Anda di halaman 1dari 6

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ................................

SEMARANG
NO. ..................
TENTANG
KEBIJAKAN MENDAPATKAN KEWENANGAN KLINIK (CLINICAL
PRIVILEGES) BAGI STAF MEDIK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH .................................,
Menimbang:
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 29 ayat (1) huruf b UndangUndang tentang Rumah Sakit perlu menetapkan Peraturan Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah . tentang Kebijakan
Mendapatkan Kewenangan Klinik (Clinical Privileges) Bagi Staf Medik;
Mengingat:
1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
3. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 755/MENKES/PER/IV/2011 tentang
Penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :

PERATURAN
DIREKTUR
RUMAH
SAKIT
UMUM
DAERAH
..............................
TENTANG
KEBIJAKAN
MENDAPATKAN
KEWENANGAN
KLINIK (CLINICAL
PRIVILEGES) BAGI STAF MEDIK
BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Rumah sakit adalah Rumah Sakit Umum Daerah ...........................
2. Direktur adalah Direktur Rumah Sakit Umum Daerah ............................
3. Komite medik adalah perangkat rumah sakit untuk menerapkan tatakelola
klinis (clinical governance) agar staf medis dirumah sakit terjaga
profesionalismenya melalui mekanisme kredensial, penjagaan mutu profesi
medis, dan pemeliharaan etika dan disiplin profesi medis.
4. Subkomite kredensial adalah subkomite dari komite medik rumah sakit yang
bertugas menapis profesionalisme staf medis.
1


5. Staf medis adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi
spesialis yang bekerja di rumah sakit dalam jabatan fungsional.
6. Kewenangan klinik (clinical privileges) adalah kewenangan yang diberikan
oleh Direktur kepada setiap staf medis yang dinilai memiliki kompetensi
sesuai dengan yang dibutuhkan untuk melakukan suatu pelayanan klinik di
rumah sakit.
7. Daftar kewenangan klinik adalah kumpulan tindakan klinik yang telah
disahkan oleh Direktur kepada tiap-tiap staf medis sebagai pedoman dalam
memberikan layanan klinik di rumah sakit.
8. Kredensialing adalah proses evaluasi terhadap staf medis untuk menentukan
kelaikan diberikannya kewenangan klinis (clinical privileges).
9. Rekredensialing adalah proses evaluasi ulang terhadap setiap staf medis
fungsional yang telah memiliki kewenangan klinik untuk penentuan kelaikan
diberikannya kewenangan klinis berikutnya.
10. Pelayanan kesehatan adalah pelayanan berupa peningkatan kesehatan
(promotif), pencegahan penyakit (preventif), pengobatan penyakit (kuratif),
dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara
menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan.
11. Mitra bestari (peer group) adalah sekelompok staf medis dengan keahlian
sejenis yang memiliki reputasi dan kompetensi profesi yang baik untuk
menelaah segala hal terkait dengan penentuan kewenangan klinik.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Bagian Pertama
Asas
Pasal 2
Kewenangan klinik (clinical privilege) di rumah sakit diselenggarakan dengan
berasaskan:
a. manfaat;
b. perlindungan;
c. profesionalisme;
d. keadilan;
e. keseimbangan; dan
f. nondiskriminatif.
Bagian Kedua
Tujuan
Pasal 3
Penetapan kewenangan klinik kepada setiap staf medis bertujuan untuk
memberikan jaminan kepada setiap pasien, keluarga, dan masyarakat
bahwasanya staf medis yang memberikan layanan kesehatan di rumah sakit
memiliki kompetensi sesuai dengan kebutuhan pasien.
BAB III
KEWENANGAN KLINIK
Pasal 4
Kewenangan klinik ditetapkan terhadap setiap staf medis fungsional oleh Direktur
dengan mempertimbangkan rekomendasi dari komite medik berdasarkan hasil
kredensialing dari subkomite kredensial dengan dibantu oleh mitra bestari.
2


