Anda di halaman 1dari 18

MATA KULIAH AKSESIBILITAS

LAPORAN PENGAMATAN PEDESTRIAN FAKULTAS TENIK UNS


SURAKARTA

Oleh
Ekin Wahyuning Tyas - I0213029
Endah Retno Dewi

- I0213030

Dosen Pembimbing

OFITA PURWANI ST. MT. PhD.

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2015

Bab I
PENDAHULUAN

Lingkungan kampus yang manusiawi adalah lingkungan perkotaan yang ramah bagi pejalan kaki,
yang mempunyai ukuran dan dimensi berdasarkan skala manusia. Upaya ke arah itu dapat
dilakukan melalui pengembangan kawasan pejalan kaki serta penyediaan fasilitas pejalan kaki
yang memadai di kawasan kampus. Hal ini merupakan suatu upaya untuk menciptakan lingkungan
yang sesuai dengan karakteristik dan tuntutan kebutuhan pejalan kaki dengan tujuan untuk
mempertahankan image kampus agar tetap manusiawi, menarik bagi pengguna untuk datang,
tinggal, bekerja, dan melakukan kegiatan lainnya dalam rangka memenuhi kebutuhan jasmani dan
rohaninya. Walkability adalah dukungan keseluruhan untuk lingkungan pejalan kaki. Istilah ini
digunakan untuk menjelaskan dan mengukur konektifitas dan kualitas dari jalur pejalan kaki atau
trotoar (Bank Dunia 2008, ADB 2011). Seiring dengan meningkatnya jumlah mahasiswa per
tahunnya, jumlah perjalanan di dalam kawasan kampus akan terus meningkat dan kemampuan
bergerak di daerah kampus secara nyaman, cepat dan aman, serta dengan dampak yang tidak terlalu
besar terhadap lingkungan akan sangat penting bagi kesuksesan pengguna sirkulasi kampus. Pada
Pasal 25 UU Nomor 22 Tahun 2009 disebutkan bahwa Setiap jalan yang digunakan untuk lalu
lintas umum wajib dilengkapi dengan perlengkapan jalan berupa fasilitas untuk pejalan kaki dan
penyandang cacat . Berdasarkan aspek legal tersebut maka terdapat keharusan untuk menyediakan
fasilitas pejalan kaki yang memadai. Oleh karena itu, diperlukan Perencanaan Teknis Fasilitas
Pejalan Kaki untuk memfasilitasi proses pergerakan atau sirkulasi didalam kawasan kampus.
Selain itu, laporan ini juga akan dimaksudkan untuk mengkaji ulang aspek-aspek tertentu yang
mempengaruhi kenyamanan area pejalan kaki yang terdapat didalam kawasan kampus.

Bab II
DASAR TEORI

A. Pentingnya Jalur Pejalan Kaki


Jalur pejalan kaki diperlukan sebagai komponen penting yang harus disediakan untuk
meningkatkan keefektifan mobilitas warga di perkotaan. Saat ini ketersediaan jaringan pejalan
kaki yang aman, nyaman, dan manusiawi di kawasan perkotaan belum dapat memenuhi kebutuhan
warga baik dari segi jumlah maupun standar penyediaannya. Selain itu keterpaduan antarjalur
pejalan kaki dengan tata bangunan, aksesibilitas antar lingkungan, dan sistem transportasi masih
belum terwujud.

B. Prinsip Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki


Prinsip umum perencanaan fasilitas pejalan kaki harus memenuhi aspek sebagai berikut:
a) aspek keterpaduan sistem, baik dari penataan lingkungan atau dengan sistem
transportasi atau aksesilibitas antar kawasan.
b) aspek kontinuitas, yang menghubungkan antara tempat asal ke tempat tujuan,
dan begitu juga sebaliknya
c) aspek keselamatan, keamanan, dan kenyamanan.
d) aspek aksesibilitas, dimana fasilitas yang direncanakan harus dapat diakses oleh
seluruh pengguna, termasuk oleh pengguna dengan berbagai keterbatasan fisik.
Prinsip perencanaan teknis fasilitas pejalan kaki harus:
a) Memenuhi kriteria pemenuhan kebutuhan kapasitas deman
b) Memenuhi ketentuan kontinuitas dan memenuhi persyaratan teknis aksesibilitas
bagi semua pengguna termasuk pejalan kaki berkebutuhan khusus
c) Memilih konstruksi atau bahan yang memenuhi syarat keamanan dan relatif
mudah dalam pemeliharan (pedoman pemeliharaan diatur di pedoman lain)
C. Jenis dan Kelengkapan Fasilitas Pejalan Kaki
Fasilitas pejalan kaki terdiri dari:
a) Fasilitas utama, yang terdiri atas komponen:

