Anda di halaman 1dari 18

“ Perencanaan Pengembangan Kawasan Pesisir Teluk

Ambon sebagai Kota Pantai/ Water Front City ”

Disusun Oleh
Muhammad Abdul Wahab Pelu
201874095
Kelas A

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH & KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PATTIMURA
2020
KATA PENGANTAR

Puji Syukur Kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkah dan rahmat serta
hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan makalah Studio Perencanaan Wilayah
& Kota ini yang berjudul “Perencanaan Pengembangan Kawasan Pesisir ”.
Adapun tujuan penulisan Makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dosen
mata kuliah Studio Perencanaan Wilayah & Kota untuk memenuhi tugas yang diberikan dan
dengan ini dapat membantu pemahaman dan pengetahuan saya selaku mahasiswa Perencanaan
Wilayah & Kota untuk memahami, melihat,menganalisis,merencanakan , yang dapat dilakukan
di kota Ambon sebagai kota Pantai sebagai judul yang saya ambil sebagai bahan tugas ini .
Namun saya menyadari jika makalah ini masih banyak memiliki kekurangan pada teknik
penulisan maupun materi yang dibahas , dan untuk itu saya memohon maaf yang sebesar
besarnya dan saya menerima segala kritik dan saran dari semua pihak untuk penyempurnaan
penulisan makalah ini . Sekian Terima Kasih.

Ambon, 5 Desember 2020

Muhammad Abdul Wahab Pelu


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kota Ambon merupakan Ibu Kota Provinsi Maluku dan merupakan pusat dari
perkembangan sosial, budaya dan ekonomi masyarakatnya. Kota Ambon seperti
umumnya kota-kota pantai lainnya di Indonesia memiliki potensi wilayah pesisir dengan
garis pantai yang panjang dan indah. Sejarah Kota Ambon memperlihatkan bahwa
terbentuknya pesisir Kota Ambon adalah sama tuanya dengan keberadaan kota itu
sendiri. Lokasi pesisir pantai saat ini telah tumbuh dan berkembang dengan berbagai
kegiatan untuk memenuhi kehidupan dan penghidupan masyarakat Ambon atau
masyarakat Maluku secara umum, memiliki pencapaian yang baik dan kondisi tempat
yang menarik. Pada saat ini Pesisir Kota Ambon kurang mendapat perhatian pemerintah
dan investor dalam pembangunan dan dari yang dilihat pembangunan pembangunan di
kawasan Pesisir Kota Ambon belum sesuai dengan RTRW pada umumnya. Kurangnya
perhatian pada daerah pesisir diakibatkan oleh kesadaran pemerintah akan adanya ”era
waterfront”, melihat bahwa daerah pesisir memiliki potensi, mempunyai sifat
perkembangan yang dinamis dan berpeluang untuk dikembangkan. Jadi karena itu saya
mengambil Judul ini sebagai Bahan Tugas saya. Keinginan untuk membangun dan
mengembangkan pesisir pantai Kota Ambon harus dilakukan , agar waterfront yang ada
berfungsi maksimal sebagai jantung kota Ambon, pusat jasa dan perdagangan serta pola
pergerakan Kota. Dalam Rencana Strategis Kota Ambon 2006 – 2013, menginginkan
bahwa Perencanaan Pembangunan Kota dalam kaitannya dengan Pengembangan
Kawasan Pesisir Kota akan diarahkan menuju pada Pengembangan kawasan pesisir
menuju Kota Pantai (Kota Pesisir) atau Pengembangan Ambon Water front City.
Khususnya Teluk Ambon yang merupakan kawasan pesisir kegiatan pusat Kota ( teluk
Ambon kecamatan Nusaniwe) dan (Teluk Ambon bagian Kecamatan Teluk Ambon ).
Untuk itulah maka untuk mewujudkan keinginan Rencana Strategis Kota tersebut maka
perlulah dilakukan kajian-kajian dan rencana-rencana pengembangan kerah tujuan
tersebut. Pembangunan waterfront harus berwawasan lingkungan dan dalam perencanaan
dan penataannya harus meminimalisir konflik, sehingga setiap bagian kawasan dapat
saling bersinergis dengan baik.
Untuk itu penulisan makalah yang saya ambil ini bertujuan untuk melakukan
pengkajian terhadap pengembangan wilayah pesisir Kota Ambon sebagai Kota Pesisir
dengan banyaknya potensi pesisir Kota Ambon yang ada maka perlunya penerapan
design system water front city di kota Ambon dalam upaya untuk Pengembangan
Pembangunan di Kota Ambon.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas , berikut beberapa rumusan masalah yang dapat saya rumuskan :

1. Apa pengertian dari konsep Water Front City / Kota Ambon ?


2. Apa saja permasalahan dan kekurangan yang di Kawasan Pesisir Kota Ambon ?
3. Apa saja upaya atau inovasi yang perlu disiapkan untuk Perencanaan Pengembangan
Kawasan Pesisir Kota Ambon khususnya Kawasan Pesisir Teluk Ambon sebagai Kota
Pantai

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan pada latar belakang dan rumusan masalah, maka penulisan ini bertujuan:

