Anda di halaman 1dari 147

PROTAP DIVISI FETOMATERNAL

BAG/SMF OBGIN FK UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR

Tim Penyusun :
Prof. Dr. dr. I Gede Putu Surya, SpOGK
Prof. dr. Made Kornia Karkata, SpOGK
dr. Tjok. G.A. Suwardewa, SpOGK
dr. A.A.N. Jaya Kusuma, SpOGK
dr. I Nyoman Hariyasa Sanjaya, SpOGK, MARS
dr. Ketut Surya Negara, SpOGK
dr. I Wayan Artana Putra, SpOG
dr. A.A.G. Raka Budayasa, SpOG
dr. Agus Rusdhy Hariawan Hamid, SpOG
dr. A.A.G. Putra Wiradnyana, SpOG

2012

1. ASUHAN ANTENATAL
Definisi:
Asuhan pranatal adalah asuhan yang diberikan kepada ibu hamil dengan tujuan
menyelaraskan ibu dan janin agar terhindar dari komplikasi dan menurunkan insiden
morbiditas/ mortalitas perinatal dan maternal.
Tujuan:
Menyelaraskan ibu dan janin terhadap proses kehamilan, menurunkan morbiditas dan
mortalitas ibu dan bayi dengan melakukan identifikasi kehamilan berisiko, melakukan
intervensi untuk mencegah atau mengobati komplikasi yang timbul, memberikan edukasi
dan promosi kesehatan yang mempunyai manfaat jangka panjang untuk ibu dan
keluarganya.
Ibu hamil yang kemungkinan memerlukan asuhan khusus
Dengan penyakit jantung, termasuk hipertensi
Dengan penyakit ginjal
Dengan kelainan endokrin atau riwayat diabetes
Dengan kelainan psikiatri
Dengan kelainan hematologi
Dengan kelainan autoimun
Mendapat terapi farmakologi (antidepresan, antikonvulsi, dsb)
Riwayat infertilitas atau mendapat teknologi reproduksi berbantu
Kehamilan ganda
Preeklamsia
Diabetes gestasional yang memerlukan insulin
Pengguna NAPZA (termasuk perokok, alkohol, heroin, marijuana, kokain, ekstasi,
dan amfetamin)
Obesitas (IMT >30)
Kurus (IMT <18.5)
Ibu hamil yang rentan ( seperti remaja, miskin, hambatan bahasa) yang tidak
mendapat dukungan sosial
Ibu hamil yang terpapar kekerasan rumah tangga
Dengan keganasan
Dengan infeksi kronik (HIV, Hep C, HSV, Hep B, dsb)
Dengan kelainan medis/ operatif kronik (epilepsi, asma berat, lupus, dsb)
Usia > 35 tahun
Keadaan lain yang ditentukan oleh tenaga kesehatan
Ibu hamil dengan riwayat penyakit berikut pada kehamilan sebelumnya
kemungkinan memerlukan asuhan khusus
Keguguran berulang
1

Persalinan preterm
Preeklamsia, eklampsia, atau sindrom HELLP
Isoimunisasi rhesus atau grup antibodi darah lainnya yang bermakna
DMG yang memerlukan insulin
Psikosis puerperalis
Grandemultipara ( 5 kali)
Stillbirth atau kematian neonatus
BBLR (< persentil 10)
Besar masa kehamilan (> persentil 90)
Riwayat bayi dengan kelainan kongenital (struktural atau kromosomal)
Operasi di uterus (misal : seksio sesaria, miomektomi, biopsi konisasi atau LEEP)
Perdarahan antepartum atau postpartum
Keadaan lain yang ditentukan oleh tenaga kesehatan

Jadwal asuhan pranatal

Rata-rata kunjungan 7-12 kali per kehamilan.


Kunjungan minimal yang harus dilakukan adalah 4 kali, bahkan untuk daerah
terpencil.
ANC s/d 12 minggu : skrining awal (deteksi dini kelainan ibu dan bayi) dan
dating umur kehamilan.
ANC kehamilan 18 20 minggu untuk mengetahui anonmali janin.
ANC kehamilan > 20 minggu : follow up tumbuh kembang janin.
Bila terdapat penyulit/sesuatu yang mencurigakan harus dilakukan kolaborasi
dengan bagian fetomaternal
Ibu hamil diberikan suplementasi yang sesuai dengan angka kebutuhan vitamin
dan mineral menurut standar WHO.
Tabel 1. Anjuran Konseling, Skrining, dan Intervensi pada Asuhan Pranatal pada
kunjungan awal < 14 minggu.
Penilaian/Prosedur
Anamnesis lengkap dan identifikasi risiko
Penghitungan taksiran persalinan berdasarkan hari pertama haid terakhir
Skrining tekanan darah dasar
Berat badan dan BMI
Skrining kekerasan domestik
Vaksinasi sesuai dengan kebutuhan
Rujukan untuk asuhan khusus berdasarkan anamnesis
Ditawarkan untuk skrining USG aneuploidi pada 11-13 6/7 minggu
Pemeriksaan laborartorium
2

Pemeriksaan darah lengkap; golongan darah dan rhesus; IgG rubela;


RPR; HbsAg; HIV
Pemeriksaan urin dipstik untuk protein dan glukosa
Urinalisis dan kultur urin
Gonore / Klamidia *
Pap smear *
Skrining pertanda ganda aneuploidi*
Skrining tambahan sesuai dengan riwayat penyakit dan preeklamsia*
Edukasi/ Konseling
Menghentikan bahan berbahaya
Olahraga / aktivitas
Nutrisi
o Pertambahan berat badan
o Suplemen
o Makanan yang aman
Pemberian ASI
Edukasi/ Konseling tidak terbatas pada usia kehamilan
Tanda bahaya
Perawatan gigi
Keluarga Berencana
*
Pada keadaan khusus

Tabel 2. Anjuran Konseling, Skrining, dan Intervensi pada Asuhan Pranatal pada
kunjungan 14 24 minggu.
Penilaian/Prosedur
Denyut jantung janin
Tinggi fundus
Gerakan janin
Tekanan darah
Berat badan
Skrining USG untuk anatomi dan TVS untuk pengukuran panjang
serviks, saat UK 18-22 mg pada kasus risiko persalinan preterm.
Pemeriksaan laborartorium
Skrining pertanda aneuploidi
Proteinurin dipstik bila diperlukan
Edukasi/ Konseling
Memeriksa dan mendiskusikan hasil pemeriksaan
Edukasi/ Konseling tidak terbatas pada usia kehamilan
Tanda bahaya
Perawatan gigi
Keluarga Berencana
3

Tabel 3. Anjuran Konseling, Skrining, dan Intervensi pada Asuhan Pranatal pada
kunjungan 24-28 minggu.
Penilaian/Prosedur
Denyut jantung janin
Tinggi fundus
Gerakan janin
Tekanan darah
Berat badan
Immunoglobulin Rh bila perlu
Skrining untuk kekerasan domestik
Pemeriksaan laborartorium
Pemeriksaan diabetes gestational; ulang CBC
Skrining antibodi bila diperlukan
Proteinuria dipstik bila diperlukan
Edukasi/ Konseling
Gejala dan tanda persalinan preterm
Edukasi/ Konseling tidak terbatas pada usia kehamilan
Persiapan, pilihan, gejala dan tanda persalinan
Perjalanan
Persalinan percobaan pasca seksio sesarea
Tabel 4. Anjuran Konseling, Skrining, dan Intervensi pada Asuhan Pranatal pada
kunjungan awal 28-34 minggu
Penilaian/Prosedur
Denyut jantung janin
Tinggi fundus
Gerakan janin
Tekanan darah
Berat badan
Pemeriksaan laborartorium
Proteinuria dipstik bila diperlukan
Edukasi/ Konseling
Gejala dan tanda persalinan preterm
Gejala dan tanda preeklamsia
4

Edukasi/ Konseling tidak terbatas pada usia kehamilan


Persiapan, pilihan, gejala dan tanda persalinan
Perjalanan
Persalinan percobaan pasca seksio sesarea.

Tabel 5 . Anjuran Konseling, Skrining, dan Intervensi pada Asuhan Pranatal pada
kunjungan 34-41 minggu.
Penilaian/Prosedur
Denyut jantung janin
Tinggi fundus/ taksiran berat janin
Gerakan janin
Presentasi janin
Tekanan darah
Berat badan
Pemeriksaan laborartorium
Proteinuria dipstik bila diperlukan
HIV (kalau belum dicek)
Edukasi / Konseling
Tanda persalinan / kapan harus menelepon
Tanda dan gejala preeklamsia
Manajemen lewat waktu
Pemberian ASI
Edukasi / Konseling tidak terbatas pada usia kehamilan
Persiapan, pilihan, gejala dan tanda persalinan
Perjalanan
Persalinan percobaan pasca seksio sesaria

PROSEDUR ASUHAN
Kunjungan pertama
Optimal dilakukan sebelum hamil 12 minggu.
Diberikan informasi tentang bagaimana asuhan kehamilan akan diberikan, tujuan
pemberian asuhan, tes skrining yang ditawarkan, anjuran untuk pola hidup sehat,
termasuk nutrisi dan olahraga .
Riwayat Penyakit
Harus dilakukan evaluasi riwayat penyakit dengan seksama, khususnya untuk
mengevaluasi risiko kehamilan.
5

Identifikasi ibu hamil yang berisiko tinggi yang perlu mendapat perhatian khusus.
Dilakukan pemeriksaan USG untuk menentukan taksiran persalinan apabila hari
pertama haid terakhir tidak diyakini.

Pemeriksaan fisik
Harus dilakukan pemeriksaan fisik menyeluruh (lihat tabel) dan terarah sesuai
identifikasi risiko.
Pada kunjungan pertama ini tinggi badan dan berat badan wajib diukur untuk
untuk indeks massa tubuh {IMT= berat (kg)/ tinggi kuadrat (m2)}.
Penentuan IMT harus dilakukan pada berat badan saat awal kehamilan.
Penentuan IMT ini berhubungan dengan risiko kehamilan seperti diabetes dan
persalinan preterm, serta risiko persalinan seperti distosia bahu, seksio sesaria,
BBLR.
Tabel 6. Kategori Indeks Massa Tubuh (IMT)
Kategori berat
IMT
Kurus
Normal
Gemuk
Obesitas (kelas I)
Obesitas (kelas II)
Obesitas ekstrim (kelas III)

< 18.5
18.5-24.9
25-29.9
30-34.9
35-39.9
> 40

Pengukuran tekanan darah dilakukan pada setiap kunjungan asuhan pranatal.


Tujuan pengukuran tekanan darah untuk mengidentifikasi ibu hamil dengan
hipertensi kronik.
Tekanan darah diastolik > 80 berhubungan dengan risiko preeklamsia. Tekanan
darah diukur dengan posisi lengan ibu hamil setinggi jantung, dalam keadaan
duduk atau berbaring setengah duduk, dengan menggunakan cuff yang sesuai
(panjangnya 1.5 x lingkar lengan atas dan lebarnya menutupi > 80% lengan atas).

Periksa dalam
Tidak dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan ini.
Tetapi pemeriksaan ini dapat dilakuan untuk menilai patologi ginekologi
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan. lihat tabel 9
Kunjungan berikut
Kunjungan berikut harus memberikan:

Pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium lanjutan dan pemeriksaan atas


indikasi
Penilaian tentang faktor risiko dan rencana intervensi bila ada
Edukasi dan promosi kesehatan khusus untuk ibu hamil tersebut
Kesempatan untuk berdiskusi dan tanya jawab

Pemeriksaan fisik lanjutan


Berat badan
Penambahan berat badan yang optimal berhubungan dengan luaran kehamilan
yang lebih baik.

Tabel 7. Total penambahan berat badan ibu hamil yang dianjurkan (kg)
IMT
Kehamilan Tunggal
Gemeli
<18.5
18.5-24.9
25.0-29.9
>30

12.5-18
11.5-16
7-11.5
5-9

Tidak ada data


17-25
14-23
11-19

Tekanan darah
Harus diperiksa dan dicatat pada setiap kunjungan
Denyut jantung janin
Harus diperiksa dan dicatat pada setiap kunjungan
Pengukuran tinggi fundus uteri (simfisis-fundus)
Dapat dilakukan bila usia kehamilan lebih dari 24 minggu sampai 41 minggu.
Dapat mendeteksi pertumbuhan janin terhambat dan makrosomia, tetapi ada
faktor kesalahan intra- dan inter- pemeriksa.
Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam untuk menilai serviks tidak direkomendasikan untuk
menskrining persalinan preterm.
Gerakan janin
Ibu hamil dapat dianjurkan untuk memperhatikan gerak janin sejak usia
kehamilan atau sekitar 28 minggu.
Pemeriksaan Leopold

Dilakukan sejak usia kehamilan 34 minggu untuk menilai taksiran berat janin dan
presentasi. Dapat ditawarkan pemeriksaan USG untuk konfirmasi dan
kemungkinan intervensi.
Palpasi abdomen harus dilakukan untuk menilai presentasi janin sejak minggu ke36 kehamilan.

Pemeriksaan pelvimetri
Tidak cukup data bahwa pemeriksaan ini terbukti dapat memprediksi distosia saat
persalinan.
Tabel 8. Rekomendasi untuk Asuhan Pranatal Rutin
Komponen
Pemeriksaan

Rekomendasi

Level

Keterangan

Palpasi
Abdomen

Palpasi abdomen harus dilakukan untuk


menilai presentasi janin sejak minggu ke-36
kehamilan

Palpasi
abdomen
tidak
perlu
dilakukan sebelum 36 minggu,
karena potensial tidak akurat dan
tidak nyaman untuk pasien

Pengukuran
tekanan darah

Tidak diketahui berapa sering tekanan darah


harus
diukur,
tetapi
banyak
yang
menyatakan harus diukur setiap kunjungan
antenatal

Evaluasi edema

Edema terjadi pada 80% ibu hamil. Tidak


mempunyai spesifitas dan sensitivitas untuk
mendiagnosis preeklamsia

Denyut jantung
janin

Auskultasi denyut jantung janin dianjurkan


dilakukan setiap kunjungan antenatal. Bunyi
jantung janin sebagai konfirmasi janin hidup,
tetapi tidak ada bukti bermanfaat untuk hal
klinik lain atau mempunyai nilai prediktif
Penghitungan gerak janin rutin tidak perlu
dilakukan

Hitung gerak
janin

Pengukuran
tinggi
simfisisfundus

Urinalisis

Pada ibu hamil tanpa faktor risiko untuk


luaran perinatal yang buruk harus waspada
terhadap gerak janin sejak 26-32 minggu
dan melakukan hitung gerak janin bila terasa
gerakannya berkurang
Pada ibu hamil dengan faktor risiko,
dilakukan hitung gerak janin harian pada 2632 minggu dan mendatangi RS segera bila
gerakan janin kurang dari 6 dalam interval 2
jam
Pengukuran tinggi simfisis fundus dilakukan
setiap
kunjungan
antenatal
dalam
sentimeter. Menggambarnya pada grafik
pertambahan tinggi fundus bermanfaat untuk
pemantauan
Semua ibu hamil diperiksa proteinuria pada
kehamilan dini untuk menskrining adanya
kelainan ginjal
Urinalisis dipstik tidak meyakinkan untuk
mendeteksi preeklamsia dini.

Pengukuran protein pada urin 24 jam, lebih


dapat dipercaya, merupakan baku emas,
tetapi tidak praktis. Glukosuria trace tidak

Edema didefinisikan sebagai pitting


edema > +1 setelah bed rest 12 jam,
atau penambahan berat badan 2.3
kg/ minggu
Bunyi
denyut
jantung
janin
memberikan efek psikologis pada
ibu, tetapi potensi manfaatnya belum
pernah diteliti

Pengukuran tinggi simfisis-fundus


mempunyai
efek
kesalahan
interpemeriksa dan intrapemeriksa.
Tetapi pemeriksaan ini mudah dan
murah
Pemeriksaan proteinuria dengan
dipstik bermak -na bila nilainya +3
atau +4

C
Beberapa guideline menganjurkan
untuk menghentikan pemerik -saan
ini secara rutin, tetapi yang lain tetap
mempertahankan
A

Untuk konfirmasi proteinuria lebih


baik menghitung ratio protein

Penimbangan
berat badan

dapat memastikan kelainan, tetapi bila tinggi


dapat bermanfaat
Berat badan dan tinggi badan ibu hamil
harus diukur pada kunjungan pertama, untuk
menentukan
IMT,
sebagai
dasar
rekomendasi pertambahan berat badan
Berat badan ibu hamil harus ditimbang
setiap kunjungan
Pertimbangkan untuk penambahan berat
badan sedikit atau tidak sama sekali pada
ibu hamil dengan obesitas

kreatinin
B

Untuk mengetahui risiko pada ibu


hamil kurus dan gemuk.
Penambahan berat badan tidak
berhbungan
dengan
hipertensi
karena kehamilan

Pemeriksaan lanjutan laboratorium (Lihat tabel 9)


Pada kehamilan 24-28 minggu: ibu hamil dengan faktor risiko DMG harus diskrining
dengan menilai gula darah puasa dan tes toleransi glukosa oral (TTGO) 75g.

Tabel 9. Rekomendasi Skrining Laboratorium Asuhan Pranatal


Tes skrining

Rekomendasi

Level

Keterangan
Skrining
untuk
defisiensi
Fe
dan
hemoglobinopati
Bila darah lengkap abnormal, periksa anemia
defisiensi besi (ferritin) dan hemoglobinopati
(Hb elektroforesis)
Skrining untuk mencegah penyakit hemolitik
pada bayi baru lahir (misal dari isoimunisasi
resus)
Skrining HIV untuk mencegah transmisi ke
bayi

Hb, MCV

Diperiksa

Golongan
darah,
rhesus D
HIV

Diperiksa setiap kehamilan pada trimester


I

Hepatitis C

HbsAg
Pemeriksaan
lain seperti:
serologi B19,
mumps,
CMV
Skrining
Gonore
Urin tengah

Tes toleransi
glukosa dan
gula darah
puasa
Thyroid
Stimulating

Diperiksa pada ibu hamil dengan risiko


tinggi.
Diperiksa pada ibu hamil dengan:

Pengguna narkoba

Hemodialisis

Peningkatan AST persisten

Pernah transfusi

Risiko tinggi terpapar produk darah

HIV positif

Tattoo di tubuh
Diperiksa

A
A

Ditawarkan untuk pemeriksaan serologi


pada perempuan yang terpapar atau
dengan gejala parvovirus, mumps, CMV
untuk menentukan infeksi lama (IgG) atau
infeksi akut (IgM)
Diperiksa pada ibu hamil dengan risiko
tinggi
Diperiksa untuk bakteriuria asimtomatik
pada kehamilan dini dan skrining tiap
trimester pada ibu hamil dengan riwayat
ISK berulang
Ditawarkan untuk diagnosis (case finding)
Diabetes tipe II untuk pasien dengan
faktor risiko: obesitas dan/ atau riwayat
DM di keluarga
Diperiksa pada ibu hamil dengan riwayat
atau gejala penyakit tiroid atau penyakit

Skrining untuk petunjuk investigasi pada ibu


dengan kelainan hati dan untuk kepentingan
bayi (vaksinasi saat lahir)

A
C

Pemeriksaan TTGO 75 g

Kadar subnormal pada kehamilan dini


berhubungan
dengan
gangguan

Hormone
Pap Smear

lain yang berhubungan dengan penyakit


tiroid
Ditawarkan bila ada indikasi

perkembangan intelektual janin


B

Ultrasonografi
Pemeriksaan USG trimester I (sebelum usia kehamilan 14 minggu)
Menentukan taksiran persalinan dan usia kehamilan lebih akurat daripada hari
pertama haid terakhir.
Untuk deteksi dini kehamilan ganda, skrining aneuploidi dengan nuchal
translucency dan diagnosis nonviable-pregnancies.
Pemeriksaan USG anatomi janin trimester II:
Ibu hamil usia kehamilan 18-22 minggu sebaiknya ditawarkan untuk skrining
USG
Meningkatkan deteksi dini kehamilan ganda, dan kelainan kongenital mayor.
Pemeriksaan USG pertumbuhan janin trimester III:
Pemeriksaan USG selektif bermanfaat untuk keadaan tertentu, seperti kecurigaan
pertumbuhan janin terhambat, penilaian indeks cairan amnion untuk dugaan oligo
atau polihidramnion, plasenta previa dan penilaian malpresentasi.
Pemeriksaan rutin Doppler arteria umbilikalis dilakukan pada kasus risiko tinggi
terjadinya insufisiensi plasenta, setelah konsultasi dengan divisi fetomaternal.
Gizi dan Makanan
Ibu hamil harus dianjurkan untuk mengonsumsi makanan gizi seimbang.
Kebutuhan kalori meningkat 340-450 kkal per hari pada trimester kedua dan
ketiga. Penambahan berat badan yang dianjurkan selama kehamilan adalah 11.5
sampai 16 kg pada ibu hamil dengan IMT normal.
Suplementasi asam folat sejak 4 minggu sebelum konsepsi sampai 12 minggu
kehamilan mencegah defek tuba neuralis.
Dosis rekomendasi untuk pencegahan primer adalah 0.4 mg per hari. Dosis untuk
pencegahan sekunder pada perempuan dengan riwayat defek tuba neuralis pada
anak sebelumnya adalah 4 mg per hari.
Suplementasi besi pranatal universal (27 sampai 30 mg per hari) karena konsumsi
rata-rata dan cadangan besi endogen sering tidak cukup untuk pemenuhan
kebutuhan besi pada kehamilan dan karena defisiensi besi berhubungan dengan
luaran kehamilan yang buruk, serta karena suplementasi cukup aman.
Semua ibu hamil harus diskrining untuk anemia pada kunjungan pranatal pertama.
Tabel 11. Rekomendasi Suplementasi Makanan
Suplemen
Rekomendasi
Kalsium
Rekomendasi asupan harian 1000
sampai 1300 mg per hari
10

Level
A

Keterangan
Suplementasi kalsium dapat
menurunkan tekanan darah

Asam
folat

Suplementasi rutin kalsium untuk


mencegah eklampsia tidak
direkomendasikan. Suplementasi
kalsium bermanfaat pada populasi
berisiko tinggi hipertensi dalam
kehamilan atau dengan asupan
kalsium rendah
Suplementasi asam folat 0.4-0.8
mg (4 mg untuk pencegahan
sekunder) harus dimulai 1 bulan
sebelum konsepsi

dan kejadian preeklamsia,


tetapi tidak untuk mortalitas
perinatal

AKG adalah 600 mcg per hari


B

Besi

Ibu hamil harus diskrining untuk


anemia dan diterapi, kalau perlu.
Ibu hamil harus mendapat
suplementasi besi 30 mg per hari

Vitamin
D

Suplementasi vitamin D dapat


dipertimbangkan pada ibu hamil
dengan paparan matahari yang
terbatas (misal pengguna purdah).
Namun demikian bukti efek
suplementasi masih terbatas.
AKG 5 mcg per hari (200 IU per
hari)

Suplementasi mencegah defek


tuba neuralis

Defisiensi folat berhubungan


dengan berat bayi lahir
rendah, kelainan jantung
kongenital dan anomali
orofasial, solusio plasenta, dan
abortus spontan
Anemia defsiensi besi
berhubungan dengan
persalinan preterm dan BBLR

C
C

Defisiensi vitamin D jarang


terjadi tetapi berhubungan
dengan hipokalsemia neonatal
dan osteomalasia maternal
Dosis tinggi vitamin D
bersifat toksik.

Gaya Hidup
Olahraga
Olahraga teratur selama kehamilan dengan risiko rendah bermanfaat karena
meningkatkan kesehatan dan daya tahan tubuh ibu hamil.
Untuk memperbaiki fungsi kardiovaskuler, pembatasan pertambahan berat badan
ibu hamil, mengurangi ketidaknyamanan muskuloskletal, menurunkan keluhan
kram otot dan edema tungkai, stabilitas mood dan memperbaiki DMG dan
hipertensi gestational.
Manfaat untuk janin antara lain menurunkan massa lemak, memperbaiki toleransi
stress, dan meningkatkan maturasi neurobehavioral.
Olahraga dalam kehamilan meningkatkan denyut jantung (masih aman sampai
140 pada fungsi jantung yang normal, dapat bervariasi tergantung usia dan
toleransi).

11

Direkomendasikan melakukan jalan kaki, berenang, dan olahraga lain yang tidak
berat. Hindari hipoglikemia dan dehidrasi.

Perjalanan
Konseling dilakukan tentang penggunaan sabuk pengaman di mobil, mencegah
risiko tromboemboli vena selama perjalanan jauh dengan pesawat terbang dengan
berjalan-jalan dan pecegahan jatuh sakit dalam perjalanan.
Hubungan seksual
Hubungan seksual tidak berhubungan dengan luaran kehamilan yang buruk.
Namun suami istri harus waspada bahwa hubungan seksual dapat membahayakan
kehamilan.
Semen adalah sumber prostaglandin. Pyosperma berhubungan dengan ketuban
pecah dini dan orgasme serta stimulasi puting susu meningkatkan kontraksi.
Lain-lain
Tabel 12. Masalah-masalah dalam kehamilan
Masalah
Terbang

Rekomendasi
Menaiki pesawat udara aman untuk ibu hamil sampai 4
minggu sebelum taksiran persalinan
Lama perjalanan berhubungan denganrisiko trombosis vena

Menyusui

Menyusui terbaik untuk bayi. Menyusui kontraindikasi pada


HIV, ketergantungan obat, dan pemakaian obat-obatan
tertentu
Konseling tingkah laku terstruktur dan program edukasi ASI
meningkatkan kesuksesan menyusui
Ibu hamil harus menghindari olahraga yang berisiko jatuh
atau membahayakan perut.
Menyelam selama kehamilan tidak direkomendasikan

Olahraga

Perawatan
rambut
Berendam
air panas
dan sauna
Persalinan

Obat bebas
dan herbal
Seks
Alkohol

Napza

Merokok

Walaupun pewarnaan rambut tidak jelas berhubungan


dengan malformasi janin, paparan terhadap tindakan ini
harus dihindari pada kehamilan dini
Kemungkinan harus dihindari pada trimester pertama
Paparan panas maternal pada kehamilan dini berhubungan
dengan defek tuba neuralis dan keguguran
Semua ibu hamil harus dikonseling tentang apa yang harus
dilakukan bila ketuban pecah, bila perssalinan dimulai,
strategi manajemen nyeri, dan nilai dukungan pada
persalinan
Hanya sedikit obat yang aman untuk ibu hamil, khususnya
pada trimester pertama
Hubungan seksual selama kehamilan tidak berhubungan
dengan luaran kehamilan yang buruk
Semua ibu hamil harus diskrining apakah peminum alkohol
Tidak diketahui jumlah aman konsumsi alkohol selama
kehamilan. Dianjurkan tidak minum alkohol
Harus diinformasikan potensial efek buruknya terhadap
janin
Rujukan ke unit detoksifikasi dapat diindikasikan.
Methadone dapat menyelamatkan hidup pada perempuan
tergantung opioid
Semua ibu hamil harus diskrining apakah merokok atau
tidak, konseling kehamilan khusus diberikan pada ibu hamil
perokok

12

Level
C

Keterangan

C
B

B
C
C
C
B
B
C

Risiko yang berhubung -an dengan


pengobatan individual harus dibahas
berdasarkan kebutuhan pasien.

B
B
B
C

Ada bukti bahwa konseling efektif


untuk menurunkan konsumsi alkohol
ibu hamil dan morbiditas bayinya
Ibu hamil dengan keter-gantungan
obat sering memerlukan intervensi
khusus

C
A

Konseling bahaya merokok dan


strategi multikompo -non efektif untuk
menurunkan BBLR

Bekerja

Bekerja dengan berdiri cukup lama dan terpapar zat kimia


tertentu berhubungan dengan komplikasi kehamilan

Vaksinasi
Imunitas terhadap rubela, varisela, hepatitis B, influensa, tetanus dan pertusis
ditawarkan dievaluasi saat kunjungan pertama.
Pemberian vaksinasi idealnya diberikan sebelum konsepsi. Vaksin rekombinan,
inaktivasi dan subunit, serta toksoid dan imunoglobulin tidak membahayakan
perkembangan janin.
Vaksin yang dilemahkan tidak boleh diberikan selama kehamilan.
Vaksin Hepatitis B aman diberikan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Karkata K, M, Ed. Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri, Himpunan


Kedokteran Fetomaternal, Pelawasari, 2012, h.1-31.
2. NICE Clinical Guideline, Antenatal Care , Routine care for Healthy Pregnant
Woman, Clinical Guideline March 2008.
3. Group Health, Prenatal care, Screening and testing Guideline, June 2012.

13

2. HIPEREMESIS GRAVIDARUM

Batasan
Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah yang berlebihan atau menetap
pada wanita hamil sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari dan menimbulkan
komplikasi seperti penurunan berat badan lebih 5% dari berat sebelum hamil, adanya
tanda dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit, ketonuria . (SOGC)

Etiopatogenesis
Penyebab pasti Hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti dan
kemungkinan penyebabnya adalah multifaktorial.
Beberapa faktor predisposisi yang ditemukan :
1. Fisik : Berat badan kurang sebelum hamil, umur ibu lebih 30 tahun,
primigravida
2. Hormonal : kelainan kelenjar tiroid, diabetes militus
3. Psikologis : kelainan kejiwaan
4. Medis : gangguan gastrointestinal, asma, infeksi Helicobacter pylori
5. Genetik : jumlah free fetal cell DNA dalam sirkulasi ibu
6. Obstetri : mola hidatidosa, kehamilan ganda.
7. Lingkungan : ibu rumah tangga lebih tinggi dari ibu yang bekerja
Diagnosis
1. Klinis ditemukan keadaan mual muntah yang berlebihan, menetap, dan
mengakibatkan gangguan aktivitas sehari-hari
2. Adanya komplikasi seperti penurunan berat badan lebih 5% berat sebelum
hamil, adanya tanda dehidrasi, atau adanya ketonuria.
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan :
14

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Konfirmasi adanya kehamilan


Darah lengkap
BUN / kreatinin
Urinalisis
Tes fungsi hati
Elektrolit

KLASIFIKASI
Hiperemesis gravidarum, menurut berat ringannya gejala dapat dibagi dalam 3
(tiga) tingkatan yaitu :
1. Tingkat I
a. Muntah terus menerus sehingga menimbulkan :
1) Dehidrasi : turgor kulit turun
2) Nafsu makan berkurang
3) Berat badan turun
4) Mata cekung dan lidah kering
b. Epigastrium nyeri karena asam lambung meningkat dan terjadi regurgitasi ke
esofagus
c. Nadi meningkat dan tekanan darah turun
d. Frekuensi nadi sekitar 100 kali/menit
e. Tampak lemah dan lemas
2. Tingkat II
a. Dehidrasi semakin meningkat akibatnya :
1) Turgor kulit makin turun
2) Lidah kering dan kotor
3) Mata tampak cekung dan sedikit ikteris
b. Kardiovaskuler
1) Frekuensi nadi semakin cepat > 100 kali/menit
2) Nadi kecil karena volume darah turun
3) Suhu badan meningkat
4) Tekanan darah turun
c. Liver
Fungsi hati terganggu sehingga menimbulkan ikterus
d. Ginjal
Dehidrasi menimbulkan gangguan fungsi ginjal yang yang menyebabkan :
1) Oliguria
2) Anuria
3) Terdapat timbunan benda keton aseton.Aseton dapat tercium dalam
hawa pernafasan.
e. Kadang kadang muntah bercampur darah akibat ruptur esofagus dan
15

pecahnya mukosalambung pada sindrom Mallory Weiss.


3. Tingkat III
a. Keadaan umum lebih parah
b. Muntah berhenti
c. Sindrom mallory weiss
d. Keadaan kesadran makin menurun hingga mencapai somnollen atau koma
e. Terdapat ensefalopati werniche :
1) Nistagmus
2) Diplopia
3) Gangguan mental
f. Kardiovaskuler
Nadi kecil, tekanan darh menurun, dan temperatur meningkat
g. Gastrointestinal
1) Ikterus semakin berat
2) Terdapat timbunan aseton yang makin tinggi dengan bau yang makin tajam
h. Ginjal
Oliguria semakin parah dan menjadi anuria.
.

