Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Untuk mempertahankan kesehatan dibutuhkan keseimbangan cairan, elektrolit dan asambasa di dalam tubuh. Keseimbangan ini dipertahankan oleh asupan, distribusi, dan haluan air
dan eletrolit, serta pengaturan komponen-komponen tersebut oleh system renal dan paru.
Kebutuhan cairan dan elektrolit merupakan suatu proses dinamik karena metabolisme tubuh
membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespon terhadap stressor fisiologis dan
lingkungan. Cairan dan elektrolit sangat penting untuk mempertahankan keseimbangan atau
homeostasis tubuh. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat mempengaruhi
fungsi fisiologis tubuh. Sebab, cairan tubuh kita terdiri atas air yang mengandung partikelpartikel bahan organic dan anorganik yang vital untuk hidup. Cairan dan elektrolit saling
berhubungan, ketidakseimbangan yang berdiri sendiri jarang terjadi dalam bentuk kelebihan
atau kekurangan. Banyak faktor yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan, salah satunya
karena penyakit. Oleh karena itu, asuhan keperawatan untuk beragam klien meliputi
pengkajian dan perbaikan ketidakseimbanagn atau upaya mempertahankan keseimbanagn
cairan, elektrolit, dan asam-basa.
B. Rumusan Masalah
1.

Bagaimana keseimbangan cairan dan elektolit?

2.

Bagaimana keseimbangan asam basa?

3.

Bagaimana gangguan keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa?

4.

Apa saja faktor yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit?

5.

Bagaimana proses keperawatan ketidakseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa?

C. Tujuan Penulisan
1.
2.

Agar mahasiswa dapat mengetahui keseimbangan cairan dan elektolit.


Agar mahasiswa dapat mengetahui keseimbangan asam basa.
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui gangguan keseimbangan cairan, elektrolit dan asam
basa.
4. Agar mahasiswa dapat mengetahui faktor yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan
elektrolit.
5. Agar mahasiswa dapat mengetahui proses keperawatan ketidakseimbangan cairan,
elektrolit, dan asam basa

BAB II
PEMENUHAN KEBUTUHAN CAIRAN DAN ELEKTOLIT

A. Keseimbangan Cairan dan Elektolit


2

Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolisme tubuh
membutuhkan perubahan yang tetap untuk melakukan respons terhadap keadaan fisiologis
dan lingkungan. Keseimbangan cairan adalah essensial bagi kesehatan. Dengan
kemampuannya yang sangat besar untuk menyesuaikan diri, tubuh mempertahankan
keseimbangan, biasanya dengan proses-proses faal (fisiologis) yang terintegrasi yang
mengakibatkan adanya lingkungan sel yang relatif konstan tapi dinamis. Kemampuan tubuh
untuk mempertahankan keseimbangan cairan ini dinamakan homeostasis.
1. Komposisi Cairan Tubuh
Cairan tubuh terdiri dari air (pelarut) dan substansi terlarut (zat terlarut)
a. Air
Air adalah senyawa utama dari tubuh manusia. Jumlah air sekitar 73% dari bagian
tubuh seseorang tanpa jaringan lemak (lean body mass).
b. Solut (substansi terlarut)
Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis substansi terlarut (zat terlarut) yaitu
berupa elektrolit dan non-elektrolit.
1) Elektrolit : Substansi yang berdisosiasi (terpisah) di dalam larutan dan akan
menghantarkan arus listrik. Elektrolit berdisosiasi menjadi ion positif dan negatif
dan diukur dengan kapasitasnya untuk saling berikatan satu sama lain (mEq/L)
atau dengan berat molekul dalam garam (mmol/L). Jumlah kation dan anion, yang
diukur dalam miliekuivalen, dalam larutan selalu sama. Bila garam larut dalam
air, misalnya garam Nacl, akan terjadi disosiasi sehingga terbentuk ion-ion
bermuatan positif dan negatif. Ion positif dinamakan kation, sedangkan ion
negatif dinamakan anion. Ion mengandung muatan listrik dinamakan elektrolit.
Cairan tubuh yang mengandung air dan garam dalam keadaan disosiasi
dinamakan larutan elektrolit. Dalam semua larutan elektrolit, ada keseimbangan
antara konsentrasi anion dan kation.
a) Kation : ion-ion yang mambentuk muatan positif dalam larutan. Kation
ekstraselular utama adalah natrium (Na+), sedangkan kation intraselular utama
adalah kalium (K+). Sistem pompa terdapat di dinding sel tubuh yang
memompa natrium ke luar dan kalium ke dalam.
b) Anion : ion-ion yang membentuk muatan negatif dalam larutan. Anion
ekstraselular utama adalah klorida (Cl), sedangkan anion intraselular utama
adalah ion fosfat (PO43-).
3

