Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN


PENDIDIKAN ISLAM
Disusun guna memenuhi Tugas :
Mata Kuliah

: Sejarah Pendidikan Islam

Dosen Pengampu

: Akhmad Zaeni, M.Ag

DISUSUN OLEH :
SOCHI ASSHIDIQ

2021315512

ALIM ASSHIDIQ

2021315513

ILMA NAFIA

2021315514

IHDISYIROTH NUR

2021315515

NURINA RAHMA

2021315516

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)


PEKALONGAN
2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik, hidayah
serta inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN AGAMA ISLAM dengan lanca. Dalam
penulisan makalah ini kami tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak.
Untuk itu pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan terimakasih kepada Bapak
Akhmad Zaeni, M.Ag Selaku dosen pembimbing mata kuliah Sejarah Pendidikan
Islam, dan semua pihak yang telah membantu selesainya penyusunan makalah ini.
Kami sadarbahwa sebagai manusia tentu mempunyai kesalahan dan kehilafan. Oleh
karena itu kami selaku penyusun makalah ini mohon maaf apabila dalam penyusunan
makalah ini terdapat banyak kesalahan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan para pembaca
yang budiman pada umumnya.

Pekalongan, Oktober 2016


Penyusun

DAFTAR ISI

JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II : PEMBAHASAN
A. Pertumbuhan dan Perkembangan Pendidikan Islam
B. Profil Madrasah Nizamiyah
BAB III : PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mempelajari sejarah pendidikan islam amat penting,terutama bagi pelajarpelajar agama dan pemimm\pin-pemimpin islam.karena di dalam mata pelajaran
sejarah pendidikan islam, pelajar dapat mengetahui sejarah atau peristiwa peristiwa di
masa silam,baik sosial politik ekonomi maupun agama atau budaya pada suatu bangsa
atau negara atau dunia.
Secara umum sejarah pendidikan islam mempunyai kegunaan yang sangat
besar bagi kehidupan manusia khususnya bagi umat muslim sendiri,karena sejarah
menpunyai atau mengandung kekuatan yang dapat menimbulkan dinamisme dan
melahirkan nilai nilai baru bagi pertumbuhan serta perkembangan kehidupan umat
manusia.
Sejarah pendidikan islam selain dapat menimbulkan nilai nilai baru bagi
pertumbuhan umat manusia,sejarah pendidikan islam juga mempunyai kegunaan
sebagai faktor faktor keteladanan bagi umat umat sekarang.
2.

3.

Rumusan Masalah
1.

Kapan Masa pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam ?

2.

Dimanakah Pusat pusat pendidikan islam dan siapa tokoh tokohnya ?

3.

Bagaimana Pengajaran Al Quran?

Tujuan
1.

Untuk mengetahui Masa pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam

2.

Untuk mengetahui Pusat pusat pendidikan islam dan siapa saja tokoh tokohnya

3.

Untuk mengetahui Pengajaran Al Quran

BAB II
PEMBAHASAN
A. Masa Pertumbuhan dan Perkembangan Pendidikan Islam
Pada masa Nabi Muhammad SAW pendidikan Islam berarti
memasukan ajaran Islam ke dalam unsur-unsur budaya bangsa Arab pada masa itu.
Dalam masa pembinaan, ada beberapa kemungkinan yang terjadi, yaitu:
1.

Adakalanya Islam mendatangkan sesuatu unsur yang sifatnya memperkaya dan


melengkapi unsur budaya yang telah ada, seperti Al-Quran. Pada saat itu unsur
budaya sastra Arab diakui mempunyai tingkatan yang tinggi. Pada mulanya
mereka memiliki kebanggan untuk membaca dan menghafalkan syair-syair yang
indah, maka dengan didatangkannya Al-Quran yang yang tidak kalah
indahnya,berarti mereka meras unsur budaya mereka diperkaya dan
disempurnakan.

2.

Adakalanya Islam mendatangkan sesuatu ajaran yang sifatnya meluruskan


kembali nilai-nilai yang ada yang dalam kenyataan praktisnya sudah menyimpang
dari ajaran aslinya.contoh dalam hal ini adalah ajaran tauhid.

3.

