Anda di halaman 1dari 56

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar belakang
Aplikasi E-Faktur diluncurkan oleh Direktorat Jendral Pajak (DJP) pada tanggal 1

Juli 2014, melalui diterbitkannya Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor 16 Tahun
2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik.
Aplikasi E-Faktur ini ditujukan untuk Pengusaha Kena Pajak dalam memenuhi
kewajibannya dalam melaporkan SPT PPN. Pada dasarnya, aplikasi E-Faktur ini
diluncurkan untuk menindaklanjuti diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK)
Nomor 151/PMK.011/2013 tanggal 11 November 2013 tentang Tata Cara Pembuatan
dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak. E-Faktur merupakan faktur
pajak yang dijadikan sebagai bukti pungutan PPN yang dibuat oleh Pengusaha Kena
Pajak (PKP) secara elektronik yang diatur dalam peraturan Direktur Jendral Pajak.
Sistem aplikasi E-Faktur tersebut dilengkapi dengan petunjuk penggunaan (manual
user) yang merupakan satu kesatuan dengan aplikasi tersebut.
E-Faktur memiliki manfaat untuk memberikan kemudahan, keamanan, dan
kenyamanan bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) karena mengurangi pengeluaran yang
biasa dikeluarkan seperti biaya kertas, biaya kirim, biaya cetak, tenaga kerja verifikasi,
pengkodean, dan mengurangi biaya pegawai yang menangani PPN. Manfaat untuk
Direktorat Jendral Pajak yaitu efisiensi waktu dalam proses pemeriksaan dan
pengembalian restitusi. Dengan diberlakukannya hal ini diharapkan lebih memberikan
kemudahan bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang juga dapat mengurangi cost

compliance yang membebani PKP. Selain itu teknologi elektronik ini juga akan
memudahkan penyimpanan dokumen-dokumen pajak milik Wajib Pajak yang telah
dilakukan dalam bentuk digital. Oleh karena itu, perlu dukungan semua pihak secara
terus-menerus agar peningkatan pelayanan kepada wajib pajak terus berjalan dan
sekaligus terciptanya administrasi perpajakan yang modern.
Direktorat Jendral Pajak mencatat, jumlah Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang
sudah menggunakan E-Faktur masih berkisar 67,71% per 1 Juli 2015. Dari 15.452
Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang terdaftar sebagai pengguna E-Faktur hanya
sebanyak 7.832 PKP, dengan begitu sekitar 40% lebih PKP yang diperkirakan
menggunakan faktur pajak yang tidak sah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa saat ini
belum semua PKP menggunakan EFaktur karena masih banyak Wajib Pajak yang
menggunakan faktur pajak yang tidak sah. Pada saat ini E-Faktur ini telah diwajibkan
kepada seluruh PKP sesuai dengan ketentuan yang berlaku, apabila PKP tidak
melakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku akan dikenakan sanksi administrasi
berupa denda 2% dari dasar.
Berdasarkan KEP-136/PJ/2014 tentang Penetapan Pengusaha Kena Pajak Yang
Diwajibkan Membuat Faktur Pajak Berbentuk Elektronik, berikut ini adalah 3 tahap
yang dilakukan Dirjen Pajak untuk menerapkan e-Faktur :
1. Tahap I : mulai tanggal 1 Juli 2014, Wajib Pajak tertentu (diatur dalam KEP136/PJ/2014) diwajibkan menggunakan e-Faktur dalam transaksinya.
2. Tahap II : mulai tanggal 1 Juli 2015, seluruh PKP di Jawa dan Bali diwajibkan
untuk menggunakan e-Faktur dalam transaksinya.

3. Tahap III : mulai tanggal 1 Juli 2016, PKP di seluruh Indonesia wajib
menggunakan e-Faktur, serta sejak tanggal dikukuhkannya bagi PKP baru.
Sebagai persiapan penerapan e-Faktur tahap kedua, mulai tanggal 20 Mei s/d 30
Juni 2015 masing-masing Kantor Pelayanan Pajak menyelenggarakan
sosialisasi mengenai administratif dan tata cara penggunaan aplikasi e-Faktur.
Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan penerapan e-Faktur yang efektif
diterapkan pada tanggal 1 Juli 2015 di Jawa dan Bali.
Dalam penelitian ini, dengan menggunakan aplikasi e-Faktur penulis mencoba
untuk mencari kelemahan dan kelebihan aplikasi e-faktur dibandingkan dengan
pembuatan faktur pajak secara manual serta aplikasi SPT PPN 1111. Selain itu,
penulis mencoba menemukan apakah aplikasi tersebut dapat mempermudah dan
bermanfaat bagi pengusaha kena pajak.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti berusaha peneliti tentang
Keefektifitas Pemberlakuan E-Faktur Terhadap Pelaporan SPT .

1.2

Rumusan Masalah
Dirumuskan permasalahan yang menjadi objek pembahasan yakni:
a) Apakah kelebihan dan kekurangan dari penerapan aplikasi e-Faktur?
b) Apakah penerapan e-Faktur dapat mempermudah Pengusaha kena pajak dalam
melaporakan SPT PPN ?

1.3

Tujuan Penelitian
Tujuan pada penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari penerapan aplikasi eFaktur, serta
2. Untuk mengetahui apakah penerapan e-Faktur dapat mempermudah
pengusaha kena pajak dalam pelaporan SPT.
1.4

Manfaat Penelitian
1) Bagi Kantor Pelayanan Pajak
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan saran kepada KPP untuk
mengevaluasi penggunaan sistem e-Faktur.
2) Bagi Universitas
Penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi mahasiswa
terhadap penggunaan sistem e-Faktur di Indonesia.
3) Bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah wawasan
dan pengetahuan penulis.

1.5

Sistematika Penelitian
Bab I : Pendahuluan
Bab ini menjelaskan tentang latar belakang penelitian, rumusan masalah, , tujuan
penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penelitian.
Bab II : Tinjauan Pustaka
Bab ini menjelaskan tentang terori-teori yang mendukung penelitian, penelitian
terdahulu dan desain penelitian.

Bab III : Metodologi Penelitian


Bab ini menjelasakan jenis penelitian , objek penelitian , jenis dan sumber data ,
pemilihan informan dan metode analisis data
Bab IV : Hasil penelitian dan Pembahasan
Bab ini menjelaskan tentang gambaran umum perusahaan ,kelemahan dan
kelebihan e-Faktur dan penyebab dilakukan dan pembetulan dan penerapan eFaktur untuk mencegah pembetulan
Bab VI : Penutup
Bab ini menjelaskan tentang kesimpulan hasil penelitian, keterbatasan penelitian
dan saran bagi peneliti selanjutnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan teori
2.1.1

Pengertian Pajak
Menurut UU Nomor 16 Tahun 2009 tentang Kententuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan

tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Definisi atau pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH dalam
Mardiasmo (2009:1):Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasrkan
undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada medapat jasa timbal
(kontaprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum.

2.1.2

Fungsi Pajak
Menurut Mardiasmo (2009:1) terdapat dua fungsi pajak, yaitu:

a. Fungsi Budgetair
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaranpengeluarannya.
b. Fungsi Mengatur (Regulerend)
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah
dalam bidang sosial dan ekonomi.
Contoh:
1) Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi
konsumsi minuman keras.
2) Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk
mengurangi gaya hidup konsumtif.
3) Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0%, untuk mendorong ekspor produk
Indonesia di pasaran dunia.

2.1.3

Sistem Pemungutan Pajak


Menurut Mardiasmo (2009:7) sistem pemungutan pajak terbagi

menjadi berikut:
a. Official Assessment System
Suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah
(fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
Ciri-ciri dari sistem ini adalah wewenang untuk menentukan besarnya pajak
terutang ada pada fiskus, Wajib Pajak bersifat pasif dan utang pajak timbul
setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
b. Self Assessment System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib
Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-ciri dari
sistem ini adalah wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada
pada Wajib Pajak sendiri, Wajbi Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor
dan melaporkan sendiri pajak yang terutang dan fiskus tidak ikut campur dan
hanya mengawasi.
c. With Holding System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak
ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk
menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya
adalah wewenang menentukan besarnya pajak yang teutang ada pada pihak
ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.

2.1.4

Pengertian Wajib Pajak


Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan dan
Tata Cara Perpajakan Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi
pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak
dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan.
Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh), orang pribadi
merupakan Subjek Pajak Penghasilan. Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi
dalam buku BIJAK (2015:11), dapat dikategorikan sebagai berikut:
1) Penghasilan daru usaha yaitu penghasilan yang diterima tau diperoleh
dari kegiatan usaha Wajib Pajak, misalnya usaha toko atau berjualan
online.
2) Penghasilan dari pekerjaaan bebas yaitu penghasilan yang diterima atau
diperoleh dari pekerjaan bebas yang dilakukan Wajib Pajak, misalnya
dokter, pengacara, atau notaris.
3) Penghasilan dari pekerjaan yaitu penghasilan yang diterima tau diperoleh
dari pekerjaan Wajib Pajak sebagai pegawai (karyawan), misalnya
sebagai direktur, komisaris, pegawai tetap, atau pegawai harian.
4) Penghasilan dari modal yaitu penghasilan yang diterima tau diperoleh
Wajib Pajak dari modal yang dimilikinya yang berupa harta gerak
maupun harta tak gerak, misalnya bunga, dividen, royalti, sewa, dan
keuntungan penjualan harta.