Diagnosis Banding:
1. Gastritis dengan refluk esophagitis.
2. Ulkus peptikum.
3. Hyperthyroidisms
4. Addisons disease.
5. Hyperkalsemia.
6. Diabetes Melitus.
7. Pankreatitis.
8. Pyelonefritis
Penatalaksanaan
Sebagian besar bisa ditangani dengan rawat jalan, hanya sebagian kecil yang perlu
rawat inap.
Indikasi rawat inap:
1. Dehidrasi sedang-berat.
2. Mual muntah berat yang persisten yang tidak bisa mentoleransi cairan.
3. Gangguan elektrolit.
4. Ketonuria +++
5. Kehilangan berat badan > 5%.
1. Diit dan perubahan pola hidup
Perubahan pola makan dan gaya hidup harus didorong secara bebas, dan
perempuan harus diberi konseling untuk makan apapun yang menarik bagi
mereka

16

Makanan lebih sering, porsi lebih sedikit, pisahkan makanan padat dan
cair, hindari makanan berminyak, hindari minuman dingin, makanan
terlalu manis,
Hindari rangsangan sensorik seperti bau yang berlebihan
Suplementasi vitamin B Kompleks
Suplementasi asam folat untuk pencegahan neural tube defect (NTD)

2. Penanganan non farmakologi

Jahe (Zingiber officinale)


Dapat digunakan dalam bentuk minuman teh jahe, atau tablet ekstrak 1000
mg / hari
Dosis : 250 mg ekstrak jahe dalam bentuk minuman setiap 6 jam (ACOG
2004)
Akupresure
Stimulasi titik (Neiguan) P6 terletak tiga-jari proksimal pergelangan
tangan selama 5 menit (NICE 2003)
3. Penanganan farmakologi
Antagonis reseptor H1 harus dipertimbangkan dalam pengelolaan episode
akut atau relaps : Dimenhydrinate (Dramamine) 50-100 mg 4 kali tiap 6
jam ( Katagori B)
pyridoxine (vitamin B6) 3 kali 10 mg per hari
Pada kasus yang berat dimana tidak ada perbaikan dengan kombinasi
antihistamin dengan pyridoxine (Vitamin B6) diberikan phenothiazines
(contoh : chlorpromazine 10 sampai 25 mg 4 kali tiap 6 jam atau
intramuskular
(IM), 50 sampai 100 mg 4 kali tiap 6 jam.
Ondansentron. Karena keterbatasan data keamanan penggunaannya masih
terbatas, harga yang relative mahal, efektivitasnya tidak lebih baik
dibandingkan prometazin, tidak dianjurkan untuk penggunaan lini
pertama, kecuali semua pengobatan yang lain tidak berhasil.
Kortikoteroids
o Hydrocortison 50 mg I.V,2kali sehari untuk stabilisasi awal.
o Segera berikan prednisolon oral 10 mg 3 kali sehari (total 30 mg),
ketika bisa mentoleransi tablet (stop anti emetik).
o Dosis dapat ditingkatkan menjadi 3 x 20 mg (total 60 mg) bila perlu.
Kriteria yang harus dipenuhi untuk memberikan steroids:
(Semua kriteria harus terpenuhi)
1. Hiperemesis gravidarum yang memerlukan rawat inap.
2. Umur kehamilan lebih dari 8 minggu.
3. Ketonuria saat masuk rumah sakit.
4. Muntah paling tidak 2 kali sehari, atau mual yang berat yang
menghalangi intake oral.
17

5.
6.
7.

Pemberian cairan intra vena > 1 minggu, atau > 24 jam untuk yang
MRS ulangan.
Kehilangan berat badan > 5% total berat badan.
Gagal dalam pemberian obat-obat anti emetik konvensional.

4. Terapi adjuvant :
Antasid 4 kali sehari 15 ml atau tablet 4 kali sehari 1 tablet sebelum
makan
H2 reseptor antagonis : cimetidine, ranitidine, famotidine
Pada kasus refrakter dan relaps dilakukan pemeriksaan IgG dan IgM Anti
Helicobacter pylori . Bila positif diberikan antibiotika Eritromycin 3 kali
sehari 250 mg.

Tahap-tahap penanganan hyperemesis gravidarum

Berikan 10 mg Doksilamin dikombinasikan dengan 10 mg pyridoxine, hingga


empat tablet per hari (yaitu, dua pada waktu tidur, satu di pagi hari, dan satu di sore
hari).

Tambahkan dimenhydrinate, 50 sampai 100 mg 4 kali tiap 6 jam


po atau supositoria,atau
promethazine, 5 sampai 10 mg 6 kali tiap 8 jam

Dengan dehidrasi

Tanpa dehidrasi

Tambahkan salah satu dari berikut


(dalam urutan keselamatan janin
terbukti):
klorpromazin, 10 sampai 25 mg 4
kali tiap 6 jam atau intramuskular
(IM), 50 sampai 100 mg 4 kali tiap 6
jam
metoclopramide, 5 sampai 10 mg
setiap 8 jam IM atau po

18

Mulai pengobatan rehidrasi:


Cairan pengganti intravena (IV)
2 liter lar. Ringer Dekstrose dalam
4 jam, dilanjutkan pemeliharaan
multivitamin IV suplementasi
dimenhydrinate, 50 mg (dalam
Tambahkan
salah
satudari
dari20
berikut
50 mL saline,
lebih
menit)
urutan
keamanan
untuk
4(dalam
kali tiap
6 jam
IV
janin ):
- klorpromazin, 25 - 50 mg 4 kali
tiap 6 jam I.V
- metoclopramide, 5 sampai 10
mg setiap 8 jam IV
- ondansetron 8 mg, lebih dari 15
menit tiap 12 jam IV atau
1 mg / jam terus menerus hingga
24 jam.
- Kortikosteroids

DAFTAR PUSTAKA
1. Arsenault et al, The Management of Nausea and Vomiting of Pregnancy, SOGC
Clinical Practice Guideline, no 120, October 2002.
2. County Durham and Darlington, NHS Foundation Trust, Hyperemesis
Gravidarum, Darlington 2011.
3. Buhling K.J, David M, Nausea and Hyperemesis Gravidarum, Hormone
consultation, Department of Gynecology, University Medical Center, Hamburg,
2008.
4. CME Resource, Hyperemesis Gravidarum, Sacramento, California 2008.
5. Royal Cornwall Hospitals, Clinical Guideline for Day-Case Rehydration for
Woman With Moderate Hyperemesis Gravidarum in Pregnancy, February 2012.

19

3. PRENATAL DIAGNOSTIK

1. Definisi: Adalah prosedur pemeriksaan yang dilakukan untuk mengidentifikasi


abnormalitas struktur dan fungsi atau defek pada janin intra uterin.
2. Indikasi:
Prenatal diagnostik perlu dipertimbangkan pada:
Mempunyai keluarga dekat atau anak yang sebelumnya mengalami kondisi yang
serius/kecacatan yang diduga kelainan kromosom.
Diabetes-Hyperglikemia
Wanita dengan lingkungan Hypertermia
Salah satu pasangan memiliki kondisi yang serius yang kemungkinan menurun ke
bayinya. (carier translokasi / inversi kromosom)
Kedua pasangan adalah carier dari kelainan gen yang sama (carier translokasi /
inversi kromosom).
Wanita hamil pada umur 35 tahun atau lebih saat melahirkan.
Terpapar terhadap zat-zat kimia atau lingkungan yang berbahaya.
Terpapar dalam waktu lama terhadap obat-obatan seperti: valvroic acid,
carbamazepin, efavirenz, atau obat teratogenik lainnya.
Pada beberapa kasus abortus berulang trimester pertama.
3. Waktu dan jenis pemeriksaan:

20

Prenatal test dikerjakan pada waktu tertentu yang dimulai sejak umur kehamilan 8-10
minggu sampai 20 minggu, dan meliputi:
Prenatal skriining test:
Dapat mengidentifikasi bayi yang berada pada
peningkatan risiko mengalami masalah tertentu yang meliputi:
o USG
o Skrining awal kehamilan (trimester pertama): pemeriksaan nuchal
transluscency dengan atau tanpa pemeriksaan darah ibu,
o Skrining trimester kedua: Pemeriksaan darah ibu.
Prenatal diagnostic tes yang digunakan untuk melihat apakah bayi benar-benar
memiliki masalah tertentu meliputi:
o USG.
o chorionic villus sampling (CVS).
o Amniosentesis.
o kordosentesis.
Diagnosis genetik Praimplantasi (PGD) digunakan untuk menguji embrio yang
dibuat melalui fertilisasi in vitro (IVF) terapi sebelum dilakukan implantasi.
Perlu dilakukan konseling sebelum tes kehamilan dilakukan, apakah itu merupakantes
skrining atau tes diagnostik. Hal ini dilakukan untuk memberikan kesempatan
mendiskusikan:
Bagaimana dan kapan tes dilakukan?
Keuntungan dan kerugian dari setiap tes.
Setiap risiko untuk bayi yang mungkin timbul dari setiap tes.
Pemeriksaan lebih lanjut yang dapat ditawarkan setelah ibu menerima hasilnya.
Apakah tes lebih lanjut akan berarti bagi ibu dan bayi?
Skema urutan pemeriksaan skriining dan diagnostik pranatal

Konsepsi
Dating USG (8-10 mg
- Konfirmasi kondisi kehamilan.
- Jumlah fetus.
- Bagaimana perkembangan fetus

Skriining trimester I (11-13 MG)

CVS (10-13 mg)


- Nuchal Translucency
- PAPP-A.
- Free hCG.

- Diagnostik tes
- Transabdominal atau transvagina
- Risiko abortus 1-2 %

Early Amnioscentesis (11-14 mg)


- Diagnostik tes
- Transabdominal
- Risiko abortus 1-2 %
21

Serum maternal (15-18 mg)


Amnioscentesis (15-19 mg)

- Skriining
tes
untuk
menentukan
kelainan kromosom dan NTD.
- Untuk membuat keputusan perlu
tidaknya amnioscentesis.
- 5% janin mempunyai peningkatan risiko
- 60 % down syndrom akan terdiagnosa.
- 95% akan terdiagnosa bila dikombinasi
dengan detailed scan USG.

- Diagnostik tes.
- Transabdominal.
- Risiko abortus kurang dari 1%

Anomaly scan (18-20mg)

Cordocentesis (18-20 mg)

- Diagnostik tes kelainan fisik


- Tidak semua kelainan terdeteksi
- Pemeriksaan
amnioscentesis
atau
cordocentesis
mungkin
perlu
dipertimbangkan sebagai pemeriksaan
lanjutan.

- Diagnostik tes.
- Transabdominal.
- Risiko abortus kurang dari 1%

4. Trimester pertama:
4.1 Nuchal Translucency:
Adalah ruang anechoic yang terletak dibelakang leher janin pada umur
kehamilan 11-14 minggu.
Fetus harus dalam posisi sagital menggunakan pembesaran 75% dari layar.
Amnion harus bisa dibedakan secara jelas dengan kulit janin.
Pengukuran dilakukan pada level ketebalan maksimum dari subcutaneus
translucency antara kulit dengan jaringan lunak yang menutupi tulang servikal.
(inner to inner).
Bila ketebalan NT > 3 mm dicurigai kemungkinan kelainan kromosom atau
down syndrom.
4.2 Marker Biokimia:
PAPP-A (Pregnancy Associated Plasma Protein-A)
o
Serum analit.
o
Pada down syndrome nilai PAPP-A rendah mendekati 0,4 MoM.
Free hCG.
oPada down syndrome nilainya meningkat mendekati 2.0 MoM.
4.3 Early Amnioscentesis

Merupakan diagnostik tes.

Dilakukan pada umur kehamilan 11-14 minggu.


22

Keuntungannya: dapat mendiagnosa lebih dini


Kekurangannya: tehnik lebih sulit, risiko abortus lebih tinggi

4.3 Chorionic Villous Sampling (CVS)


Merupakan diagnostik tes.
Dilakukan pada umur kehamilan 10-13 minggu.
Keuntungan dan kerugian sama dengan early amnioscentesis.
Bisa transabdominal atau transcervical.
5. Trimester Kedua:
5.1 USG:
Mencari tanda-tanda defect Structural Mayor
Ventrikulomegali
Atresia esofagus
Cystic hygroma
Duodenal atresia
Nonimun hidrops
Hernia diafragmatika.
Holoprosenchepali
Cleft lift/palate
Cardiac defect
Omphalocele
Dandy walker kompleks
Gastroschisis
Mencari tanda-tanda soft marker (defect structural minor):
Increased nuchal thickening.
Renal pyelectasis.
Shortened femurs.
Echogenic bowel.
Echogenic foci of the left ventricle.
Increased fetal iliac angle.
hypoplasia of the middle phalanx of the fifth digit.
choroid plexus cysts.
5.2 Marker Biokimia:
Maternal Serum Alpha-Fetoprotein (MSAF)
Glikoprotein yang disintesa pada awal kehamilan oleh yolk sac, selanjutnya
oleh traktus gastrointestinal dan liver.
Konsentrasinya meningkat pada serum maternal dan air ketuban sampai
umur kehamilan 13 minggu.
Batas atas nilai normal adalah 2-2,5 MoM.

23

Beberapa faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran: Umur kehamilan,


berat badan ibu, kehamilan multifetus, diabetes dan ras Afrika-Amerika.
Pada neural tube defect (NTD) seperti: Spina bifida, anencephali, dan
meningoenchepalocele nilainya meningkat 2,5 MoM.
Pada Down syndrome nilainya rendah yaitu 0,7 MoM.
Unconjugated Estriol:
Menurun pada down syndrome atau trisomy.
Free hCG.
Meningkat pada down syndrome nilainya mendekati 2.0 MoM.
5.3 Invasive Test:
Second trimester Amnioscentesis:
Dilakukan pada umur kehamilan 15-19 minggu.
Tehnik lebih mudah dan risiko komplikasi lebih rendah dari pada early
amnioscentesis.
Cordocentesis.
Dilakukan pada umur kehamilan 15-20 minggu.
Terutama dilakukan pada kasus fetal anemia, konfirmasi red cell dan platelet
alloimunization.

Bagan alur diagnostik NTD menggunakan biomarker MSAF

Maternal Serum Alpha Protein


pada umur kehamilan 15-20 mg

Nilai AFP disesuaikan dengan umur,


berat badan, diabetes, keh. Multifetus.

24

Nilai AFP 0,7 MoM

Lihat Biomarker maternal


yang lain (triple tes)

Nilai AFP < 2,0 MoM

Hasil skriining Normal

Nilai AFP 2,0 MoM

USG untuk verifikasi


umur kehamilan,
multifetus, IUFD, dan
nilai ulang nilai AFP
sebagai mana
diperlukan

Hasil abnormal
(Susp Down Syndrome)
Nilai AFP 2,5 MoM

- Konseling
- Tawarkan specialized
sonography.

Hasil Abnormal
(Susp. Neural
Tube Defect)

Amnioscentesis

Keterangan: - MSAF : Maternal Serum Alfa Protein


- Pada gemeli nilai MSAF normal: 3,5 MoM.
- AFP : Alfa Feto Protein

Bagan alur Skriining Down Syndrome

Wanita dengan risiko Down Syndrome

Dating USG saat UK 8-10 mg

SkriiningTrimester I
- NT
Integrated skriining
25

Nilai AFP < 2,5 MoM

Hasil skriining normal

- PAPPA
- hCG

Trimester II (15-18 mg)


- MSAF
- hCG
- Estriol

Squential

- Verifikasi umur
kehamilan (bila belum)
- Targeted USG

- Early
Amnioscentesis
- CVS
- KIE Risiko

Amnioscentesi
s
Fetal Karyotyping

DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham F.G, Prenatal Diagnosis and Fetal Theraphy, Williams Ostetries.23 rd
edition, New York : Mc Graw Hill Medical Publishing Division, 2010, P.289-301.
2. Kurjak A, Chervenak F.A, Donald School Textbook of Ultrasound in Obstetrics and
Gynecology, 2008.
3. Anonim, Guideline: Prenatal screening tests for trisomy 21 (Down syndrome), trisomy
18 (Edwards syndrome) and neural tube defects, Human Genetics Society of
Australasia, July 2007.
4. Van den Hof M.C et al, SOGC Clinical Practice Guidelines, Fetal Soft Markers in
Obstetric Ultrasound, June 2005.
4. PERSALINAN PRETERM
1. Batasan:
Persalinan yang terjadi pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu.
Menurut usia kehamilannya persalinan preterm diklasifikasikan dalam:
1. Preterm /kurang bulan:
usia kehamilan 32 36 minggu
2. Very preterm /sangat kurang bulan:
usia kehamilan 28 32 minggu
3. Extremely preterm /ekstrim kurang bulan:
usia kehamilan antara 20 27 minggu
26

Menurut berat badan lahir, bayi kurang bulan dibagi dalam kelompok:
1. Berat badan lahir rendah:
Berat badan bayi 1500 2500 gram
2. Berat badan lahir sangat rendah:
Berat badan bayi 1000 1500 gram
3. Berat badan lahir ekstrim rendah:
Berat badan bayi <1000 gram

2. Kriteria Diagnosis:
1) Subyektif :
Pasen mengeluh adanya kontraksi uterus seperti mau melahirkan
sebelum kehamilan aterm.
2) Obyektif :
Adanya kontraksi uterus minimal 2 kali dalam 10 menit, pembukaan
lebih atau sama dengan 2 cm dan penipisan lebih atau sama dengan 50
% dan ditemukan pembawa tanda (darah campur lendir)
3. Penatalaksanaan:
1)Tirah baring ke satu sisi
2)Monitor kontraksi uterus dan denyut jantung janin.
3)Cari kemungkinan penyebab terjadinya persalinan pre term :
a.
Sistitis.
b.
Pielonefritis.
c.
Bakteriuria asimptomatis.
d.
Bacterial vaginosis
e.
Inkompetensi serviks, dll
4)Tentukan umur kehamilan lebih pasti dengan :
a.
Anamnesis
b.
Pemeriksaan klinis
c.
Kalau perlu lakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG)
5)Pemeriksaan Penunjang:
DL, UL, Sedimen urin
Vaginal swab.
6)Pemberian tokolitik pada prinsipnya diperlukan, tapi dengan berbagai
pertimbangan
a. Tokolitik tidak diberikan pada keadaan-keadaan :

Adanya infeksi intra-uterin

Adanya solusio plasenta.

Adanya lethal fetal malformation

Adanya kematian janin dalam rahim (KJDR).


27

Adanya tanda-tanda insufisiensi plasenta.

b. Keputusan pemberian tokolitik pada kasus-kasus Diabetus Militus (DM),


Hipertensi dalam kehamilan, Insufisiensi plasenta dan dugaan adanya
pertumbuhan janin terhambat (PJT) harus dipertimbangkan, dan dilakukan
penilaian kesejahteraan janin terlebih dahulu.
c. Pemberian Tokolitik dengan memakai :
Nifedipin
Nifedipin adalah antagonis kalsium diberikan per oral. Dosis inisial
20-30 mg, bila kontraksi tetap dalam 30 menit diberikan lagi 10-20
mg, disesuaikan dengan aktivitas uterus sampai 48 jam. Dosis
maksimal 120 mg/hari, komplikasi yang dapat terjadi adalah sakit
kepala dan hipotensi.
COX (cyclo-oxygenase)-2 inhibitors
Indomethacin
Dosis awal 100 mg, dilanjutkan 50 mg per oral setiap 6 jam untuk 8
kali pemberian. Jika pemberian lebih dari dua hari, dapat
menimbulkan oligohidramnion akibat penurunan renal blood flow
janin. Tidak direkomendasikan pada kehamilan >32 minggu karena
dapat mempercepat penutupan duktus arteriosus (PDA)
7. Pemberian kortikosteroid
Dianjurkan pada kehamilan 24
dipertimbangkan sampai 36 minggu.

34

minggu,

namun

dapat

Betametason merupakan obat terpilih, diberikan secara injeksi


intramuskuler dengan dosis 12 mg dan diulangi 24 jam kemudian.
Khasiat optimal dapat dicapai dalam 48 jam pemberian.
Apabila tidak terdapat betametason, dapat diberikan deksametason
dengan dosis 6 mg intramuskuler per 12 jam selama 2 hari.
Kontra indikasi: infeksi sistemik yang berat, (tuberkulosis dan
korioamnionitis).

d. Antibiotika
Pada ibu dengan ancaman persalinan preterm dan terdeteksi adanya
vaginosis bakterial, pemberian klindamisin ( 2 x 300 mg sehari selama 7
hari) atau metronidazol ( 2 x 500 mg sehari selama 7 hari), eritromisin (2 x
500 mg sehari selama 7 hari) akan bermanfaat bila diberikan pada usia
kehamilan <32 minggu
5) Membiarkan persalinan preterm :
Biarkan persalinan berjalan terus bila :
28

Usia hamil diatas 35 mg, pembukaan serviks lebih atau sama dengan 3 cm,
adanya perdarahan aktif, adanya gawat janin, janin meninggal atau anomaly
lainnya, adanya amnionitis atau preeclampsia berat.

DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Di Renzo J.C, International Guidelines, Guidelines for Management of


Spontaneus Preterm Labor, J. Perinat. Med. 34 (2006) New York 2006.
RCOG, Antenatal Corticosteroids for Reduce Perinatal Morbidity and Mortality,
Green Top Guideline no 7, 2010.
DI Renzo J.C, et al, Guidelines for Management of Spontaneus Preterm Labour
Archive of Perinatal Medicine, 13(4), 29-35, 2007.
Crane J, Antenatal Corticosteriod Therapy for Fetal Maturation, SOGC
Committee Opinion, January 2007.
Royal Cornwall Hospital, Womans and Child Health Division Maternity Service,
Guideline for the Management of Preterm Prelabour Ruptur of Membranes,
2010.
Queensland Maternity and Neonataal Clinical Guideline, Assessment and
Management of Preyerm Labour, September 2009.

5. PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT (PJT)

1. DEFINISI:
Adalah ketidak mampuan janin untuk menerima potensi pertumbuhannya secara
genetik di dalam rahim, atau janin dengan berat badan kurang atau sama dengan 10
persentil, yang disebabkan oleh berkurangnya perfusi plasenta, kelainan kromosom,
dan faktor lingkungan atau infeksi.

29

NB: Bayi yang menderita IUGR biasanya SGA, tetapi tidak selalu, dan tidak semua
bayi yang mengalami SGA adalah IUGR. Perbedaan keduanya adalah penting secara
klinis karena memiliki penyebab yang berbeda dan implikasinya sering memerlukan
penanganan yang berbeda pula. (Rodeck C.H , Whittle M.J, Fetal Medicine. Basic
science and medical practice 2009)
2. KLASIFIKASI
Simetrical: ukuran badannya secara proporsional kecil, gangguan pertumbuhan janin
terjadi sebelum umur kehamilan 16 minggu, dan sering disebabkan oleh kelainan
kromosom atau infeksi.
Asimetrical: ukuran badannya tidak proporsional, gangguan pertumbuhan janin
terjadi pada kehamilan > 32 minggu atau trimester III, dan sering disebabkan oleh
insufisiensi plasenta.
3. FAKTOR RISIKO:
Faktor-faktor Risiko PJT sebelum & selama kehamilan:
3.1Terdeteksi sebelum kehamilan
Riwayat PJT sebelumnya
Riwayat penyakit kronis
Riwayat APS (Antiphospholipid syndrome)
Indeks masa tubuh yang rendah
Maternal hipoksia
3.2 Terdeteksi selama kehamilan
a. Peninggian maternal serum alfa feto protein (MSAFP) atau human chorionic
gonadotropin (hCG)
b. Riwayat makan obat-obatan tertentu (coumarin, hydantoin)
c. Perdarahan pervaginam
d. Kelainan plasenta
e. Partus prematurus
f. Kehamilan ganda
g. Kurangnya pertambahan BB selama kehamilan.
4. ETIOLOGI
1. Maternal:
Hipertensi dalam kehamilan, penyakit jantung sianosis, DM kelas lanjut,
hemoglobinopati, penyakit autoimun, malnutrisi, merokok, narkotik, kelainan
uterus, dan trombofilia.
2. Plasenta dan tali pusat:
Sindroma twin-twin transfusion, kelainan plasenta, solusio plasenta kronik, plasenta
previa, kelainan insersi tali pusat, kelainan tali pusat, kembar.
30

3. Infeksi:
HIV, sitomegalovirus, rubela, herpes, toksoplasmosis, sifilis.
4. Kelainan kromosom/genetik:
Trisomi 13, 18, dan 21, triploidi, sindroma Turner dan penyakit metabolisme.
5. DIAGNOSIS
1. Anamnesis:
Tentukan adanya faktor-faktor risiko IUGR
2. Pemeriksaan fisik:
Mengukur tinggi fundus uteri
o Tinggi fundus sesuai dengan UK setelah 20 minggu.
o Pengukuran serial dimulai setelah UK 20 minggu.
o Selisih 3 cm atau lebih dari normal, khususnya saat UK 32-34 minggu
dicurigai IUGR.
o Akurasinya bervariasi luas.
o Sebaiknya dilakukan oleh pemeriksa yang sama.
3. Evaluasi awal:
Tentukan umur kehamilan dengan akurat.
Skrining faktor risiko lebih lanjut
Survey anatomi fetus, tentukan adanya kelainan kongenital.
Fetal karyotyping bila IUGR berat, atau disertai polyhidramnion.
Evaluasi adanya infeksi:
o Terutama pada yang early onset atau simetrikal IUGR
o Pemeriksaan serum maternal TORCH, Varicella
o Cek terjadinya serokonversi CMV, Rubella, Toxoplasmosis
o Pemeriksaan Virus DNA cairan amnion bila ada indikasi.
Periksa kemungkinan thrombophilia:
o Bila IUGR berulang, atau onset dini yang berat.
o ATIII, protein C&S, Factor V Leiden, prothrombin gene mutation
(PCR), dan homocysteine.
4. Diagnostik test:
Harus dilakukan USG pada kehamilan risiko tinggi atau dengan tinggi fundus
uteri yang tidak sesuai untuk menentukan:
o
Perkiraan berat badan.
o
Biometri janin meliputi: BPD, HC, AC, rasio HC/AC, dan
BPD/AC.
o
Doppler arteri meliputi a. Umbilikalis, a. Uterina, a.
Cerebri media.
o
Doppler vena meliputi v. Umbilikalis dan Ductus Venosus.
o
Survey anatomi untuk menentukan adanya kelainan
kongenital.
o
Volume air ketuban dengan AFI atau single vertical pocket.
o
NST.
31

5. Evaluasi/ Periodik monitoring:


Untuk menentukan apakah janin perlu dilahirkan atau tidak.
Dimulai pada saat dimana fetus dianggap viabel.
Penentuan EFW (USG) serial setiap 2 minggu.
Profil Biofisik(BPP):
o2 kali /minggu
Indeks Cairan Amnion (AFI)
Doppler velocimetri: 1x/minggu
oAbsent atau Reverse end diastolic flow menandakan kondisi yang jelek
pada janin.
oDoppler abnormal vena umbilikalis dan duktus venosus merupakan tanda
janin akan segera meninggal.
6. TERAPI:
1. Terapi Segera (melahirkan bayi):
Lakukan induksi bila:
o Umur kehamilan 37 minggu.
o Terdapat kelainan kongenital.
o Infeksi intra uterin
o Kondisi maternal yang tidak memungkinkan kehamilan diteruskan.
Lakukan SC bila dijumpai:
o NST Pathologis dengan late deselerasi berulang.
o Doppler abnormal vena umbilikalis dan duktus venosus.
2. Perawatan lanjut :
Pada saat diagnosis IUGR dikonfirmasi, janin belum viabel.
Tujuannya untuk menentukan tingkat pertumbuhan janin, kesejahteraan janin,
volume air ketuban dan untuk meminimalkan komplikasi.
Perbaiki nutrisi/oksigenasi.
Berikan kortikosteroids bila UK 34 minggu.
Monitoring yang dilakukan meliputi:
o USG Doppler untuk menentukan adanya Absent atau Reverse end
diastolic flow arteri umbilikalis dan doppler vena tiap minggu.
o BPP serial, modified BPP, atau NST 1-2x/ minggu.
o USG serial untuk menentukan tingkat pertumbuhan (1-2x/minggu).
Intervensi:
o
Bila antenatal surveillance reasuring, lanjutkan kehamilan.
oBila didapatkan oligohidramnion, AEDF, REDF dan NST non reasuring,
segera lahirkan janin bila umur kehamilan > 34 minggu. Sedangkan bila
umur kehamilan 34 minggu, berikan kortikosteroids dan konservatif
dengan monitoring ketat.
32

oBila didapatkan NST pathologis, Doppler DV dan v. umbilikalis abnormal,


dan 2 minggu tidak ada pertumbuhan segera lahirkan.
oEvaluasi pematangan paru mungkin membantu mempertimbangkan
keputusan melahirkan janin.
oIUGR dengan UK< 34 dirawat sampai UK 36 minggu selama hasil
monitoring membaik.
7. PROGNOSIS:
1. Prognosis tergantung pada etiologi:
Buruk:
o Disebabkan oleh faktor intrinsik fetus: kelainan kongenital, aneuploidi,
infeksi pada fetus.
Baik:
o Oleh karena faktor nutrisi yang tidak adekuat atau oksigenasi yang jelek.
2. Risiko berulang:
Risiko SGA pada kehamilan kedua 29% bila kehamilan pertama SGA.
Risiko SGA pada kehamilan ketiga 44 % bila dua kehamilan sebelumnya
SGA.
3. Efek jangka panjang:
Dua kali lipat risiko terjadinya sekuele gangguan neurologis.
Kecenderungan terjadinya hipertensi atau penyakit kardiovaskuler setelah
dewasa. (Hipotesis Barker).

Bagan Alur PJT.


Suspek PJT
33

Fetal Surveilance:
- Pastikan umur kehamilan
- EFW < 10 percentile.
-

Ratio BPD/AC, HC/AC, FL/AC serial


Oligohydramnion, AFI 5
Doppler a. Umbilikalis abnormal
Doppler MCA, a. Uterina abnormal

- NST Pathologis
- Doppler v. umbilikalis,
D.V. abnormal.
- Kel. kongenital

DIAGNOSA PJT

<37mg

37 mg

- Oligohidramnion
(AFI<5)
- AEDF/REDF
Dp. a. umbilikalis.
- NST non reasuring

LAHIRKAN:

SC
Pervaginam

Ya

> 34 mg

34mg

Keterangan:
DV: Ductus Venosus
MCA: Midle Cerebral Arteri
AEDF: Absent End Diastolic Flow
REDF: Reverse End Diastolic Flow

DAFTAR PUSTAKA

34

Tidak

-Atasi Penyakit dasar


- Perbaiki nutrisi
- Serial monitoring

- Kortikosteroids
- Doppler D.V , dan v.
umb. abnormal.
- NST Pathologis.
- 2 Mgg. tdk ada
pertumbuhan
- Mencapai UK 36 mg.

1. Figueras F. Gardosi J. Intrauterine Growth Restriction: New Conceps in Antenatal


Surveillance, Diagnosis and Management. American Journal of Obstetrics and
Gynecology, April 2010, p.293-296.
2. Lausman A et al, Screening, Diagnosis and Management of Intrauterin Growth
Restriction, J Obstet Gynaecol Can 2012;34(1):1728.
3. Perinatal Health Programe, Intra Uterine Growth Restriction Diagnosis and
Management, Practice Resource for Health Providers, may 2008.
4. Liston R, Sawchuck D, Young D, Fetal Health Surveillance: Antepartum and
Intrapartum Consensus Guideline, JOGC Vol: 29 No: 9 September 2007.
5. Clinical Guideline King Edward Memorial Hospital, Intra Uterine Growth Restriction,
Perth, 2010.
6. Peregrine E, Peebles D, Fetal Growth and Growth Restriction, in Rodeck C, Whittle
M. Fetal Medicine, 2 nd Ed 2009.

6. PERSALINAN POSTTERM

35

1. Definisi:
Definisi internasional tentang kehamilan lewat waktu diambil dari definisi yang
dibuat oleh
American College of Obstetricians and Gynecologist yaitu
kehamilan yang mencapai 42 minggu (42 complete weeks) atau lebih atau
melebihi 294 hari dihitung dari hari pertama menstrusi terakhir.
Istilah-istilah yang berhubungan:

Postdate adalah kehamilan yang melewati taksiran persalinan.


