Anda di halaman 1dari 22

Pengertian, Analisis dan Contoh Wacana Detail - Wacana adalah segala sesuatu yang

berbentuk tulisan, perkataan, atau ucapan yang bersifat kontekstual. Wacana juga dapat diartikan
sebagai kumpulan kalimat yang saling berangkai membentuk suatu kesatuan makna yang padu
dan utuh. Dalam strata kebahasaan, wacana ditempatkan pada posisi teratas, karena wacana
merupakan satuan gramatikal tertinggi dan terbesar di dalam sebuah bahasa.
Wacana dapat berbentuk kata, kalimat, paragraf atau bahkan karangan utuh yang memiliki
amanat lengkap seperti pada buku atau pun artikel. Kalimat kalimat yang menyusun sebuah
wacana haruslah kalimat yang padu dan sesuai dengan konteks, bukan kalimat kalimat yang
saling terputus dan lepas konteks. Oleh karena itu, wacana dapat diartikan juga sebagai tulisan
atau perkataan yang memiliki keutuhan unsur unsur makna dan konteks yang melingkupinya
-teori tersebut, seorang analis dapat membaca buku-buku yang relevan dengan isu
yang dihadapi atau menggunakan aktivitas perkuliahan untuk membantu. Jadi, tidak
ada alasan bagi aktivis untuk meninggalkan ruang kuliah.

Facebook
Putri
Beranda
20+
Permintaan Pertemanan
Pesan
9 Pemberitahuan

Pengaturan Akun

Mengelola Kastrat (Bagian 2: Menganalisis Isu)


19 Januari 2013 pukul 13:14
Ahmad Rizky M. Umar

Pernah bergiat di Departemen Kajian Strategis BEM KM UGM 2008-2012

Salah satu fungsi utama Kastrat adalah menganalisis isu yang beredar di masyarakat dan
memberikan sikap. Analisis dan sikap menjadi dua sisi mata uang dari aktivitas Kastrat. Sikap
harus didasarkan pada analisis yang tajam, sementara analisis juga harus berujung pada sikap
gerakan. Begitulah seterusnya.

Pembuatan analisis memiliki sedikit 'seni' yang harus diperhatikan bagi para analis. Membuat
analisis tidak sekadar menuliskan sikap dalam kertas pernyataan sikap. Diperlukan kejelian bagi
para pegiat Kastrat untuk melihat sebuah permasalahan dan membedahnya sehingga bisa
dijadikan sebuah pertimbangan bagi penentuan sikap gerakan.

Apa itu Analisis Isu?


Menganalisis isu berarti mengurai data/informasi terkait sebuah isu dengan sebuah pendekatan
yang spesifik, sehingga akar masalahnya dapat terlihat dan dapat disikapi oleh mahasiswa.
Analisis isu memerlukan metode yang tepat, pengetahuan yang logis, dan pendekatan yang
sesuai. Metode, pendekatan, dan pengetahuan itu bisa didapatkan oleh mahasiswa di bangku
kuliah.

Menganalisis isu dapat diibaratkan seperti 'memasak' di dapur. Koki tidak bisa sembarangan
mencampur bahan. Ada cara-cara yang harus dilakukan seperti menumis, memotong daging,
hingga menggoreng atau mengukus. Masing-masing cara berbeda, untuk menghasilkan makanan
yang diinginkan. Begitu juga dengan analisis. Kastrat perlu meramu informasi, mencampurnya
dengan hati-hati, menumisnya dengan pendekatan yang diinginkan, hingga menggoreng
informasi tersebut dengan metode analisis yang jitu. Semuanya memerlukan kehati-hatian dan
seni tersendiri, tak bisa sembarangan.

Mengapa Sebuah Isu Perlu Dianalisis?