5) Penghasilan lainnya yaitu penghasilan yang diterima atau diperoleh


Wajib Pajak selain dari kategori di atas, misalnya hadiah, hibah, warisan,
atau pembebasan utang.
Menurut UU Nomor 16 Tahun 2009 badan adalah sekumpulan orang
dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun
yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan
komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik
daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana
pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial
politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk
kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

2.1.5

Faktur Pajak
A. Pengertian Faktur Pajak
Menurut UU Nomor 42 Tahun 2009 Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak
yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan barang kena
pajak atau penyerahan jasa kena pajak.
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam
kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang,
mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak
berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor
jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean. Pengusaha kena pajak
adalah pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau

10

penyerahan jasa kena pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang


nomor 42 tahun 2009.
Barang adalah barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat
berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud.
Penyerahan barang kena pajak adalah setiap penyerahan barang kena pajak yang
dikenai pajak berdasarkan undang-undang nomor 42 tahun 2009. Jasa adalah
setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan
hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak tersedia
untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena
pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan.
Penyerahan jasa kena pajak adalah setiap kegiatan pemberian jasa yang dikenai
pajak berdasarkan undang-undang nomor 42 tahun 2009.
B. Jenis Faktur Pajak
Jenis Faktur Pajak berdasarkan UU PPN Tahun 2000 adalah sebagai berikut:
1) Faktur Pajak Standar
Faktur Pajak standar adalah Faktur Pajak yang dibuat sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) UU PPN 2000
yaitu dalam Faktur Pajak standar harus dicantumkan keterangan tentang
penyerahan barang kena pajak atau penyerahan jasa kena pajak yang
meliputi:
a) Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang
Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
b) Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena

11

Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;


c) Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan
potongan harga;
d) Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
e) Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
f) Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g) Nama, jabatan dan tandatangan yang berhak menandatangani Faktur
Pajak.
2) Faktur Pajak Gabungan
Faktur

Pajak Gabungan

adalah

Faktur Pajak

standar

yang

cara

penggunananya diperkenankan kepada PKP yang memuat lebih dari satu


transaksi dalam satu bulan takwin atas penyerahan BKP/JKP kepada pembeli
atau penerima jasa yang sama, dan harus dibuat paling lambat pada akhir
bulan berikutnya setelah bulan terjadinya penyerahan BKP/JKP.
3) Faktur Pajak Sederhana
Faktur Pajak sederhana adalah dokumen yang disamakan fungsinya dengan
Faktur Pajak, yang diterbitkan oleh PKP yang melakukan penyerahan
BKP/JKP yang dilakukan secara langsung kepada konsumen akhir, atau
kepada pembeli atau penerima jasa yang tidak diketahui identitasnya secara
lengkap. Faktur Pajak sederhana sekurang-kurangnya harus memuat:
a) Nama, alamat usaha, NPWP serta nomor dan tanggal pengukuhan
PKP yang menyerahkan BKP/JKP;
b) Jenis dan kuantum BKP/JKP yang diserahkan;

12

c) Jumlah harga jual atau penggantian yang sudah termasuk pajak atau
besarnya pajak dicantumkan secara terpisah;
d) Tanggal pembuatan Faktur Pajak sederhana.
4) Faktur Pajak Fiktif
Surat edaran direktur jenderal pajak nomor SE - 29/PJ.53/2003 yang
dimaksud dengan Faktur Pajak fiktif antara lain adalah:
i.

Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Pengusaha yang belum


dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).

ii.

Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Pengusaha dengan menggunakan


nama, NPWP, dan Nomor Pengukuhan PKP orang pribadi atau badan
lain.

iii.

Faktur Pajak yang digunakan oleh PKP merupakan Faktur Pajak


yang tidak diterbitkan oleh PKP penerbit.

iv.

Faktur Pajak yang secara formal memenuhi ketentuan Pasal 13


Undang-undang PPN, tetapi tidak memenuhi secara material yaitu
tidak ada penyerahan barang dan atau uang atau barang tidak
diserahkan kepada pembeli sebagaimana tertera pada Faktur Pajak.

v.

Faktur Pajak yang diterbitkan oleh PKP yang identitasnya tidak


sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

2.1.6

Pajak Pertambahan Nilai


Pajak Penambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap
pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke
konsumen. PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, disebut pajak tidak

13

langsung karena tidak langsung dibebankan kepada penanggung pajak


(konsumen) tetapi melalui mekanisme pemungutan pajak dan disetor oleh pihak
lain (penjual). Transaksi penyerahannya bisa dalam bentuk jualbeli, pemanfaatan
jasa, dan sewa-menyewa.
2.1.7

Subjek Pajak PPN


Subjek Pajak Pertambahan Nilai tidak harus Pengusaha Kena Pajak (PKP),
tetapi bukan Pengusaha Kena Pajak pun dapat menjadi subjek Pajak
Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam pasal 4 huruf b, dan huruf e serta
Pasal 16C UU Pajak Pertambahan Nilai. Berdasarkan pasal-pasal ini dapat
diketahui bahwa dapat dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN):
1) Siapa pun yang mengimpor Barang Kena Pajak (BKP) (ada pada Pasal 4
huruf b).
2) Siapa pun yang membangun sendiri tidak dalam lingkungan perusahaan.
3) Siapa pun yang memanfaatkan Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud
dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean.

2.1.8

Objek Pertambahan Nilai (PPN)


Adapun objek-objek yang dikenai PPN adalah sebagai berikut:

1)

Penyerahan Barang Kena Pajak (BPK) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam daerah
Pabean yang dilakukan oleh pengusaha

2)

Impor Barang Kena Pajak

3)

Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean

14

4)

Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean

5)

Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud atau Tidak Berwujud dan Ekspor
Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP)

2.1.9

Pengusaha Kena Pajak


Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha ynag melakukan penyerahan
Barang

Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah

Pabean dan/atau melakukan ekspor Barang Kena Pajak berwujud, ekspor Jasa
Kena Pajak, dan/atau ekspor Barang Kena Pajak tidak berwujud diwajibkan:
1)

Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;

2)

Memungut pajak terutang;

3)

Meyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang masih dibayar dalam hal Pajak Keluaran
lebih besar daripada Pajak Masukan yang dapat dikteditkan serta menyetorkan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah yang terutang; dan

4)

Melaporkan penghitungan pajak. Kecuali pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan


oleh Menteri Keuangan, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak penjualan atas Barang Mewah yang terutang.

2.1.10 E-Faktur
A. Pengertian E-Faktur

15

Faktur Pajak berbentuk elektronik, yang selanjutnya disebut e-Faktur,


adalah Faktur Pajak yang dibuat melalui aplikasi atau sistem elektronik yang
ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (Pasal 1 ayat
(1) PER-16/PJ/2014).
B. Dasar Hukum Pembuatan e-Faktur
1. UU Nomor 42 TAHUN 2009 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 8
TAHUN 1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan PPnBM.
2. PMK-151/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara
Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak.
3. PER-17/PJ/2014 tentang Perubahan Kedua atas PER-24/PJ/2012 tentang
Bentuk, Ukuran, Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata
Cara

Pengisian

Keterangan,

Pembetulan

atau

Penggantian,

dan

Pembatalan Faktur Pajak.


4. PER-16/PJ/2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur
Pajak berbentuk Elektronik.
C. Kewajiban Membuat e-Faktur
Pengusaha Kena Pajak yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal
Pajak Nomor KEP-136/PJ/2014.
D. Tahap pemberlakuan e-Faktur
Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-136/PJ/2014
pemberlakuan e-Faktur terbagi menjadi tiga tahap, yaitu:
a) Sejak 1 Juli 2014 kepada 45 PKP tertentu.
b) Per 1 Juli 2015 PKP yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP)

16

Jawa dan Bali wajib menggunakan e-Faktur.


c) Per 1 Juli 2016 pemberlakukan e-Faktur secara nasional.
d) Transaksi yang Diwajibkan Pembuatan e-Faktur
Berdasarkan peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2014
transaksi yang diwajibkan pembuatan e-Faktur yaitu:
a) Penyerahan Barang Kena Pajak (Pasal 4 ayat (1) huruf a dan/ atau
Pasal 16D UU PPN) dan/ atau penyerahan Jasa Kena Pajak (Pasal 4
ayat (1) huruf c UU PPN)
b) Dikecualikan atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/ atau Jasa
Kena Pajak:
i.

yang dilakukan oleh pedagang eceran (Pasal 20 PP No. 1


Tahun 2012)

ii.

yang dilakukan oleh PKP Toko Retail kepada orang pribadi


pemegang paspor luar negeri (Pasal 16E UU PPN)

iii.

yang bukti pungutan PPN berupa dokumen tertentu yang


kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak (Pasal 13
ayat (6) UU PPN).

E. Saat Pembuatan e-Faktur


Saat pembuatan e-Faktur oleh Pengusaha Kena Pajak berdasarkan Pasal 3
PER 16/PJ/2014:
1) saat penyerahan Barang Kena Pajak
2) saat penyerahan Jasa Kena Pajak
3) saat penerimaan pembayaran (dalam hal penerimaan pembayaran

17

sebelum penyerahan BKP dan/ atau JKP)


4) saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian
tahap pekerjaan
5) saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan
F. Keterangan yang wajib ada pada e-Faktur
Berdasarkan pasal 4 (1) PER-16/PJ/2014 e-Faktur harus mencantumkan
keterangan mengenai penyerahan Barang Kena Pajak dan/ atau penyerahan
Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:
i.

Nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau
Jasa Kena Pajak.

ii.

nama, alamat, dan NPWP pembeli Barang Kena Pajak atau penerima
Jasa Kena Pajak.

iii.

jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan
potongan harga.

iv.

Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut.

v.

Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut.

vi.

kode, nomor seri, dan tanggal pembutan Faktur Pajak.

vii.

nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.

2.1.11 Pelaporan Faktur Pajak


Ketentuan mengenai kewajiban pelaporan Faktur Pajak atau e-Faktur
terdapat dalam Pasal 11 PER-16/PJ-2014 yaitu:

18

1) e-Faktur wajib dilaporkan oleh PKP ke DJP dengan cara diunggah (upload)
ke DJP dan memperoleh persetujuan dari DJP.
2) Pelaporan e-Faktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
menggunakan aplikasi atau sistem elektronik yang telah ditentukan dan/ atau
disediakan DJP.
3) DJP memberikan persetujuan untuk setiap e-Faktur yang telah diunggah
(upload) sepanjang Nomor Seri Faktur Pajak yang digunakan untuk
penomoran e-Faktur tersebut adalah Nomor Seri Faktur Pajak yang diberikan
oleh DJP kepada PKP yang membuat e-Faktur sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
4) e-Faktur yang tidak memperoleh persetujuan dari DJP bukan merupakan
Faktur Pajak.