Jalur pejalan kaki (trotoar)

Penyeberangan (penyeberangan sebidang dan tidak sebidang)

b) Fasilitas pejalan kaki untuk pengguna berkebutuhan khusus


c) Fasilitas pejalan kaki pada areal konstruksi
d) Fasilitas pendukung, yang terdiri atas komponen:

Rambu dan marka

Pengendali kecepatan pada ruas jalan

Lapak tunggu

Lampu penerangan fasilitas pejalan kaki

Pagar pengaman

Pelindung/peneduh

Tempat duduk

Tempat sampah

Halte/tempat pemberhentian bis

Drainase

Bolard

Fasilitas telepon umum

D. Fasilitas Utama
a) Jalur Pejalan Kaki (Trotoar)

Lebar efektif lajur pejalan kaki berdasarkan kebutuhan satu orang adalah 60 cm
dengan lebar ruang gerak tambahan 15 cm untuk bergerak tanpa membawa
barang, sehingga kebutuhan total lajur untuk 2 orang pejalan kaki bergandengan
atau 2 orang pejalan kaki berpapasan tanpa terjadi persinggungan sekurangkurangnya 150 cm.

Penghitungan lebar trotoar minimal menggunakan persamaan berikut :


W=

35

+ (1)

Dimana :
W adalah Lebar minimum trotoar (m)
V adalah Volume pejalan kaki rencana / dua arah (orang / meter / menit)
N adalah Lebar tambahan sesuai dengan keadaan setempat (meter), ditentukan
dalam Tabel 1

Bila pada trotoar akan dipasang fasilitas pendukung, maka dimensi trotoar
yang seyogianya disediakan dilihat pada tabel 2:

Catatan: Bila kondisi lahan eksisting memiliki keterbatasan ruang dengan arus
pejalan kaki maksimum pada jam puncak <50 pejalan kaki/menit, lebar dapat
disesuaikan dengan justifikasi yang memadai dengan memperhatikan
kebutuhan lebar lajur minimum pejalan kaki. Contoh sketsa pembagian zona
dapat dilihat pada Gambar 1:

b) Kemiringan Memanjang dan Melintang Trotoar


a. Kemiringan Memanjang Trotoar

Kemiringan memanjang trotoar idealnya 8% dan disediakan landasan datar setiap


jarak 9,00 m dengan panjang minimal 1,20 m
b. Kemiringan Melintang Trotoar
Kemiringan melintang trotoar harus memiliki kemiring permukaan 2% sampai
dengan 4% untuk kepentingan penyaluran air permukaan. Arah kemiringan
permukaan disesuaikan dengan perencanaan drainase.
c) Pelandaian
Pelandaian diletakkan pada jalan jalan masuk, persimpangan, dan tempat
penyeberangan pejalan kaki. Fungsi pelandaian adalah:
1

untuk memfasilitasi perubahan tinggi secara baik;

untuk memfasilitasi pejalan kaki yang menggunakan kursi roda

Persyaratan khusus untuk pelandaian adalah sebagai berikut:


a. Tingkat kelandaian maksimum 12% (1:8) dan disarankan 8% (1:12). Untuk
mencapai nilai tersebut, pelandaian sedapat mungkin berada dalam zona jalur
fasilitas. Bila perlu, ketinggian trotoar bisa diturunkan.
b. Area landai harus memiliki penerangan yang cukup

d) Pengaturan Jalan Masuk


Tujuan dilakukannya pengaturan jalan masuk:
a. Mengurangi konflik antara pejalan kaki dan kendaraan
b. Menyediakan akses bagi pejalan kaki
c. Meningkatkan visibilitas antara mobil dan pejalan kaki di jalan masuk.