1. Untuk mengetahui pemahaman dari Konsep Water Front City/ Kota Pantai
2. Untuk mengetahui pengaruh Masalah serta Kekurangan pada Kawasan Pesisir Kota
Ambon khususnya Pesisir Teluk Ambon
3. Untuk mengetahui upaya atau inovasi apa saja yang dapat disiapkan untuk Perencanaan
Pengembangan Kawasan Pesisir Kota Ambon khususnya pesisir Teluk Ambon sebagai
Kota Pantai

D. Manfaat Penulisan

1. Agar dapat menambah atau memperkaya wawasan dan ilmu pengetahuan saya selaku
mahasiswa Perencanaan Wilayah & Kota terkait Perencanaan Wilayah serta sebagai
tambahan informasi serta pada umumnya menambah pengetahuan saya .
2. Sebagai informasi dan juga masukan bagi Pemerintah kedepannya mungkin untuk
melakukan upaya upaya Perencanaan Pengembangan Wilayah di Kota Ambon. Dan
mungkin dapat menjadi acuan bagi kabupaten/ kota di Provinsi Maluku , apalagi Provinsi
Maluku ini merupakan provinsi kepulauan yang pastinya mempunyai banyak sekali wilayah
pesisir.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Kawasan Pesisir

Kawasan Pesisir Penjelasan umum mengenai kawasan pesisir yang meliputi definisi dan
karakteristik wilayah merupakan hal yang sangat penting, hal ini bertujuan agar pemahaman
mengenai wilayah pesisir dapat dimengerti dan merupakan awal pemahaman dari studi ini.
Pengertian tentang pesisir sampai saat ini masih menjadi suatu pembicaraan, terutama penjelasan
tentang ruang lingkup wilayah pesisir yang secara batasan wilayah masih belum jelas. Berikut ini
adalah definisi dari beberapa sumber mengenai wilayah pesisir menurut Para Ahli .

 Kay dan Alder (1999) “ The band of dry land adjancent ocean space (water dan
submerged land) in wich terrestrial processes and land uses directly affect oceanic
processes and uses, and vice versa”. Diartikan bahwa wilayah pesisir adalah wilayah
yang merupakan tanda atau batasan wilayah daratan dan wilayah perairan yang mana
proses kegiatan atau aktivitas bumi dan penggunaan lahan masih mempengaruhi proses
dan fungsi kelautan.
 Pengertian wilayah pesisir menurut kesepakatan terakhir internasional adalah merupakan
wilayah peralihan antara laut dan daratan, ke arah darat mencakup daerah yang masih
terkena pengaruh percikan air laut atau pasang surut, dan ke arah laut meliputi daerah
paparan benua (continental shelf) (Dahuri, dkk, 2001).
 Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir adalah wilayah pertemuan antara daratan
dan laut ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering Universitas
Sumatera Utara maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti
pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin. Sedangkan ke arah laut wilayah pesisir
mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat
seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan karena kegiatan
manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.

Dari pengertian-pengertian di atas dapat di tarik suatu kesimpulan bahwa wilayah pesisir
merupakan wilayah yang unik karena merupakan tempat percampuran antara daratan dan lautan,
hal ini berpengaruh terhadap kondisi fisik dimana pada umumnya daerah yang berada di sekitar
laut memiliki kontur yang relatif datar. Adanya kondisi seperti ini sangat mendukung bagi
wilayah pesisir dijadikan daerah yang potensial dalam pengembangan wilayah keseluruhan. Hal
ini menunjukan garis batas nyata wilayah pesisir tidak ada. Batas wilayah pesisir hanyalah garis
khayalan yang letaknya ditentukan oleh kondisi dan situasi setempat. Di daerah pesisir yang
landai dengan sungai besar, garis batas ini dapat berada jauh dari garis pantai. Sebaliknya di
tempat yang berpantai curam dan langsung berbatasan dengan laut dalam, wilayah pesisirnya
akan sempit. Menurut UU No. 27 Tahun 2007 Tentang batasan wilayah pesisir, kearah daratan
mencakup wilayah administrasi daratan dan kearah perairan laut sejauh 12 (dua belas) mil laut
diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau kearah perairan kepulauan.