Adakalanya islam mendatangkan ajaran yang sifatnya bertentangan sama sekali


dengan budaya yang ada sebelumnya. Pembentukan budaya masyarakat yang
bersih dari unsur-unsur perbudakan, perjudian, pemabukan dan sebagainya adalah
contoh-contoh yang konkrit dalam hal ini.

4.

Budaya yang telah ada dan tidak bertentangan dengan ajaran islam, pada
umumnya dibiarkan tetap berlaku dan berkembang dengan mendapatkan
pengarahan-pengarahan seperlunya. Pada umumnya kehidupan perekonomian,
sarana pemenuhan kebutuhan hidup dan unsur-unsur kebutuhan manusiawi yang
telah ada dibiarkan berkembang dengan menjaga agar jangan sampai merugikan,
baik kepentingan perorangan, masyarakat maupun perkembangan budaya Islami
pada umumnya.

5.

Islam mendatangkan ajaran baru yang belum ada sebelumnya, untuk


meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan perkembangan
budayanya.
Dengan demikian, terbentuklah satu setting nilai dan budaya Islami yang

lengkap dan sempurna dalam ruang lingkupnya yang sepadan, baik dari seggi situasi
dan kondisi maupun waktu dan perkembagan zamannya. Setting tersebutlah yang

diwariskan kepada generasi berikutnya untuk dikembangkan, baik secara kualitatif


maupun kuantitatif. Secara kualitatif dalam arti bahwa nilai dan budaya yang ada
ditingkatkan kualitasnya sehingga menjadi lebih baik dan lebih sempurna, sedangkan
secara kuantitatif, mengarahkan kepada pembentukan ajaran dan budaya baru untuk
menambah kesempurnaan dan kesejahteraan hidup manusia. Sumber pengembangan
tersebut tidak lain kecuali wahyu Allah yaitu Al-Quran dan As-sunnah.
Pendidikan Islam pada masa pertumbuhan dan perkembangan, juga pada masamasa berikutnya mempunyai dua sasaran, yaitu:
a.

Generasi muda (sebagai generasi penerus) dan masyarakat bangsa lain yang
belum menerima ajaran Islam

b.

Penyampaian ajaran Islam dan usaha internalisasinya dalam masyarakat bangsa


yang baru menerimanya yang di dalam Islam lazim disebut sebagai dakwah
Islami.
Dalam artinya yang pertama, yaitu pewarisan ajaran Islam kepada generasi

penerus disebut sebagai pendidikan Islam.


Dengan demikian telah jelas bahwa sasaran pembudayaan Islam bukan hanya
mewariskan kepada generasi muda saja, tetapi juga meluaskan jangkauan penetrasi
budaya Islami kepada budaya umat, kepada bangsa-bangsa di luar negeri Arab yang
sudah dirintis oleh Nabi Muhammad SAW melalui pengiriman utusan-utusan untuk
menyampaikan ajakan menerima Islam kepada para raja dan penguasa disekitar Arab
dengan tujuan untuk menyampaikan ajaran Islam kepada masyarakat bangsa/suku
bangsa agar mereka menerimanya menjadi sistem hidup. Tetapi penguasa di luar
Jazirah Arab memberikan reaksi yang keras, bahkan sampai ada yang membunuh
utusan Nabi Muhammad SAW dan ada pula yang bersiap-siap untuk menyerang
Madinah.
Untuk menghadapi serangan dari luar tersebut, Nabi Muhammad mengirimkan
pasukan yang terdiri dari sejumlah kaum muslimin. Peristiwa ini dikenal dalam sejarah
Islam dengan perang Mutah di bawah pimpinan mula-mula Zaid bin Harisah,
kemudian oleh Jafar bin abi Talib, lalu oleh Abdullah bin Rawahah, dan akhirnya oleh
Khalid bin Walid. Peristiwa tersebut terjadi di daerah Syam berhadapan dengan
pasukan Syurahbil penguasa Heraclius1). Setiap pasukan kaum muslimin menguasai
suatu daerah segera sebagian sahabat mendapat tugas untuk menyampaikan ajaran
1

