum inpartu dengan PS jelek (kurang dari 5)
Kegagalan drip oksitosin
Induksi dengan oksitosin drip dikerjakan bila NST baik dan PS baik.
Pada preeklampsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam.
a. Terapi Medikamentosa :
Lihat terapi medikamentosa.
b. Persalinan :
Sedapat mungkin persalinan diarahkan pervaginam
Penderita belum inpartu
a. Dilakukan induksi persalinan bila skor Bishop > 5
- Bila perlu dilakukan pematangan serviks dengan
misoprostol.
- Induksi persalinan harus sudah mencapai kala II dalam
waktu 24 jam.
b.
Indikasi seksio sesarea:
1. Tidak memenuhi syarat untuk persalinan pervaginam
2. Induksi persalinan gagal
3. Terjadi gawat janin
Bila penderita sudah inpartu
a. Perjalanan persalinan diikuti dengan curve Friedman.
b. Monitor tekanan darah tiap 30 menit.
c. Tindakan operatif pervaginam tidak rutin dikerjakan kecuali:
Tekanan darah tidak terkontrol.
Tanda-tanda impeding eklampsia.
Kemajuan kala II tidak adekuat.
d. Seksio sesarea dilakukan apabila terdapat kegawatan ibu dan
gawat janin, atau indikasi obstetri.
e. Bila harus dialakukan SC, pilihan anestesianya : regional
anestesia, epidural anestesia. Tidak
diajurkan anesthesia
umum .
52
Preeklampsia Berat
MRS
Evaluasi Maternal dan Fetal 24 jam
MgSO4 24 jam
Antihipertensi bila sistolik 160
mmHg dan atau
Diastolik 110 atau MAP > 125
mmHg
- Maternal distress
- Nonreasuring fetus
- Persalinan atau KPD
- Umur kehamilan > 35
mg
Ya
- MgSO4
- Lahirkan
Tidak
PJT Berat
Ya
Tidak
< 23 minggu
Pertimbangkan
Terminasi
Kehamilan
23-34 Minggu
34-35 Minggu
Keterangan:
Maternal Distress: Trombositopenia, impending
eklampsia, Edema paru dan Syndrom HELLP
53
Steroids
EKLAMPSIA
Batasan:
Eklampsia adalah kelainan akut pada ibu hamil, saat hamil tua, persalinan atau
masa nifas ditandai dengan timbulnya kejang atau koma, di mana sebelumnya
sudah menunjukkan gejala-gejala pre-eklamsia, dan tidak dapat dibuktikan
adanya penyebab yang lain.
Patogonesis:
Sama dengan pre-eklampsia, dengan akibat yang lebih serius pada organ-organ
hati, ginjal, otak, paru Jantung, yakni terjadinya nekrosis dan perdarahan pada
organ-organ tersebut.
Gejala Klinis:
1) UKlebih dari20minggu.
2) Tanda-tanda pre-eklamsia (hipertensi, proteinuria).
3) Kejang-kejang dan atau koma, saat persalinan atau sampai 10 hari saat nifas
4) Kadang-kadang disertai dengan gangguan fungsi organ
Laboratorium dan Diagnosis:
1) Pemeriksaan Laboratorium
a. Proteinuri
b. Fungsi organ: ginjal, liver, Jantung.
c. Hemostasis
2) Konsultasi dengan disiplin lain kalau dipandang perlu.
a. Kardiologi
b. Neurologi
c. Anestesiologi
d. Neonatologi
Diagnosis Banding:
Kehamilan disertai kejang oleh karena sebab-sebab yang lain misalnya :
1) Febril convulsion (panas +).
2) Epilepsi (anamnesa epilepsi +).
3) Tetanus (kejang tonik/kaku kuduk).
4) Meningitis/ensefalitis (pungsi lumbal).
Penatalaksanaan:
Prinsip pengobatan.
1) Menghentikan kejang-kejang yang terjadi dan mencegah kejang ulangan.
2) Mencegah dan mengatasi komplikasi.
3) Memperbaiki keadaan umum ibu dan anak seoptimal mungkin.
4) Pengakhiran kehamilan/persalinan mempertimbangkan keadaan ibu (vital
score).
54
56
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
57
1) Indikasi Misoprostol:
1.
2.
3.
BAB XIII
Induksi persalinan
Perdarahan pasca persalinan.
Terminasi kehamilan.
2) Kontra Indikasi:
1.
2.
1.
Induksi persalinan
Misoprostol digunakan sebagai induksi persalinan janin yang masih hidup.
Khususnya bila Bishop score masih rendah yakni < 5.
Rekomendasi dosis dan interval obat berdasarkan cara pemberian adalah sebagai
berikut : (Level of evidence Ia, Rekomendasi A)
a. Pemberian per vaginam
Misoprostol 25 ug pervaginam setiap 4 jam.
Dosis maksimal adalah 6 kali pemberian. Tidak direkomendasikan untuk
membasahi tablet miso-prostol dengan air sebelum dimasukkan ke dalam vagina.
b. Pemberian per oral
Misoprostol solution 20 25 ug per oral setiap 2 jam.
Misoprostol tablet 50 ug tiap 4jam maksimal 6 kali pemberian.
Pemberian sublingual, buccal maupun rektal belum direkomendasikan.
Hal hal yang harus diperhatikan selama pemberian misoprostol adalah sebagai
berikut :
- Selama pemberian misoprostol pasien sudah berada di kamar bersalin.
- Dilakukan pemeriksaan kesejahteraan janin sebelum induksi persalinan.
- Setelah misoprostol diberikan, setiap 30 menit dilakukan pemeriksaan denyut
jantung janin dan kontraksi uterus.
- Tersedia obat tokolitik yakni terbutaline 250 ug subkutan.
- Jangan memberikan oksitosin sebelum 4 jam pemberian misoprostol pervaginam.
58
2. Terminasi kehamilan trimester I (Umur kehamilan < 14 minggu) untuk janin hidup.
Rekomendasi dosis dan interval obat agar terjadi ekspulsi spontan adalah sebagai
berikut:
- Misoprostol per vaginam 800 ug setiap 6 jam sampai dosis maksimal 3 kali
pemberian. (Level of evidence Ib, Rekomendasi A)
- Rekomendasi dosis dan interval obat sebelum dilakukan tindakan kuretase
adalah misoprostol pervaginam atau sublingual 400 ug 2 - 3 jam sebelum
tindakan. (Level of evidence Ia, Rekomendasi A).
3. Terminasi kehamilan trimester II (umur kehamilan 15 27 minggu) untuk janin
hidup.
- Rekomendasi dosis dan interval obat adalah misoprostol pervaginam 400 ug
setiap 3 jam sampai dosis maksimal 5 kali pemberian pada umur kehamilan 15 20 minggu. Bila Umur kehamilan lebih dari 20 minggu maka dosis dan interval
obat dikurangi, sama dengan penggunaan misoprostol untuk IUFD. (Level of
evidence Ib, Rekomendasi A).
4. Intrauterine fetal death (IUFD)
Rekomendasi penggunaan adalah sebagai berikut :
- Umur kehamilan 20 26 minggu
Misoprostol pervaginam 100 ug setap 6 12 jam sampai maksimal 4 kali
pemberian.
- Umur kehamilan 27 minggu
Bila bishop score 6, digunakan misoprostol pervaginam 25 50 ug setiap 4 jam
sampai maksimal 6 kali pemberian. (Level of evidence Ib, Rekomendasi A)
5. Perdarahan pasca persalinan
Misoprostol digunakan untuk pencegahan perdarahan pasca persalinan bila tidak
tersedia uterotonika injeksi. Rekomendasi untuk pencegahan perdarahan postpartum
adalah misoprostol per oral 600 ug dan per rektal 800 ug. (Level of evidence Ib,
Rekomendasi A)
EFEK SAMPING
DAFTAR PUSTAKA
1. Weeks A, et al. Misoprostol for induction of labour with a live fetus, International
Journal of Gynecology and Obstetrics (2007) 99, S194S197.
2. Feitosa F.E.L et al. Sublingual vs. vaginal misoprostol for induction of labor
International Journal of Gynecology and Obstetrics (2006) 94, 9195.
3. Tang O.S, Gemzell-Danielsson K, Ho P.C, Misoprostol: Pharmacokinetic profiles,
effect on uterus and side effects, International Journal of Gynecology and Obstetrics
(2007) 99, S60S67.
4, Fiala C, Weeks A, Misoprostol Guidelines for Obstetrics and Gynaecology,
www.misoprostol.org 2005.
60
Batasan
1. Diabetes gestasional : Adanya intoleransi karbohidrat dengan derajat bervariasi
yang terjadi atau diketahui pertama kali pada saat kehamilan tanpa memandang
apakah insulin dipergunakan atau tidak dalam penanganannya
2. Diabetes pragestasional atau overt diabetes atau preexiting: ibu hamil yang sudah
diketahui mengidap diabetes sebelum kehamilan
- Riwayat kadar gula tinggi dengan glukouri atau ketoasidosis
- Kadar gula sewaktu 200 mg / dl dengan gejala trias (polidipsi, poliuri
dan berat badan turun yang tidak bisa dijelaskan )
Kadar gula puasa 125 mg/dl
Tergantung Insulin
3. TTGO (Test Toleransi Glukosa Oral), tes diagnostic, dengan memberikan beban 75
gram glukosa anhidrus setelah berpuasa selama 8 14 jam.
KLASIFIKASI DIABETES MELITUS
American Diabetes Association (ADA) secara garis besar membuat klasifikasi
diabetes melitus pada umumnya berdasarkan etiologinya (Perkeni 2006, ADA 2007)
Tabel 1. Klasifikasi DM menurut etiologinya.
I.
DM tipe 1.
(Kerusakan sel Beta yang menjurus ke defisiensi insulin yang absolut).
a. Immuned Mediated
b. Idiopathic
II.
DM tipe 2.
(Terjadi resistensi insulin dengan defisiensi insulin yang relative sampai
dengan suatu gangguan pada sekresi insulin yang disertai resistensi insulin)
III.
DM tipe spesifik
a. Kelainan genetik fungsi sel Beta
b. Kelainan genetik kerja insulin
c. Kelainan eksokrin pankreas
d. Endokrinopati
e. Drug/Chemical induced
f. infeksi
g. Bentuk lain dari immune-mediated Diabetes Mellitus yang jarang.
h. Kelainan-kelainan genetic yang menyertai DM
IV.
Diabetes Gestational.
61
Penapisan
1) Tujuan:
a. Menurunkan angka kesakitan/kematian ibu
b. Menurunkan angka kematian perinatal
c. Menurunkan kejadian makrosomia
d. Menurunkan kejadian trauma pleksus brakhialis
e. Menurunkan komplkasi metabolik segera pada neonatus akibat komplikasi
hiperglikemia pada ibu
f. Menurunkan efek jangka panjang pada ibu maupun pada bayi.
g. Menurunkan kejadian seksio sesaria
h. Menurunkan kejadian preeklampsia
2) Cara Penapisan:
a. Sasaran penapisan adalah semua ibu hamil baik yang berisiko/tidak
berisiko (universal screening)
b. Skrining dan diagnosis yang direkomendasikan adalah satu tahap (One
Step Approach menurut WHO) yakni dengan TTGO (Test Toleransi
Glukosa Oral), dengan memberikan beban 75 gram glukosa anhidrus
setelah berpuasa selama 8 14 jam.
c. Waktu penapisan
Untuk ibu hamil yang berisiko penapisan dilakukan pada umur
kehamilan kurang dari 24 minggu (pertemuan pertama dengan ibu
hamil).
Bila hasilnya negatip, pemeriksaan diulang pada umur kehamilan 2428 mg.
Untuk ibu hamil yang tidak berisiko penapisan dilakukan pada umur
kehamilan 24-28 minggu.
d. Faktor risiko DMG :
Riwayat Kebidanan:
Beberapa kali keguguran
Riwayat pemah melahirkan anak mati tanpa sebab yang jelas
Riwayat pemah melahirkan bayi dengan cacat bawaan
Pernah pre-eklamsia
Polihidramnion
Riwayat anak sebelumnya dengan hipoglikemia, hipokalsemia,
hiperbilirubinemia
Riwayat Ibu:
Umur ibu hamil lebih dari 30 tahun
Riwayat DM dalam keluarga
Pemah DMG atau intoleransi glukosa pada kehamilan sebelumnya
Infeksi saluran kemih berulang-ulang sebelum hamil
Riwayat glukouria berulang
62
e. Cara Penapisan
Pemeriksaan gula darah sewaktu atau dengan tes toleransi glukosa
3) Persiapan Penapisan:
Pasien harus makan yang mengandung cukup karbohidrat minimal 3 hari
sebelumnya kemudian puasa 8-14 jam, baru dilakukan pemeriksaan gula
darah, puasa pada pagi hari setelah itu diberikan beban glukosa 75 gram
dalam 200 ml air, dua jam setelah itu diambil contoh darah vena untuk
dipastikan pemeriksaan gula darah 2 jam.
