Anda di halaman 1dari 6

DAFTAR ISI

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir


PTNBR BATAN Bandung, 04 Juli 2013

Tema : Pemanfaatan Sains dan Teknologi Nuklir Serta


Peranan MIPA di Bidang Kesehatan, Lingkungan dan
Industri untuk Pembangunan Berkelanjutan

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS BINUKLIR


HOFMANN-LIKE NETWORK BESI(II) - NIKEL(II) DENGAN
SIANIDA DAN ETILENDIAMIN
Yusi Deawati1, Firman Syamsul Bahtiar2 dan Juliandri3
1,2,3

Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Padjadjaran, Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor,
Sumedang, 45363, yusi_dea@unpad.ac.id

ABSTRAK
SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS BINUKLIR HOFMANN-LIKE NETWORK
BESI(II) - NIKEL(II) DENGAN SIANIDA DAN ETILENDIAMIN. Senyawa kompleks binuklir
Hofmann like-network merupakan suatu senyawa yang memiliki dua sifat magnet, yaitu: high spin dan
low spin dalam kondisi yang berbeda pada satu senyawa sekaligus. Keadaan transisi spin dari high spin
ke low spin atau sebaliknya memiliki jalur hyteresis loop yang berbeda. Semakin lebar hysteresis loop
pada senyawa kompleks binuklir maka akan semakin baik kemampuannya dalam menyimpan memori
seperti dalam random access memory (RAM) pada PC. Tujuan dari penelitian ini adalah mensintesis
senyawa
besi(II) - nikel(II) dengan ligan sianida dan etilendiamin serta menentukan sifat-sifat
senyawa kompleks yang terbentuk. Sintesis kompleks besi(II) - nikel(II) dengan ligan sianida dan
etilendiamin ini dilakukan dengan cara mereaksikan tris-etilendiaminbesi(II) sulfat dengan kalium
tetrasianonikelat(II) dalam pelarut air menggunakan nitrogen Schlenk manifold dalam suasana bebas
oksigen. Penelitian ini menghasilkan kompleks binuklir Hofmann-like network besi(II)-nikel(II)sianida-etilendiamin yang berwarna hitam-kehijauan sebanyak 0,64685 g. Setelah dilakukan uji
kelarutan dengan beberapa pelarut, penentuan kemagnetan dengan MSB, dan penentuan komposisi
molekul padatan kompleks dengan SEM-EDX, diketahui bahwa kedua kompleks hanya larut sempurna
dalam akuaregia 12 M, bersifat paramagnetik pada suhu ruang, dan telah terbentuk ikatan binuklir
antara besi(II) dan nikel(II) dengan sianida sebagai ligan yang menjembatani kedua inti tersebut. Hasil
karakterisasi menggunakan spektrofotometer UV-tampak dan FTIR menunjukkan bahwa kompleks
memiliki serapan maksimum pada maks sebesar 508 nm dan mengandung serapan N-H dari
etilendiamin, O-H dari molekul H2O, C-H sp3 dari etilendiamin, dan CN dari serapan Ni-CN.
Kata kunci: hysteresis loop, kompleks binuklir, transisi spin, nitrogen Schlenk manifold

ABSTRAK
SYNTHESIS AND CHARACTERIZATION OF HOFMANN-LIKE NETWORK BINUCLEAR
COMPLEX OF IRON(II) - NICKEL(II) WITH CYANIDE AND ETHYLENEDIAMINE. Binuclear
complexes of Hofmann-like network are compound that have two magnetic characteristics high and low
spin in different conditions on one compound at once. The state of transition spin of the high to low spin
or otherwise have path hyteresis loop different. Even wider of the hysteresis loop in binuclear complexes
then will be better his ability to keep memories such as in random access memory (RAM) on PC. The
purposes of this research are synthesis compounds of iron(II)-nickel(II) with cyanide and
ethylenediamine ligands and determining the properties complex compounds formed. Synthesis of
complexes of iron(II)-nickel(II) with cyanide and ethylenediamine ligands were done by way of reacting
tris-ethylenediamineiron(II) sulphate with potassium tetrasianonickelat(II) in aquades solvent uses
Nitrogen Schlenk Manifold in an atmosphere free of oxygen. This research resulted in Hofmann-like
network binuclear complex of iron(II)-nickel(II)-cyanide-ethylenediamine are black-greenish colored.
After test solubility was done with some solvent solubility, determination of magnetization with MSB,
and determination of molecular composition of complex solids with SEM-EDAX, note that the complex
is only soluble in aquaregia 12 M, paramagnetic at room temperature, and have formed a binuclear
bond between iron(II) and nickel(II) with a cyanide ligand as a bridging two core samples.

