MATA KULIAH
METODOLOGI PENELITIAN ARSITEKTUR
Peneliti :
Ekine Wahyuning Tyas I0213029
Dosen Pembimbing :
Dr. Ir. Hardiyati , M.T.
BAB 1
PENDAHULUAN
Berdasarkan persekutuan teritorial genealogis, asal muasal seseorang daat dilihat dari nama belakangnya.
Mengayau berasal dari kata kayau yang artinya memotong kepala musuh
Rooymeester adalah seseorang yang bertugas untuk merencanakan dan mengawasi tata kota masa itu yang
meliputi letak, bentuk, ijin mendirikan bangunan, mengawasi pemeliharaan sanitasi kota, serta mengatur
sistem darurat kebakaran kota.
dapat ditemui di hampir seluruh perairan di dunia. Hal ini menjadikan Teluk Ambon sebagai
wilayah yang unik dan dilindungi secara undang-undang, dan proses reklamasi pantai
sesungguhnya akan menyebabkan kerusakan ekosistem laut dan pantai dalam jangka waktu yang
panjang.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Permasalahan
Bagaimana mengkonseptualisasikan struktur kota lama dan pengembangan struktur baru
pesisir Kota Ambon di masa sekarang dengan mengkaji struktur kota menggunakan
pendekatan geologis-morfologi sebagai bagian morfologi pembentuk kota
1.2.2. Persoalan
Adapun persoalan yang muncul terhadap permasalahan yang dikemukakan dapat dijawab
dengan pertanyaan-pertanyaan berikut :
Apa saja faktor geologis yang menyebabkan morfologi pemukiman di Kota Ambon ?
Bagaimana morfologi Kota Ambon pada masa pemerintahan Portugis ?
Bagaimana morfologi Kota Ambon pada masa pemerintahan Belanda (VOC) ?
Bagaimana morfologi Kota Ambon pada pra-kemerdekaan ?
Bagaimana morfologi Kota Ambon pada paska-kemerdekaan ?
Bagaimana morfologi Kota Ambon pada paska-konflik ?
Bagaimana morfologi Kota Ambon yang ada saat ini ?
1.3. Tujuan dan Maksud (Urgensi) Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah berupaya untuk mengkonseptualisasikan struktur kota lama dan
pengembangan struktur baru pesisir Kota Ambon di masa sekarang dengan mengkaji struktur
kota menggunakan pendekatan geologis-morfologi sebagai bagian morfologi pembentuk kota
Penelitian ini merupakan upaya untuk mencari jawaban atas dasar pengembangan rencana tata
kota, dengan :
1. Mengkaji informasi tentang jaringan elemen urbanpath sebagai pembentuk struktur kota
melalui catatan sejarah yang ada
2. Mengkaji informasi tentang jaringan elemen urbanpath yang sama yang terdapat di wilayah
lain dan mengambil nilai postifnya untuk kemudian dapat dikembangkan di Kota Ambon
tanpa mengurangi nilai-nilai kepercayaan yang terkandung didalam masyarakat sekitar
3. Memahami konduktivitas urbanpath dalam membentuk strukturisasi kota dan kelayakannya
dalam menunjang konsepsi pengembangan Kota Ambon.
Maksud penelitian ini adalah untuk mengkonseptualisasikan struktur pesisir Kota Ambon dengan
cara :
1. Memahami latar belakang sejarah, konteks dan faktor-faktor yang mempengaruhi
pembentukan struktur kota
2. Memahami perkembangan morfologi pembentuk kota melalui catatan-catatan peninggalan
sejarah
3. Menginterpretasikan perkembangan morfologi pembentuk kota secara terperinci dan jelas
1.4. Manfaat (Kontribusi) Penelitian
Penelitian ini memberikan kontribusi sebagai :
1. Bahan kajian kelayakan pengembangan rencana tata kota sebagai waterfront city
2. Tataran akademik untuk memperluas wawasan pengetahuan urban waterfront city
1.5. Ruang lingkup dan batasan penelitian
1.5.1. Sifat dan Jenis Penelitian
Sifat penelitian morfologi ini adalah penelitian akademis dengan sifat yang tak terbatas dan
dapat digunakan dalam lingkup edukasi maupun keperluan pemerintah dalam mengkaji
kelayakan pengembangan Kota Ambon
1.5.2. Objek Penelitian
Objek Penelitian adalah struktur kota (jalan, sungai dan pantai) pada kawasan pesisir Teluk
Ambon sebagai bagian dari perkembangan morfologi Kota Ambon
1.5.3. Lokasi (daerah) Penelitian
Lokasi penelitian pada daerah ini berdekatan atau bersinggungan langsung dengan ex-benteng
victoria yang dahulu menjadi embrio pembentuk Kota Ambon, simpul kota (pelabuhan) serta
simpul pemukiman penduduk. Lokasi penelitian dapat dilihat langusng melalui pengindraan
satelite dengan jarak waktu tertentu terhadap kawasan pesisir Teluk Ambon, Kota AmbonMaluku.