Analisis Isu diperlukan untuk memastikan sikap yang dikeluarkan oleh organisasi benar-benar
mewakili kepentingan mahasiswa, tidak ditunggangi oleh kepentingan politik manapun. Kastrat
tidak bisa hanya mengandalkan media massa sebagai pertimbangan gerakan. Seringkali,
pemberitaan media dipenuhi oleh tendensi-tendensi tertentu yang diolah melalui framing oleh
pemilik media. Akibatnya, pemberitaan menjadi bias kepentingan tertentu. Tugas Kastrat-lah

untuk menganalisis pemberitaan media tersebut, sehingga tidak semua berita menjadi isu gerakan
yang mesti disikapi. Ini akan tergantung pada analisis yang dibuat oleh Kastrat.

Sebagai contoh, kita bisa melihat pemberitaan mengenai tragedi Lumpur yang terjadi di Porong,
Sidoarjo. Pemberitaan di MetroTV pasti akan menyebutnya sebagai 'Lumpur Lapindo', disertai
dengan pemberitaan yang menyudutkan PT Lapindo milik Bakrie sebagai pihak yang
bertanggung jawab. Sementara itu, pemberitaan di TV-One lebih cenderung menggunakan istilah
'Lumpur Sidoarjo' dan melihat tanggung jawab berada pada pemerintah. Isu yang diangkat
sebagai berita sama, tapi arah pemberitaannya berbeda. Ini jelas tak terlepas dari kepentingan
politik redaksi koran yang bersangkutan.

Akan tetapi, bukan berarti Kastrat menolak pemberitaan media. Berita tetap menjadi sumber
informasi. Tetapi, berita itu sendiri perlu dilihat secara kritis, dan untuk menjadikannya sebagai
isu gerakan, Kastrat perlu menganalisisnya secara cermat.

Jenis-Jenis Analisis
Analisis Isu bisa bermacam-macam. Hal ini akan sangat tergantung pada tujuan analis Kastrat.
Secara umum, metode yang digunakan oleh seorang analis Kastrat adalah metode kualitatif. Ia
bisa berbentuk analisis isi (content analysis), analisis wacana (discourse analysis), analisis
komparatif, dan lain sebagainya. Penting bagi Kastrat untuk menentukan metode dalam
menganalisis suatu data.

Jika menggunakan analisis isi, teknik yang dilakukan adalah mengupas kata per kata dari
pemberitaan/rumusan kebijakan dan melihat konsekuensi logis dari kata per kata tersebut. Jika
menggunakan analisis wacana, yang dilihat bukan hanya isi teks dari kebijakan/pemberitaan,
tetapi juga discourse apa yang ditampilkan dari kebijakan itu. Sementara jika menggunakan
analisis komparatif, yang dilihat adalah perbandingannya dengan tempat lain.
Saya akan memberikan tiga jenis analisis yang biasanya dilakukan untuk menopang kebutuhan
gerakan.

(1) Analisis Isi/Deskriptif

Jenis analisis ini adalah analisis paling standard dan mudah bagi Kastrat. Analisis ini membahas
secara mendalam terhadap isi (esensi) suatu informasi tertulis atau tercetak dalam media massa.
Dengan menggunakan analisis ini, seorang analis akan melihat informasi berdasarkan 'apa yang
tertulis' dan hanya melihat implikasi-implikasi logis dari teks tersebut. Cara membacanya sangat
esensialis, dengan fokus pada sistematika dan substansi teks.

Sebagai contoh, ketika ingin menganalisis UU Pendidikan Tinggi, analisis isi akan melihat UU
ini pada substansi teksnya, apakah UU ini bermasalah pada pasal per pasal atau tidak, serta
bagaimana konsekuensinya.

(2) Analisis Wacana


Jenis analisis ini lebih tinggi tingkat kesulitannya. Seorang analis akan melihat teks tidak hanya
pada apa yang tertulis pada teks, tetapi pada konstruksi wacana yang membentuk teks tersebut.
Teks tidak dilihat pada apa yang berada di dalamnya, tapi pada kontestasi pemaknaan yang
membentuk teks tersebut. Oleh sebab itu, analisis wacana akan memfokuskan pada bagaimana
teks tersebut dimaknai dengan membentuk rantai pemaknaan yang hegemonik pada teks tersebut.
Sehingga, teks bukan sesuatu yang 'apa adanya' tetapi lebih sebagai sesuatu yang 'diisi' oleh satu
format pemaknaan tertentu.