WANITA HAMIL
Glukosa 75 gram
63
Risiko:
Risiko maternal dan perinatal akan meningkat dengan adanya,
1. Vaskulopati, misalnya adanya retinopati, nefropati dan hipertensi
2. Regulasi glukosa yang jelek
3. Faktor prognostic yang jelek seperti ketoasidosis, pyelonefritis, HDK dan
perawatan antenatal yang jelek.
Perawatan sebelum kehamilan:
Tujuan.
1. Regulasi glukosa untuk menurunkan risiko terjadinya kelainan bawaan janin dan
keguguran. Waspada terjadinya hipoglikemia.
2. Menentukan adanya vaskulopati dengan evaluasi opthalmologi, penyakit jantung
coroner, fungsi ginjal
3. Penyuluhan pasien dan suami tentang rencana perawatan pada kasus kehamilan
dengan DM.
4. Pemberian asam folat untuk pencegahan risiko terjadinya defek pada susunan
syaraf janin.
5. Konseling kontrasepsi.
Deteksi dan evaluasi kelainan bawaan janin:
1. Pemeriksaan HbA1C ibu pada trimester 1 untuk mengetahui regulasi glukosa
darah 3 bulan terakhir.
2. Pemeriksaan AFP (Alfa Feto Protein) pada usia hamil 16 20 minggu untuk
memperkirakan kemungkinan adanya kelainan bawaan janin.
3. USG pada 13-14 minggu untuk mendeteksi Anensefalus
4. USG pada 18-20 minggu untuk pemeriksaan struktur jantung janin termasuk
pembuluh darah besar untuk mendeteksi kemungkinan kelaianan jantung bawaan.
Perawatan Antenatal:
A. Regulasi gula darah.
Yang paling penting selama perawatan kehamilan adalah regulasi glukosa darah.
Kadar glucosa yang diharapkan selama hamil :
Kadar rata-rata
Sebelum makan pagi
Sebelum makan siang, makan malam, sebelum tidur
1 jam setelah makan
2 jam setelah makan
100 mg/dL
< 95 mg/dL
< 100 mg/dL
< 140 mg/dL
< 120 mg/dL
64
B. Terapi Insulin.
Pemberian insulin sesuai dengan rekomendasi team (Bagian Penyakit
Dalam)
C. Diet yang dianjurkan
- Rencana
: 3 kali makan dan 3 kali snack
- Kalori
: 30-35 kcal/kg normal body weight
Total 2000-2400 kcal/day
- Komposisi
: Karbohidrat 40-50%, kompleks dan tinggi serat Protein
20%, Lemak 30-40% (asam lemak jenuih/saturated <
10%).
- Pertambahan berat badan ibu : 10-11 kg
Pengaturan diit juga dikonsultasikan ke Bagian Gizi
D. Pemantauan janin.
Pemantauan kesejahteraan janin antenatal untuk mencegah kematian janin
1.
Profil Biofisik Janin.
2.
USG untuk memantau pertumbuhan janin (makrosomia/PJT)
3.
Amniosentesis bila diperlukan, untuk memperkirakan maturasi paru janin
bila direncanakan untuk seksio selektif sebelum 38 minggu.
RENCANA PERSALINAN
Saat persalinan.
Pengelompokan risiko kehamilan dengan DM ini ditujukan ke arah risiko terjadinya
kematian janin dalam rahim.
1. Risiko rendah.
- regulasi baik
- tidak ada vaskulopati
- pertumbuhan janin normal
- pemantauan kesejahteraan janin antepartum baik
- tidak pernah melahirkan mati (stillbirth)
Persalinan diperbolehkan sampai usia hamil 40 minggu.
2. Risiko tinggi.
- regulasi jelek
- ada komplikasi vaskulopati
- pertumbuhan janin abnormal (makrosomia/PJT)
- polihidramnios
- pernah lahir mati (stillbirth)
Pertimbangkan untuk persalinan pada usia hamil sejak 38 minggu (bila test
maturasi paru janin positip).
Cara persalinan
65
66
67
Tabel 3. Kadar glucose plasma pada 6 minggu pasca persalinan pada DMG.
Normal
Glucose Intolerance
DM
Puasa(mg/dL)
< 100
< 126
126
dan
atau
2 jam (mg.dL)
< 140
140-199
200
Skema Penatalaksanaan Obstetrik Diabetes Mellitus Gestasional
DMG
Tidak terkendali
Ada komplikasi pada ibu
Terkendali
Rawat/MRS
Pantau kesejahteraan janin
USG/KTG
Terkendali
Makrosomia (-)
PJT (-)
Terkendali
Makrosomia (+)
PJT (+)
Tidak terkendali
Pasien tdk patuh
Riwayat KJDK
Hipertensi kronik
Amnioscentesis
Tes pematangan
paru
Tunggu sampai
41 mg.
UK 38
Minggu
Tdk
terkendali
UK < 38
Minggu
Tes (+)
Tes (-)
Terminasi
Steroid
68
1.Batasan :
Kehamilan yang disertai dengan gangguan fungsi jantung (Pregnancy
complicated by impaired heart funation)
Pengaruh Penyakit Jantung Terhadap Kehamilan
Prinsip : Jantung tidak mampu memberikan nutrisi dan oksigenasi pada janin
yang sedang tumbuh.
1) Akibatnya untuk bayi
a. Abortus
b. Prematuritas
c. PJT
d. Cacat bawaan
e. Asfiksia janin intrauterine
f. Tumbuh kembang janin akan terhambat setelah lahir
2) Untuk ibu
Terjadi payah jantung (Decompensatio Cordis = DC) kematian meningkat
2. Klasifikasi:
Berdasarkan etiologinya, kehamilan dengan penyakit jantung dapat diklasifikasikan
menjadi:
69
Mortality Risk
<1%
PDA
Katup bioprostetik
Stenosis aorta
II
5-15%
III
-
Kardiomiopati peripartum
25-50%
Adapted From The American Collage Of Obstetrician And Gynecologists Cardiac Disease in
Pragnancy, Technical Bulletin no. 168, June 1992
70
3. Diagnosis:
1. Anamnesis : mudah lelah, nyeri dada, berdebar, sesak napas
2. Pemeriksaan fisik : Syncope, Paroksismal noctural dyspnea, Takikardia
>120 x/menitArytmia yang terus mnerusNafas memendek saat
istirahatDistensi vena leherSummation gallop Murmur sistolik (4-6/6)
Murmur diastolic Nyeri dada Hemoptysis Cyanosis
3. ECG
4. Thorax foto
5. Echocardiografi
Sedangkan menurut New York Heart Association (NYHA), gagal jantung dapat dibagi
menjadi 4 klas berdasarkan kemampuan fungsional jantung, yaitu:
NYHA class-I
Patients with cardiac disease but without resulting limitations of physical activity.
Ordinary physical activity does not cause undue fatigue, palpitation, dyspnea, or anginal
pain.
NYHA class-II
Patients with cardiac disease resulting in slight limitations of physical activity. They are
comfortable at rest. Ordinary physical activity result in fatigue, palpitation, dyspnea, or
anginal pain.
NYHA class-III
Patients with cardiac disease resulting in marked limitations of physical activity. They
are comfortable at rest. Less than ordinary physical activity causes fatigue, palpitation.
dyspnea, or anginal pain.
NYHA class-IV
Patients with cardiac disease resulting in inability to carry on any physical activity
without discomfort. Symptoms of cardiac insuficiency of the anginal syndrome may be
present even at rest. If any physical activity is undertaken, dicomfort is increased.
71
4. Saat-saat Kritis
1) Hiperemesis Gravidarum :
Mual, muntah dan intake menurun, terjadi hemokonsentrasi, sedangkan
metabolisme dan konsurnsi 02 menmgkat, paru-paru sulit mengembang,
menyebabkan beban jantung menmgkat.
2) Umur Kehamilan 32-34 minggu :
Terjadi puncak hidremia (25-50%), mengakibatkan beban jantung menmgkat.
3) Partus Kala II
Venus return meningkat, shunt berhenti, mengakibatkan beban jantung tibatiba menmgkat.
4) Puerperium :
a.
Dini (3-5hari) :
Shunt yang berhenti, mengakibatkan volume darah yang kembali ke
jantung mendadak meningkat.
b.
Lanjut :
Bahaya infeksi puerperalis, endometritis, infeksi organ lain, berlanjut
menyebar secara hematogen, mengakibatkan sub akut bakterial
endokarditis (SBE).
5. Penatalaksanaan
5.1. Prakonsepsi
Penatalaksanaan:
1. Kerjasama obstetrikus dan kardiolog
2. Diskusikan tentang risiko maternal dan fetal
3. Diskusikan tentang kontrasepsi yang efektif dan aman
4. Periksa status jantung
5. Optimalkan terapi medik dan pembedahan
6. Anjurkan tidak hamil pada kondisi tertentu tergantung status resiko
penyakit jantung
5.2 Antepartum
-
Multidiciplinary approach
Konfirmasi usia kehamilan baik berdasarkan LMP maupun USG
Pada ibu hamil dengan penyakit jantung kongenital, dilakukan skriining fetal
cardiac congenital anomali pada umur kehamilan 18-22 minggu, untuk melihat
anatomi jantung, rithme, serta outflow tract arteri dan vena.
72
Penatalaksanaan:
1.
2.
3.
4.
Optimalkan-manajemen medik
5.
6.
7.
8.
Pada semua wanita dengan penyakit jantung sebaiknya dilakukan evaluasi menyeluruh
tentang status kardiologinya sebelum kehamilan.
Evaluasi itu antara lain:
- Riwayat penyakit jantung yang diderita beserta penanganannya
- Pemeriksaan fisik umum
- Pemeriksaan foto thorax dan ECG 12 lead
- Pemeriksaan Pulse oxymetri
-
73
Tabel
Kelas Risiko
Kelas I
74
Kelas II
Kelas III
Kelas IV
Tabel
WHO Kelas I
vena pulmonal)
Denyut ektopik atrial atau ventricular
WHO Kelas II
ASD atau VSD yang tidak dioperasi
Tetralogy of Fallot yang dikoreksi
Kebanyakan aritmia
WHO Kelas II- Gangguan ringan ventrikel kiri
Hipertropik kardiomiopati
III
Penyakit jantung katup yang bukan termasuk kategori WHO I dan IV
Sindrom Marfan tanpa dilatasi aorta
Aorta <45 mm pada pnyekita aorta yang dihubungkan dengan katup aorta
bicuspid
Koarktasio aorta yang sudah dikoreksi
Katup mekanik
Ventrikel kanan sistemik
Sirkulasi Fontan
Penyakit jantung sianotik yang tidak dikoreksi
Penyakit jantung kongenital yang kompleks lainnya
Dilatasi aorta 40-45 mm pada sindrom Marfan
Dilatasi aorta 45-50 mm pada penyakit aorta yang dihubungkan dengan
WHO Kelas IV
75
kiri
Stenosis mitral berat, stenosis aorta berat simptomatis
Sindrom Marfan dengan dilatasi aorta >45 mm
Dilatasi aorta >50 mm pada penyakit aorta yang dihubungkan dengan katup
aorta bicuspid
Koarktasio aorta berat
76
Pasien dengan :
kelompok risiko
Pasien risiko tinggi harus menerima
(i)
(ii)
(iii)
Risiko
Pasien dengan :
sedang
(i)
(ii)
dipertimbangkan
risiko
sedang
profilaksis antenatal
stocking
harus
Risiko
rendah
5.3 Intrapartum
Monitoring ketat
Posisi left lateral decubitus
Balance cairan
Bila fungsi jantung normal, sebaiknya ditunggu inpartu spontan, tapi bila
fungsi jantung terganggu lebih baik dilakukan induksi.
Bila PS baik dilakukan induksi oxytosin drip dan pemecahan pemecahan
selaput ketuban, dan hindari waktu induksi yang panjang.