2.2 Penelitian Terdahulu


Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang telah dilakukan yang dapat digunakan
sebagai acuan yaitu:
1. Sri Rahayu dan Ita Salsalina Lingga (2009)
Penelitian yang dilakukan oleh Sri dan Ita (2009) berjudul Pengaruh
Modernisasi Sistem Administrasi Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
dengan Survei atas Wajib Pajak Badan pada KPP Pratama Bandung X. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan penerapan sistem administrasi perpajakan
modern pada KPP Pratama Bandung X sebagian besar dalam kategori baik
misalnya penerapan penggunaaan fasilitas teknologi perpajakan dalam

19

mempermudah pemenuhan kewajiban perpajakan sebagian besar dalam ketegori


baik karena dapat mempermudah petugas pajak dalam memberikan pelayanan
prima kepada Wajib Pajak akan tetapi untuk penerapan sistem administrasi
perpajakan modern tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap kepatuhan
Wajib Pajak, hal tersebut disebabkan oleh kurangnya sosialisasi mengenai
penerapan sistem tersebut. Selain itu karena jumlah account representative yang
ada di KPP Pratama tidak sebanding dengan jumlah Wajib Pajak yang menjadi
tanggung jawab petugas account representative. Disisi lain, penggunaan
teknologi internet oleh masyarakat masih tergolong rendah, yang juga menjadi
penyebab tidak berpengaruhnya penerapan sistem administrasi perpajakan
modern tersebut.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu terletak pada variabel
dependen. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu terletak pada
variabel independen dimana penelitian terdahulu meneliti tentang modernisasi
sistem administrasi perpajakan sedangkan dalam penelitian ini, peneliti meneliti
mengenai e-Fakturyang merupakan bagian dari sistem administrasi perpajakan
modern.
2. Nugroho Agung Susanto (2011)
Penelitian yang dilakukan oleh Nugroho (2011) berjudul Analisis Perilaku
Wajib Pajak terhadap Penerapan Sistem EFilling Direktorat Jenderal Pajak.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku penerimaan Wajib Pajak terhadap e-Fakturadalah persepsi kegunaan,
persepsi kemudahan penggunaan, sikap terhadap penggunaan, kesukarelaan

20

menggunakan dan norma subyketif. Mayoritas responden dalam penelitian


tersebut menyatakan bahwa e-Fakturdapat diterima sebagai sistem pelaporan
pajak secara online dan realtime.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu terletak pada penerapan
sistem e-Fakturoleh kantor pajak. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian
terdahulu adalah dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui pengaruh
penerapan sistem e-Fakturterhadap kepatuhan Wajib Pajak sedangkan pada
penelitian terdahulu, ingin menganalisis perilaku Wajib Pajak terhadap
penerapan e-filling.
3. Irmayanti Madewing (2013)
Penelitian yang dilakukan oleh Irmayanti (2013) berjudul Pengaruh
Modernisasi Sistem Administrasi Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Makassar Utara. Penelitian tersebut
serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh penelitian ini dengan penelitian
yang dilakukan oleh Sri dan Ita (2009) yaitu sama-sama meneliti tentang
pengaruh modernisasi sistem administrasi perpajakan terhadap kepatuhan Wajib
Pajak, akan tetapi kedua penelitian tersebut memiliki hasil berbeda. Dalam
penelitian yang dilakukan oleh Irmayanti (2013) menunjukkan bahwa
modernisasi sistem administrasi perpajakan berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kepatuhan Wajib Pajak, dimana dalam penelitian tersebut modernisasi
sistem adminitrasi perpajakannya yang terdiri dari restrukturisasi organisasi,
penyempurnaan proses bisnis dan teknologi informasi, penyempurnaan sumber
daya manusia, dan pelaksanaan Good Governance .

21

4. Himawan Wibisono (2013)


Dengan judul Analisis Penerimaan Sistem e-learning SMK LABOR Pekan baru
dengan menggunakan technology acceptance model (TAM). Tujuan penelitian
ini untuk mengetahui bagaimana mengukur persepsi penerimaan siswa terhadap
kemudahan pemakaian dan kemanfaatan sistem e-learning dan mengetahui
faktor-faktor yang dapat mendorong siswa dalam menggunakan sistem
elearning pada SMK Labor Pekanbaru. Hasil penelitian menunjukan bahwa
penerimaan sistem e-learing SMK Labor Pekanbaru untuk persepsi kemudahan
pemakaian adalah termasuk kedalam kategori sangat puas dengan persentasi
97,45%, dan untuk persepsi kebermanfaatan adalah termasuk kedalam kategori
sangat puas dengan persentasi 97,45%.
Perbedaan penelitian Himawan dengan penelitian yang sekarang adalah
Himawan menganalisis persepsi siswa terhadap penerimaan sistem e-learning
sedangkan penelitian sekarang menganalisis persepsi PKP terhadap penggunaan
sistem e-Faktur. Kesamaan dalam penelitian adalah metode analisis data
deskriptif dan variabel yang digunakan menggunakan model penerimaan sistem
teknologi oleh TAM. Berdasarkan teori yang telah dikemukakan dan mengkaji
hasil penelitian terdahulu maka dapat dikatakan untuk menilai persepsi PKP
terhadap penggunaan e-Faktur dapat dilakukan dengan menggunakan metode
TAM. Suatu sistem yang diteliti dapat dikatakan bermanfaat dan mudah dengan
diukur menggunakan indikator-indikator yang terdapat dalam persepsi
kegunaandan persepsi kemudahan penggunaan menurut TAM. Hasil penelitian
termasuk dalam kategori bermanfaat atau tidak bermanfaat, mudah atau tidak

22

mudah ditentukan berdasarkan tingkat prestasi yang ditetapkan. Maka


berdasarkan kategori tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem e-Faktur
merupakan sistem yang bermanfaat dan mudah atau tidak menurut persepsi PKP.
Desain penelitian untuk menjawab persepsi PKP terhadap penggunaan e- Faktur
sebagai sarana pelaporan PPN.

2.3 Kerangka Berfikir

23

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1

Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian deskriptif
kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Metode penelitian deskriptif kualitatif
(Arikunto, 1996:243) adalah penelitian yang mengukur dan menggambarkan
suatu fenomena sosial berupa penerapan aplikasi e-Faktur dengan cara
menghimpun fakta yang ada pada KKP dan juga pengusaha kena pajak
mendeskripsikannya dalam kata-kata tanpa melakukan pengujian hipotesis.
Sedangkan yang dimaksud dengan penelitian studi kasus (Subiyanto, 2000:143)
adalah membandingkan penerapan aplikasi e-Faktur pada pengusaha kena pajak
yang diteliti dengan konsep atau teori Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan
Undang-Undang Perpajakan yang terkait. Berdasarkan penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa, penelitian ini difokuskan pada penerapan aplikasi e-Faktur

24

pada pengusaha kena pajak yang kemudian dianalisis dan dibandingkan dengan
teori PPN beserta Undang-Undang Perpajakan terkait yang menjadi landasan
penelitian.
3.2

Objek dan Waktu Penelitian


Obyek penelitian adalah segala aktivitas yang berkaitan dengan penerapan eFaktur. Lokasi penelitian adalah pada pengusaha kena pajak yang berlokasi di
daerah seluruh kota besar di Indonesia.Penelitian ini berfokus pada perusahaan
Olimpic karena perusahaan ini terdari dari beberapa perusahaan yang secara
terpisah dalam melaksanakan administrasi perpajakan
Waktu penelitian untuk observasi dan wawancara telepon ini dilakukan
dalam waktu satu bulan mulai dari 29 September 2016 31 Oktober 2016

3.3 Jenis dan Sumber Data


Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif yang terdiri
atas hasil pengamatan dan hasil wawancara dengan Staff pajak Olympic group.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
1

Data Primer
Data primer diperoleh secara langsung dari perusahaan yang tergabung dalam
Olympic group dengan observasi langsung untuk mengetahui keadaan di
lingkungan perusahaan di surabaya, wawancara dengan pihak yang terkait yang
dengan mengunakan media telepon
2.Data Sekunder

25

Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan dan literatur yang terkait
serta data yang diperoleh dari dokumen dan laporan yang berkaitan dengan eFaktur dan peraturan peraturan yang terkait
3.4

Pemilihan Informan
Pada penelitian kualitatif ini, informasi diperoleh langsung dari informan untuk
memperoleh data primer. Informan tersebut diwawancarai secara mendalam yang
berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti dan dibahas dalam penelitian
ini. Informan pada penelitian kualitatif ini dipilih dan ditentukan dengan
pertimbangan-pertimbangan tertentu yang telah ditentukan oleh peneliti. Informan
tersebut adalah staf pajak yang bertugas melaksanakan jasa perhitungan pelaporan
PPN dan mengunakaan aplikasi E-Faktur. Informan dipilih satu untuk
memawakili satu pulau besar di Indonesia

NO

NAMA

NPWP

KOTA

JUMLA
H

PT. SUBAINDO CAHAYA POLINTRACO

01.544.699.0-631.000

SURABAYA

PT. CAHAYA MURNI ANDALAS


PERMAI

01.472.244.1-201.000

PADANG

PT. CAHAYA MURNI BALIMINDO

01.617.487.2-904.000

BALI

PT. CAHAYA MURNI BORNEO TIMUR

01.712.904.0-725.000

BALIKPAPAN

PT. CAHAYA MURNI TERANG TIMUR

01.690.878.2-812.000

MAKASSAR

PT. CAHAYA MURNI TIMUR JAYA

01.615.968.3-952.000

JAYAPURA

PT. SINGGASANA AGUNG SEJATI

01.659.026.7-915.000

LOMBOK BARAT

PT. SURYA ANDALAN TIMUR

02.946.267.8-811.000

KENDARI

PT. TIMUR PRIMA LESTARI SENTOSA

01.720.166.6-922.000

KUPANG BARAT

TOTAL

Dari hasil wawancara nanti nya akan di digabungkan pendapat pendapat yang
dirasa sama dan ditarik kesimpulan

10

26

3.5

Metode Analisis Data


Metode analisis data merupakan pendiskripsian mengenai teknik analisis data
yang digunakan untuk menganalisis data yang telah dikumpulkan. Berikut adalah
langkah-langkah analisis data yang dilakukan penulis
a) Melakukan wawancara untuk mengetahui perbedaan FP yang dulu dengan FP
dari aplikasi e-Faktur, serta kendala yang dihadapi informan dalam penerapan
e-Faktur;
b) Melakukan wawancara dengan informan mengenai beberapa kekurangan ESPT yang dapat dan atau tidak dapat dicegah dengan diterapkannya aplikasi eFaktur;
c) Menganalisis perbedaan faktur pajak manual dengan faktur pajak yang
dihasilkan dari aplikasi e-Faktur;
d) Menganalisis kelemahan dan kelebihan aplikasi e-Faktur dibandingkan dengan
aplikasi SPT PPN 1111 dengan menggunakan aplikasi e-Faktur..
Untuk menetapkan keabsahan (trustworthiness) data diperlukan teknik

pemeriksaan data. Dalam penelitian ini, teknik pemeriksaan data yang digunakan yaitu
triangulasi. Triangulasi ini selain digunakan untuk mengecek kebenaran data juga
dilakukan untuk memperkaya data. Triangulasi dapat dilakukan dengan menggunakan
teknik yang berbeda (Nasution, 2003:115) yaitu wawancara, observasi dan
dokumentasi.
Dalam Moleong (2001:178), menurut Denzin (1978) membedakan empat
macam triangulasi, antara lain:
1) triangulasi dengan sumber;
2) triangulasi dengan metode;
3) triangulasi dengan penyidik, serta

27

4) triangulasi dengan teori.