Tubuh menggunakan elektrolit untuk mengatur keseimbangan cairan tubuh. Selsel tubuh memilih elektrolit untuk ditempatkan diluar (terutama natrium dan
klorida) dan didalam sel (terutama kalium, magnesium, fosfat, dan sulfat).
Molekul air, karena bersifat polar, menarik elektrolit. Walaupun molekul air
bermuatan nol, sisi oksigennya sedikit bermuatan negatif, sedangkan hidrogennya
sedikit bermuatan positif. Oleh sebab itu, dalam suatu larutan elektrolit, baik ion
positif maupun ion negatif menarik molekul air disekitarnya.
2) Non-elektrolit : Substansi seperti glokusa dan urea yang tidak berdisosiasi dalam
larutan dan diukur berdasarkan berat (miligram per 100 ml-mg/dl). Non-elektrolit
lainnya yang secara klinis penting mencakup kreatinin dan bilirubin.
2. Kompartemen Cairan
Seluruh cairan tubuh didistribusikan diantara dua kompartemen utama, yaitu :
cairan intraselular (CIS) dan cairan ekstra selular (CES). Pada orang normal dengan berat
70 kg, Total cairan tubuh (TBF) rata-ratanya sekitar 60% berat badan atau sekitar 42 L.
persentase ini dapat berubah, bergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas
(Guyton & Hall, 1997)

a. Cairan Intraselular (CIS) = 40% dari BB total


Adalah cairan yang terkandung di dalam sel. Pada orang dewasa kira-kira 2/3 dari
cairan tubuh adalah intraselular, sama kira-kira 25 L pada rata-rata pria dewasa (70
kg). Sebaliknya, hanya dari cairan tubuh bayi adalah cairan intraselular.
b. Cairan Ekstraselular (CES) = 20% dari BB total
Adalah cairan diluar sel. Ukuran relatif dari (CES)menurun dengan peningkatan usia.
Pada bayi baru lahir, kira-kira cairan tubuh terkandung didalam CES. Setelah 1

tahun, volume relatif dari CES menurun sampai kira-kira 1/3 dari volume total. Ini
hampir sebanding dengan 15 L dalam rata-rata pria dewasa (70 kg).
Cairan Ekstraseluler terdiri dari :
1) Cairan interstisial (CIT) : Cairan disekitar sel, sama dengan kira-kira 8 L pada
orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstisial. Relatif terhadap
ukuran tubuh, volume CIT kira-kira sebesar 2 kali lebih besar pada bayi baru lahir
dibanding orang dewasa.
2) Cairan intravaskular (CIV) : Cairan yang terkandung di dalam pembuluh darah.
Volume relatif dari CIV sama pada orang dewasa dan anak-anak. Rata-rata
volume darah orang dewasa kira-kira 5-6 L (8% dari BB), 3 L (60%) dari jumlah
tersebut adalah PLASMA. Sisanya 2-3 L (40%) terdiri dari sel darah merah
(SDM, atau eritrosit) yang mentransfor oksigen dan bekerja sebagai bufer tubuh
yang penting; sel darah putih (leukosit); dan trombosit. Tapi nilai tersebut diatas
dapat bervariasi pada orang yang berbeda-beda, bergantung pada jenis kelamin,
berat badan dan faktor-faktor lain.
3) Cairan Transelular (CTS)
Adalah cairan yang terkandung di dalam rongga khusus dari tubuh. Contoh CTS
meliputi cairan serebrospinal, perikardial, pleural, sinovial, dan cairan intraokular
serta sekresi lambung. Pada waktu tertentu CTS mendekati jumlah 1 L. Namun,
sejumlah besar cairan dapat saja bergerak kedalam dan keluar ruang transelular
setiap harinya. Sebagai contoh, saluran gastro-intestinal (GI) secara normal
mensekresi dan mereabsorbsi sampai 6-8 L per-hari.
3.