Methode mekanis seperti foley kateter lebih baik dari pada farmakologis
terutama pada pasien dengan cyanosis dimana terjadi penurunan tahanan
vaskuler sistemik yang berat.
Secara umum pervaginam lebih baik dari seksio sesarea, karena risiko
kehilangan darah, infeksi, trombo-emboli dan venous trombosis lebih
rendah.
78
79
Bed rest, dirawat 5-10 hari mengingat bahaya DC akut dan SBE
Kalau perlu berikan sedatif
Cegah konstipasi
Laktasi dibatasi untuk DC klas III dan IV oleh karena :
a. Menyusui, komplikasi berupa lecet pada niple, terkena infeksi,
berlanjut inenjadi mastitis, mengakibatkan SBE
b. Menyusui,
mengakibatkan
keseimbangan
cairan
berubah,
menimbulkan dehidrasi (pada DC, cairan harus seimbang)
D. Keluarga Berencana
1) Bila jumlah anak sudah cukup dianjurkan kontap (MOW/MOP)
2) Bila menolak kontap, dianjurkan memakai IUD
Penatalaksanaan:
1. Waspada terjadinya gagal jantung
2. Hati-hati kelebihan cairan
3. Diskusikan metode kontrasepsi yang efektif dan aman
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
80
c. Persiapan
Persiapan darah
Tim kamar operasi sudah siap operasi (operator, asisten dan
instrumen menggunakan gaun operasi)
d. Prosedur dan tata laksana
Pasien dikerjakan di meja operasi dengan posisi litotoni
Kandung kencing dikosongkan
Masukkan 2 jari kedalam vagina, raba setiap bagian dari fornik,
apakah teraba ada plasenta antara jari dengan bagian terbawah
janin (bantalan)
Bila tidak teraba bantalan, maka jari dimasukkan ke cervical os
dan raba sekitarnya hingga teraba ujung plasenta
Bila tidak ada teraba plasenta, diagnosis plasenta previa dapat
disingkirkan
Bila ujung plasenta teraba, tetapi tidak meluas sampai di servical
os, dan tidak ada perdarahan pecahkan ketuban, dan tunggu partus
pervaginam (sesuai penatalaksanaan plasenta previa parsialis)
Bila teraba plasenta, hentikan pemeriksaan dan lakukan SC
a.
Interpretasi hasil temuan saat DSU :
Bila plasenta previa totalis, dilakukan seksio sesaria
Bila plasenta previa parsialis, dilakukan amniotomi. Pada keadaan
ini seksio dilakukan bila:
Setelah 12jam tak terjadi persalinan
Terjadi perdarahan lagi
Terjadi gawatjanin
Terjadi febris (infeksi intra uterin)
Bila tak teraba plasenta, dilakukan inspikulo untuk melihat asal
perdarahan, bila perdarahan berasal dari OUI tetap dilakukan
amniotomi, selanjutnya sama dengan penatalaksanaan plasenta
previa parsialis
B. Perawatan Konservatif
1) Dilakukan pada bayi prematur (EFW kurang dari 2500 gr dan atau umur
kehamilan kurang dari 37 minggu) dengan syarat bayi hidup dengan
perdarahn sedikit/berhenti
2) Cara perawatan konservatif
a. Observasi di kamar bersalin IRD selama 24 jam
b. Keadaan umum ibu diperbaiki, berikan transfusi sampai HB lebih dari
10 gr%
c. Berikan kortikosteroid untuk maturitas paru janin (menjaga
kemungkinan perawatan konservatif gagal), dengan deksametasone 5
mg, 4 kali tiap 6 jam.
d. Bila perdarahan berhenti penderita dipindahkan ke ruangan setelah
sebelumnya dilakukan USG di IRD
83
a.
b.
84
Batasan :
Terlepasnya plasenta dari posisinya yang normal pada uterus, setelah umur
kehamilan 20 minggu sebelum janin dilahirkan.
Faktor Predisposisi :
1. Trauma
2. Pecah Ketuban
3. Versi luar
4. Abnormalitas plasenta
Gambaran khusus :
1) Gambaran klasik : perdarahan pervaginam,
nyeri perut,
kontraksi uterus
dan perut kaku seperti papan (woodly hard)
2) Ciri perdarahan warna kehitaman.
3) Ciri nyeri perut : tajam,
besar dan
berlangsung tiba-tiba (berbeda dengan his)
4) Keluhan lain
: mual, gerak menurun sampai hilang
5) Bila kehilangan darah banyak, bisa terjadi shock
6) Pemeriksaan palpasi, sulit teraba bagian-bagian janin
7) Pemeriksaan auskultasi, djj sulit didengar
8) Bisa terjadi gangguan hemostasis (35 %)
Diagnosis :
1) Tanda dan gejala yang jelas baru terjadi pada solusio plasenta yang
sedang/berat, pada yang ringan seringkali tidak diketahui ante partum
2) USG tidak sensitive (sensitifitas 25%) untuk diagnostik solusio plasenta tetapi
mampu menyingkirkan plasenta previa
Gambaran USG yang bisa ditemukan :
- Retroplacental clot
- Perdarahan tersembunyi (concealed hemorrhage)
- Tanda perluasan perdarahan ke otot rahim
3) Bila bekuan darah banyak, pada USG akan tampak daerah hiperekoik
dibandingkan dengan daerah plasenta yang lain
85
0
1
Deskripsi
Asimtomatis, ditemukan secara kebetulan, adanya retro
plasental clot yang kecil
Terdapat perdarahan pervaginam ringan. Ketegangan
uterus (uterine tenderness) ringan,tidak ada gawat janin,
ibu dalam keadaan baik, tidak ada koagulopati,
Terdapat perdarahan sedang atau tidak perdarahan
pervaginam, ketegangan uterus (uterine tenderness)
sedang sampai berat dan mungkin kontraksi tetani, ada
tanda-tanda
gawat
janin,
maternal
takikardi,
hipofibrinogenemia
Terdapat/tidak perdarahan pervaginam, tetania uteri jelas,
ibu syok, gawat janin sampai mati, hipofibrinogenemia,
kagulopati
Penatalaksanan :
Solusio plasenta pada kehamilan aterm atau preterm dengan unmur kehamilan > 34 mg
1) Pada solusio plasenta grade 0-1 persalinan diusahakan pervaginam dengan
monitoring KTG.
2) Pada grade 2-3 persalinan dilakukan dengan SC.
3) Pada KJDR dilakukan amiotomi dilanjutkan dengan drip oksitosin, persalinan
harus terjadi dalam 6 jam.
Umur kehamilan 20 sampai 34 minggu :
1) Pada solusio plasenta grade 1 (ibu dan janin stabil) bisa dilakukan
penanganan konservatif dengan pengawasan ketat.
Diberikan steroid untuk pematangan paru janin
Pasien bisa dipulangkan bila keadaannya stabil, janin baik dan tidak ada
perdarahan pervaginam
Induksi persalinan dilakukan bila ada indikasi lain atau telah mencapai 37
minggu
2) Pada grade 2 atau 3 dilakukan persalinan dengan SC.
86
b.
c.
Auskultasi
: denyut jantung janin biasanya diatas umbilikus
Pemeriksaan dalam.
Frank breech
: teraba sakrum, tuberositas ischiadika, anus, dan
apabila penurunan sudah dibawah bisa teraba
genitalia
Complete breech
: kaki teraba sejajar dengan bokong
Footling
: satu atau kedua kaki lebih rendah dari bokong
Kneeling
: satu atau kedua lutut lebih rendah dari bokong
2) Pemeriksaan Penunjang:
a. Ultrasonografi, diperlukan untuk :
Konfirmasi letak janin, bila pemeriksaan fisik tidak jelas.
Menentukan letak plasenta.
Menentukan kemungkinan cacat bawaan.
b. Foto Rontgen (bila perlu saja dan pada kasus yang direncanakan
persalinan pervaginam), untuk :
Menentukan posisi tungkai bawah.
Konfirmasi letak janin serta fleksi kepala.
Menentukan kemungkinan adanya kelainan bawaan
87
B.
Waktu Persalinan
1) Pada kasus dimana versi luar gagal/janin tetap letak sumgsang, maka
penatalaksanaan persalinan lebih waspada.
2) Persalinan pervaginam diberi kesempatan asal tidak ada hambatan pada
pembukaan.
Urutan cara persalinan :
a. Usahakan spontan Bracht.
b. Manual aid/Lovset-Mauriceau.
c. Total ekstraksi (harus dipertimbangkan terlebih dahulu).
Cara persalinan berdasarkan perkiraan berat badan janin dan umur
kehamilan :
8. Berat janin kurang 1000 gram (extremely low birth weight) :
konseling keluarga
9. Berat janin 1000 kurang 1500 gram : tawarkan seksio sesaria
10. Berat janin 1500 2500 gram : tawarkan persalinan pervaginam
11. Berat janin 2500 4000 gram direkomendasikan persalinan
pervaginam
12. Berat janin lebih 4000 gram direkomendasikan seksio sesaria
Pedoman persalinan pervaginam pada letak sungsang :
1. Pemeriksaan panggul harus dilakukan untuk memastikan tidak
ada kesempitan panggul.
2. Kemajuan persalinan adalah cara terbaik untuk mengetahui
88
3.
4.
5.
6.
7.
0
Primi
Tidak
> 3650 gr
> 39 mg
< -3
2 cm
Nilai
1
Multi
1kali
3629-3176
38 mgg
-2
3 cm
2
Paritas
Pernah letak sungsang
2kali
PBB
> 3176
Usia kehamilan
< 37 mgg
Station
-1 atau >
Pembukaan serviks
4 cm
Syarat :
ZA hanya berlaku untuk kehamilan aterm atau pbb > 2500 gram
Skor kurang dari 3 : persalinan perabdominal
Skor 4 : perlu evaluasi lebih cermat
Skor 5 atau lebih : persalinan pervaginam
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
HSVB.
f. Komplikasi kehamilan dan persalinan dimana ada indikasi dilahirkan /
induksi tetapi belum inpartu spontan:
Hipertensi dalam kehamilan.
Ketuban Pecah Dini.
g. Riwayat kematian janin karena trauma persalinan
90
Batasan:
Partus kasep adalah suatu keadaan dimana persalinan mengalami kemacetan dan
berlangsung lama sehingga menimbulkan komplikasi baik pada ibu ataupun
anaknya.
Gcjala Klinis:
1) Komplikasi pada Anak.
a. Kaput suksedanium besar.
b. Fetal Distress.
c. Kematian Janin.
2) Komplikasi pada Ibu
a. Vagina/Vulva edema.
b. Porsio edema.
c. Ruptura Uteri.
d. Febris.
e. Ketuban hijau.
f. Dehidrasi.
3) Tanda-tanda infeksi intrauterin:
Kriteria Gibbs: temperatur rektal lebih dari 37,8C disertai dengan 2 atau lebih
tanda-tanda berikut :
a. Maternal tachycardia (lebih dari 100 kali permenit).
b. Fetal tachycardia (lebih dari 160 kali permenit).
c. Uterine Tenderness
d. Foul Odour of Amniotic Fluid
e. Maternal leucocytosis (lebih dari 15.000 cel / mm3)
4) Tanda-tanda ruptura uteri :
a. Perdarahan melalui OUE.
b. His hilang.
c. Bagian anak mudah teraba dari luar.
d. VT : Bagian terendah janin mudah didorong ke stas.
e. Robekan dapat meluas ke servik dan vagina.
5) Tanda-tanda gawat Janin :
a. Air ketuban bercampur mekonium.
b. Denyut jantung janin bradikardia/takikardia/ireguler.
c. Gerak anak berkurang.
Diagnosis :
Diagnosis ditegakkan berdasarkan ditemukannya partus lama yaitu terdapat
perpanjangan dari fase-fase persalinan ditambah dengan gerak akibat dari partus
91
lama yaitu :
1) Kelelahan ibu dan dehidrasi.
2) Kaput suksedonium / Vulva edema.
3) Infeksi intra uterin.
4) Ruptura uteri.
5) Gawat janin.
Penatalaksanaan:
1) Perbaikan keadaan umum ibu.
a. Pasang infus & kateter urine.
b. Beri cairan kalori dan elektrolit.
Normal salin, 500 cc.
Dekalitrose 5-10%, 500 cc
c. Koreksi asam basa dengan pemeriksaan gas darah.
d. Pemberian antibiotika berspektrum luas :
Ampicillin 3 kali I gr/hari i.v. dilanjutkan 4 kali 500 mg po selama 3
hari.