278

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir


PTNBR BATAN Bandung, 04 Juli 2013

Tema : Pemanfaatan Sains dan Teknologi Nuklir Serta


Peranan MIPA di Bidang Kesehatan, Lingkungan dan
Industri untuk Pembangunan Berkelanjutan

Characterization of the results using UV-visible spectrophotometer and FTIR indicated that the
complex has a maximum absorption at max of 508 nm and containing N-H absorption of
ethylenediamine, O-H from H2O molecules, C-H sp3 from ethylenediamine, and CN absorption of NiCN.
Key words: hysteresis loop, binuclear complexes, transition spin, Nitrogen Schlenk Manifold

secara dapat-balik dari suatu keadaan spin


rendah (low spin, LS) diamagnetik ke keadaan
spin tinggi (high spin, HS) paramagnetik
melalui induksi suhu, tekanan, penyinaran dan
medan magnet [3].
Sebagai konsekuensi splitting energi orbital
d pada t2g dan eg dengan adanya pengaruh ligan,
kompleks oktahedral ion logam transisi tertentu,
terutama pada deret transisi pertama dengan
konfigurasi d4 sampai d7, dapat berada dalam
dua keadaan, yaitu spin tinggi (HS) atau spin
rendah (LS), tergantung dari kecenderungan
pengaruh kuat ligan terhadap ion logam. Dalam
pengaruh ligan lemah, keadaan dasar adalah HS,
paramagnetik, dimana multiplisitas spin adalah
maksimum, elektron d terdistribusi pada t2g dan
eg, sedangkan pengaruh ligan kuat menstabilkan
keadaan LS, diamagnetik, dengan multiplisitas
minimum, elektron-elektron pada t2g menjadi
sempurna
dipasangkan
sebelum
sempat
ditambahkan ke eg [4].
Untuk ion d6 besi(II), dua keadaan spin ini
terlihat sangat tajam. Sebagai contoh adalah
ilustrasi [Fe(H2O)6]2+, dimana dengan pengaruh
ligan yang lemah, konfigurasi elektron menjadi
t2g4eg2, sehingga kompleks tersebut memiliki
empat elektron tak berpasangan dan bersifat
paramagnetik (keadaan 5T2g dalam simetri
oktahedral). Pengaruh ligan yang kuat seperti
pada [Fe(CN)6]4- menyebabkan konfigurasi
elektron adalah t2g6eg0 dimana seluruh elektron
berpasangan pada t2g sehingga tidak ada elektron
bebas dan bersifat diamagnetik (keadaan 1A1g).
Ini dapat dilihat pada Gambar 1.

1. PENDAHULUAN
Senyawa kompleks binuklir telah banyak
diteliti dan dikembangkan pada tahun 1930-an.
Keunikan senyawa ini dapat membentuk transisi
spin (TS) dari keadaan high spin ke low spin
ataupun sebaliknya akan memiliki sifat
kemagnetan
yang
lebih
tajam,
serta
penggunaanya lebih luas, terutama untuk
komponen dalam memori komputer. Semakin
lebar hysteresis loop pada senyawa kompleks
binuklir maka akan semakin baik kemampuanya
dalam menyimpan memori.
Kitazawa et al melaporkan gabungan
senyawa kompleks besi(II) dan piridin, suatu
ligan monodentat, dengan senyawa kompleks
Ni(II) membentuk polimer kompleks bimetal
Hofmann-like network yang dibuktikan dari
difraksi sinar x kristal tunggal kompleks tersebut
[1].
Penelitian
ini
dilakukan
dengan
mereaksikan
kalium
tetrasianonikelat(II),
K2[Ni(CN)4]
dan
kompleks
trisetilendiaminbesi(II)
sulfat
[Fe(en)3]SO4.
Penelitian mengenai sintesis kompleks binuklir
besi(II)-nikel(II) dengan ligan sianida dilakukan
untuk pengembangan senyawa kompleks
binuklir hofmann like-network yang berpotensi
memiliki sifat transisi spin.