Pada penelitian ini, dari keempat macam triangulasi tersebut, peneliti hanya
menggunakan triangulasi dengan metode atau teknik. Triangulasi dengan teknik berarti
peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan
data dari sumber yang sama. Dalam hal ini peneliti menggunakan observasi partisipatif,
wawancara mendalam, serta dokumentasi untuk sumber data yang sama .

28

Bab IV
Hasil dan Pembahasan
4.1

Gambaran umum
Olympic Furniture adalah salah satu produsen furniture terbesar di Indonesia

dengan kantor pusat yang bertempat di Kota Bogor. Setelah beroperasi selama lebih
dari 26 tahun, Olympic Furniture telah menjadi perusahaan terkemuka yang memenuhi
kebutuhan furniture baik dalam maupun luar negeri. Olympic Furniture memiliki lebih
dari 49 cabang dan 30 kiani (titik distribusi) yang tersebar di seluruh Indonesia dan
telah memasok produk furniture berkualitas ke lebih dari 3600 toko tradisional, 250
modern retailer outlet, berbagai proyek milik instansi pemerintah dan swasta, direct
selling serta menyediakan layanan penjualan online. Selain itu, Olympic Furniture telah
mengekspor produk furniture ke lebih dari 100 negara di berbagai belahan dunia.
4.2

Sejarah OLYMPIC

4.2.1

Berawal dari Box Speaker


Pada tahun 1975 mulailah ia menekuni bisnis box speaker dengan merancang

dan membuat rangkaian elektroniknya. Hal ini dilakukan dengan modal menjual

29

perhiasan milik isterinya. Ternyata, angin keberhasilan berhembus kencang kearah


perjalanan bisnisnya. Box Speaker-nya laku keras dan banyak disukai orang. Sejak
itulah selama bertahun-tahun ia terus memproduksi Box Speaker yang ternyata
berbahan baku Partikel.

4.2.2

Meja Belajar yang Legendaris


Inspirasi memang kadang datang tak terduga. Suatu hari, Au Bintoro melihat

mobil bak terbuka mengangkut sebuah meja belajar yang terbuat dari kayu. Ia berpikir,
betapa sayangnya jika mobil sebesar itu hanya mengangkut satubuah meja belajar saja.
Jika mejanya bisa dibongkar pasang, pasti akan lebih menghemat tempat saat
diangkut, katanya dalam hati. Perpaduan bahan Box Speaker yang praktis dan bisa di
bongkar pasang dan meja belajar kayu bergumul di pikirannya. Naluri bisnisnya yang
tajam melahirkan insipirasi untuk menciptakan Meja Belajar dari bahan partikel yang
biasa digunakan untuk Box Speaker. Au pun langsung merancang dan membuat sendiri
sebuah meja belajar yang ukurannya lebih kecil dari biasa, berbahan partikel dan dapat
dibongkar pasang. Sebagaimana Box Speaker, Meja Belajar berbahan partikel tersebut
juga laris terjual di pasaran, bahkan mulai melegenda. Sampai sekarang, jika bicara soal
Meja Belajar, rasanya tak akan afdol kalau tidak menyebut nama Olympic. Akan tetapi,
perjalanan menuju sukses memang tidak semulus yang dibayangkan. Ada saja lubang
yang siap menghadang langkah. Pernah suatu kali Au mendapat pesanan ribuan meja
belajar. Dengan percaya diri walaupun kontrak belum ditandatangani, Au sudah mulai
mencicil pembuatan meja itu siang dan malam karena kapasitas produksi waktu itu

30

masih sedikit. Namun malang baginya, pesanan tersebut batal padahal ribuan meja
buatannya sudah menumpuk dan disimpan dimana-mana. Tapi langit belum runtuh,
setelah menunggu tiga bulan tanpa kepastian, akhirnya Au menjual meja buatannya ke
pasar, dan ternyata semuanya habis terjual.
4.2.3

Lahirnya nama Olympic


Pada tahun 1982, Au Bintoro mendirikan perusahaan untuk memproduksi

furniture knockdown secara massal, dan untuk melabel merek produknya tersebut, ia
terinspirasi oleh Pesta Olahraga dunia yang berlangsung di Rusia tahun 1984,
Olympiade. Lahirlah nama Olympic Furniture lengkap dengan logonya, sebuah nama
yang nantinya akan merajai pasar furniture di tanah air. Berawal dari Bogor, meja
Olympic mulai merambah Jakarta dan kota-kota besar di Jawa, Sumatra dan
Kalimantan. Au melakukan investasi dengan memperluas lahan, membangun pabrik
bermesin modern, merekrut banyak karyawan, dan memperluas varian produk. Tempat
Tidur, Lemari Hias, Lemari Pakaian, Rak TV, Kitchen Set, dan segala produk furniture
lainnya mulai bermunculan dengan Merek Olympic. Pemisahan Divisi Pabrikan
(manufacturing)

dan

divisi

Pemasaran

(marketing)

yang

dilakukan

berhasil

meningkatkan penjualan produk di pasaran. Tetapi cobaan kembali datang dengan


datangnya krisis ekonomi yang melanda negara ini pada tahun 1997. Hal ini berdampak
buruk pada Olympic. Beruntung Olympic saat itu telah memiliki tenaga-tenaga
profesional yang diakui sendiri oleh Au sangat handal, sehingga bisnis Olympic masih
dapat berjalan. Setelah masa-masa berat tersebut, produksi Olympic kembali berputar.
Saat ini, Olympic Furniture sudah menjadi bagian hidup dari konsumen Indonesia

31

maupun luar negeri. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya cabang Olympic di seluruh
Indonesia dan terdistribusinya produk Olympic hampir ke 100 negara di dunia.
4.2.4

PT Cahaya Sakti Furintraco


PT Cahaya Sakti Furintraco (CSF) didirikan oleh Bpk. Au Bintoro di kota Bogor

pada tahun 1983 dengan jalur bisnis yang

ditempuh adalah memproduksi dan

memasarkan produk-produk meja belajar yang bersifat knockdown furniture yang


mengadopsi Olympic Furniture sebagai brand name-nya.
Untuk memperluas jariungan pemasaran dan distribusi pada tahun 1986
didirikan PT Cahaya Sakti Multi Intraco (CASMI). Perluasan pemasaran dan distribusi
tersebut disertai dengan perluasan kelompok dan tipe produkny, mulai dari Bedroom set
ke Living Room set ke Children set, dan Office set dengan tujuan mengakomodasi
meningkatnya permintaan terhadap produk-produk knockdown untuk rumah tangga
maupun perkantoran.
Saat ini Olympic Furniture sudah menjadi salah satu bagian hidup dari
konsumen Indonesia maupun luar negeri. Hal ini ditunjukkan dengan adanya lebih dari
50 cabang Olympic di seluruh Indonesia yang mendistribusikan ke lebih dari 3.000
toko, baik Traditional Retail Outlet maupun Modern Retail Outlet, dan pendistribusian
ke lebih 100 negara di seluruh pelosok dunia.
Mengetahuinya

pentingnya

terpenuhinya

permintaan

konsumen, CASMI

memasarkan dan mendistrbusikan produk-produk sejenis dengan merk/brand berbeda


yang sesuai dengan keadaan pasar, antara lain: Solid Furniture, Albatros, Procella,
Olympia, Jaliteng, Grafier, dan Audiopro.

32

4.2.5

Group perusahaan
PT. FMS
Furnimart merupakan divisi Retail Bisnis Olympic yang berdiri sejak tahun
2006. Toko pertama dibuka di Kota Bogor. Pertumbuhan toko terus meningkat
hingga menjadi 100 toko yang tersebar di lebih 49 kota dan 11 Propinsi, di pulau
Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Furnimart Hadir untuk memberikan
solusi kepada konsumen dengan menghadirkan pilihan furniture dan disain yang
beragam. Ditoko ini konsumen dapat menemukan bermacam merek dari produk
Furniture. Furnimart juga menghadirkan Produk Ekslusif yan g tidak didapatkan
di toko lain. Pada awal Tahun 2011, Brand toko berubah. Sesuai dengan tuntutan
masyarakat dan kondisi pasar, logo Furnimart berganti dengan bentuk yang lebih
" Tegas, Elegan dan simple". Dengan Mengusung tagline " Modern and Simple
Living", produk furniture furnimart mengalami perkembangan disain dimana
disain tersebut menjadi lebih modern dan lebih simple, baik dari segi bentuk,
warna, perawatan dan suasana yang ditampilkan. Sesuai dengan perkembangan
itu pulalah, Furnimart Hadir di Mall Artha Gading sebagai toko pertama dalam
Mall sebelum menyebar ke Mall lainnya.Toko Furniture Furnimart berada
dibawah naungan PT. Furnimart Mebelindo Sakti (FMS). Selain Toko
Furnimart, PT. FMS juga mengelola Toko Furniture MER. Selain mengelola
sendiri toko toko Furniture ini, sistem waralaba juga telah diterapkan. Sehingga
bagi orang, komunitas atau badan usaha yang hendak membuka toko furniture
tidak perlu repot memulai, dengan bekerjasama, toko furniture sudah dapat
diwujudkan dengan segera.

