Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
A.

LATAR BELAKANG
Selain untuk pernafasan, paru juga berperan sebagai saringan atau filter bagi gumpalan
darah ( embolus ). Gumpalan darah yang berukuran kecil jika tersangkut pada pembuluh di paru
dapat diatasi oleh mekanisme fibrinolitik. Akan tetapi, jika gumpalan darah nya cukup besar,
mekanisme fibrinolitik tidak berlangsung dengan baik. Jika mekanisme fibrinolitik tidak
berlangsung dengan baik ketika terdapat gumpalan darah yang besar akan timbul emboli paru
yang menyebabkan aliran darah terhambat. Embolus biasanya dari vena dalam (deepvein) pada
kaki dan pelvis, yaitu vena femoris, vena poplitea atau vena iliaka. Pada penderita penyakit
tromboflebitis yang melakukan perjalanan jarak jauh dengan menggunakan kendaraan sehingga
kaki dalam keadan posisi menekuk untuk waktu yang lama, thrombus akan mudah terlepas dan
terjadi penggumpalan darah. Polissitemia vera dan penyakit penggumpalan darah merupakan
predisposisi untuk terjadinya emboli paru. Obat kontrasepsi oral menyebabkan emboli paru
mudah terjadi. Sebenarnya, banyak kejadian emboli paru yang tidak memberikan gejala dan
dapat diatasi sendiri oleh paru melalui mekanisme fibrinolitik. (brunner & suddarth,1996).
Embolisme pulmonal mengacu pada obstruksi salah satu arteri pulmonal atau lebih oleh
thrombus (trombi) yang berasal dari suatu tempat dalam system venosa atau jantung sebelah kiri,
yang terlepas, dan terbawa ke paru. Kondisi ini merupakan kelainan umum yang berkaitan
dengan trauma, bedah (ortopedik, pelvis, ginekologik), kehamilan, penggunaan kontrasepsi oral,
gagal jantung kongestif, usia lanjut (lebih dari 60 tahun), dan imobilitasyang berkepanjangan.
Sebagian besar trombusberasal dari vena tungkai. (A, Price, Silvia, dan M, Wilson,
Clorraine,2006)

B.

TUJUAN UMUM
Mampu menyusun asuhan keperawatan pada pasien emboli paru dengan baik.

C. TUJUAN KHUSUS
1. Mahasiswa/i dapat mengetahui pengertian emboli paru.
2. Mahasisiwa/i dapat mengetahui etiologi emboli paru.
3. Mahasiswa/i dapat mengetahui klasifikasi emboli paru.
4. Mahasisiwa/i dapat mengetahui patofisiologi emboli paru.
5. Mahasiswa/i dapat mengetahui manifestasi klinis emboli paru.
6. Mahasiswa/i dapat mengetahui pemeriksaan penunjang emboli paru.
7. Mahasiswa/i dapat mengetahui penatalaksanaan pada pasien emboli paru.
8. Mahasiswa/i dapat mengetahui komplikasi dari emboli paru.
9. Mahasiswa/i mampu membuat diagnosa tentang emboli paru.
10. Mahasiswa/i mampu menyusun intervensi tentang emboli paru.

11. Mahasiswa/i mampu mengevaluasi pasien emboli paru.


D.

MANFAAT
Mepelajari tentang Penyakit Emboli paru memberi kita manfaat yang besar terutama kita
sebagai calon perawat professional, karena penyakit ini terkadang sangat sulit untuk di diagnosa.
Untuk itu perlu pemahaman yang sangat besar bagi kita, untuk mempelajari materi ini.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.