Postmatur merupakan kondisi khusus pada janin dimana janin menampakkan
gambaran kehamilan lewat waktu yang patologis.
Sindrom post maturitas dihubungkan dengan gangguan pertumbuhan janin intra
uteri dan terjadi kalau ada insufisiensi plasenta.
2. Diagnosis:
1. Diagnosis kehamilan postterm ditegakkan apabila kehamilan sudah
berlangsung 42 minggu (294 hari) atau lebih, dihitung dari hari pertama
menstrusi terakhir menurut rumus Naegele.
2. Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat menegakkan diagnosa kehamilan
post term antara lain:
a. HPHT jelas.
b. USG idealnya harus dilakukan pada umur kehamilan trimester I dengan
menentukan CRL.
c. Jika terdapat perbedaan lebih dari 5 hari antara perkiraan dari HPHT dan
USG trimester I, maka yang dipakai adalah USG.
d. Jika terdapat perbedaan lebih dari 10 hari antara perkiraan dari HPHT dan
USG trimester II, maka yang dipakai adalah USG.
e. Dirasakan gerakan janinnya pada umur kehamilan (UK)16-18 minggu.
f. Terdengar denyut jantung janin (normal 10-12 minggu dengan doppler,
dan 19-20 minggu dengan fetoskop).
3. Penatalaksanaan
Pada dasarnya penatalaksanaan kehamilan post term adalah menentukan tingkat
kesejahteraan janin dan merencanakan pengakhiran kehamilan.
4. Cara mengakhiri kehamilan:
Pastikan umur kehamilan dengan melihat HTA dan pemeriksaan USG.
Ibu hamil dengan umur kehamilan yang tidak jelas ditangani dengan
melakukan NST setiap minggu dan penilaian volume air ketuban. Pasien
dengan AFI 5 cm atau dengan keluhan gerak anak menurun dilakukan
induksi persalinan.
Jika usia kehamilan sudah diketahui dengan pasti, pemantauan kondisi
kesejahteraan janin dimulai sejak umur kehamilan 41 minggu. NST dilakukan
2 kali seminggu, dan USG dilakukan 2 kali seminggu.
Induksi dilakukan pada usia kehamilan 42 minggu, dengan mempertimbangkan
kesejahteraan janin dan kondisi serviks (Pelvik skor).
36

Cara pengakhiran kehamilan, tergantung dari hasil pemeriksaan kesejahteraan


janin dan penilaian pelvik skore (PS).
4.1 Umur kehamilan antara 41 - <42 minggu:
1) Bila kesejahteraan janin baik (USG danNST normal).
a. Dilakukan konseling induksi atau diunggu sampai UK 42 minggu.
b. Striping membran amnion.
2) Bila kesejahteraan janin mencurigakan :
a.
PS lebih atau sama dengan 5 :
Dilakukan oksitosin drip dengan pemantauan kardio tokografi (KTG).
Bila terdapat tanda-tanda insufisiensi plasenta, persalinan diakhiri
dengan seksio sesaria (SC).
b.
PS kurang dari 5 dilakukan pemeriksaan ulangan keesokan harinya :
Bila hasilnya tetap mencurigakan, dilakukan oxytocin chalenge test
(OCT) :
o Bila hasil pemeriksaan OCT (+) dilakukan SC
o Bila hasil pemeriksaan OCT (-)dilakukan pemeriksaan serial
sampai 42 minggu /PS lebih dari 5
o Bila hasil pemeriksaan OCT meragukan/tidak memuaskan
dilakukan pemeriksaan OCT ulangan keesokan harinya
3) Bila kesejahteraan janin jelek.(terdapat tanda-tanda insufisiensi plasenta dari
NST/OCT), dilakukan SC
4.2 Umur kehamilan 42 minggu:

1) Bila kesejahteraan janin baik (USG danNST normal).


c. PS baik > 5, dilakukan induksi dengan infus oxytosin drip.
b. PS kurang dari 5, dilakukan ripening /induksi dengan misoprostol 25 g
tiap 6 jam pervaginam, atau peroral 20-25 g tiap 2 jam.
2) Bila kesejahteraan janin mencurigakan :
c.
PS lebih atau sama dengan 5 :
Dilakukan oksitosin drip dengan pemantauan kardio tokografi (KTG).
Bila terdapat tanda-tanda insufisiensi plasenta, persalinan diakhiri
dengan seksio sesaria (SC).
d.
PS kurang dari 5 :
Dilakukan ripening /induksi dengan misoprostol 25 g tiap 6 jam
pervaginam, atau peroral 20-25 g tiap 2 jam, dan pemantauan KTG.
Bila terdapat tanda-tanda insufisiensi plasenta, persalinan diakhiri
dengan seksio sesaria (SC).
4) Bila kesejahteraan janin jelek.(terdapat tanda-tanda insufisiensi plasenta dari
NST/OCT), dilakukan SC
5) Kehamilan dengan preeklampsia, PJT dan diabetes melitus gestasi tidak boleh
37

dibiarkan sampai melebihi 40 minggu.


5.

Tata Cara Penggunaan Misoprostol.


Misoprostol digunakan sebagai induksi persalinan janin yang masih hidup,
khususnya bila bishop score masih rendah yakni < 5.
1) Rekomendasi dosis dan interval obat berdasarkan cara pemberian adalah sebagai
berikut :
- Pemberian per oral:
Misoprostol solution 20 25 g per oral setiap 2 jam.
- Pemberian per vaginam:
Misoprostol 25 g pervaginam setiap 4 jam. Tidak direkomendasikan
untuk membasahi tablet misoprostol dengan air sebelum dimasukkan ke
dalam vagina.
- Pemberian sublingual, buccal maupun rektal. Belum direkomendasikan.
- Maksimal pemberian adalah 6 kali.
2) Hal hal yang harus diperhatikan selama pemberian misoprostol adalah sebagai
berikut :
- Selama pemberian misoprostol pasien sudah berada di kamar bersalin.
- Pemeriksaan kesejahteraan janin sebelum dilakukan induksi persalinan.
- Setelah misoprostol diberikan, setiap 30 menit dilakukan pemeriksaan
denyut jantung janin dan kontraksi uterus.
- Tersedia obat tokolitik yakni terbutaline 250 ug subkutan.
- Jangan memberikan oksitosin sebelum 4 jam pemberian misoprostol
- Pemberian misoprostol sebagai induksi persalinan dilakukan di rumah
sakit yang mampu melakukan operasi cito.

Bagan Alur Penanganan Posterm


UK 41 Minggu.
Evaluasi kesra (NST & USG),
penilaian PS
38

NST& USG
Normal
PS baik

POSTTERM
(42 MG / LEBIH)

Konseling
INDUKSI

PENANGANAN SESUAI PENILAIAN


KESEJAHTERAAN JANIN

Kesejahteraan Janin Baik


( USG / NST baik )

Kesejahteraan Janin
Mencurigakan

Nilai Pelvic Sore

Nilai Pelvic Sore

PS < 5

PS 5

Kesejahteraan Janin
Jelek

PS < 5

PS 5

NST ulang

Baik

Tetap

Patologis

Induksi
OCT ( - )

OCT ( + )

Ripening/Induksi

SC

7. KETUBAN PECAH DINI

1. Batasan:
Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan pada
39

saat belum inpartu, bila diikuti satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal
persalinan.
2. Gejala Klinis/Diagnosis
1) Anamnesis:
a. Kapan keluarnya cairan, wama dan bau
b. Adakah partikel-partikel di dalam cairan (lanugo dan vernik)
2) Inspeksi : keluar cairan pervaginam
3) Inspikulo : bila fundus uteri ditekan atau bagian terendah digoyangkan, keluar
cairan dari ostium uteri intemum (OUI)
4) Pemeriksaan dalam :
a. Ada cairan dalam vagina.
b. Selaput ketuban sudah pecah.
5) Pemeriksaan laboratorium :
a. Dengan lakmus, menunjukkan reaksi basa (perubahan menjadi warna
biru).
b. Mikroskopis, tampak lanugo atau vernik kaseosa (tidak selalu dikerjakan).
3. Komplikasi
1) Infeksi intrauterin.
2) Tali Pusat menumbung.
3) Kelahiran prematur.
4) Amniotic Band Syndrome (kelainan bawaan akibat ketuban pecah sejak hamil
muda).
4. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan Ketuban Pecah Dini adalah memperpanjang kehamilan
sampai paru-paru janin matang atau dicurigai adanya/terdiagnosis khorio amnionitis.
A. KPD Pada Kehamilan Aterm dan nendekati aterm ( 35 Minggu).
1) Diberikan antibiotika prafilaksis, Ampisilin 4 x 500 mg.
2) Dilakukan pemeriksaan "admision test" bila hasilnya patologis dilakukan
terminasi kehamilan.
3) Observasi temperatur rektal setiap 3 jam, bila ada kecenderungan meningkat
lebih atau sama dengan 37,6 C, segera dilakukan terminasi.
4) Dilakukan menajemen aktif. Dilakukan evaluasi pelvic Score:
a. Bila PS lebih atau sama dengan 5, dilakukan induksi dengan oksitosin
drip.
b. Bila PS kurang dari 5, dilakukan pematangan servik dengan
Misoprostol 25 g setiap 6 jam pervaginam maksimal 2 kali pemberian,
bila PS baik dilakukan induksi dengan oksitosin drip 6 jam setelah dosis
terakhir.
5) Batasi pemeriksaan dalam, dilakukan hanya berdasarkan indikasi obstetrik
B. KPD Dengan Umur Kehamilan 32 - < 35 mg.
40

1) Hindari pemeriksaan servik secara digital, hanya boleh dilakukan inspikulo


dengan spekulum steril.
2) Pertimbangkan pemberian steroid bila umur kehamilan meragukan, atau
pada kasus diabetes pada kehamilan.
3) Dilakukan tes pematangan paru melalui pemeriksaan cairan amnion dari
pooling cairan di forniks posterior.
4) Bila paru-paru matang dilakukan induksi persalinan, bila belum matang
atau tidak didapatkan cairan yang cukup dilakukan penanganan
konservativ dengan pemberian kortikosteroids.
5) Pada pasien KPD yang sudah pernah dirawat, dan sudah mendapatkan
steroid < 1 minggu, tidak diberikan steroid lagi, bila lebih dari 1 minggu
dilakukan tes pemartangan paru.
4) Pemeriksaan swab vagina dan Urine Lengkap untuk mencari tanda-tanda
infeksi.
3) Pemberian antibiotika profilaksis: Ampicillin 4 x 500 mg ditambah
eritromisin 3 x 500 mg selama 7 hari.
4) Dilakukan expectant management, atau induksi persalinan bila terbukti
adanya khorioamnionitis.
C. KPD Dengan Kehamilan Jauh dari aterm ( UK 28-32 Minggu)
1) Perawatan di RS
2) Hindari pemeriksaan servik secara digital, hanya boleh dilakukan
inspikulo dengan spekulum steril.
3) Dilakukan pemeriksaan USG untuk menilai presentasi janin, adanya
solutio plasenta, perkiraan berat janin, dan tali pusat menumbung.
4) Diberikan antibiotika : Ampicillin 4 x 500 mg ditambah eritromisin 3 x
500 mg selama 7 hari.
5) Untuk merangsang maturasi paru diberikan kortikosteroid (untuk UK
kurang dari 34 minggu) : Deksametason 6 mg setiap 12 jam selama 2 hari
6) Observasi di kamar bersalin :
a. Tirah baring selama 24 jam, selanjutnya dirawat di ruang obstetri.
b. Dilakukan observasi temperatur rektal tiap 3 jam, bila ada
kecenderungan terjadi peningkatan temperatur rektal lebih atau sama
dengan 37,6 C, segera dilakukan terminasi.
7) Di ruang Obstetri :
a. Temperatur rektal diperiksa setiap 6 jam.
b. Dikerjakan pemeriksaan laboratorium : leukosit, neutrofil count,
marker infeksi seperti: IL-6, CRP
8) Tata cara perawatan konservatif :
a. Dilakukan sampai janin viable
b. Selama perawatan konservatif, tidak dianjurkan melakukan
pemeriksaan dalam
c. Dalam observasi selama 1 minggu, dilakukan pemeriksaan USG untuk
menila air ketuban:

Bila air ketuban cukup, kehamilan diteruskan.

Bila air ketuban kurang (oligohidramnion), dipertimbangkan


41

untuk terminasi kehamilan.


d. Pada perawatan konservatif, pasen dipulangkan pada hari ke-7 dengan
saran sebagai berikut :
tidak boleh koitus.
tidak boleh melakukan manipulasi vagina.
segera kembali ke RS bila ada ke!uar air lagi
e. Bila masih keluar air, perawatan konservatif dipertimbangkan dengan
melihat pemeriksaan lab. Bila terdapat leukositosis / peningkatan LED
lakukan terminasi
f. Bila timbul kontraksi, bisa dipertimbangkan pemberian tokolitik
selama 48 jam untuk memberikan kesempatan pematangan paru janin,
bila tidak ada kontra indikasi. (lihat persalinan preterm)
Terminasi Kehamilan:
1) Induksi persalinan dengan drip oksitosin.
2) Seksio sesaria bila prasyarat drip oksitosin tidak terpenuhi atau bila drip
oksitosin gagal.
3) Bila skor pelvik jelek, dilakukan pematangan dan induksi persalinan dengan
Misoprostol 25 g vaginal tiap 4 jam, maksimal 6 kali pemberian.

Alur Pengelolaan KPD


Pasien datang dengan
gejala KPD

42

Pengelolaan awal :
Menegakkan diagnosis
Memastikan umur kehamilan
Memastikan kesejahteraan janin
Pemberian antibiotik profilaksis

U. K 35 mg

Paru matang

Induksi
Persalinan
Bedah
seksio
sesaria

Pervaginam

U.K 32 minggu

U.K > 32 - < 35mg

Indikasi ibu,
janin dan
obstetri

Tidak matang

Kontraindikasi :
Korioamnionitis
Kesejahteraan janin buruk
Kelainan kongenital

Priming
misoprostol
bila PS < 5

U.K.
23-28 minggu

Induksi
oksitosin
bila PS 5

Konseling:
komplikasi KPD
Prognosis jelek
Tawarkan
Amniopatch

Paru matang
Tanda korioamnionitis
Anhidramnion
Fetal distress

8. HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

43

Konservatif

U.K.
28 - 32 minggu

Kortikosteroid
Antibiotika
Tokolitik
Evaluasi
kesejahteraan janin
dan kondisi ibu.
Rawat di ruangan
Obstetri

1.Batasan:
Timbulnya hipertensi yang disertai atau tanpa proteinuria, yang terjadi sebelum
atau selama kehamilan, sampai 12 minggu pasca persalinan.
2. Klasifikasi:
Disadur bebas dari Report on the National High Blood Pressure Education
Program Working Group on High Blood Pressure in pregnancy (AJOG Vol.183 :
S1, July 2000)
1.

2.

3.
4.

5.

Hipertensi Gestasional
Didapatkan tekanan darah 140/90 mmHg untuk pertama kalinya pada
kehamilan, tidak disertai dengan proteinuria dan tekanan darah kembali
normal < 12 minggu pasca persalinan.
Preeklamsia
Kriteria minimum
Tekanan darah 140/ 90 mmHg setelah umur kehamilan 20 minggu,
disertei dengan proteinuria 300 mg/24 jam atau dipstick 1+
Eklampsia
Kejang-kejang pada preeklamsi yang tidak dapat dibuktikan adanya
penyebab lain pada wanita dengan preeklampsia.
Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia
- Timbulnya proteinuria 300 mg/ 24 jam pada wanita hamil yang sudah
mengalami hipertensi sebelumnya, setelah kehamilan 20 minggu .
- Terjadi peningkatan mendadak proteinuria, atau terjadi perburukan
yang sudah terjadi sebelumnya.
Hipertensi kronik
Ditemukannya tekanan darah 140/ 90 mmHg, sebelum kehamilan atau
sebelum kehamilan 20 minggu dan tidak menghilang setelah 12 minggu
pasca persalinan.

Proteinuria:
1. Dipstik tes urin digunakan untuk menskriining preeklampsia, pada kecurigaan
preeklampsia yang rendah.
2. Proteinuria akan sangat mungkin terjadi bila dipstik urin 2+.
3. Tes yang lebih bermakna adalah pemeriksaan protein urin 24 jam atau rasio
protein: kreatinin urin.
4. Proteinuri didefinisikan sebagai kadar protein 0,3 gram/hari pada
penampungan urin 24 jam, atau rasio protein: kreatinin 30 mg/mmol pada
spot sampel urin (random).
PREEKLAMPSIA RINGAN
Diagnosis:
1) Hipertensi.
Tekanan darah sama dengan atau lebih dari 140/90 mmHg dan kurang dari
44

160/ll0 mmHg.
2) Proteinuria 0,3 gr/L dalam 24 jam atau pemeriksaan secara kwalitatif (+ +)
Pengelolaan:
a. Rawat jalan ( ambulatoir )
b. Rawat inap ( hospitalisasi )
Ad. a. Pengelolaan secara rawat jalan (ambulatoir)
1.
Tidak mutlak harus tirah baring, dianjurkan ambulasi sesuai keinginannya.
2.
Diet reguler : tidak perlu diet khusus.
3.
Dilakukan pemeriksaan fetal assesment (USG dan NST) setiap 2 minggu.
4.
Pemeriksaan laboratorium: darah lengkap, urine lengkap, fungsi ginjal dan
lever.
5.
Kunjungan ke Rumah Sakit tiap minggu.
Ad. b. Pengelolaan secara rawat inap (hospitalisasi)
1. Indikasi preeklamsi ringan dirawat inap (hospitalisasi)
a.
Hasil fetal assesment meragukan atau jelek dilakukan
terminasi kehamilan.
b.
Bila dalam 2 kali kunjungan (2 minggu) tidak ada perbaikan.
c.
Hasil test laboratorium yang abnormal
d.
Adanya gejala/ tanda 1 (satu) atau lebih preeklampsia berat.
2.

3.

4.

Pemeriksaan dan monitoring pada ibu


a.
Pengukuran desakan darah setiap 4 jam kecuali
ibu tidur
b.
Pengamatan yang cermat adanya edema pada
muka dan abdomen
c.
Penimbangan berat badan pada waktu ibu
masuk rumah sakit dan penimbangan dilakukan setiap hari
d.
Pengamatan dengan cermat gejala preeklampsia
dengan impending eklamsia.
Pemeriksaan laboratorium
a.
Proteinuria dengan dipstick pada waktu masuk
dan sekurang-kurangnyanya diikuti 2 hari setelahnya.
b.
Hematokrit dan trombosit : 2 x seminggu
c.
Test fungsi hepar: 2 x seminggu
d.
Test fungsi ginjal dengan pengukuran kreatinin
serum, asam urat, dan BUN
e.
Pengukuran produksi urine setiap 3 jam (tidak
perlu dengan kateter tetap)
Pemeriksaan kesejahteraan janin
a.
Pengamatan gerakan janin setiap hari
b.
NST 2 x seminggu
c.
Profil biofisik janin, bila NST non reaktif

45

d.

Evaluasi pertumbuhan janin dengan USG, setiap


3-4 minggu

e.
5.

USG Doppler arteri umbilikalis, arteri uterina.

Evaluasi hasil Pengobatan:


Pada dasarnya evaluasi hasil pengobatan dilakukan berdasarkan hasil dari
fetal assesment. Bila didapatkan hasil:
a.
Jelek dilakukan terminasi kehamilan.
b.
Ragu-ragu,
dilakukan
evaluasi
ulang
NST/kesejahteraan janin 1 hari kemudian.
c. Baik:

Penderita dirawat sekurang-kurangnya 4 hari

Bila preterm penderita dipulangkan.


Bila aterm dengan PS baik atau lebih dari 5 dilakukan terminasi
dengan oksitosin drip.
d. Bila didapatkan keluhan subyektif seperti di bawah ini dirawat
sebagai preeklsmpsia berat:

Nyeri ulu hati.

Mata berkunang-kunang

Irritable

Sakit kepala
e. Bila umur kehamilan aterm (lebih dari 37 minggu) dilahirkan.

Pengelolaan obstetrik
Pengelolaan obstetrik tergantung usia kehamilan.
a.

Umur kehamilan < 37 minggu


Bila tanda dan gejala tidak memburuk, kehamilan dapat dipertahankan
sampai aterm.
b. Umur kehamilan 37 minggu
Kehamilan dipertahankan sampai timbul onset partus atau mencapai 40
minggu.
Bisa dipertimbangkan ripening/induksi dengan misoprostol.
Bila serviks matang, dilakukan induksi persalinan.

46

Bagan alur PE Ringan

Preeklampsia Ringan

Evaluasi Maternal
dan Fetal

40 minggu
37 minggu:
PS > 5
34 minggu:
Inpartu atau PROM
IUGR
NST non reasuring

37-39 mg

< 37 mg

Rawat jalan/Rawat inap


Evaluasi maternal & Fetal

Maternal & Fetal memburuk.


Umur kehamilan 40 mg.
PS >5 saat UK 37 mg.
Inpartu

47

Lahirkan

Misoprostol

PREEKLAMPSIA BERAT
Batasan:
Suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan tekanan darah lebih atau sama
dengan 160/110 mmHg disertai proteinuria pada umur kehamilan 20 minggu atau
lebih.
Diagnosis
1) Umur kehamilan 20 minggu atau lebih atau segera setelah persalinan.
2) Tekanan darah sistolik lebih atau sama dengan 160 mmHg dan diastolik lebih
atau sama dengan 110 mmHg. Tekanan darah ini tidak turun walaupun ibu
hamil sudah dirawat dan menjalani tirah baring.
3) Proteinuria lebih dari 5 gram dalam 24jam atau kualitatif +4 (++++)
4) Didapatkan satu atau lebih gejala-gejala pre-eklampsia berat.
Gejala Klinis :
Bila disertai satu atau lebih gejala atau hasil laboratorium di bawah ini :
1) Oligouria, jumlah produksi urine kurang dari 500 cc dalam 24 jam yang
disertai kenaikan kadar kreatinin darah.
2) Adanya keluhan subyektif:
a. Gangguan visus : mata kabur
b. Gangguan serebral : nyeri kepala frontal
c. Nyeri epigastrium, pada kuadran kanan atas abdomen.
d. Hiper refleks.
3) Kenaikan kreatinin serum ( >1,2 mg/dl).
4) Edema paru dan sianosis
5) Nyeri epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan abdomen : disebabkan
teregangnya kapsula Glisoni. Nyeri dapat sebagai gejala awal ruptur hepar.
6) Gangguan fungsi hepar : peningkatan alanin atau aspartat amino transferase
7) Hemolisis mikroangiopatik
8) Sindroma HELLP
9) PJT (Pertumbuhan Janin Terhambat).
Diagnosis Banding
1) Hipertensi kronik dalam kehamilan.
2) Kehamilan dengan sindroma nefrotik.
3) Kehamilan dengan payah jantung.
Penatalaksanaan
1. Dasar pengelolaan preeklamsia berat
Pada kehamilan dengan penyulit apapun pada ibunya, dilakukan
pengelolaan dasar sebagai berikut :
a. Terapi pada penyulitnya :
Yaitu terapi medikamentosa dengan pemberian obat-obatanan untuk
penyulitnya
b. Sikap terhadap kehamilannya :
48

Ekspektatif ; konservatif : bila umur kehamilan < 35 minggu, artinya :


kehamilan dipertahankan selama mungkin sambil memberikan terapi
medikamentosa
Aktif, agresif ; bila umur kehamilan 35 minggu, artinya kehamilan
dikahiri setelah mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi ibu.
2. Pemberian terapi medikamentosa
Segera masuk rumah sakit, tirah baring miring ke kiri secara intermiten
dan diberikan:
a. Infus Ringer Laktat atau Ringer Dekstrose 5%
b. Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang.
Pemberian MgSO4 dibagi :
- Loading dose (initial dose) : dosis awal
- Maintenance dose : dosis lanjutan
Cara pemberian MgSO4
Sumber
Magpie Trial Colaborative
Group, 2002

Loading dose
4g 50% dilarutkan dalam normal
Saline I.V. / 10-15 menit

Maintenance dose
1g/jam/I.V. dalam 24 jam

Syarat pemberian MgSO4. 7H2O


1. Refleks patella normal
2. Respirasi > 16 menit
3. Produksi urine dalam 4 jam sebelumnya > 100 cc ; 0,5 cc/kg BB/jam
4. Siapkan ampul Kalsium Glukonat 10% dalam 10 cc

Antidotum
Bila timbul gejala dan tanda intoksikasi MgSO4. 7H2O , maka diberikan injeksi Kalsium
Glukonat 10% dalam 10 cc dalam 3 menit
Refrakter terhadap MgSO4. 7H2O, dapat diberikan salah satu regimen dibawah ini :
1. 100 mg IV sodium thiopental
2. 10 mg IV diazepam
3. 250 mg IV sodium amobarbital

c. Pemberian anti hipertensi


Diberikan : bila tekanan darah 180/110 atau MAP 126
Terapi Akut:
Nipedipin : 10-20 mg oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum
120 mg dalam 24 jam.
Labetalol :
o Bolus 50 mg labetalol (10 ml labetalol 5mg/ml) dalam 5
menit, ulangi bolus bila tekanan darah belum turun <
49

160/105 mmHg. Dapat diulang tiap 10 menit sampai


maksimal 300 mg.
o Infus Labetalol 20 mg i.v/ jam dosis tetesan dinaikan 2 kali
lipat tiap 30 menit sampai maksimal 160 mg/ jam, sampai
tekanan darah turun sesuai yang diinginkan dan stabil.
o Bila kesulitan memberika intra vena, dapat juga diberikan
peroral dengan dosis initial 200 mg. Dapat diulang bila
dalam 30 menit tekanan darah belum turun.

Nicardipine-HCl : 10 mg dalam 100 atau 250 cc NaCl/RL


diberikan secara IV selama 5 menit, bila gagal dalam 1 jam dapat
diulang dengan dosis 12,5 mg selama 5 menit. Bila masih gagal
dalam 1 jam, bisa diulangi sekali lagi dengan dosis 15 mg selama 5
menit.
Tekanan darah diturunkan secara bertahap :
- Penurunan awal 25% dari tekanan sistolik
- Tekanan darah diturunkan mencapai :
< 160/105
MAP < 125

Terapi Maintenance:

Methyl dopa 500-3000 mg per oral


dibagi 2-4 dosis.
Nifedipin 3x10 mg.

d. Diuretikum:
Diuretikum yang diberikan hanya atas indikasi :
Edema paru
Payah jantung kongestif
Edema anasarka
4) Pengobatan Obstetrik:
A. Perawatan Konservatif ; ekspektatif
a. Tujuan :
Mempertahankan kehamilan, sehingga mencapai umur kehamila
yang memenuhi syarat janin dapat dilahirkan
Meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa mempengaruhi
keselamatan ibu
b. Indikasi : Kehamilan < 35 minggu tanpa disertai tanda-tanda dan gejalagejala impending eklamsi.
c. Terapi Medikamentosa :
1) Lihat terapi medikamentosa seperti di atas.
2) Pemberian MgSO4 sama seperti pemberian MgSO4 seperti
tersebut di atas, hanya tidak diberikan loading dose intravena.
50

3) Pemberian kortikosteroid diberikan pada umur kehamilan 23-34


minggu selama 48 jam.
d. Perawatan di Rumah Sakit
1) Pemeriksaan dan monitoring tiap hari terhadap gejala klinik
sebagai berikut :
Nyeri kepala
Penglihatan kabur
Nyeri perut kuadran kanan atas
Nyeri epigastrium
Kenaikan berat badan dengan cepat
2) Menimbang berat badan pada waktu masuk Rumah Sakit dan
diikuti tiap hari.
3) Mengukur proteinuria ketika masuk Rumah Sakit dan diulangi
tiap 2 hari.
4) Pengukuran desakan darah sesuai standar yang telah ditentukan.
5) Pemeriksaan laboratorium sesuai ketentuan di atas.
6) Pemeriksaan USG sesuai standar, khususnya pemeriksaan:
a. Ukuran biometrik janin
b. Volume air ketuban
c. Doppler arteri uterina, umbilikalis dan cerebri media
e. Penderita boleh dipulangkan :
Bila penderita telah bebas dari gejala-gejala preeklamsi berat,
masih tetap dirawat 3 hari lagi baru diizinkan pulang.
B. Perawatan aktif ; agresif
a. Tujuan : Terminasi kehamilan
b. Indikasi :
Indikasi Ibu :
a.
Kegagalan terapi medikamentosa :
1. Setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan medikamentosa,
terjadi kenaikan darah yang persisten.
2. Setelah 24 jam sejak dimulainya pengobatan medikamentosa
terjadi kenaikan tekanan darah yang persisten.
b. Tanda dan gejala impending eklamsi
c.
Gangguan fungsi hepar
d. Gangguan fungsi ginjal
e.
Dicurigai terjadi solusio placenta
f. Timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, pendarahan.
Indikasi Janin :
a. Umur kehamilan 35 minggu
b. IUGR berat berdasarkan pemeriksaan USG
c. NST nonreaktiv dan profil biofisik abnormal
d. Timbulnya oligohidramnion.
51

Indikasi Laboratorium :
Thrombositopenia progesif, yang menjurus ke sindroma HELLP.
Cara Perawatan Aktif:
Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif, pada setiap penderita
dilakukan pemeriksaan kesejahteraan janin.
Tindakan seksio sesarea hanya dikerjakan bila:
Hasil kesejahteraan janin jelek
Penderita belum inpartu dengan PS jelek (kurang dari 5)
Kegagalan drip oksitosin
Induksi dengan oksitosin drip dikerjakan bila NST baik dan PS baik.
Pada preeklampsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam.
a. Terapi Medikamentosa :
Lihat terapi medikamentosa.
b. Persalinan :
Sedapat mungkin persalinan diarahkan pervaginam
Penderita belum inpartu
a. Dilakukan induksi persalinan bila skor Bishop > 5
- Bila perlu dilakukan pematangan serviks dengan
misoprostol.
- Induksi persalinan harus sudah mencapai kala II dalam
waktu 24 jam.
b.
Indikasi seksio sesarea:
1. Tidak memenuhi syarat untuk persalinan pervaginam
2. Induksi persalinan gagal
3. Terjadi gawat janin
Bila penderita sudah inpartu
a. Perjalanan persalinan diikuti dengan curve Friedman.
b. Monitor tekanan darah tiap 30 menit.
c. Tindakan operatif pervaginam tidak rutin dikerjakan kecuali:
Tekanan darah tidak terkontrol.
Tanda-tanda impeding eklampsia.
Kemajuan kala II tidak adekuat.
d. Seksio sesarea dilakukan apabila terdapat kegawatan ibu dan
gawat janin, atau indikasi obstetri.
e. Bila harus dialakukan SC, pilihan anestesianya : regional
anestesia, epidural anestesia. Tidak
diajurkan anesthesia
umum .