1.6. Kerangka Teoritis / Konseptual
Konsep merupakan definisi dari apa yang akan diteliti dan berhubungan empiris dengan
variabel-variabel yang ada. Dari telaah kepustakaan yang sudah dijabarkan sebelumnya dapat
disusun kerangka penelitian sebagai berikut :
1 Input Data Penelitian
2 Studi Literatur yang memiliki persamaan latar belakang
3 Survey Lapangan dan Analisis
4 Analisis dan Sintesis Penelitian
5 Output Penelitian
1.7. Kerangka Penelitian
Dengan pemahaman dari kajian teoritikal, dapat disusun kerangka konseptual penelitian
Morfologi pesisir Kota Ambon, yang meliputi :
Langkah 1
: Input penelitian berupa kajian fenomena transformasi urban path sebagai
elemen pembentuk Kota Ambon.
Langkah 2
: Kajian terhadap :
1. Geografis struktur pesisir kota
2. Historis dan dinamika kota
3. Kajian morfologi kota
Langkah 3
Langkah 4
1. Kesimpulan
2. Temuan
1.8. Metodologi Penelitian
Dalam upaya mengkaji struktur kota sebagai morfologi pembentuk kota dan menstrukturiasi pola
pengembangan kawasan pesisir kota ini sebagai waterfront city edge maka digunakan metoda
deskripstif-kualitatif.
1.8.1. Metoda pengumpulan data / teknik sampling
Metode pengumpulan data penelitian dilakukan melalui :
1. Observasi tidak langsung terhadap lokasi-lokasi kasus studi, untuk mengadakan :
- Analisis dan pengambilan dokumentasi terhadap objek survey (peta morfologi, peta
peruntukan tata ruang kota pesisir, peraturan kota, dll.)
- Pengambilan data melalui internet, perpustakaan dan badan arsip daerah jika
diperlukan
2. Wawancara langsung dan tidak langsung terhadap beberapa lembaga yang
berkepentingan dalam mengelola kawasan pesisir Teluk Ambon.
1.8.2. Metoda Analisis Data
Metode analisis struktur Kota Ambon dilakukan melalui pendekatan morfologi kota.
Dilakukan melalui kajian metode analisis sinkronik. Yang didalamnya mengakaji :
1. Pendalaman periodisasi sejarah kota (historical reading)
2. Pengkajian morfologi kota (tissue reading) terhadap rekaman pemetaan tatanan arsitektur
kota dari pemda kota/ dinas terkait
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
Karakteristik suatu tempat dalam hal ini penggunaan suatu lingkungan binaan
tertentu bukan hanya sekedar mewadahi kegiatan fungsional secara statis, melainkan
menyerap dan menghasilkan makna berbagai kekhasan suatu tempat antara lain
setting fisik bangunan, komposisi dan konfigurasi bangunan dengan ruang publik
serta kehidupan masyarakat setempat.
Perubahan morfologi tidak lepas dari pendukung kegiatan (activity support) karena
adanya keterkaitan antara fasilitas ruang-ruang umum kawasan dengan seluruh
kegiatan yang menyangkut penggunaan ruang yang menunjang keberadaan ruangruang umum. Kegiatan dan ruang-ruang umum merupakan hal yang saling mengisi
dan melengkapi, keberadaan pendukung kegiatan mulai muncul dan tumbuh, bila
berada diantara dua kutub kegiatan yang ada di kawasan tersebut keberadaan
pendukung kegiatan tidak lepas dari tumbuhnya fungsi kegiatan publik yang
mendominasi penggunaan ruang kawasan, semakin dekat dengan pusat kegiatan
semaking tinggi intensitas dan keberagaman kegiatan.