2. Pengertian Pembangunan Kota-Kota Pantai

Secara alamiah, kota yang telah tumbuh berkembang menjadi kota metropolitan dan kota
modern selalu memulai kemegahannya dari tempat yang terpencil, kemudian berubah menjadi
tempat pemusatan aktivitas orang-orang dan karena dianggap strategis, maka biasanya tempat
strategis itu dijadikan sebagai tempat transaksi ekonomi. Ketika suatu tempat telah berkembang
menjadi tempat pertukaran (transaksi ekonomi), maka kemudian tempat itu diikuti dengan
berkembangnya pemukiman-pemukiman penduduk secara evolutif. Ketertarikan seperti itu
dalam jangka panjang pembangunan perkotaan, penduduknya akan cepat berubah dalam
memenuhi standar-standar kebutuhan individu dan sosial kearah yang lebih cepat dan efektif. Ini
pula yang mendorong tumbuhnya industri modern diperkotaan, infrastruktur pendukung seperti
ketersediaan energi listrik, air bersih, telekomunikasi serta jasa-jasa akan tumbuh bersamaan
dengan dinamika sosial masyarakat yang menuju pada kematangan. Dalam tinjauan ekonomi,
diakui bahwa kota dapat menjadi tempat pertumbuhan (growth) karena transaksi barang dan jasa
(goods and service) biasanya mengelompok dikota. Tetapi dalam jumlah penduduk yang telah
melampaui batas, (crowded) maka pertumbuhan kota tersebut akan mengalami diseconomy of
scale, karena perkembangannya mulai tidak terkendali sebab dampak negatif perkotaan mulai
dominan dari pada dampak positifnya. Sehingga dengan menggeser munculnya kota-kota kecil
dan menengah di wilayah pesisir, maka dimungkinkan tercipta sumber pertumbuhan baru,
sebagai pemicu utama dalam mendorong pembangunan kawasan terpencil. Kota di wilayah
pesisir bisa memungkinkan untuk tumbuh, asalkan terdapat belt ekonomi sebagai penyangga
utama pertumbuhan kota tersebut. Pembangunan kota pantai dirumuskan sebagai sistem
pengembangan perkotaan dan kawasan kepulauan, yang memperlihatkan fungsi dari hirarki kota,
pola prasarana kawasan yang meliputi transportasi, prasarana distribusi yang mengacu pada
kondisi geografis wilayah serta pemanfaatan potensi sumberdaya alamnya, baik sumberdaya
alam yang dapat pulih maupun sumberdaya alam yang tidak dapat pulih. Keduanya dikelola
secara berkesinambungan. Pengelolaan sumberdaya maritim, agar tetap sustainable, maka dalam
sistem pengembangannya, diupayakan memperhitungkan kearifan (wisdom) masyarakat lokal.
Hal ini diupayakan agar tidak terdapat kesenjangan antara penduduk asli dangan para pendatang
yang akan mendiami kota pantai.

3. Pengertian Water Front City


Waterfront City adalah konsep pengembangan daerah tepian air baik itu tepi pantai, sungai
ataupun danau. Pengertian “waterfront” dalam Bahasa Indonesia secara harafiah adalah daerah
tepi laut, bagian kota yang berbatasan dengan air, daerah pelabuhan (Echols, 2003). Waterfront
City/Development juga dapat diartikan suatu proses dari hasil pembangunan yang memiliki
kontak visual dan fisik dengan air dan bagian dari upaya pengembangan wilayah perkotaan yang
secara fisik alamnya berada dekat dengan air dimana bentuk pengembangan pembangunan wajah
kota yang terjadi berorientasi ke arah perairan.
Konsep ini berawal dari pemikiran seorang ‘urban visioner’ Amerika yaitu James Rouse di tahun
1970-an. Saat itu, kota-kota bandar di Amerika mengalami proses pengkumuhan yang
mengkhawatirkan. Kota Baltimore merupakan salah satunya. Karena itu penerapan visi James
Rouse yang didukung oleh pemerintah setempat akhirnya mampu memulihkan kota dan
memulihkan Baltimore dari resesi ekonomi yang dihadapinya. Dari kota inilah konsep
pembangunan kota pantai/pesisir dilahirkan.
Berdasarkan pengertiannya, kawasan  waterfront  memiliki beberapa pengertian. Berdasarkan
sudut pandang pengertiannya maka kawasan waterfront dapat didefinisikan sebagai berikut:

 Area dinamis kota-kota di mana daratan dan air bertemu. (Breen, Ann dan Rigby, Dick,
1994)
 Tanah atau tepi sungai, pelabuhan atau tanah semacam itu di sebuah kota dengan
dermaganya. (Salim Peter, 1993)
 Tepian laut atau bagian kota yang berbatasan dengan air, daerah pelabuhan pelabuhan.
 Lahan atau area-area yang terletak berbatasan dengan air terutama merupakan bagian
kota yang menghadap ke arah perairan baik berupa laut, sungai, danau, dan sejenisnya.

Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan dalam konteks yang terkait dengan perkotaan.
Pengertian waterfront adalah suatu area yang berbatasan dengan air yang memiliki kontak fisik
dan visual dengan air laut, sungai, danau dan badan air lainnya. Sedangkan yang dimaksud
dengan pengembangan  waterfront  adalah suatu usaha penataan dan pengembangan bagian atau
kawasan kota yang skala kegiatan dan fungsi yang ada sangat beragam dengan intensitas tinggi
sebagai kegiatan perkotaan baik untuk fungsi perumahan, pelabuhan dan perdagangan komersial
dan industri hingga kawasan wisata. Secara umum  waterfront  berfungsi sebagai tempat dimana
komunitas berkumpul untuk mengadakan suatu event atau festival, biasanya diadakan pada
lapangan terbuka atau berumput dimana semua orang merasa diterima untuk datang. Semua
kawasan yang memiliki batasan antara daerah perairan dengan daratan dapat disebut sebagai
kawasan  waterfront. Dalam konteks yang lebih luas, daerah perairan tersebut meliputi laut
maupun sungai yang merupakan wadah aktivitas penduduk sekitarnya. Batasan-batasan yang
dipakai dalam menentukan kawasan waterfront  sangat beragam.