52

BAGAN ALUR PENANGANAN PE BERAT

Preeklampsia Berat

MRS
Evaluasi Maternal dan Fetal 24 jam
MgSO4 24 jam
Antihipertensi bila sistolik 160
mmHg dan atau
Diastolik 110 atau MAP > 125
mmHg
- Maternal distress
- Nonreasuring fetus
- Persalinan atau KPD
- Umur kehamilan > 35
mg

Ya

- MgSO4
- Lahirkan

Tidak

PJT Berat

Ya

Tidak

< 23 minggu

Pertimbangkan
Terminasi
Kehamilan

23-34 Minggu

34-35 Minggu

- Steroids UK 23-34 Minggu


- Antihypertensi bila perlu
- Evaluasi kondisi Maternal dan
fetal tiap hari
- Lahirkan usia 34 minggu

Keterangan:
Maternal Distress: Trombositopenia, impending
eklampsia, Edema paru dan Syndrom HELLP

53

Steroids

EKLAMPSIA
Batasan:
Eklampsia adalah kelainan akut pada ibu hamil, saat hamil tua, persalinan atau
masa nifas ditandai dengan timbulnya kejang atau koma, di mana sebelumnya
sudah menunjukkan gejala-gejala pre-eklamsia, dan tidak dapat dibuktikan
adanya penyebab yang lain.
Patogonesis:
Sama dengan pre-eklampsia, dengan akibat yang lebih serius pada organ-organ
hati, ginjal, otak, paru Jantung, yakni terjadinya nekrosis dan perdarahan pada
organ-organ tersebut.
Gejala Klinis:
1) UKlebih dari20minggu.
2) Tanda-tanda pre-eklamsia (hipertensi, proteinuria).
3) Kejang-kejang dan atau koma, saat persalinan atau sampai 10 hari saat nifas
4) Kadang-kadang disertai dengan gangguan fungsi organ
Laboratorium dan Diagnosis:
1) Pemeriksaan Laboratorium
a. Proteinuri
b. Fungsi organ: ginjal, liver, Jantung.
c. Hemostasis
2) Konsultasi dengan disiplin lain kalau dipandang perlu.
a. Kardiologi
b. Neurologi
c. Anestesiologi
d. Neonatologi
Diagnosis Banding:
Kehamilan disertai kejang oleh karena sebab-sebab yang lain misalnya :
1) Febril convulsion (panas +).
2) Epilepsi (anamnesa epilepsi +).
3) Tetanus (kejang tonik/kaku kuduk).
4) Meningitis/ensefalitis (pungsi lumbal).
Penatalaksanaan:
Prinsip pengobatan.
1) Menghentikan kejang-kejang yang terjadi dan mencegah kejang ulangan.
2) Mencegah dan mengatasi komplikasi.
3) Memperbaiki keadaan umum ibu dan anak seoptimal mungkin.
4) Pengakhiran kehamilan/persalinan mempertimbangkan keadaan ibu (vital
score).

54

A.Obat-obat untuk anti kejang


1. Pemberian MgSO4 sama dengan pemberian pada preeklampsia berat (lihat
tabel), diteruskan sampai 24 jam pasca persalinan atau 6 jam bebas kejang.
2. Syarat:
a. Refleks patela harus positif
b.Tidak ada tanda-tanda depressi pernafasan (respirasi lebih dari 16
kali /menit.
c. Produksi urin tidak kurang dari 25 cc/jam atau 150 cc/6 jam.
3. Apabila ada tanda-tanda keracunan MgSO4 diberikan antidotum Kalsium
Glukonas 10%, 10 cc i.v pelan-pelan selama 3 menit atau lebih.
4. Apabila diluar sudah diberikan diazepam, maka dilanjutkan pengobatan
dengan MgSO4.
C. Mencegah Komplikasi
1) Obat-obat anti hipertensi, bila sistolik lebih atau sama dengan 180 mmHg
atau diastolik lebih atau sama dengan 110 mmHg digunakan 1 amp
clonidine.
2) Diuritika hanya diberikan atas indikasi:
a. Edema paru-paru
b.Kelainan fungsi ginjal (bila faktor prerenal sudah teratasi) diberikan
furosemide inj 40 mg/i.m
3) Kardiotonika diberikan atas indikasi:
a. Adanya tanda-tanda payah jantung
b. Edema paru: diberikan digitalisasi cepat dengan cedilanide
4) Antibiotika, diberikan Ampicillin 3 kali 1 gr. I.V
5) Antipiretika, diberikan Xyllomidon 2 cc/i.m dan atau kompres alkohol.
D. Memperbaiki keadaan umum ibu.
1) Infus RL/dektrose 5 %.
2) Pasang CVP untuk pemantauan keseimbangan cairan
3) Pemberian kalori (dextrose 10 %)
4) Koreksi keseimbangan asam-basa (pada keadaan asidosis diberikan Na.
Bic /Meylon 50 mcq/i.v)
E. Perawatan penderita dengan koma
1) Monitoring kesadaran dan dalamnya koma memakai Glasgow Pittsburg
Coma Scale (GCS).
2) Pada perawatan koma, perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan
makanan penderita.
3) Pada koma yang lama nutrisi diberikan dalam bentuk Naso Gastric Tube
(NGT).
F. Pengobatan Obstetrik
Sikap terhadap kehamilan.
1) Sikap dasar adalah semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri
tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin.
2) Bilamana diakhiri.
55

Sikap dasar adalah kehamilan diakhiri bila sudah terjadi stabilisasi


(pemulihan). Stabilisasi hemodinamik dan metabolisme ibu tercapai dalam
4-8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan di bawah ini:
a. Setelah pemberian obat anti kejang terakhir
b. Setelah kejang terakhir.
c. Setelah pemberian obat-obat antihipertensi terakhir.
d. Penderita mulai sadar (responsif dan orientasi)
3) Cara terminasi kehamilan.
a. Induksi persalinan bila hasil KTG normal
b. Drip oksitosin; dengan syarat PS lebih atau sama deangan 5.
c. Seksio Sesarea bila:
Syarat drip oksitosin tidak terpenuhi atau ada kontraindiksi drip
oksitosin
Persalinan belum terjadi dalam waktu 12 jam, atau terjadi
persalinan, tapi belum mencapai kala II dalam waktu 24 jam.
Bila hasil KTG pathologis.
4) Perawatan pasca persalinan.
a. Bila persalinan terjadi pervaginam, monitoring tanda-tanda vital dilakukan
sebagaimana lazimnya.
b. Pemeriksaan laboratorium dikerjakan setelah 24 jam persalinan.
Prognosis
Prognosis Eklampsia ditentukan oleh kriteria Eden.
1) Koma yang lama.
2) Nadi diatas 120 kali /menit.
3) Suhu diatas 1030 F = 39,50 C.
4) Tekanan darah sistolik diatas 200 mmHg
5) Kejang lebih dari 10 kali
6) Proteinuria lebih 10 gr/liter, dan
7) Tidak ada edema.
Bila didapatkan dua atau lebih dari gejala tersebut, maka prognosis ibu adalah
buruk.

56

DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Sibai B.M, Diagnosis and Management of Gestational Hypertension and


Preeclampsia, The American College of Obstetricians and Gynecologist, 2003.
National Collaborating Centre for Womans and Childrens Health, NICE
Guideline, Hypertention in Pregnancy: The Management of Hypertensive Disorders
during Pregnancy, January 2011.
Dean S, Management of Hypertensive Disorders in Pregnancy inc Severe PreEclampsia and Eclampsia, NHS Trust, 2011.
WHO Recomendations for Prevention and Treatment of Preeclampsia and
Eclampsia, 2011.
Magee L.A, et al, Diagnosis Evaluation and Management of the Hypertensive
Disorders in Pregnancy, SOGC Clinical Practice Guideline, no 26 March 2008.
Sibai B.M, Diagnosis, Prevention and Management of Eclampsia, Clinical Expert,
Department of Obstetrics and Gynecology, University of Cincinati, vol: 105 no: 2
2005.

57

9. PENGGUNAAN MISOPROSTOL DALAM BIDANG OBSTETRI

1) Indikasi Misoprostol:
1.
2.
3.

BAB XIII

Induksi persalinan
Perdarahan pasca persalinan.
Terminasi kehamilan.

2) Kontra Indikasi:
1.
2.

Riwayat seksio sesar.


- Risiko ruptur uteri sebesar 4 5 kali lebih besar bila dibandingkan dengan
pemakaian oksitosin.
Reaksi alergi terhadap misoprostol.

REKOMENDASI PENGGUNAAN MISOPROSTOL

1.

Induksi persalinan
Misoprostol digunakan sebagai induksi persalinan janin yang masih hidup.
Khususnya bila Bishop score masih rendah yakni < 5.
Rekomendasi dosis dan interval obat berdasarkan cara pemberian adalah sebagai
berikut : (Level of evidence Ia, Rekomendasi A)
a. Pemberian per vaginam
Misoprostol 25 ug pervaginam setiap 4 jam.
Dosis maksimal adalah 6 kali pemberian. Tidak direkomendasikan untuk
membasahi tablet miso-prostol dengan air sebelum dimasukkan ke dalam vagina.
b. Pemberian per oral
Misoprostol solution 20 25 ug per oral setiap 2 jam.
Misoprostol tablet 50 ug tiap 4jam maksimal 6 kali pemberian.
Pemberian sublingual, buccal maupun rektal belum direkomendasikan.
Hal hal yang harus diperhatikan selama pemberian misoprostol adalah sebagai
berikut :
- Selama pemberian misoprostol pasien sudah berada di kamar bersalin.
- Dilakukan pemeriksaan kesejahteraan janin sebelum induksi persalinan.
- Setelah misoprostol diberikan, setiap 30 menit dilakukan pemeriksaan denyut
jantung janin dan kontraksi uterus.
- Tersedia obat tokolitik yakni terbutaline 250 ug subkutan.
- Jangan memberikan oksitosin sebelum 4 jam pemberian misoprostol pervaginam.
58

Pemberian misoprostol sebagai induksi persalinan dilakukan di rumah sakit yang


mampu melakukan operasi cito.

2. Terminasi kehamilan trimester I (Umur kehamilan < 14 minggu) untuk janin hidup.
Rekomendasi dosis dan interval obat agar terjadi ekspulsi spontan adalah sebagai
berikut:
- Misoprostol per vaginam 800 ug setiap 6 jam sampai dosis maksimal 3 kali
pemberian. (Level of evidence Ib, Rekomendasi A)
- Rekomendasi dosis dan interval obat sebelum dilakukan tindakan kuretase
adalah misoprostol pervaginam atau sublingual 400 ug 2 - 3 jam sebelum
tindakan. (Level of evidence Ia, Rekomendasi A).
3. Terminasi kehamilan trimester II (umur kehamilan 15 27 minggu) untuk janin
hidup.
- Rekomendasi dosis dan interval obat adalah misoprostol pervaginam 400 ug
setiap 3 jam sampai dosis maksimal 5 kali pemberian pada umur kehamilan 15 20 minggu. Bila Umur kehamilan lebih dari 20 minggu maka dosis dan interval
obat dikurangi, sama dengan penggunaan misoprostol untuk IUFD. (Level of
evidence Ib, Rekomendasi A).
4. Intrauterine fetal death (IUFD)
Rekomendasi penggunaan adalah sebagai berikut :
- Umur kehamilan 20 26 minggu
Misoprostol pervaginam 100 ug setap 6 12 jam sampai maksimal 4 kali
pemberian.
- Umur kehamilan 27 minggu
Bila bishop score 6, digunakan misoprostol pervaginam 25 50 ug setiap 4 jam
sampai maksimal 6 kali pemberian. (Level of evidence Ib, Rekomendasi A)
5. Perdarahan pasca persalinan
Misoprostol digunakan untuk pencegahan perdarahan pasca persalinan bila tidak
tersedia uterotonika injeksi. Rekomendasi untuk pencegahan perdarahan postpartum
adalah misoprostol per oral 600 ug dan per rektal 800 ug. (Level of evidence Ib,
Rekomendasi A)
EFEK SAMPING

1. Mual dan muntah


Angka kejadian adalah kurang dari 2 %.
2. Demam dan menggigil
Angka kejadian adalah kurang dari 2 %.
3. Hiperkontraktilitas uterus
Hiperkontraktilitas dapat berupa :
- Takisistol
Frekuensi kontraksi sebanyak 6 kali dalam 10 menit dalam 2 x 10 menit.
- Hipertoni
Durasi kontraksi lebih dari 2 menit.
- Sindrom hiperstimulasi
Takisistol dan gawat janin
59

DAFTAR PUSTAKA

1. Weeks A, et al. Misoprostol for induction of labour with a live fetus, International
Journal of Gynecology and Obstetrics (2007) 99, S194S197.
2. Feitosa F.E.L et al. Sublingual vs. vaginal misoprostol for induction of labor
International Journal of Gynecology and Obstetrics (2006) 94, 9195.
3. Tang O.S, Gemzell-Danielsson K, Ho P.C, Misoprostol: Pharmacokinetic profiles,
effect on uterus and side effects, International Journal of Gynecology and Obstetrics
(2007) 99, S60S67.
4, Fiala C, Weeks A, Misoprostol Guidelines for Obstetrics and Gynaecology,
www.misoprostol.org 2005.

60

10. DIABETES MELITUS GESTASIONAL (DMG)

Batasan
1. Diabetes gestasional : Adanya intoleransi karbohidrat dengan derajat bervariasi
yang terjadi atau diketahui pertama kali pada saat kehamilan tanpa memandang
apakah insulin dipergunakan atau tidak dalam penanganannya
2. Diabetes pragestasional atau overt diabetes atau preexiting: ibu hamil yang sudah
diketahui mengidap diabetes sebelum kehamilan
- Riwayat kadar gula tinggi dengan glukouri atau ketoasidosis
- Kadar gula sewaktu 200 mg / dl dengan gejala trias (polidipsi, poliuri
dan berat badan turun yang tidak bisa dijelaskan )
Kadar gula puasa 125 mg/dl
Tergantung Insulin
3. TTGO (Test Toleransi Glukosa Oral), tes diagnostic, dengan memberikan beban 75
gram glukosa anhidrus setelah berpuasa selama 8 14 jam.
KLASIFIKASI DIABETES MELITUS
American Diabetes Association (ADA) secara garis besar membuat klasifikasi
diabetes melitus pada umumnya berdasarkan etiologinya (Perkeni 2006, ADA 2007)
Tabel 1. Klasifikasi DM menurut etiologinya.
I.
DM tipe 1.
(Kerusakan sel Beta yang menjurus ke defisiensi insulin yang absolut).
a. Immuned Mediated
b. Idiopathic
II.
DM tipe 2.
(Terjadi resistensi insulin dengan defisiensi insulin yang relative sampai
dengan suatu gangguan pada sekresi insulin yang disertai resistensi insulin)
III.
DM tipe spesifik
a. Kelainan genetik fungsi sel Beta
b. Kelainan genetik kerja insulin
c. Kelainan eksokrin pankreas
d. Endokrinopati
e. Drug/Chemical induced
f. infeksi
g. Bentuk lain dari immune-mediated Diabetes Mellitus yang jarang.
h. Kelainan-kelainan genetic yang menyertai DM
IV.
Diabetes Gestational.

61

Penapisan
1) Tujuan:
a. Menurunkan angka kesakitan/kematian ibu
b. Menurunkan angka kematian perinatal
c. Menurunkan kejadian makrosomia
d. Menurunkan kejadian trauma pleksus brakhialis
e. Menurunkan komplkasi metabolik segera pada neonatus akibat komplikasi
hiperglikemia pada ibu
f. Menurunkan efek jangka panjang pada ibu maupun pada bayi.
g. Menurunkan kejadian seksio sesaria
h. Menurunkan kejadian preeklampsia
2) Cara Penapisan:
a. Sasaran penapisan adalah semua ibu hamil baik yang berisiko/tidak
berisiko (universal screening)
b. Skrining dan diagnosis yang direkomendasikan adalah satu tahap (One
Step Approach menurut WHO) yakni dengan TTGO (Test Toleransi
Glukosa Oral), dengan memberikan beban 75 gram glukosa anhidrus
setelah berpuasa selama 8 14 jam.
c. Waktu penapisan
Untuk ibu hamil yang berisiko penapisan dilakukan pada umur
kehamilan kurang dari 24 minggu (pertemuan pertama dengan ibu
hamil).
Bila hasilnya negatip, pemeriksaan diulang pada umur kehamilan 2428 mg.
Untuk ibu hamil yang tidak berisiko penapisan dilakukan pada umur
kehamilan 24-28 minggu.
d. Faktor risiko DMG :
Riwayat Kebidanan:
Beberapa kali keguguran
Riwayat pemah melahirkan anak mati tanpa sebab yang jelas
Riwayat pemah melahirkan bayi dengan cacat bawaan
Pernah pre-eklamsia
Polihidramnion
Riwayat anak sebelumnya dengan hipoglikemia, hipokalsemia,
hiperbilirubinemia
Riwayat Ibu:
Umur ibu hamil lebih dari 30 tahun
Riwayat DM dalam keluarga
Pemah DMG atau intoleransi glukosa pada kehamilan sebelumnya
Infeksi saluran kemih berulang-ulang sebelum hamil
Riwayat glukouria berulang
62

e. Cara Penapisan
Pemeriksaan gula darah sewaktu atau dengan tes toleransi glukosa
3) Persiapan Penapisan:
Pasien harus makan yang mengandung cukup karbohidrat minimal 3 hari
sebelumnya kemudian puasa 8-14 jam, baru dilakukan pemeriksaan gula
darah, puasa pada pagi hari setelah itu diberikan beban glukosa 75 gram
dalam 200 ml air, dua jam setelah itu diambil contoh darah vena untuk
dipastikan pemeriksaan gula darah 2 jam.

WANITA HAMIL

Makanan cukup karbohidrat + 3 hari


Puasa 8-14 jam

Gula darah puasa

Glukosa 75 gram

Glukosa Plasma Vena dua jam


Kriteria Diagnosis Menurut WHO
Glukosa Plasma Vena (mg/dl)
Puasa
2 jam
Diabetes Mellitus
> 126
> 140
Gestasional
Catatan : Bila salah satu atau keduanya terpenuhi dikelola sebagai DMG
DIABETES MELLITUS PRAGESTASI
Batasan:
Diabetes pragestasi (DMpG) terjadi sebelum terjadinya kehamilan (DM Tipe 1 dan 2).
Terminologi lain adalah Overt atau Preexisting DM

63

Risiko:
Risiko maternal dan perinatal akan meningkat dengan adanya,
1. Vaskulopati, misalnya adanya retinopati, nefropati dan hipertensi
2. Regulasi glukosa yang jelek
3. Faktor prognostic yang jelek seperti ketoasidosis, pyelonefritis, HDK dan
perawatan antenatal yang jelek.
Perawatan sebelum kehamilan:
Tujuan.
1. Regulasi glukosa untuk menurunkan risiko terjadinya kelainan bawaan janin dan
keguguran. Waspada terjadinya hipoglikemia.
2. Menentukan adanya vaskulopati dengan evaluasi opthalmologi, penyakit jantung
coroner, fungsi ginjal
3. Penyuluhan pasien dan suami tentang rencana perawatan pada kasus kehamilan
dengan DM.
4. Pemberian asam folat untuk pencegahan risiko terjadinya defek pada susunan
syaraf janin.
5. Konseling kontrasepsi.
Deteksi dan evaluasi kelainan bawaan janin:
1. Pemeriksaan HbA1C ibu pada trimester 1 untuk mengetahui regulasi glukosa
darah 3 bulan terakhir.
2. Pemeriksaan AFP (Alfa Feto Protein) pada usia hamil 16 20 minggu untuk
memperkirakan kemungkinan adanya kelainan bawaan janin.
3. USG pada 13-14 minggu untuk mendeteksi Anensefalus
4. USG pada 18-20 minggu untuk pemeriksaan struktur jantung janin termasuk
pembuluh darah besar untuk mendeteksi kemungkinan kelaianan jantung bawaan.
Perawatan Antenatal:
A. Regulasi gula darah.
Yang paling penting selama perawatan kehamilan adalah regulasi glukosa darah.
Kadar glucosa yang diharapkan selama hamil :
Kadar rata-rata
Sebelum makan pagi
Sebelum makan siang, makan malam, sebelum tidur
1 jam setelah makan
2 jam setelah makan

100 mg/dL
< 95 mg/dL
< 100 mg/dL
< 140 mg/dL
< 120 mg/dL

1. Monitoring kadar glukosa darah (kapiler) harian, baik puasa, prelunch,


predinner dan saat menjelang tidur.
2. Monitoring kadar glukosa darah (kapiler) 1 jam atau 2 jam setelah makan.
3. Pemeriksaan kadar HbA1C (Glycosylate Hemoglobin) tiap semester.

64

B. Terapi Insulin.
Pemberian insulin sesuai dengan rekomendasi team (Bagian Penyakit
Dalam)
C. Diet yang dianjurkan
- Rencana
: 3 kali makan dan 3 kali snack
- Kalori
: 30-35 kcal/kg normal body weight
Total 2000-2400 kcal/day
- Komposisi
: Karbohidrat 40-50%, kompleks dan tinggi serat Protein
20%, Lemak 30-40% (asam lemak jenuih/saturated <
10%).
- Pertambahan berat badan ibu : 10-11 kg
Pengaturan diit juga dikonsultasikan ke Bagian Gizi
D. Pemantauan janin.
Pemantauan kesejahteraan janin antenatal untuk mencegah kematian janin
1.
Profil Biofisik Janin.
2.
USG untuk memantau pertumbuhan janin (makrosomia/PJT)
3.
Amniosentesis bila diperlukan, untuk memperkirakan maturasi paru janin
bila direncanakan untuk seksio selektif sebelum 38 minggu.
RENCANA PERSALINAN
Saat persalinan.
Pengelompokan risiko kehamilan dengan DM ini ditujukan ke arah risiko terjadinya
kematian janin dalam rahim.
1. Risiko rendah.
- regulasi baik
- tidak ada vaskulopati
- pertumbuhan janin normal
- pemantauan kesejahteraan janin antepartum baik
- tidak pernah melahirkan mati (stillbirth)
Persalinan diperbolehkan sampai usia hamil 40 minggu.
2. Risiko tinggi.
- regulasi jelek
- ada komplikasi vaskulopati
- pertumbuhan janin abnormal (makrosomia/PJT)
- polihidramnios
- pernah lahir mati (stillbirth)
Pertimbangkan untuk persalinan pada usia hamil sejak 38 minggu (bila test
maturasi paru janin positip).
Cara persalinan

65

1. Pada kasus-kasus risiko rendah diperbolehkan melahirkan ekspektatif spontan


pervaginam sampai dengan usia hamil aterm
2. Pada kasus-kasus risiko tinggi direncanakan terminasi pada usia hamil 38
minggu dengan pemberian kortikosteroid untuk pematangan paru janin. (Bila uji
pematangan paru tidak dilakukan)
Pada kasus dimana ada indikasi persalinan dimana usia kehamilan 34 38
minggu, kalau memungkinkan dilakukan pemeriksaan uji pematangan paru
terlebih dahulu
Cara persalinan tergantung indikasi obstetrik.
3. Pada kasus-kasus dengan makrosomia dengan perkiraan berat janin 4000 g
dipertimbangkan untuk SC elektif.
DIABETES MELLITUS GESTASI
Penatalaksanaan Medis
a.
Dilaksanakan secara terpadu oleh Lab/SMF Obstetri
& Ginekologi, Lab/SMF Penyakit Dalam, Lab/SMF Anak dan Instalasi
Gizi.
b.
Tujuan perawatan medis DMG :
Memperbaiki metabolisme KH
Menurunkan angka kesakitan /kematian perinatal
Menurunkan kejadian kelainan kongenital
Dengan ini dapat dicapai keadaan normo glikemia yang dapat
dipertahankan selama kehamilan sampai persalinan.
c. Cara perawatan medis :
Perencanaan makan yang sesuai dengan kebutuhan
Pemberian Insulin bila belum tercapai Nomoglikemia dengan
perencanaan makan.
Pemantauan kadar glukosa darah sendiri di rumah, dan pemantauan diabetes
terkendali dengan pemeriksaan HbA 1c secara berkala tiap 6-8 minggu (normal
kurang dari 6%)
Penatalaksanaan Obstetri :
a. ANC lebih ketat
b. Penilaian kesejahteraan janin. Penilaian ini dilakukan sejak umur
kehamilan 34 minggu meliputi :
Pengukuran tinggi fundus uteri
mendengarkan denyut jantung janin
USG
KTG
Perawatan Antenatal:

66

1. Program perawatan kasus DMG dilaksanakan secara multi disiplin yang


terdiri dari Bagian Kebidanan, Penyakit Dalam, Gizi, Neonatus dan
Anesthesia.
2. Perawatan antenatal, kunjungan setiap 2 minggu sampai dengan usia hamil 36
minggu kemudian 1 minggu sekali sampai dengan aterm (bila kadar glukosa
darah terkendali dengan baik).
3. Target glukosa darah senormal mungkin dengan kadar glukosa puasa < 95
mg/dL dan 2 jam pp < 140 mg/dL yang dicapai dengan diet, olahraga dan
insulin.
4. OAD tidak dianjurkan oleh karena dapat menembus barier plasenta,
dikhawatirkan efek teratogenik dan lebih merangsang sel beta Langerhans
pada janin.
Perawatan selama persalinan:
1. Untuk pasien yang kadar glukosa terkendali dengan diet saja diperbolehkan
melahirkan sampai dengan aterm. Bila sampai dengan 40 minggu belum
terjadi persalinan maka mulai dilakukan pemantauan kesejahteraan janin 2
kali seminggu. Induksi persalinan dianjurkan saat umur kehamilan 41
minggu
2. Pasien dengan HDK dan pernah stillbirth sebelumnya harus dilakukan
pemantauan kesejahteraan janin 2 kali seminggu mulai usia hamil 32 minggu
3. Perkiraan berat lahir secara klinis dan pemeriksaan USG dilakukan untuk
mendeteksi adanya tanda-tanda makrosomia. Untuk mengurangi kelainan
janin akibat trauma kelahiran dianjurkan untuk mempertimbangkan SC efektif
pada EFW=4000 g.
4. Pasien dengan DMG yang dalam terapi insulin disertai diet untuk
mengendalikan kadar glukosa direncanakan program pemantauan/evaluasi
janin antenatal (anterpartum fetal surveillance) seperti pada DMpG.
5. Indikasi terminasi kehamilan sesuai dengan penanganan kasus DMpG
6. Perawatan intensif untuk mendeteksi dan mengatasi kejadian hipoglikemia,
hipokalsemia dan hiperbilirubinemia pada neonatus.
Perawatan pasca persalinan:
1. Evaluasi untuk mengantisipasi intoleransi karbohidrat yang menetap.
- Self monitoring untuk mengevaluasi profil glucose darah
- Pada 6 minggu pasca persalinan, dilakukan TTGO dengan loading 75 g
glucose (lihat persyaratan diagnosis DMG) kemudian diukur kadar
glucose darah (plasma) saat puasa dan 2 jam.
2. Kontrasepsi oral dosis rendah ( Low-dose oils) dikatakan tidak pernah
dilaporkan berpengaruh terhadap kejadian intoleransi karbohidrat.
3. Reccurrence risk untuk DMG sekitar 60 %.

67

Tabel 3. Kadar glucose plasma pada 6 minggu pasca persalinan pada DMG.
Normal
Glucose Intolerance
DM
Puasa(mg/dL)
< 100
< 126
126
dan
atau
2 jam (mg.dL)
< 140
140-199
200
Skema Penatalaksanaan Obstetrik Diabetes Mellitus Gestasional
DMG

Tidak terkendali
Ada komplikasi pada ibu

Terkendali

Pantau kesejahteraan janin (USG/KTG)


Sejak U.K 32 minggu 3x seminggu
(NST)
Setiap 2 minggu untuk biometri janin

Rawat/MRS
Pantau kesejahteraan janin
USG/KTG

Terkendali
Makrosomia (-)
PJT (-)
Terkendali

Makrosomia (+)
PJT (+)
Tidak terkendali
Pasien tdk patuh
Riwayat KJDK
Hipertensi kronik

Amnioscentesis
Tes pematangan
paru

Tunggu sampai
41 mg.
UK 38
Minggu

Tdk
terkendali

UK < 38
Minggu

Tes (+)

Tes (-)

Terminasi
Steroid

68

11. KEHAMILAN DENGAN PENYAKIT JANTUNG

1.Batasan :
Kehamilan yang disertai dengan gangguan fungsi jantung (Pregnancy
complicated by impaired heart funation)
Pengaruh Penyakit Jantung Terhadap Kehamilan
Prinsip : Jantung tidak mampu memberikan nutrisi dan oksigenasi pada janin
yang sedang tumbuh.
1) Akibatnya untuk bayi
a. Abortus
b. Prematuritas
c. PJT
d. Cacat bawaan
e. Asfiksia janin intrauterine
f. Tumbuh kembang janin akan terhambat setelah lahir
2) Untuk ibu
Terjadi payah jantung (Decompensatio Cordis = DC) kematian meningkat
2. Klasifikasi:
Berdasarkan etiologinya, kehamilan dengan penyakit jantung dapat diklasifikasikan
menjadi:

Penyakit jantung kongenital

Penyakit jantung kongenital acyanotic


Penyakit jantung kongenital cyanotic

Penyakit jantung didapat (acquired heart disease)


-

Penyakit jantung rheumatik


Penyakit jantung koroner

Penyakit jantung spesifik pada kehamilan, yaitu kardiomiopati peripartum


Sedangkan berdasarkan resiko mortalitas maternal, maka penyakit jantung pada
kehamilan dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok.

69

Tabel 1. Klasifikasi penyakit jantung berdasarkan resiko maternal


Kelompok Penyakit Jantung
ASD
I
VSD

Mortality Risk
<1%

PDA

Gangguan katup pulmonal/tricuspid

Tetralogy of fallot yang dikoreksi

Katup bioprostetik

MS, NYHA klas I/II


Coarctatio aorta tanpa kelainan katup

Tetralogy of fallot tanpa koreksi

Marfan Syndrome dengan aorta normal

Katup prostetik mekanis

MS dengan fibrilasi atrial atau NYHA klas


III atau 1V

Stenosis aorta

Riwayat infark miokard


Hipertensi pulmonal primer maupun
sekunder (termasuk Eisenmenger Syndome)

II

5-15%

III
-

Coartatio aorta dengan kelainan katup

Marfan syndrome dengan kelainan aorta

Kardiomiopati peripartum

25-50%

Adapted From The American Collage Of Obstetrician And Gynecologists Cardiac Disease in
Pragnancy, Technical Bulletin no. 168, June 1992
70

3. Diagnosis:
1. Anamnesis : mudah lelah, nyeri dada, berdebar, sesak napas
2. Pemeriksaan fisik : Syncope, Paroksismal noctural dyspnea, Takikardia
>120 x/menitArytmia yang terus mnerusNafas memendek saat
istirahatDistensi vena leherSummation gallop Murmur sistolik (4-6/6)
Murmur diastolic Nyeri dada Hemoptysis Cyanosis
3. ECG
4. Thorax foto
5. Echocardiografi
Sedangkan menurut New York Heart Association (NYHA), gagal jantung dapat dibagi
menjadi 4 klas berdasarkan kemampuan fungsional jantung, yaitu:

NYHA class-I
Patients with cardiac disease but without resulting limitations of physical activity.
Ordinary physical activity does not cause undue fatigue, palpitation, dyspnea, or anginal
pain.
NYHA class-II
Patients with cardiac disease resulting in slight limitations of physical activity. They are
comfortable at rest. Ordinary physical activity result in fatigue, palpitation, dyspnea, or
anginal pain.
NYHA class-III
Patients with cardiac disease resulting in marked limitations of physical activity. They
are comfortable at rest. Less than ordinary physical activity causes fatigue, palpitation.
dyspnea, or anginal pain.
NYHA class-IV
Patients with cardiac disease resulting in inability to carry on any physical activity
without discomfort. Symptoms of cardiac insuficiency of the anginal syndrome may be
present even at rest. If any physical activity is undertaken, dicomfort is increased.

71

4. Saat-saat Kritis
1) Hiperemesis Gravidarum :
Mual, muntah dan intake menurun, terjadi hemokonsentrasi, sedangkan
metabolisme dan konsurnsi 02 menmgkat, paru-paru sulit mengembang,
menyebabkan beban jantung menmgkat.
2) Umur Kehamilan 32-34 minggu :
Terjadi puncak hidremia (25-50%), mengakibatkan beban jantung menmgkat.
3) Partus Kala II
Venus return meningkat, shunt berhenti, mengakibatkan beban jantung tibatiba menmgkat.
4) Puerperium :
a.
Dini (3-5hari) :
Shunt yang berhenti, mengakibatkan volume darah yang kembali ke
jantung mendadak meningkat.
b.
Lanjut :
Bahaya infeksi puerperalis, endometritis, infeksi organ lain, berlanjut
menyebar secara hematogen, mengakibatkan sub akut bakterial
endokarditis (SBE).
5. Penatalaksanaan
5.1. Prakonsepsi
Penatalaksanaan:
1. Kerjasama obstetrikus dan kardiolog
2. Diskusikan tentang risiko maternal dan fetal
3. Diskusikan tentang kontrasepsi yang efektif dan aman
4. Periksa status jantung
5. Optimalkan terapi medik dan pembedahan
6. Anjurkan tidak hamil pada kondisi tertentu tergantung status resiko
penyakit jantung
5.2 Antepartum
-

Multidiciplinary approach
Konfirmasi usia kehamilan baik berdasarkan LMP maupun USG

Pada ibu hamil dengan penyakit jantung kongenital, dilakukan skriining fetal
cardiac congenital anomali pada umur kehamilan 18-22 minggu, untuk melihat
anatomi jantung, rithme, serta outflow tract arteri dan vena.

