Anda di halaman 1dari 12

RIBA DALAM PENCATATAN

AKUNTANSI
TUGAS
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Islam
Dosen Pengampu: Dr. Maimun Sholeh, M.Pd

Disusun Oleh:
Akhmad Makhbubi

(15719251002)

PENDIDIKAN EKONOMI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2016

BAB I
A. Latar Belakang
Akuntansi sebagai ilmu yang akhir-akhir ini banyak diminati dan dipelajari oleh
masyarakat di dunia tentunya harus memiliki teori-teori serta konsep yang dapat sesuai
dan sejalan dengan kehidupan di masyarakat. Ilmu akuntansi harus dapat berkembang
serta digunakan tanpa merugikan seseorang yang sedang melakukan suatu kegiatan
transaksi.
Akuntansi yang dikenal saat ini, berkembang berdasarkan tata nilai yang ada dalam
masyarakat barat, maka konsep-konsep yang dipakai sebagai dasar pembuatan dan
pengembangan standar akuntansi berpihak kepada kelompok kepentingan tertentu. Dari
sisi ilmu pengetahuan, akuntansi adalah ilmu yang mencoba mengkonversi bukti data
menjadi informasi dengan cara melakukan pengukuran atas berbagai transaksi dan
dikelompokkan dalam account, perkiraan atau pos keuangan seperti aktiva, utang, modal,
hasil, biaya dan laba yang sekaligus sebagai praktik moral dalam pencatatan, akuntansi
secara ideal dibangun dan di praktikkan berdasarkan nilai-nilai etika, sehingga informasi
yang dipancarkan juga bernuansa etika, dan akhirnya keputusan-keputusan ekonomi
yang diambil berdasarkan etika yang mendorong diciptakannya realitas ekonomi dan
bisnis yang beretika. Sebagai praktik diskursif, akuntansi dipandang sebagai alat
menyampaikan informasi kepada orang lain yang berpengaruh pada perilaku
penggunanya, dan sebaliknya pengguna informasi akuntansi mempunyai kemampuan
mempengaruhi akuntansi sebagi instrumen bisnis.
Sering terjadinya kegagalan akuntansi konvensional dalam memenuhi permintaan
masyarakat akan informasi keuangan yang benar, jujur dan adil, meningkatkan kesadaran
di kalangan intelektual muslim akan perlunya pengetahuan akuntansi yang islami.
Perumusan kembali konsep-konsep pelaporan transaksi keuangan dengan mendasarkan
pada prinsip kebenaran, kejujuran dan keadilan menjadi sangat mendesak untuk
dilakukan. Oleh karena itu, akuntansi syariahlah yang sekiranya mampu memberikan
jalan terbaik dalam mengatur suatu kegiatan bertransaksi yang menghindari adanya
bunga yang memunculkan riba.
Hal ini sesuai dengan konsep dasar yang telah diperkenalkan oleh Al Quran jauh
sebelum Lucas Pacioli yang dikenal sebagai bapak Akuntansi memperkenalkan konsep
Akuntansi doubele entry bookeeping dalam salah satu bukunya yang di tulisnya pada
tahun 1494. Hal ini dapat dilihat berdasarkan surah Al Baqarah ayat 282 yang intinya

secara garis besar Allah telah menggariskan konsep akuntansi yang menekankan
pertanggungjawaban atau akuntabilitas dan kebenaran yang menekankan adanya
pertanggungjawaban.
Dengan kata lain, Islam menganggap bahwa transaksi ekonomi (muamalah) memiliki
nilai urgensi yang sangat tinggi, sehingga adanya pencatatan dapat dijadikan sebagai alat
bukti (hitam di atas putih), menggunakan saksi (untuk transaksi yang material) sangat
diperlukan karena dikhawatirkan pihak-pihak tertentu mengingkari perjanjian yang telah
dibuat. Untuk itulah pembukuan yang disertai penjelasan dan persaksian terhadap semua
aktivitas ekonomi keuangan harus berdasarkan surat-surat bukti berupa: faktur, nota, bon
kuitansi atau akta notaries untuk menghindari perselisihan antara kedua belah pihak. Dan
tentu saja adanya sistem pelaporan yang komprehensif akan memantapkan manajemen
karena semua transaksi dapat dikelola dengan baik sehingga terhindar dari kebocorankebocoran.
Dari beberapa uraian diatas sangat jelas bahwa islam dalam melaksanakan berbagai
transaksi perlu adanya pencatatan yang diikuti saksi atau bukti secara jelas dan gamblang
dengan menghlangkan sistem riba yang biasa muncul dalam hal pinjam meminjam dan
jual beli secara kredit.
B. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini menekankan pada bukti pencatatan akuntansi
pendapatan bunga serta hutang bunga yang sering dan bahkan dilakukan oleh pelaku
ekonomi secara nyata akan terjadinya riba.