Fungsi dan Kebutuhan Cairan Tubuh


Air merupakan sebagian besar zat pembentuk tubuh manusia. Jumlah air sekitar
73% dari bagian tubuh seseorang tanpa jaringan lemak (lean body mass). Tergantung
jumlah lemak yang terdapat dalam tubuh, proporsi air ini berbeda antar orang. Bagi
5

manusia, air berfungsi sebagai bahan pembangunan disetiap sel tubuh. Cairan manusia
memiliki fungsi yang sangat vital, yaitu untuk mengontrol suhu tubuh dan menyediakan
lingkungan yang baik bagi metabolisme. Cairan tubuh bersifat elektrolit (mengandung
atom bermuatan listrik) dan alkalin (basa). Dengan demikian air digunakan dalam tubuh
sebagai pelarut, bagian dari pelumas, pereaksi kimia, mengatur suhu tubuh, sebagai
sumber mineral, serta membantu memelihara bentuk dan susunan tubuh. Air yang
dibutuhkan manusia berasal dari makanan dan minuman serta pertukaran zat dalam
tubuh. Kebutuhan air sehari dikatakan sebagai proporsi terhadap jumlah energi yang
dikeluarkan tubuh dalam keadaan lingkungan rata-rata. Untuk orang dewasa dibutuhkan
sebanyak 1.0-1.5 ml/kkal, sedangkan untuk bayi 1.5 ml/kkal.
4. Distribusi dan Keseimbangan Cairan Tubuh
Cairan tubuh merupakan media semua reaksi kimia di dalam sel. Tiap sel
mengandung cairan intraseluler (cairan di dalam sel) yang komposisinya paling cocok
untuk sel tersebut dan berada di dalam cairan ekstraseluler (cairan di luar sel) yang cocok
pula. Cairan ekstraseluler terdiri atas cairan interstisial atau intraseluler (sebagian besar)
yang terdapat disel-sel dan cairan intravaskular berupa plasma darah. Semua cairan tubuh
setiap waktu kehilangan dan mengalami penggantian bagian-bagiannya, namun
komposisi cairan dalam tiap kompartemen dipertahankan agar selalu berada dalam
keadaan homeostatik / tetap. Keseimbangan cairan di tiap komportemen menentukan
volume dan tekanan darah. Tubuh harus mampu memelihara konsentrasi semua elektrolit
yang sesuai didalam cairan tubuh, sehingga tercapai keseimbangan cairan dan elektrolit.
Pengaturan ini penting bagi kehidupan sel, karena sel harus secara terus menerus berada
didalam cairan dengan komposisi yang benar, baik cairan didalam maupun diluar sel.
Mineral makro terdapat dalam bentuk ikatan garam yang larut dalam cairan tubuh. Sel-sel
tubuh mengatur kemana garam harus bergerak dengan demikian menetapkan kemana
cairan tubuh harus mengalir, karena cairan mengikuti garam. Kecenderungan air
mengikuti garam dinamakan osmosis. Keseimbangan cairan tubuh adalah keseimbangan
antara jumlah cairan yang masuk dan keluar. Melalui mekanisme keseimbangan, tubuh
berusaha agar cairan didalam tubuh setiap waktu berada dalam jumlah yang
tetap/konstan. Ketidakseimbangan terjadi pada dehidrasi (kehilangan air secara
6

berlebihan) dan intoksikasi air (kelebihan air). Konsumsi air terdiri atas air yang diminum
dan yang diperoleh dari makanan, serta air yang diperoleh sebagai hasil metabolisme. Air
yang keluar dari tubuh termasuk yang dikeluarkan sebagai urin, air didalam feses, dan air
yang dikeluarkan melalui kulit dan paru-paru.
5. Pengaturan keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit
Jumlah berbagi jenis garam di dalam tubuh hendaknya dijaga dalam keadaan
konstan. Bila terjadi kehilangan garam dari tubuh, maka harus diganti dari sumber diluar
tubuh, yaitu dari makanan dan minuman. Tubuh mempunyai suatu mekanisme yang
mengatur agar konsentrasi semua mineral berada dalam batas-batas normal. Pengaturan
air dari tubuh diatur oleh ginjal dan otak. Hipotalamus mengatur konsentrasi garam di
dalam darah, merangsang kelenjar pituitari mengeluarkan hormon antidiuretika (ADH),
Ginjal mengontrol volume cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan
garam

dan

mengontrol

osmolaritas

cairan

ekstrasel

dengan

mempertahankan

keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan keseimbangan ini dengan mengatur


keluaran garam dan air dalam urine sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi asupan dan
kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut.

