Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Sebagian wilayah Propinsi DIY mengalir beberapa sungai, antara lain

Sungai Opak, Kuning, Tambakbayan, Gajahwong, Code, Winongo, Progo, dan


Serang. Dalam UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, dinyatakan
bahwa sungai merupakan salah satu bentuk air permukaan yang harus dikelola
secara menyeluruh, terpadu berwawasan lingkungan hidup dengan mewujudkan
kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Dengan demikian sungai harus dilindungi dan dijaga
kelestariannya, ditingkatkan fungsi dan kemanfaatannya, dan dikendalikan daya
rusaknya terhadap lingkungan.
Meningkatnya pertumbuhan penduduk yang tidak sesuai dengan
penyediaan lahan untuk pemukiman, serta faktor ekonomi merupakan salah satu
persoalan yang melatar belakangi terjadinya proses migrasi atau urbanisasi
masyarakat, dengan harapan dapat mencapai kehidupan yang lebih baik. Proses
inilah yang kemudian mengahantarkan kaum urban tersebut di sepanjang
bantaran sungai di wilayah perkotaan, khususnya di DIY dan didukung pula
kemudahan akses terhadap tanah sempadan tersebut, sehingga berdampak pada
semakin padatnya jumlah pemukiman di kawasan bantaran sungai yang ada di
wilayah DIY.
Pemanfaatan lahan di tepi sungai telah menyebabkan gangguan terhadap
aliran air sungai dan pencemaran air sungai akibat limbah rumah tangga. Selain
itu, wilayah tersebut rawan terhadap bahaya banjir dan tanah longsor terutama
pada musim hujan, yang dapat membahayakan jiwa dan harta benda penduduk.
Pengelolaan sungai terutama yang melintasi wilayah perkotaan Provinsi
DIY saat ini menghadapi tekanan dan permasalahan kerusakan baik kondisi
lingkungan maupun alur sungai serta pemanfaatan daerah sempadan sungai
untuk pembangunan rumah-rumah penduduk dan bangunan lainnya yang
semakin bertambah jumlahnya dari tahun ke tahun. Hal ini menyebabkan kondisi

KONSEP NASKAH AKADEMIS SEMPADAN SUNGAI

sungai mengalami kerusakan yang pada gilirannya dapat menimbulkan bencana


banjir, tanah longsor serta tingginya pencemaran sungai.
Salah satu persoalan utama dalam pengelolaan sungai yang melintasi
wilayah perkotaan adalah penetapan sempadan sungai. Perkembangan wilayah
perkotaan yang pesat memberikan dampak terhadap keberadaan sungai yang
mengalir melalui wilayah perkotaan tersebut. Hal ini antara lain ditunjukkan
dengan tumbuhnya permukiman penduduk di bantaran sungai. Tekanan terhadap
fungsi sungai tidak hanya dilakukan oleh komunitas kaum marginal saja, akan
tetapi pihak-pihak yang berlatar belakang ekonomi kuat juga melakukan tekanan
terhadap sungai antara lain melalui pengurugan pada bantaran sungai untuk
keperluan perumahan.
Agar pertumbuhan pemanfaatan lahan baik untuk perumahan atau
permukiman atau keperluan lainnya tidak menimbulkan permasalahan yang
semakin komplek di masa mendatang, menyangkut hak atas tanah, kesehatan
lingkungan, kondisi sosial, dll, yang pada akhirnya menyulitkan pembinaan dan
pengelolaan sungai, maka perlu segera dilakukan upaya penataan dan pengaturan
Sempadan Sungai.
Penetapan dan pengaturan daerah sempadan bertujuan untuk menjamin
berlangsungnya fungsi-fungsi sempadan sungai, baik untuk mendukung stabilitas
morfologi sungai, untuk konservasi air sungai, untuk perlindungan dari banjir,
untuk habitat flora dan fauna, maupun fungsi sempadan sebagai elemen
perbaikan iklim mikro.
Secara hukum telah tersedia peraturan garis sempadan yaitu PP 35 Tahun
1991 tentang Sungai (saat ini RPP tentang Sungai sedang dalam penyusunan)
serta Permen PU No.63/1993 Tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat
Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai. Namun upaya penataan
yang dilandasai beberapa aturan hukum tersebut belum cukup mampu untuk
mengatur garis sempadan sungai. Di lapangan masih banyak dijumpai
pelanggaran yang pada umumnya dipicu oleh kepentingan ekonomi dan
kebutuhan sosial. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004
tenteng Sumber Daya Air, saat ini Pemerintah sedang mempersiapkan Rancangan
Peraturan Pemerintah Tentang Sungai.
Upaya-upaya pengaturan penertiban pemanfaatan daerah sempadan
sungai berpotensi menimbulkan konflik antara stakeholders, terutama para
KONSEP NASKAH AKADEMIS SEMPADAN SUNGAI

penghuni dan aparat pemerintah. Guna lebih dapat memberikan dasar yang kuat
tentang diperlukannya peraturan daerah mengenai sempadan sungai, maka perlu
disusun Naskah Akademik Sempadan Sungai.
1.2

Maksud Dan Tujuan


Maksud dan tujuan penyusunan naskah akademis tentang sempadan

sungai adalah untuk melakukan suatu kajian baik di atas meja (desk study)
maupun lapangan sebagai landasan berpikir mengenai pengaturan penetapan
sempadan sungai di wilayah Propinsi DIY. Hasil kajian ini selanjutnya digunakan
sebagai acuan untuk menyusun ketentuan-ketentuan mengenai penetapan
sempadan sungai, meliputi dasar filosofis, sosiologis, yuridis, pokok dan lingkup
materi yang akan diatur.
1.3

Isu-Isu Strategis Pengaturan Sempadan Sungai


Berdasarkan beberapa hasil kajian, lokakarya maupun dan pertemuan

dengan masyarakat pada berbagai kesempatan, dapat dirumuskan beberapa isu


strategis terkait pengaturan sempadan sungai, sebagaimana berikut ini :
1. Kawasan perkotaan (urban), peri urban, dan kawasan pedesaan : Sungai yang

mengalir dari hulu ke hilir dapat melalui kawasan perkotaan, peri urban, dan
kawasan pedesaan. Keterkaitan antar kawasan tersebut sangat erat
hubungannya dengan fungsi sempadan sungai sebagai fungsi ekologis sungai,
fungsi kualitas air, fungsi vegetasinya sebagai filter, fungsi filter sedimen:
menahan sedimen dari lahan sekitarnya, fungsi habitat: zona transisi akuatik
yg unik, habitat kompleks, biodiversitas tinggi, fungsi rekreasi dan estetika:
rekreasi outdoor, kesejukan, kesegaran, keindahan, dan fungsi sebagai buffer:
menjaga erosi, kestabilan tepi sungai, suhu, mengurangi kecepatan aliran
sungai. Fungsi-fungsi sempadan tersebut terkait dengan penggunaan lahan di
kawasan-kawasan tertentu akan berdampak pada kualitas fungsinya.
Sehingga pengelolaan di kawasan perkotaan, peri urban, dan rural harus
menjadi suatu sistem yang terpadu.
2. Perubahan penggunaan lahan yang drastis: permukiman, industri, dan

budidaya : Seiring dengan pembangunan dan perubahan penggunaan lahan

KONSEP NASKAH AKADEMIS SEMPADAN SUNGAI

yang terjadi di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dapat dikatakan bahwa


perubahan penggunaan lahan dari lahan persawahan/tegalan dan situs
budaya, menjadi perumahan, industri, dan pusat-pusat perkonomian.
Kecenderungan ini mulai tejadi khususnya di daerah peri urban yang
merupakan transisi perkotaan dan pedesaan. Namun tidak menutup
kemungkinan perubahan lahan ini juga terjadi di daerah perkotaan dan
pedesaan. Perubahan lahan di daerah sekitar sempadan sungai khususnya
terjadi peruntukannya menjadi kawasan permukiman, industri, dan pusatpusat perekonomian.
3. Conflict of interest

(konflik kepentingan di sekitar sempadan sungai) :

Konflik kepentingan sering menjadi permasalahan di suatu kawasan tertentu.