2. FENOMENA TRANSISI SPIN


Fenomena transisi spin (TS) pada ion
besi(II) pertama kali ditemukan pada kompleks
[Fe(phen)2(NCS)2]
(phen=1,10-fenantrolin)
tahun 1964 oleh Baker dan Bobonich [2].
Selanjutnya penelitian transisi spin terus
berkembang hingga saat ini untuk menemukan
aplikasi sifat magnet yang lebih tajam sehingga
akan lebih efektif dan efisien penggunaanya
pada bidang elektronika.
Pengembangan saklar molekular yang
mampu
menyimpan
dan
memindahkan
informasi saat ini menjadi kajian yang menarik
dalam sains molekul. Kompleks besi(II) sangat
potensial dijadikan saklar molekular karena
mengalami transisi spin (TS) atau perubahan

Gambar 1. Konfigurasi elektron ion besi(II) d6


oktahedral, dalam keadaan HS dan LS. adalah
parameter pengaruh ligan dan P diartikan sebagai
energi pasangan-spin [4].

279

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir


PTNBR BATAN Bandung, 04 Juli 2013

Tema : Pemanfaatan Sains dan Teknologi Nuklir Serta


Peranan MIPA di Bidang Kesehatan, Lingkungan dan
Industri untuk Pembangunan Berkelanjutan

Perilaku konversi spin telah mendorong


banyak penelitian karena transisi orde pertama
dan thermal hysteresis dapat memberikan efek
potential memory. Terjadi perubahan ukuran dan
bentuk molekul seiring perubahan kedua tingkat
spin. Perubahan struktur ini sesuai dengan
transfer elektron dari dua elektron antara orbital
eg dan t2g yang menyertai konversi spin.
Kemudian perubahan perilaku dapat dianggap
sebanding dengan pengukuran transmisi selama
perubahan terjadi,
melalui
interaksi
intermolekul,
dalam keseluruhan molekul
kristal. Kemudian, sintesis polimer koordinasi
1D (satu dimensi), 2D (dua dimensi), dan 3D
(tiga dimensi) telah menjadi jalan alternatif
untuk menyelidiki perilaku magnet sebagai gaya
intermolekul sulit dikontrol [5].

Pekerjaan ini berdasarkan pada senyawa besi(II)


berjembatan 2,2-bipirimidin.

2.1 Senyawa
Tunggal

Kompleks

Besi(II)

3. BAHAN, ALAT, DAN METODE


Penelitian meggunakan bahan-bahan dan
metode-metode yang dijelaskan berikut ini.
3.1 Bahan
Penelitian ini menggunakan bahan-bahan,
yaitu: akuades, H2O(l); akuaregia(aq); asam
klorida, HCl(aq); asam nitrat, HNO3 (aq); aseton;
barium(II) klorida dihidrat, BaCl2.2H2O(s);
besi(II) sulfat heptahidrat, FeSO4.7H2O(s); trisetilendiaminbesi(II) sulfat,
[Fe(en)3]SO4(s);
difosforpentoksida, P4O10. xH2O;
etanol,
C2H5OH(aq); etilendiamin, C2H8N2(aq); kalium
bromida, KBr(s); kalium sianida, KCN; nheksana, C6H14(aq), nikel(II) sulfat heksahidrat,
NiSO4.6H2O(s); nitrogen, N2(g); propanol,
C3H7OH(aq); dan kalium tetrasianonikelat(II),
K2[Ni(CN)4](s).