A. Syalabi, op.cit., hal. 165. Lihat juga : T.M. Hasbi Ash Siddiqy, op.cit., hal. 89/90

Islam kepada penduduk. Mereka menjadi yang bertindak sebagai pendidik atau guruguru agama, sehingga timbul pusat-pusat pendidikan Islam di luar Madinah.
Suatu peristiwa penting dalam Sejarah Pendidikan Islam di masa setelah Nabi
Muhammad SAW wafat adalah peristiwa pemberontakan dari orang-orang murtad
yang enggan membayar zakat, serta timbulnya nabi-nabi palsu pada awal kekhalifahan
Abu Bakar. Para pemberontak tersebut adalah kalangan orang-orang yang baru masuk
Islam dan belum mantap keIslamannya. Untuk mengatasi pemberontakan tersebut Abu
Bakar mengirimkan pasukan yang terdiri dari para sahabat, yang akhirnya terjadi
pertempuran yang cukup hebat, sehingga banyak di antara para sahabat yang mati
syahid 2), yang menyebabkan berkurangnya penghafal-penghafal Al-Quran, guru dan
pendidik Islam.
Untuk menjaga agar Al-Quran tidak sampai hilang, maka penulisan alQuran yang pada masa Nabi Muhammad SAW masih belum tersusun sesuai dengan
hafalan para sahabat, dituliskan kembali dan dijadikan satu mushaf. Para sahabat
dikirim keberbagai daerah yang telah dikuasai kaum muslimin, untuk mengajarkan AlQuran dan memasukkan ajaran Islam ke dalam budaya penduduk daerah-daerah baru
tersebut.
Bebarengan dengan pengembangan daerah kekuasaan islam pada masa-masa
berikutnya, berkembang pula pusat-pusat kegiatan pendidikan Islam, baik bagi mereka
yang baru masuk Islam, bagi para generasi muda (anak-anak), maupun bagi mereka
yang akan memperdalam dan mengembangkan ilmu pengetahuan dalam Islam.
B. Pusat-pusat Pendidikan Islam
Mahmud Yunus dalam bukunya Sejarah Pendidikan Islam, menerangkan
bahwa pusat-pusat pendidikan tersebut tersebar di kota-kota besar sebagai berikut:
a)

Di Kota Makkah dan Madinah (Hijaz)

b)

Di Kota Basrah dan Kufah (Irak)

c)

Di Kota Damsyik dan Palestina (Syam)

d)

Di Kota Fistat (Mesir)


Di pusat-pusat pendidikan tersebut, para sahabat memberikan pelajaran agama

Islam kepada murid-muridnya, dan di pusat-pusat pendidikan tersebut berdirilah


madrasah-madrasah yang masih merupakan tempat memberikan pelajaran dalam
bentuk khalaqah di masjid atau tempat pertemuan lainnya.
2 Mahmud Yunus, op.cit., hal. 29.

Di antara madrasah-madrasah yang terkenal pada masa pertumbuhan


pendidikan Islam ini adalah:
a.

Madrasah Makkah
Guru pertama yang mengajar di Makkah, ialah Mutad bin Jabal. Ialah yang

mengajarkan Al-Quran, hukum-hukum halaldan haram dalam Islam. Pada masa


Khalifah Abdul Malik bin Marwan (65-86 H), Abdullah bin Abbas pergi ke Makkah
dan mengajar di sana. Ia mengajarkan Tafsir, Hadis, Fiqh dan Sastra. Abdullah bin
Abbas merupakan pembangun madrasah Makkah yang kemudian menjadi termasyhur
keseluruh penjuru negeri Islam.
Diantara murid-murid Abdullah bin Abbas yang menggantikannya sebagai guru
di madrasah Makkah ini, adalah Mujahid bin Jabbar, seorang Tafsir Al-Quran yang
meriwayatkannya dari Ibn Abbas, Atak bin Abu Rabah, yang termasyhur keahliannya
dalam Ilmu Fiqh, dan Tawus bin Kaisan, seorang fuqoha dan mufti di Makkah.
Kemudian diteruskan oleh murid-murid berikutnya, yang terkenal yaitu: Sufyan bin
Uyainah dan Muslim bin Khalid Al Zanji. Imam Syafii sebelum berguru ke Madinah,
pernah belajar di Madrasah Makkah kepadakedua ulama tersebut.
b.