Sebagai contoh, ketika ingin menganalisis UU Pendidikan Tinggi, analisis wacana akan melihat
konstruksi wacana apa yang sebenarnya membentuk UU ini, bagaimana ia beroperasi dalam
pasal-pasal yang ada di UU itu, dan bagaimana ia menghegemoni pemaknaan UU tersebut.

(3) Analisis Komparatif


Jenis analisis ini melihat sebuah informasi tidak hanya pada konstruksi wacana atau substansi
teksnya, tetapi bagaimana teks itu ada di tempat lain dan apa konsekuensinya. Makna tidak
hanya dibentuk di dalam teks, tetapi harus dikontestasikan dengan teks/data/informasi lain.
Dengan demikian, sebuah informasi harus dilihat dengan cara membandingkannya dengan
informasi di tempat lain. Analisis ini memerlukan data dan informasi yang lebih valid dan lebih
kompleks, karena harus menggunakan dua jenis data yang berada pada tingkat yang sama.

Sebagai contoh, ketilka ingin menganalisis UU Pendidikan Tinggi, analisis komparatif akan
melihat bagaimana UU ini di negara lain, bagaimana substansi pasa-pasalnya dan bagaimana

konstruksi wacana keduanya. Kesimpulan analisis ini lebih berbobot karena informasinya yang
sangat kompleks, tetapi akan sangat melelahkan bagi seorang analis Kastrat.

Masih adakah jenis analisis yang lain? Tentu saja ada dan masih dimungkinkan untuk
berkembang. Seorang analis Kastrat bisa menemukan di tempat lain. Tetapi, jangan terjebak pada
pencarian metodologis: carilah jenis analisis yang sesuai dengan kebutuhan organisasi.

Komponen Analisis
Untuk menganalisis sebuah isu, diperlukan 'bahan' alias komponen-komponen tertentu. Apa saja
komponen yang diperlukan oleh seorang analis Kastrat ketika ingin menganalisis sebuah
isu/permasalahanan?

(1) Informasi dan Data


Untuk menganalisis sebuah isu, diperlukan informasi yang cukup. Analisis harus didasarkan
pada informasi yang benar. Ketidakbenaran informasi akan menyebabkan analis sampai pada
kesimpulan yang salah. Oleh sebab itu, seorang analis harus memastikan informasi yang
didapatkan benar-benar valid. Selain itu, analis juga perlu mengumpulkan informasi sebanyakbanyaknya, agar hasil analisis benar-benar dapat dipertanggungjawabkan.

Data adalah informasi yang disistematisasikan. Untuk memudahkan seorang analis, informasi
yang sudah dikumpulkan perlu dipilah dan dibuat menjadi data yang sistematis. Gunanya adalah
ketika ingin dianalisis, seorang analis akan mudah mengidentifikasi mana data yang penting dan
mana yang tidak begitu penting.

(2) Pendekatan/Perspektif
Selain mengumpulkan data dan informasi, analis Kastrat juga perlu mengidentifikasi pendekatan
apa yang akan digunakan untuk menganalisis masalah. Pendekatan adalah sudut pandang yang
digunakan untuk menginterpretasikan data. Jika mengacu pada kamus Besar Bahasa Indonesia,
pendekatan adalah "usaha dalam rangka aktivitas penelitian untuk mengadakan hubungan
dengan orang yang diteliti, metode untuk mencapai pengertian tentang masalah penelitian".
Pendekatan bisa diposisikan juga sebagai perspektif, posisi kita untuk membaca sebuah
permasalahan.

Pada intinya, pendekatan adalah posisi teoretik seorang analis ketika ia berhadapan dengan
sebuah data yang telah disajikan. Penting untuk dicatat, pendekatan itu bisa dipilih dan tidak
bersifat tunggal. Semua pendekatan bisa digunakan untuk melakukan analisis, baik digunakan
secara konsisten maupun dikombinasikan dengan pendekatan yang lain. Kombinasi dan
konsistensi pendekatan itu akan ditentukan oleh teori apa yang digunakan oleh seorang analis.