2.1.2. Ruang Lingkup Kajian Morfologi
Secara garis besar Hadi Sabari Yunus menitik beratkan kajian morfologi pada
eksistensi keruangan dari bentuk-bentuk wujud ciri-ciri atau karakteristik kota yaitu
analisis bentuk kota dan faktor-faktor yang mempengaruhinya meliputi (1) bentukbentuk kompak ; bentuk bujur sangkar (the square cities), bentuk empat persegi
panjang (the rectangular cities), bentuk kipas (fan shaped cities), bentuk bulat
(rounded cities), bentuk pita (ribbon shaped cities), bentuk gurita atau bintang
(octopus / star shaped cities), bentuk tidak berpola (unpatterned cities), (2) bentuk
tidak kompak ; bentuk terpecah (fragmented cities), bentuk berantai (chained cities),
bentuk terbelah (split cities), bentuk stellar (stellar cities), (3) Proses perembetan
(urban sprawl) ; perembetan konsentris, perembetan memanjang, dan perembetan
meloncat, (4) faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk kota ; faktor bentang alam
/geografis, sosial, ekonomi, transportasi dan regulasi.
Gambar : Tipologi ruang terbuka dan tertutup bedasarkan bentuk dasar segi
empat, lingkaran dan segitiga serta variasinya.
Sumber : Rob Krier, 1991
10
Fumihiko Maki memfokuskan pada kajian linkage kolektif, berasal dari garis-garis
yang menghubungkan satu elemen ke elemen lainnya. Garis ini dibentuk oleh jalanjalan, jalur pejalan kaki, ruang terbuka linier, atau elemen-elemen menerus, atau yang
berhubungan lainnya secara fisik menghubungkan bagian-bagian dari suatu pusat
kegiatan suatu kota. Tipe spatial linkage yang diungkapkannya meliputi (1)
Compositional Form. (2) Megaform (3) Group Form. E. Bacon membahas linkage
secara visual meliputi elemen (1) garis, (2) koridor, (3) sisi edges, (4) sumbu dan
irama. Sedangkan linkage struktural dikemukakan oleh C. Rowe meliputi elemen (1)
tambahan, (2) sambungan, dan (3) tembusan.
11
12
The fundamental element of a route structure. Joint a node at which two links are
conjoined to from a route.
Sumber : Google
13
14
15
16
2.3.2.
17
18
dari dermaga kayu sederhana menjadi demikian masif terbuat dari bangunan
beton dengan turap. Pembangunan pelabuhan mengubah bentang pantai.
19
f.
Hunian wisata:
Beberapa tempat terpilih sebagai kegiatan hunian wisata, dalam format besar
dan modern maupun kecil bernuansa ekowisata. Bentang alam umumnya
terubah pada hunian wisata masif dan modern berupa hotel atau bungalow,
sementara nuansa asli seringkali justru dipertahankan pada hunian ekowisata
20
BAB 3
GAMBARAN UMUM KOTA AMBON
21
22
23
24
Dari Tabel di atas terlihat bahwa Kecamatan Nusaniwe, Kecamatan Sirimau dan Kecamatan
Teluk Ambon Baguala memiliki tingkat kepadatan di atas rata-rata tingkat kepadatan Kota
Ambon sebesar1.087 Jiwa/km.
25
Berdasarkan persekutuan teritorial genealogis, asal muasal seseorang daat dilihat dari nama belakangnya.