Madrasah Madinah
Madrash ini lebih termasyhur dan lebih dalam ilmunya. Di antara sahabat yang

mengajar di madrasah Madinah ini, adalah Umar bin Khattab, Ali bin Abi Talib, Zaid
bin Sabit dan Abdullah bin Umar. Zaid bin Sabit adalah seorang ahli Qiraat dan Fiqh,
dan beliaulah yang mendapatkan tugas memimpin penulisan kembali Al-Quran.
Sedangkan Abdullah bin Umar adalah seorang ahli hadis. Beliau dianggap sebagai
pelopor mazhab Ahl al Hadis yang berkembang pada masa-masa berikutnya.
Setelah ulama-ulama sabahat wafat, digantikan oleh murid-muridnya (tabiin)
yang terkenal, yaitu Saad bin Musyayab dan Urwah bin Al-Zubair bin al-Awwan,
yang pada generasi berikutnya kemudian muncul seorang ahli Hadis dan Fiqh: Ibn
Syihab Al-Zuhri. Dan dari madrasah mazhab yang termansyur.
c.

Madrasah Basrah
Ulama sahabat yang terkenal di Basrah ini ialah Abu Musa Al-Asyari yang

terkenal sebagai ahli Fiqh, Hadis, dan ilmu Al-Quran, dan Anas bin Malik yang
termasyhur dalam Ilmu Hadis.

Di antara guru madrasah Basrah yang terkenal adalah: Hasan Al-Basri dan Ibn
Sirin. Hasan Al-Basri, di samping seorang ahli Fiqh, ahli pidato dan kisah, juga
terkenal sebagai seorang ahli pikir dan ahli tasawuf. Ia dianggap sebagai perintis
mazhab Ahl Al-Sunnah dalam lapangan Ilmu Kalam. Sedangkan Ibn Sirin, adalh
seorang ahli Hadis dan Fiqh, yang belajar langsung dari Zaid bin Sabit dan Anas bin
Malik.
d.

Madrasah Kufah
Ulama sahabat yang tinggal di Kufah ialah Ali bin Abi Talib, pengurus masalah

politik dan urusan pemerintahan, dan Abdullah bin Masud ialah sebagai guru agama.
Ibnu Masud adalah seorang ahli tafsir, ahli fiqh dan banyak meriwayatkan hadis-hadis
Nabi Muhammad SAW. Di antara murid-murid Ibnu Masud yang terkenal yang
kemudian menjadi guru di Kufah adalah: Alqamah, Al-Aswad, Masruq, Al-Haris bin
Qais dan Amr bin Syurahbil. Madrasah Kufah ini kemudian melahirkan Abu Hanifah,
salah seorang imam mazhab yang terkenal, dengan penggunaan rayu dalam berijtihad.
e.

Madrasah Damsyik
Setelah negeri Syam (Syria) menjadi negara Islam dan penduduknya banyak

memeluk agama Islam, maka Khalifah Umar bin Khattab mengirimkan tiga orang
guru agama ke negeri itu, yaitu: Muaz bin Jabal mengajar di Palestina, Ubadah
mengajar di Hims dan Abu Dardak mengajar di Damsyik. Kemudian mereka
digantikan oleh murid-muridnya (tabiin) seperti Abu Idris Al-Khailany, Makhul al
Dimasyiki, Umar bin Abdul Aziz dan Rajabin Haiwah. Akhirnya madrasah itu
melahirkan imam penduduk Syam, yaitu Abdurrahman Al-Auzai yang sederajat
ilmunya dengan Imam Malik dan Abu Hanifah.
f.