(3) Teori
Untuk memastikan pendekatan yang digunakan oleh analis itu relevan dengan problem yang
dihadapi, pendekatan perlu diperkuat oleh teori. Menurut KBBI, teori adalah "pendapat yg
didasarkan pd penelitian dan penemuan, didukung oleh data dan argumentasi". Setelah informasi
itu didekati dengan cara pandang tertentu, cara pandang tersebut perlu diperkuat dengan teoriteori yang relevan. Teori tersebut akan merujuk pada data yang ada. Untuk berteori, seorang
analis perlu memiliki pengetahuan yang cukup. Untuk mendapatkan teori-teori tersebut, seorang
analis dapat membaca buku-buku yang relevan dengan isu yang dihadapi atau menggunakan
aktivitas perkuliahan untuk membantu. Jadi, tidak ada alasan bagi aktivis untuk meninggalkan
ruang kuliah.

(4) Metode Analisis


Setelah memilah dan memilih teori yang akan digunakan, seorang analis Kastrat juga perlu
menentukan metode apa yang akan ia gunakan untuk menganalisis data/informasi yang tersedia.
Metode adalah cara/teknik yang digunakan untuk menganalisis sebuah permasalahan. Menurut
KBBI, Metode adalah "cara yang telah teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai suatu
maksud". Ia adalah cara yang ditempuh oleh seorang analis untuk sampai npada kesimpulan dan
sikap gerakan dari analisis yang ia lakukan.

Pilihan-pilihan metode apapun sah, asal dilakukan secara konsekuen oleh seorang analis Kastrat.
Konsistensi atas metode akan memperkuat sikap/posisi intelektual seorang analis Kastrat.
Dengan pemahaman dan prosedur metodologis yang sah, Kastrat akan dapat
mempertanggungjawabkan sikap yang ia hasilkan secara terbuka dan juga ilmiah.

Prosedur Dasar Analisis


Sebuah analisis memiliki prosedur-prosedur dasar yang perlu diperhatikan. Prosedur ini tidaklah
baku, tetapi bisa menjadi panduan dasar bagi analis Kastrat untuk melakukan analisis secara

lebih mendalam. Setidaknya, saya memetakan ada empat prosedur mendasar bagi sebuah analisis
Kastrat.

(1) Memilah Informasi dan Data


Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, informasi adalah sesuatu yang diterima oleh seorang analis
dari sumber-sumber tertentu, sementara data adalah informasi yang disistematisasikan. Perlunya
mengumpulkan informasi dan mensistematisasi data adalah untuk memberikan dasar argumen
yang kuat. Informasi bukan dasar untuk bergerak, tetapi ia dasar untuk memberikan argumentasi
bagi gerakan. Tanpa data, gerakan hanya akan terjebak asumsi dan mudah dipatahkan oleh lawan
bicara. Ini perlu diperhatikan oleh seorang analis Kastrat.

Informasi tak bisa hanya diambil begitu saja (taken for granted), melainkan ia juga perlu
dikritisi. Oleh sebab itu, penting bagi seorang analis untuk memilah informasi dan data yang ada,
mana yang fakta dan mana yang opini. Seorang analis Kastrat perlu lebih jeli dalam melihat hal
ini.

Fakta adalah informasi yang kebenarannya telah terbukti adanya. Ia bisa berupa informasi angka
atau kalimat yang menyatakan kebenaran. Sementara itu, opini adalah sesuatu yang berasal dari
pikiran seseorang dalam membaca sebuah informasi. Asumsi adalah sesuatu yang masih berada
dalam dugaan pembuatnya. Dalam pemberitaan, opini dan asumsi seringkali masuk dalam
informasi yang diterima. oleh sebab itu, penting untuk dipilah terlebih dulu informasi yang ada
tersebut.