Berinti

Kompleks besi(II) berinti tunggal lainnya


dengan struktur yang lebih rumit telah sangat
banyak
dilaporkan,
seperti
{Fe[H2B(pz)2]2L}([H2B(pz)2], dihidrobis(pirazolil)borat, dengan L= bipy dan phen;15
[Fe{(pz)3CH}2][ClO4]2; dengan pz= pirazin;2
[FeL2]X2 (L= 2,6-dipirazol-1-ilpirazin [L2H],
2,6-bis{3-metilpirazol-1-il}pirazin [L2Me], 2,6bis{3,5-dimetilpirazol-1-il}pirazin [L2Me2] atau
2,6-bis{3-[2,4,6-trimetilfenil]pirazol-1il}pirazin [L2Mes]; X= BF4 atau ClO4) [6].
2.2 Senyawa
Ganda

Kompleks

Besi(II)

3.2 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian
ini terdiri atas alat-alat gelas yang umum dipakai
di laboratorium seperti botol coklat, botol
bening, corong saring, gelas kimia, gelas ukur,
kaca masir. Digunakan pula alat khusus untuk
suasana bebas oksigen, yaitu: nitrogen manifold
Schlenk, dan rubber septum.
Untuk mengkarakterisasi kompleks besi(II)nikel(II)
yang
terbentuk
dilakukan
menggunakan spektrofotometer UV-tampak,
spektrofotometer inframerah, SEM-EDX, uji
kelarutan dan penentuan sifat magnet
menggunakan MSB.

Berinti

Kompleks dengan satu ion logam pusat


dikenal sebagai kompleks inti tunggal
(mononuklir).
Penelitian kompleks terus
berkembang dari kompleks inti tunggal
mengarah pada kompleks yang dikenal sebagai
kompleks
berinti
ganda
(binuklir).
Pembentukan
kompleks
berinti
ganda
memerlukan ligan jembatan yang dapat
menghubungkan ion logam pusat yang satu
dengan yang lainnya [7].
Desain dan sintesis senyawa berinti banyak
merupakan strategi alternatif untuk menemukan
kooperativitas. Lebih jauh lagi, korelasi antara
karakter spin crossover dengan banyaknya inti
telah diteliti. Sehubungan dengan itu, maka
banyak dilakukan strategi dengan ide
menggabungkan dua sifat elektron yang berbeda
seperti pertukaran magnet dan spin crossover
dalam molekul yang sama, dimana telah
direalisasikan oleh Kahn dan dilanjutkan oleh
Real et al. pada pertengahan tahun 1980-an.

3.3 Metode
Metode penelitian ini terdiri atas pembuatan
reagen, pembuatan pelarut bebas oksigen,
pembuatan senyawa kompleks binuklir dan
karakterisasinya.
3.3.1 Pembuatan Reagen Kalium Tetrasianonikelat(II), K2[Ni(CN)4]
Sebanyak
15
gram
nikel(II)sulfat
heksahidrat dilarutkan dalam 20 mL akuades
dalam gelas kimia sambil diaduk menggunakan
magnetic stirrer sampai terbentuk larutan
berwarna hijau. Kemudian ditambahkan kalium

280

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir


PTNBR BATAN Bandung, 04 Juli 2013

Tema : Pemanfaatan Sains dan Teknologi Nuklir Serta


Peranan MIPA di Bidang Kesehatan, Lingkungan dan
Industri untuk Pembangunan Berkelanjutan

sianida sebanyak 7,5 g yang telah dilarutkan


dalam 15 mL akuades dalam gelas kimia yang
lain hingga larutan berubah warna menjadi biru
muda, yaitu larutan nikel(II) disianida. Endapan
yang didapat disaring dengan corong Buchner
lalu dicuci dengan etanol : akuades (1:1)
sebanyak 10 mL dan aseton 5 mL. Kemudian
endapan dikeringkan dalam eksikator. Endapan
yang sudah kering ditambahkan 7,5 g kalium
sianida dalam 10 mL akuades panas (larutan
induk). Setelah larut ditambahkan akuades 5
mL. Larutan dipanaskan sampai 80oC selama 30
menit. Penambahan larutan kalium sianida
diulangi untuk mendapatkan kristal yang lebih
banyak dari larutan induk. Setelah kristal
terbentuk disaring dengan corong Buchner
menggunakan kaca masir dan dicuci dengan
aseton. Kristal dikeringkan di dalam eksikator.