Pengaturan keseimbangan air oleh ginjal dan otak disajikan pada diagram berikut :
Ginjal

Otak

ADH dikeluarkan bilamana konsentrasi garam tubuh terlalu tinggi, atau bila volume
darah atau tekanan darah terlalu rendah. ADH merangsang ginjal untuk menahan atau
menyerap air kembali dan mengedarkannya kembali kedalam tubuh. Jadi, semakin banyak
air dibutuhkan tubuh, semakin sedikit yang dikeluarkan. Bila terlalu banyak air keluar dari
tubuh, volume darah dan tekanan darah akan turun. Sel-sel ginjal akan mengeluarkan enzim
renin. Renin mengaktifkan protein di dalam darah yang dinamakan angiotensin kedalam
bentuk aktifnya angiotensin. Angiotensin akan mengecilkan diameter pembuluh darah
sehingga tekanan darah akan naik. Disamping itu angiotensin mengatur pengeluaran hormon
aldosteron dari kelenjar adrenalin. Aldosteron akan mempengaruhi ginjal untuk menahan
natrium dan air. Akibatnya bila dibutuhkan lebih banyak air, akan lebih sedikit air
dikeluarkan tubuh.

B. Keseimbangan Asam Basa


Keseimbangan asam-basa terkait dengan pengaturan pengaturan konsentrasi ion H bebas
dalam cairan tubuh. pH rata-rata darah adalah 7,4, pH darah arteri 7,45 dan darah vena 7,35.
Jika pH darah < 7,35 dikatakan asidosis, dan jika pH darah > 7,45 dikatakan alkalosis. Ion H
terutama diperoleh dari aktivitas metabolik dalam tubuh.
1. Ion H secara normal dan kontinyu akan ditambahkan ke cairan tubuh dari 3 sumber,
yaitu:
a. pembentukan asam karbonat dan sebagian akan berdisosiasi menjadi ion H dan
8

bikarbonat.
b. katabolisme zat organik.
c. disosiasi asam organic pada metabolisme intermedia, misalnya pada metabolisme
lemak terbentuk asam lemak dan asam laktat, sebagian asam ini akan berdisosiasi
melepaskan ion H.
2. Fluktuasi konsentrasi ion h dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi normal sel, antara
lain:
a. perubahan eksitabilitas saraf dan otot; pada asidosis terjadi depresi susunan saraf
pusat, sebaliknya pada alkalosis terjadi hipereksitabilitas.
b. mempengaruhi enzim-enzim dalam tubuh.
c. mempengaruhi konsentrasi ion K.
3. Bila terjadi perubahan konsentrasi ion H maka tubuh berusaha mempertahankan ion H
seperti nilai semula dengan cara:
a. mengaktifkan sistem dapar kimia.
b. mekanisme pengontrolan pH oleh sistem pernapasan.
c. mekanisme pengontrolan pH oleh sistem perkemihan.
4. Ada 4 sistem dapar kimia, yaitu:
a. Dapar bikarbonat; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel teutama untuk
perubahan yang disebabkan oleh non-bikarbonat.
b. Dapar protein; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel dan intrasel.
c. Dapar hemoglobin; merupakan sistem dapar di dalam eritrosit untuk perubahan asam
karbonat.
d. Dapar fosfat; merupakan sistem dapar di sistem perkemihan dan cairan intrasel.
Sistem dapar kimia hanya mengatasi ketidakseimbangan asam-basa sementera. Jika
dengan

dapar

kimia

tidak

cukup

memperbaiki

ketidakseimbangan,

maka

pengontrolan pH akan dilanjutkan oleh paru-paru yang berespons secara cepat


terhadap perubahan kadar ion H dalam darah akibat rangsangan pada kemoreseptor
dan pusat pernapasan, kemudian mempertahankan kadarnya sampai ginjal
menghilangkan

ketidakseimbangan

tersebut.

Ginjal

mampu

meregulasi

ketidakseimbangan ion H secara lambat dengan mensekresikan ion H dan


menambahkan bikarbonat baru ke dalam darah karena memiliki dapar fosfat dan
ammonia.
C. Gangguan Keseimbangan Cairan, Elektrolit dan Asam Basa
1. Gangguan Keseimbangan Cairan