Bagaimana cara membedakan opini dan asumsi dengan fakta? Kita lihat nilai kebenarannya. Jika
ia sudah terbukti benar, tanpa ada syak wasangka, maka ia adalah fakta. Fakta dibahasakan
secara tegas dan bisa dibuktikan kebenarannya. Jika ada data yang nilai kebenarannya tidak jelas,
analis bisa pisahkan datanya. Ia perlu dibuktikan terlebih dulu hingga benar. Sementara opini
berasal dari praduga seseorang. Ia berbeda dengan fakta dalam penyampaiannya. Opini
dibahasakan dengan ambigu dan menggunakan kata-kata sifat.

Mari kita urai salah satu pemberitaan berikut:

"Dalam UU PT, kata Nuh, pemerintah membuat beberapa aturan yang wajib dipenuhi untuk
perguruan tinggi asing yang ingin masuk ke Indonesia. Hal paling utama diperhatikan
khususnya adalah status akreditasinya. Pasalnya, hanya perguruan tinggi asing dengan mutu
baik diizinkan masuk ke Indonesia." (Kompas, 12/7/12)

Pada pemberitaan itu, apa fakta dan opininya? Fakta yang bisa diidentifikasikan: (1) M Nuh
memberikan pernyataan tentang UU Pendidikan Tinggi; dan (2) Di UU Pendidikan Tinggi, ada
aturan tentang Perguruan Tinggi asing. Dua hal ini jadi fakta karena terbukti kebenaranya.
Sementara opininya antara lain: (1) Status akreditasi diperhatikan dalam UU Pendidikan Tinggi;
(2) Hanya perguruan tinggi dengan mutu baik diizinkan masuk ke Indonesia. Dua hal itu masuk
sebagai opini karena ambiguitas, dimana statement pertama menyiratkan kata 'diperhatikan' yang
sangat subjektif, serta kaliman kedua menyatakan 'baik' yang adalah kata sifat.

Contoh-contoh serupa dapat kita lihat di berbagai pemberitaan lain. Pada intinya, berita dan
informasi harus dipilah, dipisahkan opini dan faktanya, agar benar-benar bisa jadi pertimbangan.
Opini yang ada dalam pemberitaan perlu dipisahkan dulu agar tidak mengganggu frame berpikir
analis. Dengan pemilahan, analis bisa memberikan analisis secara lebih matang.

(2) Menentukan Perspektif


Kumpulan data saja tidak bisa menjadi dasar argumen. Ia harus diinterpretasikan (ditafsirkan)
agar akar masalah yang ada pada data tersebut muncul. Oleh sebab itu, ia harus dilihat dari cara
pandang tertentu. Inilah yang di bagian sebelumnya kita sebut sebagai perspektif. Cara pandang
ini akan menentukan posisi analis, ia akan melihat data seperti apa dan dari posisi mana.

Bagaimaa kita menentukan perspektif? Di sini, seorang analis mesti mengetahui dan memahami
tradisi berpikir apa saja yang bisa dijadikan pijakan. Perspektif bisa dipelajari dan dibaca dalam
beberapa literatur.. Secara garis besar, pendekatan analisis dapat dibagi ke dalam dua bentuk
pendekatan: struktural dan agensi. Pendekatan struktural melihat persoalan pada kesatuan
'struktur' yang membentuk masyarakat, sehingga persoalan-persoalan yang ada akan dilihat pada
jalinan-jalinan pada kesatuan struktur tertentu. Biasanya, pendekatan struktural banyak dipakai
oleh kaum Marxis, Post-Marxis, realis, dan sejenisnya. Sementara itu, pendekatan agensi
biasanya melihat persoalan pada kemampuan agen/aktor tertentu dalam sebuah persoalan,
sehingga persoalan yang ada akan dilihat pada aktor siapa yang bermain di sana. Pendekatan
liberal dan neoliberal biasanya menggunakan tipe pendekatan ini.