Breen (1994) membedakan  waterfront  berdasarkan pertemuannya dengan badan air sebagai
berikut:
1. Waterfront Tepian Sungai
Merupakan  waterfront  yang terjadi karena adanya pertemuan langsung antara daratan dengan
badan air yang berupa tepian sungai, secara umum memiliki ciri sebagai berikut:
 Umumnya sebagai jalur transportasi
 Digunakan sebagai irigasi lahan pertanian dan perkebunan
 Pengembangannya sangat tergantung pada kondisi lingkungan sekitar dan musim
2. Waterfront Tepi Laut
Merupakan area waterfront yang terjadi karena pertemuan langsung antara daratan dengan badan
air yang berupa pantai dan tepian laut, secara umum memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
 Umumnya sebagai daerah pelabuhan samudera
 Sebagai area permukiman bagi nelayan 
 Sebagai muara dari berbagai aliran sungai
 Pengembangannya dapat didominasi oleh karakteristik laut itu sendiri
3. Waterfront Tepi Danau
Merupakan area waterfront yang terjadi karena adanya pertemuan langsung antara daratan
dengan badan air yang berupa tepian air yang berupa tepian danau, pada umumnya
pengembangannya sebagai fungsi khusus.
 

BAB III
METODE PENELITIAN
1. Lokasi Penilitian

Penilitian di lakukan pada lahan di daerah Kawasan Pesisir Teluk Ambon , dari Kelurahan Nusaniwe ,
Kecamatan Nusaniwe hingga Ke Desa Laha Bandara Pattimura Kecamatan Teluk Ambon . Jadi
Penulisan ini dilakukan untuk dapat melakukan pengembangan konsep Waterfront City berdasarkan
kondisi kawasan pesisir Kota Ambon.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 15 hari dari tanggal 25 November – 10 Desember 2020

3 . Tipe Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan metode observasi untuk mendapat kan data primer maupun
sekunder kemudian dikaji untuk mendapatkan kesimpulan terhadap Kajian Kelayakan.

4. Metode Pengumpulan Data

Adaupun metode pengumpulan data yang di lakukan dalam penilitian ini adalah:

1. Metode observasi
Merupakan salah satu metode pengumpulan data melalui pengamatan langsung yang di ajukan terhadap
objek yang langsung menjadi sarana penelitian, gunanya untuk memahami kondisi dan potensi objek
yang akan di kembangkan seperti kondisi lingkungan, pola penggunaan lahan, aksesbilitas, karakteristik,
dan social masyarakat setempat.

4. Metode Analisis dan Sumber Data

1. Metode Analisis Data

Data- data yang telah diperoleh kemudian dikumpulkan selanjutnya dilakukan analisa yang
antara lain adalah; Analisa Fisik dan non fisik,Kesesuaian dan kelayakan lahan,Daya dukung
lingkungan, Daya tampung lingkungan, Aspek kebencanaan pada kawasan pesisir (gelombang
pasang, tsunami, longsor, abrasi), Pemanfaatan ruang pesisir, Infrastruktur dan utilitas,
Aksesibilitas dan transportasi, Kependudukan dan sosial budaya, Ekonomi dan peluang
pengembangan ekonomi, Kondisi lingkungan strategis dan peluang pertumbuhan dan
perkembangan kawasan,Kebijakan dan peraturan yang terkait.

Analisis data yang di gunakan dalam penilitian ini yaitu:

Analisis Data Kualitatif adalah data yang tidak berupa angka tetapi berupa kondisi kualitatif objek dalam
ruang lingkup penilitian baik dalam bentuk uraian kalimat maupun penjelasan, yang meliputi data batas
ruang lingkup lokasi penilitian, jenis tanah, geologi, topografi.

2. Sumber Data
a. Data Primer yaitu data yang di peroleh dari hasil pengamatan langsung di lapangan berupa data yang
di peroleh dari masyarakat melalui wawancara dan observasi langsung di lapangan. Observasi ini di
lakukan untuk mengetahui mengatahui kondisi kualitatif objek studi. Jenis data yang di maksud
meliputi :

1. Kondisi fisik kawasan, yang mencakup letak geografis, kondisi topografi geologi dan hidrologi
2. Pola penggunaan lahan, mencakup pola penggunaan lahan pada kawasan yang ingin dibangun
3. Aksesbilitas, mencakup pola pergerakan, kemudahan ke lokasi dan kondisi jalan.
4. Kerangka Berpikir

“ Perencanaan Pengembangan Kawasan Pesisir


Teluk Ambon sebagai Kota Pantai/ Water

Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari konsep Water Front City / Kota Ambon ?


2. Apa saja permasalahan dan kekurangan yang di Kawasan Pesisir Kota Ambon ?
3. Apa saja upaya atau inovasi yang perlu disiapkan untuk Perencanaan Pengembangan
Kawasan Pesisir Kota Ambon khususnya Kawasan Pesisir Teluk Ambon sebagai Kota
Pantai
4.