a. Hipovolume atau Dehidrasi. Kekurangan cairan eksternal terjadi karena asupan cairan
dan kelebihan pengeluaran cairan. Tubuh akan merespons kekurangan cairan tubuh
dengan mengosongkan cairan vaskuler. Sebagai kompensasi akibat penurunan cairan
interstisial, tubuh akan mengalirkan cairan keluar sel. Pengosongan cairan ini terjadi
pada pasien diare dan muntah.
1) Ada tiga macam kekurangan volume cairan eksternal, yaitu:
a) Dehidrasi isotonik, terjadi jika tubuh kehilangan sejumlah cairan dan elektrolit
secara seimbang.
b) Dehidrasi hipertonik, terjadi jika tubuh kehilangan lebih banyak air daripada
elektrolit.
c) Dehidrasi hipotonik, terjadi jika tubuh kehilangan lebih banyak elektrolit
daripada air.
2) Macam dehidrasi berdasarkan derajatnya:
a) Dehidrasi berat, dengan ciri-ciri: pengeluaran/kehilangan cairan sebanyak 4-6
lt; serum natrium mencapai 159-166 mEq/lt; hipotensi; turgor kulit buruk;
oliguria; nadi dan pernapadan meningkat serta kehilangan cairan mencapai >
10 % BB.
b) Dehidrasi sedang, dengan ciri-ciri; kehilangan cairan 2-4 lt atau antara 5-10%
BB; serum natrium mencapai 152-158 mEq/lt serta mata cekung.
c) Dehidrasi ringan, dengan ciri-ciri; kehilangan cairan mencapai 5% BB atau
1,5-2 lt.
Kehilangan cairan ekstrasel secara berlebihan menyebabkan volume ekstrasel
berkurang (hipovolume) dan perubahan hematokrit. Pada keadaan dini, tidak terjadi
perpindahan cairan daerah intrasel ke permukaan, sebab osmolaritasnya sama. Jika
terjadi kekurangan cairan ekstrasel dalam waktu yang lama, kadar urea, nitrogen dan
kreatinin meningkat dan menyebabkan perpindahan cairan intrasel ke pembuluh
darah. Kekurangan cairan dalam tubuh dapat terjadi secara lambat atau cepat dan
tidak delalu cepat diketahui. Kelebihan asupan pelarut seperti protein dan
klorida/natrium akan menyebabkan ekskresi atau pengeluaran urine secara berlebihan
serta berkeringat dalam waktu lama dan terus-menerus. Hal ini dapat terjadi pada
pasien yang mengalami gangguan hipotalamus, kelenjar gondok, ginjal diare, muntah
secara terus-menerus, pemasangan drainase dan lain-lain.
b. Hipervolume atau Overhidrasi. Terdapat 2 manifestasi yang ditimbulkan akibat
kelebihan cairan yaitu hipervolume (peningkatan volume darah) dan edema

10

(kelebihan cairan pada interstisial). Normalnya cairan interstisial tidak terikat dengan
air, tetapi elastic dan hanya terdapat diantara jaringan. Pitting edema merupakan
edema yang berada pada darah perifer atau akan berbentuk cekung setelah ditekan
pada daerah yang bengkak, hal ini disebabkan oleh perpindahan cairan ke jaringan
melalui titik tekan. Cairan dalam jaringan yang edema tidak digerakkan ke permukaan
lain dengan jari. Nonpitting edema tidak menunjukkan tanda kelebihan cairan
ekstrasel, tetapi sering karena infeksi dan trauma yang menyebabkan membekunya
cairan pada permukaan jaringan. Kelebihan cairan vascular meningkatkan hidrostatik
cairan dan akan menekan cairan ke permukaan interstisial. Edema anasarka adalah
edema yang terdapat di seluruh tubuh. Peningkatan tekanan hidrostatik yang sangat
besar menekan sejumlah cairan hingga ke membrane kapiler paru sehingga
menyebabkan edema paru dan dapat mengakibatkan kematian. Manifestasi edema
paru adalah penumpukan sputum, dispnea, batuk dan adanya suara napas ronnchi
basah. Keadaan edema ini disebabkan oleh gagal jantung sehingga dapat
mengakibatkan peningkatan penekanan pada kapiler darah paru dan perpindahan
cairan ke jaringan paru. Perawat harus melakukan observasi secara cermat bila
memberikan cairan intravena pada pasien yang mempunyai masalah jantung, sebab
kelebihan cairan pada kapiler paru terutama pada anak/bayi dan orang tua dapat
membahayakan. Pada anak, paru dan kapasitas vaskularnya kecil sehingga tidak
mampu menampung cairan dalam jumlah besar. Pada pasien tua, elastisitas pembuluh
darah menurun dan hanya mampu menampung sedikit cairan. Kelebihan cairan
ekstrasel dihubungkan dengan gagal jantung, sirosis hati dan kelainan ginjal. Pada
kelebihan ekstrasel, gejala yang sering ditimbulkan adalah edema perifer (pitting
edema), asites, kelopak mata membengkak, suara napas ronchi basah, penambahan
berat badan secara tidak normal/sangat cepat dan nilai hematokrit pada umumnya
normal, akan tetapi menurun bila kelebihan cairan bersifat akut.
2. Gangguan Keseimbangan Elektrolit
a. Hiponatremia. Merupakan suatu keadaan kekurangan kadar natrium dalam plasma
darah yang ditandai dengan adanya kadar natrium dalam plasma sebanyak < 135
mEq/lt, rasa haus berlebihan, denyut nadi yang cepat, hipotensi konvulsi dan
membrane mukosa kering. Hiponatremia disebabkan oleh hilangnya cairan tubuh
secara berlebihan, misalya ketika tubuh mengalami diare yang berkepanjangan.
11