PENGERTIAN
Emboli paru merupakan keadaan terjadinya obstruksi sebagian atau total sirkulasi arteri
pulmonalis atau cabang cabang akibat tersangkutnya Emboli thrombus atau Emboli yang lain.
Penyumbatan Arteri pulmonalis oleh suatu embolus biasanya terjadi secara tiba tiba. Suatu
Emboli biasanya merupakan gumpalan darah (Trombus), tetapi biasa juga berupa lemak, cairan
ketuban, sumsum tulang, pecahan tumor atau gelembung udara yang akan mengikuti aliran darah
sampai akhirnya menyumbat pembuluh darah. Biasanya arteri yang tidak tersumbat dapat
memberikan darah dalam jumlah yang memadai kejaringan paru paru yang terkena sehingga
kematian jaringan bisa dihindari tetapi bila yang tersumbat adalah pumbuluh yang sangat besar
atau orang memiliki kelainan paru paru sebelumnya, maka jumlah darah mungkin tidak
mencukupi untuk mencegah kematian paru paru
Jika tubuh bisa memecah gumpalan tersebut, kerusakan dapat di minimalkan. Gumpalan
yang besar membutuhkan waktu lebih lama untuk hancur sehingga lebih besar kerusakan yang
ditimbulkan. Gumpalan yang besar bisa menyebabkan kematian mendadak.
Emboli paru adalah obstruksi salah satu atau lebih arteri pulmonalis oleh trombus yang
berasal dari suatu tempat. Embolisme pulmonal tersebut mengacu pada obstruksi salah satu arteri
pulmonal atau lebih oleh thrombus (trombi) yang berasal dari suatu tempat dalam system venosa
atau jantung sebelah kiri, yang terlepas, dan terbawa ke paru. Kondisi ini merupakan kelainan
umum yang berkaitan dengan trauma, bedah, kehamilan, dan imobilitas yang berkepanjangan.
Sebagian besar trombus berasal dari vena tungkai.
Emboli Paru adalah penyumbatan arteri pulmonalis (arteri paru-paru) oleh suatu embolus,
yang terjadi secara tiba-tiba. Suatu emboli bisa merupakan gumpalan darah (trombus), tetapi bisa

juga berupa lemak, cairan ketuban, sumsum tulang, pecahan tumor atau gelembung udara, yang
akan mengikuti aliran darah sampai akhirnya menyumbat pembuluh darah.
B.

ETIOLOGI
Berdasakan hasil hasil penelitian dari autopsy paru pasien yang meninggal karena
penyakit ini menunjukan dengan jelas disebabkan oleh trombos pada pembuluh darah, terutama
vena ditungkai bawah atau dari jantung kanan. Sumber Emboli paru yang lain misalnya tumor
yang telah menginvasi sirkulasi vena (Emboli tumor), udara, lemak, sumsum tulang dan lain
lain. Kemudian material Emboli beredar dalam peredaran darah sampai disirkulasi pulmonal dan
tersangkut pada cabang cabang arteri pulmonal, memberi akibat timbulnya gejala klinis.

1.
2.
3.
1.
2.
3.
4.
5.

C.
1.

2.

D.

Faktor-faktor predisposisi terjadinya emboli paru menurut virchow 1856 atau sering
disebut sebagai physiological risk factors meliputi :
Adanya aliran darah lambat (statis).
Kerusakan dinding pembuluh darah vena.
Keadaan darah mudah membeku (hiperkoagulasi).
Kebanyakan kasus emboli paru menurut brunner & suddarth (1996) disebabkan oleh :
Bekuan darah.
Gelembung udara.
Lemak.
Gumpalan parasit.
Sel tumor.

KLASIFIKASI
Embolus Besar
Tersangkut di arteri pulmonalis besar atau dari percabangan arteri pulmonalis.
Dapat menyebabkan kematian seketika.
Dapat menyebabkan kolaps kardiovaskuler dan gangguan hemodinamik.
Embolus Kecil
Tidak menimbulkan gejala klinis pada penderita tanpa kelemahan kardiovaskuler.
Dapat menyebabkan nyeri dada sepintas dan kadang kadang hemoptisi karena pendarahan
paru.
Pada penderita dengan kelemahan sirkulasi pulmoner (payah jantung) dapat menyebabkan
infark.
PATOFISIOLOGI