Mengayau berasal dari kata kayau yang artinya memotong kepala musuh
26
dikenal sebagai Kota Pelabuhan utama penghasil cengkeh selain Seram dan Lease. Beberapa
bagian dari Provinsi Maluku seperti Banda juga menjadi Kota Pelabuhan utama dengan
produk andalannya yang berupa pala dan bunga pala serta Pulau Aru dengan kualitas mutiara
kelas satunya. Pada masa lampau Ambon merupakan Kota Kolonial karena diciptakan oleh
kaum pendatang dari Barat. Menurut sebuah catatan tua ( Asisten Residen van Wijk ,
Laporan Serah Terima Jabatan : 1987 ), terdapat seorang panglima Portugis yang tiba di
Pantai Honipopu yang termasuk didalam wilayah petuanan (wilayah kekuasaan) Negeri Soya,
mengajukan permintaan agar diizinkan untuk memiliki sebidang tanah yang luasnya tidak
lebih dari selembar kulit sapi. Karena dianggap tidak memberatkan, permintaan tersebut
dikabulkan oleh Raja Soya. Yang kemudian Sang Panglima mengambil selembar kulit sapi
yang masih utuh, lalu menjadikannya potongan kecil dan menyebarkan potongan kulit sapi
tersebut hingga menutupi sebidang tanah yang mencakup Pantai Honipopu hingga ke kaki
perbukitan Soya. Batas sebelah Barat adalah sungai Wai Batugajah dan batas sebelah timur
adalah Wai Tomu. Di dataran rendah yang cukup luas itulah Portugis mendirikan sebuah
benteng, yang disebut benteng Kota Laha atau Ferangi yang diberi nama Nossa Senhora de
Anunciada . Benteng inilah yang kemudian menjadi cikal bakal tumbuhnya Kota Ambon.
Dalam perkembangannya sekelompok masyarakat pekerja yang membangun benteng tersebut
mendirikan perkampungan yang disebut Soa. Pemukiman pemukiman sederhana ini
membentang di sepanjang pantai, di sisi Timur dan Barat Benteng, juga disebelah selatan
benteng. Jumlah rumah disekitar benteng ini pada akhir abad ke-16 adalah sekitar 500 unit
(Leirissa dkk, 2004:21). Denganjumlah penduduknya mencapai 1500 jiwa. Selama masa awal
Kota Laha sebagai benteng terus mengalami perbaikan dan penyempurnaan. Didirikan diatas
rawa-rawa, bangunan ini terus disempurnakan yang melibatkan banyak penduduk.
Tumbuhnya pemukiman-pemukiman yang cenderung homogen secara sosial antara satu
pemukiman dengan pemukiman lainnya, adalah awal pembentukan konfigurasi sosial
masyarakat Kota Ambon, yang kelak berpengaruh terhadap morfologi kota. Kota Laha
sebagai sebuah benteng inilah yang telah berkembang dan menjadi dasar dari pembentukan
Kota Ambon (Cita de Amboina dalam Bahasa Spanyol atau Cidades de Amboyno dalam
bahasa Portugis) Selama 30 tahun kekuasaan Portugis di Ambon (1575-1605), belum dikenal
adanya penataan kota yang baku. Sehingga saat berakhirnya kekuasaan Portugis, karakter
fisik yang ditampilkan di Ambon, belum menampakkan ciri sebuah Kota. Pertumbuhan kota
masih sangat alami dengan pola pemukiman yang ditampilkan masih benar-benar berorientasi
pada Benteng Kota Laha sebagai pusat pemukiman. Bangunan-bangunan rumah memang
tersebar di sekeliling benteng. Namun keletakannya sangat tidak beraturan dan hampir
merapat ke tembok benteng. Demikian juga jalan-jalan yang dibangun pun tidak beraturan.
Keberadaan bangunan-bangunan rumah disekitar benteng, menunjukkan ciri fisik yang sangat
sederana. Bangunan-bangunan ini hanya terbuat dari bahan papan dan atap rumbia. Meski
demikian, jika mengacu pada data sejarah, dapat diamati bahwa sampai dengan berakhirnya
kekuasaan Portugis, setidaknya telah terbentuk empat kelompok masyarakat yang menghuni
Kota Ambon, yaitu kelompok serdadu Portugis, kelompok misionaris, kelompok penduduk
lokal yang setia pada Portugis, serta kelompok Mardjikers6 . Luas Kota Ambon pada akhir
masa Portugis diperkirakan setengah dari luas Kota Ambon masa VOC. Penaklukan oleh
Belanda atas Kota Ambon segera berimplikasi pada berbagai aspek kota ini. Termasuk
morfologi dan tata kota. Setelah menguasai benteng Kota Laha, VOC kemudian mengganti
nama Portugis benteng ini Nossa Senhora de Anunciada dengan nama baru yaitu Victoria,
yang berarti kemenangan. Tindakan pertama yang diambil oleh Penguasa Kota Ambon yang
6
27
Rooymeester adalah seseorang yang bertugas untuk merencanakan dan mengawasi tata kota masa itu yang
meliputi letak, bentuk, ijin mendirikan bangunan, mengawasi pemeliharaan sanitasi kota, serta mengatur
sistem darurat kebakaran kota.