Metronidazole 3 x 1 gr supositoria selama 5-7 hari.
e. Pemberian obat penurun panas :
Xylomidon 2 cc im.
2) Terminasi kehamilan:
Pengakhiran kehamilan tergantung syarat dan kontra indikasi saat itu.
92
1. Batasan :
Kehamilan yang disertai riwayat seksio sesaria sekali/lebih atau pasca
miomektomi/kornuektomi pada kehamilan sebelumnya.
2. Syarat-syarat VBAC-TOL:
2. Riwayat satu kali operasi SC dengan insisi di SBR (LSCS)
3. Panggul adekuat.
4. Tidak ada bekas scars yang lain, atau bekas ruptur.
5. Dokter dan petugas medis ada ditempat selama fase aktif, dan dapat melakukan
monitoring dan SC emergency dalam waktu 30 menit.
3. Kontra Indikasi:
1. Riwayat insisi klasik atau insisi T.
2. Riwayat bekas ruptur uteri.
3. Komplikasi medis atau Obstetri yang tidak memungkinkan lahir pervaginam.
4. Riwayat 2 kali SC.
4. Hati-hati merencanakan VBAC pada:
Gemelli
Makrosomia.
Jarak antara kehamilan < 18 bulan.
5. Pada saat ANC:
1. Diskusikan risiko yang mungkin terjadi.
2. Keuntungan dan kerugian .
3. Informasi mengenai operasi terdahulu, jumlah, indikasi dan komplikasi opersi, bila
perlu lihat catatan medisnya.
4.Tentukan adanya penyulit seperti: kelainan letak, plasenta previa, gemelli,
makrosomia.
5. Dilakukan pengukuran ketebalan SBR, aman bila kebalan SBR > 3 mm.
6. Pada saat persalinan:
Kala I:
- Monitoring ketat, continous monitoring.
- Infus dengan canula 16 terpasang sejak fase aktif.
- Siapkan darah.
- Kelola sesuai dengan kurve Friedman.
- Kontra indikasi melakukan augmentasi dengan oxytosin drip.
Kala II:
93
YA
Klasik/korpore
Bekas SC 2kali
Riwayat ruptur uteri.
Panggul sempit.
Penyulit: kel letak, plasenta previa,
KPD >
12 jam
Kehamilan 41-42
minggu.
Induksi Foley
Cateter.
TDK
Tunggu Spontan
Inpartu
Gagal
Distocia/Fetal
distress
Persalinan maju
Elektif
SC/Steril
39 minggu.
SC
94
Pervaginam
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
95
Batasan :
Kematian janin dalam rahim adalah kematian janin dalam uterus yang beratnya,
500 gr atau lebih, usia kehamilan telah mencapai 20 minggu atau lebih.
Yang perlu diperhatikan :
1) Kejadian KJDR mengambil porsi hampir 50% dari jumlah kematian perinatal
2) Kejadian ini merupakan trauma berat bagi penderita dan keluarga serta
menunjukkan kegagalan satu aspek pelayanan obstetri ; simpati, empati serta
perhatian terhadap guncangan emosional penderita dan keluarganya harus
diberikan perlakuan tersendiri. Yakinkan bahwa besar kemungkinan dapat
lahir pervaginam.
3) KJDR ini bisa terjadi saat hamil (prematur atau aterm), saat inpartu (partus
lama/partus kasep, belitan tali pusat dll) dengan sebab yang bisa jelas dan bisa
juga tidak diketahui sebabnya.
4) Kecuali terjadi saat inpartu maka penundaan evakuasi diperlukan untuk
mempersiapkan fisik dan mental penderita dan keluarganya serta persiapan
untuk terminasi (sebaiknya jangan lebih dari 2 minggu setelah kematian
janin).
5) Jika persalinan tidak terjadi segera setelah kematian janin, terutama pada
kehamilan lanjut, koagulopati maternal dapat terjadi, bila kematian janin
berlangsung lebih dari 2 minggu, walaupun koagulopati ini jarang terjadi
sebelum empat sampai enam minggu setelah KJDR.
KJDR saat Inpartu.
1)
Penyebabnya bisa karena partus lama atau partus kasep, belitan tali pusat,
insufisiensi plasenta, solusio plasenta, letak sungsang dengan after coming
head (badan lahir, kepala nyangkut), kelainan kongenital dll.
2)
Pada partus lama dan kasep, maka pasien biasanya dalam keadaan
kelelahan, dehidrasi dan kemungkinan infeksi.
3)
Sambil melakukan simpati, empati serta konseling, persiapan untuk
memperbaiki keadaan umum ibu misalnya : pemberian cairan infus, anti
biotika dan persiapan donor darah kalau perlu dll.
4)
Prinsip melahirkan anak dengan sesedikit mungkin trauma pada ibu
5)
Kalau bisa lahirkan anak dengan utuh
6)
Kalau KJDR pada kala I dapat dilakukan drip oksitosin dan menunggu
lahir spontan biasa.
7)
Kilau tidak bisa spontan lakukan embriotomi .dengan cara : perforasi dan
kranioklasi, dekapitasi, eviserasi, bisection.
8)
Setelah kelahiran anak dicari penyebab kematiannya dan dilakukan
evaluasi untuk kepentingan kehamilan berikutnya.
96
Diagnosis:
1) Klinis :
Bayi tak bergerak,
Perut mengecil,
Berat badan ibu menurun,
Ada krepitasi,
Kalau keluar air ketuban akan berwama coklat kemerahan kental.
2) Denyut jantung janin tak terdeteksi baik dengan funduskop dan Doppler
3) Pemeriksaan human chorionic gonadotropin (hCG) urine menjadi negatif
beberapa hari setelah kematian janin
4) Diagnosis pasti dengan USG, tidak ditemukan pulsasi jantung. Dapat
ditemukan gambaran Deformed or collapsed head, dan overlapping the skull
bones.
Laboratorium yang diperlukan :
1) Golongan darah ABO dan Rhesus
2) Hematokrit
3) Tes fungsi ginjal.
4) Tes fungsi liver.
5) Fibrinogen
6) Waktu perdarahan
7) Waktu pembekuan
8) Hitung trombosit
Penanganan :
1) Konservatif/pasif :
a. Rawat jalan
b. Menunggu persalinan spontan 1-2 minggu
c. Pematangan serviks : misoprostol
d. Pemeriksaan kadar hematokrit, trombosit dan fibrinogen tiap minggu
2) Aktif :
a. Dilatasi serviks dengan :
batang laminaria
balon kateter (Foley Catheter)
b. Induksi :
misoprostol
oksitosin
3) Perawatan Rumah Sakit :
a. Bila harus segera ditangani
b. Bila ada gangguan pembekuan darah (Koagulopati)
c. Bila ada penyulit infeksi berat
Penyulit :
1) Koagulopati
97
2) Infeksi
3) Perforasi
KJDR
Faal hemostasis
Donor
Inpartu
Kasep
Embriotomi
/ SC
Tidak Inpartu
Tidak kasep
Keadaan serviks
Partograf
WHO
Matang
Belum matang
Misoprostol
Spontan/Embriotomi/SC
Induksi
Matang
Belum
matang
Laminaria
Foley Cateter
Catatan:
Inpartu kasep, misalnya : sisa dukun
Seksio sesaria dapat merupakan pilihan, misalnya : pada letak lintang
Untuk janin yang belum jelas penyebab kematiannya, bisa ditawarkan untuk
melakukan investigasi. Tetapi investigasi ini memerlukan berbagai pemeriksaan
laboratorium yang memerlukan biaya besar, sehingga perlu dikomunikasikan dulu
dengan pasien dan keluarganya.
Skema pemeriksaan Investigasi Penyebab Kematian Janin
Pada saat diagnosis KJDR
Riwayat ibu
Pemeriksaan darah ibu:
o Anamnesis menyeluruh
o Pemeriksaan darah lengkap
o Serologi TORC
USG
o Kleihauer betke test
o Abnormalitas janin
o Tes fungsi thyroid
o Volume air ketiban
o HbA1C
Low
vaginal/perianal
o Serologi rubella dan sifilis
kultur
o Trombofilia Test: ACA, Lupus anticoagulan.
Setelah Persalinan
Bayi
Pemeriksaan fisik
luar
Swab permukaan
Pemeriksaan post
mortem
99
Ulangi pemeriksaan
Ulangi pemeriksaan
Mutasi gen MTHFR
Batasan:
Kehamilan kembar adalah kehamilan dengan lebih dari satu embrio/anak dalam
satu Gestasi.
Diagnosa :
1. Pemeriksaan Leopold - uterus lebih besar, teraba 3 bagian besar
2. Dua denyut jantung janin, ditempat berbeda
3. Konfirmasi dengan USG
Penanganan :
1) Saat ANC
a. Perawatan antenatal seperti biasa, antisipasi kemungkinan komplikasi di
atas
b. Lebih banyak istirahat saat kehamilan 7 bulan sampai aterm
2) Saat persalinan:
a. Diharapkan pervaginam kecuali anak pertama letak lintang
b. Kalau perlu inisiasi persalinan dengan pemecahan ketuban
c. Drip oksitosin bukan kontraindikasi absolut
d. Setelah anak pertama lahir, lakukan membuat posisi bujur untuk anak II
tunggu his dan lakukan amniotomi. Persalinan bisa spontan, vakum atau
berbagai manuver pertolongan letak sungsang tergantung posisi anak II.
Versi ekstraksi hanya dilakukan pada letak lintang anak II, yang gagal
dibuat membujur atau ada indikasi emergency obstetri.
e. Hati-hati kemungkinan HPP
Skenario:
1) bila let-kep/let-kep, let-kep/let-su, masih diberikan kesempatan lahir
pervaginam
2) bila anak I bukan let-kep. Let su/let su atau kombinasi yang lain dianjurkan
untuk seksio sesaria primer.
3) bila tidak over distensi, setelah amniotomi, tetap inersia uteri, drip oksitosin
hati-hati masih ada tempatnya.
4) bila diijinkan pervaginam maka tindakan seksio berdasarkan indikasi obstetri.
5) bila anak pertama letak lintang, langsung seksio sesaria primer.
6) Setelah anak pertama lahir, tentukan denyut jantung janin anak II, buat letak
kepala/membujur, tunggu ada his (atau diberikan oksitosin), dan pecahkan
ketuban. Selanjutnya pimpin sampai lahir spontan atau, kalau perlu, bantuan
vakum atau forsep sesuai dengan indikasi obstetri
100
7) Bila anak kedua letak lintang dan gagal usaha di atas maka dapat dilakukan
tindakan versi ekstraksi.
8) Kala uri seperti biasa. manuil plasenta bila ada indikasi.
9) Memberikan uterotonika untuk mencegah perdarahan post partum.
Skema Penanganan Persalinan Gemeli
Kedua anak:
1. Let. Lintang
2. Let. Bokong
Gawat janin
Salah letak
Versi luar
Gagal
Seksio
Sesarea
Longitudinal (membujur)
Berhasil
Persalinan II Pervaginam
Spontan/Vacum/Forcep, Brach
Versi
ekstraksi
101
1. Batasan
Infeski sistemik oleh virus HIV yang menyerang sistem kekebalan tubuh, dengan
menginvasi sel limfosit T (T helper), sehingga terjadi kerusakan sistem kekebalan
tubuh secara bertahap. Sekali orang terinfeksi oleh HIV maka selama hidupnya virus
tersebut akan ada di dalam tubuhnya, karena virus HIV akan bergabung dengan DNA
sel.
Orang yang terinfeksi HIV disebut dengan ODHA (Orang dengan HIV/AIDS)
Perjalanan penyakit infeksi HIV berlangsung secara kronik progresif dimana
penyakit berkembang secara bertahap sesuai dengan kerusakan sistem kekebalan
tubuh yang berlangsung bertahap, oleh karena itu gejala penyakit ini bisa tanpa
gejala sampai menimbulkan keluhan dan tanda klinis yang berat.
2. Gambaran Klinis
1) Tahap infeksi akut :
Tidak semua infeksi HIV mengalami tanda-tanda infeksi akut, hanya sekitar
20-30 % dari infeksi HIV menimbulkan tanda dan gejala akut, yaitu sakit pada
otot dan sendi, sakit menelan, pembesaran kelenjar getah bening. Gejala ini
muncul pada 6 minggu pertama setelah infeksi HIV, dan biasanya hilang
sendiri.