Ketika trombus menyumbat sebagian atau seluruh arteri pulmonal, ruang rugi alveolar
membesar karena area, meski terus mendapat ventilasi, menerima aliran darah sedikit maupun
tidak sama sekali. Selain itu sejumlah subtansi yang dilepaskan dari bekuan dan menyebabkan
pembuluh darah bronkhiolus berkonstriksi. Reaksi ini diseimbangi ketidak seimbangan ventilasi
perfusi, menyebabkan darah terpirau dan mengakibatkan penurunan kadar O2 dan peningkatan
CO2. (brunner dan suddarth, 1996, 621).
Konsekuwensi hemodinamik adalah peningkatan tahanan vascular paru akibat penurunan
ukuran jarring-jaring vascular pulmonal., menyebabkan peningkatan tekanan arteri pulmonal dan
akhirnya mningkatkan kerja ventrikel kanan untuk mempertahankan aliran darah pulmonal. Bila
kebutuhan ventrikel kanan melebihi kapasitasnya, maka akan terjadi gagal ventrikel kanan yang
mengarah pada penurunan tekanan darah sistemik dan terjadinya syok. (brunner dan suddarth,
1996, 621).
E.

MANIFESTASI KLINIS
Gejala-gejala embolisme paru tergantung pada ukuran thrombus dan area dari arteri
pulmonal yang tersumbat oleh thrombus. Gejala-gejala mungkin saja tidak spesifik. Nyeri dada
adalah gejala yang paling umum dan biasanya mempunyai awitan mendadak dan bersifat
pleuritik. Kadang dapat subternal dan dapat menyerupai angina pectoris atau infark miokardium.
Dyspnea adalah gejala yang paling umum kedua yang di ikuti dengan takipnea, takikardi, gugup,
batuk, diaforesis, hemoptisis, dan sinkop. (brunner dan suddarth, 1996, 621).
Embolisme massif yang menyumbat bifurkasi arteri pulmonal dapat menyebabkan
dyspnea nyata, nyeri substernal mendadak, nadi cepat dan lemah, syok, sinkop dan kematian
mendadak. Emboli kecil multiple dapat tersangkut pada arteri pulmonal terminal, mengakibatkan
infark kecil multiple pada paru-paru. Gambaran klinis dapat menyerupai bronkopneumoni atau
gagal jantung. (brunner dan suddarth, 1996, 621-622).

F.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan diagnostic emboli paru menurut brunner dan suddarth, (1996, 622) adalah :
1.
Rontgen dada.
Rontgen dada pada emboli paru biasanya normal tetapi dapat meunjukkan pneumokontriksi,
infiltrat, atelektasis, elevasi diagfragma pada posisi yang sakit, atau dilatasi besar arteri pulonal
dan efussi pleura.
2.
EKG
EKG biasanya menunjukkan sinus takikardia, atrial flutter atau fibrilasi dan kemungkinan
penyimpangan aksis kanan, atau regangan vcentrikel kanan.
3.
Pletismografi impedans
pletismografi impedans dilakukan untuk menentukan adanya troimbosis pada vena profunda.

4.

G.

Gas darah arteri


gas darah arteri pada emboli paru dapat mennjukkan hipoksemia dan hipokapnea.
PENATALAKSANAAN
Menurut brunner dan suddarth (1996) Tujuan pengobatan adalah untuk menghancurkan
(lisis) emboli yang ada dan mencegah pmbentukan yang baru. Pengobatan embolisme paru dapat
mencakup beragam modalitas :
1.
terapi antikoagulan.
2.
terapi trombolitik.
3.
tindakan umum untuk meningkatkan status pernafasan dan vascular.
4.
intervensi bedah.
Terapi koagulasi meliputi heparin, natrium warfarin telah menjadi metoda primer secara
tradisional untuk mengatasi trombosis vena profunda akut dan embolisme paru. Terapi
tromboilitik meliputi urokinase, streptokinase mungkin juga digunakan dalam mengatasi
embolisme paru, terutama pada paien yang sangat terganggu. Terapi trombolitik menghancurkan
trombus atau emboli lebih cepat dan memulihkan fungsi himodinamik sirkulasi paru lbih besar,
karena mengurang hipertensi paru dan memperbaiki perfusi, oksigenasi, dan curah jantung.