e) Trotoar pada Jembatan dan Terowongan


Lebar minimum trotoar pada jembatan di kawasan perkotaan : mengikuti standar di
jalan. Detil penempatan trotoar pada jembatan mengacu pada spesifikasi trotoar
f) Jalur yang Digunakan Bersama
Jalur ini berupa trotoar yang digunakan bersama Jalur sepeda yang berada di trotoar
dapat terletak disebelah kanan ataupun kiri dari jalur pejalan kaki. Penempatan jalur
sepeda di trotoar harus tetap menyediakan lebar minimal trotoar bagi pejalan kaki
sebesar 1,5 m.
g) Koneksi dengan Halte / Tempat Pemberhentian Sementara
Keberadaan pemberhentian sementara atau halte tidak boleh mengurangi lebar efektif
trotoar. Halte juga harus dilengkapi dengan akses pejalan kaki berkebutuhan khusus
dan fasilitas pendukung seperti tempat duduk, atap peneduh, dan kelengkapan lainnya.

Jarak yang umumnya digunakan penentuan jarak antara halte dan/atau tempat
pemberhentian bis adalah 300 m. Untuk detil jarak antar halte dan/atau tempat
pemberhentian bis mengacu pada Pedoman Teknis Perekayasanaan Tempat Perhentian
Kendaraan Penumpang Umum, Kementerian Perhubungan.
E. Fasilitas Pejalan Kaki Berkebutuhan Khusus
a) Persyaratan Rancang untuk Pejalan Kaki Penyandang Disabilitas

Kebutuhan lebar ruang bagi pejalan kaki dengan kebutuhan khusus dapat dilihat dari
Gambar

b) Persyaratan Lajur yang Landai


Persyaratan khusus untuk rancangan jalan yang landai bagi penyandang disabilitas
adalah sebagai berikut:
1

Tingkat kelandaian tidak melebihi 8%

Jalur yang landai harus memiliki pegangan tangan setidaknya untuk satu sisi
(disarankan untuk kedua sisi).

Pegangan tangan harus dibuat dengan ketinggian 0.8 meter diukur dari permukaan
tanah dan panjangnya harus melebihi anak tangga terakhir.

Area landai harus memiliki penerangan yang cukup

c) Passing Place / Tempat untuk Saling Mendahului atau Berpapasan


Bila lebar trotor kurang dari 1,5 meter, maka harus disediakan passing place pada
lokasi dimana trotoar dapat diuat lebih lebar. Manfaat passing place:
1

Sebagai tempat untuk saling berpapasan ataupun mendahului dua buah kursi
roda

Dapat digunakan oleh pejalan kaki untuk mendahului pejalan kaki lain yang
sedang berhenti baik yang menunggu kesempatan menyeberang maupun yang
sedang menunggu angkuta umum

Sedapat mungkin disediakan minimal setiap jarak 50 meter

d) Lajur Pemandu

Bagi pejalan kaki yang berkebutuhan khusus (tuna netra dan yang terganggu
penglihatan), membutuhkan informasi khusus pada permukaan lajur pejalan kaki.
Informasi tersebut disebut lajur pemandu. Lajur pemandu terdiri dari:
1. Ubin / blok kubah sebagai peringatan

2. Ubin / blok garis sebagai pengarah

Bab III
HASIL PENGAMATAN, EVALUASI, DAN SARAN

a. Lokasi Pengamatan

Gambar 1: Siteplan Fakultas Teknik UNS


Sumber : http://www.slideshare.net/aznugroho/pekerjaan-tanah-proyek-parkir-barat-ft-uns-perhitungan-metode-konstruksi

Lokasi pengamatan yang diambil adalah pedestrian yang terletak di kawasan fakultas
Teknik Universitas Sebelas Maret. Dengan konsentrasi site yang berada disekitar gedung
empat (4), gedung dua (2), dan gedung lima (5). (Tercantum pada gambar dibawah) garis
biru melambangkan jalan lokal didalam kawasan, sedangkan garis merah melambangkan
kawasan pedestrian didalam kawasan.