Tujuan
1. Untuk mengetahui pemahaman dari Konsep Water Front City/ Kota Pantai
2. Untuk mengetahui pengaruh Masalah serta Kekurangan pada Kawasan Pesisir Kota Ambon
khususnya Pesisir Teluk Ambon
3. Untuk mengetahui upaya atau inovasi apa saja yang dapat disiapkan untuk Perencanaan
Pengembangan Kawasan Pesisir Kota Ambon khususnya pesisir Teluk Ambon sebagai Kota Pantai

Pengambilan Data Analisis Data


- Observasi Lapangan - Analisis Data Kualitatif

Hasil Analisis

Kesimpulan

Selesai
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Kajian Wilayah Dan Penetapan Kawasan Perencanaan
Luas Kota Ambon 359,45 km2 dengan luas kawasan terbangun sebesar 32,4 km2 atau 8,6% (berdasarkan
Rencana Persediaan Peruntukan dan Penggunaan Tanah Buku II BPN Propinsi Maluku 1996). Namun
demikian sebagian besar wilayah kota ini tidak dapat dimanfaatkan untuk kawasan terbangun karena
salah satu kendalanya adalah topografi kawasan yang tidak memungkinkan. Menurut Rencana Umum
Tata Ruang Wilayah Kota Ambon kebijaksanaan perluasan fisik kegiatan perkotaan diarahkan ke wilayah
yang belum terbangun, hal ini dimaksudkan agar perkembangan bisa merata diseluruh bagian wilayah
kota. Berdasarkan kesesuaian lahan kawasan yang potensial dan layak untuk dikembangkan secara umum
adalah kearah Timur. Arah perkembangan fisik Kota Ambon saat ini dapat dilihat dari kecenderungan
perkembangan kawasan terbangun Kota Ambon. Dari pengamatan di lapangan dan peta penggunaan
lahan yang ada, ternyata perkembangan kawasan terbangun yang cepat mengarah ke sebelah Timur mulai
dari kawasan Batu Merah kearah Galala, Passo dan Pokka mengikuti jaringan jalan menyusuri pantai.
Perkembangan kawasan terbangun yang berlokasi kea rah ini antara lain untuk kegiatan permukiman,
pemerintahan, perdagangan dan jasa, serta industri. Khusus perkembangan kawasan terbangun kea rah
daratan/perbukitan didominasi untuk kawasan permukiman, sedangkan kegiatan jasa perdagangan
berlokasi sepanjang pantai di jalan arteri primer. Kawasan permukiman ini sebagian tidak sesuai dengan
arahan rencana karena memanfaatkan lereng-lereng Kajian Pengembangan Wilayah Pesisir Kota Ambon
Sebagai Kota Pantai (Ambon Water Front City) Terhadap Karakteristik Perpindahan Panas Konveksi
Natural Pada Pelat Datar Koefisien Konveksi Oven Rumah Tangga perbukitan dengan kemiringan lebih
dari 30% dan hal ini akan dapat merusak kelestarian lingkungan.

Berdasarkan arahan pengembangan kota yang tertuang dalam RUTRK, alokasi pengembangan kegiatan di
Kota Ambon dapat dijelaskan sebagai berikut: a).Pembatasan pengembangan fisik pada kawasan Pusat
Kota, kecuali kegiatan jasa dan perdagangan. b).Pengembangan kegiatan industri diarahkan ke Batu Gong
yang pengembangannya disesuaikan dengan potensi eksisting di mana kegiatan industri terkonsentrasi.
Pengembangan areal pemukiman diarahkan sepanjang pesisir Desa Tawiri, Hative Besar, Rumah Tiga,
Poka, Durian Patah, Waiheru, Nania, Negeri Lama, Passo dan membatasi pengembangan pemukiman
padat pada areal yang telah padat.

B. Fungsi dan Peranan Kawasan Pengamatan dalam Lingkup Wilayah Kota


Ambon
Kawasan pengamatan yang memanjang memanjang dari Kelurahan Benteng hingga Desa Rumah Tiga
sangat penting bagi wilayah Kota Ambonsecara keseluruhan. Fungsi yang terdapat sepanjang kawasan ini
sesuai dengan arahan pengembangan yang tertuang didalam RUTK Ambon adalah sebagai berikut:

 Pusat Pendidikan Tinggi


 Perdagangan local dan Regional
 Penelitian dan pengembangan laut, pertanian, perikanan dan perkapalan
 Industri besar, sedang dan kecil
 Pemerintahan wilayah kecamatan, desa dan kelurahan
 Pertahanan dan Keamanan (militer)
 Pemukiman dan Perumahan
 Pelabuhan dan jaringan transportasi utama Dengan fungsi tersebut kawasan ini dapat berperan dan
menjadi daya tarik untuk kegiatan-kegiatan perkotaan seperti untuk perdagangan, perkantoran,
pendidikan dan perumahan. Di lain pihak terdapat kawasan-kawasan yang perlu dilindungi dan
dilestarikan keberadaannya

C. Identifikasi dan Menganalisis Kondisi Eksisting Berdasarkan Aspek


Fisik Lingkungan.