3.3.3 Pembuatan Kompleks Binuklir Besi(II)


- Nikel(II)
Padatan tris-etilendiaminbesi(II) sulfat
ditimbang sebanyak 0,9983 g lalu dimasukkan
ke dalam botol vial berbeda yang sebelumnya
telah ditimbang. Kemudian padatan ini
dideoksigenasi dalam nitrogen manifold Schlenk
selama 15 menit dan dilarutkan dalam 1,5 mL
akuades bebas oksigen. Lalu ke dalam botol vial
yang
lain
ditimbang
padatan
kalium
tetrasianonikelat(II) sebanyak 0,3627 g yang
kemudian dideoksigenasi pula selama 15 menit
dan dilarutkan dalam 1,5 mL akuades bebas
oksigen. Selanjutnya kedua larutan dicampurkan
dan diaduk dengan magnetic stirrer sampai
terbentuk endapan kompleks berwarna hitamkehijauan. Endapan dicuci dengan air sebanyak
5 mL kemudian disaring dan dikeringkan.
Didapatkan endapan kering sebanyak 0,6469 g

3.3.2 Pembuatan Reagen tris-Etilendiamin


besi(II) Sulfat, [Fe(en)3]SO4

3.3.4 Karakterisasi Kompleks

Sebanyak 5 g besi(II)sulfat heptahidrat


dimasukkan ke dalam botol coklat lalu
dideoksigenasi selama lima belas menit dalam
nitrogen manifold Schlenk. Kemudian dilarutkan
dengan 10 mL akuades dengan suntikan.
Larutan diaduk dengan magnetic stirrer sampai
larut sempurna dan ditambahkan 15 mL
etilendiamin sambil diaduk dengan konstan.
Larutan dibiarkan selama satu hari hingga
endapan berwarna cokelat terbentuk. Endapan
ini disaring menggunakan kaca masir, dicuci
dengan akuades dan dikeringkan dalam
desikator. Filtrat yang berwarna coklat kembali
disaring dengan menggunakan kertas saring,
dicuci dengan akuades dan dikeringkan dalam
desikator.

Kompleks binuklir besi(II)-nikel(II) yang


terbentuk
dikarakterisasi
menggunakan
spektrofotometer UV-tampak, spektrofotometer
FT-IR, SEM-EDX, dan MSB.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


Kompleks hanya larut sempurna dalam
akuaregia 12 M dan larut perlahan dengan
akuaregia encer atau 2 M, dan sulit larut dalam
akuades.
Panjang gelombang maksimum yang
diserap oleh kompleks dengan spektrofotometer
UV-tampak adalah 508 nm. Spektra UV-tampak
ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2 Spektra UV-tampak kompleks.

281

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir


PTNBR BATAN Bandung, 04 Juli 2013

Tema : Pemanfaatan Sains dan Teknologi Nuklir Serta


Peranan MIPA di Bidang Kesehatan, Lingkungan dan
Industri untuk Pembangunan Berkelanjutan

Gambar 3 Spektra inframerah kompleks.

Pada spektra inframerah kompleks yang


ditunjukkan pada Gambar 2, terlihat serapan
3741 cm-1 dengan sedikit bahu yang merupakan
ciri dari vibrasi N-H pada etilendiamin yang
mengikat besi(II), serapan pada daerah 28003600 cm-1 merupakan tumpang suh antara
serapan O-H dari molekul H2O dan C-H sp3
pada etilendiamin, serta serapan 2168 cm-1
1006,7 cm-1 dari C-H, C-C, dan C-N. Jembatan
ligan sianida teramati pada = 1602,2 cm-1 dari
serapan CN yang menghubungkan logam
pusat Fe dan Ni.
Dari pemeriksaan SEM-EDX didapatkan
data bahwa kompleks mengandung 10,17% besi
dan 5,46% nikel seperti terlihat pada Tabel 1.
Hasil
karakterisasi
dengan
MSB
menunjukkan kompleks bersifat paramagnetik
dengan harga momen magnet sebesar 4,2 BM
pada 26 C. Data pengukuran dengan MSB
ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Data pengukuran kompleks dengan MSB.