Madrasah Fistat (Mesir)


Sahabat pendiri madrasah dan guru di Mesir adalah Abdullah bin Amr bin Al-

As. Ia adalah seorang ahli Hadis. Ia tidak hanya menghafal hadis-hadis yang di
dengarnya dari Nabi Muhammad SAW melainkan juga menuliskannya dalam catatan,
sehingga ia tidak lupa atau khilaf dalam meriwayatkan hadis-hadis itu kepada muridmuridnya. Guru berikutnya yang termasyhur sesudahnya ialah Yazid bin Abu Habib
Al-Nuby dan Abdillah bin Abu Jafar bin Rabiah. Di antara murid Yazid yang
terkenal adalah Abdullah bin Lahiah dan Al-Lais bin Said. Al-Lais bin Said terkenal

sebagai ulama yang mempunyai mazhab tersendiri dalam bidang fiqh, sebagaimana
Al-Auzai 3).
Para ulama sahabat mempunyai keahlian ilmiah yang berbeda-beda dan
kepribadian yang berlainan. Yang sangat termasyhur di antara mereka itu ialah:
1)

Abdullah bin Umar di Madinah

2)

Abdullah bin Masud di Kufah

3)

Abdullah bin abbas di Makkah

4)

Abdullah bin Amr bin Al-Ash di Mesir


Inilah empat orang Abdullah yang sangat besar sekali jasanya dalam

mengerjakan ilmu-ilmu agama kepada murid-muridnya.


Sahabat-sahabat tidak menghafal semua perkataan Nabi Muhammad SAW dan
tidak melihat semua perbuataannya. Akibatnya hadis-hadis yang diajarkan oleh ulama
di Madinah misalnya, kadang-kadang tidak dikenal oleh ulama di Kufah. Hadis-hadis
yang diajarkan oleh guru di Makkah, kadang-kadang tidak dikenal oleh guru di Mesir.
Oleh sebab itu para pelajar tidak mencukupkan belajar pada seorang ulama di
negeri tempat tinggalnya, melainkan mereka melawat ke kota yang lain untuk
melanjutkan ilmunya. Pelajar Mesir melawat ke Madinah, pelajar Madinah melawat ke
Kufah, pelajar Kufah melawatke Syam, pelajar Syam melawat kian kemari dan
begitulan seterusnya. Dengan demikian dunia ilmu pengetahuan tersebar ke seluruh
kota-kota di negeri Islam 4).
C. Pengajaran Al-Quran
Intisari ajaran Islam adalah apa yang termaktub dalam Al-Quran. Sedangkan
Hadis ataupun Sunnah Rasulullah merupakan penjelasan dari apa yang dimaksudkan
oleh Al-Quran.
Nabi Muhammad SAW telah dengan sempurna menyampaikan Al-Quran
kepada para sahabat, dan telah dengan sempurna pula memberikan penjelasanpenjelasan menurut keperluannya pada masa itu. Setelah Nabi Muhammad SAW
wafat, sumber pengajaran Al-Quran adalah para sahabat. Mereka bertanggung jawab
untuk mengajarkan Al-Quran memberikan penjelasan dan pengertian yang dikandung
oleh Al-Quran agar dimengerti oleh orang-orang yang baru masuk Islam dengan

