PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kurang energi dan protein (KEP) pada anak masih menjadi masalah gizi
dan kesehatan masyarakat di Indonesia. Keadaan ini berpengaruh kepada masih
tingginya angka kematian bayi. Menurut WHO lebih dari 50% kematian bayi
dan anak terkait dengan gizi kurang dan gizi buruk.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2010, sebanyak 13% berstatus
gizi kurang, diantaranya 4,9% berstatus gizi buruk. Data yang sama
menunjukkan 13,3% anak kurus, diantaranya 6% anak sangat kurus dan 17,1%
anak memiliki kategori sangat pendek.
Oleh karena itu masalah gizi perlu ditangani secara cepat dan tepat.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Lebong Tahun 2012, terdapat 21
kasus balita gizi buruk (65,6%) dan 11 kasus balita gizi kurang (34,4%).
Upaya mengatasi prevalensi balita gizi buruk dilakukan antara lain
melalui penanggulangan kurang energi protein (KEP), anemia gizi besi,
gangguan akibat kurang yodium, kurang vitamin A, dan kekurangan zat gizi
mikro lainnya, pemberdayaan masyarakat untuk pencapaian keluarga sadar gizi,
pemberian subsidi pangan bagi penduduk miskin, peningkatan partisipasi
masyarakat melalui revitalisasi pelayanan Posyandu dan pelayanan gizi bagi ibu
hamil (berupa tablet besi) dan balita (berupa makanan pendamping ASI) dari
keluarga miskin (Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 24 (2)).
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, baik itu
berasal dari daratan maupun perairan. Sumber daya alam tersebut merupakan
potensi sumber pangan masyarakat Indonesia. Potensi sumber daya pangan
tersebut belum seluruhnya dimanfaatkan secara optimal sehingga perlu dilakukan
pengolahan bahan pangan menjadi produk yang berguna bagi masyarakat
Indonesia.
cenderung lebih menyukai produk pangan yang berbentuk instan (Fellow dan
Ellis 1992). Proses instanisasi produk akhir dalam teknologi pembuatan makanan
bayi merupakan tahapan penting karena berfungsi dalam kemudahan penyajian,
pengemasan, dan memperpanjang umur simpan. Pembuatan pangan instan dapat
mengatasi masalah penyimpanan dan transportasi makin dipermudah. Bentuk
pangan instan tanpa air mudah disajikan dengan menambahkan air (dingin atau
panas) sehingga mudah larut dan siap disantap (Hartomo dan Widiatmoko1993).
Masalah gizi bayi timbul segera setelah Air Susu Ibu (ASI) atau
Pengganti Air Susu Ibu (PASI) tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan sesuai
dengan pertumbuhannya. Peningkatan status gizi bayi pada umumnya dapat
dicapai dengan cara penyediaan bahan makanan campuran (BMC) sebagai
makanan tambahan bayi yang mempunyai formulasi padat gizi, aman
dikonsumsi, mudah dicerna, mudah disajikan, mudah disimpan, bersih (higienis),
menggunakan bahan baku setempat dan harganya relatif murah, sehingga dapat
dijangkau oleh daya beli masyarakat.
Beras merah adalah beras yang kaya serat dan minyak alami, yang
mencegah berbagai penyakit saluran pencernaan dan dapat meningkatkan
perkembangan otak dan menurunkan kolesterol darah.
Pengolahan makanan sangat dibutuhkan untuk mengembangkan produkproduk makanan yang beranekaragam, memiliki rasa dan bentuk yang baik, dan
kaya akan gizi yang dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia. Salah satu makanan
yang potensinya belum dimanfaatkan secara maksimal adalah belut.
Makanan tambahan pada bayi dapat merupakan suatu makanan tambahan
campuran, yaitu campuran dari beberapa bahan makanan dalam perbandingan
tertentu agar diperoleh suatu produk dengan nilai gizi yang tinggi. Salah satu
bahan makanan yang dapat dijadikan campuran pada makanan bayi adalah ikan.
Belut merupakan jenis ikan dengan bentuk tubuh bulat memanjang yang
hanya memiliki sirip punggung dan tubuhnya licin (Cahyana, 2007). Meski
kacang kedelai yaitu energi (286 kal), protein (30,2 gr), lemak (15,6 gr),
karbohidrat (30,1 gr), kalsium (196 mg), fosfor (506 mg), vitamin A (95 S.I)
(DKBM, 2005).
B. Tujuan
Mengembangkan formulasi bahan makanan campuran (BMC) berupa
bubur instant dengan penambahan tepung beras merah, tepung belut dan tepung
kacang kedelai sebagai makanan pendamping ASI (MP-ASI).
C. Manfaat
1. Institusi Tempat Bekerja
Dapat digunakan sebagai makanan potensial untuk balita kurang energi
protein.