Tindakan umum dilakukan untuk memperbaiki status pernafasan dan vaskular pasien.
Terapi oksigen diberikan untuk memperbaiki hipoksia dan untuk menghilangkan vasokontriksi
vaskular paru dan dan mengurangi hipertensi paru. Kemudian Intervensi bedah yang dilakukan
adalah embolektomi paru tapi embolektomi dapat diindikasikandalam kondisi berikut :
1. jika pasien mengalami hipotensi persisten, syok, dan gawat panas.
2. jika tekanan arteri pulmonal sangat tinggi.
3.
jika anngiogram menunjukkan obtruksi bagian besar mbuluh darah paru.

H.

KOMPLIKASI

Menurut Contran Kuman Rabbins (1996), komplikasi yang terjadi adalah :


1. Asma Bronkhial
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronchial dengan ciri bronkospasme periodic
(kontraksi spasme pada saluran napas). Asma merupakan penyakit kompleks yang dapat
diakibatkan oleh faktor biokimia, endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi.
2. Efusi Pleura
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya penumpukkan cairan dalam rongga
pleura.
3. Anemia
Anemia adalah penurunan kuantitas atau kualitas sel sel darah merah dalam sirkulasi.
Anemia dapat disebabkan oleh gangguan pembentukan sel darah merah,peningkatan kehilangan

sel darah merah melalui perdarahan kronik atau mendadak, atau lisis (destruksi) sel darah merah
yang berlebihan.
4. Emfisema
Emfisema adalah keadaan paru yang abnormal, yaitu adanya pelebaran rongga udara pada
asinus yang sipatnya permanen. Pelebaran ini disebabkan karena adanya kerusakan dinding
asinus. Asinus adalah bagian paru yang terletak di bronkiolus terminalis distal. Ketika
membicarakan emfisema, penyakit ini selalu dikaitkan dengan kebiasaan merokok. Oleh karena
itu, beberapa ahli menyamakan antara emfisema dan bronchitis kronik.
5. Hipertensi Pulmoner
Hipertensi pulmoner primer (HPP) adalah kelainan paru yang jarang, dimana didapatkan
peningkatan tekanan arteri polmonalis jauh diatas normal tanpa didapatkan penyebab yang jelas.
Tekanan arteri polmonal normal pada waktu istirahat adalah lebih kurang 14 mmhg. Pada HPP
tekanan arteri polmonal akan lebih dari 25 mmhg saat istirahat, dan 30 mmhg saat aktifitas HPP
akan meningkatkan tekanan darah pada cabang cabang arteri yang lebih kecil di paru, sehingga
meningkatkan tahanan (resistensi) vaskuler dari aliran darah di paru. Peningkatan tahanan arteri
pulmonal ini akan menimbulkan beban pada ventrikel kanan sehingga harus bekerja lebih kuat
untuk memompa darah ke paru.
BAB III
TINJAUAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN EMBOLI PARU
A.
1.

2.

PENGKAJIAN
Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin,pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa.
Keluhan Utama
Klien sering mengeluh nyeri dada tiba tiba dan sesak napas.
Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi dan mengkaji pengetahuan klien
tentang kondisinya saat ini. Keluhan utama yang biasa muncul pada klien emboli paru antara lain
: batuk, peningkatan produksi sputum, dyspnea, hemoptysis, wheezing, Stridor dan chest pain.
a.
Batuk (Cough)
Batuk merupakan gejala utama pada klien dengan penyakit sistem pernafasan. Tanyakan
berapa lama klien batuk (misal 1 minggu, 3 bulan). Tanyakan juga bagaimana hal tersebut timbul
dengan waktu yang spesifik (misal : pada malam hari, ketika bangun tidur) atau hubungannya
dengan aktifitas fisik. Tentukan batuk tersebut apakah produktif atau non produktif, kongesti,
kering.
b.
Dyspnea
Dyspnea merupakan suatu persepsi kesulitan untuk bernafas/nafas pendek dan merupakan
perasaan subjektif klien. Perawat mengkaji tentang kemampuan klien untuk melakukan aktifitas.
Contoh ketika klien berjalan apakah dia mengalami dyspnea ?. kaji juga kemungkinan timbulnya
paroxysmal nocturnal dyspnea dan orthopnea, yang berhubungan dengan penyakit paru kronik
dan gagal jantung kiri.
c.
Hemoptysis