2) Tahap Asimtomatik (tanda gejala) :
Tahap ini berlangsung tanpa gejala antara 6 minggu sampai 6 bulan setelah
infeksi.
3) Tahap simtomatik ringan :
Tahap ini muncul beberapa tahun kemudian dengan gejala berat badan
menurun, ruam pada kulit/mulut, infeksi jamur pada kuku, sariawan berulang,
ISPA berulang. Aktifitas masih normal, bila makin berat akan terjadi
penurunan berat badan yang makin berat, diare lebih dari 1 bulan, panas yang
tidak diketahui penyebabnya, radang paru dan TBC paru.
4) Tahap AIDS (tahap lanjut) :
Mulai muncul adanya infeksi opurtunistik misalnya, pneumonia pneumonitis
kranii, toksoplasma otak, diare, infeksi virus CMV, herpes, kandisosis, kanker
kelenjar getah bening dan sarkoma kaposi.
3. Penularan HIV Pada Ibu Hamil
Seorang ibu hamil bisa tertular HIVmelalui hubungan seksual dengan
pasangan/suami yang terinfeksi HIV, dan melalui transfusi darah/pengguna obat bius
melalui suntikan (IDU= Injecting drug users).
102
Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan HIV-nya pada bayi yang
dikandungnya. Tanpa pencegahan, angka penularan dari ibu ke bayi mencapai 2440%. Penularan HIV terjadi melalui :
1) In utero/transplasental (25-35%)
2) Pada saat proses persalinan berlangsung (70-75%)
3) Melalui ASI (14%).
Faktor Risiko Penularan Dari Ibu ke Bayi:
1. Beratnya infeksi HIV/AIDS yang diderita ibu.
- Merupakan faktor risiko utama.
- Ibu dengan gejala klinis AIDS yang disertai berbagai infeksi oportunistik.
- Jumlah muatan virus > 1000 copy/ml
- Jumlah limfosit < 200/ml.
2. Cara persalinan dan proses persalinan.
- Pervaginam mempunyai risiko penularan 2 kali lipat dibandingka SC.
- Tindakan forceps/vakum dan episiotomi penularan lebih tinggi.
- Pecahnya selaput ketuban dan plasenta yang tidak utuh, serta komplikasi
yang lain.
3. Penyakit infeksi lain pada genitalia ibu.
- Penyakit sifilis
- Penyakit genitalia ulseratif (Herpes simpleks, CMV)
- Infeksi bakteri.
4. Pemberian ASI pada bayi baru lahir.
- Menyusui mempunyai risiko lebih tinggi
- Bila disertai lecet atau infeksi pada puting susu.
4. Diagnosis :
Diagnostik infiksi HIV/AIDS ditegakkan berdasarkan adanya tanda-tanda klinis
dugaan infeksi HIV, serta pemeriksaan laboratorium.
Konseling dan Tes HIV:
Konseling dan Tes HIV
Terdapat dua macam pendekatan untuk tes HIV:
1) Konseling dan tes HIV sukarela (KTS-VCT = Voluntary Counseling &
Testing)
2) Tes HIV dan konseling atas inisiatif petugas kesehatan (KTIP PITC =
Provider-Initiated Testing and Counseling)
Prinsip bahwa pasien sudah mendapatkan informasi yang cukup dan
menyetujui untuk tes HIV dan semua pihak menjaga kerahasiaan (prinsip 3C
counseling, consent, confidentiality).
Tabel 1. Gejala dan Tanda Klinis yang Patut Diduga Infeksi HIV
Keadaan Umum
103
Kulit
- PPE* dan kulit kering yang luas* merupakan dugaan kuat infeksi HIV. Beberapa
kelainan seperti kutil genital (genital warts), folikulitis dan psoriasis sering terjadi pada
ODHA tapi tidak selalu terkait dengan HIV.
Infeksi
Infeksi jamur
Infeksi virus
Gangguan Pernafasan
Gangguan Neurologis
- Kandidiasis oral
- Dermatitis seboroik*
- Kandidiasis vagina berulang
- Herpes zoster (berulang atau melibatkan lebih dari satu
-
dermatom)*
Herpes genital (berulang)
Moluskum kontagiosum
Kondiloma
Batuk lebih dari satu bulan
Sesak nafas
Tuberkulosis
Pneumonia berulang
Sinusitis kronis atau berulang.
Nyeri kepala yang semakin parah (terus menerus dan tidak
jelas penyebabnya)
Kejang demam
Menurunnya fungsi kognitif
hingga 3 bulan setelah terinfeksi HIV yang disebut masa jendela. Bila tes HIV
yang dilakukan dalam masa jendela menunjukkan hasil negatif, maka perlu
dilakukan tes ulang, terutama bila masih terdapat perilaku yang berisiko.
Sumber: Depkes 2011, Pedoman Nasional Tatalaksana klinis infeksi HIV dan terapi
Antiretroviral.
105
Sumber: Depkes 2011, Pedoman Nasional Tatalaksana klinis infeksi HIV dan terapi
Antiretroviral.
STADIUM 2
Penurunan berat badan bersifat sedang yang tak diketahui penyebabnya (<10% dari perkiraan berat
badan atau berat badan sebelumnya)
Infeksi saluran pernafasan yang berulang (sinusitis, tonsillitis, otitis media, faringitis)
Herpes zoster
Keilitis angularis
Ulkus mulut yang berulang
Ruam kulit berupa papel yang gatal (Papular pruritic eruption)
Dermatisis seboroik
Infeksi jamur pada kuku
STADIUM 3
Penurunan berat badan bersifat berat yang tak diketahui penyebabnya (lebih dari 10% dari
perkiraan berat badan atau berat badan sebelumnya)
Diare kronis yang tak diketahui penyebabnya selama lebih dari 1 bulan
Demam menetap yang tak diketahui penyebabnya
Kandidiasis pada mulut yang menetap
Oral hairy leukoplakia
Tuberkulosis paru
Infeksi bakteri yang berat (contoh: pneumonia, empiema, meningitis, piomiositis, infeksi tulang
atau sendi, bakteraemia, penyakit inflamasi panggul yang berat)
Stomatitis nekrotikans ulserative akut, gingivitis atau periodontitis
106
Anemi yang tak diketahui penyebabnya (<8g/dl), netropeni (<0.5 x 10 9/l) dan/atau trombositopeni
kronis (<50 x 109/l)
STADIUM 4
Sindrom wasting HIV
Pneumonia Pneumocystis jiroveci
Pneumonia bacteri berat yang berulang
Infeksi herpes simplex kronis (orolabial,
genital, atau anorektal selama lebih dari 1
bulan atau viseral di bagian manapun)
Kandidiasis esofageal (atau kandidiasis
trakea, bronkus atau paru)
Tuberkulosis ekstra paru
Sarkoma Kaposi
Pneumonia
Kriptokokus
ekstrapulmoner,
termasuk meningitis
Infeksi mycobacteria non tuberkulosis yang
menyebar
Leukoencephalopathy multifocal progresif
Cyrptosporidiosis kronis
Isosporiasis kronis
Mikosis
diseminata
(histoplasmosis,
coccidiomycosis)
Septikemi yang berulang (termasuk Salmonella
non-tifoid)
Limfoma (serebral atau Sel B non-Hodgkin)
Karsinoma serviks invasif
Leishmaniasis diseminata atipikal
Nefropati atau kardiomiopati terkait HIV yang
simtomatis
Sumber:Depkes 2011, Pedoman Nasional Tatalaksana klinis infeksi HIV dan terapi
Antiretroviral.
Jumlah CD4 adalah cara untuk menilai status imunitas ODHA. Pemeriksaan CD4
melengkapi pemeriksaan klinis untuk menentukan pasien yang memerlukan pengobatan
profilaksis IO dan terapi ARV. Rata rata penurunan CD4 adalah sekitar 70-100
sel/mm3/tahun, dengan peningkatan setelah pemberian ARV antara 50 100
sel/mm3/tahun. Jumlah limfosit total (TLC) tidak dapat menggantikan pemeriksaan CD4.
Pemeriksaan laboratorium sebelum memulai terapi
- Darah lengkap*
- Jumlah virus / Viral Load RNA HIV** dalam plasma (bila tersedia dan bila pasien
mampu)
- Jumlah CD4*
- SGOT / SGPT*
- Kreatinin Serum*
- Urinalisa*
- HbsAg*
- Anti-HCV (untuk ODHA IDU atau dengan riwayat IDU)
- Profil lipid serum
- Gula darah
- VDRL/TPHA/PRP
Ronsen dada (utamanya bila curiga ada infeksi paru)
107
Catatan:
* adalah pemeriksaan yang minimal perlu dilakukan sebelum terapi ARV karena berkaitan dengan
pemilihan obat ARV. Tentu saja hal ini perlu mengingat ketersediaan sarana dan indikasi lainnya.
** pemeriksaan jumlah virus memang bukan merupakan anjuran untuk dilakukan sebagai pemeriksaan
awal tetapi akan sangat berguna (bila pasien punya data) utamanya untuk memantau perkembangan dan
menentukan suatu keadaan gagal terapi.
108
Keterangan:
AZT: Zidovudine
3TC : Lamivudine.
NVP : Nevirapine.
PI : Protease Inhibitor
EFV : Efavirenz
TDF : Tenofovir
FTC : Emtricitabine
d4T :Stavudin
109
Protokol Pemberian Zidovudine pada Ibu hamil untuk mencegah penularan vertikal.
Jenis Obat
Untuk Ibu
Zidovudine (AZT)
Dosis
Saat Pemberian
Cara
100 mg 5 kali/hari
Peroral
2 mg/kg BB
Intravena
1 mg/kg BB/Jam
Intravena
Untuk Neonatus
110
2 mg/kg/dosis, 4 kali/hari
Peroral
2 mg/kg/dosis, 2 kali/hari
(2 minggu pertama)
selanjutnya 2mg/kg/dosis,
3 kali/hari.
Peroral
Antivirus Tambahan untuk Ibu Terinfeksi HIV-1 dan neonatus selama intrapartum /postpartum
Jenis Obat
Ibu :
NVP (dosis tunggal saat
intrapartum)*
ZDP + 3TC (ditambah dengan NVP
dosis tunggal sebagai ekor untuk
mengurangi resistensi NVP)
Neonatus:
NVP (dosis tunggal)
Dosis
Lamanya
Selama 7 hari
113
o Neonatus yang lahir dari ibu terinfeksi HIV. yang telah mendapat ARV
prenatal tetapi dengan penurunan muatan virus yang tidak optimal.
o Hanya mendapat ARV intrapartum.
o Tidak mendapat obat pada saat antepartum maupun intrapartum.
o Diketahui terinfeksi virus resisten obat.
Kombinasi ARV untuk neonatus adalah ZDV dengan NVP dosis tunggal, dan
kombinasi ZDV dan lamivudine yang juga dikombinasi dengan nevirapine.
Pemberian obat ini akan dapat menurunkan penularan vertikal sebanyak 47%
DAFTAR PUSTAKA
1. Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Depkes, Pedoman
Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral pada orang dewasa,
2011.
2. Setiawan I M, Tatalaksana Pencegahan Penularan Vertikal dari Ibu Terinfeksi HIV ke
Bayi yang Dilahirkan, RSPI Prof DR Sulianti Saroso, Jakarta, Majalah Kedokteran
Indonesia, Volume:59 No:10, Oktober 2009.
3. RCOG, Menagement of HIV in Pregnancy, Green-top Guideline no:39, NHS
Evidance, 2010.
114
Periksa Vital Sign: Kesadaran, Tensi, Nadi, Tonus uterus, Dan perkirakan
darah yang keluar.
Ambil sampel darah untuk pemeriksaan crossmatch, DL, dan bila perlu
pemeriksaan fungsi pembekuan darah (PTT/APTT, fibrinogen, D- dimer).
Segera transfusi dengan whole blood atau komponen darah bila sudah
tersedia.
Pasang kateter.
c. Pemeriksaan Obstetri.
-
116
Oksitosin
Ergometrin
Misoprostol
IM atau IV (secara
pemberian awal
perlahan) : 0,2 mg
fisiologik dengan 60
mcg
tetesan permenit
Dosis lanjutan
IM: 10 unit
IV : infus 20 unit dalam 1
fisiologik dgn 40
Dosis maksimal
tetes/menit
Tidak lebih dari 3 liter
perhari
Indikasi kontra
Preeklampsia, vitium
Nyeri kontraksi,
atau hati-hati
kordis, hipertensi
asma
117
118
b. Ligasi a. hipogastrika.