Di kawasan sempadan sungai berbagai multi pihak memiliki kepentingan
yang sangat variatif, yang seringkali kepentingan ini saling bertabrakan
dengan kepentingan yang lain. Secara umum konflik kepentingan yang
terjadi di sekitar sempadan sungai adalah kepentingan fungsi sungai sebagai
nilai ekologis dengan kepentingan penggunaan lahan di sekitar sempadan
sungai yang berlatar belakang permasalahan ekonomi, sosial, dan budaya.
4. Kepemilikan lahan yang masih belum jelas : Kepemilikan lahan di kawasan

sempadan sungai sangat bervariatif. Jika ditinjau dari peraturan-peraturan


yang ada dan justifikasi logis, bahwa sempadan sungai adalah kawasan
lindung yang semestinya tidak dimiliki secara pribadi ataupun pihak-pihak
tertentu, namun kenyataannya ada beberapa lahan sudah mempunyai
sertifikat yang sah berupa letter C maupun sertifikat tanah. Selain itu
kepemilikan lahan yang ada seringkali merupakan Sultan Ground atau
Pakualaman Ground, sehingga hal ini membuat Provinsi DIY
khusus dibanding wilayah administrasi lain di Indonesia.

menjadi

Keterkaitan

kepemilikan lahan ini dapat berpengaruh pada pemanfaatan lahan dan pola
perkembangannya di sekitar sempadan sungai, jika tidak dikelola dengan
jelas dan konsisten. Isu lain yang masih terkait dengan kepemilikan lahan
adalah

perubahan

kepemilikan

lahan,

yang

dapat

terjadi

akibat

morfodinamika sungai.
5. Keterkaitan

aspek fisik, ekosistem, sosial ekonomi dan budaya :

Permasalahan yang ada di sekitar sempadan sungai, bukan hanya terkait


aspek fisik saja, yang seringkali dianggap permasalahan penggerusan tepian
KONSEP NASKAH AKADEMIS SEMPADAN SUNGAI

sungai atau isu morfodinamika sungai. Namun permasalahan ini sebenarnya


dengan aspek ekosistem dan sosial ekonomi budaya yang ada ada di sekitar
sempadan sungai.
6. Sempadan sungai dipergunakan sebagai tempat sampah : Permasalahan yang

seringkali terjadi pada sempadan sungai dan bantaran sungai adalah sebagai
tempat pembuangan sampah/limbah padat dan cair. Sampah, khususnya di
daerah perkotaan yang memiliki kecenderungan dalam pengelolaannya
belum dapat menyelesaikan persoalan di sekitar sungai. Penumpukan sampah
tidak hanya disebabkan oleh masyarakat sekitar sungai, namun harus dilihat
juga pola pengelolaan dan siapa yang bertanggung jawab dalam
permasalahan ini.
7. Kemiskinan dan status sosial : Sebagian besar permukiman di sempadan

sungai adalah wilayah dengan penduduk yang miskin dan bekerja di sektor
informal, namun yang dapat membangun rumah dengan konstruksi yang kuat
di pinggiran sungai adalah dari masyarakat atau swasta/industri yang memilki
ekonomi menengah keatas.
8. Kecenderungan perkembangan permukiman dan perkembangan perkotaan :

Perkembangan permukiman dan perkembangan kota di Daerah Istimewa


Yogyakarya cenderung ke arah daerah konservasi termasuk ke arah Utara
(daerah konservasi dan resapan) ke arah Barat (daerah lumbung padi) dan
juga seputar wilayah sungai.
9. Pengelolaan yang belum optimal atau mis-management : Pengelolaan

sempadan sungai dan sekitarnya seringkali masih bersifat ego sektoral,


sehingga

pengelolaannya

masih

belum

optimal/mis-management.

Pengelolaan ini mengakibatkan persoalan di sekitar sungai tidak dapat


diselesaikan dengan efektif.
10. Implementasi peraturan dan perundang-undangan yang belum optimal :

Peraturan sempadan sungai di tingkat nasional sudah ada, namun


implementasinya di masyarakat belum optimal. Hal ini antara lain karena
sosialisasi peraturan yang belum intensif (kurang) dan karena daya dukung
sangsi hukum dan proses penyidik dan pengusutan terhadap pihak-pihak
yang melanggar peraturan tidak intensif.

KONSEP NASKAH AKADEMIS SEMPADAN SUNGAI

1.4

Daftar Istilah dan Pengertian


Dalam rangka memberikan pemahaman yang sama mengenai sempadan

sungai, berikut ini disampaikan daftar istilah dan pengertian yang terkait dengan
sempadan sungai.
1. Sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran air
mulai dari mata air sampai muara di laut dengan dibatasi kanan dan kirinya
sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan;
2. Daerah Aliran Sungai (DPS) adalah suatu kesatuan wilayah tata air yang
terbentuk secara alamiah

dimana air meresap dan/atau mengalir melalui

sungai dan anak-anak sungai ybs.


3. Wilayah Sungai adalah kesatuan wilayah tata pengairansebagai hasil
pengembangan satu atau lebih DPS
4. Garis Sempadan Sungai adalah garis batas luar pengaman sungai,
5. Daerah sempadan sungai adalah daerah di kanan dan kiri palung sungai
yang dibatasi oleh tepi palung sungai dan garis sempadan,
6. Daerah sempadan tanggul adalah daerah diluar tanggul yang dibatasi kaki
tanggul luar sampai dengan garis sempadan,
7. Daerah manfaat sungai adalah daerah sempadan sungai yang telah
dibebaskan,
8. Bekas sungai adalah daerah yang secara historis morfologis pernah menjadi
alur sungai yang sekarang tidak berfungsi sebagai sungai lagi;
9. Tepi palung sungai adalah batas luar palung sungai pada saat ditetapkan
oleh pejabat yang berwenang,
10. Kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama
bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman
perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan
sosial, dan kegiatan ekonomi,
11. Kawasan perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama
pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi
kawasan

sebagai

tempat

permukiman

perdesaan,

pelayanan

jasa

pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi,

KONSEP NASKAH AKADEMIS SEMPADAN SUNGAI

12. Tanggul adalah bangunan pengendali banjir yang dibangun dengan


persyaratan teknis tertentu untuk melindungi daerah sekitar sungai terhadap
limpasan air,
13. Debit banjir rencana adalah debit pada periode ulang tertentu untuk
perencanaan pengendalian banjir,
14. Daerah potensi longsor adalah daerah tebing sungai yang berpotensi longsor
dipengaruhi oleh kedalaman sungai, arus sungai, jenis tanah dan jenis
tanaman tebing sungai,
15. Bantaran Sungai adalah daerah pada palung sungai yang dilewati aliran
pada saat banjir.

1.5

Susunan dan Organisasi Naskah Akademis


Naskah akademis tentang sempadan sungai ini disusun dalam 4 (empat)

bab sebagai berikut :


BAB 1 Pendahuluan menyampaikan urgensi perlunya dilakukan pengaturan
dan penataan sempadan sungai di Propinsi DIY, maksud dan tujuan,
susunan dan organisasi naskah akademis dan daftar istilah dan
pengertian,
BAB 2 Landasan filosofis, sosiologis, teknis dan yuridis,
BAB 3 Pokok dan lingkup materi yang akan diatur, meliputi maksud dan tujuan
penetapan sempadan sungai, dasar-dasar penetapan sempadan sungai,
pemanfaatan daerah sempadan sungai, daerah sempadan yang
dibebaskan, daerah penguasaan sungai, perizinan dan sanksi
BAB 4 Penutup

KONSEP NASKAH AKADEMIS SEMPADAN SUNGAI

BAB II
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS,
TEKNIS DAN LEGAL
2.1

Landasan Filosofis
Pengaturan sempadan sungai harus memperhatikan landasan filosofis

terkait dengan pengelolaan sungai, antara lain sebagai berikut :


Sungai merupakan salah satu bentuk alur air sebagai sumber kehidupan dan
penghidupan.
Sungai sebagai salah satu sumber air mempunyai fungsi yang sangat
penting bagi kehidupan dan penghidupan masyarakat, dan lingkungannya.
Sungai adalah milik semua tidak hanya untuk sekitar sempadan sungai saja
Sungai adalah ruang publik atau daerah berkembang budaya
Sungai perlu dijaga kelestarian dan kelangsungan fungsinya dengan
mengamankan dan memelihara daerah sekitarnya.
Secara alamiah sungai mempuyai keseimbangan, apabila keseimbangan
alam disusik maka akan terbentuk keseimbangan yang baru
Manusia membutuhkan kenyaman bertempat tinggal, keselamatan dari
banjir, keamanan, keserasian lingkungan, bebas polusi dara, keindahan dan
hak merdeka
Negara berkewajiban menjaga kualitas lingkungan untuk kehidupan
masyarakat
2.2