Gambar 2: Tata letak kawasan pedestrian dan jalan lokal


Sumber : http://www.slideshare.net/aznugroho/pekerjaan-tanah-proyek-parkir-barat-ft-uns-perhitungan-metode-konstruksi

b. Kondisi Eksisting pada Tapak


1. Prinsip perencanaan fasilitas pejalan kaki pada eksisting

Gambar 3: Ilustrasi
potongan kawasan (Sumber :
Dokumen Pribadi)

Dari contoh ilustrasi diatas, dapat dikatakan bahwa kawasan pedestrian disekitar
lingkungan kampus teknik UNS sudah dapat memenuhi aspek keterpaduan sistem
dimana, sudah mulai ada kolaborasi fungsi dan pemisahan wadah antara fungsi pedestrian
dengan jalan lokal kampus.

Gambar 4: Kondisi pedestrian disekitar kampus teknik UNS yang saling


Gambar 5:Pedestrian (Sumber :
https://40.media.tumblr.com/3472497a31 berkesinambungan (Sumber : Dokumen Pribadi)
78e4ab1547d44f5a16f51c/tumblr_nfdtr9M
ISs1sj1zd4o1_500.jpg)

aspek kontinuitas juga dapat dilihat pada pedestrian di sekitar kampus teknik UNS, hal
ini sangat tergambar jelas karena setiap track pedestrian saling terhubung satu dengan yang
lain meskipun belum secara sempurna. Oleh karena itulah, dibutuhkan analisis dan
penanganan lanjut agar setiap pedestrian saling terhubung dan continue tanpa terputus.
Sehingga memudahkan para pejalan kaki untuk mengakses pedestrian.

Gambar 7: Pagar Pemisah pada Pedestrian (Sumber :


Dokumen Pribadi)

Gambar 6: Pagar pemisah pada pedestrian (Sumber :


Dokumen Pribadi)

aspek keselamatan terlihat sudah diperhitungkan dalam perancangan pedestrian di


wilayah kampus teknik UNS. Ini dibuktikan dengan adanya rel pembatas atau pagar
pemisah, terutama pada pedestrian yang terletak diatas riol kampus. Hal ini secara tidak
langsung telah memberikan aspek keselamatan, sehingga pengguna tidak akan mengalami
cidera jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Namun, aspek kenyamanan dan aspek aksesibilitas
agaknya belum terlalu dipertimbangkan oleh perencana. Hal
ini dibuktikan dengan besar presentasi kelandaian yang lebih
dari 12% , tidak adanya passing place bagi penyandang
difabel yang notabene memerlukan ruang yang lebih besar,
lebar

pedestrian

mengakibatkan

yang
sedikit

juga

kurang

kesusahan

dari

dalam

150

cm

mengakses

pedestrian saat ada dua orang yang secara bersamaan saling


berpapasan atau berjalan dengan beriringan. Selain itu, pada
Gambar 8:Lajur landai dengan
kelandaian lebih dari 12%
(Sumber : Dokumen Pribadi)

bagian tengah pedestrian, terkadang terhalangi oleh pohon,


sehingga semakin membuat ruang gerak menjadi sempit
terutama untuk penyandang difabel. Tidak adanya ramburambu khusus bagi penyandang difabel ataupun tidak, juga
terkadang

menyulitkan

pengguna

dalam

mengakses

pedestrian. Lebar daerah pelandaian juga tidak sesuai


dengan ukuran standart kursi roda sehingga menyulitkan
kaum difabel, selain itu tidak adanya lajur pemandu pada

pedestrian juga semakin meningkatkan kesulitan bagi


kaum difabel untuk mengakses pedestrian di wilayah
kampus teknik UNS. Tidak terkoneksinya pedestrian
dengan tempat pemberhentian bus sementara juga
mengakibatkan pelemahan fungsi penghubung diantara
keduanya. Padahal seharusnya antara pedestrian dan
tempat memberhentikan bus sementara saling berkaitan
dan melengkapi. Untuk menghindari crowded saat
mengakses