Penanganan Trauma:
o Periksa jalan lahir mulai vagina, serviks dan tentukan lokasi sumber
perdarahan, dan lakukan ligasi dan repair.
o Bila terjadi inversio uteri segera lakukan reposisi dengan anastesi.
o Periksa tanda-tanda ruptur uteri, bila terjadi ruptur segera laparotomi
dan dilakukan repair bila memungkinkan atau hysterektomi.
Penanganan Gangguan Pembekuan darah:
120
terjadi
perdarahan
lakukan
pemeriksaan
faktor-faktor
4 unit PRBC
Kalsium glukonas.
Tone
Tidak
Plasenta Lahir ?
Ya
Tidak
Kontraksi Uterus
Baik ?
121
Ya
Tissue
- Menajemen aktif kala III.
- Oxytosin 5-10 IU.
- Bila gagal lakukan
plasenta Manuil.
- Inkomplit lakukan kuret
- Periksa robekan jalan
lahir.(vagina,cervix,
uterus)
- Repair robekan.
- Koreksi inversio uteri.
- Bila ruptur uteri dilakukan
laparotomi.
(Repair/Hysterektomi)
Trauma
Ya
Trauma jalan
lahir ?
Tetap Perdarahan
Kontraksi jelek
Tidak
Trombin
Tetap Perdarahan
Kontraksi Jelek
Bedah konservatif:
- Jaritan kompresi (B
Lynch/Metode
Surabaya/Cho
- Ligasi arteri
uterina/Hypogastrika
Hysterektomi
Transfusi:
- Whole blood/Fresh blood.
- Fresh Frozen Plasma.
- Trombosit konsentrat.
- Cryoprecipitates.
-
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
WHO Guidelines for the Management of Post Partum Haemorrhage and Retained
Placenta, WHO Library Cataloguing-in-Publication Data, 2009.
RCOG, Green Top Guidelines, Prevention and Management of Postpartum
Haemorrhage, no 52 May 209.
Postpartum Haemorrhage: Guidelines, Southampton University Hospital NHSTrust,
January 2011.
Queensland Maternity and Neonatal Clinical Guidelines, Primary Postpartum
Haemorrhage, July 2009.
SOGC Clinical Practice Guidelines, Active Management of the Third Stage of Labour:
Prevention and Management of Postpartum Haemorrhage, no 235, October 2009.
Belfort M.A. Postpartum Hemorrhage, in Queenans Management of High-Risk
Pregnancy. Sixth ed. 2012. p.289-291.
Francois K. Postpartum Hemorrhage, in Obstetric Intensive Care Manual, Third Ed.
Mc Graw Hill, 2011.p. 27-38.
122
8.
Batasan
Kelainan kontraksi uterus dalam hal amplitudo, frekwensi, durasi, konfigurasi dan
ritmisitas yang dapat menimbulkan hambatan kemajuan persalinan, perubahan
denyut jantung janin, dan komplikasi lain pada ibu dan janin
Penilaian His
1) His adekuat : adalah his persalinan yang menyebabkan kemajuan persalinan
2) Kriteria KTG :
Pada Kala I, dalam 10 menit terdapat 3-5 kali kontraksi, lamanya 45-90
detik, dengan amplitudo 50-75 mmHg
Pada kala II, amplitudo lebih dari 80 mmHg pada kala II,
F
(2)
123
(1)
(3)
A
20
D
BT
0
konfigurasi "Bell Shape" dengan irama yang ritmis.
Komponen dari his adalah : ascending Limb (1) acme (2) dan Descending Limb(3)
Jenis Kelainan His
Kelainan his dibagi 2 yaitu :
1) Inersia uterus hipotonik, yaitu kontraksi uterus yang terkoordinasi, tetapi tidak
adekuat.
2) Inersia uterus hipertonik, yaitu kontraksi uterus yang kuat, tidak terkoordinasi,
dan tidak adekuat.
Etiologi
1) Inersia uterus hipotonik :
a. penggunaan analgesia,
b. peregangan dinding uterus berlebihan,
c. perasaan takut pada ibu.
2) Inersia uterus hipertonik :
a. disproporsi kepala-panggul (Cephalo pelvic disproportion= CPD),
b. dosis oksitosin yang berlebihan.
Macam-macam Kelainan His Menurut Rekaman KTG
1) Kontraksi uterus hipotonus adalah amplitudo kontraksi uterus kurang dari 45
mmHg pada kala I atau kurang dari 80 mmHg pada kala II.
2) Kontraksi uterus hipertonus :
a. Amplitudo kontraksi uterus lebih dari 75 mmHg pada kala I atau tonus
basal lebih dari 20 mmHg. Amplitudo berlebihan (lebih dari100 mmHg)
yang akan menimbulkan gambaran Picket Fence pada konfigurasi
kontraksi.
b. Durasi kontraksi yang lamanya lebih dari 90 detik.
3) Takisistol adalah jumlah kontraksi utarus lebih dari 5 kali /10 menit
4) Doubling, tripling dan Quadripling adalah bila timbul kontraksi-kontraksi
prematur segera setelah descending limb dari setiap kontraksi. Bila timbul
satu kontraksi prematur disebut Doubling/coupling, dua kontraksi disebut
tripling, dan tiga kontraksi disebut quadripling
5) Hiperstimulasi adalah suatu sindroma yang ditandai dengan perubahan garis
dasar denyut jantung janin. akibat adanya kontraksi hipertonus.
6) Patterns of hipertonus adalah suatu gambaran kontraksi uterus yang terdiri
dari kontraksi hipertonus, takisistole "coupling" dan peningkatan durasi.
Akibat Kelainan His Terhadap Kemajuan Persalinan :
Setiap kelainan his dapat mengakibatkan perubahan perjalanan persalinan.
1) Kontraksi hipotonus, dapat menyebabkan inersia uteri primer (bila terjadi
124
sejak awal persalinan), sedangkan inersia uteri sekunder (bila terjadi setelah
kontraksi yang adekuat).
Inersia uteri mengakibatkan melambatnya
persalinan.
2) Kontraksi hipertonus, dapat mengakibatkan partus presipitatus bila sifat
kontraksinya Coordinated (Coordinated uterine action), persalinan tidak
maju atau distosia bila sifat kontraksinya Uncoordinated (Uncoordinated
uterine action).
Skema Penatalaksanaan Kelainan His
Kelainan His
Inertia Uteri
Kriteria:
- KTG
- Kemajuan Persalinan
- Kaput Suksedaneum
Hipotonik
Hipotonik
Amniotomi+Tetes Oksitosin
Berhasil
Pervaginam
Tanda2
Hiperstimulasi (+)
Gagal
Seksio Sesarea
Tanda2
Hiperstimulasi (-)
Pemantauan lanjutan
1. Admission Test/KTG
Batasan
Pemeriksaan kesejahteraan janin dengan menggunakan kardiotokografi, yang
dipantau secara singkat yaitu10-30 menit, dibuat segera setelah pasien masuk
rumah sakit. Pemeriksaan ini diutamakan untuk kasus-kasus risiko tinggi
dengan dugaan insufisiensi plasenta.
Tujuan
Untuk mengetahui kasus-kasus yang berisiko pada persalinan yaitu:
a. Post date (umur kehamilan lebih atau sama dengan 41 minggu) atau
diduga hamil lewat waktu
b. Ketuban Pecah Dini
c. Hipertensi dalam kehamilan
125
d. Diabetes melitus
e. Pertumbuhan Janin Terhambat/ Kecurigaan Pertumbuhan Janin Terhambat
(PJT)
f. Dugaan gawat janin
g. Penyakit jantung
h. Astma Bronkhiale (serangan) dan penyakit paru lainnya.
i. Pernah melahirkan dengan KJDK.
Prosedur Pelaksanaan
a. Pasien ditidurkan secara santai semi Fowler 450 miring ke kiri.
b. Tekanan darah diukur setiap 10 menit.
c. Dipasang kardiotokografi.
d. Dilakukan pemantauan selama 30 menit
e. Dapat dilakukan kurang dari 30 menit bila terdapat gambaran KTG yang
normal.
f. Apabila terdapat kecurigaan adanya kelainan denyut jantung janin ataupun
kontraksi uterus maka pemantauan dilanjutkan dengan Intermittent
monitoring yaitu pemantauan setiap 2 jam selama 30 menit.
Batasan
Cara pemeriksaan kesejahteraan janin dengan menggunakan kardiotokograf
untuk melihat hubungan antara perubahan denyut jantung janin dengan
gerakan janin. Pra syarat test ini dikerjakan pada umur kehamilan 34
minggu.
Indikasi
Dugaan insufisiensi plasenta, dan bila akan dlilakukan perubahan
penatalaksanaan antenatal.
Prosedur pelaksanaan
a. Pemeriksaan dilakukan sebaiknya pada pagi hari 2 jam setelah makan, dan
tidak boleh diberikan sedativa, kecuali dalam keadaan darurat dengan
konsultasi.
b. Pasien secara santai dengan posisi tidur terlentang semi Fowler miring ke
kiri. 45
c. Tekanan darah diukur setiap 10 menit.
d. Dipasang kardiotokograf.
e. Dilakukan pemantauan selama 30 menit.
f. Bila hasil rekaman selama 10 menit pertama menunjukkan hal yang
mencurigakan atau patologis, maka perhatikan posisi pasien, posisi
transducer dan goyangkan fundus uteri untuk membangunkan bayi.
g. Bila hasil rekaman tetap mencurigakan atau patologis maka pemantauan
126
dihentikan.
h. Bila hasil rekaman normal, maka pemantauan dilanjutkan selama 30 menit
Baseline
(bpm)
Reassuring 110-150
Variabilitas
Deselerasi
Akselerasi
Tidak ada
Ada, sporadis
Non100-109
Reassuring 151-170
< 5 selama
40 menit.
> 25
Ada, periodik
(pada setiap
kontraksi).
Abnormal
< 5 selama
90 menit
< 100
> 170
Pola
sinusoidal
10 menit.
Penjelasan:
Akselerasi adalah:
- Peningkatan sesaat denyut jantung janin lebih dari 15 denyut permenit selama
lebih dari 15 detik
Deselerasi adalah:
- Penurunan sesaat denyut jantung janin lebih dari 15 denyut permenit selama
lebih dari 15 detik.
Deselerasi dini :
- Deselerasi dimana onset terjadinya bersamaan dengan onset terjadinya
kontraksi uterus, sehingga menyerupai bayangan cermin dari kontraksi.
Late deselerasi:
- Deselerasi dimana onset terjadinya setelah puncak kontraksi uterus, sehingga
titik terendahnya terjadi lebih dari 15 detik setelah puncak kontraksi.
Typical variabel deselerasi:
Variabel deselerasi yang disertai adanya shouldering pada pre dan post
akselerasi, menggambarkan respon fisiologi yang normal terhadap
kompresi tali pusat.
Atypical variabel deselerasi:
- Mengindikasikan adanya kondisi fetus yang memburuk yang ditandai dengan
adanya;
1. Loss of shouldering.
2. Delayed/slow recovery fetal heart raye to baseline.
127
3. Rebound takikardi.
4. Biphasic deceleration/ W shape.
5. Lower baseline.
Prolonged deselerasi:
- Penurunan fetal heart rate 30 bpm atau lebih selama periode minimal 2 menit.
Pola sinusoidal:
- Gambaran variabilitas yang halus, berundulasi, baseline seperti gelombang
sinus, variabilitasnya absent, amplitudo undulasi biasanya 5-15 beats dan
frekwensinya 2-5 kali per menit.
Katagori Hasil Pemeriksaan:
Normal
: Bila semua atau keempatnya diklasifikasikan sebagai reassuring.
Suspicious
: Bila salah satu gambaran diklasifikasikan sebagai non-reassuring,
yang lainnya normal.
Pathologis
: Bila dua atau lebih gambaran diklasifikasikan sebagai non
reassuring, atau satu atau lebih diklasifikasikan abnormal.
3. Tes dengan tekanan (Stress Test) atau tes dengan oxytosin (Oxytocin challenge
Test = OCT)
1) Batasan.
Cara pemeriksaan kesejahteraan janin dengan menggunakan kardiotokografi,
untuk melihat hubungan antara perubahan denyut jantung janin dengan kontraksi
uterus.
2) Indikasi.
Ada gambaran NST yang mencurigakan atau patologis.
3) Indikasi kontra.
a. Bekas SC
b. Kehamilan ganda
c. CPD
d. Perdarahan ante partum.
e. Inkompeten serviks/pasca operasi serviks
4) Komplikasi.