3 Ibid., hal.33
4 Ibid., hal. 34

memberikan contoh tentang cara mempraktekkan ajaran Al-Quran tersebut dalam


kehidupan sehari-hari.
Problem pertama yang dihadapi oleh para sahabat dalam pengajaran Al-Quran
yaitu Al-Quran secara lengkap dan sempurna ada dalam hafalan umumnya para
sahabat, tetapi tentunya tidak semua sahabat hafal sepenuhnya Al-Quran. Di samping
itu Al-Quran juga masih dalam bentuk tulisan-tulisan yang berserakan, yaitu yang
ditulis oleh para sahabat yang pandai menulis atas perintah Nabi Muhammad SAW
selama proses penurunan Al-Quran.
Atas usulan Umar bin Khattab karena khawatir ayat-ayat Al-Quran akan
hilang bersama kematian para sahabat penghafal Al-Quran yang meninggal dalam
peperangan Yamamah, Abu Bakar menunjuk Zaid bin Tsabit sebagai ketua Tim. Zaid
bin Tsabit merupakan salah satu sahabat yang menjadi sekretaris Rasul yang
ditugaskan untuk menuliskan wahyu Al-Quran.
Dalam usaha mengumpulkan ayat-ayat Al-Quran tersebut, Zaid bin Sabit
dibantu oleh beberapa orang sahabat lainnya yang hafal Al-Quran, yaitu Ubay bin
Kaab, Ali bin Abi Talib dan Usman bin Affan. Setelah seluruh ayat-ayat Al-Quran
terkumpul dan disusun menurut susunan dan urutan, kemudian dituliskan kembali
dalam lembaran-lembaran yang seragam, dan diikat menjadi satu mushaf.
Pada masa itu pengajaran Al-Quran kepada orang yang baru masuk
islam berlangsung secara hafalan, para sabahat juga memberikan penjelasan
seperlunya tentang arti dari ayat-ayat tersebut menurut apa yang diterimanya dari
Rasulullah SAW dan memberikan contoh pelaksanaan atau praktek ajaran Islam dalam
kehidupan sehari-hari.
Problema yang kemudian muncul dalam pengajaran Al-Quran, adalah masalah
pembacaan (qiraat). Al-Quran adalah bacaan dalam bahasa Arab. Jadi, mereka yang
tidak berbahasa Arab harus menyesuaikan lidahnya dengan lidah orang Arab. Oleh
karena itu, pengajaran Al-Quran tersebut selalu dibarengi dengan pengajaran bahasa
Arab secara sederhana.
Problema qiraat tersebut semakin nampak setelah terjadi komunikasi antara
kaum muslimin dari satu daerah dengan daerah lainnya, yang mendapatkan pelajaran
Al-Quran dari sahabat-sahabat dengan dialek (lahjah) yang berbeda. Dan Rasulullah
pun memperkenalkan hal yang demikian. Tetapi dengan perbedaan lahjah tersebut
tentunya akan membingungkan mereka.Merekapun berselisih dalam pembacaan

(qiraat) Al-Quran dan saling mempertahankan anggapan bahwa bacaan mereka yang
benar sedangkan yang lainnya salah.
Sahabat yang mula-mula memperhatikan adanya pertikaian umat Islam dalam
hal pembacaan Al-Quran tersebut adalah Huzaifah bin Yaman, sewaktu ia ikut dalam
pertempuran di Armenia dan Azerbeijan. Setelah kembali ke Madinah, Huzaifah
segera menemui Khalifah Usman bin Affan dan mengusulkan agar perselisihan di
antara umat Islam segera di atasi.
Akhirnya Khalifah Usman bin Affan meminjam naskah yang disimpan oleh
Hafsah binti Umar, untuk ditulis kembali oleh panitia yang sengaja ditunjuknya, yang
diketuai oleh Zaid bin sabit dengan anggota: Abdullah bin Zubair bin Ash dan
Abdurrahman bin Haris. Dalam menuliskan kembali Al-Quran tersebut, Usman
menasihatkan untuk:
1)

Mengambil pedoman kepada bacaan mereka yang hafal Al-Quran

2)

Apabila ada pertikaian antara mereka tentang bacaan tersebut, maka haruslah
dituliskan menurut dialek suku Quraisy, sebab Al-Quran itu diturunkan menurut
dialek mereka.
Al-Quran yang telah dibukukan itu dinamai Al-Mushaf. Kemudian Mushaf

tersebut dibuat lima buah Mushaf, yang masing-masing dikirim ke Makkah, Syiria,
Basrah dan Kufah, sedangkan yang satu dipegang Khalifah Usman di Madinah.
Khalifah Usman memerintahkan agar catatan-catatan yang ada sebelumnya dibakar,
supaya umat Islam berpegang kepada mushaf yang lima itu.
Manfaat pembukuan Al-Quran di masa Usman adalah:
a) Menyatukan kaum muslimin pada satu macam mushaf yang seragam ejaan
tulisannya.
b) Menyatukan bacaan, dan kendatipun masih ada perbedaannya,

namun harus

tidak berlawanan dengan ejaan Mushaf Usman. Dan bacaan-bacaan yang tidak
sesuai tidak diperbolehkan.
b) Menyatukan tertib susunan surat-surat, menurut tertib urut sebagai yang kelihatan
pada mushaf-mushaf sekarang ini.5
Sejak itulah pengajaran Al-Quran secara berangsur-angsur menjadi satu
sebagaimana yang tertulis dalam mushaf, dan selainnya ditetapkan tidaksah dan
akhirnya ditinggalkan.