Hemoptysis adalah darah yang keluar dari mulut dengan dibatukkan. Perawat mengkaji
apakah darah tersebut berasal dari paru-paru, perdarahan hidung atau perut. Darah yang berasal
dari paru biasanya berwarna merah terang karena darah dalam paru distimulasi segera oleh
refleks batuk. Penyakit yang menyebabkan hemoptysis antara lain : Bronchitis Kronik,
Bronchiectasis, TB Paru, Cystic fibrosis, Upper airway necrotizing granuloma, emboli paru,
pneumonia, kanker paru dan abses paru.
d.
Chest Pain
Chest pain (nyeri dada) dapat berhubungan dengan masalah jantung dan paru. Gambaran
yang lengkap dari nyeri dada dapat menolong perawat untuk membedakan nyeri pada pleura,
muskuloskeletal, cardiac dan gastrointestinal. Paru-paru tidak mempunyai saraf yang sensitif
terhadap nyeri, tetapi iga, otot, pleura parietal dan trakeobronkial tree mempunyai hal tersebut.
Dikarenakan perasaan nyeri murni adalah subjektif, perawat harus menganalisis nyeri yang
berhubungan dengan masalah yang menimbulkan nyeri timbul.
3.

Riwayat Kesehatan
Klien merasa lemah, nyeri dada, nyeri kepala, sesak napas.

4.

Riwayat Kesehatan Terdahulu


Apakah ada riwayat emboli paru paru sebelumnya, pembedahan, stroke, serangan jantung,
obesitas, patah tulang tungkai tungkai / tulang panggul, trauma berat.
Perawat menanyakan tentang riwayat penyakit pernafasan klien. Secara umum perawat
menanyakan tentang :
a.
Riwayat merokok : merokok sigaret merupakan penyebab penting kanker paru-paru, emfisema
dan bronchitis kronik. Semua keadaan itu sangat jarang menimpa non perokok. Anamnesis harus
mencakup hal-hal :

Usia mulainya merokok secara rutin.

Rata-rata jumlah rokok yang dihisap perhari.

Usia melepas kebiasaan merokok.


b. Pengobatan saat ini dan masa lalu.
c. Alergi.
d. Tempat tinggal.
5.

Riwayat Kesahatan Keluarga


Apakah ada di antara keluarga klien yang mengalami penyakit yang sama dengan penyakit
yang dialami klien.
Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit paru-paru sekurang-kurangnya
ada tiga, yaitu :
a.
Penyakit infeksi tertentu : khususnya tuberkulosa, ditularkan melalui satu orang ke orang
lainnya; jadi dengan menanyakan riwayat kontak dengan orang terinfeksi dapat diketahui sumber
penularannya.
b. Kelainan alergis, seperti asthma bronchial, menunjukkan suatu predisposisi keturunan tertentu;
selain itu serangan asthma mungkin dicetuskan oleh konflik keluarga atau kenalan dekat.
c.
Pasien bronchitis kronik mungkin bermukim di daerah yang polusi udaranya tinggi. Tapi
polusi udara tidak menimbulkan bronchitis kronik, hanya memperburuk penyakit tersebut.

6.
a)

b)

c)

d)

e)

f)

g)

h)

i)

j)

B.

1)
2)
3)
4)
5)