2. Masyarakat
Dapat membantu anak yang mengalami masalah susah makan agar tetap bisa
memenuhi kebutuhan energi dan protein serta zat gizi lainnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kekurangan Energi Protein (KEP)
Kurang Energi Protein atau gizi kurang merupakan salah satu penyakit
gangguan gizi yang penting di Indonesia maupun di banyak negara berkembang
lainnya. Kurang energi protein adalah suatu keadaan dimana berat badan anak
kurang dari 80% indeks berat badan menurut umur (BB/U) baku WHO-NCHS
yang disebabkan oleh kurangnya zat gizi karbohidrat dan kekurangan protein
disertai susunan hidangan yang tidak seimbang.
Defisiensi protein dalam diet merupakan masalah nutrisi yang paling
serius dalam kasus gizi buruk, yang sering dikenal dengan istilah Kurang Energi
Protein (KEP). Anak-anak dan balita membutuhkan lebih banyak protein untuk
pertumbuhan dan pertukaran energi yang lebih aktif. Oleh karena itu, balita lebih
rentan terhadap kasus KEP. Dampak yang ditimbulkan KEP pada balita
menyebabkan pertumbuhan yang tidak normal, menurunnya immunitas, dan
tingkat kecerdasan yang rendah. Pada stadium yang berat, KEP pada balita dapat
menyebabkan kwarshiorkor sampai kematian.
Tingginya angka kejadian gizi kurang tentunya tidak lepas dari faktorfaktor penyebabnya, baik penyebab langsung maupun tidak langsung. Penyebab
langsung adalah kurangnya kecukupan zat gizi dan penyakit infeksi pada balita.
Penyebab tidak langsung adalah rendahnya pengetahuan ibu tentang gizi,
kepercayaan ibu yang kurang baik terhadap makanan tertentu, tidak tersedianya
fasilitas
kesehatan,
tidak
adanya
kebijaksanaan
pemerintah
terhadap
penanggulangan masalah gizi dan penghasilan keluarga yang rendah (Depkes RI,
1997).
Kekurangan gizi merupakan masalah yang sangat kompleks dan saling
berkaitan. Penyebab gizi kurang pada balita baik yang langsung maupun tidak
langsung mempunyai peranan yang bervariasi dan berbeda-beda di setiap daerah.
Sampai saat ini, upaya penanganan KEP yang dilakukan adalah dengan
memberikan asupan gizi protein lebih pada balita melalui produk biskuit, bubur
instan, maupun susu formula. Umumnya sumber protein yang digunakan masih
terbatas pada susu sapi yang harganya belum bisa terjangkau oleh masyarakat
menengah ke bawah.
Oleh karena itu, diperlukan alternatif sumber protein tinggi yang murah
dan terjangkau oleh semua lapisan masyarakat, terutama kalangan menengah ke
bawah. Hal ini mengingat lebih dari 80% kasus KEP dilatar belakangi karena
faktor kemiskinan.
B. Bahan
Berikut ini merupakan bahan-bahan yang umumnya ada pada pembuatan
bubur instant :
a. Beras Merah (Oryza nivara)
Beras merah adalah beras yang kaya serat dan minyak alami, yang
mencegah berbagai penyakit saluran pencernaan dan dapat meningkatkan
perkembangan otak dan menurunkan kolesterol darah. Disamping itu beras
merah pun lebih unggul dalam hal kandungan vitamin dan mineral daripada
beras putih. Beras merah mengandung thiamin (vitamin B 1) yang diperlukan
untuk mencegah beri-beri pada bayi, zat besinya juga lebih tinggi. Beras
merah mengandung protein, asam lemak tidak jenuh, beta-sterol, camsterol,
stigma sterol, isovlavones, sapoin, Zn, Fe, lovastin, dan mevinolin-HMGCoA.
Beras merah lebih unggul dalam hal kandungan vitamin dan mineral
daripada beras putih. Zat besinya juga lebih tinggi, membantu bayi usia 6
bulan keatas yang asupan zat besinya dari ASI sudah tidak cukup lagi
mencukupi kebutuhan tubuh. Nilai energi yang dihasilkan beras merah lebih
besar daripada beras putih. Unsur gizi lain yang terdapat pada beras merah
adalah selenium yang berpotensi mencegah penyakit kanker dan penyakit
degenerative. (Bustan, 2007).
Gambar 1. Beras Merah
Adapun kandungan gizi beras merah dapat dilihat pada tabel 1 berikut
ini.Tabel 1. Kandungan Zat Gizi Pada 100 gr Beras Merah
No
Kandungan Gizi
Belut ( 100 gram)
1
Protein (gr)
14 gr
2
Kalori (kal)
70 kkal
3
Lemak (gr)
0,8 gr
4
Karbohidrat (gr)
1 gr
5
Kalsium (mg)
49 mg
6
Fosfor
155 mg
7
Vitamin A (SI)
1600 S.I
Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan, PERSAGI 2005
b. Belut Sawah ( Monopterus albus zuieuw)
Belut merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan bentuk tubuh
bulat memanjang yang hanya memiliki sirip punggung dan tubuhnya licin.