8
Wijkmeester adalah seseorang yang menjalankan tugas rooymeester di wilayahnya kecuali ijin mendirikan
bangunan.
28
menampilkan suatu bentuk pemanfaatan ruang yang sama sekali baru bagi masyarakat lokal
dikawasan ini. Keberadaan bangunan-bangunan bergaya Eropa dengan teknik konstruksi yang
sama sekali berbeda dengan gaya dan teknik lokal adalah bentuk lain warna budaya baru
tersebut. Demikian halnya dengan struktur sosial masyarakat dalam satu kawasan pemukiman
yang heterogen seperti Kota Ambon, juga merupakan bentuk pengaruh yang datang bersama
orang-orang Eropa. Daerah perbukitan selatan di Selatan Kota Ambon masih belum dihuni
hingga awal abad ke-20. Perluasan yang terjadi justru melebar ke wilayah Timur dan Barat
Kota. Pertumbuhan penduduk yang normal menjadi salah satu faktor yang membuat
perkembangan Kota Ambon selama masa VOC tidak berlangsung secara drastis. Terdapat
salah satu catatan penting mengenai keputusan pemerintah Hindia Belanda di Ambon untuk
menggunakan ruang terbuka tepat di Selatan Benteng Victoria sebagai Esplanade9 untuk
menghindari kerusakan bangunan akibat wilayah tersebut rawan gempa. Kota Ambon kini
telah berkembang dengan cukup pesat. Sebelum tahun 1979 Kota Ambon merupakan salah
satu kota terpadat di Indonesia dan didunia bila dibandingkan dengan luas wilayahnya.
Karena pada saat itu, Kota Ambon hanya memiliki luas 4,02 km2 . dengan luas tersebut,
sebelum tahun 1979 Kota Ambon memiliki jumlah penduduk sebanyak 190.704 orang dengan
laju pertumbuhan penduduk 3,49% maka tingkat kepadatan penduduk telah mencapai 33.263
km2 . Wilayah administratrif Kota Ambon tersebut didasari pada Surat Keputusan Gubernur
Jendral Hindia Belanda tanggal 16 Mei 1888 (Staasblaad Nomor 94 Tahun 1888 yang hingga
tahun 1978 tidak mengalami perubahan. Akibatnya, sesuai Undang-undang Nomor 60 Tahun
1958 sebagian besar wilayah Pulau Ambon masih berada dilingkup administratif Kabupaten
Maluku Tengah). Lantaran hal tersebut, Pemerintah Kota Ambon menyusun masterplan
untuk 20 Tahun (1972-1992). Dalam masterplan ini wilayah pemerintahan Kotamdya Ambon
akan diperluas hingga mencapai 2/3 dari luas Pulau Ambon, yakni dari 4,02 km2 menjadi 377
km2 . Terlepas dari sejarah panjang kota ini dari sebuah benteng, Kota Ambon sendiri
merupakan kota migran karena didalamnya terdapat banyak orang yang berasal dari suku
yang berbeda. Mulai dari warga keturunan Eropa, Arab, Persia, China, Melayu, hingga orang
lokal yang menjadi warga Kota Ambon. Ini juga menjadikan Kota Ambon sangat plural baik
budaya maupun agamanya. Selain itu juga dari etnik nasional seperti Makasar, Cirebon,
Banten, Pelembang dan Semarang. Kelompok masyarakat inilah yang menjadi dasar bagi
pembentukan Kota Ambon. Pada masa kemerdekaan, terbentuklah Kodam XV Pattimura
Maluku (sekarang Kodam XVI Maluku) dan Kasteel Nieuw Victoria dijadikan sebagai
Markas Yonif Linud 733/Masariku kini markas Detasemen Kavaleri-5/DLC, Kodam XVI
Pattimura Bangunan-bangunan yang ada di dalam Kasteel seperti kantor, asrama prajurit,
workshop (bengkel), gudang senjata tetap digunakan sesuai fungsinya sampai saat ini. Selain
bangunan Kasteel Nieuw Victoria, ada juga peninggalan sejarah lain yang ada di kawasan
kasteel yaitu taman yang menghadap ke laut. Pada masa kolonial, Belanda telah membentuk
permukiman homogen, berdasarkan agama yang dianut penduduk di Ambon. Tetapi dalam
masa itu pula, telah terjadi permukiman heterogen. Permukiman di kawasan ini bertumbuh
pesat dengan adanya berbagai kelompok masyarakat dari budaya dan agama yang berbeda.