Analisis Kondisi Fisik Lingkungan


a. Topografi
Berdasarkan karakteristik topografi kota Ambon, yang berbukit dan berlereng gunung, Kawasan
pesisir yang merupakan kawasan dataran yang sangat sempit dikembangkan sebagai kawasan
perkotaan. Sedangkan yang berbatasan dengan perkotaan tersebut langsung berbatasan dengan
perbukitan dan bahkan pegunungan yang sangat terjal. Akibatnya kawasan pesisir telah
mengalami beberapa perubahan kualitas lingkungan. Perubahan ini disebabkan oleh beberapa
kegiatan pembangunan yang tidak memperhitungkan kondisi geografis, sifat tanah dan prinsip-
prinsip pelestarian lingkungan. Perkembangan penduduk secara alami maupun karena urbanisasi
mengakibatkan kebutuhan akan lahan untuk aktifitas masyarakat telah mendorong perluasan
lahan sebagai area pemukiman penduduk. Seperti yang disampaikan oleh Pengamat Lingkungan:
“kondisi topografi kota Ambon itu pegunungan langsung ke pantai, jadi sebagai contoh saja
ketika musim hujan itu tanpa tunggu beberapa jam sebagian besar perairan teluk kota Ambon
sudah berwarna cokelat”
Hal yang sama disampaikan oleh Sekretaris Bappeda Kota Ambon: “karena permasalahan yang
kita temukan adalah semakin luasnya permukiman di bagian resapan air di pegunungan, seperti
di kebun cengkeh, gunung nona, dan sebagainya, akhirnya ketika musim hujan, sampah maupun
sedimentasi dari pegunungan sudah tidak terkendalikan”

b. Sumberdaya Alam
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara, Luas ekosistem terumbu karang, mangrove
maupun lamun di wilayah Teluk Ambon setiap tahun semakin berkurang terutama di kawasan
pesisir Kecamatan Sirimau, seiring dengan meningkatnya kegiatan masyarakat di wilayah pesisir
berdampak pada semakin menurunnya kualitas perairan, yang menyebabkan punahnya ekosistem
terumbu karang, lamun dan mangrove. Banyak koloni karang dengan penampang yang lebar
mengalami kematian akibat timbunan sedimen lumpur dan sampah. Seperti yang disampaikan
oleh Peneliti LIPI Ambon: “Sedimentasi melalui aliran-aliran sungai di kawasan pesisir Sirimau
sudah sangat parah, hal ini terlihat jelas ketika pada waktu musim hujan” .Dan juga kebiasaan
masyarakat buang sampah ke sungai dan laut terutama sampah plastik menyebabkan terumbu
karang, lamun sepanjang pesisir kecamatan sirimau mati.
Dengan adanya konsentrasi kegiatan di Kecamatan Sirimau yang menjadi pusat kota dan provinsi
maka hal ini sangat berimbas kepada tingkat kepadatan bangunan dan penduduk yang menjadi
sangat tinggi, hal ini menyebabkan orientasi penggunaan lahan untuk permukiman semakin besar.
Kondisi permukiman masyarakat khususnya di kawasan pesisir Kecamatan Sirimau pada
umumnya mengumpul. Karena Kecamatan Sirimau merupakan kawasan perkotaan, maka
permukiman masyarakat berkembang secara cepat dan menimbulkan tingkat kepadatan yang
cukup tinggi, sehingga sebagian besar kawasan pesisir Kecamatan Sirimau tergolong dalam
permukiman kumuh, seperti yang disampaikan oleh Sekretaris Bappeda: “kawasan kumuh
seperti di batu merah, rijali, honipopu dan uritetu itu kawasannya permukimannya tidak tertata,
banyak gang-gang sempit, banyak rumah yang berdempetan, dan karena kawasan itu dekat
dengan kawasan pasar batu merah dan mardika, sehingga merupakan salah satu faktor
penyebab kawasan-kawasan tersebut menjadi kumuh”. Dan karena itu lahan semakin sempit dan
semakin padat, akhrinya masyarakat sudah memanfaatkan bantaran sungai untuk berbagai
aktivitas seperti permukiman maupun aktivitas lainnya. Dari aspek penggunaan lahan untuk
kawasan perdagangan jasa, yang menjadi permasalahan dalam kaitan konsep Waterfornt City,
terdapat pada kawasan Pertokoan/ Pasar di Batu Merah dan Mardika, karena pada kawasan
tersebut, berdasarkan pengamatan sudah tidak terarwat, banyak bangunan-bangunan semi
permanen yang didirikan pada tepitepi pantai. Maka perlunya pemerintah entyiapkan ide ide atau
upaya dalam menanggapi permasalahan tersebut.

D. Analisis Pengembangan Konsep Waterfront City di Kawasan Pesisir


Teluk Ambon

Adapun keterkaitan dari aspek fisik, yang menyebabkan penurunan kualitas kawasan pesisir,
sehingga perlu pengembangan dalam meningkatkan kualitas ruang terbangun di kawasan pesisir
Teluk Ambon dalam rangka mendukung pengembangan konsep waterfront city di kawasan
pesisir Kota Ambon, yang menyesuaikan dengan karakteristik kawasan pesisir Kecamatan
Sirimau, sebagai berikut:
1. Pada kawasan pesisir Galala dan pandan Kasturi yang dulunya memiliki terumbu karang,
mangrove dan lamun, dapat dikembangkan sebagai potensi wisata bahari dengan cara konservasi.
2. Penyesuaian kembali garis sempadan pantai 5-25 m, dan penataan kembali kawasan
permukiman di kawasan pandan kasturi, dengan revitalisasi, pemugaran serta penataan,
sedangkan untuk yang sudah melewati garis sempadan perlu direlokasi
3. Pengembangan kawasan Batu Merah-Mardika, dengan dikembangakan pedestrian ways ditepi
pantai, merevitalisasi pertokoan, memperbaharui tampilan, dan menata pedagang kaki lima serta
pengembangan secara reklamasi.
4. Pada kawasan permukiman di Kelurahan Honipopu, Uritetu, Rijali perlu pengembalian
sempadan sungai 3 m, dengan penataan serta penyediaan infrastruktur pendukung seperti
rehabilitasi drainase, penyediaan sistem pengolahan limbah, penataan lingkungan, sedangkan
pengembangan permukiman yang masuk di sempadan sungai perlu penyediaan rusun.
E. Alternatif Strategi Pengembangan di Kota Ambon