5. KESIMPULAN DAN SARAN


Kompleks binuklir Hofmann-like network
besi(II)-nikel(II)
dengan
sianida
dan
etilendiamin berhasil terbentuk, namun belum
menghasilkan kristal. Belum terlihat adanya
sifat transisi spin atau SCO pada kompleks.
Penelitian ini perlu dilanjutkan dengan
metode pembentukan kristal dalam tabung-H
untuk mengusahakan terbentuknya kristal
tunggal. Selain itu, Perlu dilakukan analisis
dengan metode spektroskopi Mssbauer untuk
melihat transisi spin yang mungkin terjadi.

Tabel 1 Komposisi Unsur Kompleks hasil SEMEDAX.

6. UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih disampaikan kepada
Jurusan Kimia FMIPA Unpad yang telah
membantu baik dalam bentuk fasilitas, dana
ataupun peralatan bagi keberhasilan dan
kelancaran kegiatan penelitian ini.

282

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir


PTNBR BATAN Bandung, 04 Juli 2013

Tema : Pemanfaatan Sains dan Teknologi Nuklir Serta


Peranan MIPA di Bidang Kesehatan, Lingkungan dan
Industri untuk Pembangunan Berkelanjutan

7. DAFTAR PUSTAKA

5. GUIONNEAU,P.,
L._ETARD
J-F.,
YUFIT D. S., CHASSEAU D., BRAVIC
G., GOETA A.E., HOWARD J.A.K.,
KAHN O., Structural Approach of the
Features of the Spin Crossover Transition in
Iron (II) Compounds, J Mater.Chem 9:
(1999) 985.
6. ELHAK, J., MONEY V. A., BARRETT
S. A., KILNER C. A., R. EVANS, I.
HALCROW, M. A., The Spin-states and
Spin-crossover Behaviour of Iron(II)
Complexes of 2,6-dipyrazol-1-ylpyrazine
Derivatives, Dalton Transactions, (2003)
2053-2060.
7. JAHRO, I. S., ONGGO D., RAHAYU S. I.
DAN ISMUNANDAR, Sintesis dan
Karakterisasi Senyawa Kompleks Polimer
{[MnIICrIII(C2O4)3][Fe(NH2-trz)3]Cl}.6H2O.
Seminar Nasional MIPA 2005. Depok.
(2005).

1. KITAZAWA, T., Y.GOMI, M. TAKAHASHI, M. TAKEDA, M. ENOMOTO,


A. MIYAZAKI, AND T. ENOKI, Spin
Crossover Behaviour of The Coordination
Polymer FeII(C5H5N)2NiI33I(CN)4, J. Mater.
Chem., 6, (1996) 119-120.
2. GTLICH, P. AND H.A. GOODWIN,
Spin CrossoverAn Overall Perspective.
Top Curr Chem., (2004) 233-235, Springer,
Heildelberg.
3. KAHN, O. AND MARTINEZ, C. J.,. SpinTransition Polymers: From Molecular
Materials Toward Memory Devices, Science,
279, (1998) 4448.
4. GTLICH, P., Y. GARCIA, AND
GOODWIN, H. A., Spin Crossover
Phenomena in Fe(II) Complexes. Chem. Soc.
Rev., 29, (2000) 419-427.

DISKUSI
Rudi
Apakah dilakukan SEM dari sinle kristalnya?
Haisl sintesis berupa apa?
Apakah sudah dilihat dengan XRD?
Yusi D
SEM tidak dilakukankarena hasil SEM berupa anatomi yang tidak mendukung penelitian tapi yang
mendukung adalah komposisi. Produknya berupa semi amorf.
XRD telah dilakukan namun hasilnya kurang baik sehingga perlu dilakukan rekristalisasi.

283

Anda mungkin juga menyukai