jalur

lain

setelah

mengakses

jalur

pedestrian. Terdapat juga pelemahan fungsi pedestrian


yang sebagaimana mestinya dikarenakan oleh tidak
tertibnya pengguna sepeda motor yang terkadang
mengoperasikan
Gambar 9: Lebar pedestrian kurang
dari 150 cm (Sumber : Dokumen
Pribadi)

atau

menjalankan

kendaraan

bermotornya diatas pedestrian, sehingga merenggut hak


jalan bagi pejalan kaki. Lajur landai juga tidak
dilengkapi dengan pegangan tangan yang seharusnya
diukur dari 0.8 m permukaan tanah. Padahal pegangan
tangan ini akan sangat membantu jika kondisi lajur
landai dalam keadaan licin (setelah hujan). Pemilihan
bahan juga dirasa kurang tepat, karena saat-saat
tertentu, misalkan pada musim hujan akan sangat
meningkatkan resiko kecelakaan bagi pengguna karena
lanjur landai menjadi licin. Pada beberapa bagian,
antara pintu masuk dan pedestrian juga tidak
dihubungkan dengan jalur landai, padahal jalur ini akan
sangat membantu bagi pengakses yang menggunakan

Gambar 10: Pohon menjadi penghalang


pada pedestrian (Sumber : Dokumen
Pribadi)

kruk agar tidak terjadi kesulitan atau ketimpangan saat


pertama kali mengakses pedestrian. Area pedestrian juga

sayangnya tidak dilengkapi dengan penerangan yang cukup, sehingga pada waktu malam
akan terlalu beresiko untuk mengakses pedestrian karena terlalu gelap.

Gambar 15: Masih terbatasnya ramburambu khusus bagi penyandang difabel


dan pengguna pedestrian (Sumber :
http://uc.blogdetik.com/253/25332/fil
es/2013/03/c76edcaa58d33a5951bb7
1b90290ab99_pintu-depan2.jpg)
Gambar 17: Lebar daerah pelandaian
tidak sesuai dengan ukuran standart kursi
roda (Sumber : Dokumen Pribadi)

Gambar 16: Tiang listrik menjadi


penghalang pada kawasan pedestrian
(Sumber : Dokumen Pribadi)

Gambar 13: Belum terdapat jalur pemandu


pada pedestrian (Sumber :
http://pbs.twimg.com/media/BVdMeg0CIAA
6kyJ.jpg)

Gambar 14: Pengendara sepeda


motor yang turut mengakses
pedestrian (Sumber : Dokumen
Pribadi)
Gambar 12: Lajur landai tidak dilengkapi
dengan rel tangan (Sumber :
http://joantika.blog.uns.ac.id/files/2015/0
8/2015-08-17-11.41.32-1.jpg)

Gambar 11: Jalur landai dan pintu masuk


tidak terkoneksi dengan baik

Bab IV
KESIMPULAN
dapat disimpulkan bahwa kondisi pedestrian diwilayah kampus teknik UNS belumlah maksimal
dalam menjalankan fungsinya. Terutama dalam menjalankan fungsi kenyamanan bagi
penggunanya. Meskipun beberapa aspek sudah dapat terpenuhi, namun tetap saja perancang
pedestrian perlu melakukan evaluasi kembali karena masih terdapat kekurangan yang semestinya
tidak ada. Selain itu perancangan pedestrian pada wilayah kampus teknik UNS dapat dianggap
belum memenuhi persyaratan yang diajukan oleh Kementrian PU dan belum sesuai dengan
persyaratan pada beberapa peraturan dan pedoman yang berlaku. Diharapkan kedepannya
keberadaan pedestrian di wilayah kampus teknik UNS dapat dikembangkan lagi, dan bisa lebih
ramah

terhadap

penyandang

disabilitas.

Agar

pengguna

dapat

merasakan

aspek

kenyamanan,keamanan, dan keselamatan yang lebih maksimal lagi.


Bab V
DAFTAR PUSTAKA

Modul Pelatihan Fasilitas Pejalan Kaki Kementrian Pekerjaan Umum


Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki Direktorat Jendral Penataan Ruang
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman
Persyaratan Teknis Bangunan Gedung;
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan;
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman
Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan;
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 17/PRT/M/2009 tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota; dan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2011 tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota

Anda mungkin juga menyukai