72

Bila dari skriining dijumpai kelainan dilakukan pemeriksaan fetal


echocardiography, dan detailed anatomic scan untuk melihat kelainan lain yang
berhubungan (terutama jari-jari dan tulang).

Pemeriksaan kesejahteraan janin dilakukan untuk menilai pertumbuhan janin baik


dengan fetal biometry, Doppler velocimetry, maupun Biophysical profile

Deteksi dini kelainan yang menyertai misalnya preeklampsia, anemia,


hyperthyroid, maupun infeksi.

Perencanaan kapan terminasi kehamilan dan route of delivery-nya

Penatalaksanaan:
1.
2.

Tentukan klas fungsional penyakit jantung


Teriminasi kehamilan merupakan opsi pada klas tertentu

3.

Kerjasama dengan cardiologist

4.

Optimalkan-manajemen medik

5.

Hindari faktor pencetus

6.

Antikoagulan pada kondisi tertentu sesui rekomendasi bagian penyakit dalam


(hentikan warfarin dan diubah menjadi heparin subkutan)

7.

Profilaksis antibiotik pada kondisi tertentu

8.

Fetal surveillance (pertumbuhan dan Doppler arteri umbilical, dan kelainan


jantung janin pada ibu dengan penyakit jantung kongenital)

Pada semua wanita dengan penyakit jantung sebaiknya dilakukan evaluasi menyeluruh
tentang status kardiologinya sebelum kehamilan.
Evaluasi itu antara lain:
- Riwayat penyakit jantung yang diderita beserta penanganannya
- Pemeriksaan fisik umum
- Pemeriksaan foto thorax dan ECG 12 lead
- Pemeriksaan Pulse oxymetri
-

Pemeriksaan Transthorax Echocardiography (untuk mencari lesi spesifik


maupun menentukan ejection fraction)

73

- Evaluasi status fungsional jantung (menurut NYHA atau ACC/AHA)


- Pengelompokan penyakit jantung berdasarkan kelompok resiko
- Bila perlu dilakukan pemeriksaan Cardiac MSCT-scan
Semua ibu hamil harus dilakukan pemeriksaan lengkap sebelum hamil dan dilalukan
stratifikasi risiko berdasarkan CARPREG dan katagori risiko berdasarkan WHO
Stratifikasi risiko berdasarkan studi CARPREG
Riwayat penyakit jantung (gagal jantung, transient ischemic attack, stroke sebelum
kehamilan atau aritmia)
Baseline kelas fungsional >II atau sianosis
Obstruksi ruang jantung bagian kiri (area katup mitral <2 cm2, area katup aorta <1.5 cm2,
puncak gradient tekanan keluar ventrikel kiri >30 mmHg berdasarkan ekokardiografi)
Penurunan fungsi sistolik ventrikel sistemik (EF <40%)
Bila memenuhi, setiap kriteria mendapat point 1
Perkiraan risiko komplikasi kardiovaskular maternal ; Point 0 : 5%, Point 1 : 27%, Point
>1 : 75%
Penilaian risiko maternal mengacu pada klasifikasi risiko World Heart
Organization (WHO). Klasifikasi risiko ini meliputi mengintegrasikan semua faktor
risiko kardiovaskular maternal meliputi peyakit jantung yang mendasari dan
komorbiditas.

Tabel

Prinsip-prinsip klasifikasi WHO dimodifikasi risiko kardiovaskular maternal

Kelas Risiko
Kelas I

Risiko Kehamilan Oleh karena Kondisi Medis


Tidak terdeteksi peningkatan risiko kematian maternal dan tidak/peningkatan
morbiditas ringan.

74

Kelas II

Sedikit peningkatan risiko kematian maternal atau eningkatan morbiditas


sedang.
Peningkatan yang signifikans dari kematian maternal atau morbiditas berat.

Kelas III

Diperlukan konsul cardiologist. Jika diputuskan hamil, konsul intensif ke


ccardiologist diperlukan dan monitoring oleh ahli Obstetri diperlukan selama
kehamilan, persalinan dan puerperium.
Risiko yang sangat berat teradinya kematian maternal atau morbiditas berat.

Kelas IV

Kehamilan merupakan kontra indikasi. Jika kehamilan sudah terjadi,


dipertimbangkan terminasi, jika kehamilan diteruskan, dirawat sampai
menjadi kelas III.

Tabel

Aplikasi klasifikasi WHO Dimodifikasi risiko kardiovaskular maternal

WHO Kelas I

Defek kecil atau ringan, tidak ada komplikasi :


-stenosis pulmonal
-patent ductus arteriosus
-mitral valve prolapse
Lesi sederhana yang berhasil dikoreksi (ASD,VSD,PDA, anomaly drainase

vena pulmonal)
Denyut ektopik atrial atau ventricular
WHO Kelas II
ASD atau VSD yang tidak dioperasi
Tetralogy of Fallot yang dikoreksi
Kebanyakan aritmia
WHO Kelas II- Gangguan ringan ventrikel kiri
Hipertropik kardiomiopati
III
Penyakit jantung katup yang bukan termasuk kategori WHO I dan IV
Sindrom Marfan tanpa dilatasi aorta
Aorta <45 mm pada pnyekita aorta yang dihubungkan dengan katup aorta

WHO Kelas III

bicuspid
Koarktasio aorta yang sudah dikoreksi
Katup mekanik
Ventrikel kanan sistemik
Sirkulasi Fontan
Penyakit jantung sianotik yang tidak dikoreksi
Penyakit jantung kongenital yang kompleks lainnya
Dilatasi aorta 40-45 mm pada sindrom Marfan
Dilatasi aorta 45-50 mm pada penyakit aorta yang dihubungkan dengan

WHO Kelas IV

penyakit katup aorta bicuspid


Hipertensi arteri pulmonalis oleh berbagai penyebab
Disfungsi berat ventrikel sistemik (LVEF <30%, NYHA Kelas III-IV
Riwayat kardiomiopati peripartum dengan kerusakan residual fungsi ventrikel

75

kiri
Stenosis mitral berat, stenosis aorta berat simptomatis
Sindrom Marfan dengan dilatasi aorta >45 mm
Dilatasi aorta >50 mm pada penyakit aorta yang dihubungkan dengan katup
aorta bicuspid
Koarktasio aorta berat

Pemberian profilaktik VTE pada kehamilan:


Oleh karena itu penting pula dinilai risiko trombosisnya berdasarkan the Royal
College of Obstetricians and Gynecologists yang dimodifikasi.
Penanganan disesuaikan dengan faktor risiko yang terdapat pada pasien tersebut.
Faktor risiko VTE dimodifikasi dari the Royal College of Obstetricians and
Gynecologists
FAKTOR RISIKO
Riwayat rekuren VTE (>1)
Riwayat VTE unprovoked atau estrogen-related
Riwayat VTE provoked
Riwayat keluarga VTE
Trombofilia : mutasi Faktor V Leiden, mutasi protrombin G20210A
Komorbiditas medis : penyakit jantung atau paru-paru, SLE, kanker, sindrom nefritik, penyakit
sickle cell, penggunaan obat intravena
Umur >35 tahun
Obesitas, BMI . 30 kg/m2
Paritas 3
Perokok
Varises vena
FAKTOR RISIKO OBSTETRIK
Pre-eklampsia
Dehidrasi/hyperemesis/sindrom overstimulasi ovarian
Kehamilan multiple atau dengan terapi reproduktif
Operasi cesarean emergensi
Operasi cesarean elektif
Mid cavity atau rotational forceps
Persalinan lama (>24 jam)
Perdarahan peripartum (>1 L atau transfusi)
FAKTOR RISIKO TRANSIEN
Infeksi sistemik
Imobilitas
Prosedur operasi pada kehamilan atau <6 minggu post partum

76

Kelompok Risiko Berdasarkan Faktor Risiko, Definisi Dan Pengukuran Preventif


Mengacu Pada Modifikasi The Royal College Of Obstetrikians And Gynecologists (3)
Kelompok
risiko
Risiko
tinggi

Definisi mengacu pada faktor risiko

Pengukuran preventif mengacu pada

Pasien dengan :

kelompok risiko
Pasien risiko tinggi harus menerima

(i)
(ii)
(iii)

Risiko

Riwayat VTE rekuren (>1)


profilaksis antenatal dengan LMWH,
Unprovoked VTE/ estrogen
sama hal nya pada wanita postpartum
related
untuk durasi 6 minggu
Riwayat VTE+trombofilia
Compression
stocking
juga
atau ada riwayat keluarga
direkomendasikan selama kehamilan
dan post partum
Pada
pasien

Pasien dengan :

sedang

(i)
(ii)

3/> faktor risiko selain yang

dipertimbangkan

risiko

sedang

profilaksis antenatal

tertulis pada risiko tinggi


dengan LMWH
2/>
faktor risiko selain
Profilaksis
direkomendasikan
post
yang tertulis pada risiko
partum paling tidak 7 hari atau lebih
tinggi
lama, jika terdapat >3 faktor risiko
Compression

stocking

harus

dipertimbangkan selama kehamilan dan


post partum

Risiko

Pasien dengan <3 faktor risiko

Pada pasien risiko tinggi disarankan

rendah

mobilisasi dini dan hindari dehidrasi

5.3 Intrapartum

Monitoring ketat
Posisi left lateral decubitus

Balance cairan

Bila memungkinkan pengukuran saturasi 02 dengan pulse-oxymetri

Pada kasus resiko tinggi pertimbangkan invasive monitoring. Pertimbangkan


penggunaan intrapartum analgesia

5.31 Waktu dan cara persalinan:


77

Bila fungsi jantung normal, sebaiknya ditunggu inpartu spontan, tapi bila
fungsi jantung terganggu lebih baik dilakukan induksi.
Bila PS baik dilakukan induksi oxytosin drip dan pemecahan pemecahan
selaput ketuban, dan hindari waktu induksi yang panjang.

Bila PS jelek dilakukan ripening dengan misoprostol.

Methode mekanis seperti foley kateter lebih baik dari pada farmakologis
terutama pada pasien dengan cyanosis dimana terjadi penurunan tahanan
vaskuler sistemik yang berat.

Secara umum pervaginam lebih baik dari seksio sesarea, karena risiko
kehilangan darah, infeksi, trombo-emboli dan venous trombosis lebih
rendah.

Seksio sesarea dilakukan atas indikasi obstetri serta dipertimbangkan pada


kelainan jantung tertentu seperti:
o Pasien yang menggunakan antikoagulan oral
o Marfans syndrom dengan diameter aorta > 45 mm.
o Aorta dissection akut maupun kronis.
o Stenosis aorta yang berat.
o Hipertensi pulmonal yang berat (termasuk eisenmenger syndrome)
o Gagal jantung akut.

Sebaiknya menggunakan lumbar epidural analgesia, oleh karena dapat


menurunkan aktivitas simpatis yang ditimbulkan oleh nyeri, serta
mengurangi dorongan ibu untuk meneran pada kala I.

Pada persalinan pervaginam dibantu dengan forsep ekstraksi.


Profilaksis antibiotik tidak diberikan secara rutin, hanya diberikan pada
kasus:
(a) Pasien dengan katup jantung buatan
(b) Riwayat endokarditis sebelumnya
(c) Pasien dengan systemic-pulmonary shunt

78

(d) Pasien yang menjalani persalinan pervaginam dengan resiko infeksi


atau penyakit jantung yang potensial terjadi endokarditis seperti
penyakit jantung rematik dengan kelainan katup
(e) Pasien penyakit jantung dengan immunocompromised
Antibiotik yang dipakai Ampicillin 2 gr ditambah Gentamicin 5 mg/KgBB diberikan
intravena 30 menit sebelum persalinan. Bila alergi, golongan penicillin dapat diganti
Vancomycin 1 gr intravena
Pada pasien yang menggunakan warfarin harus dihentikan minimal 2 minggu sebelum
persalinan dan diganti heparin
Pada persalinan dengan SC, pilihan anastesinya adalah anestesi epidural dan anestesi
umum.
Penatalaksanaan:
1. Induksi persalinan elektif bisa dimungkinkan dengan indikasi maternal dan atau
fetal
2. Profilaksis antibiotik pada kasus tertentu
3. Hindari stress fisik dan mental
4. Persalinan dengan posisi miring kiri atau setengah duduk
5.

Monitor ECG, invasive monitoring pada kasus tertentu

6. Berikan oksigen pada kasus tertentu


7. Fasilitas resusitasi yang Iengkap
8. Monitoring denyut jantung janin
9. Percepat kala II
10. Hindari ergomentin pada kala III
5.4 Postpartum
Monitoring ketat
Balance cairan
Bila ada ancaman terjadi oedem paru dapat diberikan diuretik

79

Komplikasi yang dapat timbul adalah anemia, perdarahan, infeksi, tromboemboli,


dan oedem paru.
1)
2)
3)
4)

Bed rest, dirawat 5-10 hari mengingat bahaya DC akut dan SBE
Kalau perlu berikan sedatif
Cegah konstipasi
Laktasi dibatasi untuk DC klas III dan IV oleh karena :
a. Menyusui, komplikasi berupa lecet pada niple, terkena infeksi,
berlanjut inenjadi mastitis, mengakibatkan SBE
b. Menyusui,
mengakibatkan
keseimbangan
cairan
berubah,
menimbulkan dehidrasi (pada DC, cairan harus seimbang)
D. Keluarga Berencana
1) Bila jumlah anak sudah cukup dianjurkan kontap (MOW/MOP)
2) Bila menolak kontap, dianjurkan memakai IUD
Penatalaksanaan:
1. Waspada terjadinya gagal jantung
2. Hati-hati kelebihan cairan
3. Diskusikan metode kontrasepsi yang efektif dan aman

DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.

ESC Guidelines, ESC Guideline on the Management of Cardiovascular Disease


During Pregnancy, European Heart Journal (2011) 32, 31473176.
Davies G.A.L. et al, Heart Disease in Pregnancy 1, Assessment and Management of
Cardiac Disease in Pregnancy, J Obstet Gynaecol Can 2007;29(4):331336.
Walter N.K.A Van Mook, Peeters L, Severe cardiac disease in pregnancy, part II:
impact of congenital and acquired cardiac diseases during pregnancy, Current
Opinion in Critical Care 2005, 11:435448.

80

12. PLASENTA PREVIA


Batasan:
Suatu keadaan dimana insersi plasenta di segmen bawah uterus (SBR) sehingga
menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum pada kehamilan 20 minggu
atau lebih.
Pembagian (Berdasarkan derajat penutupan OUI)
1) Plasenta previa totalis.
2) Plasenta previa partialis.
3) Plasenta previa marginalis.
4) Plasenta letak rendah.
Gejala Klinis:
1) Kehamilan 20 minggu atau lebih dengan perdarahan pervaginam yang
sifatnya tidak nyeri, darah segar
2) Keadaan umum sesuai dengan banyaknya perdarahan terjadi
3) Sering disertai dengan kelainan letak janin
4) Bagian terendah masih tinggi/tidak masuk pintu atas panggul (PAP)
Diagnosis:
1) Anamnesis :
Hamil 20 minggu atau lebih dengan perdarahan pervaginam tanpa nyeri,
berulang, merah segar, berulang.
2) Gejala Klinis (lihat gejala klinis).
3) Menentukan letak plasenta.
a. USG, dilakukan dalam keadaan kantung kencing terisi secukupnya.
USG menentukan lokasi plasenta dilakukan saat USG umur 20 minggu ke
atas.
Pada kasus dimana ujung plasenta dengan OUI tidak jelas seperti pada
lokasi plasenta di posterior, ditutupi bagian terbawah, ibu gemuk,plasenta
letak rendah dll, pemeriksaan lokasi plasenta dianjurkan dengan TVS
(Trans Vaginal Sonografi)
Pada kasus plasenta letak rendah dan plasenta previa marginalis dan
plasenta previa dengan plasenta menutupi OUI dengan overlapping lebih
20 mm dilakukan USG ulangan umur kehamilan 35-36 minggu. Pada
kasus plasenta previa partialis dan plasenta previa totalis dimana ujung
plasenta menutupi kurang 20 mm, dilakukan pemeriksaan lokasi plasenta
dengan interval tertentu sesuai umur kehamilan untuk mengetahui adanya
migrasi plasenta.
Pada pasien dengan plasenta previa dimana ada riwayat bekas operasi
sebelumnya harus dicari kemungkinan adanya plasenta akreta. Kriteria
USG pada plasenta akreta :
Hilangnya zone sonolusent retroplasenta
Zone sonolusent bentuknya ireguler
81

Menipisnya atau disrupsi daerah serosa kandung kemih


Adanya massa exophytic yang meninvasi kandung kemih
Adanya lacuna plasenta dekat kandung kemih
(Bila dengan pemeriksaan USG masih meragukan bisa
dilakukan pemeriksaan MRI)

b. Menentukan asal perdarahan untuk menyingkirkan kemungkinan yang


bukan plasenta previa (inspikulo). Dilakukan bila perdarahan sudah
berhenti.
c. Periksa Dalam
d. Double Set Up (DSU/Examination in theatre) yaitu pemeriksaan dalam
dikamar operasi dengan persiapan seksio sesaria.
Penatalaksanaan
Semua penderita yang datang dengan perdarahan antepartum tidak boleh
dilakukan VT di VK kecuali kemungkinan plasenta previa sudah disingkirkan dan
diagnosis solusio plasenta sudah ditegakkan.
A. Penanganan Aktif
1) Tujuannya adalah segera melahirkan anak (terminasi)
2) Indikasi :
a. Jika perdarahan merembes dan diagnose sudah ditegakkan Plasenta
Previa langsung seksio sesaria tanpa DSU, dengan memperhatikan
keadaan umum ibu, perbaikan keadaan umum dilakukan dalam waktu
relatif cepat. Lakukan konsultasi dengan anastesi selama menunggu
persiapan operasi sampai memungkinkan untuk dilakukan operasi,
b. Gawat janin, perdarahan aktif dan banyak dengan evaluasi bertahap
(perdarahan profuse lebih dari 500 cc dalam 30 menit)
3) Double Set Up (DSU)
a. Batasan
Examination in theater
Merupakan cara pemeriksaan yang akurat tentang hubungan antara
plasenta dengan OUI
b. Indikasi
Dilakukan hanya bila kehamilan akan diakhiri
Kehamilan aterm
Kehamilan preterm dimana perawatan konservatif diputuskan
gagal, yaitu :
perdarahan masih merembes keluar dari vagina,
perdarahan bercak, akan tetapi menyebabkan penurunan
HB lebih dari 2gr% dengan pemeriksaan serial 3 kali tiap 6
jam.
Diagnosis plasenta previa dari USG meragukan (inkonklusif)
Adanya perdarahan pervaginam yang tidak aktif pada saat inpartu
dengan kecurigaan plasenta letak rendah / plasenta marginalis
82

c. Persiapan
Persiapan darah
Tim kamar operasi sudah siap operasi (operator, asisten dan
instrumen menggunakan gaun operasi)
d. Prosedur dan tata laksana
Pasien dikerjakan di meja operasi dengan posisi litotoni
Kandung kencing dikosongkan
Masukkan 2 jari kedalam vagina, raba setiap bagian dari fornik,
apakah teraba ada plasenta antara jari dengan bagian terbawah
janin (bantalan)
Bila tidak teraba bantalan, maka jari dimasukkan ke cervical os
dan raba sekitarnya hingga teraba ujung plasenta
Bila tidak ada teraba plasenta, diagnosis plasenta previa dapat
disingkirkan
Bila ujung plasenta teraba, tetapi tidak meluas sampai di servical
os, dan tidak ada perdarahan pecahkan ketuban, dan tunggu partus
pervaginam (sesuai penatalaksanaan plasenta previa parsialis)
Bila teraba plasenta, hentikan pemeriksaan dan lakukan SC
a.
Interpretasi hasil temuan saat DSU :
Bila plasenta previa totalis, dilakukan seksio sesaria
Bila plasenta previa parsialis, dilakukan amniotomi. Pada keadaan
ini seksio dilakukan bila:
Setelah 12jam tak terjadi persalinan
Terjadi perdarahan lagi
Terjadi gawatjanin
Terjadi febris (infeksi intra uterin)
Bila tak teraba plasenta, dilakukan inspikulo untuk melihat asal
perdarahan, bila perdarahan berasal dari OUI tetap dilakukan
amniotomi, selanjutnya sama dengan penatalaksanaan plasenta
previa parsialis
B. Perawatan Konservatif
1) Dilakukan pada bayi prematur (EFW kurang dari 2500 gr dan atau umur
kehamilan kurang dari 37 minggu) dengan syarat bayi hidup dengan
perdarahn sedikit/berhenti
2) Cara perawatan konservatif
a. Observasi di kamar bersalin IRD selama 24 jam
b. Keadaan umum ibu diperbaiki, berikan transfusi sampai HB lebih dari
10 gr%
c. Berikan kortikosteroid untuk maturitas paru janin (menjaga
kemungkinan perawatan konservatif gagal), dengan deksametasone 5
mg, 4 kali tiap 6 jam.
d. Bila perdarahan berhenti penderita dipindahkan ke ruangan setelah
sebelumnya dilakukan USG di IRD
83

e. Observasi Hb setiap hari, tensi, nadi denyut jantung janin, perdarahan


setiap 6 jam.
f. Perawatan .konservatif gagal bila terjadi perdarahan berulang
(penanganan aktif).
g. Penderita dipulangkan bila tidak terjadi perdarahan ulang setelah
dilakukan mobilisasi.
h. Nasehat waktu pulang :
Istirahat.
Dilarang koitus/manipulasi vagina.
MRS bila terjadi perdarahan lagi.
Periksa ulang (ANC) I minggu kemudian.
C.

Berdasarkan hasil pemeriksaan USG persalinan direncanakan sebagai


berikut :
1) Bila plasenta menutupi OUI, tunggu sampai kehamilan 35 36 minggu
kemudian USG ulang (dipertimbangkan).
Bila jarak tepi plasenta 0 sampai 20 mm (plasenta letak rendah) dan tidak
ada kelainan lain seperti kepala sudah masuk PAP, tidak ada klinis
perdarahan, persalinan pervaginam bisa dianjurkan.Bila kepala belum
masuk dan ada klinis perdarahan persalinan direkomendasikan dengan SC.
Bila plasenta overlapping lebih 0 mm dari OUI persalinan direncanakan
dengan SC.
2) Bila plasenta letaknya normal(> 20 mm dari OUI) ditunggu inpartu,
persalinan diharapkan normal.

a.

Plasenta Previa pada kehamilan aterm tanpa


komplikasi
Perencanaan operasi SC dilakukan setelah umur kehamilan 38 minggu, kalau
memungkinkan umur 38 39 minggu

b.

Plasenta Previa Akreta


Pada waktu melakukan SC hindari insisi pada lokasi plasenta
Plasenta tidak diangkat, langsung dilakukan histerektomi atau penanganan
konservatif

84

13. SOLUSIO PLASENTA

Batasan :
Terlepasnya plasenta dari posisinya yang normal pada uterus, setelah umur
kehamilan 20 minggu sebelum janin dilahirkan.
Faktor Predisposisi :
1. Trauma
2. Pecah Ketuban
3. Versi luar
4. Abnormalitas plasenta
Gambaran khusus :
1) Gambaran klasik : perdarahan pervaginam,
nyeri perut,
kontraksi uterus
dan perut kaku seperti papan (woodly hard)
2) Ciri perdarahan warna kehitaman.
3) Ciri nyeri perut : tajam,
besar dan
berlangsung tiba-tiba (berbeda dengan his)
4) Keluhan lain
: mual, gerak menurun sampai hilang
5) Bila kehilangan darah banyak, bisa terjadi shock
6) Pemeriksaan palpasi, sulit teraba bagian-bagian janin
7) Pemeriksaan auskultasi, djj sulit didengar
8) Bisa terjadi gangguan hemostasis (35 %)
Diagnosis :
1) Tanda dan gejala yang jelas baru terjadi pada solusio plasenta yang
sedang/berat, pada yang ringan seringkali tidak diketahui ante partum
2) USG tidak sensitive (sensitifitas 25%) untuk diagnostik solusio plasenta tetapi
mampu menyingkirkan plasenta previa
Gambaran USG yang bisa ditemukan :
- Retroplacental clot
- Perdarahan tersembunyi (concealed hemorrhage)
- Tanda perluasan perdarahan ke otot rahim
3) Bila bekuan darah banyak, pada USG akan tampak daerah hiperekoik
dibandingkan dengan daerah plasenta yang lain

85

Grading Solusio Plasenta


Grade

0
1

Deskripsi
Asimtomatis, ditemukan secara kebetulan, adanya retro
plasental clot yang kecil
Terdapat perdarahan pervaginam ringan. Ketegangan
uterus (uterine tenderness) ringan,tidak ada gawat janin,
ibu dalam keadaan baik, tidak ada koagulopati,
Terdapat perdarahan sedang atau tidak perdarahan
pervaginam, ketegangan uterus (uterine tenderness)
sedang sampai berat dan mungkin kontraksi tetani, ada
tanda-tanda
gawat
janin,
maternal
takikardi,
hipofibrinogenemia
Terdapat/tidak perdarahan pervaginam, tetania uteri jelas,
ibu syok, gawat janin sampai mati, hipofibrinogenemia,
kagulopati

Penatalaksanan :
Solusio plasenta pada kehamilan aterm atau preterm dengan unmur kehamilan > 34 mg
1) Pada solusio plasenta grade 0-1 persalinan diusahakan pervaginam dengan
monitoring KTG.
2) Pada grade 2-3 persalinan dilakukan dengan SC.
3) Pada KJDR dilakukan amiotomi dilanjutkan dengan drip oksitosin, persalinan
harus terjadi dalam 6 jam.
Umur kehamilan 20 sampai 34 minggu :
1) Pada solusio plasenta grade 1 (ibu dan janin stabil) bisa dilakukan
penanganan konservatif dengan pengawasan ketat.
Diberikan steroid untuk pematangan paru janin
Pasien bisa dipulangkan bila keadaannya stabil, janin baik dan tidak ada
perdarahan pervaginam
Induksi persalinan dilakukan bila ada indikasi lain atau telah mencapai 37
minggu
2) Pada grade 2 atau 3 dilakukan persalinan dengan SC.

86

14. LETAK SUNGSANG


Batasan:
Disebut letak sungsang apabila janin membujur dalam uterus dengan bokong/kaki
pada bagian bawah.
Tergantung dari bagian mana yang terendah, dapat dibedakan menjadi :
1) Presentasi bokong muni (frank breech)
2) Presentasi bokong kaki sempurna (complete breech)
3) Presentasi bokong kaki tidak sempurna (incomplete breech) termasuk disini :
presentasi lutut (kneeling)
presentasi kaki (footling)
Diagnosis:
1) Pemeriksaan Fisik
a. Palpasi
Leopold I
Leopold II

b.
c.

: teraba bagian bulat, keras dan balotemen


: Teraba punggung disatu sisi dan bagian kecil disisi
lain.
Leopold III-IV : Bokong teraba di bagian bawah uterus.

Auskultasi
: denyut jantung janin biasanya diatas umbilikus
Pemeriksaan dalam.
Frank breech
: teraba sakrum, tuberositas ischiadika, anus, dan
apabila penurunan sudah dibawah bisa teraba
genitalia
Complete breech
: kaki teraba sejajar dengan bokong
Footling
: satu atau kedua kaki lebih rendah dari bokong
Kneeling
: satu atau kedua lutut lebih rendah dari bokong

2) Pemeriksaan Penunjang:
a. Ultrasonografi, diperlukan untuk :
Konfirmasi letak janin, bila pemeriksaan fisik tidak jelas.
Menentukan letak plasenta.
Menentukan kemungkinan cacat bawaan.
b. Foto Rontgen (bila perlu saja dan pada kasus yang direncanakan
persalinan pervaginam), untuk :
Menentukan posisi tungkai bawah.
Konfirmasi letak janin serta fleksi kepala.
Menentukan kemungkinan adanya kelainan bawaan
87

Penanggulangan Letak Sungsang


A.

Waktu Hamil (Antenatal)


1) Pada umur kehamilan 28-30 minggu, mencari kausa.
a. USG:
Plasenta previa.
Kelainan kongenital.
Kehamilan ganda.
Kelainan uterus.
b. Ukuran dan evaluasi panggul dilakukan dengan pelvimetri klinik. Bila
tidak ditemukan kelainan, dilakukan perawatan konservatif, dan
rencana persalinan lebih agresif.
2) Bila hasil pemeriksaan USG tidak menemukan kelainan, maka dilakukan :
a. Knee chest position.
b. Versi luar (bila tidak ada kontra indikasi), dilakukan pada umur
kehamilan lebih atau sama dengan 36 minggu
3) Bila versi luar berhasil, kontrol 1 minggu lagi, dan dikelola sebagai
presentasi kepala.
4) Bila versi luar gagal, dilakukan konseling cara persalinan.

B.

Waktu Persalinan
1) Pada kasus dimana versi luar gagal/janin tetap letak sumgsang, maka
penatalaksanaan persalinan lebih waspada.
2) Persalinan pervaginam diberi kesempatan asal tidak ada hambatan pada
pembukaan.
Urutan cara persalinan :
a. Usahakan spontan Bracht.
b. Manual aid/Lovset-Mauriceau.
c. Total ekstraksi (harus dipertimbangkan terlebih dahulu).
Cara persalinan berdasarkan perkiraan berat badan janin dan umur
kehamilan :
8. Berat janin kurang 1000 gram (extremely low birth weight) :
konseling keluarga
9. Berat janin 1000 kurang 1500 gram : tawarkan seksio sesaria
10. Berat janin 1500 2500 gram : tawarkan persalinan pervaginam
11. Berat janin 2500 4000 gram direkomendasikan persalinan
pervaginam
12. Berat janin lebih 4000 gram direkomendasikan seksio sesaria
Pedoman persalinan pervaginam pada letak sungsang :
1. Pemeriksaan panggul harus dilakukan untuk memastikan tidak
ada kesempitan panggul.
2. Kemajuan persalinan adalah cara terbaik untuk mengetahui
88

3.
4.
5.
6.
7.

ada tidaknya disproporsi


Bila ketuban pecah harus dilakukan evaluasi untuk
menentukan adanya tali pusat menumbung
Bila persalinan tidak maju / macet dianjurkan dilakukan seksio
sesaria
Induksi persalinan tidak dilakukan. Augmentasi persalinan bisa
dilakukan bila distosia disebabkan karena inertia uteri
Bila satu jam kala II belum lahir dilakukan seksio searia
Persalinan harus didampingi petugas yang berpengalaman
dalam resusitasi neonatus

3) Persalinan diakhiri dengan seksio sesaria bila :


a. Persalinan pervaginam diperkirakan sukar dan berbahaya (disproporsi
feto pelvik atau Skor Zachtuchni Andros kurang dari 3).