Budaya dari kelompok masyarakat yang berbeda menjadikannya sebagai potensi masyarakat
yang sudah tumbuh secara turun temurun untuk menunjang aktivitas kehidupan dalam
permukiman.
29
BAB 4
PEMBAHASAN
Pembahasan pada penelitian ini akan dibagi dalam beberapa sub-bahasan mengingat
banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan bentuk (morfologi) Kota Ambon itu
sendiri. Selain proses geologis, proses sejarah memang memegang peranan penting dalam
terbentuknya Kota Ambon. Tipologi juga juga akan dikaji berdasarkan pengamatan peneliti
terhadap tujuan yang ingin dicapai. Berikut ini merupakan beberapa sub-bahasan yang akan
dibahas, diantaranya :
4.1.
30
Gambar : Salah satu negri yang masih dipertahankan sampai sekarang, yakni Negri Alang.
namun tipe penyebaran pemukiman masih belum terkonfigurasi dengan baik.
Sumber : Google
Wilayah Kota Ambon memiliki tingkatan sedang hingga tinggi dalam resiko
bencana longsor. Hal ini disebabkan karena tidak meratanya penduduk yang
memusat di lingkungan Kota. Hal ini menyebabkan banyak warga terpaksa
menggunakan lereng-lereng bukit untuk bertempat tinggal. Yang akhirnya
menyebabkan jatuhnya korban jiwa pada setiap musim hujan karena bencana
longsor.
31
32
Kota Ambon memiliki resiko gempa paling tinggi, hal ini tidak dapat
dipungkiri mengingat pulau ambon memang dilewati oleh beberapa busur
gunung berapi aktif. Hal ini tidak saja berdampak pada morfologi kota, tetapi
juga berdampak pada morfologi arsitektur. Rumah-rumah semi permanen
yang rawan runtuh seiring waktu mulai tergantikan dengan rumah-rumah
permanen yang masif yang dapat meminimalisir kerusakan saat terjadinya
gempa. Saat rumah-rumah masif terbentuk, mulailah tumbuh sifat-sifat idealis
33
Gambar : Akibat gempa beberapa waktu lalu yang menyebabkan runtuhnya beberapa bagian
pada gedung auditorium DPRD Provinsi Maluku di Kota Ambon
Sumber : Google
Kota Ambon memang akan selalu ditakuti oleh resiko abrasi pantai. Karena
memang letaknya di pesisir pantai/pinggir pantai. Selain itu seluruh pulaunya
benar-benar dibatasi oleh lautan. Abrasi pantai tidak dapat dihindari, namun
dapat dicegah dengan menggunakan teknik-teknik tertentu. Hal inilah yang
34
Kota Ambon memiliki resiko banjir yang sangat tinggi. Padatnya pemukiman
di Kota Ambon secara tidak langsung menyebabkan buruknya drainase
ditambah berkurangnya lahan terbuka hijau untuk menyerap kelebihan air.
Resiko banjir akan semakin meningkat saat musim hujan tiba, dimana Kota
35
Ambon biasanya akan menerima kiriman debit air dari wilayah perbukitan dan
muka air laut naik karena guyuran hujan. Hal ini akan menyebabkan
tergenangnya Kota Ambon selama musim penghujan.
Gambar : Banjir menggenangi Masjid Raya Al-Fatah tepat dititik tengah Kota Ambon
Sumber : Google
36
37
4.2.