Landasan Sosiologis
Landasan sosiologis terkait dengan pengaturan semapadan sungai antara

lain sebagai berikut :


Masyarakat di kawasan sempadan sungai merupakan masyarakat yang
hidup dan bermukim di sepanjang sempadan sungai di wilayah perkotaan,
dimana mayoritas masyarakatnya merupakan pendatang yang berasal dari

KONSEP NASKAH AKADEMIS SEMPADAN SUNGAI

berbagai daerah (juga ada masyarakat sekitar sempadan sungai setempat),


baik dari sekitar Kota Yogyakarta maupun dari luar Propinsi D.I.
Yogyakarta, yang pada umumnya datang dan bermukim di sepanjang
bantaran sungai dengan salah satu tujuannya adalah ekonomi, proses
urbanisasi untuk mencari pekerjaan dan perbaikan ekonomi. Kedatangan
mereka (masyarakat kelas menengah kebawah) ke Kota Yogyakarta tidak
dengan serta merta membawa modal yang memadai, sehingga proses
kehidupan mereka cenderung berpindah-pindah tempat (nomaden) dan
mencari tempat bernaung dan bemukim yang relatif murah dan mudah
diakses.
Sempadan sungai merupakan salah satu alternatif tempat yang mudah
diakses baik dari segi finansial maupun prosedural, menjadikan masyarakat
pendatang memanfaatkan sempadan sungai sebagai tempat bermukim.
Kondisi yang sama juga dilakukan oleh masyarakat kelas menengah keatas,
dimana dengan segala potensi yang dimilikinya, melakukan berbagai upaya
untuk memanfaatkan sempadan sungai sebagai lokasi usaha ekonomi
makro/mikro maupun sebagai tempat tinggal.
2.3

Landasan Teknis
Landasan teknis terkait dengan pengaturan semapadan sungai antara lain

sebagai berikut :
Secara alamiah keberadaan air bersifat dinamis, dan mengikuti siklus
hidrologis yang erat hubungannya dengan kondisi cuaca, sehingga
distribusi ketersediaan air tidak merata dalam setiap waktu dan setiap
wilayah.
Sumberdaya air merupakan sumberdaya yang terbarukan dan bersifat
dinamis. Dalam pengertian tersebut air akan selalu datang dan pergi
bersirkulasi sesuai dengan waktu atau musimnya menurut hukum alam. Air
mengalir dari hulu ke hilir melalui permukaan lahan, sungai, maupun
bawah

permukaan,

melewati

beberapa

wilayah

administrasi

kabupaten/kota.

KONSEP NASKAH AKADEMIS SEMPADAN SUNGAI

Secara alami air mengikuti hukum gravitasi mengalir dari hulu ke hilir, dari
tempat yang lebih tinggi ke daerah yang lebih rendah, mungkin melewati
beberapa wilayah administrasi kabupaten/kota.
Keberadaan air sangat dipengaruhi oleh kondisi hidroklimatologi serta
kondisi fisik daerah tangkapan air terutama kondisi topografi, kondisi
geologi, vegetasi dan tata guna lahan.
Sumberdaya air di Propinsi DIY tidak bisa terlepas dari keberadaan sungai
Progo, Opak dan Serang. Mata air sungai-sungai tersebut berada di daerah
pegunungan di wilayah administratif Propinsi DIY dan Jawa Tengah dan
bermuara di Lautan Hindia.

2.4

Landasan Legal
Landasan legal utama yang terkait dengan pengaturan sempadan sungai

adalah Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang berbunyi: "Bumi dan air dan kekayaan
alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat." Lebih lanjut dalam penjelasan
pasal 33 UUD 1945 tersebut dijabarkan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam
yang terkandung di dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab
itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat."
Disamping itu juga terdapat berbagai landasan legal pengaturan
sempadan sungai yang termuat dalam Undang-Undang, Peraturan Pemerintah,
dan Keputusan Menteri yang ada dengan mengambil pasal dan ayat serta
keterangan yang terkait langsung dengan sungai dan sempadan sungai, antara
lain:
1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang
3. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai
4. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan
Lindung
5. Peraturan Menteri Nomor 63 Tahun 1993 tentang Garis Sempadan Sungai,
Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai, dan Bekas Sungai

KONSEP NASKAH AKADEMIS SEMPADAN SUNGAI

10

2.4.1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air


Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
disahkan pada tanggal 18 Maret 2004. Dalam Undang-Undang ini disebutkan
bahwa yang dimaksud pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan,
melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi
sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak
air.
Pengaturan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan sumber daya
air oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota
didasarkan pada keberadaan wilayah sungai yang bersangkutan, yaitu:
a. wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan/atau wilayah
sungai strategis nasional menjadi kewenangan Pemerintah.
b. wilayah sungai lintas kabupaten/kota menjadi kewenangan pemerintah
provinsi;
c. wilayah sungai yang secara utuh berada pada satu wilayah kabupaten/kota
menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota.
Di samping itu, undang-undang ini juga memberikan kewenangan
pengelolaan sumber daya air kepada pemerintah desa atau yang disebut dengan
nama lain sepanjang kewenangan yang ada belum dilaksanakan oleh masyarakat
dan/atau oleh pemerintah di atasnya. Kewenangan dan tanggung jawab
pengelolaan sumber daya air tersebut termasuk mengatur, menetapkan, dan
memberi izin atas peruntukan, penyediaan, penggunaan, dan pengusahaan
sumber daya air pada wilayah sungai dengan tetap dalam kerangka konservasi
dan pengendalian daya rusak air.
Pada Bab I Pasal 2 disebutkan bahwa sumber daya air dikelola
berdasarkan asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan
dan keserasian, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas. Asas
Kelestarian mengandung pengertian bahwa pendayagunaan sumber daya air
diselenggarakan dengan menjaga kelestarian fungsi sumber daya air secara
berkelanjutan. Asas Keseimbangan mengandung pengertian keseimbangan antara
fungsi sosial, fungsi lingkungan hidup, dan fungsi ekonomi. Asas Kemanfaatan
Umum

mengandung

pengertian

bahwa

pengelolaan

sumber

daya

air

dilaksanakan untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan


umum secara efektif dan efisien. Asas Keterpaduan dan Keserasian mengandung
KONSEP NASKAH AKADEMIS SEMPADAN SUNGAI

11

pengertian bahwa pengelolaan sumber daya air dilakukan secara terpadu dalam
mewujudkan keserasian untuk berbagai kepentingan dengan memperhatikan sifat
alami air yang dinamis. Asas Keadilan mengandung pengertian bahwa
pengelolaan sumber daya air dilakukan secara merata ke seluruh lapisan
masyarakat di wilayah tanah air sehingga setiap warga negara berhak
memperoleh kesempatan yang sama untuk berperan dan menikmati hasilnya
secara nyata. Asas Kemandirian mengandung pengertian bahwa pengelolaan
sumber daya air dilakukan dengan memperhatikan kemampuan dan keunggulan
sumber daya setempat. Asas Transparansi dan Akuntabilitas mengandung
pengertian bahwa pengelolaan sumber daya air dilakukan secara terbuka dan
dapat dipertanggungjawabkan.
Pada Bab I Pasal 3 disebutkan bahwa sumber daya air dikelola secara
menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan
mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat. Yang dimaksud dengan pengelolaan sumber daya air
secara menyeluruh mencakup semua bidang pengelolaan yang meliputi
konservasi, pendayagunaan, dan pengendalian daya rusak air, serta meliputi satu
sistem wilayah pengelolaan secara utuh yang mencakup semua proses
perencanaan, pelaksanaan, serta pemantauan dan evaluasi. Yang dimaksud
dengan pengelolaan sumber daya air secara terpadu merupakan pengelolaan yang
dilaksanakan dengan melibatkan semua pemilik kepentingan antarsektor dan
antarwilayah administrasi. Yang dimaksud dengan pengelolaan sumber daya air
berwawasan lingkungan hidup adalah pengelolaan yang memperhatikan
keseimbangan ekosistem dan daya dukung lingkungan. Yang dimaksud dengan
pengelolaan sumber daya air berkelanjutan adalah pengelolaan sumber daya air
yang tidak hanya ditujukan untuk kepentingan generasi sekarang tetapi juga
termasuk untuk kepentingan generasi yang akan datang.
Pada Bab I Pasal 4 disebutkan bahwa sumber daya air mempunyai fungsi
sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi yang diselenggarakan dan diwujudkan
secara selaras. Sumber daya air mempunyai fungsi sosial berarti bahwa sumber
daya air untuk kepentingan umum lebih diutamakan daripada kepentingan
individu. Sumber daya air mempunyai fungsi lingkungan hidup berarti bahwa
sumber daya air menjadi bagian dari ekosistem sekaligus sebagai tempat
kelangsungan hidup flora dan fauna. Sumber daya air mempunyai fungsi
KONSEP NASKAH AKADEMIS SEMPADAN SUNGAI