Skor Zachtuchni Andros :


Parameter

0
Primi
Tidak
> 3650 gr
> 39 mg
< -3
2 cm

Nilai
1
Multi
1kali
3629-3176
38 mgg
-2
3 cm

2
Paritas
Pernah letak sungsang
2kali
PBB
> 3176
Usia kehamilan
< 37 mgg
Station
-1 atau >
Pembukaan serviks
4 cm
Syarat :
ZA hanya berlaku untuk kehamilan aterm atau pbb > 2500 gram
Skor kurang dari 3 : persalinan perabdominal
Skor 4 : perlu evaluasi lebih cermat
Skor 5 atau lebih : persalinan pervaginam

b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

Tali pusat terkemuka


Panggul sempit
Kepala hiperekstensi
Incomplete breech (presentasi lutut atau presentasi kaki)
Bayi besar (> 4000 gram)
Didapatkan distosia persalinan
Pertumbuhan janin terhambat
Umur kehamilan:
Prematur (EFBW 1000 kurang 1500 gr)
Post date (umur kehamilan lebih dari: 42 minggu)
e. Nilai anak (hanya sebagai pertimbangan). Riwayat persalinan yang
lalu :
BOH.
89

HSVB.
f. Komplikasi kehamilan dan persalinan dimana ada indikasi dilahirkan /
induksi tetapi belum inpartu spontan:
Hipertensi dalam kehamilan.
Ketuban Pecah Dini.
g. Riwayat kematian janin karena trauma persalinan

90

15. PARTUS KASEP

Batasan:
Partus kasep adalah suatu keadaan dimana persalinan mengalami kemacetan dan
berlangsung lama sehingga menimbulkan komplikasi baik pada ibu ataupun
anaknya.
Gcjala Klinis:
1) Komplikasi pada Anak.
a. Kaput suksedanium besar.
b. Fetal Distress.
c. Kematian Janin.
2) Komplikasi pada Ibu
a. Vagina/Vulva edema.
b. Porsio edema.
c. Ruptura Uteri.
d. Febris.
e. Ketuban hijau.
f. Dehidrasi.
3) Tanda-tanda infeksi intrauterin:
Kriteria Gibbs: temperatur rektal lebih dari 37,8C disertai dengan 2 atau lebih
tanda-tanda berikut :
a. Maternal tachycardia (lebih dari 100 kali permenit).
b. Fetal tachycardia (lebih dari 160 kali permenit).
c. Uterine Tenderness
d. Foul Odour of Amniotic Fluid
e. Maternal leucocytosis (lebih dari 15.000 cel / mm3)
4) Tanda-tanda ruptura uteri :
a. Perdarahan melalui OUE.
b. His hilang.
c. Bagian anak mudah teraba dari luar.
d. VT : Bagian terendah janin mudah didorong ke stas.
e. Robekan dapat meluas ke servik dan vagina.
5) Tanda-tanda gawat Janin :
a. Air ketuban bercampur mekonium.
b. Denyut jantung janin bradikardia/takikardia/ireguler.
c. Gerak anak berkurang.
Diagnosis :
Diagnosis ditegakkan berdasarkan ditemukannya partus lama yaitu terdapat
perpanjangan dari fase-fase persalinan ditambah dengan gerak akibat dari partus
91

lama yaitu :
1) Kelelahan ibu dan dehidrasi.
2) Kaput suksedonium / Vulva edema.
3) Infeksi intra uterin.
4) Ruptura uteri.
5) Gawat janin.
Penatalaksanaan:
1) Perbaikan keadaan umum ibu.
a. Pasang infus & kateter urine.
b. Beri cairan kalori dan elektrolit.
Normal salin, 500 cc.
Dekalitrose 5-10%, 500 cc
c. Koreksi asam basa dengan pemeriksaan gas darah.
d. Pemberian antibiotika berspektrum luas :
Ampicillin 3 kali I gr/hari i.v. dilanjutkan 4 kali 500 mg po selama 3
hari.
Metronidazole 3 x 1 gr supositoria selama 5-7 hari.
e. Pemberian obat penurun panas :
Xylomidon 2 cc im.
2) Terminasi kehamilan:
Pengakhiran kehamilan tergantung syarat dan kontra indikasi saat itu.

92

16. KEHAMILAN DENGAN PARUT UTERUS


(BEKAS SC, MIOMEKTOMI, DLL)

1. Batasan :
Kehamilan yang disertai riwayat seksio sesaria sekali/lebih atau pasca
miomektomi/kornuektomi pada kehamilan sebelumnya.
2. Syarat-syarat VBAC-TOL:
2. Riwayat satu kali operasi SC dengan insisi di SBR (LSCS)
3. Panggul adekuat.
4. Tidak ada bekas scars yang lain, atau bekas ruptur.
5. Dokter dan petugas medis ada ditempat selama fase aktif, dan dapat melakukan
monitoring dan SC emergency dalam waktu 30 menit.
3. Kontra Indikasi:
1. Riwayat insisi klasik atau insisi T.
2. Riwayat bekas ruptur uteri.
3. Komplikasi medis atau Obstetri yang tidak memungkinkan lahir pervaginam.
4. Riwayat 2 kali SC.
4. Hati-hati merencanakan VBAC pada:
Gemelli
Makrosomia.
Jarak antara kehamilan < 18 bulan.
5. Pada saat ANC:
1. Diskusikan risiko yang mungkin terjadi.
2. Keuntungan dan kerugian .
3. Informasi mengenai operasi terdahulu, jumlah, indikasi dan komplikasi opersi, bila
perlu lihat catatan medisnya.
4.Tentukan adanya penyulit seperti: kelainan letak, plasenta previa, gemelli,
makrosomia.
5. Dilakukan pengukuran ketebalan SBR, aman bila kebalan SBR > 3 mm.
6. Pada saat persalinan:
Kala I:
- Monitoring ketat, continous monitoring.
- Infus dengan canula 16 terpasang sejak fase aktif.
- Siapkan darah.
- Kelola sesuai dengan kurve Friedman.
- Kontra indikasi melakukan augmentasi dengan oxytosin drip.
Kala II:
93

- Kala II dianggap memanjang bila sudah mengedan aktif selama:


1. 1 jam untuk pasien yang belum pernah partus pervaginam
2. Tiga puluh menit untuk pasien yang sudah pernah partus pervaginam.
- Bila terjadi pemanjangan kala II dilakukan Vacum atau Forceps Ekstraksi.
Kala III:
- Eksplorasi scars uterus secara digital untuk memastikan tidak terjadi ruptur
uteri.

Alur Penanganan Kehamilan / Persalinan Dengan Jaringan Parut Uterus:


LMR Bekas SC/Miomektomi

YA

Klasik/korpore
Bekas SC 2kali
Riwayat ruptur uteri.
Panggul sempit.
Penyulit: kel letak, plasenta previa,

KPD >
12 jam

Kehamilan 41-42
minggu.

Induksi Foley
Cateter.

TDK

Tunggu Spontan

Inpartu

Gagal
Distocia/Fetal
distress

Persalinan maju

Elektif
SC/Steril
39 minggu.
SC

94

Pervaginam

DAFTAR PUSTAKA

1.
2.
3.
4.

Queenan J.T. Spong C.Y, Lockwood C.J. Queenns Management of High-Risk


Pregnancy, An Evidence-Based Approach, sixth ed, Blackwell Publishing 2012, p.
414-420.
Martel M.J. et all, SOGC Clinical Practice Guidelines, Guidelines for Vaginal Birth
After Previous Caesarean Birth, no 155, 2005, p.164-172.
Queensland Maternity and Neonatal Clinical Guideline Vaginal Birth After
Caesarean Section (VBAC), November 2009, MN-Guidelines @health.qld.gov.au,
p.6-10.
Royal College of Obstetrician and Gynaecologist, Birth After Previous Caesarean
Birth, Green-Top Guidelines no. 45 2007, p.1-17.

95

17. KEMATIAN JANIN DALAM RAHIM /IUFD


(INTRA UTERINE FETAL DEATH)

Batasan :
Kematian janin dalam rahim adalah kematian janin dalam uterus yang beratnya,
500 gr atau lebih, usia kehamilan telah mencapai 20 minggu atau lebih.
Yang perlu diperhatikan :
1) Kejadian KJDR mengambil porsi hampir 50% dari jumlah kematian perinatal
2) Kejadian ini merupakan trauma berat bagi penderita dan keluarga serta
menunjukkan kegagalan satu aspek pelayanan obstetri ; simpati, empati serta
perhatian terhadap guncangan emosional penderita dan keluarganya harus
diberikan perlakuan tersendiri. Yakinkan bahwa besar kemungkinan dapat
lahir pervaginam.
3) KJDR ini bisa terjadi saat hamil (prematur atau aterm), saat inpartu (partus
lama/partus kasep, belitan tali pusat dll) dengan sebab yang bisa jelas dan bisa
juga tidak diketahui sebabnya.
4) Kecuali terjadi saat inpartu maka penundaan evakuasi diperlukan untuk
mempersiapkan fisik dan mental penderita dan keluarganya serta persiapan
untuk terminasi (sebaiknya jangan lebih dari 2 minggu setelah kematian
janin).
5) Jika persalinan tidak terjadi segera setelah kematian janin, terutama pada
kehamilan lanjut, koagulopati maternal dapat terjadi, bila kematian janin
berlangsung lebih dari 2 minggu, walaupun koagulopati ini jarang terjadi
sebelum empat sampai enam minggu setelah KJDR.
KJDR saat Inpartu.
1)
Penyebabnya bisa karena partus lama atau partus kasep, belitan tali pusat,
insufisiensi plasenta, solusio plasenta, letak sungsang dengan after coming
head (badan lahir, kepala nyangkut), kelainan kongenital dll.
2)
Pada partus lama dan kasep, maka pasien biasanya dalam keadaan
kelelahan, dehidrasi dan kemungkinan infeksi.
3)
Sambil melakukan simpati, empati serta konseling, persiapan untuk
memperbaiki keadaan umum ibu misalnya : pemberian cairan infus, anti
biotika dan persiapan donor darah kalau perlu dll.
4)
Prinsip melahirkan anak dengan sesedikit mungkin trauma pada ibu
5)
Kalau bisa lahirkan anak dengan utuh
6)
Kalau KJDR pada kala I dapat dilakukan drip oksitosin dan menunggu
lahir spontan biasa.
7)
Kilau tidak bisa spontan lakukan embriotomi .dengan cara : perforasi dan
kranioklasi, dekapitasi, eviserasi, bisection.
8)
Setelah kelahiran anak dicari penyebab kematiannya dan dilakukan
evaluasi untuk kepentingan kehamilan berikutnya.

96

Diagnosis:
1) Klinis :
Bayi tak bergerak,
Perut mengecil,
Berat badan ibu menurun,
Ada krepitasi,
Kalau keluar air ketuban akan berwama coklat kemerahan kental.
2) Denyut jantung janin tak terdeteksi baik dengan funduskop dan Doppler
3) Pemeriksaan human chorionic gonadotropin (hCG) urine menjadi negatif
beberapa hari setelah kematian janin
4) Diagnosis pasti dengan USG, tidak ditemukan pulsasi jantung. Dapat
ditemukan gambaran Deformed or collapsed head, dan overlapping the skull
bones.
Laboratorium yang diperlukan :
1) Golongan darah ABO dan Rhesus
2) Hematokrit
3) Tes fungsi ginjal.
4) Tes fungsi liver.
5) Fibrinogen
6) Waktu perdarahan
7) Waktu pembekuan
8) Hitung trombosit
Penanganan :
1) Konservatif/pasif :
a. Rawat jalan
b. Menunggu persalinan spontan 1-2 minggu
c. Pematangan serviks : misoprostol
d. Pemeriksaan kadar hematokrit, trombosit dan fibrinogen tiap minggu
2) Aktif :
a. Dilatasi serviks dengan :
batang laminaria
balon kateter (Foley Catheter)
b. Induksi :
misoprostol
oksitosin
3) Perawatan Rumah Sakit :
a. Bila harus segera ditangani
b. Bila ada gangguan pembekuan darah (Koagulopati)
c. Bila ada penyulit infeksi berat
Penyulit :
1) Koagulopati
97

2) Infeksi
3) Perforasi

Skema Penanganan KJDR :

KJDR
Faal hemostasis
Donor

Inpartu
Kasep

Embriotomi
/ SC

Tidak Inpartu
Tidak kasep

Keadaan serviks

Partograf
WHO

Matang

Belum matang

Misoprostol

Spontan/Embriotomi/SC

Induksi

Matang

Belum
matang

Laminaria
Foley Cateter

Catatan:
Inpartu kasep, misalnya : sisa dukun
Seksio sesaria dapat merupakan pilihan, misalnya : pada letak lintang

Investigasi Penyebab Kematian:


98

Untuk janin yang belum jelas penyebab kematiannya, bisa ditawarkan untuk
melakukan investigasi. Tetapi investigasi ini memerlukan berbagai pemeriksaan
laboratorium yang memerlukan biaya besar, sehingga perlu dikomunikasikan dulu
dengan pasien dan keluarganya.
Skema pemeriksaan Investigasi Penyebab Kematian Janin
Pada saat diagnosis KJDR

Riwayat ibu
Pemeriksaan darah ibu:
o Anamnesis menyeluruh
o Pemeriksaan darah lengkap
o Serologi TORC

USG
o Kleihauer betke test
o Abnormalitas janin
o Tes fungsi thyroid
o Volume air ketiban
o HbA1C

Low
vaginal/perianal
o Serologi rubella dan sifilis
kultur
o Trombofilia Test: ACA, Lupus anticoagulan.

Setelah Persalinan
Bayi
Pemeriksaan fisik
luar
Swab permukaan
Pemeriksaan post
mortem

Darah Tali Pusat


Plasenta & Tali pusat
Analisa kromosom. Makros: Hematom, simpul tali
pusat, kelainan vaskuler,
kalsifikasi, tanad-tanda solusio.
Kultur mikrobiologi
Histopathologi plasenta.

Pemeriksaan lebih lanjut pada kondisi khusus:


(Tes trombophilia positif, IUGR, Preeklampsia, Vaskulopati
plasenta/Trombosis, Unexplained Fetal Death)

Pemeriksaan Thrombophilia 8-12 minggu Post Partum


Antikardiolipin antibodi
Bila positif saat persalinan
Lupus Antikoagulan
Bila positif saat persalinan
Fasting Homocistein
Bila positif
Defisiensi protein C dan protein S.
Antitrombin III

99

Ulangi pemeriksaan
Ulangi pemeriksaan
Mutasi gen MTHFR

18. KEHAMILAN KEMBAR

Batasan:
Kehamilan kembar adalah kehamilan dengan lebih dari satu embrio/anak dalam
satu Gestasi.
Diagnosa :
1. Pemeriksaan Leopold - uterus lebih besar, teraba 3 bagian besar
2. Dua denyut jantung janin, ditempat berbeda
3. Konfirmasi dengan USG
Penanganan :
1) Saat ANC
a. Perawatan antenatal seperti biasa, antisipasi kemungkinan komplikasi di
atas
b. Lebih banyak istirahat saat kehamilan 7 bulan sampai aterm
2) Saat persalinan:
a. Diharapkan pervaginam kecuali anak pertama letak lintang
b. Kalau perlu inisiasi persalinan dengan pemecahan ketuban
c. Drip oksitosin bukan kontraindikasi absolut
d. Setelah anak pertama lahir, lakukan membuat posisi bujur untuk anak II
tunggu his dan lakukan amniotomi. Persalinan bisa spontan, vakum atau
berbagai manuver pertolongan letak sungsang tergantung posisi anak II.
Versi ekstraksi hanya dilakukan pada letak lintang anak II, yang gagal
dibuat membujur atau ada indikasi emergency obstetri.
e. Hati-hati kemungkinan HPP
Skenario:
1) bila let-kep/let-kep, let-kep/let-su, masih diberikan kesempatan lahir
pervaginam
2) bila anak I bukan let-kep. Let su/let su atau kombinasi yang lain dianjurkan
untuk seksio sesaria primer.
3) bila tidak over distensi, setelah amniotomi, tetap inersia uteri, drip oksitosin
hati-hati masih ada tempatnya.
4) bila diijinkan pervaginam maka tindakan seksio berdasarkan indikasi obstetri.
5) bila anak pertama letak lintang, langsung seksio sesaria primer.
6) Setelah anak pertama lahir, tentukan denyut jantung janin anak II, buat letak
kepala/membujur, tunggu ada his (atau diberikan oksitosin), dan pecahkan
ketuban. Selanjutnya pimpin sampai lahir spontan atau, kalau perlu, bantuan
vakum atau forsep sesuai dengan indikasi obstetri
100

7) Bila anak kedua letak lintang dan gagal usaha di atas maka dapat dilakukan
tindakan versi ekstraksi.
8) Kala uri seperti biasa. manuil plasenta bila ada indikasi.
9) Memberikan uterotonika untuk mencegah perdarahan post partum.
Skema Penanganan Persalinan Gemeli

Hamil Gemeli Aterm

Membujur, Anak I Letak


kepala

Kedua anak:
1. Let. Lintang
2. Let. Bokong

Gawat janin

Monitor denyut jantung janin

Kala II persalinan kembar


I Pervaginam

Periksa kembar II dengan


segera

Salah letak
Versi luar
Gagal

Seksio
Sesarea

Longitudinal (membujur)

His (+), (K/P Oksitosin)


Amniotomi

Berhasil

Persalinan II Pervaginam
Spontan/Vacum/Forcep, Brach

Versi
ekstraksi

101

19. KEHAMILAN DENGAN HIV

1. Batasan
Infeski sistemik oleh virus HIV yang menyerang sistem kekebalan tubuh, dengan
menginvasi sel limfosit T (T helper), sehingga terjadi kerusakan sistem kekebalan
tubuh secara bertahap. Sekali orang terinfeksi oleh HIV maka selama hidupnya virus
tersebut akan ada di dalam tubuhnya, karena virus HIV akan bergabung dengan DNA
sel.
Orang yang terinfeksi HIV disebut dengan ODHA (Orang dengan HIV/AIDS)
Perjalanan penyakit infeksi HIV berlangsung secara kronik progresif dimana
penyakit berkembang secara bertahap sesuai dengan kerusakan sistem kekebalan
tubuh yang berlangsung bertahap, oleh karena itu gejala penyakit ini bisa tanpa
gejala sampai menimbulkan keluhan dan tanda klinis yang berat.
2. Gambaran Klinis
1) Tahap infeksi akut :
Tidak semua infeksi HIV mengalami tanda-tanda infeksi akut, hanya sekitar
20-30 % dari infeksi HIV menimbulkan tanda dan gejala akut, yaitu sakit pada
otot dan sendi, sakit menelan, pembesaran kelenjar getah bening. Gejala ini
muncul pada 6 minggu pertama setelah infeksi HIV, dan biasanya hilang
sendiri.
2) Tahap Asimtomatik (tanda gejala) :
Tahap ini berlangsung tanpa gejala antara 6 minggu sampai 6 bulan setelah
infeksi.
3) Tahap simtomatik ringan :
Tahap ini muncul beberapa tahun kemudian dengan gejala berat badan
menurun, ruam pada kulit/mulut, infeksi jamur pada kuku, sariawan berulang,
ISPA berulang. Aktifitas masih normal, bila makin berat akan terjadi
penurunan berat badan yang makin berat, diare lebih dari 1 bulan, panas yang
tidak diketahui penyebabnya, radang paru dan TBC paru.
4) Tahap AIDS (tahap lanjut) :
Mulai muncul adanya infeksi opurtunistik misalnya, pneumonia pneumonitis
kranii, toksoplasma otak, diare, infeksi virus CMV, herpes, kandisosis, kanker
kelenjar getah bening dan sarkoma kaposi.
3. Penularan HIV Pada Ibu Hamil
Seorang ibu hamil bisa tertular HIVmelalui hubungan seksual dengan
pasangan/suami yang terinfeksi HIV, dan melalui transfusi darah/pengguna obat bius
melalui suntikan (IDU= Injecting drug users).

102

Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan HIV-nya pada bayi yang
dikandungnya. Tanpa pencegahan, angka penularan dari ibu ke bayi mencapai 2440%. Penularan HIV terjadi melalui :
1) In utero/transplasental (25-35%)
2) Pada saat proses persalinan berlangsung (70-75%)
3) Melalui ASI (14%).
Faktor Risiko Penularan Dari Ibu ke Bayi:
1. Beratnya infeksi HIV/AIDS yang diderita ibu.
- Merupakan faktor risiko utama.
- Ibu dengan gejala klinis AIDS yang disertai berbagai infeksi oportunistik.
- Jumlah muatan virus > 1000 copy/ml
- Jumlah limfosit < 200/ml.
2. Cara persalinan dan proses persalinan.
- Pervaginam mempunyai risiko penularan 2 kali lipat dibandingka SC.
- Tindakan forceps/vakum dan episiotomi penularan lebih tinggi.
- Pecahnya selaput ketuban dan plasenta yang tidak utuh, serta komplikasi
yang lain.
3. Penyakit infeksi lain pada genitalia ibu.
- Penyakit sifilis
- Penyakit genitalia ulseratif (Herpes simpleks, CMV)
- Infeksi bakteri.
4. Pemberian ASI pada bayi baru lahir.
- Menyusui mempunyai risiko lebih tinggi
- Bila disertai lecet atau infeksi pada puting susu.
4. Diagnosis :
Diagnostik infiksi HIV/AIDS ditegakkan berdasarkan adanya tanda-tanda klinis
dugaan infeksi HIV, serta pemeriksaan laboratorium.
Konseling dan Tes HIV:
Konseling dan Tes HIV
Terdapat dua macam pendekatan untuk tes HIV:
1) Konseling dan tes HIV sukarela (KTS-VCT = Voluntary Counseling &
Testing)
2) Tes HIV dan konseling atas inisiatif petugas kesehatan (KTIP PITC =
Provider-Initiated Testing and Counseling)
Prinsip bahwa pasien sudah mendapatkan informasi yang cukup dan
menyetujui untuk tes HIV dan semua pihak menjaga kerahasiaan (prinsip 3C
counseling, consent, confidentiality).

Tabel 1. Gejala dan Tanda Klinis yang Patut Diduga Infeksi HIV
Keadaan Umum
103

Kehilangan berat badan > 10% berat badan dasar


Demam (terus menerus atau intermiten, temperatur oral > 37,5 0 C lebih dari 1 bulan.
Diare (terus menerus atau intermiten) yang lebih dari 1 bulan.
Limfadenopati meluas

Kulit
- PPE* dan kulit kering yang luas* merupakan dugaan kuat infeksi HIV. Beberapa
kelainan seperti kutil genital (genital warts), folikulitis dan psoriasis sering terjadi pada
ODHA tapi tidak selalu terkait dengan HIV.

Infeksi
Infeksi jamur

Infeksi virus

Gangguan Pernafasan

Gangguan Neurologis

- Kandidiasis oral
- Dermatitis seboroik*
- Kandidiasis vagina berulang
- Herpes zoster (berulang atau melibatkan lebih dari satu
-

dermatom)*
Herpes genital (berulang)
Moluskum kontagiosum
Kondiloma
Batuk lebih dari satu bulan
Sesak nafas
Tuberkulosis
Pneumonia berulang
Sinusitis kronis atau berulang.
Nyeri kepala yang semakin parah (terus menerus dan tidak
jelas penyebabnya)
Kejang demam
Menurunnya fungsi kognitif

* Keadaan tersebut merupakan dugaan kuat terhadap infeksi HIV


Sumber: Depkes 2011, Pedoman Nasional Tatalaksana klinis infeksi HIV dan terapi
Antiretroviral.

Pemeriksaan Laboratorium HIV


Prosedur pemeriksaan laboratorium untuk HIV sesuai dengan panduan
nasional yang berlaku pada saat ini, yaitu dengan menggunakan strategi 3 dan
selalu didahului dengan konseling pra tes atau informasi singkat. Ketiga tes tersebut
dapat menggunakan reagen tes cepat atau dengan ELISA. Untuk pemeriksaan
pertama (A1) harus digunakan tes dengan sensitifitas yang tinggi (>99%), sedang
untuk pemeriksaan selanjutnya (A2 dan A3) menggunakan tes dengan spesifisitas
tinggi (>99%). Antibodi biasanya baru dapat terdeteksi dalam waktu 2 minggu
104

hingga 3 bulan setelah terinfeksi HIV yang disebut masa jendela. Bila tes HIV
yang dilakukan dalam masa jendela menunjukkan hasil negatif, maka perlu
dilakukan tes ulang, terutama bila masih terdapat perilaku yang berisiko.

Bagan pemeriksaan laboratorium untuk mendiagnosis HIV:

Sumber: Depkes 2011, Pedoman Nasional Tatalaksana klinis infeksi HIV dan terapi
Antiretroviral.
105

Sumber: Depkes 2011, Pedoman Nasional Tatalaksana klinis infeksi HIV dan terapi
Antiretroviral.

5. Tatalaksana setelah Diagnosa ditegakan


Penilaian Stadium Klinis
Stadium klinis harus dinilai pada saat kunjungan awal dan setiap kali kunjungan untuk
penentuan terapi ARV dengan lebih tepat waktu.
Stadium Klinia Infeksi HIV
STADIUM 1
Tidak ada gejala
Limfadenopati generalisata persisten

STADIUM 2
Penurunan berat badan bersifat sedang yang tak diketahui penyebabnya (<10% dari perkiraan berat
badan atau berat badan sebelumnya)
Infeksi saluran pernafasan yang berulang (sinusitis, tonsillitis, otitis media, faringitis)
Herpes zoster
Keilitis angularis
Ulkus mulut yang berulang
Ruam kulit berupa papel yang gatal (Papular pruritic eruption)
Dermatisis seboroik
Infeksi jamur pada kuku

STADIUM 3
Penurunan berat badan bersifat berat yang tak diketahui penyebabnya (lebih dari 10% dari
perkiraan berat badan atau berat badan sebelumnya)
Diare kronis yang tak diketahui penyebabnya selama lebih dari 1 bulan
Demam menetap yang tak diketahui penyebabnya
Kandidiasis pada mulut yang menetap
Oral hairy leukoplakia
Tuberkulosis paru
Infeksi bakteri yang berat (contoh: pneumonia, empiema, meningitis, piomiositis, infeksi tulang
atau sendi, bakteraemia, penyakit inflamasi panggul yang berat)
Stomatitis nekrotikans ulserative akut, gingivitis atau periodontitis
106

Anemi yang tak diketahui penyebabnya (<8g/dl), netropeni (<0.5 x 10 9/l) dan/atau trombositopeni
kronis (<50 x 109/l)

STADIUM 4
Sindrom wasting HIV
Pneumonia Pneumocystis jiroveci
Pneumonia bacteri berat yang berulang
Infeksi herpes simplex kronis (orolabial,
genital, atau anorektal selama lebih dari 1
bulan atau viseral di bagian manapun)
Kandidiasis esofageal (atau kandidiasis
trakea, bronkus atau paru)
Tuberkulosis ekstra paru
Sarkoma Kaposi

Penyakit Cytomegalovirus (retinitis atau


infeksi organ lain, tidak termasuk hati,
limpa dan kelenjar getah bening)
Toksoplasmosis di sistem saraf pusat
Ensefalopati HIV

Pneumonia
Kriptokokus
ekstrapulmoner,
termasuk meningitis
Infeksi mycobacteria non tuberkulosis yang
menyebar
Leukoencephalopathy multifocal progresif
Cyrptosporidiosis kronis
Isosporiasis kronis
Mikosis
diseminata
(histoplasmosis,
coccidiomycosis)
Septikemi yang berulang (termasuk Salmonella
non-tifoid)
Limfoma (serebral atau Sel B non-Hodgkin)
Karsinoma serviks invasif
Leishmaniasis diseminata atipikal
Nefropati atau kardiomiopati terkait HIV yang
simtomatis

Sumber:Depkes 2011, Pedoman Nasional Tatalaksana klinis infeksi HIV dan terapi
Antiretroviral.

Penilaian Imunologi (Pemeriksaan jumlah CD4)

Jumlah CD4 adalah cara untuk menilai status imunitas ODHA. Pemeriksaan CD4
melengkapi pemeriksaan klinis untuk menentukan pasien yang memerlukan pengobatan
profilaksis IO dan terapi ARV. Rata rata penurunan CD4 adalah sekitar 70-100
sel/mm3/tahun, dengan peningkatan setelah pemberian ARV antara 50 100
sel/mm3/tahun. Jumlah limfosit total (TLC) tidak dapat menggantikan pemeriksaan CD4.
Pemeriksaan laboratorium sebelum memulai terapi
- Darah lengkap*
- Jumlah virus / Viral Load RNA HIV** dalam plasma (bila tersedia dan bila pasien
mampu)
- Jumlah CD4*
- SGOT / SGPT*
- Kreatinin Serum*
- Urinalisa*
- HbsAg*
- Anti-HCV (untuk ODHA IDU atau dengan riwayat IDU)
- Profil lipid serum
- Gula darah
- VDRL/TPHA/PRP
Ronsen dada (utamanya bila curiga ada infeksi paru)
107

Catatan:
* adalah pemeriksaan yang minimal perlu dilakukan sebelum terapi ARV karena berkaitan dengan
pemilihan obat ARV. Tentu saja hal ini perlu mengingat ketersediaan sarana dan indikasi lainnya.
** pemeriksaan jumlah virus memang bukan merupakan anjuran untuk dilakukan sebagai pemeriksaan
awal tetapi akan sangat berguna (bila pasien punya data) utamanya untuk memantau perkembangan dan
menentukan suatu keadaan gagal terapi.

Penatalaksanaan Kehamilan / Persalinan Dengan HIV


1. Antenatal Care :
Terapi ARV untuk ibu hamil.
Terapi antiretroviral/ARV/HAART (Highly Active Antiretroviral Therapy) dalam
program PMTCT (Prevention Mother to Child Transmission PPIA = Pencegahan
Penularan Ibu ke Anak) adalah penggunaan obat antiretroviral jangka panjang
(seumur hidup) untuk mengobati perempuan hamil HIV positif dan mencegah
penularan HIV dari ibu ke anak. Pemberian obat antiretroviral dalam program
PMTCT/PPIA ditujukan pada keadaan seperti terpapar berikut ini.
Tabel

Pemberian Antiretroviral pada ibu hamil dengan berbagai Situasi Klinis

108

Keterangan:
AZT: Zidovudine
3TC : Lamivudine.
NVP : Nevirapine.
PI : Protease Inhibitor

EFV : Efavirenz
TDF : Tenofovir
FTC : Emtricitabine
d4T :Stavudin

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat ANC:


Disarankan unruk pemeriksaan laboratorium untuk skriining sifilis, hepatitis B,
hepatitis C, varicela, toxoplasma pada saat kunjungan pertama.
Ibu yang mendapatkan HAART dilakukan skriining terhadap gestasional diabetes.
Vaksin hepatitis B, pneumokokus dan influenza aman diberikan.
Dilakukan skriining terhadap infeksi genital pada saat kunjungan pertama dan
diulang pada umur kehamilan 28 minggu. Setiap infeksi yang terdeteksi harus
diterapi bahkan bila asimptomatis.
Skriining aneuploidi sama seperti kehamilan biasa.
Dating dan scan anomali sama seperti kehamilan biasa.
Monitor plasma viral load dan toksisitas obat.
Rencana pemberian terapi antiretrovirus dan mode of delivery harus direncanakan
saat umur kehamilan 36 minggu setelah didiskusikan dengan pasien dan keluarga.
2. Inpartu:
Dosis Obat Dan Cara Pemberian Antiretrovirus saat inpartu.
CDC and Prevention USA (2009) menyarankan untuk memberikan pengobatan dan
profilaksis antiretrovirus kepada ibu pada saat intrapartum sebagai berikut:

Pemberian ZDV(Zidovudine) intravena disarankan untuk seluruh ibu hamil


terinfeksi HIV, tanpa memandang jenis antivirus yang diberikan pada saat
antepartum; ini bertujuan mengurangi penularan HIV perinatal.

109

Untuk ibu yang mendapat pengobatan antivirus antepartum yang mengandung


obat stavudine (d4T), maka obat ini distop selama pemberian ZDV intravena pada
saat persalinan.
Pada mereka yang mendapat antiretrovirus kombinasi pengobatannya harus
diteruskan selama persalinan dan sebelum dilakukan bedah saesar sesuai jadwal
dengan tepat.
Mereka yang mendapat terapi kombinasi dengan dosis yang sudah ditentukan
termasuk ZDV, maka pada saat persalinan harus diberi ZDV intravena, sementara
komponen antiretrovirus yang lain terus diberikan secara oral.
Untuk ibu yang sudah mendapat antiretrovirus tetapi pada saat menjelang
persalinan ternyata jumlah penurunan virus kurang optimal (misal >1000
salinan/mL) maka disarankan untuk dilakukan bedah saesar. Tidak disarankan
untuk menambahkan NVP dosis tunggal pada saat intrapartum atau kepada
neonatus yang dilahirkan.
Ibu dengan status HIV yang tidak jelas yang datang pada saat akan melahirkan,
harus dilakukan pemeriksaan tes cepat (rapid test) terhadap antibodi HIV, dan
pemberian ZDV intravena harus dimulai jika hasil test positif (tanpa menunggu
hasil tes konfirmasi) tes konfirmasi dilakukan sesudah melahirkan, dan bayi harus
mulai diberi ZDV. Jika hasil tes positif, maka disarankan untuk memberikan ZDV
kepada neonatus selama 6 minggu, dan jika hasil tes negatif, maka pemberian
ZDV pada neonatus distop.
Pada ibu terinfeksi HIV yang sedang melahirkan tetapi tidak mendapat
pengobatan antiretrovirus antepartum, disarankan pemberian ZDV intravena
selama melahirkan kepada bayinya selama 6 minggu. Beberapa ahli sering
mengkombinasi obat ini dengan NVP dosis tunggal yang diberi kepada ibu dan
neonatus.
Jika digunakan NVP dosis tunggal (sendiri atau dikombinasi dengan ZDV), maka
harus dipertimbangkan untuk memberikan 3TC pada saat melahirkan dan kepada
ibu diberikan ZDV/3TC selama 7 hari sesudah melahirkan untuk mengurangi
terjadinya resistensi virus terhadap NVP pada ibu.
Untuk ibu yang tidak mendapat pengobatan ARV dan yang mempunyai jumlah
muatan virus sangat rendah <1000 salinan/mL, beberapa ahli hanya memberikan
ZDV sebagai profilaksis dan pemberian ini distop sesudah melahirkan sementara
pemberian pada neonatus diteruskan.