Data Dasar Pengkajian


Aktifitas / istirahat
Gejala: Kelelahan, Dispnea, ketidak mampuan untuk tidur, tirah baring lama,
Tanda: Gelisa, Lemah, Imsomnia, kecepatan jantung tak normal.
Sirkulasi
Tanda: Takikardia
Penurunan tekanan darah (Hipotensi), nadi lemah dapat menunjukan anemia.
Integrasi Ego
Gejala: Perasaan takut, takut hasil pembedahan, perasaan mau pingsan, perubahan pola hidup,
takut mati.
Tanda: Ketakutan, Gelisah, ansietas, Gemetar, Wajah tegang, peningkatam keringat.
Makanan dan cairan
Gejala: Kehilangan nafsu makan, Mual / muntah.
Tanda: Berkeringat, edema tungkai kiri atas Glukosa dalam Urin
Eliminasi
Gejala: Penurunan frekuensi urin
Tanda: Urin kateter terpasang, bising usus samar
Nyeri / Kenyamanan
Gejala: Nyeri kepala, nyeri dada, nyeri tungkai tungkai
Tanda: Berhati hati pada daerah yang sakit, mengkerutkan wajah
Penafasan
Gejala: Kesulitan bernapas
Tanda: Peningkatan frekuensi / takipnea penggunaan asesori pernapasan
Neurosensori
Gejala:
Kehilangan
kesadaran
sementara,
sakit
kepala
daerah
frontal
Tanda: Perubahan mental (bingung, somnolen), disorientasi
Keamanan
Gejala: Adanya trauma dada
Tanda: Berkeringat, Kemerahan,kulit pucat
Pembelajaran / Penyuluhan
Gejala: Faktor resiko keluarga, tumor, penggunaan obat Rencana Pemulangan: Kebutuhan dalam
perawatan diri pengaturan rumah / memelihara Perubahan program obat.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Brunner & Suddarth (1996) dan Doengoes, Marilynn, dkk, (2000) :
pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kemampuan paru.
nyeri dada berhubungan dengan infark paru-paru.
gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi.
Resiko gagal jantung kanan berhubungan dengan peningkatan kerja ventrikel kanan.
intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan suplai oksigen dalam jaringan

C.

INTERVENSI
Menurut Brunner & Suddarth (1996) dan Doengoes, Marilynn, dkk, (2000) :

Diagnosa I :
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kemampuan paru
Tujuan : pola nafas efektif
Kriteria hasil :
Menunjukkan pola napas normal/efektif dng GDA normal.
Bebas sianosis dan tanda gejala hipoksia.
Intervensi :
1.
Identifikasi etiologi atau factor pencetus
2.
Evaluasi fungsi pernapasan (napas cepat, sianosis, perubahan tanda vital.
3.
Auskultasi bunyi napas.
4.
Catat pengembangan dada dan posisi trakea, kaji fremitus.
5.
Pertahankan posisi nyaman biasanya peninggian kepala tempat tidur.
6.
Berikan oksigen melalui kanul/masker
Rasional :
1.
mengetahui etiologi dan faktor pencetus.
2.
dapat mengkaji fungsi pernafasan
3.
dapat mendengarkan bunyi nafas normal atau tidak
4.
dapat mengetahui penumpukan sekret atau benda asing lain
5.
untuk memudahkan klien bernafas
6.
memaksimalkan pernafasan dan menurunkan kerja nafas.
Diagnosa II :
Nyeri dada berhubungan dengan infark paru.
Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang
Kriteria hasil :
Pasien mengatakan nyeri berkurang atau dapat dikontrol
Pasien tampak tenang
Intervensi :
1.
Kaji terhadap adanya nyeri, skala dan intensitas nyeri.
2.
Ajarkan pada klien tentang manajemen nyeri dengan distraksi dan relaksasi.
3.
Kaji keefektifan tindakan penurunan rasa nyeri.
4.
Berikan analgetik sesuai indikasi
Rasional :
1.
dapat mengetahui skala nyeri pada klien.
2.
klien dapat mengerti tentang manajemen nyeri dengan distraksi dan relaksasi.
3.
dapat mengurangi rasa nyeri yang diderita klien.

4.

dapat digunakan mengurangi rasa nyeri

Diagnosa III :
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi.
Tujuan : klien akan menunjukkan pertukaran gas yang normal.

Kriteria hasil :
klien akan menunjukkan pertukaran gas yang normal dan warna kulit merah muda.
Intervensi :
1.
Kaji frekuensi, irama, bunyi dan dalamnya pernafasan.
2.
Berikan tambahan oksigen.
3.
Pantau saturasi oksigen.
4.
Koreksi keseimbangan asam basa.
5.
Beri posisi yang memudahkan meningkatkan ekspansi paru.
6.
Latih batuk efektif dan nafas dalam.
Rasional :
1.
mengetahui normal atau tidaknya pernafasan.
2.
memaksimalkan permafasan dan menurunkan pernafasan.
3.
menyeimbangkan oksigen antara inspirasi dan ekspirasi.
4.
mengetahui normal tidaknya pertukaran gas.
5.
untuk memudahkan pernafasan.
6.
dapat mengurangi atau mengeluarkan sekret