Kota Ambon sebagai Waterfront City dalam pengembangan kawasan Pesisir Teluk Ambon Isu
pokok dalam analisa kebijakan adalah menetapkan alternatif kebijakan menurut saya pribadi .
Dalam menentukan alternatif kebijakan, dengan menggunakan analisis AHP yaitu dengan
menganalisis hasil kuisioner dengan bantuan software expert chioce. Metode AHP digunakan
untuk mendapatkan faktor dan variabel prioritas dengan ranking/bobot tertinggi untuk masing –
masing permasalahan yang ada. Permasalahan tersebut yaitu dari aspek ekologi, aspek sosial
budaya, aspekekonomi, dan aspek kelembagaan Alternatif strategi Kota Ambon sebagai
Waterfront City dalam pengembangan kawasan Pesisir Teluk Ambon dan yang kedua adalah
Pengembangan kawasan.
Pengembangan kawasan tersebut adalah pengembangan Kota Ambon yang berbasis Water Front
City dengan pengelolaan yang berwawasan lingkungan dan pembangunan kawasan secara
berkelanjutan dengan menjaga ekosistem disekitar kawasan yang akan dikembangkan. Dari yang
dapat kita lihat tentunya Kota Ambon Mempunyai Teluk yang Indah dan sudah seharusnya ini
merupakan potensi yang bagus bagi Kota Ambon untuk dimanfaatkan dengan sebaik baiknya
salah satunya melalui Rencana Pengembangan Kota Ambon Sebagai Kota Pantai. Adapun
rencana yang menurut saya sangat bagus untuk ijadikan Strategi dalam Analisa Pengembangan
Kota Ambon sebagai Kota Pantai aalah sebagai berikut :

1. Revitalisasi Sungai
Kegiatan yang biasanya dilakukan dalam revitalisasi sungai antara lain : pengerasan dinding
sungai, pembuatan tanggul dan pengerukan serta penghilangan tumbuhan, lumpur, pasir, dan
bantuan di kiri kanan sungai akan dapat memberikan dampak negatif bagi ekologis sungai seperti
hilangnya berbagai kemampuan dan potensi daerah ekoton dalam mengontrol aliran energi dan
nutrien yang diperlukan bagi biota yang hidup di sungai. Hilangnya daerah ekoton akhirnya
berdampak pada manusia sendiri karena terjadi banjir di hilir, erosi di dasar sungai yang
menyebabkan longsor dan sedimentasi atau pendangkalan di hilir karena tererosinya material
sepanjang sungai, serta terputusnya daur kehidupan pendukung ekosistem.
2. Peningkatan Koordinasi Antar Stakeholders
Alternatif strategi pengembangan kawasan pacu jalur sebagai waterfront cityTeluk Kuantan yang
keempat adalah peningkatan koordinasi antar stakeholders. Koordinasi berasal dari kata Bahasa
Inggris coordination yang berarti being co-ordinate, yaitu adanya koordinat yang bersamaan dari
dua garis dalam bidang datar, yang dapat diartikan bahwa dua garis yang berpotongan pada
koordinat tertentu. Koordinasi adalah bekerja bersama seerat-eratnya dibawah seorang pemimpin.
Koordinasi kegiatan vertikal di daerah adalah upaya yang dilaksanakan oleh Kepala Wilayah
guna mencapai keselarasan, keserasian dan keterpaduan baik perencanaan maupun pelaksanaan
tugas serta kegiatan semua instansi vertikal, dan antara instansi vertikal dengan dinas daerah agar
tercapai hasil guna dan daya guna.
Peningkatan koordinasi antar stakeholdersperlu ditingkatkan agar berbagai kepentingan dari
masing-masing stakeholdersdapat diakomodasi dalam pengembangan waterfront city. Agar
pengembangan pembangunan kota itu lebih terarah.
3. Penegakan Hukum
Alternatif strategi penegmbangan kawasan pesisir Teluk Kota Ambon sebagai waterfront city
adalah Penegakan Hukum beserta regulasinya. Definisi penegakan hukum secara luas`menurut
Hamzah (1997), meliputi kegiatan preventif yang meliputi negosiasi, sipervisi, penerangan dan
nasehat, dan represif yang meliputi mulai dari kegiatan penyelidikan, penyidikan, sampai
penerapan sanksi baik administratif maupun hukum pidana. Penegakan hukum lingkungan
merupakan mata rantai terakhir dalam siklus pengaturan (regulatory chain) perencanaan
kebijakan lingkungan. Urutan siklus pengaturan perencanaan kebijakan yakni :
1) perundang-undangan (legislation);
2) penentuan standar (standard setting);
3) pemberi izin (lizensing);
4) penerapan (implementation); dan penegakan hukum (law enforcement).
Lemahnya penegakan hukum yang berhubungan dengan Teluk Ambon ini dapat dilihat dari
masih ada pelanggaran pemanfaatan sempadan sungai,sempandan pantai , penyalahgunaan fungsi
Kawasan serta lemahnya instansi daerah dalam hal ini Pemerintah Daerah untuk menindaklanjuti
masyarakat atau kelompok yang melakukan aktivitas pembangunan di daerah pesisir pantai
dipinggir pesisir pantai yang menyalahgunakan aturan daam hal ini yang sesuai dengan RTRW .
Penegakan hukum sangat diperlukan dalam pengembangan waterfront city. Penegakan hukum ini
diberlakukan terhadap kegiatan –kegiatan pemanfaatan Kawasan Pesisir maupun Sungai baik dari
hulu hingga hilir, sempadan sungai ,badan sungai, sempandan pantai, kawasan pesisir untuk
menciptakan kawasan pesisir Teluk Ambon yang baik untk masa yang akan datang.