Pasal 5
Masa berlakunya kewenangan klinik adalah selama 2 (dua) tahun dan dapat
diberikan kewenangan klinik berikutnya oleh Direktur sepanjang yang
bersangkutan masih memenuhi semua persyaratan.
Pasal 6
Rekredensialing dapat dilakukan terhadap staf medis yang kewenangan kliniknya
telah habis masa berlakunya, atau apabila staf medis menunjukkan kinerja
profesional (professional performance) dan kinerja etik (ethical performance)
dibawah standar.
Pasal 7
Kewenangan klinik yang ditetapkan oleh Direktur kepada setiap staf medis dipilah
kedalam 2 (dua) kategori, yaitu:
a. kewenangan klinik mandiri, yaitu kewenangan tanpa pendampingan; atau
b. kewenangan klinik dengan pendampingan (proctoring) oleh staf medis lain
yang telah memiliki kewenangan klinik mandiri.
Pasal 8
Kewenangan klinik darurat (emergency privileges) diberikan secara otomatis
kepada setiap staf medis ketika terjadi kondisi emergensi di rumah sakit tanpa
dikaitkan dengan status maupun tugas regulernya.
Pasal 9
Daftar rincian kewenangan klinik yang telah diberikan kepada masing-masing staf
medis dapat:
a. dipertahankan;
b. ditingkatkan;
c. diperluas;
d. dibekukan; atau
e. dicabut.
(1)
(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

Pasal 10
Daftar rincian kewenangan klinik dapat dipertahankan manakala staf medis
yang bersangkuatan dapat menjaga kompetensi dan kinerjanya.
Kewenangan klinik dapat ditingkatkan dari tingkat pendampingan
(proctoring) ke tingkat mandiri apabila yang bersangkutan memenuhi
persyaratannya.
Kewenangan klinik dapat diturunkan dari tingkat mandiri ke tingkat
pendampingan (proctoring) apabila yang bersangkutan kurang atau tidak
mampu melaksanakan kewenangannya.
Daftar rincian kewenangan klinik dapat diperluas manakala staf medis yang
bersangkutan mampu menambah jenis kompetensi melalui pendidikan atau
pelatihan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Daftar rincian kewenangan klinik dapat direduksi sebagian manakala staf
medis yang bersangkutan tidak mampu mempertahankan kompetensi atau
kinerjanya pada bagian tersebut.
Daftar rincian kewenangan klinik dapat dibekukan secara keseluruhan
manakala SIP dari staf medis yang bersangkutan telah habis masa
berlakunya, dan dapat dicairkan kembali setelah memperoleh SIP baru.
Daftar rincian kewenangan klinik dapat dicabut secara keseluruhan
manakala staf medis yang bersangkutan melakukan sesuatu pelanggaran
berat yang telah atau berpotensi membahayakan keselamatan pasien.
3

Pasal 11
Dalam hal staf medis telah pensiun atau manakala kesehatan fisik atau
mentalnya tidak lagi mampu melaksanakan pelayanan klinik dengan baik sesuai
kewenangan yang telah diberikan kepadanya maka kewenangan klinik tersebut
dapat dicabut.
BAB IV
PERSYARATAN
(1)
(2)

Pasal 12
Kewenangan klinik diberikan kepada staf medis yang memiliki kompetensi
sesuai yang dibutuhkan dalam pelayanan kesehatan.
Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. penguasaan ilmu kedokteran (medical knowledge) yang menjadi
landasan pelayanan klinik;
b. ketrampilan klinik (clinical skill);
c. ketrampilan menentukan kebijakan klinik (clinical judgment);
d. ketrampilan berkomunikasi (communication skill); dan
e. kemampuan memperlakukan setiap pasien secara humanis sebagai
manusia bermartabat yang memiliki hak asasi dan hak-hak lainnya.
BAB V
PROSES MENDAPATKAN KEWENANGAN KLINIK
Bagian Kesatu
Permohonan