C. Rumusan Masalah
Dari beberapa penjelasan tersebut diatas, maka dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah pengertian riba ?
2. Bagaimanakah pencatatan akuntansi yang dilakukan pelaku ekonomi atapun
perusahaan ?
3. Dampak riba yang dilaksanakan oleh pelaku ekonomi yang berbasis konvensional ?
4. Bagaimana cara menghindari riba para pelaku ekonomi ?

BAB II
A. Pengertian Riba
Secara bahasa riba berarti Ziyadah ( ) atau tambahan, dan secara istilah berarti
tambahan pada harta yang disyaratkan dalam transaksi dari dua pelaku akad dalam tukar
menukar antara harta dengan harta. Sebagian ilama ada yang menyandarkan definisi riba
pada hadist yang diriwayatkan al Harits bin Usamah dari ali bin Abi Thalib, yaitu bahwa
Rasulullah SAW bersabda setiap hutang yang menimbulkan manfaat adalah Riba.
Pendapat ini tidak tepat, karena hadist itu sendiri sanadnya lemah, sehingga tidak bisa
dijadikan dalil. Jumhur ulama tidak menjadikan hadist ini sebagai definisi riba karena
tidak menyeluruh dan tidak lengkap, disamping itu ada manfaat yang bukan riba yaitu
pemberian tambahan atas hutang tersebut tidak disyaratkan.
Pendapat lain mengatakan bahwa pengertian riba berarti pengambilan tambahan dari
harta pokok atau modal secara bathil. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba,
namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah
pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam secara
bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam islam
1. Dalil Mengharamkan Riba
Riba secara mutlak telah di haramkan oleh Allah Swt danRasulullah Saw melalui
ayat-ayat Al Quran dan Sunnagh Rasulullah Saw diantaranya sebagai berikut :
a. Al Quran
Al Quran menjelaskan haram hukumnya riba dalam empat marhalah/tahap.
Doktor Wahbat Az-Zuhaili dalam Tafsir Al-Munir menjelaskan tahapan tersebut
adalah ;
1) Tahap Pertama
Allah Swt telah berfirman yang artinya Dan sesuatu (tambahan) yang kamu
berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak
menambah pada sisi Allah. (QS. Ar Rum : 39)
Ayat yang diturunkan di Makkah ini menjadi tamhid atau awal mula
diharamkannya tambahan atau riba dan urgensi untuk menjauhi riba.
2) Tahap Kedua
Pada tahapan ini larangan riba di tujukan untuk kaum Yahudi atas kezaliman
yang telah dilakukan, sesuai dengan firman Allah Swt Maka disebabkan
kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka(tambahan

makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan


karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah (QS. An
Nisa : 160-161)
Ayat yang turun di Madinah ini menceritakan tentang perilaku Yahudi yang
memakan riba dan di hukum oleh Allah dimana menekankan suatu
peringatan bagi pelaku riba..
3) Tahap Ketiga
Al Quran mengharamkan jenis riba yang bersifat Fahisy, yaitu riba jahiliyah
yang berlipat ganda. Allah berfirman
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan
berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan ( QS. Ali Imran : 130 )
4) Tahap Keempat
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit
gila. Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat) sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkakn riba. Orang-orang yang
telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum
datang larangan). (QS. Al Baqarah : 275)
Dalam surah yang sama Allah BerfirmanHai orang-orang yang beriman,
bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut)
jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan
(meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan RasulNya akan
memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka
bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya
(QS. Al Baqarah: 278-279)
Pada tahap ini Al Quran telah mengharamkan seluruh riba dan segala
macamnya baik jenis dan macam riba bukan saja riba Jahiliyah dan riba
Nasiah serta mengharamkan riba yang terjadi pada jual beli.
b. As Sunnah
As Sunnah juga menjelaskan beberapa praktik riba dan larangannya bagi
pelakunya seperti dalam hadist berikut