12

ekonomi berarti bahwa sumber daya air dapat didayagunakan untuk menunjang
kegiatan usaha.
Bab III Pasal 21 ayat 1 menyebutkan bahwa perlindungan dan pelestarian
sumber air ditujukan untuk melindungi dan melestarikan sumber air beserta
lingkungan keberadaannya terhadap kerusakan atau gangguan yang disebabkan
oleh daya alam, termasuk kekeringan dan yang disebabkan oleh tindakan
manusia.
Bab III Pasal 21 ayat 2 menyebutkan bahwa perlindungan dan pelestarian
sumber air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. pemeliharaan kelangsungan fungsi resapan air dan daerah tangkapan air;
b. pengendalian pemanfaatan sumber air;
c. pengisian air pada sumber air;
d. pengaturan prasarana dan sarana sanitasi;
e. perlindungan sumber air dalam hubungannya dengan kegiatan pembangunan
dan pemanfaatan lahan pada sumber air;
f. pengendalian pengolahan tanah di daerah hulu;
g. pengaturan daerah sempadan sumber air;
h. rehabilitasi hutan dan lahan; dan/atau
i. pelestarian hutan lindung, kawasan suaka alam, dan kawasan pelestarian
alam.
2.4.2. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
menyebutkan bahwa Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata
ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Penataan ruang
berdasarkan fungsi utama kawasan terdiri atas kawasan lindung dan kawasan
budi daya. Yang termasuk dalam kawasan lindung adalah :
a. kawasan yang memberikan pelindungan kawasan bawahannya, antara lain,
kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, dan kawasan resapan air;
b. kawasan perlindungan setempat, antara lain, sempadan pantai, sempadan
sungai, kawasan sekitar danau/waduk, dan kawasan sekitar mata air;
c. kawasan suaka alam dan cagar budaya, antara lain, kawasan suaka alam,
kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya, kawasan pantai berhutan
bakau,
KONSEP NASKAH AKADEMIS SEMPADAN SUNGAI

13

d. taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam, cagar alam, suaka
margasatwa, serta kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan;
e. kawasan rawan bencana alam, antara lain, kawasan rawan letusan gunung
berapi, kawasan rawan gempa bumi, kawasan rawan tanah longsor, kawasan
rawan
f. gelombang pasang, dan kawasan rawan banjir; dan
g. kawasan lindung lainnya, misalnya taman buru, cagar biosfer, kawasan
perlindungan plasma nutfah, kawasan pengungsian satwa, dan terumbu
karang.
h. Yang termasuk dalam kawasan budi daya adalah kawasan peruntukan hutan
produksi, kawasan peruntukan hutan rakyat, kawasan peruntukan pertanian,
kawasan peruntukan perikanan, kawasan peruntukan pertambangan, kawasan
peruntukan permukiman, kawasan peruntukan industri, kawasan peruntukan
i. pariwisata, kawasan tempat beribadah, kawasan pendidikan, dan kawasan
pertahanan keamanan.

2.4.3

Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai


Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai disahkan

pada tanggal 14 Juni 1991. Pada Pasal 1 diberikan pengertian tentang beberapa
istilah antara lain:
-

Sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran air


mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya serta
sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan.

Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah tata pengairan sebagai hasil


pengembangan satu atau lebih daerah pengaliran sungai.

Bantaran sungai adalah lahan pada kedua sisi sepanjang palung sungai
dihitung dari tepi sampai dengan kaki tanggul sebelah dalam.

Bangunan sungai adalah bangunan yang berfungsi untuk perundungan,


pengembangan, penggunaan dan pengendalian sungai.

Garis sempadan sungai adalah garis batas luar pengamanan sungai.


Bab I Pasal 2 menyebutkan bahwa

lingkup pengaturan sungai

berdasarkan Peraturan Pemerintah ini mencakup perlindungan, pengembangan,


penggunaan, dan pengendalian sungai termasuk danau dan waduk.
KONSEP NASKAH AKADEMIS SEMPADAN SUNGAI

14

Bab II Pasal 3 menyebutkan bahwa :


1) Sungai dikuasai oleh Negara, yang pelaksanaannya dilakukan oleh
Pemerintah.
2) Pelaksanaan wewenang dan tanggung jawab penguasaan sungai sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilakukan Menteri.
Bab II Pasal 4 menyebutkan bahwa dalam rangka pelaksanaan wewenang
dan tanggung jawab penguasaan sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3,
Menteri menetapkan :
a. garis sempadan sungai.
b. pengaturan daerah diantara dua garis sempadan sungai yang ditetapkan
sebagai daerah manfaat sungai dan daerah penguasaan air.
c. pengaturan bekas sungai.
Bab II Pasal 5 menyebutkan bahwa:
1) Garis sempadan sungai bertanggul ditetapkan dengan batas lebar sekurangkurangnya 5 (lima) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul.
2) Garis

sempadan

sungai

tidak

bertanggul

ditetapkan

berdasarkan

pertimbangan teknis dan sosial ekonomis oleh Penjabat yang berwenang.


3) Garis sempadan sungai yang bertanggul dan tidak bertanggul yang berada di
wilayah perkotaan dan sepanjang jalan ditetapkan tersendiri oleh Pejabat
yang berwenang.
2.4.4. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan
Kawasan Lindung
Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan
Lindung ini ditetapkan pada tanggal 25 Juni 1990. Pertama-tama pada Bab I
Pasal 1 dicantumkan pengertian istilah-istilah antara lain:
-

Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama


melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam,
sumber daya buatan dan nilai sejarah serta abudaya bangsa guna kepentingan
pembangunan berkelanjutan.

Pengelolaan Kawasan Lindung adalah upaya penetapan pelestarian dan


pengendalian pemanfaatan kawasan lindung.

KONSEP NASKAH AKADEMIS SEMPADAN SUNGAI

15

Sempadan sungai adalah kawasan tertentu sepanjang kiri kanan sungai.


Termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer, yang mempunyai
manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai.
Dalam Bab III Pasal 3 dikatakan bahwa kawasan lindung yang

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 meliputi:


-

Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan di bawahnya.

Kawasan lindung setempat.

Kawasan suaka alam dan cagar budaya.

Kawasan rawan bencana alam.


Selanjutnya dalam Bab III Pasal 4 dikatakan bahwa kawasan

perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 terdiri dari:


-

Sempadan pantai

Sempadan sungai

Kawasan sekitar danau/waduk

Kawasan sekitar mata air


Pada Bab IV Pasal 15 disebutkan bahwa perlindungan terhadap sempadan

sungai dilakukan untuk melindungi sungai dari kegiatan manusia yang dapat
mengganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar
sungai serta mengamankan aliran sungai.
Dalam Bab IV Pasal 16 Keppres No.32 Th.1990 ini dikatakan bahwa
kriteria sempadan sungai adalah:
a. Sekurang-kurang 100 meter dari kiri kanan sungai besar dan 50 meter di kiri
kanan anak sungai yang berada di luar premukiman.
b. Untuk sungai yang berada di kawasan permukiman berupa sempadan sungai
yang diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi antara 10-15 meter.
Kemudian pada Bab VI Pasal 37 ayat (1), (3), dan (4) disebutkan bahwa:
-

Di dalam kawasan lindung dilarang melakukan kegiatan budi daya, kecuali


yang tidak mengganggu fungsi lindung.

Kegiatan budi daya yang sudah ada di kawasan lindung yang mempunyai
dampak penting terhadap lingkungan hidup dikenakan ketentuan-ketentuan
yang berlaku sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29
Tahun 1986 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.

KONSEP NASKAH AKADEMIS SEMPADAN SUNGAI

16

Apabila menurut Analisis Mengenai Dampak Lingkungan kegiatan budi daya


mengganggu fungsi lindung harus dicegah perkembangannya, dan fungsi
sebagai kawasan lindung dikembalikan secara bertahap.