Protein belut juga kaya akan beberapa asam amino yang memiliki kualitas
cukup baik, yaitu leusin, lisin, asam aspartat, dan asam glutamat. Tingginya
kadar asam glutamat pada belut menjadikan belut berasa enak dan gurih.
Belut merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan bentuk tubuh
bulat memanjang yang hanya memiliki sirip punggung dan tubuhnya licin.
Belut suka memakan anak-anak ikan yang masih kecil. Biasanya hidup di
sawah-sawah, di rawa-rawa/lumpur dan di kali-kali kecil. Di Indonesia sejak
tahun 1979, belut mulai dikenal dan digemari, hingga saat ini belut banyak
dibudidayakan dan menjadi salah satu komoditas ekspor.
Monopterus albus zuieuw biasa disebut belut sawah sebagian besar
belut ini hidup di daerah persawahan yaitu berupa daerah lembap dan
berlumpur. Tubuhnya panjang dan bulat seperti ular, tetapi tidak bersisik dan
matanya kecil dan memiliki tiga lengkung ingsang. Dapat dilihat pada
gambar 2.
Gambar 2. Belut Sawah
otot.
Asam
glutamat
sangat
diperlukan
untuk
juga
menunjukkan
bahwa
arginin
berfungsi
menghambat
DNA serta
penyerapan
dan
pemakaian
kalsium.
10
11
12
(SNI 01-3842-1995)
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Kriteria
Keadaan
Warna
Bau
Rasa
Kadar air
Kadar protein
Kadar lemak
Kadar asam linoleat
Kadar serat makanan
Bahan tambahan makanan
a. pewarna buatan
b. pemanis buatan
c. pengawet
d. antioksidan
L asam askorbat atau
bentuk garam Na dan K
Askorbil palmitat
Alfa tokoferol
e. Penyedap rasa dan aroma
Ekstrak vanila
Etil vanilin
Vanilin
Kandungan natrium
Cemaran logam
a. Timbal (Pb)
b. Tembaga (Cu)
c. Seng (Zn)
d. Timah (Sn)
e. Raksa (Hg)
Cemaran arsen (As)
Cemaran mikroba
a. Angka lempeng total
b. Bakteri bentuk coli
c. E. coli
d. Salmonella
Uji Satuan
% b/b
% b/b
Persyaratan
% b/b
% b/b
% b/b
Normal
Normal
Normal
Maks 5
Min 15 (nilai
PER min 70%
dari mutu
kasein)
11
Min 1,2 bentuk gliserida
Maks 5
mg/kg
mg/kg lemak
mg/kg lemak
Maks 50 sebagai
asam askorbat
Maks 200
Maks 300
mg/kg
mg/kg
% b/b
Secukupnya
Maks 175
Maks 175
0,1
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
Mg/kg
Maks 0,3
Maks 0,5
Maks 40,0
Maks 40,0
Maks 0,03
Maks 0,1
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Bahan
13
2.
diinginkan.
Pembuatan Tepung Belut
Pada tahap dua adalah proses pembuatan tepung belut. Proses
pembersihan belut, pengukusan untuk mempermudah proses pemisahan
antara daging dengan tulang belut, setelah itu daging yang didapat
dihaluskan menjadi daging belut giling, kemudian di oven sampai kering, di
blender lalu di ayak sehingga mendapatkan hasil tepung yang diinginkan.
3.
4.
14
Bahan yang digunakan dalam pembuatan bubur bayi instant terdiri dari
tepung beras merah, tepung belut, tepung kacang kedelai, susu SGM 2,
tepung gula, minyak, dan air.