Dari Abi Hurairah Ra berkata bahwa Erasulullah Saw bersabda Jauhilah oleh
kalian tujuh hal yang mencelakan (diantaranya).... makan riba ( HR. Muttafaq
Alaih)
Dalam hadist lain disebutkan Rasulullah Saw melaknat pemakan riba, yang
memberi, yang mencatat dan dua saksinya. Belia bersabda mereka semua
sama (HR. Muslim)
Dengan adanya dalil-dalil di atas sesungguhnya tidak ada celah bagi umat Islam
untuk mencari alasan apapun demi menghalalkan riba. Karena dalil-dalil tersebut
sangatlah shahih dan jelas, bahkan ancaman yang diberikan tidak main-main
karena Allah memerangi orang-orang yang menjalankan riba.
2. Jenis Jenis Riba
Menurut jenisnya riba dibagi menjadi empat jenis, diantaranya dua jenis berkaitan
dengan hutang piutang dan dua jenis lainnya berkaitan dengan jual beli. Keempat
jenis tersebut adalah sebagai berikut :
a. Riba Nasiah
Riba yang terjadi karena adanya penundaan pembayaran utang sebagai tambahan
pada pokok pinjaman sebagai akibat tidak mampunya membayar hutang tersebut.
Tambahan yang disyaratkan yang diambil oleh orang yang memberi hutang dari
orang yang berhutang, sehingga harta yang menjadi tanggungan hutang orang
tersebut menjadi berlipat ganda.
b. Riba Fadhl
Pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda,
sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi
c. Riba jahiliyah
Utang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam tidak mampu membayar
utangnya pada waktu yang ditetapkan
d. Riba Qard
Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang
berhutang (muqtaridh)
B. Riba dalam pencatatan akuntansi
Setiap pelaku ekonomi atau perusahaan baik perusahaan jasa maupun perusahaan dagang
tidak akan luput dengan pencatatan keuangan atau yang sering disebut dengan pencatatan
sistem akuntansi, dimana semua transaksi akan dimasukkan dalam pencatatan guna

mengetahui keuntungan atau kerugian yang akan diperoleh dalam akhir periode tidak
terkecuali dengan asset yang dimiliki sebagai tambahan modal usaha.
Dalam pencatatan keuangan sebuah perusahaan dikenal sebagai pencatatan keuangan
dengan beberapa prosedur yang diawali dengan pencatatan Jurnal Umum, Jurnal Khusus,
Buku Besar, Neraca Saldo, Penyesuaian, Kertas kerja hingga laporan laba rugi dan jurnal
pembalik. Pencatatan keuangan tersebut pada prinsipnya untuk mengetahui sistem
keuangan yang sedang berjalan pada waktu berjalan di perusahaan yang sedang
berlangsung, sehingga seluruh kegiatan ekonomi dapat terkendali sampai akhir periode.
Namun tidak disadari selama pencatatan keuangan terdapat lebih dari satu transaksi yang
mengandung unsur riba dalam penerapan ekonomi islam diantaranya :
a. Pencatatan Pendapatan
Sebuah perusahaan yang menyimpan harta lancar khususnya uang tidak luput
berhubungan dengan dunia perbankan, dimana perusahaan akan mencari kemudahan
dan keutungan dalam menjalankan roda perekonomian perusahaan khususnya pada
kelancaran bertransaksi. Penawaran bank pada perusahaan apabila mampu
menyimpan dalam batas yang telah ditentukan akan menerima bunga sekian persen
dalam jangka waktu tertentu yang biasanya dilakukan setiap bulan. Perolehan bunga
akan dicatat oleh perusahaan sebagai berikut

Kas

xxx
Pendapatan Bunga

xxx

Pencatatan tersebut telah jelas adanya pendapatan bunga yang diberikan oleh pihak
bank dan telah diterima oleh pihak perusahaan yang mengakibatkan bertambahnya
harta lancar pihak perusahaan.
Dalam perspektif ekonomi islam, perolehan harta tersebut telah digolongkan sebagai
riba Qardh dengan asumsi bahwa perusahaan menyimpan harta lancar pada bank
berharap untuk mendapatkan lebih dari kauntungan yang diperoleh, sehingga adanya
bunga dianggap sebagai pendapatan selain pendapatan bertransaksi secara riil.
b. Pencatatan Pinjaman atau utang bunga
Tidak dapat dipungkiri bahwasanya setiap perusahaan akan melaksanakan kerjasama
dengan pihak perbankan untuk melancarkan perekonomian perusahaan diantara
adanya pinjam meminjam harta lancar. Kegiatan ini berdasarkan kesepakatan yang

telah ditanda tangani kedua belah pihak dengan suku bunga selain pinajaman pokok
yang akan dibayarkan oleh perusahaan apabila terlambat bayar kepada pihak bank.