Menentukan perspektif harus dilakukan dengan melihat relevansi perspektif itu terhadap
kasusnya. Biasanya, hampir semua perspektif bisa digunakan untuk menganalisis isu, tetapi ada
juga perspektif yang tidak begitu pas untuk membaca kasus tersebut. Penting untuk dilihat,
seorang analis tidak boleh berpretensi untuk menunggalkan satu perspektif sebagai satu-satunya
perspektif yang benar. Semua analisis akan mengarah pada bentuk kebenaran dengan wajah yang
berbeda. Persoalannya, tinggal konsistensi seorang analis untuk menggunakan perspektif itu.

Sebagai contoh, untuk membaca informasi tentang Lumpur Lapindo, seorang analis perlu
memakai pendekatan tertentu: apakah ia akan melihat lumpur itu sebagai kegagalan negara
dalam menyelesaikan masalah internalnya (yang berarti pendekatannya adalah realist) ataukah
justru ia akan melihat lumpur itu sebagai problem kapitalisme (yang berarti pendekatannya
adalah Marxis). Pendekatan nantinya akan menentukan metode apa yang akan diambil untuk
menganalisis kasus tersebut.

Mungkinkah perspektif yang digunakan bersifat kombinasi? Sangat mungkin. Tetapi, perlu
dicatat, kombinasi itu harus dilakukan secara selektif dan konsekuen. Ini mungkin memerlukan
kejelian dan keahlian yang lebih khusus dari seorang analis. Yang jelas, konsistensi dan relevansi
menjadi hal yang sangat penting bagi penentuan perspektif yang digunakan.

(3) Membedah Data


Setelah menentukan perspektif, seorang analis kemudian akan membedah data yang sudah ada
dengan menggunakan teori-teori yang berasal dari perspektif yang dipilih. Proses ini adalah yang
paling penting dalam keseluruhan proses analisis. Dengan membedah data, analis akan
'menafsirkan' data yang sudah dikumpulkan untuk kemudian disimpulkan menjadi sebuah sikap
gerakan.

Dalam pemilihan teori, perlu memperhatikan (1) konsistensi sudut pandang/pendekatan yang
dipakai dan (2) relevansi dengan data yang ada. Teori harus berada dalam satu sudut pandang
yang konsisten. Jika sudut pandang yang digunakan itu bersifat kombinasi, maka teori juga bisa
mengambil kombinasi pada sudut pandang tersebut. Konsistensi diperlukan agar penjelasan yang
dihasilkan dari analisis bersifat logis dan masuk akal, juga bisa dipertanggungjawabkan. Selain
konsistensi, relevansi juga penting, agar teori yang digunakan benar-benar bisa menjabarkan data
dan informasi yang ada dalam sebuah kerangka penafsiran yang utuh.

Bagaimana kita menggunakan teori untuk menafsirkan data? Semisal, kita mendapatkan
beberapa data berikut:
1. UU Pendidikan Tinggi hak mengelola dana, mengangkat dosen sendiri, atau mendirikan
badan usaha dan mengelola dana abadi;
2. UU Pendidikan Tinggi memberikan dasar otonomi kampus;
3. UU Pendidikan Tinggi memfasilitasi pendirian badan usaha ataupun kerjasama industri dari
kampus.

Jika kita menggunakan perspektif Marxis sebagai pendekatan utama untuk membedah data
tersebut, kita akan memperoleh beberapa analisis berikut: Pertama, kampus diposisikan sebagai
entitas yang bersifat otonom dalam hal keuangan. Otonomi kampus ini menyebabkan subsidi
negara ke kampus dikurangi. Secara teoretis, jika melihat kerangka framework bank dunia
(1994), pencabutan subsidi negara menyebabkan pasar bisa ekspansi sampai ke dalam kamps.
Kedua, Kampus menjadi instrumen untuk melakukan 'akumulasi kapital' dengan pendirian
badan usaha dan otonomi yang memungkinkan kampus bisa menjadi komersial. Ketiga,
mengadcu pada dua analisis di atas, politik pendidikan tinggi Indonesia diarahkan pada semangat
untuk meneguhkan hegemoni pasar dan menjadi bagian dari akumulasi kapital, menjadikan
pendidikan sebagai komoditas.