Persalinan preterm.
5) Prosedur Pelaksanaan
a. Prinsipnya adalah mengusahakan timbulnya kontraksi uterus 3 kali dalam 10
menit dengan menggunakan titrasi oksitosin sintetik.
Pasien ditidurkan secara semi fowler miring kiri 450
Tekanan darah diukur tiap 10 menit.
Dipasang alat kardiotokografi.
Selama 10 menit pertama supaya dicatat data dasar seperti frekwensi,
akselerasi, variabilitas.
Gerakan janin dan kontraksi uterus yang spontan.
b. Bila belum ada kontraksi uterus, tetesan oksitosin dimulai 8 tetes/menit, dan
dinaikan 4 tetes setiap 15 menit sampai didapatkan kontraksi uterus 3 kali
dalam 10 menit.
128
c. Bila sudah ada kontraksi uterus, tetapi frekwensinya ku rang dari 3 kali/10
menit, tetesan oksitosin dimulai 4 tetes/menit, dan dinaikan 4 tetes tiap 15
menit sampai didapatkan kontraksi uterus 3 kali/10 menit.
d. Bila kontraksi uterus yang diinginkan belum tercapai maka tetesan oksitosin
dinaikan sampai maksimal 40 tetes/ menit.
e. Tetesan oksitosin dihentikan apabila terjadi:
Tiga kali kontraksi dalam 10 menit lama 60 detik.
Kontraksi uterus hipertonus ( tonus basal lebih dari 20 mmHg).
Deselerasi lambat.
Deselerasi memanjang.
Selama satu jam hasilnya tetap mencurigakan (suspicious).
f. Bila hasil yang diperoleh negatif, mencurigakan, tidak memuaskan, maka
pasien tetap diawasi selama 2 jam setelah tetesan oksitosin dihentikan.
6) Kriteria pembacaan hasil.
a. Negatif:
Tidak terdapat deselerasi lambat
Garis dasar denyut jantung janin abnormal.
Garis dasar variabilitas denyut jantung janin normal.
Terjadi akselerasi pada gerakan janin.
Bila hasil OCT negatif maka kehamilan dapat diteruskan sampai 7 hari lagi,
selanjutnya dilakukan OCT ulangan.
b. Positif:
Terjadi deselersi lambat menetap dari sebagian besar kontraksi uterus
(lebih dari 2/3 kontraksi) meskipun variabilitas normal dan terdapat
akselerasi.
OCT positif menandakan adanya insufisiensi plasenta, kehamilan harus
segera diakhiri
c. Mencuriggakan:
Terjadi deselerasi lambat, yang tidak menetap/hanya terjadi bila ada
kontraksi yang hipertonus (basal tone lebih dari 20mmHg/amplitudo
lebih dari 80 mmHg/menit.
Bila dalam pemantauan 10 menit meragukan ke arah positif atau
negatif.
Takikardi positif.
OCT mencurigakan maka harus dilakukan pemeriksaan ulangan 1-2 hari
kemudian.
d. Tidak memuaskan:
Kontraksi uterus kurang dari 3x/10 menit.
Pencatatan tidak sempurna, terutama pada akhir kontraksi uterus.
Pemeriksaan harus diulang pada hari berikutnya.
e. Hiperstimulasi:
Terjadi lebih dari 5 kali kontraksi uterus dalam 10 menit.
Lama kontraksi lebih dari 90 detik.
Tonus basal uterus meningkat lebih dari 20 mm Hg/menit.
129
Tatacara
a. Memperbaiki sirkulasi darah intra uterin
Posisi ibu : miring ke kiri
Pemberian cairan : RL atau NaCI 0,9% 28 tetes/menit
Relaksasi uterus dengan cara : hentikan oksitosin, berikan tokolitik
Magnesium Sulfat.
b. Memperbaiki oksigenasi janin dengan pemberian Oksigen 5-7 l / menit
dengan sungkup.
130
Admision Test/KTG
Normal
Suspicious
Patologis
Suspicious atau
Patologis
Suspicious
Negatif
Rawat Jalan
Normal
Lahirkan/
KTG intermiten tiap
2jam sampai lahir
OCT/BPP
Suspicious
Tidak memuaskan
Hyperstimulasi
Positif
Lahirkan
Sesuai
kriteria dan
rekomendasi
BPP
Hentikan
Pemantauan
DAFTAR PUSTAKA
1. Gauge S.M. CTG Made Easy fourth edition,Churcill Livingstone, Elsevier 2012, p.14132
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
24.
Manning F.A, Fetal Biophysical Profile Score: Theoritical Considerations and
Practical Aplication, p.707-711,t.t.
Hoop H, Nonnenmacher A. Evidance-based Fetal Assessment, Department of
Obstetrics, Charite University Hospital, Campus Benjamin Franklin, Berlin Germany,
2008.
FIGO News, Guideline for The Use of Fetal Monitoring, International Journal of
Gynaecology and Obstetric, 1986.
SOGC Clinical Practice Guideline, Fetal Health Surveillance: Antepartum and
Intrapartum Consensus Guideline. No 197 2007.
Bano B.et al, Fetal Biophysical Profile; as tool to predict fetal outcome, Profesional
Med. Journal 2010.
Gondo H.K, Suwardewa T.G.A, Kardiotokografi, mengerti dan memahami denyut
jantung janin, Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2002.
Shafer B.L, Parer J T, Antepartum Fetal Monitoring, in Queenans Management of
High-Risk Pregnancy. Sixth ed. 2012. P.79-85.
133
Batasan:
Partograf WHO, adalah alat sederhana untuk pemantauan ibu bersalin yang berisi
tentang kemajuan persalinan, kondisi ibu dan kondisi anak.
Tujuan : mencegah partus lama dan partus kasep dan juga memberi petunjuk
kapan seharusnya melakukan rujukan/konsultasi atau tindakan.
Indikasi Partograf WHO :
Partograf WHO dipakai untuk :
1)
Kasus kehamilan resiko rendah.
2)
Pada kasus KRT yang diduga bisa lahir pervaginanm boleh dipantau
dengan partograf WHO
Ketentuan Pemakaian Partograf WHO :
1) Pengisian kolom-kolom mengenai data tentang ibu dan anak sesuai dengan
cara pengisian partograf WHO .
2) Tidak membedakan primigravida dan multigravida.
3) Kriteria penetapan inpartu bila minimal 2 tanda dibawah ini
a. Minimal ada his 3kali dalam 10 menit.
b. Ada penipisan serviks serta pembukaan.
c. Pembawa tanda : lendir campur darah (+)
4) Tidak ada penggunaan istilah observasi inpartu. Bila tanda-tanda inpartu
seperti (ad.3) tidak ada, maka pasen dipulangkan dengan Komunikasi
Informasi Edukasi kapan seharusnya melakukan pemeriksaan ulang. Untuk
pasien dari luar kota. pasien dipulangkan atas persetujuan chief.
5) Bila grafik/garis pembukaan melewati garis waspada, maka merupakan kasus
patologis dan selanjutnya ditangani oleh peserta PPDS I tingkat patol. Dan
bila garis pembukaan memotong garis tindakan, maka peserta FPDS I tingkat
patol menyerahkan penanganan kepada peserta PPDS I tingkat chief dan
mengambil tindakan/keputusan sesuai dengan indikasi serta syarat yang ada
dengan memperhatikan catatan observasi sebelumnya.
6) Bila terjadi seperti (ad.5) maka penderita harus diobservasi dengan seksama
dan tetap memperhatikan CHPB, temperatur dan tanda-tanda vital lainnya
sampai tindakan dilakukan.
7) Tindakan hanya dilakukan bila grafik memotong garis tindakan. Untuk kasus
KRT yang dievaluasi dengan Partograf maka bila grafik memotong garis
waspada, maka sudah harus dipikirkan untuk mengambil tindakan yang
keputusannya diambil setelah konsultasi dengan supervisor jaga.
8) Penderita dengan rujukan, dengan partograf maupun tidak, ditangani langsung
oleh residen tingkat patol. Rujukan dengan partograf yang diisi dengan benar
akan dilanjutkan evaluasinya dengan tetap memperhitungkan jam
pemeriksaan terdahulu.
9) Pemeriksaan dalam dilakukan setiap 4 jam sekali, kecuali bila ada indikasi
seperti ketuban pecah, gawat janin, RUI, dan ibu ingin mengejan.
10) Partograf dipakai hanya untuk menilai partus kala I dan bila pembukaan
lengkap (kala II), maka tindakan selanjutnya berdasarkan indikasi obstetri
biasa (seperti misal terjadinya : kala II lama, gawat bayi, ruptura uteri
iminens (RUI), Retensio plasenta, HPP dll.
11) Pengawasan harus lebih ditingkatkan, segera dilaporkan bila : ibu panas,
134
135
Definisi
Operasi bedah sesar (OBS) adalah cara melahirkan anak dengan cara melakukan
pembedahan / operasi lewat dinding perut dan dinding uterus untuk melahirkan
anak yang tidak bisa dilakukan pervaginam atau oleh karena keadaan lain yang
mengancam ibu dan atau bayi yang mengharuskan kelahiran dengan cara segera
sedangkan persyaratan pervaginam tidak memungkinkan.
Pegangan dasar
1) Persalinan terbaik adalah yang alamiah,pervaginam dan non trauma baik
untuk ibu dan bayinya.
2) Bila cara tersebut gagal barulah dipikirkan untuk melakukan tindakan operatif.
3) OBS dilakukan berdasarkan indikasi tertentu.
4) Dilakukan di kamar operasi IRD atau IBS oleh dokter setingkat Chief Residen
dan spesialis.
5) Tim operasi terdiri dari minimal: seorang operator,seorang staf anastesi,
seorang asisten residen, seorang perawat instrumen, staf terampil dari unit
neonatal dan paramedis pembantu.
6) Pilihan operasi utama adalah yang tipe irisan melintang di segmen bawah
uterus sedangkan OBS tipe klasik menjadi pilihan yang kedua.
7) Operasi dapat bersifat primer,elektif atau darurat cito.
8) OBS yang ketiga diusulkan pada pasen untuk melakukan sterilisasi/
tubektomi.
Indikasi
1)
2)
3)
4)
5)
Persiapan Operasi
1) Pasen dipasagn infus larutan RL/RD/NaCL 0,9% dan daerah operasi
dibersihkan dengan melakukan pencukuran rambut. Pemasangan kateter Foley
serta kantung penampungan urine.
2) Mengambil contoh darah untuk persiapan donor darah
3) Dipastikan lagi KIE, konseling serta permintaan informed consent pada pasen
dan keluarganya.
4) Penggantian pakaian operasi untuk pasen
5) Persiapan instrumen :OBS kit yang sudah steril
136
6) Persiapan operator & asisten memakai pelindung plastik, masker dan penutup
kepala serta mencuci tangan dengan hibiscrub dan selanjutnya memakai jas
operasi steril.
Peralatan operasi:
1) Di ruang operasi IBS dan IRD memang sudah ada pertolongan
gawat/emergency saat operasi berlangsung. Peralatan anestesi, tabung gas N 20
serta Oksigen.
2) Alat-alat untuk OBS biasa dilakukan persiapan dan kemungkinan dilengkapi
dengan persiapan bila ada komplikasi operasi.
Alat-alat yang disiapkan:
1) Duk steril, pakaian steril operator, asisten, instrumen dan penerima bayi
2) Klem untuk duk sebanyak 6 buah
3) Pisau bedah tajam 1 buah
4) Arteri klem 6 buah
5) Hack fascia kecil I buah.