b. Hipernatremia. Merupakan suatu keadaan dimana kadar natrium dalam plasma tinggi,
ditandai dengan adanya mukosa kering, oliguri/anuria, turgor kulit buruk dan
permukaan kulit membengkak, kulit kemerahan, lidah kering dan kemerahan,
konvulsi, suhu badan naik serta kadar natrium dalam plasma lebih dari 145 mEq/lt.
Kondisi ini dapat disebabkan karena dehidrasi, diare, pemasukan air yang berlebihan
sementara asupan garam sedikit.
c. Hipokalemia. Merupakan suatu keadaan kekurangan kadar kalium dalam darah.
Hipokalemia dapat terjadi dengan sangat cepat. Kondisi ini sering terjadi pada pasien
yang mengalami diare berkepanjangan, juga ditandai dengan lemahnya denyut nadi,
turunnya

tekanan

darah,

tidak

nafsu

makan

dan

muntah-muntah,

perut

krmbung,lemah dan lunaknya otot tubuh, tidak beraturannya denyut jantung (aritmia),
penurunan bising usus dan turunnya kadar kalim plasma hingga kurang dari 3,5
mEq/lt.
d. Hiperkalemia. Merupakan suatu keadaan diamna kadar kalium dalam darah tinggi,
sering terjadi pada pasien luka bakar, penyakit ginjal, asidosis metabolic, pemberian
kalium yang berlebihan melalui intravena yang ditandai dengan adanya mual,
hiperaktivitas system pencernaan, aritmia, kelemahan, sedikitnya jumlah urine dan
diare, adanya kecemasan dan iritabilitas serta kadar kalium dalam plasma mencapai
lebih dari 5 mEq/lt.
e. Hipokalsemia. Merupakan kondisi kekurangan kadar kalsium dalam plasma darah
yang ditandai dengan adanya kram otot dankram perut, kejang, bingung,kadar
kalsium dalam plasma kurang dari 4,3 mEq/lt dan kesemutan pada jari dan sekitar
mulut yang dapat disebabkan oleh pengaruh pengangkatan kelenjar gondok serta
kehilangan sejumlah kalsium karena sekresi intestinal.
f. Hiperkalsemia. Merupakan suatu keadaan kelebihan kadar kalsium darah yang dapat
terjadi pada pasien yang mengalami pengangkatan kelenjar gondok dan makan
vitamin D secara berlebihan, ditandai dengan adanya nyeri pada tulang, relaksasi otot,
batu ginjal, mual-mual, koma dan kadar kalsium dalam plasma mencapai lebih dari
4,3 mEq/lt.
g. Hipomagnesia. Merupakan kondisi kekurangan kadar magnesium dalam darah,
ditandai dengan adanya iritabilitas, tremor, kram pada kaki dan tangan, takikardi,
hipertensi, disoriensi dan konvulasi. Kadar magnesium dalam darah mencapai kurang
dari 1,3 mEq/lt.
12

h. Hipermagnesia. Merupakan kondisi berlebihnya kadar magnesium dalam darah,


ditandai dengan adanya koma, gangguan pernapasan dan kadar magnesium mencapai
lebih dari 2,5 mEq/lt.
3. Gangguan Keseimbangan Asam Basa
a. Sidosis Respiratorik. Merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh kegagalan
system pernapasan dalam membuang karbondioksida dari cairan tubuh sehingga
terjadi kerusakan pada pernapasan, peningkatan pCO2 arteri diatas 45 mmHg, dan
penurunan pH hingga < 7,35 yang dapat disebabkan oleh adanya penyakit obstruksi,
trauma kepala, perdarahan dan lain-lain.
b. Asidosis Metabolik. Merupakan suatu keadaan kehilangan basa atau terjadinya
penumpukan asam yang ditandai dengan adanya penurunan pH hingga kurang dari
7,35 dan HCO3 kurang dari 22 mEq/lt.
c. Alkalosis Respiratorik. Merupakan suatu keadaan kehilangan CO2 dari paru dapat
menimbulkan terjadinya pCO2 arteri < 35 mmHg dan pH > 7,45 akibat adanya
hiperventilasi, kecemasan, emboli paru dan lain-lain.
d. Alkalosis Metabolik. Merupakan suatu keadaan kehilangan ion hidrogen atau
penambahan basa pada cairan tubuh dengan adanya peningkatan bikarbonat plasma >
26 mEq/ltd an pH arteri > 7,45.
D. Faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
1. Usia
Perbedaan usia menentukan luas permukaan tubuh serta aktivitas organ sehingga dapat
mempengaruhi jumlah kebutuhan cairan dan elektrolit.
2. Temperature
Temperature yang tinggi menyebabkan proses pengeluaran cairan melalui keringat cukup
banyak, sehingga tubuh akan banyak kehilangan cairan.
3. Diet
Apabila kekurangan nutrient, tubuh akan memecah cadangan makanan yang tersimpan di
dalamnya sehingga dalam tubuh terjadi pergerakan cairan dari interstisial ke interseluler,
yang dapat berpengaruh pada jumlah pemenuhan kebutuhan cairan.
4. Stress
Stress dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit melalui proses
peningkatan produksi ADH, karena proses ini dapat meningkatkan metabolism sehingga
mengakibatkan terjadinya glikolisis otot yang dapat menimbulkan retensi sodium dan air.
5. Sakit