Protokol Pemberian Zidovudine pada Ibu hamil untuk mencegah penularan vertikal.
Jenis Obat
Untuk Ibu
Zidovudine (AZT)

Dosis

Saat Pemberian

Cara

100 mg 5 kali/hari

Masa gestasi 4 minggu sampai


menjelang melahirkan.

Peroral

2 mg/kg BB

Dilanjutkan pada saat melahirkan


selama 1 jam.

Intravena

1 mg/kg BB/Jam

Dilanjutkan sampai lahir

Intravena

Untuk Neonatus
110

Zidovudine (AZT) masa


gestasi > 35 mg.

2 mg/kg/dosis, 4 kali/hari

Dimulai pada usia 8 jam sampai 6


minggu.

Peroral

Zidovudine (AZT) masa


gestasi 30-35 minggu.

2 mg/kg/dosis, 2 kali/hari
(2 minggu pertama)
selanjutnya 2mg/kg/dosis,
3 kali/hari.

Dimulai pada usia 8 jam sampai 6


minggu.

Peroral

Antivirus Tambahan untuk Ibu Terinfeksi HIV-1 dan neonatus selama intrapartum /postpartum
Jenis Obat
Ibu :
NVP (dosis tunggal saat
intrapartum)*
ZDP + 3TC (ditambah dengan NVP
dosis tunggal sebagai ekor untuk
mengurangi resistensi NVP)

Neonatus:
NVP (dosis tunggal)

Dosis

Lamanya

200 mg dosis tunggal diberikan


peroral.
ZDP: intravena pada intrapartum
seperti pada tabel diatas, sesudah
melahirkan 300mg dua kali/hari
peroral.
3TC: 150 mg peroral 2 kali/hari
mulai saat mau melahirkan.

Pada saat melahirkan

2mg/kg dosis tunggal peroral.

Dosis tunggal dalam 72


jam sesudah lahir. Jika ibu
diobati 2 jam sebelum
melahirkan, bayi diobati
sesegera mungkin sesudah
lahir.

Selama 7 hari

3. Tatalaksana pada saat Persalinan


Pemeriksaan plasma viral load dan CD4 harus dikerjakan pada saat inpartu.
Pasien yang mendapatkan HAART harus tetap diberikan sebelum persalinan dan
setelah persalinan bila ada indikasi.
Tujuan pemberian HAART adalah untuk mengobati penyakit HIV ibu yang sudah
berat. Ibu hamil dengan penyakit HIV-1 yang ringan (limfosit CD4 >350/mL),
disarankan untuk mendapat profilaksis jangka pendek.
Operasi Caesar elektif:
o Penularan vertikal dapat dinurunkan sebanyak 50%.
o Dilakukan sebelum ada tanda-tanda persalinan dan sebelum ketuban
pecah.
o Pada pasien HIV yang baru terdiagnosa saat persalinan atau tidak
mendapatkan antiretrovirus.
o Bila jumlah muatan virus HIV >1000 salinan/mL menjelang persalinan
tanpa memperhatikan apakah ibu mendapat profilaksis ARV
(antiretrovirus) atau tidak pada saat prenatal.
o Secara bersamaan juga diberikan profilaksis antiretrovirus (ARV).
Pemberian HAART (Highly Active Antiretroviral Therapy)
111

o Zidovudine intravena diberikan 4 jam sebelum operasi caesar dikerjakan


dan diteruskan sampai tali pusat diklem.
o Kadar CD4 kurang dari 200
o Ibu menyusui (tidak mungkin untuk membeli PASI)
o Elektif SC dilakukan pada usia kehamilan 38 minggu.
o Menggunakan tehnik Bloodless sectio sesarea.
- Hindari perdarahan yang banyak saat insisi SBR, segera lakukan
prosedur hemostasis.
Darah yang keluar segera diguyur dengan larutanNacl untuk
mengurangi paparan ke bayi.
Hindari pemecahan selaput ketuban sebelum kepala lahir.
Perencanaan persalinan pervaginam
o Untuk ibu yang sudah lama mendapat HAART dan mempunyai jumlah
muatan virus kurang dari 1000 salinan/ mL, kalau fasilitas bedah saesar
tidak ada, maka ibu dapat melahirkan per vaginam, karena jumlah salinan
RNA virus rendah, sehingga angka penularan intrapartum juga rendah,
tetapi ibu dan bayi harus tetap diberi profilaksis ARV.
o Ibu hamil yang mendapatkan HAART dengan viral load kurang dari 50
salinan/ml. (RCOG).
o Hindari amniotomi, kecuali pembukaan lengkap dan akan dilakukan
pimpinan persalinan.
o Jangan memasang fetal scalp electroda, dan mengambil sampel darah
melalui kepala janin.
o Oxytosin bisa diberikan untuk augmentasi persalinan.
o Sedapat mungkin episiotomi dikerjakan atas indikasi.
o Hindari melakukan pertolongan persalinan yang mengakibatkan trauma
seperti menggunakan forsep atau vakum untuk persalinan lama dengan
penyulit.
o Bila persalinan dengan instrumentasi terpaksa harus dilakukan, lakukan
forsep ekstraksi.
o Darah tali pusat diambil 10 ml untuk pemeriksaan HIV bayi.
o Gunakan cara kerja yang higienis:
o Dilarang makan dan minum di kamar bersalin
Rambut harus diikat dan ditutup
o Selalu memakai jubah plastik, sarung tangan dan kaca mata
pelindung bila menolong persalinan.
o Cuci tangan sebelum memakai sarung tangan dan setelah membuka
sarung tangan
o Dilarang bekerja bila menderita luka terbuka pada kulit.
4. Pengobatan Penyakit Lain
Prevalensi dan insiden penyakit yang ditularkan melalui seks (misalnya,
N.gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis) sangat tinggi pada wanita
terinfeksi HIV-1.
112

Penyakit ini dikenal sebagai faktor yang dapat menfasilitasi penyebaran


infeksi HIV melalui hubungan seksual.
Beberapa studi membuktikan, bakteri yang ditularkan melalui hubungan seksual
(misalnya, N.gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis), trihomoniasis, dan
vulvovaginal candidiasis sering disertai dengan jumlah virus HIV yang banyak di
dalam sekresi genital.
Pengobatan terhadap semua infeksi tersebut dapat mengurangi jumlah virus,
sehingga risiko penularan vertikal HIV juga berkurang.

5. Perawatan Ibu Sesudah Melahirkan


Perawatan paripurna termasuk perawatan medis dan pelayanan pendukungnya adalah
sebagai berikut:
Perawatan khusus yaitu, perawatan dasar, obstetri/
ginokologi, anak, dan HIV
Pelayanan keluarga berencana
Pelayanan kesehatan jiwa
Pengobatan penyalah gunaan obat terlarang
Pelayanan untuk mendukung ibu agar lebih bersemangat
Koordinasi pelayanan dengan tatalaksana kasus untuk ibu, anak, serta anggota
keluarga yang lain. Pelayanan untuk mendukung ibu harus diatur sedemikian rupa
sesuai dengan kebutuhan masing-masing ibu.
Pemberian Air Susu Ibu (ASI)
Ibu sebaiknya dilarang menyusui bayinya.
Di negara miskin masalah ini masih menjadi perdebatan karena kesulitan untuk
memperoleh pengganti ASI. tidak ada air bersih, serta orangtua tidak mampu
membeli susu formula.
Salah satu alternatif adalah dengan memanaskan ASI sebelum diberikan kepada
bayi. Tetapi cara ini belum dilakukan secara luas.
Alternatif lain adalah dengan memberikan profilaksis antiretrovirus kepada bayi
yang mendapat ASI, tetapi harus dipertimbangkan dengan matang, karena
biayanya cukup mahal.
Berikan pardodel oral untuk menghentikan ASI, bila diputuskan untuk tidak
menyusui.
Perawatan Neonatus
Segera setelah bayi lahir, bayi dimandikan dengan sabun antiseptik
Bila ibu dan bayi dalam kondisi baik, boleh rawat gabung.
Berikan profilaksis Zidovudine (AZT) pada bayi dengan AZT sirop 2 mg/kg BB
tiap 6 jam mulai umur 12 jam sampai dihentikan pada umur 6 minggu.
Sekitar 99% dari bayi yang terinfeksi HIV dapat terdeteksi pada 2 minggu
pertama setelah lahir dengan teknik PCR/Kultur.
Dalam keadaan tertentu, beberapa ahli mengkombinasikan ZDV 6 minggu dengan
ARV yang lain:

113

o Neonatus yang lahir dari ibu terinfeksi HIV. yang telah mendapat ARV
prenatal tetapi dengan penurunan muatan virus yang tidak optimal.
o Hanya mendapat ARV intrapartum.
o Tidak mendapat obat pada saat antepartum maupun intrapartum.
o Diketahui terinfeksi virus resisten obat.
Kombinasi ARV untuk neonatus adalah ZDV dengan NVP dosis tunggal, dan
kombinasi ZDV dan lamivudine yang juga dikombinasi dengan nevirapine.
Pemberian obat ini akan dapat menurunkan penularan vertikal sebanyak 47%

Alat bekas pakai :


Alat-alat tenun bekas pakai segera direndam dengan larutan klorin secara terpisah
selama 10 menit.
Jarum habis pakai dan semprit dimasukkan ke dalam wadah yang anti tembus ke
incenerator.
Sarung tangan, kasa, sampah medis lainnya ditampung dalam kantong plsatik
khusus dan dibakar.

DAFTAR PUSTAKA
1. Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Depkes, Pedoman
Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral pada orang dewasa,
2011.
2. Setiawan I M, Tatalaksana Pencegahan Penularan Vertikal dari Ibu Terinfeksi HIV ke
Bayi yang Dilahirkan, RSPI Prof DR Sulianti Saroso, Jakarta, Majalah Kedokteran
Indonesia, Volume:59 No:10, Oktober 2009.
3. RCOG, Menagement of HIV in Pregnancy, Green-top Guideline no:39, NHS
Evidance, 2010.

114

20. PERDARAHAN PASCA PERSALINAN


1) Batasan
Perdarahan pervaginam melebihi 500 cc setelah persalinan pervaginam, atau
melebihi 1000 cc pada persalinan dengan seksio sesarea.
Primer: Bila terjadi dalam 24 jam pertama pasca persalinan.
Sekunder: Bila terjadi setelah 24 jam pasca persalinan.
2) Faktor Risiko
Anemia.
Perdarahan Antepartum
Korioamnionitis.
Grandemulti
Gangguan koagulasi.
Pemberian MgSO4
Uterus Overdistensi/Gemeli.
Persalinan dengan tindakan.
Partus Precipitatus.
Riwayat HPP sebelumnya.
Persalinan lama.
Kelainan uterus atau mioma uteri.
Riwayat SC/Miomektomi.
Persalinan dengan induksi.
3) Menajemen HPP Primer:
a. Asking for HELP
b. Resusitasi, ABC
-

Airway Breathing Circulation.


115

Berikan oksigen sungkup 10 liter/menit

Periksa Vital Sign: Kesadaran, Tensi, Nadi, Tonus uterus, Dan perkirakan
darah yang keluar.

Baringkan penderita dengan posisi kaki lebih tinggi.

Pasang infus double dengan kanul G 16 pada vena perifer.

Ambil sampel darah untuk pemeriksaan crossmatch, DL, dan bila perlu
pemeriksaan fungsi pembekuan darah (PTT/APTT, fibrinogen, D- dimer).

Berikan cairan kristaloid/koloid gerojok Ringer Laktat 2 liter, koloid 1-2


liter.

Segera transfusi dengan whole blood atau komponen darah bila sudah
tersedia.

Jaga penderita tetap hangat.

Pasang kateter.

Tabel 1. Tanda-tanda klinis dan perkiraan darah yang hilang.

Sumber: Queensland maternity and Neonatal clinical Guideline.

c. Pemeriksaan Obstetri.
-

Tentukan penyebab perdarahan (4T). Biasanya 75-90 % penyebabnya atonia


uteri (Tone), sisanya trauma jalan lahir (Trauma) dan sisa plasenta (Tissue).
Gangguan pembekuan darah (Thrombin) jarang terjadi.

d. Penanganan Penyebab Perdarahan

Penanganan atonia uteri:

116

o Lakukan masage fundus uteri untuk merangsang kontraksi dan


mengeluarkan bekuan darah.
o Berikan uterotonika (lihat tabel).
o Lakukan kompressi bimanual.
o Bila tetap terjadi perdarahan, lakukan tamponade balon intra uterin,
dengan menggunakan, Sengstaken - Blakemore oesophageal
catheter ( SBOC ) atau kondom kateter. Dimasukan cairan antara
300-400 cc untuk menimbulkan kompresi.
Tabel 1. Jenis uterotonika dan cara pemberiannya pada atonia uteri
Jenis dan cara

Oksitosin

Ergometrin

Misoprostol

Dosis dan cara

IV : infus 20 unit dalam 1

IM atau IV (secara

Oral 600 mcg

pemberian awal

ltr larutan garam

perlahan) : 0,2 mg

atau rektal 800

fisiologik dengan 60

mcg

tetesan permenit
Dosis lanjutan

IM: 10 unit
IV : infus 20 unit dalam 1

Ulangi 0,2 mg setelah 15

400 mcg 2-4 jam

liter lar. garam

menit jika masih

setelah dosis awal

fisiologik dgn 40

diperlukan, beri IM/IV

Dosis maksimal

tetes/menit
Tidak lebih dari 3 liter

setiap 2-4 jam


Total 1 mg atau 5 dosis

Total 1200 mcg

perhari
Indikasi kontra

larutan dengan oksitosin


Tidak boleh memberi IV

Preeklampsia, vitium

Nyeri kontraksi,

atau hati-hati

secara cepat atau bolus

kordis, hipertensi

asma

Gambar 1. Tamponade balon.

117

o Bila tetap terjadi perdarahan, bila hemodinamik masih stabil dan


ingin mempertahankan fertilitas, dapat dilakukan jahitan kompresi:

B lynch: menggunakan kromik catgut no.1 atau no 2, Vicryl


0 ( Ethicon ). Tindakan B - Lynch ini harus didahului tes
tamponade yaitu upaya

menilai efektifitas tindakan B -

Lynch dengan cara kompresi bimanual uterus secara


langsung di meja operasi.

Cho multiple square: pada perdarahan akibat plasenta previa.

Metode Hayman: untuk yang sebelumnya tidak menjalani


operasi seksio sesarea.

118

Sumber: C.B-Lynch, Conservative Surgical Management.

Sumber: C.B-Lynch, Conservative Surgical Management.

o Systemic Pelvic Devascularization


a. Ligasi a. uterina.
119

b. Ligasi a. hipogastrika.

Sumber: C.B-Lynch, Conservative Surgical Management.

Penanganan Retensio/Sisa plasenta:


o Bila plasenta belum lahir, segera lakukan menajemen aktif kala III.
o Bila gagal lakukan manuil plasenta.
o Bila plasenta keluar sebagian, dan perdarahan masih terjadi lakukan
kuretase dengan hati-hati menggunakan sendok kuret tumpul yang
terbesar.

Penanganan Trauma:
o Periksa jalan lahir mulai vagina, serviks dan tentukan lokasi sumber
perdarahan, dan lakukan ligasi dan repair.
o Bila terjadi inversio uteri segera lakukan reposisi dengan anastesi.
o Periksa tanda-tanda ruptur uteri, bila terjadi ruptur segera laparotomi
dan dilakukan repair bila memungkinkan atau hysterektomi.
Penanganan Gangguan Pembekuan darah:

120

o Lihat tanda-tanda gangguan pembekuan darah secara klinis seperti:


petechie, perdarahan subconjunctiva, oozing dari lokasi bekas
tusukan jarum.
o Bila uterus berkontraksi baik, trauma jalan lahir sudah teratasi, tetapi
tetap

terjadi

perdarahan

lakukan

pemeriksaan

faktor-faktor

pembekuan : BT/CT, PTT/APTT, kadar fibrinogen, D-dimer


memanjang atau menurun.
o Transfusi komponen darah:

4 unit PRBC

4 unit Fresh Frozen Plasma

1 unit Trombosit konsentrat.

Kalsium glukonas.

Pemberian Cryoprecipitate satu unit per 10 kg berat badan


dipertimbangkan bila:

Perdarahan secara klinis masih terjadi.

Tampak tanda-tanda DIC.

Kadar fibrinogen kurang dari 1 g/L.

Bagan Penanganan HPP Primer


Penanganan Segera:
Ask for HELP.
Baringkan pasien kepala lebih
rendah.
Penilaian Vital Sign.
Lakukan Resusitasi ABC
Pasang IV line double + ambil
sampel darah, periksa lab, siapkan transfusi
darah
-

Tone

Tidak
Plasenta Lahir ?

- Massage fundus uteri


- Kosongkan blass, pasang
kateter.
- Kompresi bimanual
interna.
- Oxytosin drip 20 u 60 tt/mt
- Ergometrin 0,25 mg.
- Misoprostol 800-1000 mg
per rektal.

Ya
Tidak

Kontraksi Uterus
Baik ?
121

Ya

Tissue
- Menajemen aktif kala III.
- Oxytosin 5-10 IU.
- Bila gagal lakukan
plasenta Manuil.
- Inkomplit lakukan kuret
- Periksa robekan jalan
lahir.(vagina,cervix,
uterus)
- Repair robekan.
- Koreksi inversio uteri.
- Bila ruptur uteri dilakukan
laparotomi.
(Repair/Hysterektomi)

Trauma
Ya

Trauma jalan
lahir ?

Tetap Perdarahan
Kontraksi jelek
Tidak

Trombin

Balon intra uterin (Kondom


kateter)

Tetap Perdarahan

- Bila semua prosedur telah dilakukan tetapi tetap perdarahan


pikirkan gangguan pembekuan darah.
- Terdapat tanda-tanda DIC
- BT/CT memanjang, TC menurun, Fibrinogen menurun < 1g/L,
PTT/APTT memanjang.

Kontraksi Jelek

Bedah konservatif:
- Jaritan kompresi (B
Lynch/Metode
Surabaya/Cho
- Ligasi arteri
uterina/Hypogastrika

Hysterektomi

Transfusi:
- Whole blood/Fresh blood.
- Fresh Frozen Plasma.
- Trombosit konsentrat.
- Cryoprecipitates.
-

DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

WHO Guidelines for the Management of Post Partum Haemorrhage and Retained
Placenta, WHO Library Cataloguing-in-Publication Data, 2009.
RCOG, Green Top Guidelines, Prevention and Management of Postpartum
Haemorrhage, no 52 May 209.
Postpartum Haemorrhage: Guidelines, Southampton University Hospital NHSTrust,
January 2011.
Queensland Maternity and Neonatal Clinical Guidelines, Primary Postpartum
Haemorrhage, July 2009.
SOGC Clinical Practice Guidelines, Active Management of the Third Stage of Labour:
Prevention and Management of Postpartum Haemorrhage, no 235, October 2009.
Belfort M.A. Postpartum Hemorrhage, in Queenans Management of High-Risk
Pregnancy. Sixth ed. 2012. p.289-291.
Francois K. Postpartum Hemorrhage, in Obstetric Intensive Care Manual, Third Ed.
Mc Graw Hill, 2011.p. 27-38.
122

8.

Lynch, C.B. Conservative Surgical Management, in Postpartum Hemorrhage, p.287297.


9. Koh E, Daavendra K, Tan L K, B-Lynch Suture for The Treatment of Uterine Atony,
Singapore Med J 2009.
10. www. medscape.com, Use of a Condom for Control Massive Postpartum Hemorrhage,
2010.
11. Rather S Y, et al. Use of Condom for Control Intractable PPH, J&K Health Service,
Kashmir, Vol 12, 2010.
12. Karkata M K, Kristanto H, Penatalaksanaan Perdarahan Pasca Salin, Panduan
Penatalaksanaan Kasus Obstetri, Himpunan Kedokteran Fetomaternal, Pelawa Sari,
2012. H.166-174.

21. PENATALAKSANAAN KELAINAN HIS (INERTIA UTERI)

Batasan
Kelainan kontraksi uterus dalam hal amplitudo, frekwensi, durasi, konfigurasi dan
ritmisitas yang dapat menimbulkan hambatan kemajuan persalinan, perubahan
denyut jantung janin, dan komplikasi lain pada ibu dan janin
Penilaian His
1) His adekuat : adalah his persalinan yang menyebabkan kemajuan persalinan
2) Kriteria KTG :
Pada Kala I, dalam 10 menit terdapat 3-5 kali kontraksi, lamanya 45-90
detik, dengan amplitudo 50-75 mmHg
Pada kala II, amplitudo lebih dari 80 mmHg pada kala II,
F
(2)

123

(1)

(3)

A
20
D
BT
0
konfigurasi "Bell Shape" dengan irama yang ritmis.
Komponen dari his adalah : ascending Limb (1) acme (2) dan Descending Limb(3)
Jenis Kelainan His
Kelainan his dibagi 2 yaitu :
1) Inersia uterus hipotonik, yaitu kontraksi uterus yang terkoordinasi, tetapi tidak
adekuat.
2) Inersia uterus hipertonik, yaitu kontraksi uterus yang kuat, tidak terkoordinasi,
dan tidak adekuat.
Etiologi
1) Inersia uterus hipotonik :
a. penggunaan analgesia,
b. peregangan dinding uterus berlebihan,
c. perasaan takut pada ibu.
2) Inersia uterus hipertonik :
a. disproporsi kepala-panggul (Cephalo pelvic disproportion= CPD),
b. dosis oksitosin yang berlebihan.
Macam-macam Kelainan His Menurut Rekaman KTG
1) Kontraksi uterus hipotonus adalah amplitudo kontraksi uterus kurang dari 45
mmHg pada kala I atau kurang dari 80 mmHg pada kala II.
2) Kontraksi uterus hipertonus :
a. Amplitudo kontraksi uterus lebih dari 75 mmHg pada kala I atau tonus
basal lebih dari 20 mmHg. Amplitudo berlebihan (lebih dari100 mmHg)
yang akan menimbulkan gambaran Picket Fence pada konfigurasi
kontraksi.
b. Durasi kontraksi yang lamanya lebih dari 90 detik.
3) Takisistol adalah jumlah kontraksi utarus lebih dari 5 kali /10 menit
4) Doubling, tripling dan Quadripling adalah bila timbul kontraksi-kontraksi
prematur segera setelah descending limb dari setiap kontraksi. Bila timbul
satu kontraksi prematur disebut Doubling/coupling, dua kontraksi disebut
tripling, dan tiga kontraksi disebut quadripling
5) Hiperstimulasi adalah suatu sindroma yang ditandai dengan perubahan garis
dasar denyut jantung janin. akibat adanya kontraksi hipertonus.
6) Patterns of hipertonus adalah suatu gambaran kontraksi uterus yang terdiri
dari kontraksi hipertonus, takisistole "coupling" dan peningkatan durasi.
Akibat Kelainan His Terhadap Kemajuan Persalinan :
Setiap kelainan his dapat mengakibatkan perubahan perjalanan persalinan.
1) Kontraksi hipotonus, dapat menyebabkan inersia uteri primer (bila terjadi
124

sejak awal persalinan), sedangkan inersia uteri sekunder (bila terjadi setelah
kontraksi yang adekuat).
Inersia uteri mengakibatkan melambatnya
persalinan.
2) Kontraksi hipertonus, dapat mengakibatkan partus presipitatus bila sifat
kontraksinya Coordinated (Coordinated uterine action), persalinan tidak
maju atau distosia bila sifat kontraksinya Uncoordinated (Uncoordinated
uterine action).
Skema Penatalaksanaan Kelainan His
Kelainan His

Inertia Uteri

Kriteria:
- KTG
- Kemajuan Persalinan
- Kaput Suksedaneum

Hipotonik

Hipotonik

Amniotomi+Tetes Oksitosin

Resusitasi Intra Uterin 30 mnt

Berhasil

Pervaginam

Tanda2
Hiperstimulasi (+)

Gagal

Seksio Sesarea

Tanda2
Hiperstimulasi (-)

Pemantauan lanjutan

22. PENILAIAN KESEJAHTERAAN JANIN

1. Admission Test/KTG
Batasan
Pemeriksaan kesejahteraan janin dengan menggunakan kardiotokografi, yang
dipantau secara singkat yaitu10-30 menit, dibuat segera setelah pasien masuk
rumah sakit. Pemeriksaan ini diutamakan untuk kasus-kasus risiko tinggi
dengan dugaan insufisiensi plasenta.

Tujuan
Untuk mengetahui kasus-kasus yang berisiko pada persalinan yaitu:
a. Post date (umur kehamilan lebih atau sama dengan 41 minggu) atau
diduga hamil lewat waktu
b. Ketuban Pecah Dini
c. Hipertensi dalam kehamilan
125

d. Diabetes melitus
e. Pertumbuhan Janin Terhambat/ Kecurigaan Pertumbuhan Janin Terhambat
(PJT)
f. Dugaan gawat janin
g. Penyakit jantung
h. Astma Bronkhiale (serangan) dan penyakit paru lainnya.
i. Pernah melahirkan dengan KJDK.

Prosedur Pelaksanaan
a. Pasien ditidurkan secara santai semi Fowler 450 miring ke kiri.
b. Tekanan darah diukur setiap 10 menit.
c. Dipasang kardiotokografi.
d. Dilakukan pemantauan selama 30 menit
e. Dapat dilakukan kurang dari 30 menit bila terdapat gambaran KTG yang
normal.
f. Apabila terdapat kecurigaan adanya kelainan denyut jantung janin ataupun
kontraksi uterus maka pemantauan dilanjutkan dengan Intermittent
monitoring yaitu pemantauan setiap 2 jam selama 30 menit.

6. Test Tanpa Kontraksi (Non Stress Test=NST)

Batasan
Cara pemeriksaan kesejahteraan janin dengan menggunakan kardiotokograf
untuk melihat hubungan antara perubahan denyut jantung janin dengan
gerakan janin. Pra syarat test ini dikerjakan pada umur kehamilan 34
minggu.
Indikasi
Dugaan insufisiensi plasenta, dan bila akan dlilakukan perubahan
penatalaksanaan antenatal.
Prosedur pelaksanaan
a. Pemeriksaan dilakukan sebaiknya pada pagi hari 2 jam setelah makan, dan
tidak boleh diberikan sedativa, kecuali dalam keadaan darurat dengan
konsultasi.
b. Pasien secara santai dengan posisi tidur terlentang semi Fowler miring ke
kiri. 45
c. Tekanan darah diukur setiap 10 menit.
d. Dipasang kardiotokograf.
e. Dilakukan pemantauan selama 30 menit.
f. Bila hasil rekaman selama 10 menit pertama menunjukkan hal yang
mencurigakan atau patologis, maka perhatikan posisi pasien, posisi
transducer dan goyangkan fundus uteri untuk membangunkan bayi.
g. Bila hasil rekaman tetap mencurigakan atau patologis maka pemantauan
126

dihentikan.
h. Bila hasil rekaman normal, maka pemantauan dilanjutkan selama 30 menit

Kriteria Pembacaan Hasil


Gambaran

Baseline
(bpm)
Reassuring 110-150

Variabilitas

Deselerasi

Akselerasi

Tidak ada

Ada, sporadis

Non100-109
Reassuring 151-170

< 5 selama
40 menit.
> 25

- Dini atau variabel pada lebih


dari 50% kontraksi.
-Single prolonged deselerasi
sampai 3 menit

Ada, periodik
(pada setiap
kontraksi).

Abnormal

< 5 selama
90 menit

-Atypical variabel deselerasi


pada lebih dari 50%
kontraksi.
- Late deselerasi.
- Single prolonged deselerasi
selama lebih dari 3 menit.

Tidak ada lebih


dari 40 menit.

< 100
> 170
Pola
sinusoidal
10 menit.

Penjelasan:
Akselerasi adalah:
- Peningkatan sesaat denyut jantung janin lebih dari 15 denyut permenit selama
lebih dari 15 detik
Deselerasi adalah:
- Penurunan sesaat denyut jantung janin lebih dari 15 denyut permenit selama
lebih dari 15 detik.
Deselerasi dini :
- Deselerasi dimana onset terjadinya bersamaan dengan onset terjadinya
kontraksi uterus, sehingga menyerupai bayangan cermin dari kontraksi.
Late deselerasi:
- Deselerasi dimana onset terjadinya setelah puncak kontraksi uterus, sehingga
titik terendahnya terjadi lebih dari 15 detik setelah puncak kontraksi.
Typical variabel deselerasi:
Variabel deselerasi yang disertai adanya shouldering pada pre dan post
akselerasi, menggambarkan respon fisiologi yang normal terhadap
kompresi tali pusat.
Atypical variabel deselerasi:
- Mengindikasikan adanya kondisi fetus yang memburuk yang ditandai dengan
adanya;
1. Loss of shouldering.
2. Delayed/slow recovery fetal heart raye to baseline.
127

3. Rebound takikardi.
4. Biphasic deceleration/ W shape.
5. Lower baseline.
Prolonged deselerasi:
- Penurunan fetal heart rate 30 bpm atau lebih selama periode minimal 2 menit.
Pola sinusoidal:
- Gambaran variabilitas yang halus, berundulasi, baseline seperti gelombang
sinus, variabilitasnya absent, amplitudo undulasi biasanya 5-15 beats dan
frekwensinya 2-5 kali per menit.
Katagori Hasil Pemeriksaan:
Normal
: Bila semua atau keempatnya diklasifikasikan sebagai reassuring.
Suspicious
: Bila salah satu gambaran diklasifikasikan sebagai non-reassuring,
yang lainnya normal.
Pathologis
: Bila dua atau lebih gambaran diklasifikasikan sebagai non
reassuring, atau satu atau lebih diklasifikasikan abnormal.
3. Tes dengan tekanan (Stress Test) atau tes dengan oxytosin (Oxytocin challenge
Test = OCT)
1) Batasan.
Cara pemeriksaan kesejahteraan janin dengan menggunakan kardiotokografi,
untuk melihat hubungan antara perubahan denyut jantung janin dengan kontraksi
uterus.
2) Indikasi.
Ada gambaran NST yang mencurigakan atau patologis.
3) Indikasi kontra.
a. Bekas SC
b. Kehamilan ganda
c. CPD
d. Perdarahan ante partum.
e. Inkompeten serviks/pasca operasi serviks
4) Komplikasi.
Persalinan preterm.
5) Prosedur Pelaksanaan
a. Prinsipnya adalah mengusahakan timbulnya kontraksi uterus 3 kali dalam 10
menit dengan menggunakan titrasi oksitosin sintetik.
Pasien ditidurkan secara semi fowler miring kiri 450
Tekanan darah diukur tiap 10 menit.
Dipasang alat kardiotokografi.
Selama 10 menit pertama supaya dicatat data dasar seperti frekwensi,
akselerasi, variabilitas.
Gerakan janin dan kontraksi uterus yang spontan.
b. Bila belum ada kontraksi uterus, tetesan oksitosin dimulai 8 tetes/menit, dan
dinaikan 4 tetes setiap 15 menit sampai didapatkan kontraksi uterus 3 kali
dalam 10 menit.
128

c. Bila sudah ada kontraksi uterus, tetapi frekwensinya ku rang dari 3 kali/10
menit, tetesan oksitosin dimulai 4 tetes/menit, dan dinaikan 4 tetes tiap 15
menit sampai didapatkan kontraksi uterus 3 kali/10 menit.
d. Bila kontraksi uterus yang diinginkan belum tercapai maka tetesan oksitosin
dinaikan sampai maksimal 40 tetes/ menit.
e. Tetesan oksitosin dihentikan apabila terjadi:
Tiga kali kontraksi dalam 10 menit lama 60 detik.
Kontraksi uterus hipertonus ( tonus basal lebih dari 20 mmHg).
Deselerasi lambat.
Deselerasi memanjang.
Selama satu jam hasilnya tetap mencurigakan (suspicious).
f. Bila hasil yang diperoleh negatif, mencurigakan, tidak memuaskan, maka
pasien tetap diawasi selama 2 jam setelah tetesan oksitosin dihentikan.
6) Kriteria pembacaan hasil.
a. Negatif:
Tidak terdapat deselerasi lambat
Garis dasar denyut jantung janin abnormal.
Garis dasar variabilitas denyut jantung janin normal.
Terjadi akselerasi pada gerakan janin.
Bila hasil OCT negatif maka kehamilan dapat diteruskan sampai 7 hari lagi,
selanjutnya dilakukan OCT ulangan.
b. Positif:
Terjadi deselersi lambat menetap dari sebagian besar kontraksi uterus
(lebih dari 2/3 kontraksi) meskipun variabilitas normal dan terdapat
akselerasi.
OCT positif menandakan adanya insufisiensi plasenta, kehamilan harus
segera diakhiri
c. Mencuriggakan:
Terjadi deselerasi lambat, yang tidak menetap/hanya terjadi bila ada
kontraksi yang hipertonus (basal tone lebih dari 20mmHg/amplitudo
lebih dari 80 mmHg/menit.
Bila dalam pemantauan 10 menit meragukan ke arah positif atau
negatif.
Takikardi positif.
OCT mencurigakan maka harus dilakukan pemeriksaan ulangan 1-2 hari
kemudian.
d. Tidak memuaskan:
Kontraksi uterus kurang dari 3x/10 menit.
Pencatatan tidak sempurna, terutama pada akhir kontraksi uterus.
Pemeriksaan harus diulang pada hari berikutnya.
e. Hiperstimulasi:
Terjadi lebih dari 5 kali kontraksi uterus dalam 10 menit.
Lama kontraksi lebih dari 90 detik.
Tonus basal uterus meningkat lebih dari 20 mm Hg/menit.
129

Tetesan oksitosin harus distop atau dikurangi.