38
Dari peta ini dapat diamati bahwa berdirinya sebuah kota dapat disebabkan
oleh adanya pengaruh besar yang terdapat disana. Dalam hal ini adalah
Benteng Kota Laha. Berdasarkan peta juga dapat disimpulkan bahwa
tumbuhnya Kota Ambon dapat terjadi secara organis. Organis yang
dimaksudkan disini adalah adanya tumbuhnya pemukiman di sekitar Benteng
Kota Laha / Nossa Senhora de Anunciada yang tidak direncanakan oleh
pemerintah barat sebelumnya dalam hal ini adalah bangsa Portugis.
Lingkaran merah pada gambar, mengisyaratkan siteplan / titik letak
Benteng Kota Laha .
39
40
41
42
43
perbedaan budaya, suku dan ras. Kini makin terpisahkan lagi karena
faktor agama. Masyarakat seakan-akan terkotak-kotak dan tidak
berbaur menjadi satu.
44
karena
ketidakmerataan
pekerjaan
di
daerah
kebupaten,
sehingga
45
46
BAB 5
PEMBAHASAN
5.1.KESIMPULAN
Dari penelitian ini kita dapat mengetahui bahwa Kota Ambon memiliki
morfologi tata kota yang memiliki perbedaan dengan kondisi awalnya hampir
di setiap dekade. Perbedaan-perbedaan pada tata kota lebih menyinggung
akibat dari konflik-konflik sosial yang memang sudah ada jauh sebelum
kedatangan Bangsa Asing di Kepulauan Maluku. Konflik sosial pertama yang
menyebabkan morfologi tatanan kota adalah adanya segregasi kelompok
berdasarkan nama keluarga yang dibawanya. Kedua, kedatangan Bangsa
Portugis dan Bangsa Belanda juga menyebabkan morfologi tatanan kota
karena menyebabkan masyarakat terkota-kotak berdasarkan suku dan ras.
Ketiga, masa konflik di Maluku yang hampir terjadi selama tiga tahun penuh
(1999-2001) menyebabkan segregasi atau pengelompokkan masyarakat juga
semakin menjadi-jadi karena mengatasnamakan agama.
Dari penelitian ini juga dapat dilihat bahwa kota ambon mengalami
pertumbuhan kota secara organik dan terencana. Secara organik karena
muncul suku-suku yang pertama kali mendiami pulau Ambon memang tidak
direncanakan. Mereka mendiami suatu pulau karena kebutuhan tuntutan hidup
untuk menetap di daratan dan tidak hidup di laut lagi. Selain itu pemukiman
disekitar Benteng Kota Laha juga tumbuh dengan sendirinya tanpa
direncanakan oleh Bangsa Portugis. Sehingga dapat dilihat bahwa pemukiman
saat itu (Pemerintahan Bangsa Portugis) belum serapi pemukiman pada saat
masa Pemerintahan Bangsa Belanda (terencana). Namun, sudah lebih rapi dari
tata kota masa kependudukan awal dimana di Pulau Ambon masih dihuni
beberapa negeri berdasarkan latar belakang nama keluarga.
Dari penelitian ini kita juga dapat melihat bahwa proses geologi memegang
peranan dalam morfologi tata kota. Mengingat pulau ini rawan terkena
berbagai proses geologis. Maka, hal ini yang lambat laut membentuk
kepribadian masyarakat Kota Ambon serta tata pemukimannya. Meskipun,
tidak dipungkiri bahwa masih saja terdapat beberapa kelompok masyarakat
yang memiliki pehaman kurang tepat atas lahan yang ditempatinya.
5.2.RENCANA PENELITIAN SELANJUTNYA
Mengingat banyaknya potensi yang dapat diteliti, maka dibawah ini terdapat beberapa
rumusan permasalahan yang selanjutnya akan diteliti. Untuk memperjelas morfologi
tatanan Kota Ambon melalui pehaman tipologi. Agar selanjutnya dapat disinkronkan
menjadi satu, sehingga dapat memberikan hasil penelitian yang dapat melengkapi
penelitian selanjutnya.
Kajian Tipologi terhadap Beberapa Aspek , yang melliputi : 1). Tipologi Kota
Ambon terhadap Beberapa Kota Jajahan di Indonesia. 2). Tipologi Kota Ambon
terhadap beberapa Kota Jajahan VOC di dunia. Dan 3). Tipologi Kota Ambon
terhadap beberapa Kota bersejarah di Belanda.
47