2.4.5. Peraturan Menteri Nomor 63 Tahun 1993 tentang Garis Sempadan


Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai, dan
Bekas Sungai
Peraturan Menteri Nomor 63 Tahun 1993 tentang Garis Sempadan
Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai, dan Bekas Sungai
didalamnya mengatur mengenai penetapan garis sempadan sungai yang
dimaksudkan sebagai upaya agar kegiatan perlindungan, penggunaan dan
pengendalian atas sumber daya yang ada pada sungai termasuk danau dan waduk
dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuannya. Menurut Peraturan Menteri tersebut
penetapan garis sempadan sungai bertujuan :
a. Agar fungsi sungai termasuk danau dan waduk tidak terganggu oleh
aktifitas yang berkembang disekitarnya.
b. Agar kegiatan pemanfaatan dan upaya peningkatan nilai manfaat sumber
daya yang ada di sungai dapat membrikan hasil secara optimal sekaligus
menjaga kelestarian fungsi sungai.
c. Agar daya rusak air terhadap sungai dan lingkungannya dapat dibatasi.
Bab II Pasal 4 menyebutkan bahwa:
Penetapan garis sempadan sungai yang diatur dalam Kepmen PU No. 63 Tahun
1993 dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Untuk sungai-sungai yang menjadi kewenangan Menteri, batas garis
sempadansungai ditetapkan dengan Peraturan Menteri berdasarkan usulan
dari DirekturJenderal.
b. Untuk

sungai-sungai

yang

dilimpahkan

kewenangannya

kepada

Pemerintah Daerah, batas garis sempadan sungai ditetapkan dengan


Peraturan Daerah berdasarkan usulan dari Dinas.
c. Untuk sungai-sungai yang dilimpahkan kewenangan pengelolaannya
kepada Badan Hukum tertentu, batas garis sempadan sungai ditetapkan

KONSEP NASKAH AKADEMIS SEMPADAN SUNGAI

17

dengan Peraturan Menteri berdasarkan usulan dari Badan Hukum tertentu


yang bersangkutan.
Pelaksanaan penetapan sempadan sungai dilakukan melalui kegiatan-kegiatan
sebagai berikut:
d. Melakukan survei.
e. Menetukan dimensi penampang sungai berdasarkan rencana pembinaan
sungai yang bersangkutan dari hasil survai sebagaimana dimaksud dalam
butir a., bagi sungai-sungai yang tidak jelas tepinya.
f. Penetapan batas garis sempadan sungai dimaksud dalam butir b
berdasarkan kriteria sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 sampai dengan
pasal 10.
Bab II Pasal 5 menyebutkan bahwa kriteria penetapan garis sempadan
sungai terdiri dari :
a.

Sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan.

b.

Sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan.

c.

Sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan.

d.

Sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan.


Bab II Pasal 6 menyebutkan bahwa:

(1) Garis sempadan sungai bertanggul diteptapkan sebagai berikut:


a.

Garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan


perkotaan ditetapkan sekurang-kurangnya 5 (lima meter di sebelah luar
sepanjang kaki tanggul.

b.

Garis sempadan sungai bertanggul di dalam


kawasan perkotaan ditetapkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) meter di
sebelah luar sepanjang kaki tanggul.

(2)

Dengan pertimbangan untuk peningkatan fungsinya,


tanggul sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diperkuat, diperlebar
dan ditinggikan, yang dapat berakibat bergesernya letak garis sempadan
sungai.

(3)

Kecuali lahan yang berstatus tanah negara, maka lahan


yang diperlukan untuk tapak tanggul baru sebagai akibat dilaksanakannya
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus dibebaskan.
Bab II Pasal 7 menyebutkan bahwa:

KONSEP NASKAH AKADEMIS SEMPADAN SUNGAI

18

(1) Penetapan garis sempadan sungai tak bertanggul di luar kawasan perkotaan
a.

Sungai besar yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran


sungai seluas 500 (lima ratus) km2 atau lebih.

b.

Sungai kecil yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran


sungai seluas kurang dari 500 (lima ratus) km2.

(2) Penatapan garis sempadan sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan
pada sungai besar dilakukan ruas per ruas dengan mempertimbangkan luas
daerah pengaliran sungai pada ruas yang bersangkutan.
(3) Garis sempadan sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan pada
sungai besar ditetapkan sedangkan pada sungai kecil sekurang-kurangnya
100 (seratus) m, sedangkan pada sungai sekurang-kurangnya 50 lima puluh
m dihitung dari tepi sungaipada waktu ditetapkan.
Bab II Pasal 8 menyebutkan bahwa penetapan garis sempadan sungai tak
bertanggul di dalam kawasan perkotaan didasarkan pada kriteria :
a.

Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 (tiga) meter,


garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) meter dihitung
dari tepi sungai padawaktu ditetapkan.

b.

Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 (tiga) meter


sampai dengan 20 (dua puluh) meter, garis sempadan dan ditetapkan
sekurang-kurangnya 15 (lima belas) meter dari tepi sungai pada waktu
ditetapkan.

c.

Sungai yang mempunyai kedalaman meksimum lebih dari 20 (dua


puluh) meter, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh)
meter dihitung dari tepi sungai pada waktu yang ditetapkan.
Bab II Pasal 9 menyebutkan bahwa:

(1)

Garis sempadan sungai tidak bertanggul yamg berbatasan


dengan jalan adalah tepi bahu jalan yang bersangkutan, dengan ketentuan
kontruksi dan penggunaan jalan harus menjamin bagi kelestarian dan
keamanan sungai serta bangunan sungai.

(2)

Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)


tidak terpenuhi, maka segala perbaikan atas kerusakan yang timbul pada
sungai dan bangunan sungai menjadi tanggung jawab pengelola jalan.
Bab II Pasal 11 menyebutkan bahwa:

KONSEP NASKAH AKADEMIS SEMPADAN SUNGAI

19

(1) Pemanfaatan lahan di daerah sempadan dapat dilakukan oleh masyarakat


untuk kegiatan-kegiatan tertentu sebagai berikut:
a.

Untuk budidaya pertanian dengan jenis tanaman yang diijinkan.

b.

Untuk kegiatan niaga, penggalian dan penimbunan.

c.

Untuk pemasangan papan reklame, papan penyuluhan dan


peringatan, serta rambu-rambu pekerjaan.

d.

Untuk pemasangan rentangan kabel listrik, kabel telepon dan pipa


air minum

e.

Untuk pemancangan tiang atau pondasi prasarana jalan/jembatan


baik umum maupun kereta api.

f.

Untuk penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang bersifat social dan


masyarakat yang tidak menimbulkan dampak merugikan bagi kelestarian
dan keamanan fungsi serta fisik sungai.

g.

Untuk pembangunan prasarana lalu intas air dan bangunan


pengambilan dan pembuangan air.

(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus


memperoleh izin terlebih dahulu dari pejabat yang berwenang atau pejabat
yang ditunjuk olehnya, serta syarat-syarat yang ditentukan.
(3) Pejabat yang berwenang dapat menetapkan suatu ruas di daerah sempadan
untuk membangun jalan inspeksi dan/atau bangunan sungai yang diperlukan,
dengan ketentuan lahan milik perorangan yang diperlukan diselesaikan
melaui pebebasan tanah.
Bab II Pasal 12 menyebutkan bahwa pada daerah sempadan dilarang:
a.

Membuang sampah, limbah padat dan atau cair.

b.

Mendirikan bangunan permanen untuk hunian dan tempat usaha.


Bab III Pasal 13 menyebutkan bahwa:

(1)

Pengelolaan dan pembinaan pemanfaatan daerah manfaat


sunagi dilaksanakan oleh Direktur Jenderal, Pemerintah Daerah dan Badan
Hukum tertentu, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masingmasing terhadap sungai yang bersangkutan.

(2)

Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud


dalam ayat (1) dilakukan inventarisasi yang mencakup:
a.

Mata air, memuat informasi antara lain mengenai


nama, lokasi, dan debit air.

KONSEP NASKAH AKADEMIS SEMPADAN SUNGAI

20

b.

Palung sungai, memuat informasi antara lain


mengenai lokasi, panjang dan kapasitas.

c.

Daerah sempadan yang dibebaskan, memuat


informasi lain mengenai lokasi, luas, tahun pembebasan dan sumber dana.

(3)

Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat


(2) dilakukan oleh Direktorat Jenderal, Dinas dan Badan Hukum tertentu.