13

Pada keadaan sakit terdapat banyak sel yang rusak, sehingga untuk memperbaiki sel yang
rusak tersebut dibutuhkan adanya proses pemenuhan kebutuhan cairan yang cukup.
Keadaan sakit menimbulkan ketidakseimbangan system dalam tubuh, seperti
ketidakseimbangan hormonal yang dapat mengganggu keseimbangan kebutuhan cairan.

E. Proses Keperawatan Ketidakseimbangan Cairan, Elektrolit, dan Asam Basa


1. Terapi cairan
Terapi cairan adalah tindakan untuk memelihara, mengganti milieu interiur dalam batasbatas fisiologis.
a. Indikasinya antara lain:
1) Kehilangan cairan tubuh akut
2) Kehilangan darah
3) Anoreksia
4) Kelainan saluran cerna
b. Tujuan pemberian terapi cairan dijabarkan sebagai berikut :

1) Teknik Pemberian
Prioritas utama dalam menggantikan volume cairan yang hilang adalah melalui
rute enteral / fisiologis misalnya minum atau melalui NGT. Untuk pemberian
terapi cairan dalam waktu singkat dapat digunakan vena-vena di punggung
tangan, sekitar daerah pergelangan tangan, lengan bawah atau daerah cubiti.
Pada anak kecil dan bayi sering digunakan daerah punggung kaki, depan mata
kaki dalam atau kepala. Pemberian terapi cairan pada bayi baru lahir dapat
dilakukan melalui vena umbilikalis.
Penggunaan jarum anti-karat atau kateter plastik anti trombogenik pada vena
perifer biasanya perlu diganti setiap 1-3 hari untuk menghindari infeksi dan
macetnya tetesan. Pemberian cairan infus lebih dari 3 hari sebaiknya
14

menggunakan kateter besar dan panjang yang ditusukkan pada vena femoralis,
vena cubiti, vena subclavia, vena jugularis eksterna atau interna yang ujungnya
sedekat mungkin dengan atrium kanan atau di vena cava inferior atau superior.
2. Terapi Elektrolit
a. Hiponatremia
1) Atasi penyakit dasar
2) Hentikan setiap obat yang ikut menyebabkan hiponatremia
3)

Koreksi hiponatremia yang sudah berlangsung lama secara perlahan-lahan,


sedangkan hiponatremia akut lebih agresif. Hindari koreksi berlebihan karena
dapat menyebabkan central pontine myelinolysis.

4) Jangan naikkan Na serum lebih cepat dari 12 mEq/L dalam 24 jam pada pasien
asimptomatik. Jika pasien simptomatik, bisa tingkatkan sebesar 1 sampai 1,5
mEq/L/jam sampai gejala mereda. Untuk menaikkan jumlah Na yang dibutuhkan
untuk menaikkan Na serum sampai 125 mEq/L digunakan rumus:
Jumlah Na (mEq) = [125 mEq/L Na serum aktual (mEq/L)] x TBW
(dalam liter)
TBW (Total Body Water) = 0,6 x BB (dalam kg)
5) Larutan pengganti bisa berupa NaCl 3% atau 5% (masing-masing mengandung
0,51 mEq/ml dan 0,86 mEq/ml)
6) Pada pasien dengan ekspansi cairan ekstrasel, mungkin dperlukan diuretic
7)

Hiponatremia bisa dikoreksi dengan NaCl hipertonik (3%) dengan kecepatan


kira-kira 1 mL/kg per jam.

b. Hipernatremia
1)

Hipernatremia dengan deplesi volume harus diatasi dengan pemberian normal


saline sampai hemodinamik stabil. Selanjutnya defisit air bisa dikoreksi dengan
Dekstrosa 5% atau NaCl hipotonik.