5 T.M. Hasbi Ash Shiddiqy, op.cit., hal. 189

Untuk memudahkan pengajaran Al-Quran bagi kaum muslimin yang tidak


berbahasa Arab, maka guru Al-Quran telah mengusahakan antara lain:
a) Mengembangkan cara membacaAl-Quran dengan baik yang kemudian
menimbulkan ilmu Tajwid Al-Quran
b) Meneliti cara pembacaan Al-Quran (qiraat) yang telah berkembang pada masa
itu, mana yang sah dan mana yang tidak sah, yang akhirnya menimbulkan adanya
Ilmu Qiraat, yang kemudian timbul Qiraat al Sabah
c) Memberikan tanda-tanda baca dalam tulisan mushaf sehingga menjadi mudah
dibaca dengan benar bagi mereka yang baru belajar membaca Al-Quran.
d) Memberikan penjelasan tentang maksud dan pengertian yang dikandung oleh
ayat-ayat Al-Quran yang diajarkan yang kemudian berkembang menjadi Ilmu
Tafsir. Pada mulanya diajarkan penjelasan-penjelasan ayat Al-Quran yaitu berupa
hadis-hadis, kemudian berkembang cara-cara penafsiran Al-Quran dengan
menggunakan akal pikiran dengan berpedoman kepada kaidah-kaidah bahasa
Arab.
Oleh karena itu, pengajaran bahasa Arab, dengan kaidah-kaidahnya, selalu
menyertai pengajaran Al-Quran kepada kaum muslimin non Arab, dengan tujuan agar
mereka mudah membaca dan kemudian memahami Al-Quran yang mereka pelajari.
(Zuhairini, 1997)
Pengajaran Al-Quran pada masa khalifah-khalifah Rosyidin dan Umaiyah
adalah dengan pengajaran bertingkat.Tingkat pertama adalah Kuttab,pada tingkat ini
anak diajarkan menulis dan membaca/ menghafal Al-Quran serta belajar pokokpokok Agama Islam.Setelah tamat Al-Quran mereka meneruskan pelajaran ke
masjid.Pelajaran di masjid itu terdiri dari tingkat menengah dan tingkat tinggi.Ilmuilmu yang diajarkan pada tingkat menengah dan tertinggi ini terdiri dari :Al-Quran
dan tafsirnya,hadist dan mengumpulkannya,dan fiqih (tasyri).

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pendidikan Islam pada masa nabi Muhammad SAW berarti memasukan ajaran
Islam ke dalam unsur-unsur budaya bangsa Arab pada masa itu.. Pendidikan islam pada
masa pertumbuhan dan perkembangan juga pada masa-masa berikutnya mempunyai dua
sasaran, yaitu:
A. Generasi muda (sebagai generasi penerus) dan masyarakat bangsa lain yang ajaran
Islam dan usaha internalisasinya dalam masyarakat bangsa yang baru menerimanya
yang di dalam Islam lazim disebut sebagai dakwah I
B. Ajaran Islam dan usaha internalisasinya dalam masyarakat bangsa yang baru
menerimanya yang di dalam Islam lazim disebut sebagai dakwah Islami
Pusat pendidikan islam yang tersebar ada pada masa khalifa-khalifah Rasyidindan
Bani umayah
1.

Di Di Kota Makkah dan Madinah (Hijaz)

2.

Di kota Basrah danKuffah

3.

Di kota Damsyik dan Palestina (Syam)

4.

Di kota Fistat (Mesir).


Peristiwa terpenting dalam pengajaran Al-Quran pada masa khalifah Abu bakar

As-sidiq adalah di kumpulkanya ayat-ayat al-Quran dan dituliskan kembali dalam


lembaran-lembaran yang seragam dan diikat menjadi satu mushaf oleh Zaid bin Sabit
dibantu oleh beberapa orang sahabat lainnya yang hafal Al-Quran. Ini semua atas usulan
Umar bin Khatab.

DAFTAR PUSTAKA
Mahmud Yunus,1990, Sejarah Pendidikan islam, Jakarta: PT. HIDA KARYA AGUNG
Zuhairini,1997, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta ; Bumi Aksara

Anda mungkin juga menyukai