(4)

Inventarisasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus


dilaporkan sekurangkurangnya setiap 5 (lima) tahun kepada Direktur
Jenderal.
Bab III Pasal 14 menyebutkan bahwa:

(1) Masyarakat dapat memanfaatkan lahan didaerah manfaat sungai dengan


ketentuan sebagai berikut:
a.

Memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.

b.

Harus dengan izin pejabat yang berwenang.

c.

Mengikuti ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam pasal 11


dan pasal 12.

d.

Tidak mengganggu upaya pembinaan sungai.

(2) Izin pemanfaatan lahan didaerah manfaat sungai yang berada pada wilayah
sungai yang wewenang pembinaannya dilimpahkan kepada Pemerintah
Daerah, diberikan oleh Gubernur Kepala Daerah dengan rekomendasi teknis
dari Dinas setelah berkonsultasi dengan kepala kantor wilayah yang terkait.
(3) Izin pemanfaatan lahan didaerah manfaat sungai yang berada pada wilayah
sungai yang wewenang pembinaannya dilimpahkan kepada Pemerintah
Daerah, diberikan oleh Gubernur Kepala Daerah dengan rekomendasi teknis
dari dinas setelah berkonsultasi dengan Kepala Kantor Wilayah.
(4) Izin pemanfaatan lahan didaerah manfaat sungai yang berada pada wilayah
sungai yang wewenang pembinaannya dilimpahkan kepada Badan Hukum
tertentu dilengkapi dengan rekomendasi teknis dari Badan Hukum tertentu
dan izin diberikan oleh:
-

Gubernur Kepala Daerah dalam hal sungai yang bersangkutan


mengalir pada satu Propinsi.

Direktur Jenderal atas nama Menteri dalam hal sungai yang


bersangkutan mengalir pada lebih dari satu propinsi.

KONSEP NASKAH AKADEMIS SEMPADAN SUNGAI

21

(5) Masyarakat yang memanfaatkan lahan didaerah manfaat sungai, dapat


dikenakan kontribusi dalam rangka pemeliharaan daerah manfaat sungai yang
dapat berupa uang atau tenaga.
Bab IV Pasal 15 menyebutkan bahwa:
(1) Penetapan daerah panguasaan sungai dimaksudkan agar pejabat yang
berwenang dapat melaksanakan upaya pembinaan sungai seoptimal mungkin
bagi keselamatan umum.
(2) Batas daerah penguasaan sungai yang berupa daerah retensi ditetapkan 100
(seratus) meter dari elevasi banjir rencana di sekeliling daerah genangan,
sedangkan yang berupa daerah banjir ditetapkan berdasarkan debit banjir
rencana sekurang-kurangnya periode ulang 50 (lima puluh) tahunan.
(3) Pejabat yang berwenagng mengatur rencana peruntukan daerah penguasaan
sungai, dengan memperhatikan kepentingan instansi lain yang bersangkutan.
Bab IV Pasal 16 menyebutkan bahwa:
(1) Masyarakat dapat memanfaatkan lahan didaerah penguasaan sungai untuk
kegiatan/keperluan tertentu sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 14 dan pasal 15 ayat (3).
(2) Izin pemanfaatan lahan didaerah penguasaan sungai yang berada didaerah
sempadan, diberikan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (2).
(3) Izin pemanfaatan lahan didaerah penguasaan sungai yang berada diluar
daerah sempadan, diberikan oleh Gubernur Kepala Daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bab VI Pasal 18 menyebutkan bahwa:
(1) Pengawasan atas pelaksanaan ketentuan-ketentuan didalam peraturan ini
dilakukan oleh satuan kerja atau Badan Hukum tertentu yang menangani
sungai yangbersangkutan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab
masing-masing.
(2) Laporan atas hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
disampaikan kepada:
a.

Direktur Jenderal, untuk pengawasan pada wilayah sungai yang


menjadi

b.

kewenangan Pemerintah Daerah atau Badan Hukum tertentu.

KONSEP NASKAH AKADEMIS SEMPADAN SUNGAI

22

c.

Dinas untuk pengawasan pada wilayah sungai yang menjadi


kewenangan

d.

Pemerintah atau Badan Hukum tertentu.

(3) Pengusutan atas pelanggaran ketentuan didalam Peraturan ini dapat dilakukan
oleh :
a.

Pihak kepolisian dalam hal belum terbentuk Penyidik Pegawai


Sipil (PPNS) atau

b.

Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) untuk selajnutnya


diteruskan kepada pihak kepolisian.
Bab VI Pasal 19 menyebutkan bahwa:

(1)

Masyarakat

wajib

mentaati

ketentuan-ketentuan

pemanfaatan daerah sempadan, daerah manfaat sungai, daerah penguasaan


sungai, bekas sungai yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.
(2)

Masyarakat wajib ikut serta secara aktif dalam usaha


pelestarian dan pangamanan baik fungsi maupun fisik sungai.
Bab VII Pasal 20 menyebutkan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan-

ketentuan yang tercantum dalam Pasal 11 ayat (2), Pasal 12, Pasal 14 ayat (1),
Pasal 16 ayat (1) dan pasal 19 Peraturan ini dapat dikenakan sanksi berupa:
a.

Sanksi pidana sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang


Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan, Peraturan Pemerintah Nomor 35
tahun 1991 tentang sungai dan peraturan perundang-undangan lain yang
berlaku.

b.

Sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

KONSEP NASKAH AKADEMIS SEMPADAN SUNGAI

23

BAB III
RUANG LINGKUP DAN SUBTANSI
PENGATURAN SEMPADAN SUNGAI
3.1

Ruang Lingkup Pengaturan Sempadan Sungai


Ruang lingkup dan subtansi pengaturan sempadan sungai meliputi

beberapa aspek berikut :


Maksud dan tujuan penetapan sempadan sungai
Dasar-dasar penetapan sempadan sungai
Pemanfaatan daerah sempadan sungai
Daerah sempadan yang dibebaskan
Daerah penguasaan sungai
Perizinan
Sanksi

3.2

Maksud dan Tujuan Penetapan Sempadan Sungai


Maksud penetapan garis sempadan sungai adalah sebagai upaya

perlindungan dan pelestarian sungai beserta ekosistemnya,

melindungi

masyarakat dari daya rusak air serta penatagunaan daerah sempadan sungai dan
pengaturan pengelolaannya. Penetapan garis sempadan mempunyai tujuan
sebagai berikut ini:
Agar fungs dan ekosistem sungai dan danau tidak terganggu oleh aktivitas
yang berkembang disekitarnya,
Agar daya rusak air terhadap lingkungannya dapat dikendalikan,
Agar kegiatan pemanfaatan dan upaya peningkatan nilai manfaat sumber
daya yang ada di sungai dapat memberikan hasil secara optimal sekaligus
menjaga kelestarian fungsi dan ekosistemnya.

KONSEP NASKAH AKADEMIS SEMPADAN SUNGAI

24

3.3

Landasan teknis penentuan Sempadan Sungai


Landasan teknis penentuan sempadan sungai dirumuskan dengan

mempertimbangkan aspek hidromorfologi, ekologi dan fungsi sempadan sungai.


Berdasarkan tinjauan aspek hidro-morfologi, sempadan sungai memiliki fungsi
antara lain sebagai berikut (Maryono, 2004):

1.

Memperbesar infiltrasi air limpasan.


Dengan adanya sempadan, limpasan air hujan yang berasal dari daratan
sebelum sampai ke sungai akan tertampung kemudian diresapkan ke dalam
tanah. Semakin banyak air yang terinfiltrasi maka kandungan air tanah
(ground water) akan semakin besar (lihat Gambar 3).

2.

Memelihara aliran dasar sungai.


Sempadan sungai merupakan daerah tata air sungai yang padanya terdapat
mekanisme inflow ke sungai dan outflow ke air tanah. Proses inflow-outflow
tersebut merupakan proses konservasi hidrolis sungai dan air tanah pada
umumnya (lihat Gambar 1).

3.

Melindungi tebing sungai dari pengikisan dan erosi.


Secara hidraulik sempadan sungai merupakan daerah bantaran banjir yang
berfungsi memberikan kemungkinan luapan air banjir ke samping kanan kiri
sungai sehingga kecepatan air ke hilir dapat dikurangi, energi air dapat
diredam di sepanjang sungai, serta erosi tebing dan erosi dasar sungai dapat
dikurangi secara simultan. Di samping itu, akar-akar pohon dapat
mengkonsolidasi tanah bantaran banjir dan tebing sungai, sehingga
mengurangi potensi erosi tebing.