Beban Bunga
Utang Bunga

xxx
xxx

Model pencatatan diatas berasal dari transaksi peminjaman secara kredit, baik itu
melalui penerbitan obligasi maupun wesel. Buah dari peminjaman secara kredit
dinamakan bunga sedangkan bunga itu sendiri dalam pinjaman mengakibatkan
jumlah yang dibayar menjadi lebih besar dari seharusny, walaupun pada kasus-kasus
lain sering terjadi bunga pada obligasi maupun wesel menyebabkan jumlah yang
dibayarkan menjadi lebih kecil atau besar dari yang seharusnya akibat adanya
diskonto atau premi.
Pada transaksi diatas menunjukkan bunga yang harus dibayarkan pelaku ekonomi
atau perusahaan kepada bank akibat adanya keterlambatan bayar yang dilakukan oleh
ekonomi atau perusahaan, sehingga tidak menutup kemungkinan akan adanya
kelipatan beban bunga yang harus dibayar, hal ini sesuai dengan menjalankan ribawi
jahiliyah apabila tidak mampu membayar pokok utang yang diberikan oleh pihak
bank.

C. Dampak Riba
Riba menahan pertumbuhan ekonomi dan membahayakan kemakmuran nasional serta
kesejahteraan individual dalam perusahaan dengan cara menyebabkan banyak terjadinya
distorsi di dalam perekonomian nasional seperti inflasi, pengangguran, distribusi
kekayaan tang tidak merata dan resesi yang tidak menutup kemungkinan akan terjadi
pada pelaku ekonomi atau perusahaan skala kecil dalam pencatatan keuangannya.
Bunga menyebabkan timbulnya kejahatan ekonomi yang harus diakali oleh setiap
perusahaan dengan mendorong penimbunan (hoarding) uang, sehingga mempengaruhi
peredarannya diantara sebagian besar anggota yang menyebabkan timbulnya monopoli,
kertel serta konsentrasi kekayaan ditangan sebagai kas. Dengan demikian distribusi
kekayaan menjadi tidak merata apalagi dalam dunia perbankan akan memilah dananya
dalam penyebarannya yaitu dana yang keluar untuk perusahaan skala besar dan skala
kecil yang berdampak pada perkembangan perusahaan.

Investasi modal terhalang dari perusahaan-perusahaan yang tidak mampu menghasilkan


laba yang sama atau lebih tinggi dari suku bunga yang sedang berjalan, sekalipun proyek
yang ditangani oleh perusahaan itu amat penting bagi negara dan bangsa. Semua aliran
sumber-sumber finansial di dalam negara berbelok ke arah perusahaan-perusahaan yang
memiliki prospek laba yang sama atau lebih tinggi dari suku bunga yang sedang berjalan,
sekalipun perusahaan tersebut tidak atau sedikit memiliki nilai sosial.
D. Cara menghindari Riba
Pencatatan keuangan perusahaan tidak terlepas dengan munculnya bunga khususnya
yang ditelah diberikan dan atau disepakati oleh perbankan dan perusahaan merupakan
salah satu hal yang perlu dihindari. Hal ini dikarenakan pandangan tentang riba dalam
era kemajuan zaman juga mendorong ke arah kedzaliman.
Pandangan riba juga mendorong maraknya perbankan Syariah dimana konsep
keuntungan bagi perusahaan penabung di dapat dari sistem bagi hasil bukan dengan
dengan bunga seperti bank konvensional pada umumnya. Karena menurut sebagian
pendapat bunga termasuk riba. Hal yang sangat mencolok dapat diketahui bahwa bunga
bank dapat diketahui bahwa bunga bank itu termasuk riba adalah ditetapkannya akad di
awal jadi ketika nasabah sudah menginvestasikakn uangnya pada bank dengan tingkat
suku bunga tertentu, maka akan dapat diketahui hasilnya dengan pasti. Berbeda dengan
prinsip bagi hasil yang hanya memberikan nisbah bagi hasil untuk deposannya.
Hal diatas membuktikan bahwa praktik pembungaan uang dalam berbagai bentuk
transaksi saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada zaman Rasulullah Saw
yakni riba nasiat. Sehingga praktik pembungaan uang adalah haram.
Sebagai pengganti pencatatan akuntansi perusahaan yang sesuai dengan sistem
perbankan maka kedua belah pihak yang bekerjasama menggunakan berbagai cara yang
bersih dari unsur riba khususnya bank antara lain :
a. Wadiah atau titipan uang, barang atau surat berharga atau deposito. Hal ini sangat
sesuai untuk perusahaan yang pencatatan akuntansi tanpa adanya beban bunga yang
harus dibayar.
b. Mudharabah atau kerja sama antara pemilik modal dengan pelaksanaan atas dasar
perjanjian profit sharing and loss sharing yang berarti perusahan dan perbankan akan
saling menguntungkan. Dengan kata lain apabila perusahaan memiliki keuangan
lebih yang disimpan ke bank akan diputar sebagai usaha bank melalui pinjaman