33

4.2.6

Visi, misi dan ,filosofi


Visi:
Menjadi Organisasi Perusahaan Furniture yang Komprehensif dan Integratif
serta Berkelas Dunia.
Misi:
Memberikan Keunggulan Kinerja Dan Keharmonisan Kerjasama Bagi Relasi
Bisnis Serta Kemaslahatan Untuk Semua Pihak Yang Berkepentingan.
Filosofi:
THE

BEST

GENERATION

CONDUCTING

FOR

THE

BEST

REGENERATION Generasi yang terbaik melakukan alih generasi dengan tata


cara yang terbaik, untuk melahirkan generasi penerus yang terbaik.
4.2.7

Award

2006-2009
Primaniyarta
Primaniyarta merupakan penghargaan yang diberikan oleh Badan Pengembangan
Ekspor Nasional (BPEN) kepada para eksportir nasional yang mencatatkan prestasi
terbaik dalam ekspor non-migas.

34

2006-2012
IMAC
Indonesia Most Admired Companies (IMAC) Award 2012 merupakan penghargaan yang
diberikan oleh Majalah Bloomberg Bussinessweek dan Lembaga Konsultan Frontier
kepada perusahaan yang memiliki citra positif terhadap produk dan layanannya.
Penghargaan ini diberikan setelah melakukan penilaian dengan mengacu pada beberapa
kriteria yaitu, Quality, Performance, Responsibility dan Attractiveness.
2002-2013
Top Brand Award
Top Brand Award merupakan penghargaan yang diberikan untuk merek dianggap sebagai
"TOP". "TOP" kriteria berdasarkan pada survei yang dilakukan oleh Frontier Consulting
Group. Top Brand Index diformulasikan berdasarkan 3 variabel: Mind Share, Market
Share dan Commitment Share.
2006-2012
Indonesia Best Brand Award (IBBA) Platinum
Olympic Furniture menerima penghargaan dari Indonesia Best Brand Award (IBBA)
2011 didalam kategori Furniture. Jenis Penghargaan IBBA 2011 yang diberikan kepada

35

Olympic Furniture adalah IBBA 2011 Platinum, yang artinya delapan tahun berturutturut Olympic Furniture mampu mempertahankan kepercayaan dan memenuhi dengan
baik kebutuhan konsumen akan produk furniture.
2007-2012
Solo Best Brand Index (SBBI)
Olympic Furniture kembali mendapatkan SBBI (Solo Best Brand Index) di tahun 2011
ini. Survey dilakukan oleh SOLO POS bekerjasama dengan Optima Solusi Indonesia
(OPSI) dan Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP)
Universitas Sebelas Maret (UNS). Berdasarkan hasil survey selama 3 (tiga) bulan,
terhitung Bulan Maret sampai dengan Mei 2011, terhadap 1.500 responden, Merk
Olympic Furniture kembali menjadi Pemenang didalam kategor Kategori elektronik dan
perlengkapan rumah tanggai.
2002-2010
ICSA
Penghargaan ICSA adalah apresiasi terhadap merek yang berhasil memberikan kepuasan
di mata masyarakat Indonesia. Penghargaan berdasarkan survei Frontier Consulting
Group dan majalah SWA di Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Makassar dan
Medan.

36

2005-2008
E-Company Award
Penghargaan ini diberikan kepada perusahaan terbaik yang mengimplementasikan
teknologi informasi yang terbukti mampu meningkatkan kinerja bisnis perusahaan.
2002-2006
IGDS
Penghargaan IGDS diberikan oleh Pemerintah kepada perusahaan atau desainer yang
telah melakukan upaya menghasilkan desain produk sesuai performa desain dan
memenuhi kriteria good design.
2006-2008
SNI Award
Penghargaan SNI Award merupakan salah satu penghargaan tertinggi yang diberikan oleh
Pemerintah kepada Perusahaan maupun industri Nasional yang konsisten menerapkan
standar SNI.
2012
Social Media Award
Social Media Award diberikan kepada merek merek yang paling banyak memperoleh
pembicaraan/sentimen positif di situs social media. Metode pengukurannya mengacu

37

pada EMSS Index (earned media share of voice by sentiment) dengan cara menghitung
pembicaraan positif suatu merek ditambah persentase pembicaraan netral, dan dikurangi
pembicaraan negatif.
4.3

Perbedaan Faktur Pajak Kertas dengan Faktur Pajak dari Aplikasi E-Faktur
FP yang dibuat secara manual, dalam hal ini dapat disebut sebagai FP Kertas,
sedangkan FP yang dibuat dari aplikasi e-Faktur disebut dengan FP Elektronik.
Perbedaan antara FP Kertas dengan FP dari aplikasu e-Faktur diperoleh dengan
membandingkan PER-16/PJ/2014 yang mengatur tentang Tata Cara Pembuatan Dan
Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik serta Peraturan DJP Nomor PER24/PJ/2012
tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam
Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan
Faktur Pajak sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014, berikut ini beberapa perbedaannya:
1.) Tanda Tangan PKP atau Pegawai yang Bersangkutan
Tanda tangan FP yang dibuat secara manual, menggunakan tanda tangan basah dari PKP
atau pegawai bersangkutan. Sedangkan untuk FP dari aplikasi e-Faktur, kode QR digunakan
sebagai pengganti tanda tangan PKP.
2.) Format atau lay out
Format FP dengan aplikasi e-Faktur ditentukan oleh aplikasi/sistem yang disediakan oleh
DJP, dalam hal ini yaitu aplikasi e-Faktur, sedangkan format untuk FP kertas yaitu bebas,
tidak ada format khusus yang wajib digunakan namun FP tetap harus dibuat sesuai dengan

38

PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur


Pemberitahuan dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata
Cara Pembatalan Faktur Pajak.
3.) Bentuk dan Jumlah Lembar
Berdasarkan PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan,
Prosedur Pemberitahuan dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian,
dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak, FP Manual yang digunakan diwajibkan dalam
bentuk kertas (hardcopy) dengan jumlah lembar minimal 2. Sedangkan untuk FP dari
aplikasi e-Faktur tidak wajib dicetak dalam bentuk kertas (hardcopy).
4.) PKP yang Membuat
Seluruh PKP di Indonesia wajib membuat FP dalam bentuk kertas. Namun setelah 1 Juli
2014, beberapa PKP yang ditetapkan oleh DJP diwajibkan untuk membuat FP dengan
aplikasi e-Faktur. Dalam hal ini, tidak semua PKP yang berkewajiban membuat FP
Elektronik tetapi hanya PKP yang ditunjuk oleh DJP berdasarkan KEP-136/PJ/2014 tentang
Penetapan Pengusaha Kena Pajak yang Diwajibkan Membuat Faktur Pajak Berbentuk
Elektronik.
5.) Permintaan NSFP
Saat ini penerapan aplikasi e-Faktur difasilitasi dengan aplikasi e-Nofa yang dibuat oleh
DJP untuk memudahkan PKP dalam melaksanakan aplikasi perpajakannya. Dengan e-Nofa,
PKP tidak harus datang ke KPP untuk meminta NSFP karena hal itu dapat dilakukan secara
online menggunakan Sertifikat Elektronik. Berbeda dengan Faktur Pajak Kertas, PKP tidak

39

diwajibkan memiliki sertifikat elektronik sehingga tidak ada akses untuk masuk ke dalam
aplikasi eNofa yang ada. Sehingga PKP harus datang langsung ke KPP untuk meminta
NSFP.
6.) Prosedur Pelaporan Faktur Pajak
Pada aplikasi e-Faktur, baik FP keluaran ataupun FP masukan harus di-upload terlebih
dahulu untuk mendapatkan kode QR dan pengesahan FP dari DJP. Dengan begitu FP
tersebut dapat masuk ke dalam SPT PPN yang akan dibuat. Berbeda dengan FP Kertas, PKP
tidak diwajibkan untuk meng-upload FP yang ada sebelum pelaporan SPT PPN. FP masukan
dan FP keluaran hanya perlu dicantumkan pada daftar pajak keluaran dan pajak masukan
pada saat membuat SPT PPN.
7.) Pelaporan SPT PPN
Pelaporan FP Kertas menggunakan aplikasi SPT PPN 1111, sedangkan pada FP
Elektronik pembuatan serta pelaporan FP dapat dilakukan dalam 1 aplikasi yang sama yaitu
aplikasi e-Faktur.
8.) Mata Uang Faktur Pajak
Untuk FP kertas, penggunaan mata uang selain rupiah diperbolehkan. Sedangkan untuk
FP yang dibuat dengan menggunakan aplikasi e-Faktur, mata uang yang digunakan hanya
mata uang rupiah. Untuk transaksi dengan mata uang selain rupiah harus dikonversikan
terlebih dahulu ke dalam rupiah.

40

4.4

Kelebihan Aplikasi E-Faktur


Penerapan aplikasi e-Faktur tahap kedua yang akan efektif dilaksanakan pada
tanggal 1 Juli 2015 membutuhkan banyak persiapan.dan serempak di seluruh Indonesia
pada 1 juli 2016 Dari mulai pengadaan sosialisasi, pendaftaran sertifikat elektronik,
hingga penginstalan aplikasi e-Faktur yang asli oleh PKP. Lalu sebenarnya apakah
kelebihan yang dimiliki aplikasi eFaktur dibandingkan jika FP dibuat secara manual dan
pengisian SPT dengan aplikasi e-SPT PPN 1111. Berdasarkan hasil wawancara yang
diperoleh serta observasi yang dilakukan, maka berikut ini kelebihan serta kelemahan
yang ditemukan dari penerapan aplikasi e-Faktur pada dari sudut pandang penguna efaktur di seluruh Indonesia :
1.) Dapat mencegah adanya Faktur Pajak fiktif
penerapan e-Faktur ini dapat mencegah adanya FP fiktif karena tidak semua orang
bisa membuat FP seperti dulu. FP dari aplikasi e-Faktur saat ini menggunakan kode QR
sebagai ganti tanda tangan Direktur selain itu untuk mendapatkan kode tersebut FP harus
di-upload terlebih dahulu melalui aplikasi e-Faktur..., pendapat dari informan PT.
Subaindo cahaya polintraco.
Adanya Faktur Pajak Fiktif tidak hanya merugikan Negara saja, tetapi juga pihak-pihak
terkait di dalamnya. Tanda tangan basah yang digantikan dengan kode QR, mengakibatkan
tidak setiap orang bisa membuat FP. Kode QR yang terdapat pada FP harus melalui
pendaftaran sertifikat elektronik yang sah agar dapat menginstal aplikasi e-Faktur. Selain itu,
pengawasan dapat dilakukan oleh DJP dengan mudah, karena setiap FP yang akan diberikan
kepada lawan transaksi harus terlebih dulu di-upload, sehingga setiap FP masukan dan FP
keluaran akan terlapor secara otomatis ke dalam program DJP sebelum pelaporan SPT PPN.