15

2) Hipernatremia dengan kelebihan volume diatasi dengan diuresis, atau jika perlu
dengan dialisis. Kemudian Dekstrosa 5% diberikan untuk mengganti defisit air.
Defisit air tubuh ditaksir sbb:
Defisit = air tubuh (TBW) yang dikehendaki (liter) air tubuh skrg
Air tubuh yg dikehendaki = (Na serum yg diukur) x (air tubuh skrg/Na
serum normal)
Air tubuh sekarang = 0,6 x BB sekarang (kg)
Separuh dari defisit air yang dihitung harus diberikan dalam 24 jam pertama, dan
sisa defisit dikoreksi dalam 1 atau 2 hari untuk menghindari edema serebral.
c. Hipokalemia
1) Defisit kalium sukar atau tidak mungkin dikoreksi jika ada hipomagnesia. Ini
sering terjadi pada penggunaan diuretik boros kalium. Magnesium harus diganti
jika kadar serum rendah.
2) Terapi oral. Suplementasi K+ (20 mEq KCl) harus diberikan pada awal terapi
diuretik. Cek ulang kadar K+ 2 sampai 4 minggu setelah suplementasi dimulai.
3) Terapi intravena harus digunakan untuk hipokalemia berat dan pada pasien yang
tidak tahan dengan suplementasi oral. Dengan kecepatan pemberian sbb:
Jika kadar K+ serum > 2,4 mEq/L dan tidak ada kelainan EKG, K+ bisa diberikan
dengan kecepatan 0 sampai 20 mEq/jam dengan pemberian maksimum 200 mEq
per hari.
4) Pada anak 0,5-1 mEq/kgBB/dosis dalam 1 jam. Dosis tidak boleh melebihi dosis
maksimum dewasa.
d. Hiperkalemia
1) Pemantauan EKG kontinyu dianjurkan jika ada kelainan EKG atau jika kalium
serum > 7 mEq/L.
2) Kalsium glukonat dapat diberikan iv sebagai 10 ml larutan 10% selama 10 menit
untuk menstabilkan myocard dan sistem konduksi jantung.
3) Natrium bikarbonat membuat darah menjadi alkali dan menyebabkan kalium
berpindah dari ekstra ke intraseluler. Bic nat diberikan sebanyak 40 sampai 150
mEq NaHCO3 iv selama 30 menit atau sebagai bolus iv pada kedaruratan.

16

4) Insulin menyebabkan perpindahan kalium dari cairan ekstraseluler ke intraseluler.


5 sampai 10 unit regular insulin sebaiknya diberikan dengan 1 ampul glukosa
50% iv selama 5 menit.
5) Dialisis mungkin dibutuhkan pada kasus hiperkalemia berat dan refrakter.
6) Pembatasan kalium diindikasikan pada stadium lanjut gagal ginjal (GFR < 15
ml/menit).
e. Penanganan Gangguan Keseimbangan Asam Basa
1) Mengembalikan nilai PH pada keadaan normal.
2) Koreksi keadaan asidosis repiratorik: Naiknya ventilasi dan mengoreksi
penyebab.
3) Koreksi keadaan alkalosis respiratorik: turunnya ventilasi dan terapi penyebab.
4) Koreksi keadaan asidosis metabolik:
a) Pemberian Bicarbonat IV/ oral.
b) Terapi penyebab
c) Koreksi keadaan alkalosis metabolik dengan cara: memberi KCl dan
mengobati penyebab

17

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolisme tubuh
membutuhkan perubahan yang tetap untuk melakukan respons terhadap keadaan fisiologis
dan lingkungan. Keseimbangan cairan adalah essensial bagi kesehatan. Dengan
kemampuannya yang sangat besar untuk menyesuaikan diri, tubuh mempertahankan
keseimbangan, biasanya dengan proses-proses faal (fisiologis) yang terintegrasi yang
mengakibatkan adanya lingkungan sel yang relatif konstan tapi dinamis.
B. Saran
Kebutuhan cairan tubuh tak hanya berasal dari konsumsi air putih saja, melainkan juga
dari makanan dan minuman yang mengandung air. Meskipun begitu, akan jauh lebih baik
bila kita memilih untuk mengkonsumsi air putih ketimbang jenis minuman lainnya yang
banyak mengandung gula, kalori, kafein dan zat-zat lainnya.

18

DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar
Klien. Jakarta: Salemba Medika.
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi Konsep
dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Tamsuri, Anas. 2004. Klien Gangguan Keseimbangan Cairan & Elektrolit. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC.

19

Anda mungkin juga menyukai