6) Hack/retractor abdomen 2 buah
7) Klemp Mickulik 4 buah
8) Kasa abdomen dua rol
9) Gunting tajam 2 buah
10) Pemegang jarum 2 buah, panjang dan pendek, serta satu set jarum tajam dan
tumpul dan cat gut bermacam ukuran
11) Alat kuret, untuk persediaan
12) Klem Kromp 4 buah
13) Klem Kocher 4 buah
14) Alat isap dan kanulnya
15) Spuit steril serta obat-obatan : methergin, oksitosin sinietis, bethadine, alkohol
dll
Protokol Operasi
1) Protokol Umum
a. Jenis anestesi yang dilakukan tergantung pertimbangan saat itu, dan bisa
berupa anestesi umum (general) atau memakai lumbal block anestesi
sesuai dengan keperluannya.
b. Daerah operasi, vulva dan perut bagian bawah sampai daerah dada
pasen dilakukan tindakan asepsis dengan memakai larutan Bethadine atau
memakai larutan iodium dan alkohol 90%.
c. Pasen ditutup dengan kain steril untuk mempersempit lapangan operasi
d. Irisan pada dinding perut linea mediana membujur (pilihan pertama) atau
memilih cara insisi Pfannenstil, sepanjang 10-12 cm, diperdalam sampai
peritonium, sambil merawat perdarahan yang ada.
e. Setelah masuk ruang peritonium dimasukkan kasa steril dibasahkan
dengan larutan garam fisiologis untuk menyisihkan usus ke arah atas.
f. Uterus diidentifikasi dan dicari segmen bawah uterus (SBR) dan dilakukan
insisi melintang dengan pisau tajam dan diperlebar kesamping dengan
gunting dengan perlindungan tangan yang satunya. Insisi diperdalam
sampai tembus dan kantong ketuban kelihatan.
137
138
0
0
3
-3
Firm
posterior
1
1-2
2
-2
Medium
mid
2
3-4
1
-1
Soft
anterior
3
5+
0
+1, +2
5) Pada umumnya untuk akselerasi dibutuhkan jumlah tetesan infus yang lebih
sedikit, oleh karena itu setiap menambah tetesan harus memperhatikan his yang
sudah timbul.
6) Bisa terjadi hiperstimulasi, timbulnya gawat bayi atau ruptura uteri iminens.
7) Ibu dengan infus oksitosin tidak boleh ditinggal sendirian tanpa pengawasan.
Protap oksitosin infus:
1) Dengan adanya Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal yang menjadi pegangan nasional serta akan menjadi bahan yang akan
diujikan pada ujian residen nasional maka dilakukan perubahan tata cara oksitosin
infus yang mengacu pada buku tersebut.
2) Infus oksitosin 2,5 unit dalam 500 cc dekstrose (atau garam fisiologik) mulai
dengan 10 tetes per menit (tabel.2 dan tabel3).
3) Naikan kecepatan infus 10 tetes per menit tiap 30 menit sampai kontraksi adekuat
(3 kali tiap 10 menitdengan lama lebih dari 40 detik) dan pertahankan sampai
terjadi kelahiran.
4) Jika terjadi hiperstimulasi (lama kontraksi lebih dari 60 detik) atau lebih dari 4
kali kontraksi dalam 10 menit, hentikan infus dan kurangi hiperstimulasi dengan:
a. Terbutalin 250 mcg i.v pelan-pelan selama 5 menit, atau
b. Salbutamol 5 mg dalam 500 ml cairan (garam fisiologis atau ringer laktat) 10
tetes per menit.
Tetes
permenit
Konsentrasi oksitosin
139
Dosis
(Miu/mnt
Volume
infus
Total
volume
infus
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
sama
sama
sama
sama
sama
5 unit dalam 500 ml dektrose atau garam
fisiologis (10 mIU/ml)
3,5
4,0
4,5
5,0
sama
sama
sama
10 unit dalam 500 ml dekstrose atau
garam fisiologis (20 mIU/ml
5,5
6,0
6,5
7,0
sama
sama
sama
sama
10
20
30
40
50
60
3
5
8
10
13
15
0
15
30
45
60
75
0
15
45
90
150
225
30
40
50
60
15
20
25
30
90
45
60
75
315
360
420
495
90
45
60
75
90
585
630
690
765
855
30`
40
50
60
60
30
40
50
60
60
Tabel 3. Ekskalasi Cepat pada Primigravida. Kecepatan infus oksitosin untuk induksi
persalinan
Waktu
Sejak
induksi
(jam)
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
Konsentrasi oksitosin
2,5 unit dalam 500 cc dekstrose atau
garam fisiologis (5 ml U/ML).
4,0
4,5
5,0
Tetes
permenit
Dosis
(Miu/mnt)
Volume
infus
Total
volume
infus.
15
30
45
60
30
8
11
15
15
23
45
58
90
23
68
135
225
45
60
30
23
30
30
45
68
90
270
338
428
45
60
60
45
60
60
45
68
90
473
540
630
5) Jika tidak tercapai kontraksi yang adekuat (3 kali tiap 10 menit dengan lama
lebih dari 40 detik) setelah infus oksitosin mencapai 60 tetes per menit.
140
1. Latar Belakang:
Nyeri pada persalinan ini menjadi bagian yang paling ditakuti oleh sebagian
besar ibu hamil.
Sehingga sebagaian ibu hamil memilih untuk menghindari proses persalinan
spontan dengan melakukan operasi seksio sesarea sebagai cara untuk
melahirkan bayi yang dikandungnya.
Meningkatnya angka seksio sesarea di seluruh penjuru dunia sebagian
disebabkan karena permintaan ibu hamil dengan alasan takut akan nyeri
persalinan ini.
Penurunan keberhasilan persalinan normal terjadi oleh karena ketakutan ibu
hamil akan nyeri persalinan, atau tidak mampunya ibu hamil menahan dan
menerima nyeri persalinan saat persalinan dilalui oleh mereka.
Oleh karena hal tersebut di atas, maka pengelolaan nyeri persalinan merupakan
hal yang sangat penting untuk diperjuangkan dan disediakan dalam setiap
pelayanan persalinan.
2. Patofisiologi:
2.1 Pengertian Nyeri Persalinan
Nyeri merupakan proses fisiologis berupa rangsangan tidak enak yang
menimbulkan rasa takut dan khawatir, yang dapat mengakibatkan pengurangan
aliran darah ibu-janin. Nyeri persalinan dapat diukur dengan menggunakan alat
seperti Visual Analogue Scale (VAS) yang mencoba mengukur karakteristik atau
prilaku yang diyakini untuk mengukur derajat nyeri yang berjalan secara kontinyu
yang tidak mudah diukur secara langsung.
2.2. Penyebab nyeri
1. Membukanya mulut rahim
2. Kontraksi dan peregangan rahim
3. Kontraksi mulut rahim
4. Peregangan jalan lahir bagian bawah.
5. Peregangan jalan lahir oleh kepala janin pada akhir kala pembukaan dan selama
kala pengeluaran menimbulkan rasa nyeri paling hebat dalam proses
persalinan.
2.1. Serabut Syaraf Penghantar Nyeri Persalinan
Pada waktu mulai terjadinya pembukaan atau mulai terjadinya kontraksi rahim
secara teratur sampai pembukaan jalan lahir lengkap, maka rasa nyeri yang
timbul diteruskan oleh syaraf yang keluar dari ruas Thorakal 11 dan 12. dan
bagian pinggang (L1).
Sedangkan nyeri yang timbul setelah pembukaan lengkap sampai bayi lahir
diteruskan oleh syaraf yang keluar dari tulang belakang bagian selangkangan
(sakral) ke-2, ke-3, dan ke-4.
3. Metode untuk mengurangi nyeri persalinan
142
IV & IM
Simultaneously
Usually 100-150
mg q 3-4 hrs prn
Slow IV push 25
mg with
subsequent dose
of 25mg q 2-3
hrs prn to a
maximum dose
of 100mg
25mg IV with
1.0-1.5 mg/kg
IM at the same
time
10-15
2-4
1 minute
2-4
IV action within
1 minute/ IM
action 10-15
minutes
2-4
143
c. Fleksibel. Pasien dalam fase laten persalinan dapat diberikan fentanil atau
sulfentanil intrathecal ( single shot ) dan dibiarkan bejalan-jalan. Pada
multipara dengan pembukaan serviks diatas 8 cm dapat diberikan dosis tunggal
petidin atau gabungan narkotik dan anestetik lokal intrathecal untuk
menghasilkan analgesia yang cepat dan penuh selama fase aktif persalinan dan
kelahiran.
3.1.4. Paracervical Block
Metode ini digunakan untuk menghilangkan rasa sakit pada persalinan tahap
pertama.
3.1.5.. Block saraf perineal dan pudendal
Blok syaraf perineal adalah pemberian suntikan ke jaringan yang terobek yaitu
antara jalan masuk ke vagina dan anus. Blok syaraf pudendal adalah suntikan
untuk mengebalkan syaraf yang mengirim informasi sakit kepada area vulva
ketika bayi melewati pinggul.
3.1.6. Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS)
Mesin TENS merangsang tubuh untuk memproduksi senyawa penghilang rasa
sakit alamiah.
3.2. Tindakan non medis
3.2.1. Massage (pemijatan)
3.2.1.1. Pengertian
Massage adalah melakukan tekanan tangan pada jaringan lunak, biasanya otot,
tendon atau ligamentum tanpa menyebabkan gerakan atau perubahan posisi sendi
untuk meredakan nyeri, menghasilkan relaksasi atau memperbaiki sirkulasi.
(Mander, R.2004).
3.2.1.2 Tekhnik
a) Effleurage
Tekhnik pemijatan usapan lembut, lambat dan panjang, tidak putus-putus,
dilakukan dengan menggunakan ujung-ujung jari yang ditekan lembut dan ringan
dan diusahakan ujung jari tidak lepas dari permukaan kulit.
b) Counter pressure
Teknik pijatan kuat dengan cara letakkan tumit tangan atau juga menggunakan
bola tennis, tekanan dapat diberikan dalam gerakan lurus atau lingkaran kecil.
(Danuatmaja,B. 2004)
3.2.1.3. Massage yang digunakan untuk mengurangi nyeri persalinan:
a) Massage kaki
b) Massage tangan
c) Massage punggung: Masaage efluerage dapat dilakukan di punggung yang
tujuan utamanya adalah relaksasi. Waktu dilakukan massage punggung adalah
pada saat kontraksi rahim pada kala pembukaan karena syaraf penghatar nyeri
saat itu berada di bagian punggung. Dan penyebaran nyeri pada kala 1 atau
kala pembukaan yang dominan adalah di bagian punggung bawah.
144
d) Massage bahu
e) Massage perineum
3.2.2 . Hipnosis
Upaya membawa pasien dalam keadaan rileks sehingga otak bekerja di gelombang
alfa. gelombang alfa memberikan kemampuan kepada pasien untuk menghilangkan
rasa sakit. Hal itu dikarenakan sensor penghantar rasa sakit ke otak terhalang oleh
gelombang alfa sehingga ibu yang hipnosisnya berhasil dapat melahirkan tanpa
merasakan sakit.
3.2.3. Relaksasi
Menarik nafas dalam dan menghembuskan dengan rileks dapat mengurangi stress
melahirkan.
3.2.4. Posisi Melahirkan
Posisi persalinan, perubahan posisi dan pergerakan yang tepat akan membantu
meningkatkan kenyamanan/ menurunkan rasa nyeri, meningkatkan kepuasan akan
kebebasan untuk bergerak, dan meningkatkan kontrol diri ibu.
Perubahan posisi secara adekuat akan dapat merubah ukuran dan bentuk pelvic
outlet sehingga kepala bayi dapat bergerak pada posisi optimal di kala I, berotasi
dan turun pada kala II. Bergerak dan posisi tegak (upright position) dapat
mempengaruhi frekuensi, lama dan efisiensi kontraksi. Grafitasi membantu bayi
bergerak turun lebih cepat.
Perubahan posisi membantu meningkatkan asupan oksigen secara berkelanjutan
pada janin, yang berbeda jika ibu berbaring horizontal karena dapat menyebabkan
terjadinya hipotensi.
3.2.5. Terapi bola-bola persalinan
Bola-bola persalinan membantu bayi bergerak menuju mulut rahim.
Dipilh 6 metode medis dan 5 metode non medis dalam pengelolaan nyeri pada
persalinan yang direkomendasikan pada standard pelayanan operasional.
4. Pelaksanaan pelayanan pengelolaan nyeri persalinan adalah:
4.1. Teknik medis:
No
Teknik
PIC
1
Analgetik
DPJP
2
Spinal Block
Tim Nyeri RSUP
3
Intrathecal Labor Analgesia
Tim Nyeri RSUP
4
Paracervical Block
DPJP/Tim Nyeri SMF
OBGIN
5
Block saraf perineal dan pudendal DPJP/Tim Nyeri SMF
OBGIN
6
Transcutaneous electrical nerve Tim Nyeri SMF
stimulation (TENS)
OBGIN
145
Keterangan
Tim Anestesi
Tim Anestesi
PIC
Bidan/DPJP/Fisioterapist
Tim Nyeri SMF OBGIN
Bidan/DPJP
Bidan/DPJP
Bidan/DPJP
146
Keterangan