Contoh teori itu adalah pada perspektif Marxis. Jika organisasi pergerakan punya perspektif yang
lain, bisa digunakan. Untuk menggunakan teori secara tepat, seorang analis Kastrat harus
membaca literatur yang terkait dengan perspektif tersebut. Bacalah dari sumber utama dan
kontekstualisasikan dengan kasus yang akan dibedah. Terpenting, perspektif itu digunakan secara
konsekuen dan memang benar-benar bisa dijadikan alat untuk membedah data secara
komprehensif. Hal ini akan memerlukan kejelian dan keterampilan pegiat Kastrat.

(4) Generalisasi dan Kesimpulan


Setelah dibedah, teori akan digeneralisasi dan disimpulkan. Penarikan kesimpulan ini mesti
dilakukan dengan prosedur penarikan yang logis. Oleh sebab itu, pentin bagi seorang analis
Kastrat untuk membekali diri dengan ilmu logika sederhana. Penarikan kesimpulan yang logis
adalah ditarik dari pembedahan data yang sudah ada. Jangan sampai, ada inkonsistensi antara
analisis yang sudah dilakukan dengan kesimpulan yang ditarik.

Sebagai contoh, kita bisa menarik kesimpulan dari analisis yang sudah dibedah sebelumnya:
tentang UU Pendidikan Tinggi. Jika menggunakan perspektif Marxis, maka kesimpulannya
adalah UU Pendidikan Tinggi adalah bagian tak terpisahkan dari sistem sosial kapitalisme. Ia
akan punya konsekuensi berupa komersialisasi dan liberalisasi penddikan yang merupakan
turunan dari kapitalisme tersebut. Penarikan kesimpulan ini sifatnya sederhana: lihatlah analisis
yang sudah dibedah sebelumnya dan lihat konsekuensi apa saja yang muncul dari analisis itu.
Kesimpulan akan menuntun kita pada sikap gerakan yang akan diambil dari analisis tersebut.

Bagaimana Menentukan Sikap Gerakan?


Setelah kesimpulan dari analisis ditarik, tibalah giliran seorang analis Kastrat untuk menentukan
sikap gerakannya. Sikap ini adalah 'garis finish' dari analisis isu yang dibuat oleh Kastrat.
Berbeda dengan proses sebelumnya yang bisa mengambil jalan memutar, sikap harus tegas.
Katakanlah A adalah A dan B adalah B. Tetapi, tentu saja, dengan mempertimbangkan hasil
analisis sebelumnya.

Secara garis besar, ada tiga sikap yang bisa diambil oleh organisasi pergerakan mahasiswa terkait
dengan isu yang dibahas.

(1) Menerima. Jika hasil analisis sesuai dengan kebijakan, maka keputusan untuk 'menerima' tak
perlu malu untuk diambil. Katakanlah dengan tegas, menerima. Akan tetapi, jangan menerima
secara utuh. Berikanlah catatan kritis terkait dengan apa yang harus dilakukan jika menerima.
Jangan sampai, organisasi pergerakan hanya menerima tapi tak mengerti mengapa ia menerima
dan apa konsekunesinya.

(2) Menolak. Ini sikap mayoritas gerakan mahasiswa terhadap kebijakan pemerintah. Jika
ternyata analisis dan hasil kajian menyatakan tidak sependapat dengan kebijakan pemerintah,
maka tolaklah kebijakan itu. Tetapi, tentu saja, tidak menolak secara buta. Berikanlah
argumentasi penolakan dan langkah gerak apa yang akan dilakukan untuk mengawal penolakan
itu. Atau, bisa juga memberikan alternatif kebijakan yang perlu dilakukan. Pada intinya, jangan
beri cek kosong dan jangan pula menolak asal beda. Tolaklah secara kritis.