4.

Mengurangi erosi samping.


Dengan sempadan yang sehat maka laju erosi samping (erosi dari daerah di
luar sungai) dapat ditekan oleh sempadan sungai dengan mengendapkannya
di sepanjang sempadan sungai.

5.

Meningkatkan cadangan air di sepanjang sungai (konservasi air).


Hal ini dapat mengurangi potensi kekeringan di sepanjang sungai.

6.

Memelihara profil melintang dan memanjang sungai.

KONSEP NASKAH AKADEMIS SEMPADAN SUNGAI

25

Dengan sempadan sehat, maka kecepatan air akan terkonsentrasi di alur


sungai bagian tengah sehingga mekanisme agradasi dan degradasi terjadi
secara seimbang. Maka profil sungai akan terjaga, erosi tebing dapat
diminimalisir.
7.

Memberikan ruang bagi sungai untuk bergerak secara lateral.


Tidak jarang alur sungai berpindah atau melebar seiring dengan berjalannya
waktu, dengan demikian sempadan memberikan perlindungan baik untuk
sungai itu sendiri maupun lahan di sekitarnya (lihat Gambar 4).

8.

Memberikan perlindungan dari banjir.


Pengendali banjir yang menelan biaya besar tidak diperlukan jika desain
sempadan memperhitungkan banjir kala ulang 100 tahunan.

Gambar 1. Daur Hidrologi di Sempadan Dan Badan Sungai

KONSEP NASKAH AKADEMIS SEMPADAN SUNGAI

26

Gambar 2. Sempadan Memberi Ruang Bagi Sungai Untuk Bergerak Lateral


Sempadan sungai ditinjau dari aspek ekologi mengarah kepada istilah
riparian, yaitu komunitas makhluk hidup yang terdapat di tepi sungai, telaga,
danau, dan rawa. Istilah riparian berasal dari Bahasa Latin riparius yang berarti
terdapat di tepi sungai (Naiman et al., 1998). Adapun zona riparian adalah area
yang terdapat di tepi sungai, telaga, danau, dan rawa. Zona riparian bersama
komunitas flora dan fauna yang hidup di area tersebut membentuk suatu
ekosistem yang disebut sebagai ekosistem riparian. Dalam manajemen sungai,
zona riparian bersama dengan badan sungainya disebut koridor sungai (stream or
river corridor) (Gardiner & Cole, 1992, Bolton & Shellberg, 2001).
Zona riparian merupakan salah satu bentuk ekoton (perbatasan dua
ekosistem), yaitu merupakan batas antara ekosistem akuatik dan ekosistem
terestrial. Sebagaimana ekoton lainnya, zona riparian memiliki keanekaragaman
hayati yang tinggi. Zona riparian memiliki keanekaragaman hayati yang lebih
tinggi daripada rata-rata keanekaragaman pada kedua ekosistem yang dibatasinya
(Naiman et al., 1988 dalam Wenger, 1999). Alasan ini saja telah menunjukkan
dengan jelas mengenai pentingnya zona riparian.
Zona riparian yang ditetapkan sebagai zona perlindungan terhadap sungai
disebut riparian buffer zone, buffer strip, riparian strip, zona sempadan sungai,

KONSEP NASKAH AKADEMIS SEMPADAN SUNGAI

27

atau sempadan. Batas luar sempadan bervariasi, tergantung pada tipe sungai dan
lebarnya juga tergantung pada metode penentuan yang dipengaruhi oleh tujuan
penentuan batas tersebut.
Ditinjau dari aspek ekologi, sempadan sungai dengan vegetasinya
mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. Mempertahankan kualitas air sungai, dengan mekanisme sebagai berikut:
a. Menyaring sedimen tersuspensi yang terbawa oleh aliran air hujan.
b. Mendukung stabilitas tebing sungai dengan mengurangi terjadinya erosi
pada tebing sungai.
c. Mengikat fosfor, nitrogen, dan zat hara lainnya yang dapat menyebabkan
eutrofikasi diikuti pendangkalan muara, danau, dan waduk/embung.
d. Menyaring kontaminan lainnya, misalnya pestisida dan kotoran hewan.
2. Mempertahankan kualitas habitat ikan dan organisme akuatik lainnya dengan
mekanisme sebagai berikut:
a. Memberikan naungan dan mempertahankan suhu air sungai pada suhu
optimal.
b. Menyediakan variasi habitat.
c. Menyediakan tempat perlindungan.
d. Sebagai sumber bahan organik (serasah daun, ranting, dan kayu mati).
3. Sebagai habitat bagi organisme terestrial (fauna dan flora asli).
4. Sebagai elemen estetika koridor sungai dan elemen perbaikan (ameliorasi)
iklim mikro.
Karena perannya sebagai ekoton dan fungsi yang disebutkan di atas,
maka sempadan dapat dipandang sebagai conservation bargain; dengan
melestarikan jalur lahan yang relatif sempit di sepanjang tepi sungai dapat
diperoleh manfaat seperti disebutkan di atas serta mengurangi biaya yang harus
dikeluarkan

untuk

pemeliharaan

muara,

danau,

waduk,

embung,

dan

penanggulangan banjir.

3.4

Dasar-dasar Penetapan Sempadan Sungai


Konsep penentuan lebar sempadan ditentukan berdasarkan proses

perubahan fisik hidraulik, ekologi dan sosial, keamanan masyarakat. Sempadan

KONSEP NASKAH AKADEMIS SEMPADAN SUNGAI

28

sungai terdiri dari bantaran banjir, bantaran longsor, bantaran ekologi penyangga
dan bantaran keamanan.
Bantaran banjir adalah lebar antara titik batas muka air normal sungai
dengan titik batas pada saat banjir (banjir yang paling sering terjadi). Lebar
bantaran banjir ditentukan dengan memeriksa langsung potongan melintang
sungai di lapangan. Lebar bantaran banjir untuk masing-masing penggal sungai
dapat berbeda tergantung morfologi melintang dan memanjang sungai.
Bantaran longsor ditentukan berdasarkan sudut geser alami penyebaran
beban, yaitu 45. Namun, untuk memberi keamanan terhadap keruntuhan, sudut
aman tebing digunakan 30. Maka, lebar bantaran longsor ditentukan satu
setengah kali ketinggian tebing dihitung dari kaki tebing (1,5 H). Bantaran
longsor ini sangat penting untuk memberikan pengertian akan adanya daerah
potensi longsor di tebing sungai. Untuk sungai tanpa tebing, bantaran longsornya
tidak ada. Tebing sungai termasuk dalam bantaran longsor.
Bantaran ekologi penyangga; adalah bantaran bantaran ekologi yang
terletak di luar bantaran longsor yang fungsinya menjaga ekologi yang berada di
dalamnya yaitu ekologi di bantaran banjir dan bantaran longsor. Besarnya
bantaran

ekologi

penyangga

bervariasi

tergantung

jenis

vegetasi

dan

keanekaragaman hayati daerah tersebut. Namun, untuk memudahkan, lebar


bantaran ekologi penyangga dapat dipakai 2-3 lebar sungai yang bersangkutan.
Untuk sungai-sungai menengah dan sungai-sungai besar, dipakai kedalaman
tebing sungai sebagai acuan lebar bantaran ekologi penyangga. Jadi, lebar
bantaran ekologi penyangga dipakai 2-3 kedalaman tebing sungai.
Bantaran keamanan; adalah lebar areal yang berfungsi sebagai ruang
interaksi antara sungai dan msayarakat sosial. Sehingga lebar bantaran keamanan
ini sangat dipengaruhi oleh situsi sosial pada penggal yang ditinjau. Dengan
demikian, lebar bantaran keamanan di daerah padat penduduk (perkotaan)
seharusnya lebih besar daripada di daerah yang penduduknya jarang (perdesaan).
Sebagai acuan dan untuk memudahkan, maka lebar bantaran keamanan dapat di
pakai satu sampai dua kali lebar sungai.