41

Dengan demikian dapat ditemukan dengan mudah, jika ada FP fiktif ataupun FP yang tidak
dilapor oleh salah satu lawan transaksi.
2.) Lebih Efisien dalam hal transaksi Faktur Pajak
...dengan aplikasi e-Faktur ini, transaksi FP antara PKP penjual dan PKP pembelian
dapat lebih efisien karena FP tersebut bisa langsung di-email berupa file PDF tanpa harus
dicetak.., pendapat informan dari padang,Lombok,dan jayapura .
Penerapan e-Faktur tidak mewajibkan WP untuk mencetak FP, sehingga FP dapat diberikan
kepada lawan transaksi dalam bentuk PDF. Dengan bentuk file pdf, pengiriman FP dapat
dilakukan melalui email ataupun dengan media sosial lainnya sehingga hal tersebut dapat
menghemat waktu dan biaya bagi PKP dalam setiap transaksinya.
3.) Meminimalisir Tingkat Kesalahan Nominal Faktur Pajak
...harga barang dalam aplikasi e-Faktur harus selalu di-update , hal ini akan
meningkatkan kehati-hatian dalam membuat FP keluaran..., pendapat dari makasar , jaya
pura dan balikpapan.
Dalam aplikasi e-Faktur, ketika terdapat perubahan harga barang, maka harga barang pada
daftar harus selalu di-update karena harga tersebut akan berpengaruh terhadap total DPP
FP. Dengan keharusan semacam ini, maka tingkat kehati-hatian pembuat FP akan semakin
tinggi. Selain itu, perhitungan total DPP terhitung secara otomatis sehingga terjadinya
kesalahan nominal FP dapat diminimalisir.
4.) Lebih Mudah ketika Meminta NSFP
...dengan sertifikat elektronik yang dimiliki masing-masing PKP, permintaan NSFP dapat
dilakukan secara online melalui e-Nofa..., pendapat seluruh informan .
Aplikasi e-Faktur erat kaitannya dengan aplikasi e-Nofa dalam penerapannya. Untuk
menggunakan aplikasi e-Faktur, setiap PKP wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh

42

sertifikat elektronik. Dengan sertifikat elektronik tersebut, PKP dapat mengajukan


permohonan dan memperoleh NSFP secara online dengan menggunakan program e-Nofa,
sehingga tidak perlu datang langsung ke KPP untuk meminta NSFP. Dengan adanya aplikasi
ini pengawasan terhadap PKP juga dapat terbantu. PKP tidak bisa lagi mendaftarkan alamat
fiktif untuk tempat usahanya karena semuanya akan terdeteksi melalui e-Nofa. Penomoran
faktur pajak pun lebih valid dan dapat ditelusuri dengan aplikasi e-Nofa ini.
4.5

Kelemahan Aplikasi e-Faktur


Aplikasi e-Faktur tidak hanya memiliki kelebihan dalam penerapannya. Terdapat
beberapa faktor yang menjadi kelemahan dalam penerapannya, berikut ini merupakan
kelemahan e-Faktur:

1.) Harus Tersedianya Koneksi Internet


...tidak semua tempat kerja klien tersedia sarana wifi sehingga beberapa klien harus
membeli modem terlebih dahulu untuk menjalankan aplikasi e-Faktur. Selain itu, kecepatan
internet juga berpengaruh terhadap kerja aplikasi e-Faktur tersebut sehingga banyak
komplain dari klien mengenai lamanya proses approve ketika meng-upload FP... pendapat
dari informan jayapura, Kupang dan makasar.
Aplikasi e-Faktur tidak dapat dijalankan tanpa adanya koneksi internet, mengingat aplikasi
ini terkoneksi langsung dengan aplikasi DJP. Namun pada faktanya, tidak semua PKP
memiliki koneksi internet di tempat operasionalnya. Untuk itu setiap PKP dituntut untuk
menyediakan sarana internet. Hal ini sedikit memberatkan PKP dalam hal persiapan
penerapan e-Faktur.

2.) Waktu yang dibutuhkan untuk membuat FP Keluaran Lebih Lama

43

...daftar harga per unit barang akan berpengaruh terhadap perhitungan DPP FP keluaran
yang dibuat sehingga jika terjadi perubahan harga maka daftar harga per unit tersebut
harus selalu diperbarui. Ini yang membuat petugas pembuat FP akan memiliki pekerjaan
lebih.. pendapat informan surabaya.
Selain menjadi kelebihan, hal ini juga dapat menjadi kelemahan pada penerapan e-Faktur.
Daftar harga barang pada aplikasi e-Faktur harus selalu di-update karena ketika FP dibuat,
harga barang akan otomatis muncul sesuai kode barang yang dipilih. Hal ini akan
berpengaruh terhadap DPP FP keluaran yang dibuat. Jika setiap terjadi perubahan harga
barang harus dilakukan update, maka dalam pembuatan FP keluaran akan membutuhkan
waktu lebih lama daripada pembuatan FP secara manual. Selain itu, keharusan untuk selalu
meng-update harga barang memberikan pekerjaan yang lebih untuk staf yang bertugas
membuat FP keluaran.
2.) Waktu yang dibutuhkan untuk membuat meng-input FP masukan lebih lama
Kalo dulu kita bisa masukan FP masukan maupun FP keluaran secara bersamaan dengan
menggunakan skema impor. Tapi untuk aplikasi e-Faktur ini belum diketahui format skema
impor yang digunakan untuk mengimpor FP sehingga input FP harus dilakukan satu per
satu secara manual... pendapat informan Surabaya, dan padang.
Hingga saat ini, belum ada contoh skema impor yang dapat memudahkan PKP untuk menginput seluruh FP secara bersamaan. Selain itu, ketika sosialisasi eFaktur tidak diajarkan
untuk membuat skema impor aplikasi e-Faktur sehingga untuk meng-input FP masukan
harus dilakukan satu per satu. Hal ini menyebabkan waktu untuk meng-input FP masukan
lebih lama dibandingkan jika menggunakan skema impor.

44

4.) Adanya FP yang Gagal Approve


...FP yang tanggalnya dibuat sebelum tanggal permintaan NSFP tidak dapat di-approve
oleh DJP, sehingga untuk FP masukan harus diminta FP pengganti atas FP tersebut...
pendapat jayapura, makasar dan balikpapan.
Hal ini berkaitan dengan SE-26/PJ/2015 tentang Penegasan Penggunaan NSFP Dan Tata
Cara Pembuatan Faktur Pajak yang resmi dikeluarkan pada 2 April 2015. Surat Edaran
tersebut berisi mengenai penjelasan dalam pelaksanaan Peraturan DJP Nomor PER24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur
Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata
Cara Pembatalan Faktur Pajak sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan DJP Nomor PER-17/PJ/2014 dan Peraturan DJP Nomor PER16/PJ/2014 tentang
Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik. Salah satu
penjelasannya yaitu NSFP yang diberikan oleh DJP digunakan untuk membuat FP pada
tanggal Surat Pemberian NSFP atau tanggal sesudahnya dalam tahun yang sama dengan
Kode Tahun yang tertera pada NSFP tersebut. Untuk FP dengan tanggal FP sebelum tanggal
Surat Pemberian NSFP harus diilakukan penggantian FP. FP tersebut tidak dapat masuk
ketika di-input ke dalam aplikasi e-Faktur.
4.6 Penyebab Dilakukannya Pembetulan SPT PPN Pada Setiap Perusahan di Olympic
Group
SPT Pembetulan adalah SPT yang disampaikan kembali yang berisi perubahan
data, perubahan data tersebut bisa berupa jumlah pajak yang disetor atau data lainnya
yang berbeda dengan SPT sebelumnya. SPT pembetulan disampaikan dengan dilampiri
SPT sebelumnya, jika pembetulan pertama maka dilampiri dengan SPT Normal.

45

Pembetulan SPT PPN sering kali dilakukan oleh WP, termasuk beberapa perusahan di
Olympic Group.
Berdasarkan hasil observasi selama kurang lebih 1 bulan pada beberapa
perusahaan tersebut, dapat diketahui dari 9 perusahaan 5 diantaranya pernah melakukan
Pembetulan SPT PPN. Ini menunjukkan bahwa Pembetulan SPT PPN merupakan salah
satu masalah yang timbul dalam Pelaporan SPT PPN. Lebih dari 50 % perusahaan yang
diamati yang pernah melakukan Pembetulan PPN. Berdasarkan hasil wawancara kepada
beberapa staff pajak tersebut, berikut ini adalah alasan terjadinya pembetulan SPT PPN:
1.) Adanya Kesalahan Identitas lawan transaksi dalam FP keluaran
Adanya kesalahan identitas dalam FP Keluaran, padahal ini informasi kita dapat dari
mereka ..., hasil wawancara dengan informan Surabaya dan bali.
Ketika membuat FP keluaran, perusahaan membutuhkan data identitas lawan transaksi.
Identitas lawan transaksi ini meliputi: NPWP, nama, dan alamat. Terkadang identitas
tersebut yang sudah digunakan selama beberapa bulan, ternyata mendapat komplain dari
lawan transaksi karena adanya kesalahan identitas sehingga seluruh SPT PPN yang
berkaitan dengan identitas tersebut harus dilakukan pembetulan. Hal ini sering terjadi pada
data NPWP ataupun Nama lawan transaksi.
2.) Adanya FP keluaran yang tidak dilaporkan
...alasannya ada FP Keluaran yang belum terlapor..., hasil wawancara dengan informan
Surabaya dan padang.
ketika akan dibuat SPT Masa PPN, staf pajak harus meminta data berupa FP keluaran dan
FP masukan terlebih dahulu kepada bagian accounting. Dalam hal ini, terkadang FP