4. Rencana Pengembangan Kawasan Pesisir

Didalam Hasil analisis dan Kajian Pengembangan Kota Ambon Sebagai Kota Pantai juga dapat
direalisasi apabila dalam pengembangannya harus menjaga kawasan berfungsi lindung , a)
Mengamankan / tidak mengganggu kawasan instalasi strategis, b) Memanfaatkan potensi
keberagaman untuk menunjang pengembangan pesisir sebagai :. Kawasan jasa dan
perdagangan,.Kawasan permukiman, Kawasan pariwisata, Kawasan permukiman, Kawasan
pendidikan, Kawasan pelabuhan dan transportasi laut, Kawasan pelayanan dan aksesibilitas. c)
Menyeimbangkan pembangunan sektor modern – tradisional, dengan melestarikan budaya local,
d) Memanfaatkan teknologi ramah lingkungan dalam penyelesaian pembangunan fisik . e)
Menyiapkan jalur-jalur evakuasi dalam kondisi bahaya bencana alam (tsunami, gelombang
pasang).

BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil identifikasi dan analisis kondisi eksiting pesisir Teluk Ambon dari aspek fisik
lingkungan, , dapat disimpulkan bahwa Kota Ambon belum sesuai dengan konsep waterfront
city, sehingga perlu adanya pengembangan yang sesuai potensi potensi yang dimiliki kawasan
pesisir di Teluk Ambon dalam rangka menunjang Konsep Waterfront City di Kawasan Pesisir
Kota Ambon.
Berdasarkan karakteristik dan kondisi eksisting kawasan pesisir Teluk Ambon , yang memiliki
potensi pengembangan konsep waterfront city di kawasan pesisir Kota Ambon maka hasil
penilitian menunjukan bahwa wilayah pesisir Teluk Ambon perlu arah pengembangan konsep
waterfront city sesuai dengan karakteristik kawasan pesisir kecamatan Sirimau Kota Ambon
dengan cara antara lain: (a) Kawasan permukiman yang berada di pesisir di perlu penataan
dengan mengikuti acuan sempadan pantai (rezoning), (b) Pelestarian kembali terumbu karang
yang sudah rusak di pesisir Galala dan Pandan Kasturi melalui konservasi (c) pada kawasan
perdagangan jasa perlu direhabilitasi dan direklamasi sesuai fungsi pelayanan yang mendukung
konsep waterfront city (d) Pendekatan harus dilakukan serta pelestarian terhadap permukiman
kumuh yang berada di kawasan pesisir . Dalam pengembangan industri perikanan maupun dari
sektor penunjang aktivitas pesisir seperti pengembangan pariwisata dan budaya, perlu adanya
pendekatan yang berbasis masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan maupun secara tidak
langsung pelibatan masyarakat terhadap terjaganya kualitas lingkungan, serta pentingnya
perhatian terhadap masyarakat untuk memanfaatkan sumber daya pesisir dan laut, dengan cara
mensosialisasikan terkait pengelolaan sumber daya alam pesisir, serta pelesetarian nilai-nilai
kearifan lokal maupun budaya masyarakat pesisir sebagai pendukung karakter waterfront city.

Saran
Untuk pengembang wilayah pesisir Teluk Kota Ambon sebagai water front city maka dapat harus dapat
dsebagai berikut; Pengembangan wilayah pesisir Kota Ambon sebagai water front city sesuai dengan
penulisan ini secara subtansi layak dilaksanakan dengan mempertimbangakan Kecenderungan
Perkembangan Kawasan Terbangun Kota Ambon, Fungsi dan Peranan Kawasan Pengamatan dalam
Lingkup Wilayah Kota Ambon, Kemampuan dan Kesesuaian serta Daya Tampung Lahan , Daya Dukung
Sosial Budaya dan Kependudukan, dan terlebih adalah zonasi perencanaan ruang dari kawasan pesisir
pengembangan yang sesuai dengan arahan pengembangan rencana Tata Ruang Wilayah. Menurut saya
pemerintah perlu tegas dan jeli dalam menjalankan upaya serta strategi dalam pengembangan Kawasan
Pesisir Teluk Ambon misalnya dalam menjalankan strategi diatas untuk menjawab permasalahan yang
ada di Kawasan Pesisir . agar dapat Terciptanya Citra (image) Kota Ambon sebagai kota tepi air
yang memberikan karakter visual, pendapat, pengalaman, dan kesan pada kota secara
keseluruhan.

Anda mungkin juga menyukai