Pasal 13
Setiap staf medis yang bekerja di rumah sakit wajib mengajukan permohonan
untuk mendapatkan kewenangan klinik dengan melampirkan:
a. Ijazah;
b.
Sertifkat tambahan;
c. STR dan SIP;
d. Pengalaman kerja di intitusi kesehatan lain;
e.
Daftar rincian kewenangan klinik yang diinginkan berdasarkan penilaiannya
sendiri (self-assessment) atas kompetensi yang dimiliki;
Pasal 14
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ditujukan kepada Direktur
disertai lampiran yang diperlukan, dan selanjutnya Direktur memerintahkan
kepada Komite Medik untuk memberikan rekomendasinya.
Pasal 15
Komite medik, sesuai kewenangan yang dimiliki, memerintahkan kepada
subkomite kredensial untuk melakukan proses kredensialing.
Bagian Kedua
Proses Kredensialing
(1)
(2)

Pasal 16
Subkomite kredensial, dengan bantuan komite medik, menghadirkan staf
medis pemohon untuk dilakukan proses kredensialing.
Dalam proses kredensialing, subkomite kredensial dibantu oleh mitra bestari
yang berasal dari internal rumah sakit.
4


(3)

(1)

(2)

(3)

Dalam hal rumah sakit tidak memiliki mitra bestari internal maka subkomite
medik, dengan bantuan Direktur, dapat menghadirkan mitra bestari ekternal
yang berasal dari rumah sakit lain atau dari organisasi profesi terkait.
Pasal 17
Subkomite kredensial dalam melaksanakan kredensialing memeriksa
seluruh dokumen pendukung yang dilampirkan serta melakukan interview
terhadap staf medis yang bersangkutan untuk mengetahui sejauh mana
kompetensi yang dimiliki guna menentukan kelaikannya mendapatkan
kewenangan klinik.
Subkomite kredensial, dalam rangka proses kredensialing, dapat melakukan
pengecekan ke institusi yang mengeluarkan ijazah, sertifikat tambahan, atau
pengalaman kerja.
Dalam hal dokumen yang penting belum dilampirkan maka subkomite
kredensial dapat meminta kepada yang bersangkutan untuk dilengkapi.

Pasal 18
Subkomite kredensial melaporkan hasil kredensialing kepada komite medik
dengan mencantumkan jenis-jenis kewenangan klinik berupa kewenangan
mandiri, kewenangan dengan pendampingan (proctoring), dan kewenangan
yang ditolak karena diragukan kompetensinya.
Pasal 19
Komite medik, setelah menerima laporan hasil kredensialing, menyusun
rekomendasi kepada Direktur untuk keperluan priviliging.
Bagian Ketiga
Proses Priviliging
Pasal 20
Direktur, dengan mempertimbangkan rekomendasi dari komite medik, dapat
mensahkan secara penuh sesuai rekomendasi tersebut atau mensahkan dengan
berbagai perbaikan.
(1)

(2)

Pasal 21
Dalam hal Direktur mensahkan kewenangan klinik yang diajukan maka
pensahan (clinical appointment) tersebut harus disertai daftar rincian
kewenangan klinik (white paper) dengan menyebutkan secara jelas jenis
tindakan klinik yang dapat dilakukan secara mandiri, dengan pendampingan,
atau yang ditolak untuk kemudian disampaikan kepada staf medis yang
bersangkutan.
Dalam hal Direktur menolak seluruh rincian kewenangan klinik yang
diajukan maka keputusan tersebut harus disampaikan kepada staf medis
yang bersangkutan dengan menyebutkan alasannya.
BAB VI
PENUTUP

Pasal 22
Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Agar semua pihak terkait mengetahuinya memerintahkan kepada komite medik
untuk mensosialisasikan dan menempatkannya dalam Perpustakaan Rumah
Sakit.
5

Ditetapkan di Semarang,
pada tanggal ................................
DIREKTUR .........................

....................................

Anda mungkin juga menyukai