46

keluaran yang diberikan hanya sebagian atau belum lengkap, sehingga ada FP keluaran yang
belum dilaporkan. Jika ada FP keluaran yang belum dilaporkan di masa pajak yang
bersangkutan, maka harus dilakukan pembetulan atas SPT PPN di masa tersebut. Mengingat
FP keluaran yang dibuat di masa tertentu harus dilaporkan di masa itu juga.
3.) Adanya Omzet tambahan yang belum Dilaporkan
...Adanya omzet tambahan yang belum dilapor, biasanya omzet penjualan atas aktiva yang
seharusnya kode 090 tetapi masih di tulis 010...., hasil wawancara informan
Balikpapan,Surabaya, dan makasar
Beberapa perusahaan tersebut melakukan pembetulan karena adanya omzet yang belum
dilaporkan. Omzet yang dimaksud disini adalah omzet dari penjualan aktiva, sehingga
ketika pengisian SPT PPN tidak ada data valid berupa FP keluaran melainkan perhitungan
total yang dibuat oleh perusahaan dari penjualan aktiva yang seharusnya kode awal nya 090
. namun ditulis 010
4.) Adanya Kesalahan Nominal Faktur Pajak
...alasannya karena mereka salah lapor nominal FP Keluaran jadi harus dilakukan
pembetulan..., hasil wawancara dengan surabaya dan jayapura
Ada beberapa alasan terjadinya kesalahan nominal FP dalam SPT PPN, antara lain: adanya
potongan harga yang belum dimasukkan dalam FP, adanya kesepakatan harga baru yang
dibuat antara penjual dan pembeli, dan adanya kesalahan dalam membuat skema impor. Jika
pembetulan SPT PPN terjadi karena kesalahan nominal FP, maka hal ini dapat berpengaruh
terhadap total PPN yang harus disetor.
5.) Keterlambatan Acconting dalam Memberikan data Faktur Pajak

47

...accounting telat kirim rekap FP, sehingga SPT PPN-nya dibuat nihil terlebih dahulu
daripada telat lapor. Lalu dilakukan pembetulan nanti..., hasil wawancara dengan
informan makasar
Ketika perusahaan meminta data berupa FP, terkadang ada beberapa accounting

yang

terlambat memberikan data tersebut. Oleh karena itu, agar pelaporan SPT PPN tidak
terlambat maka SPT PPN sengaja dibuat nihil terlebih dahulu. Untuk selanjutnya pasti akan
dilakukan Pembetulan SPT PPN. Hal ini dilakukan oleh perusahaan untuk menghindari
denda keterlambatan yaitu sebesar Rp 500.000,00. Namun hal ini jarang terjadi dalam
perusahaan.
6.) Adanya Kesalahan Pengisian SPT PPN oleh Klien
...(1) Ada FP yang belum dilapor, (2) Adanya omzet tambahan yang belum dilapor, , (3)
Adanya kesalahan pengisian SPT PPN . Alasan k-2 dan ke-3 tersebut berpengaruh terhadap
kurang bayar atau lebih bayar dalam SPT PPN, karena mereka salah perhitungan dari
januari 2015 maka pembetulan yang dilakukan juga harus 1 tahun masa pajak karena
saling berkaitan hingga desember 2015..., hasil wawancara dengan infroman jayapura
Tidak semua staff pajak mengetahui dengan benar pengisian SPT PPN. Ada beberapa staff
pajak yang salah ketika memasukan nominal lebih bayar masa sebelumnya ke dalam SPT
PPN masa tertentu. Hal ini akan berpengaruh besar terhadap total PPN yang harus disetor
ataupun hasil lebih bayar pada masa tersebut. Tidak hanya beberapa bulan saja, pembetulan
yang dilakukan bisa jadi langsung 1 tahun masa pajak karena SPT PPN satu sama lain
berkaitan jika terjadi lebih bayar di masa-masa tertentu. Hal ini terjadi akibat kesalahan staff
pajak dalam mengisi SPT PPN.
7.) Terjadi Pembetulan Nomor Seri Faktur Pajak
...Ada Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP) ganda jadi harus pembetulan ..., hasil
wawancara dengan surabaya.

48

Pembetulan SPT PPN yang terjadi akibat adanya pembetulan NSFP bisa terjadi dari
pihak penjual ataupun dari pihak pembeli. Pembetulan NSFP yang terjadi misalnya:
adanya NSFP yang ganda, atau ada NSFP yang belum terpakai. Mengingat NSFP yang
digunakan dalam FP keluaran selalu runtun sesuai tanggal transaksi, jika hal ini terjadi
maka harus dilakukan pembetulan pada masa SPT PPN yang berkaitan dengan lawan
transaksi tersebut. Bisa jadi klien harus melakukan pembetulan SPT PPN dalam 1 masa
tahun pajak, jika setiap bulannya klien melakukan transaksi dengan lawan transaksi yang
melakukan pembetulan NSFP tersebut. Hal ini berlaku jika mengunakan supplier dari
luar jawa di awal awal pemberlakuan e-faktur
4.7

Penerapan e-Faktur untuk Mengurangi Tingkat Pembetulan SPT PPN


Penerapan e-Faktur yang dilakukan oleh DJP ini dilatarbelakangi karena
maraknya penyalahgunaan FP serta tingginya biaya kepatuhan dan beban pengawasan
administrasi perpajakan. Lalu jika dikaitkan dengan masalah yang ada pada Olympic
group yaitu banyaknya pembetulan SPT PPN yang terjadi, kasus ini merupakan salah
satu biaya kepatuhan yang harus dikeluarkan oleh WP dalam administrasi perpajakannya
karena untuk SPT PPN pembetulan kurang bayar dikenai denda 2% dari kurang bayar
yang timbul dari adanya pembetulan SPT PPN. Contoh pembetulan SPT PPN yang
dilakukan oleh perusahhan dengan alasan pembetulan yang berbeda-beda, lalu apakah
penerapan e-Faktur dapat mengatasi masalah yang ada tersebut. Untuk itu, analisis
diilakukan dengan mengkaitkan antara penyebab terjadinya pembetulan SPT PPN dengan
cara kerja e-Faktur. Berikut ini merupakan 5 alasan Staf pajak Olypic group melakukan
Pembetulan beserta solusi yang diberikan melalui aplikasi eFaktur:

49

1.) Adanya Kesalahan Identitas lawan transaksi dalam FP keluaran


Dalam aplikasi e-Faktur ini, kita harus mengisi detail identitas klien dengan lengkap,
sebelum membuat FP keluaran. Identitas tersebut antara lain: NPWP, nama, alamat
lengkap, jika salah satu keterangan alamat tidak diisi maka harus diisi dengan tanda -.
Jika tidak diisi, identitas tersebut dianggap tidak lengkap. Selain itu, identitas yang sudah
tersimpan akan secara otomatis masuk ke dalam daftar lawan transaksi sehingga untuk
selanjutnya tidak perlu mengisi identitas lawan transaksi yang bersangkutan, pendapat
informan Surabaya dan bali.
NPWP merupakan salah satu identitas yang harus dilengkapi dalam membuat FP keluaran.
Kesalahan NPWP seringkali terjadi dalam pembuatan Faktur Pajak. Dalam aplikasi eFaktur, jika NPWP yang diisikan salah, maka terdapat peringatan bahwa NPWP tidak valid.
Jika dalam pembuatan FP keluaran sebelumnya menggunakan aplikasi Microsoft Office Exel
NPWP tidak dapat diketahui kebenarannya dan dapat diisikan apasaja, maka dengan aplikasi
eFaktur kesalahan NPWP lawan transaksi bisa dideteksi langsung. Dengan begitu,
kemungkinan terjadinya Pembetulan SPT PPN akibat kesalahan identitas lawan transaksi
dapat dikurangi dengan diterapkannya e-Faktur.
2.) Adanya FP keluaran yang tidak dilaporkan
Dalam Aplikasi e-Faktur, setiap FP keluaran yang dibuat harus di-upload terlebih dahulu
untuk mendapatkan kode QR sebagai pengganti tanda tangan basah dan dianggap faktur sah
oleh DJP.
Kalau FP yang dibuat secara manual harus ada tanda tangan direktur atau pengurus,
sedangkan kalo di e-Faktur ini tanda tangannya harus pakai barcode. Cara dapat barcode
itu tadi kita harus meng-upload faktur pajak tersebut terlebih dahulu sebelum dicetak.

50

Selanjutnya ketika posting FP, FP Keluaran yang sudah di-upload tersebut secara otomatis
akan masuk ke dalam SPT PPN masa yang bersangkutan. Jadi tidak akan ada FP Keluaran
yang tidak terlapor, pendapat informan surabya,makasar dan bali.
Hal ini menunjukan bahwa setiap FP yang akan diberikan kepada lawan transaksi akan diupload terlebih dahulu, sehingga kesalahan berupa FP keluaran yang tidak dilapor dapat
dikurangi. Mengingat setiap FP keluaran yang sudah diupload akan secara otomastis masuk
ke dalam SPT PPN masa faktur pajak tersebut ketika dilakukan posting faktur.
3.) Adanya Kesalahan Nominal FP
Ketika membuat FP Keluaran detail transaksi dalam aplikasi e-Faktur diisi secara rinci,
mulai dari: harga per unit, kode barang, nama barang, jumlah unit yang dijual.
Perhitungan DPP PPN pun terkalkulasi secara otomatis di sini. Jadi kemungkinan
kesalahan nominal FP kecil sekali dengan adanya aplikasi eFaktur pendapat informan
makasar
Dalam aplikasi e-Faktur, ketika pembuatan FP keluaran detail transaksi seperti: harga satuan
barang, kode barang, dan jumlah barang yang diperdagangkan harus diisi terlebih dahulu.
Selain itu harga barang per unit harus selalu di-update jika terjadi perubahan harga barang.
Selanjutnya total DPP PPN akan terhitung secara otomatis dari aplikasi tersebut. Dengan
adanya daftar harga barang serta perhitungan secara otomatis, maka kesalahan nominal FP
akan semakin kecil terjadi.
4.) Keterlambatan Klien dalam Memberikan data FP
Dalam aplikasi e-Faktur, aplikasi pembuatan FP dan pembuatan SPT PPN merupakan
satu kesatuan dalam aplikasi e-Faktur. Untuk FP Masukan kita memang menunggu data
dari pihak pembelian, tetapi FP Masukan tersebut dapat dikreditkan maksimal 3 bulan.
Untuk FP Keluaran kita tidak harus menunggu data dari pihak accounting untuk membuat
SPT PPN sehingga penyebab kelima ini dapat dicegah dengan aplikasi e-Faktur,
pendapat informan surabaya.