Resusitasi Intra Uterin


Batasan:
Suatu tindakan sementara pada keadaan hipoksia janin akut, sebagai usaha
untuk mengurangi stres yang timbul pada persalinan.
Prosedur ini dilakukan sambil menunggu tindakan yang sesuai.

Tatacara
a. Memperbaiki sirkulasi darah intra uterin
Posisi ibu : miring ke kiri
Pemberian cairan : RL atau NaCI 0,9% 28 tetes/menit
Relaksasi uterus dengan cara : hentikan oksitosin, berikan tokolitik
Magnesium Sulfat.
b. Memperbaiki oksigenasi janin dengan pemberian Oksigen 5-7 l / menit
dengan sungkup.

4. FETAL BIOPHYSICAL PROFILE (BPP)


Adalah suatu metode skoring yang digunakan untuk menentukan ada tidaknya
hipoksia janin intra uterin. Terdiri dari 5 variabel yaitu: Fetal breathing, gross body
movement, fetal tone, NST dan cairan amnion yang didapat dengan mengukur diameter
ventrikel dari kantongan terbesar.

Tabel 1. BIOPHYSICAL PROFIL SCORING: TEHNIQUE AND


INTERPRETATION

130

Tabel 2. INTERPRETATION OF THE BIOPHYSICAL PROFILE SCORE RESULT


AND RECOMMENDED CLINICAL MANAGEMENT

Bagan Pemeriksaan Kesejagteraan Janin


PASIEN RISIKO TINGGI
(Dugaan Insufisiensi Plasenta)
131

Admision Test/KTG

Non Stress Tes

Normal

Suspicious

Patologis

Suspicious atau
Patologis

Ulangi esok hari

Suspicious

Negatif

Rawat Jalan

Normal

Lahirkan/
KTG intermiten tiap
2jam sampai lahir
OCT/BPP

Suspicious
Tidak memuaskan
Hyperstimulasi

Positif

Ulangi esok hari

Lahirkan

Sesuai
kriteria dan
rekomendasi
BPP

Hentikan
Pemantauan

DAFTAR PUSTAKA
1. Gauge S.M. CTG Made Easy fourth edition,Churcill Livingstone, Elsevier 2012, p.14132

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

24.
Manning F.A, Fetal Biophysical Profile Score: Theoritical Considerations and
Practical Aplication, p.707-711,t.t.
Hoop H, Nonnenmacher A. Evidance-based Fetal Assessment, Department of
Obstetrics, Charite University Hospital, Campus Benjamin Franklin, Berlin Germany,
2008.
FIGO News, Guideline for The Use of Fetal Monitoring, International Journal of
Gynaecology and Obstetric, 1986.
SOGC Clinical Practice Guideline, Fetal Health Surveillance: Antepartum and
Intrapartum Consensus Guideline. No 197 2007.
Bano B.et al, Fetal Biophysical Profile; as tool to predict fetal outcome, Profesional
Med. Journal 2010.
Gondo H.K, Suwardewa T.G.A, Kardiotokografi, mengerti dan memahami denyut
jantung janin, Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2002.
Shafer B.L, Parer J T, Antepartum Fetal Monitoring, in Queenans Management of
High-Risk Pregnancy. Sixth ed. 2012. P.79-85.

23. PARTOGRAF WHO

133

Batasan:
Partograf WHO, adalah alat sederhana untuk pemantauan ibu bersalin yang berisi
tentang kemajuan persalinan, kondisi ibu dan kondisi anak.
Tujuan : mencegah partus lama dan partus kasep dan juga memberi petunjuk
kapan seharusnya melakukan rujukan/konsultasi atau tindakan.
Indikasi Partograf WHO :
Partograf WHO dipakai untuk :
1)
Kasus kehamilan resiko rendah.
2)
Pada kasus KRT yang diduga bisa lahir pervaginanm boleh dipantau
dengan partograf WHO
Ketentuan Pemakaian Partograf WHO :
1) Pengisian kolom-kolom mengenai data tentang ibu dan anak sesuai dengan
cara pengisian partograf WHO .
2) Tidak membedakan primigravida dan multigravida.
3) Kriteria penetapan inpartu bila minimal 2 tanda dibawah ini
a. Minimal ada his 3kali dalam 10 menit.
b. Ada penipisan serviks serta pembukaan.
c. Pembawa tanda : lendir campur darah (+)
4) Tidak ada penggunaan istilah observasi inpartu. Bila tanda-tanda inpartu
seperti (ad.3) tidak ada, maka pasen dipulangkan dengan Komunikasi
Informasi Edukasi kapan seharusnya melakukan pemeriksaan ulang. Untuk
pasien dari luar kota. pasien dipulangkan atas persetujuan chief.
5) Bila grafik/garis pembukaan melewati garis waspada, maka merupakan kasus
patologis dan selanjutnya ditangani oleh peserta PPDS I tingkat patol. Dan
bila garis pembukaan memotong garis tindakan, maka peserta FPDS I tingkat
patol menyerahkan penanganan kepada peserta PPDS I tingkat chief dan
mengambil tindakan/keputusan sesuai dengan indikasi serta syarat yang ada
dengan memperhatikan catatan observasi sebelumnya.
6) Bila terjadi seperti (ad.5) maka penderita harus diobservasi dengan seksama
dan tetap memperhatikan CHPB, temperatur dan tanda-tanda vital lainnya
sampai tindakan dilakukan.
7) Tindakan hanya dilakukan bila grafik memotong garis tindakan. Untuk kasus
KRT yang dievaluasi dengan Partograf maka bila grafik memotong garis
waspada, maka sudah harus dipikirkan untuk mengambil tindakan yang
keputusannya diambil setelah konsultasi dengan supervisor jaga.
8) Penderita dengan rujukan, dengan partograf maupun tidak, ditangani langsung
oleh residen tingkat patol. Rujukan dengan partograf yang diisi dengan benar
akan dilanjutkan evaluasinya dengan tetap memperhitungkan jam
pemeriksaan terdahulu.
9) Pemeriksaan dalam dilakukan setiap 4 jam sekali, kecuali bila ada indikasi
seperti ketuban pecah, gawat janin, RUI, dan ibu ingin mengejan.
10) Partograf dipakai hanya untuk menilai partus kala I dan bila pembukaan
lengkap (kala II), maka tindakan selanjutnya berdasarkan indikasi obstetri
biasa (seperti misal terjadinya : kala II lama, gawat bayi, ruptura uteri
iminens (RUI), Retensio plasenta, HPP dll.
11) Pengawasan harus lebih ditingkatkan, segera dilaporkan bila : ibu panas,
134

ketuban hijau / berbau / keruh.

24. OPERASI BEDAH SESAR

135

Definisi
Operasi bedah sesar (OBS) adalah cara melahirkan anak dengan cara melakukan
pembedahan / operasi lewat dinding perut dan dinding uterus untuk melahirkan
anak yang tidak bisa dilakukan pervaginam atau oleh karena keadaan lain yang
mengancam ibu dan atau bayi yang mengharuskan kelahiran dengan cara segera
sedangkan persyaratan pervaginam tidak memungkinkan.
Pegangan dasar
1) Persalinan terbaik adalah yang alamiah,pervaginam dan non trauma baik
untuk ibu dan bayinya.
2) Bila cara tersebut gagal barulah dipikirkan untuk melakukan tindakan operatif.
3) OBS dilakukan berdasarkan indikasi tertentu.
4) Dilakukan di kamar operasi IRD atau IBS oleh dokter setingkat Chief Residen
dan spesialis.
5) Tim operasi terdiri dari minimal: seorang operator,seorang staf anastesi,
seorang asisten residen, seorang perawat instrumen, staf terampil dari unit
neonatal dan paramedis pembantu.
6) Pilihan operasi utama adalah yang tipe irisan melintang di segmen bawah
uterus sedangkan OBS tipe klasik menjadi pilihan yang kedua.
7) Operasi dapat bersifat primer,elektif atau darurat cito.
8) OBS yang ketiga diusulkan pada pasen untuk melakukan sterilisasi/
tubektomi.
Indikasi
1)
2)
3)
4)
5)

Plasenta previa totalis


CPD,distosia oleh karena bayi dan panggul
Kesempitan panggul
Bayi letak lintang
Ruptura uteri iminens dan atau gawat bayi sedang persyaratan lahir
pervaginam tidak memungkinkan.
6) Distosia servikalis
7) Distosia karena tumor jalan lahir
8) Distosia pada letak sungsang
9) Distosia pada kehamilan pasca OBS
10) Kasus infertilitas dan atau anak mahal
11) Insufisiensi utero plasenta dengan skor pelvis yang buruk
12) Dan lain-lain persalinan dengan distosia setelah dilakukan konsultasi.

Persiapan Operasi
1) Pasen dipasagn infus larutan RL/RD/NaCL 0,9% dan daerah operasi
dibersihkan dengan melakukan pencukuran rambut. Pemasangan kateter Foley
serta kantung penampungan urine.
2) Mengambil contoh darah untuk persiapan donor darah
3) Dipastikan lagi KIE, konseling serta permintaan informed consent pada pasen
dan keluarganya.
4) Penggantian pakaian operasi untuk pasen
5) Persiapan instrumen :OBS kit yang sudah steril
136

6) Persiapan operator & asisten memakai pelindung plastik, masker dan penutup
kepala serta mencuci tangan dengan hibiscrub dan selanjutnya memakai jas
operasi steril.
Peralatan operasi:
1) Di ruang operasi IBS dan IRD memang sudah ada pertolongan
gawat/emergency saat operasi berlangsung. Peralatan anestesi, tabung gas N 20
serta Oksigen.
2) Alat-alat untuk OBS biasa dilakukan persiapan dan kemungkinan dilengkapi
dengan persiapan bila ada komplikasi operasi.
Alat-alat yang disiapkan:
1) Duk steril, pakaian steril operator, asisten, instrumen dan penerima bayi
2) Klem untuk duk sebanyak 6 buah
3) Pisau bedah tajam 1 buah
4) Arteri klem 6 buah
5) Hack fascia kecil I buah.
6) Hack/retractor abdomen 2 buah
7) Klemp Mickulik 4 buah
8) Kasa abdomen dua rol
9) Gunting tajam 2 buah
10) Pemegang jarum 2 buah, panjang dan pendek, serta satu set jarum tajam dan
tumpul dan cat gut bermacam ukuran
11) Alat kuret, untuk persediaan
12) Klem Kromp 4 buah
13) Klem Kocher 4 buah
14) Alat isap dan kanulnya
15) Spuit steril serta obat-obatan : methergin, oksitosin sinietis, bethadine, alkohol
dll
Protokol Operasi
1) Protokol Umum
a. Jenis anestesi yang dilakukan tergantung pertimbangan saat itu, dan bisa
berupa anestesi umum (general) atau memakai lumbal block anestesi
sesuai dengan keperluannya.
b. Daerah operasi, vulva dan perut bagian bawah sampai daerah dada
pasen dilakukan tindakan asepsis dengan memakai larutan Bethadine atau
memakai larutan iodium dan alkohol 90%.
c. Pasen ditutup dengan kain steril untuk mempersempit lapangan operasi
d. Irisan pada dinding perut linea mediana membujur (pilihan pertama) atau
memilih cara insisi Pfannenstil, sepanjang 10-12 cm, diperdalam sampai
peritonium, sambil merawat perdarahan yang ada.
e. Setelah masuk ruang peritonium dimasukkan kasa steril dibasahkan
dengan larutan garam fisiologis untuk menyisihkan usus ke arah atas.
f. Uterus diidentifikasi dan dicari segmen bawah uterus (SBR) dan dilakukan
insisi melintang dengan pisau tajam dan diperlebar kesamping dengan
gunting dengan perlindungan tangan yang satunya. Insisi diperdalam
sampai tembus dan kantong ketuban kelihatan.
137

g. Kantong ketuban dipecahkan dan bagian terendah anak diluksir dan


dikeluarkan dibantu tangan asisten mendorong fundus uteri sampai anal:
lahir. Tali pusat segera di klem dan dipisahkan bersamaan dengan
membersihkanjalan nafas anak dan segera menyerahkan pada Tim
Neonatus yang sudah siap menerimanya.
h. Sumber perdarahan di klem, suntikan oksitosin smtetis satu ampul pada
komu dekstra uterus, dan bersamaan petugas anestesi memberikan
suntikan methergin secara intra muskuler dan oksitosin drip per infus.
i. Plasenta dikeluarkan secara manual dan diyakinkan bersih dan komplit.
j. Jahitan dilakukan lapis demi tapis dengan cat gut atau monocryl
(tergantung mana yang tersedia) dan dilakukan retro-peritonialisasi.
Sambil memeriksa kedua adneksa maka pada kasus yang membutuhkan
dilakukan tubektomi bilateral secara Pomeroy.
k. Setelah diyakini tidak ada perdarahan lagi maka kasa steril dikeluarkan
dan rongga abdornen dicuci dan dibersihkan dengan cairan NaCI 0.9%
sambil meraba fundus uteri agar berkontraksi kuat.
l. Selanjutnya dinding luka operasi dijahit lapis demi lapis, pilihan antara cat
gut, monocryl dan vicryl.
m. Luka operasi ditutup dengan bethadine, kasa steril serta plester
secukupnya.
n. Operasi selesai, sambil dibersihkan dari darah serta air ketuban, diperiksa
tanda-tanda vital seperti : tensi, nadi, pemafasan serta perfusi akral.
2) Protokol Khusus
a. Tindakan yang lain dari prosedur diatas dapat diambil setelah melakukan
jalur konsultasi dengan konsultan diatasnya.
b. Kesulitan dan kedaruratan saat operasi yang perlu diantisipasi :
c. Bila waktu melahirkan bayi, robekan meluas kelateral dan merobek arteri
uterina, perdarahan harus segera dikuasai dengan klem danjahitan.
d. Bila segmen bawah ada perlekatan hebat, varises berat, anak letak lintang
dan SBR yang belum terbentuk dipertimbangkan OBS korpore.
e. Bila kesulitan melahirkan anak pada irisan profunda dimungkinkan untuk
melakukan insisi I terbalik.

25. INDUKSI DAN AKSELERASI PERSALINAN SERTA PROTAP


OKSITOSIN INFUS

138

Induksi dan akselerasi persalinan


1) Sebelum dimulai pastikan apakah tidak ada KONTRA INDIKASI (kelainan letak
dan penempatan, plasenta previa, bekas seksio, dll).
2) Induksi: merangsang uterus untuk memulai persalinan.
3) Akselerasi: meningkatkan frekuensi, lama serta kekuatan his dalam persalinan.
4) Lebih berhasil bila skor pelvik (Bishops score) lebih dari 5.
Tabel 1. BISHOP SCORE
SCORE
Dilation
Leth of cervix
(cm)
Station
Consistency
Position

0
0
3
-3
Firm
posterior

1
1-2
2
-2
Medium
mid

2
3-4
1
-1
Soft
anterior

3
5+
0
+1, +2

5) Pada umumnya untuk akselerasi dibutuhkan jumlah tetesan infus yang lebih
sedikit, oleh karena itu setiap menambah tetesan harus memperhatikan his yang
sudah timbul.
6) Bisa terjadi hiperstimulasi, timbulnya gawat bayi atau ruptura uteri iminens.
7) Ibu dengan infus oksitosin tidak boleh ditinggal sendirian tanpa pengawasan.
Protap oksitosin infus:
1) Dengan adanya Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal yang menjadi pegangan nasional serta akan menjadi bahan yang akan
diujikan pada ujian residen nasional maka dilakukan perubahan tata cara oksitosin
infus yang mengacu pada buku tersebut.
2) Infus oksitosin 2,5 unit dalam 500 cc dekstrose (atau garam fisiologik) mulai
dengan 10 tetes per menit (tabel.2 dan tabel3).
3) Naikan kecepatan infus 10 tetes per menit tiap 30 menit sampai kontraksi adekuat
(3 kali tiap 10 menitdengan lama lebih dari 40 detik) dan pertahankan sampai
terjadi kelahiran.
4) Jika terjadi hiperstimulasi (lama kontraksi lebih dari 60 detik) atau lebih dari 4
kali kontraksi dalam 10 menit, hentikan infus dan kurangi hiperstimulasi dengan:
a. Terbutalin 250 mcg i.v pelan-pelan selama 5 menit, atau
b. Salbutamol 5 mg dalam 500 ml cairan (garam fisiologis atau ringer laktat) 10
tetes per menit.

Tabel 2. Kecepatan infus oksitosin untuk induksi persalinan


Waktu
Sejak
induksi
(jam)

Tetes
permenit

Konsentrasi oksitosin

139

Dosis
(Miu/mnt

Volume
infus

Total
volume
infus

0,0

2,5 unit dalam 500 cc dekstrose atau


garam fisiologis (5 ml U/ML).

0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0

sama
sama
sama
sama
sama
5 unit dalam 500 ml dektrose atau garam
fisiologis (10 mIU/ml)

3,5
4,0
4,5
5,0

sama
sama
sama
10 unit dalam 500 ml dekstrose atau
garam fisiologis (20 mIU/ml

5,5
6,0
6,5
7,0

sama
sama
sama
sama

10
20
30
40
50
60

3
5
8
10
13
15

0
15
30
45
60
75

0
15
45
90
150
225

30
40
50
60

15
20
25
30

90
45
60
75

315
360
420
495

90
45
60
75
90

585
630
690
765
855

30`
40
50
60
60

30
40
50
60
60

Tabel 3. Ekskalasi Cepat pada Primigravida. Kecepatan infus oksitosin untuk induksi
persalinan
Waktu
Sejak
induksi
(jam)

0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5

Konsentrasi oksitosin
2,5 unit dalam 500 cc dekstrose atau
garam fisiologis (5 ml U/ML).

5 unit dalam 500 ml dektrose atau garam


fisiologis (10 mIU/ml)

10 unit dalam 500 ml dekstrose atau


garam fisiologis (20 mIU/ml.

4,0
4,5
5,0

Tetes
permenit

Dosis
(Miu/mnt)

Volume
infus

Total
volume
infus.

15

30
45
60
30

8
11
15
15

23
45
58
90

23
68
135
225

45
60
30

23
30
30

45
68
90

270
338
428

45
60
60

45
60
60

45
68
90

473
540
630

5) Jika tidak tercapai kontraksi yang adekuat (3 kali tiap 10 menit dengan lama
lebih dari 40 detik) setelah infus oksitosin mencapai 60 tetes per menit.

140

a. Naikan konsentrasi oksitosin menjadi 5 unit dalam 500 ml dektrose (atau


garam fisiologik) dan sesuaikan kecepatan infus sampai 30 tetes permenit (15
Miu/menit).
b. Naikkan kecepatan infus 10 tetes per menit tiap 30 menit sampai kontraksi
adekuat (3 kali tiap 10 menit dengan lama lebih dari 40 detik) atau setelah
infus oksitosin mencapai 60 tetes per menit.
6) Jika masih tidak tercapai kontraksi yang adekuat dengan kontraksi yang lebih
tinggi:
a. Pada multigravida, induksi dianggap gagal, lakukan seksio sesarea
b. Pada primigravida, infus oksitosin bisa dinaikan konsentrasinya yaitu:
10 unit dalam 500 ml dekstrose (atau garam fisiologis) 30 tetes
permenit.
Naikan 10 tetes tiap 30 menit sampai kontraksiadekuat.
Jika kontraksi tetap tidak adekuat setelah 60 tetes per menit (60 mIU
per menit), lakukan seksio sesarea.
Jangan berikan oksitosin 10 unit dalam 500 ml pada multigravida dan
pada bekas seksio sesarea.

PENGELOLAAN NYERI PADA PERSALINAN


141

1. Latar Belakang:
Nyeri pada persalinan ini menjadi bagian yang paling ditakuti oleh sebagian
besar ibu hamil.
Sehingga sebagaian ibu hamil memilih untuk menghindari proses persalinan
spontan dengan melakukan operasi seksio sesarea sebagai cara untuk
melahirkan bayi yang dikandungnya.
Meningkatnya angka seksio sesarea di seluruh penjuru dunia sebagian
disebabkan karena permintaan ibu hamil dengan alasan takut akan nyeri
persalinan ini.
Penurunan keberhasilan persalinan normal terjadi oleh karena ketakutan ibu
hamil akan nyeri persalinan, atau tidak mampunya ibu hamil menahan dan
menerima nyeri persalinan saat persalinan dilalui oleh mereka.
Oleh karena hal tersebut di atas, maka pengelolaan nyeri persalinan merupakan
hal yang sangat penting untuk diperjuangkan dan disediakan dalam setiap
pelayanan persalinan.
2. Patofisiologi:
2.1 Pengertian Nyeri Persalinan
Nyeri merupakan proses fisiologis berupa rangsangan tidak enak yang
menimbulkan rasa takut dan khawatir, yang dapat mengakibatkan pengurangan
aliran darah ibu-janin. Nyeri persalinan dapat diukur dengan menggunakan alat
seperti Visual Analogue Scale (VAS) yang mencoba mengukur karakteristik atau
prilaku yang diyakini untuk mengukur derajat nyeri yang berjalan secara kontinyu
yang tidak mudah diukur secara langsung.
2.2. Penyebab nyeri
1. Membukanya mulut rahim
2. Kontraksi dan peregangan rahim
3. Kontraksi mulut rahim
4. Peregangan jalan lahir bagian bawah.
5. Peregangan jalan lahir oleh kepala janin pada akhir kala pembukaan dan selama
kala pengeluaran menimbulkan rasa nyeri paling hebat dalam proses
persalinan.
2.1. Serabut Syaraf Penghantar Nyeri Persalinan
Pada waktu mulai terjadinya pembukaan atau mulai terjadinya kontraksi rahim
secara teratur sampai pembukaan jalan lahir lengkap, maka rasa nyeri yang
timbul diteruskan oleh syaraf yang keluar dari ruas Thorakal 11 dan 12. dan
bagian pinggang (L1).
Sedangkan nyeri yang timbul setelah pembukaan lengkap sampai bayi lahir
diteruskan oleh syaraf yang keluar dari tulang belakang bagian selangkangan
(sakral) ke-2, ke-3, dan ke-4.
3. Metode untuk mengurangi nyeri persalinan
142

3.1. Tindakan medis


3.1.1. Analgesik
Obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan rasa sakit tanpa mengganggu
kesadaran ibu yang mendapatkannya.
Jenis analgetik yang dipilih adalah Mepiridine (Pethidine) dengan dosis sesuai
tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Dosis, cara pemberian, duration of action Mepiridine
Route of
Dosage
Onset of Action
Duration of
Administration
(minutes)
Action
(hours)
IM/SC
IV

IV & IM
Simultaneously

Usually 100-150
mg q 3-4 hrs prn
Slow IV push 25
mg with
subsequent dose
of 25mg q 2-3
hrs prn to a
maximum dose
of 100mg
25mg IV with
1.0-1.5 mg/kg
IM at the same
time

10-15

2-4

1 minute

2-4

IV action within
1 minute/ IM
action 10-15
minutes

2-4

3.1.2. Suntikan epidural


Pembiusan ini memblok rasa sakit di rahim, leher rahim, dan bagian atas vagina.
Meskipun demikian otot panggul tetap dapat melakukan gerakan rotasi kepala bayi
untuk keluar melalui jalan lahir. Ibu tetap sadar dan dapat mengejan meskipun
dibius.
3.1.3. Spinal
Merupakan suntikan bius lokal di punggung ibu dengan menggunakan jarum yang
sangat kecil. Suntikan diarahkan ke area epidural.
3.1.4. Intracthecal labor analgesia (ILA)
Teknik ILA dilakukan dengan cara menyuntikkan obat penghilang rasa sakit
kepada ibu yang akan bersalin normal.
Tujuan utama tindakan ILA ( Intra Thecal Labor Analgesia ) ialah untuk
menghilangkan nyeri persalinan tanpa menyebabkan blok motorik, sakitnya
hilang tapi mengedannya bisa, yang dapat dicapai dengan menggunakan obat-obat
anesthesia.
Keuntungan yang di perdapat dengan program ILA:
a. Cepat dan memuaskan. Mula kerja cepat, memberikan analgesia penuh, blok
bilateral, serta ketinggian blok dapat diatur.
b. Keamanan. Dosis yang digunakan sangat kecil, sehingga resiko toksisitas
karena anestetik lokal, seperti total spinal, tidak berarti atau tidak ada sama
sekali.

143

c. Fleksibel. Pasien dalam fase laten persalinan dapat diberikan fentanil atau
sulfentanil intrathecal ( single shot ) dan dibiarkan bejalan-jalan. Pada
multipara dengan pembukaan serviks diatas 8 cm dapat diberikan dosis tunggal
petidin atau gabungan narkotik dan anestetik lokal intrathecal untuk
menghasilkan analgesia yang cepat dan penuh selama fase aktif persalinan dan
kelahiran.
3.1.4. Paracervical Block
Metode ini digunakan untuk menghilangkan rasa sakit pada persalinan tahap
pertama.
3.1.5.. Block saraf perineal dan pudendal
Blok syaraf perineal adalah pemberian suntikan ke jaringan yang terobek yaitu
antara jalan masuk ke vagina dan anus. Blok syaraf pudendal adalah suntikan
untuk mengebalkan syaraf yang mengirim informasi sakit kepada area vulva
ketika bayi melewati pinggul.
3.1.6. Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS)
Mesin TENS merangsang tubuh untuk memproduksi senyawa penghilang rasa
sakit alamiah.
3.2. Tindakan non medis
3.2.1. Massage (pemijatan)
3.2.1.1. Pengertian
Massage adalah melakukan tekanan tangan pada jaringan lunak, biasanya otot,
tendon atau ligamentum tanpa menyebabkan gerakan atau perubahan posisi sendi
untuk meredakan nyeri, menghasilkan relaksasi atau memperbaiki sirkulasi.
(Mander, R.2004).
3.2.1.2 Tekhnik
a) Effleurage
Tekhnik pemijatan usapan lembut, lambat dan panjang, tidak putus-putus,
dilakukan dengan menggunakan ujung-ujung jari yang ditekan lembut dan ringan
dan diusahakan ujung jari tidak lepas dari permukaan kulit.
b) Counter pressure
Teknik pijatan kuat dengan cara letakkan tumit tangan atau juga menggunakan
bola tennis, tekanan dapat diberikan dalam gerakan lurus atau lingkaran kecil.
(Danuatmaja,B. 2004)
3.2.1.3. Massage yang digunakan untuk mengurangi nyeri persalinan:
a) Massage kaki
b) Massage tangan
c) Massage punggung: Masaage efluerage dapat dilakukan di punggung yang
tujuan utamanya adalah relaksasi. Waktu dilakukan massage punggung adalah
pada saat kontraksi rahim pada kala pembukaan karena syaraf penghatar nyeri
saat itu berada di bagian punggung. Dan penyebaran nyeri pada kala 1 atau
kala pembukaan yang dominan adalah di bagian punggung bawah.
144

d) Massage bahu
e) Massage perineum
3.2.2 . Hipnosis
Upaya membawa pasien dalam keadaan rileks sehingga otak bekerja di gelombang
alfa. gelombang alfa memberikan kemampuan kepada pasien untuk menghilangkan
rasa sakit. Hal itu dikarenakan sensor penghantar rasa sakit ke otak terhalang oleh
gelombang alfa sehingga ibu yang hipnosisnya berhasil dapat melahirkan tanpa
merasakan sakit.
3.2.3. Relaksasi
Menarik nafas dalam dan menghembuskan dengan rileks dapat mengurangi stress
melahirkan.
3.2.4. Posisi Melahirkan
Posisi persalinan, perubahan posisi dan pergerakan yang tepat akan membantu
meningkatkan kenyamanan/ menurunkan rasa nyeri, meningkatkan kepuasan akan
kebebasan untuk bergerak, dan meningkatkan kontrol diri ibu.
Perubahan posisi secara adekuat akan dapat merubah ukuran dan bentuk pelvic
outlet sehingga kepala bayi dapat bergerak pada posisi optimal di kala I, berotasi
dan turun pada kala II. Bergerak dan posisi tegak (upright position) dapat
mempengaruhi frekuensi, lama dan efisiensi kontraksi. Grafitasi membantu bayi
bergerak turun lebih cepat.
Perubahan posisi membantu meningkatkan asupan oksigen secara berkelanjutan
pada janin, yang berbeda jika ibu berbaring horizontal karena dapat menyebabkan
terjadinya hipotensi.
3.2.5. Terapi bola-bola persalinan
Bola-bola persalinan membantu bayi bergerak menuju mulut rahim.
Dipilh 6 metode medis dan 5 metode non medis dalam pengelolaan nyeri pada
persalinan yang direkomendasikan pada standard pelayanan operasional.
4. Pelaksanaan pelayanan pengelolaan nyeri persalinan adalah:
4.1. Teknik medis:
No
Teknik
PIC
1
Analgetik
DPJP
2
Spinal Block
Tim Nyeri RSUP
3
Intrathecal Labor Analgesia
Tim Nyeri RSUP
4
Paracervical Block
DPJP/Tim Nyeri SMF
OBGIN
5
Block saraf perineal dan pudendal DPJP/Tim Nyeri SMF
OBGIN
6
Transcutaneous electrical nerve Tim Nyeri SMF
stimulation (TENS)
OBGIN

145

Keterangan
Tim Anestesi
Tim Anestesi

4.2.Teknik Non Medis


No
Teknik
1
Massage (pemijatan)
2
Hipnosis (hypnobirthing)
3
Relaksasi
4
Posisi Melahirkan
5
Terapi bola-bola persalinan

PIC
Bidan/DPJP/Fisioterapist
Tim Nyeri SMF OBGIN
Bidan/DPJP
Bidan/DPJP
Bidan/DPJP

146

Keterangan

Anda mungkin juga menyukai