Diagnosa IV :
Resiko gagal, jantung kanan berhubungan dengan peningkatan kerja ventrikel kanan.
Tujuan : denyut nadi klien kembali normal
Kriteria Hasil : denyut jantung kembali normal
Intervensi :
1.
Kaji denyut jantung tiap 4 jam sekali.
2.
Auskultasi denyut jantung.
3.
Berikan lingkungan tenang, nyaman, dan kurangi aktivitas.
4.
Pertahankan tirah baring; tinggikan kepala tempat tidur
Rasional :
1.
mengetahui normal tidaknya denyut jantung.
2.
dapat mengetahui bunyi jantung.
3.
agar pasien dapat istirahat dengan tenang.
4.
untuk mengurangi kerja jantung
Diagnosa V :
Intoleransi aktivitas brhubungan dengan penurunan suplai oksigen dalam jaringan.
Tujuan : pasien tidak intoleransi aktivitas lagi.
Kriteria Hasil :

berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan


menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologi.
intervensi :
1.
kaji respon aktivitas.
2.
instruksi pasien tentang teknik penghematan energi.
3.
beri dorongan untuk melakukan aktivitas atau perawatan diri bertahap jika intoleransi
kembali.
rasional :
1)
mengetahui seberat atau sebesar apakah aktivitas yang dapat dilakukan oleh klien.
2)
pasien dapat menghemat energinya sendiri.
3)
pasien dan keluarga dapat melakukan perawat diri sendiri apabila intoleransi kembali.
D.

1.
2.
3.
4.
5.

EVALUASI
Hasil Yang diharapkan dari pasien menjadi dasar untuk mengevaluasi sejauh mana
perkembangan yang telah dicapai pasien. Pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan antara
lain :
Apakah gejala-gejala telah mereda?
Apakah pasien sudah bisa melakukan pernafasan dengan normal ?
Apakah terdapat deteksi dini dan penanganan komplikasi?
Apakah pasien telah cukup siap untuk melakukan perawatan diri dan pengobatan di rumah?
Apakah pasien dan keluarganya telah memilih tempat pelayanan pendukung yang sesuai?
BAB IV
PENUTUP

A.

KESIMPULAN

1.

Emboli paru merupakan keadaan terjadinya obstruktur sebagian atau total sirkulasi arteri
pulmonal atau cabang cabang akibat tersangkutnya emboli thrombus atau emboli yang lain.
2. Dari hasil penelitian dari outopsy paru pasien yang meninggal karena penyakit ini menunjukan
dengan jelas disebabkan oleh thrombus pada pembuluh dara, terutama vena di tungkai bawah
atau dari jantung kanan.
3.
Embolus paru banyak terjadi akibat lepasnya suatu thrombus yang berasal dari pembuluh dara
vena kaki.
4. Gambaran klinis emboli paru berpariasi tergantung pada beratnya obstruksi pembuluh darah,
jumlah embpli paru, ukurannya, lokasi, umur pasien,dan penyakit kardiopulmonal yang ada.
B.

SARAN
Semoga Mahasiswa Keperawatan mampu memahami penyakit emboli paru - paru
dengan baik serta mampu menerapkan tindakan keperawatan emboli pari paru dengan
professional.

DAFTAR PUSTAKA
Contran Kuman Rabbins, 1996, Dasar Patologi Penyakit: Edisi Ke 5, EGC: Jakarta.
Djojodibroto, Darmanto, 2009, Respirology, EGC: Jakarta.
W, Sudoyo, Ani, 2006, Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:
Jakarta.
A, Price, Sylvia, dan M, Wilson,Clorraine, 2006, Patofisiologi: Edisi Ke 6,EGC: Jakarta.
Brunner & Suddrath. 1996. buku ajarkeperawatan medikal-bedah. Jakarta : Buku kedokteran
EGC.
Doengoes, Marilynn, dkk, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S,
EGC, Jakarta.
http://nursingbegin.com/asuhan-keperawatan-pada-klien-emboli-paru/

Anda mungkin juga menyukai