51

Pembetulan SPT PPN yang disebabkan karena keterlambatan dalam memberikan data FP
akan dapat dicegah dengan aplikasi e-Faktur. Dalam Aplikasi e-Faktur, setiap FP keluaran
yang dibuat harus di-upload terlebih dahulu untuk mendapatkan kode QR sebagai pengganti
tanda tangan basah dan dianggap faktur sah oleh DJP. Hal ini menunjukkan bahwa setiap FP
yang akan diberikan kepada lawan transaksi akan di-upload terlebih dahulu, sehingga FP
yang sudah di-upload akan secara otomastis masuk ke dalam SPT PPN ketika dilakukan
posting faktur pajak masa tersebut tanpa meminta lagi data FP dari accounting.
5.) Terjadi Pembetulan NSFP dari Lawan Transaksi
Dalam aplikasi e-Faktur, setiap NSFP yang sudah digunakan tidak dapat digunakan lagi
secara otomatis. Selain itu, kita harus memasukkan terlebih dahulu NSFP yang diperoleh
dari DJP sehingga selain NSFP tersebut aplikasi eFaktur akan menolaknya. Begitu juga
ketika meng-input FP Masukkan. Jadi untuk penyebab yang ketujuh dapat dicegah dengan
aplikasi e-Faktur ini, pendapat infoman Surabaya
Jika nomor seri FP keluaran diisi dengan nomor yang sudah digunakan, muncul
pemberitahuan dari aplikasi bahwa nomor seri tersebut sudah digunakan. Sehingga NSFP
yang sama tidak dapat digunakan. Hal ini memberikan kemungkinan tidak akan terjadi
NSFP ganda yang akan digunakan pada FP keluaran yang dibuat oleh lawan transaksi
sebagai FP masukan klien. Kemungkinan terjadinya pembetulan NSFP dapat dikurangi.
Namun hal ini juga tergantung dari kehati-hatian penggunaan jatah NSFP lawan transaksi
untuk membuat FP keluarannya.
Berdasarkan analisis di atas, dari 7 penyebab dilakukannya pembetulan SPT PPN o, 5
diantaranya dapat dikurangi atau bahkan dicegah dengan aplikasi e-Faktur. 5 penyebab terjadinya
pembetulan SPT PPN tersebut, antara lain: adanya kesalahan identitas lawan transaksi dalam FP
keluaran, adanya FP keluaran yang tidak dilaporkan, adanya kesalahan nominal faktur pajak,

52

keterlambatan klien dalam memberikan data faktur pajak, dan terjadinya pembetulan NSFP dari
lawan transaksi. Selain itu, berikut ini 2 penyebab terjadinya pembetulan SPT PPN yang tidak
dapat diatasi dengan aplikasi e-Faktur, yaitu:
1.) Adanya Omzet Tambahan yang Belum Dilaporkan
Pembetulan SPT PPN yang terjadi karena adanya omzet tambahan yang belum dilapor tidak
dapat dicegah dengan aplikasi e-Faktur karena dalam hal ini tidak ada dokumen yang dapat
digunakan sebagai perhitungan otomatis dari omzet tersebut seperti faktur pajak.
Menurut pendapat informan surabaya dalam wawancara, Informasi mengenai omzet
aktiva ini sepenuhnya diperoleh dari pihak accounting, sehingga penyebab ketiga ini tidak
dapat dicegah atau tidak dapat dikaitkan dengan aplikasi e-Faktur.
Hal ini bergantung pada kehati-hatian dalam menghitung omzet yang tidak direkam dalam
FP keluaran. Omzet tambahan yang dimaksud dalam hal ini yaitu penjualan aktiva yang
dilakukan oleh klien. Oleh karena itu, perlu dilakukan pencatatan rutin dan sistematis dari
setiap penjualan aktiva yang dilakukan klien dengan begitu ketika pelaporan SPT PPN harus
dilakukan, omzet dari penjualan aktiva sudah diketahui angkanya secara tepat.
2.) Adanya Kesalahan Pengisian SPT PPN oleh Klien
Untuk penyebab keenam ini sepenuhnya kesalahan staff, jadi kemungkinan besar tidak
dapat dicegah dengan aplikasi ini., pendapat dari hasil wawancara dengan informan
surabaya.
Adanya kesalahan Pengisian SPT PPN merupakan hal yang tidak dapat dicegah dengan
aplikasi e-Faktur. Untuk itu, para manajer perlu memantau staff pajak dalam melaporkan
SPT PPN setiap bulannya. Dengan demikian tidak akan terjadi kesalahan pengisian SPT
PPN yang berpengaruh terhadap perhitungan PPN kurang atau lebih bayar.

53

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penerapan aplikasi e-Faktur dapat mengurangi
tingkat pembetulan SPT PPN oleh wajib pajak khususnya pada perusahaan Olympic group.
Namun, perlu diingat bahwa setiap aplikasi dijalankan oleh manusia. Sebagus mungkin suatu
sistem dibuat, tetapi itu semua bergantung pada manusia yang menjalankan aplikasi tersebut. Di
sini Faktor human error tidak masuk dalam pertimbangan penelitian. Sehingga data yang diinput oleh manusia dalam hal ini dianggap tidak ada kesalahan.
4.8

Analisis Triangulasi untuk Menguji Keabsahan Data


Teknik pemeriksaan keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu triangulasi
dengan metode. Untuk pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian,
digunakan beberapa teknik pengumpulan data dengan satu sumber data. Dalam hal ini
sumber data yang dimaksud yaitu sepuluh informan yang merupakan staf pajak

serta

beberapa teknik pengumpulan data yang digunakan antara lain: wawancara, dokumentasi,
dan observasi. Berikut ini beberapa informasi yang diperoleh beserta teknik pengumpulan
datanya:
1. Untuk mengetahui perbedaan FP kertas dengan FP hasil aplikasi e-Faktur, peneliti
membandingkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER24/PJ/2012 tentang Bentuk,
Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan,
Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER17/PJ/2014 dengan PER-16/PJ/2014 yang mengatur tentang tata cara pembuatan FP elektronik.
Selain itu, peneliti menggunakan catatan pribadi yang diperoleh ketika mengikuti sosialisasi eFaktur.

54

2. Untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan aplikasi e-Faktur, peneliti menggunakan teknik
wawancara dengan 10 informan yang merupakan staf pajak serta melakukan observasi langsung
selama 1 bulan di perusahaan tersebut melalaui telepon untuk menemukan kelebihan serta
kelemahan aplikasi e-Faktur.
3. Untuk mengetahui penyebab pembetulan SPT PPN , teknik pengumpulan data yang digunakan
yaitu dokumentasi dengan membandingkan SPT PPN normal dengan SPT PPN pembetulannya.
Selain itu, teknik wawancara dilakukan dengan kedua staf pajak untuk mengetahui penyebab
dilakukannya pembetulan SPT PPN.
4. Untuk mengetahui penyebab pembetulan SPT PPN yang dapat atau tidak dapat dikurangi dengan
diterapkannya aplikasi e-Faktur, peneliti menggunakan teknik wawancara dengan kesebembilan
staf melalui telepon serta melakukan observasi langsung di surabaya selama 1 bulan dari tanggal
29 September 2016 31 Oktober 2016, untuk menemukan penyebab pembetulan SPT PPN yang
dapat atau tidak dapat dikurangi dengan diterapkannya aplikasi e-Faktur.

BAB V

55

KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
1. Berikut ini kelebihan dan kelemahan e-Faktur dibandingkan dengan pembuatan faktur pajak
secara manual dan aplikasi SPT PPN 1111.
a. Kelebihan dari aplikasi e-Faktur, meliputi: (1) dapat mencegah adanya FP fiktif dengan adanya
kode QR yang merupakan bukti pengesahan FP dari DJP dan sebagai pengganti tandatangan
basah, (2) lebih efisien dalam hal transaksi FP karena FP tidak wajib dicetak, sehingga transaksi
FP dapat berupa file PDF, (3) meminimalisir tingkat kesalahan nominal FP dengan keharusan
untuk selalu meng-update ketika terjadi perubahan harga barang per unit, dan (4) lebih mudah
ketika meminta NSFP karena dapat dilakukan secara online.
b. Penerapan aplikasi e-Faktur tidak hanya memiliki kelebihan, namun juga terdapat beberapa
kelemahan, antara lain: (1) harus tersedianya koneksi internet karena tidak semua memilki
sarana internet di tempat mereka beroperasi, (2) waktu yang dibutuhkan untuk membuat FP
keluaran lebih lama dengan harus meng-update terlebih dahulu data harga barang per unit
sebelum membuat FP keluaran, dan (3) waktu yang dibutuhkan untuk meng-input FP masukan
lebih lama karena hingga saat ini belum diketahui format skema impor yang dapat digunakan
untuk meng-input pajak masukan secara bersamaan.
2. Penerapan e-Faktur dapat mengurangi tingkat pembetulan SPT PPN jika dilihat dari cara kerja
sistem e-Faktur. Dari penelitian ini, dapat diketahui bahwa dari 7 alasan dilakukannya
pembetulan SPT PPN , 5 diantaranya, yaitu : (1) adanya kesalahan identitas lawan transaksi
dalam FP keluaran, (2) adanya FP keluaran yang tidak dilaporkan, (3) adanya kesalahan nominal

56

FP, (4) keterlambatan klien dalam memberikan data FP, (5) terjadi pembetulan NSFP dari lawan
transaksi, dapat dikurangi bahkan dapat dicegah dengan aplikasi e-Faktur.
3. Penerapan e-Faktur dapat memperbaiki sistem administrasi PPN.
5.2 Keterbatasan
Pada bagian ini akan diungkapkan kelemahan-kelemahan yang disadari oleh penelilti selama
melakukan penelitian. Hal tersebut dirasa penting bagi penelitian selanjutnya yang mengacu pada
penelitian ini. Beberapa keterbatasan pada penelitian ini yaitu: penelitian yang dilakukan kali ini
hanya bisa melihat penerapan aplikasi eFaktur dari sudut pandang pada perusahaan di Olympic
Group dan dengan keterbatasan waktu penelitian,
5.3 Saran
Aplikasi e-Faktur efektif diterapkan mulai tanggal 1 Juli 2016 sehingga waktu penelitan
yang dilakukan oleh peneliti selanjutnya bisa lebih panjang. Dengan waktu penelitian yang lebih
lama tersebut, peneliti selanjutnya diharapkan dapat menggunakan Wajib Pajak sebagai
responden dalam penelitiannya dan dengan metode penelitian berupa wawancara dan quisioner.

Anda mungkin juga menyukai