(3) Menunda Penyikapan. Sikap ini agak jarang diambil oleh mahasiswa, dan kadang bisa
tertukar dengan 'bingung menyatakan sikap'. Menunda penyikapan bukan berarti tidak bersikap.
Menunda berarti memutuskan untuk tidak menyikapi sebuah isu dan menunggu sampai ada
kejelasan. Hal semacam ini bisa terjadi karena informasi yang tidak tuntas, perdebatan yang

belum selesai di internal organisasi, atau bisa juga karena pokok persoalannya bukan di sana.
Dalam isu-isu yang punya potensi politis dan konflik tinggi, sikap ini bisa diambil, untuk
mematangkan kajian. Karena, bersikap dengan pertimbangan yang lemah hanya akan menyeret
gerakan mahasiswa ke dalam politik elit yang liar. Tetapi, tentu saja, bersiaplah dengan tekanantekanan politik yang akan muncul.

Dengan penyikapan, Kastrat akan menjadi lebih powerful. Gerakan akan lebih punya nyawa dan
akan lebih tegas dalam bersikap. Jadikanlah analisis sebagai senjata utama gerakan. Jadi, tidak
ada istilah 'bingung dalam bersikap', bukan? Bergeraklah atas dasar pengetahuan, kawan!
[bersambung]
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Bagikan
4 Komentar
4343
20 kali dibagikan
Komentar

Afiat Anang Achmad Eko Prabowo Bara Lintar Muhammad Delly Permana
19 Januari 2013 pukul 13:32 Suka
R Aditya Aryandi :D cc : Alvita Indraswari Dita Innata
22 Januari 2013 pukul 17:15 Suka
Zaki Arrobi cc : Rajif Dri Angga
23 Januari 2013 pukul 7:07 Suka
Zahrana cc: Aprihadi Eril Perdana
26 Januari 2013 pukul 18:27 Suka

Ahmad Rizky Mardhatillah Umar

Research Assistant di ASEAN Studies Center Universitas Gadjah Mada

Catatan oleh Ahmad Rizky Mardhatillah Umar

Semua Catatan

Ditandai
Ditandai

Sisipkan Kiriman

Laporkan

Saran Halaman

Lihat Semua
Saran Halaman

Tips dan Inspirasi


103 rb orang menyukai ini.

Tribun Solo
165 rb orang menyukai ini.

Sakhi Rajutan Pontianak


Wulid dan 2 teman lainnya menyukai ini.

Orang Yang Mungkin Anda Kenal

Lihat Semua
Orang Yang Mungkin Anda Kenal

Nera Umilia Purwanti


7 teman yang sama

Ega Kusuma Anindhita


31 teman yang sama

Fransiska Linda
17 teman yang sama

Umam Fauzi
12 teman yang sama
Buat Buat
Pengemban Karie
Pilihan Ketentua
Tentang
PrivasiKuki
BantuanPengaturan
Iklan Halaman g
r
Iklan n
Log
Aktivitas
Facebook 2016
Bahasa Indonesia

Makmur Sejati menyukai kiriman Heidi Gusmayadi.

Devi Nur Agustyanti mengomentari fotonya sendiri.

Trie Farica menyukai foto Delga Putri di Kronologinya.

Rendra Rukmono menyukai foto Meme & Rage Comic Indonesia.

Yennie Yeyen menyukai foto Eka Putri Gassani.

Neyza Avvra ViruZt BieBer menyukai kiriman Radt Net Gogel.

Melinia Ariana Grey mengirimkan sesuatu melalui Muzy.com.

Indri Agnesty menyukai kiriman Marsita Rian-dini.

Yolanda Sri Rahayu menyukai kiriman Zulvia Jambak II.


Tampilkan Kiriman Terdahulu

Ngobrol dengan teman

Gita Safitri

Ferlino

Trie Farica

Agip Riani

37m
Fenny Dwi Lestarii

Indriana Yunita

Ash Shiddieqy

Mety Apriani

TEMAN LAINNYA (6)

Abdur Rachman

Ade Putri Yulianti

Dian Vidya Sukraningrum

M Zuhri Takayuki

Muhammad Afzalurrahman Putranda

Yolanda Sri Rahayu

Anda mungkin juga menyukai