usaha yang keuntungan dari perputaran uang di bank akan dibagi sesuai kesepakatan
kedua belah pihak.
c. Syirkah atau perseroan dimana pihak bank dan pihak perusahaan sama-sama
mempunyai andil (saham) pada usaha patungan (join venture)
d. Murabahah atau jual beli barang dengan tambahan dengan tambahan harga atas dasar
harga pembelian ang pertama secara jujur
e. Qard hasan atau pinjaman yang baik (benevolent loan) yang berati memberikan
pinjaman lunak tanpa bunga kepada perusahaan atau nasabah yang baik salah satunya
bentuk pelayanan dan penghargaan.

BAB III
Kesimpulan
Riba bukan hanya merupakan perosalan masyarakat islam, tetapi berbagai kalangan di luar
Islam pun memandang serius persoalan ini. Karenanya kajian terhadap masalah riba dapat
dirunut mundur hingga lebih dari 2.000 tahun silam. Masalah dalam non muslim pun dari
masa ke masa juga mempunyai pandangan tersendiri mengenai riba. Maka, sepantasnya bila
kajian riba pun melihat perspektif dari kalangan non muslim tersebut.
Perdebatan masalah haramnya riba selama ini masih banyak pada tataran normatif dan dalil
naqli saja, belum banyak pada kajian ekonomi secara teoritis dan dampak empirik (dalil aqli),
apalagi yang berhubungan erat dengan sistem keuangan dan pencatatan akuntansi. Untuk itu
perlu adanya kajian lebih lanjut tentang haramnya bunga (riba) dengan pendekatan ekonomi
secraa empirik. Dengan membentuk suatu konsep yang difokuskan pada paradigma hubungan
sistem bagi hasil, investasi dan pertumbuhan ekonomi. Sehingga hasilnya diharapkan dapat
menjawab kontroversi riba, sehingga masyarakat atau perusahaan yang memilih sistem
ekonomi Islam tidak hanya didasari oleh doktrin normatif agama saja melainkan juga didasari
oleh cost and benefit secara ekonomis yang akan memudahkan dalam pencatatan transaksi
akuntansi.

DAFTAR REFERENSI
Ali, M. D. (1988). Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. Jakarta: UI Press.
Antonio, M. S. (2001). Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press.
Antonio, M. S. (2008). Riba Dalam Perspektif Agama
islamlib.com/id/index.php?page = article&id=466 .

dan

Sejarah.

http://

Mardani. (2012). Ayat-Ayat dan Hadis Ekonomi Syariah. Jakarta: Rajawali Pers.
Penyusun, T. (2012). Pengantar Ekonomi Islam. Pasuruan: Kurnia Advertising.
Redaksi-team. (1994). Ensiklopedia Hukum Islam. Jakarta: PT. Ikhtiar Baru, Van Hoeve.
Sarwat, A. (-). Fiqh Seri Kehidupan (7) ; Muamalat. Jakarta: DU Publishing.
Trysutriani. (2014, 12). makalah riba dalam ekonoi islam. Dipetik 11 3, 2016, dari
trysutriani.blogspot.co.id:http://trysutriani.blogspot.co.id/2014/12/makalah-ribadalam-ekonomi-islam.html
Undip, K. (2008). Modul Ekonomi Islam Jilid 1. Semarang: KSEI Mizan Undip.
https://accountingreview07.wordpress.com/2011/07/17/riba-dalam-pencatatan-akuntansi/

Anda mungkin juga menyukai