Adonan bubur
Dilakukan
Beras merah
pembersihan
Perendaman
15
Disangrai/diovenkan
penggilingan
Belut
Pembersihan
Air
Pencucian
16
Pengukusan
Pencacahan
Penggilingan
Kacang Kedelai
Pembersihan
Air
Pencucian
17
Kotoran-kotoran
Air sisa pencucian
Perendaman
Sangrai
Penggilingan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Nilai Gizi
18
Berat
Makanan
Beras merah
Kacang kedelai
Belut
Susu SGM 2
Tepung gula
Minyak
Jumlah
(gram)
35
15
15
20
10
5
100
Kal
125,3
18,3
16,8
92,8
38,7
43,1
335
2. Uji Organoleptik
Tabel 6. Hasil Uji Organoleptik Formula Bahan Makanan Campuran
(BMC) Berupa Bubur Instant Berbahan Dasar Tepung Beras Merah,
Tepung Belut dan Tepung Kacang Kedelai
No
1
2
3
4
5
Uji Organoleptik
Sangat tidak suka
Tidak suka
Agak suka
Suka
Sangat suka
Jumlah
Warna
Aroma
Tekstur
0
5
7
18
0
30
0
16,7
23,3
60
0
100
0
7
7
15
1
30
0
23,3
23,3
50
3,3
100
0
8
10
11
1
30
0
26,7
33,3
36,7
3,3
100
Rasa
0
4
9
17
0
30
B. Pembahasan
1. Pembuatan Tepung Beras Merah
Pembuatan tepung beras merah dimulai dengan beras merah dibersihkan
dari kotoran-kotoran, dilakukan perendaman lebih kurang 8 jam kemudian
dikering anginkan. Lalu disangrai sampai kering setelah itu digiling halus
selanjutnya diayak sehingga mendapatkan tepung yang diinginkan.
Dari 500 gr beras merah diperoleh 300 gr tepung beras merah dengan
hasil rendemen 60 %. Tepung beras merah yang dihasilkan beraroma khas
beras merah dan berwarna coklat muda.
19
%
0
13,3
30
56,7
0
100
20
diratakan diatas aluminium foil sampai tipis dan rata. Dilakukan pengovenan
selama 30 menit, tahap akhir setelah pengovenan adalah adonan kering lalu
dihancurkan dengan blender sampai halus.
21
22
Uji Organoleptik
Menurut Sukarto (1985), pengujian organoleptik suatu produk makanan
merupaka
merupakan kegiatan penilaian dengan menggunakan alat pengindera, yaitu
inde
indera penglihat, pencicip, dan pembau. Melalui hasil pengujian organoleptik
diketahui daya penerimaan panelis (konsumen) terhadap produk tersebut.
Uji organoleptik bahan makanan campuran tepung belut dan tepung
kacang kedelai ini meliputi uji kesukaan (hedonik). Parameter yang diuji
adalah warna, aroma, tekstur, dan rasa. Penilaian menggunakan skala hedonik
yaitu menunjukan tingkat kesukaan panelis terhadap produk. Skala yang
digunakan pada uji hedonik ini adalah skala 1-5
1-5, dimana skala 1 menyatakan
sangat tidak suka dan skala 5 menyatakan sangat suka. Pengujian organoleptik
dilakukan pada 30 panelis yang merupakan jumlah minimum panelis pada uji
hedonik.
a.
Nilai Warna
Warna adalah kriteria penting karena dapat mempengaruhi
penerimaan konsumen terhadap produk, selain itu warna merupakan
unsur yang pertama kali dinilai oleh konsumen sebelum unsur lain seperti
rasa, tekstur, aroma dan beberapa sifat fisik lain.
organoleptik warna didapat rata-rata suka terhadap BMC ini yaitu 18 dari
30 atau sekitar 60%.
60%.
23
Warna
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
b.
Nilai Aroma
Rasa merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan
keputusan akhir konsumen untuk menerima atau menolak suatu produk
pangan. Rasa adalah komponen terakhir dalam menentukan enak tidaknya
suatu pangan. Hasil pengujian terhadap aroma menunjukan bahwa
Aroma
16
14
12
10
8
6
4
2
0
24
c.
Nilai Tekstur
Setiap bahan makanan mempunyai tekstur tersendiri tergantung
pada keadaan fisik, ukuran, dan bentuk sel yang dikandungnya. Penilaian
tekstur dapat berupa kekerasan, elastisitas, atau kerenyahan, (peckhan,
1969). Hasil uji organoleptik terhadap tekstur terdapat 17 orang
menyatakan suka atau sekitar 56,7%.
56,7%.
Tekstur
12
10
8
6
4
2
0
Sangat tidak suka
d.
Agak suka
Sangat suka
Nilai Rasa
Faktor yang sangat penting dalam menen
menentukan keputusan konsumen
unt
untuk menerima atau menolak suatu produk makanan adalah rasa dimulai
melalui tanggapan rangsangan oleh indera pencicip (lidah). Hingga
akhirnya terjadi keseluruhan interaksi antara sifat-si
sifat-sifat aroma, rasa, dan
tekstur sebagai keseluruhan rasa yang dinilai (nasution, 1980). Hasil
Hasil
pengujian terhadap rasa menunjukan bahwa terdapat 21 orang dari 30
menyatakan suka atau sekitar 36,7%.
36,7%.
25
Rasa
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Formula bahan makanan campuran (BMC) berupa bubur bayi instant
berbahan dasar tepung beras merah, tepung belut dan tepung kacang
kedelai
ini
belum
memenuhi
kriteria
dari
yang
disarankan
26
27