KONSEP NASKAH AKADEMIS SEMPADAN SUNGAI

29

Gambar 3. Korelasi kedalaman dan lebar sungai menurut Maryono (2004)


Dalam rangka penetapan sempadan sungai, diklasifikasikan dengan
kriteriasebagaiberikut:
a. Sungai bertanggul di kawasan perdesaan
b. Sungai bertanggul di kawasan perkotaan
c. Sungai tidak bertanggul di kawasan perdesaan
d. Sungai tidak bertanggul di kawasan perkotaan

3.4

Tahapan dalam Penetapan Sempadan


Penetapan sempadan harus dilakukan melalaui beberapa tahapan dan

kajian sebagai berikut (1) kajian morfologi dan hidrolika sungai, (2) kajian
penampang melintang, (3) kajian sosial-ekonomi, (4) kajian tepi palung sungai,
(5) kajian daerah aman dari potensi longsor, (6) kajian penatagunaan lahan di
sekitar luar sungai, (7) kajian partisipasi masyarakat, dan (8) kajian komprehensif
garis sempadan sungai.
3.4.1

Kajian Morfologi dan hidraulika Sungai


Kajian morfologi meliputi studi morfologi, ekologi dan hidraulika sungai.

Studi morfologi sungai untuk menentukan karakteristik sungai. Berdasarkan


morfologinya sungai dapat dikelompokkan menjadi berikut ini :

KONSEP NASKAH AKADEMIS SEMPADAN SUNGAI

30

Karakteristik sungai stabil

Karakteristik sungai berjalin

Karakteristik sungai bermeander

Karakteristik sungai beraliran debris


Studi ekologi sungai terkait dengan kondisi lingkungan hidup di sekitar

sungai, meliputi benda hidup (biotik), benda mati (a-biotik) dan dan budaya
(culture).
Studi hidrolika sungai dalam penentuan sempadan sungai terkait dengan
kapasitas alur sungai pada debit rencana dengan periode ulang. Beberapa aspek
yang terkait dengan hidraulika sungai meliputi luas penampang, kemiringan
dasar sungai, dan kondisi tebing dan dasar sungai.
3.4.2

Kajian Penampang Melintang Sungai


Penetapan sempadan sungai memerlukan kajian penampang melintang

sungai. Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam rangka kajian penampang


sungai adalah sebagai berikut ini:
a. Pengukuran dan pemetaan :

Mengukur dan memetakan geometri serta dimensi penampang,

palung sungai,

Melakukan perhitungan hidrolika untuk menentukan kapasitas alur,

penampang sungai.

b. Pemilihan tampang tak bertanggul/bertanggul :

Memilih penampang sungai tidak bertanggul apabila palung sungai


memenuhi kapasitas banjir rencana terdiri palung sungai, daerah potensi
longsor dan daerah ekologi penyangga.

Memilih penampang sungai bertanggul apabila palung sungai tidak


memenuhi kapasitas banjir rencana, terdiri dari palung sungai, bantaran
banjir, tapak tanggul dan sempadan tanggul kiri-kanan

c. Menentukan letak tanggul dan jalan inspeksi

Dimensi tanggul ditentukan dengan rumusan kestabilan bangunan.

KONSEP NASKAH AKADEMIS SEMPADAN SUNGAI

31

Dimensi jalan inspeksi ditentukan atas rencana tujuan pemanfaatannya.

Lokasi jalan inspeksi dapat diletakkan diatas tanggul atau diluar tanggul.

d. Menentukan status jalan umum yang telah ada sebelum penetapan garis
sempadan

Jalan umum dapat menjadi satu kesatuan dengan (bagian dari) daerah
sempadan sungai

Sempadan jalan dapat menjadi satu kesatuan dengan (bagian dari) daerah
sempadan sungai.

3.4.3

Kajian Sosial Ekonomi


Penetapan sempadan sungai tidak dapat terlepas dengan kondisi sosial

ekonomi baik pada daerah di tepi kanan / kiri sungai, maupun daerah yang
terpengaruh oleh sungai. Penetapan sempadan sungai perlu memperoleh
pertimbangan dari hasil kajian sosial ekonomi meliputi :
1. Menentukan ruas sungai dengan kriteria sungai di dalam kawasan perkotaan
dan perdesaan baik yang bertanggul maupun tidak bertanggul.
2. Sejarah permukiman sepanjang sungai.
3. Kondisi sosial, ekonomi, masyarakat di lingkungan sungai.
4. Tata adat lokal (budaya) dalam kaitan dengan kehidupan masyarakat di
lingkungan sungai.
3.4.4

Kajian Tepi Palung Sungai


Penetapan tepi palung sungai merupakan salah satu aspek yang penting

dalam penentuan sempadan sungai. Diperlukan pemahaman yang sama mengenai


titik tepi palung sungai. Penentuan tepi palung sungai dilakukan dengan kriteria
sebagai berikut ini :
1. Tepi palung sungai ditentukan berdasarkan morfologi sungai yang ada;
2. Sungai tak bertanggul yang relatif stabil, tepi palung sungai yang ada
digunakan sebagai dasar penetapan garis sempadan;
3. Sungai tak bertanggul, berjalin (braided) dan tidak mempunyai tepi yang
jelas/stabil ditetapkan melalui studi morphologi dan ekologi sungai.;

KONSEP NASKAH AKADEMIS SEMPADAN SUNGAI

32

4. Tepi palung sungai yang bertanggul ditetapkan sesuai dengan hasil


perencanaan;
5. Tepi palung sungai dengan angkutan sedimen debris, lahar dingin, debris
kayu ditetapkan dengan memperhitungkan karakteristik aliran debris.

3.4.5

Kajian Batas Aman Potensi Longsor Tebing Sungai


Untuk sempadan sungai pada tepi sungai yang bertebing curam harus

dilakukan kajian batas daerah aman dari potensi longsor tebing palung sungai.
Kajian ini dimaksudkan untuk menetapkan batas daerah aman dari longsor
berdasarkan kajian teknis kekuatan tanah tebing palung sungai, hidrolika serta
rekayasa teknik dan vegetatif yang ada pada tiap ruas atau bagian sungai.
3.4.6

Kajian Penatagunaan Lingkungan Luar Sungai


Penetapan

sempadan

sungai

harus

memperhatikan

penatagunaan

lingkungan luar sungai. Berbagai pertimbangan aspek penataagunaan lingkungan


luar sungai dalam penetapan sempadan sungai adalah sebagai berikut :
1. Penatagunaan lingkungan luar sungai menjadi input dalam penetapan daerah
sempadan sungai.
2. Jalan inspeksi pada daerah sempadan sungai dibuat hanya untuk kepentingan
O&P sungai
3. Jalan inspeksi kaitannya dengan penatagunaan lingkungan luar sungai serta
pencegahan terhadap hunian liar dapat dikembangkan menjadi jalan umum
sejauh tidak merusak fungsi sungai
3.4.7

Partisipasi masyarakat
Penetapan sempadan sungai harus memperhatikan partisipasi masyarakat,

baik yang tinggal di tepi sungai maupun pada daerah lain yang terpengaruh oleh
aktifitas sungai. Beberapa aspek partisipasi masyarakat dalam penetapan garis
sempadan sungai antara lain sebagai berikut :
1. Partisipasi masyarakat dilaksanakan mulai tahap perencanaan penampang
sungai dan penetapan tepi palung sungai.
KONSEP NASKAH AKADEMIS SEMPADAN SUNGAI

33

2. Partisipasi masyarakat memberikan masukan pemanfaatan jalan inspeksi


untuk kepentingan diluar jalan inspeksi sungai.
3.4.7

Kajian komprehensif
Kajian komprehensif merupakan kajian menyeluruh tehadap tahap-tahap

kegiatan kajian yang sudah dilakukan diatas untuk menentukan besaran daerah
sempadan sungai yang dipilih. Dari kajian komprehensif dapat dihasilkan
penetapan sempadan sungai yang lebih obyektif.
3.5

Pemanfaatan Daerah Sempadan Sungai


Pemanfaatan daerah sempadan sungai dilakukan untuk perlindungan,

pelestarian dan peningkatan fungsi sungai dan danau, serta pengendalian daya
rusak sungai melalui kegiatan penatagunaan, perizinan, dan pemantauan.
Penatagunaan daerah sempadan sungai dilakukan dengan penetapan zona-zona
yang berfungsi sebagai fungsi lindung dan budi daya. Pada zona sungai yang
berfungsi lindung menjadi kawasan lindung, pada zona sungai yang berfungsi
budi daya dapat dibudidayakan kecuali pemanfaatan tanggul hanya untuk jalan.
Pemanfaatan daerah sempadan sungai yang berfungsi budi daya dapat dilakukan
secara terbatas oleh masyarakat untuk kegiatan-kegiatan:
a. budi daya pertanian rakyat;
b. kegiatan penimbunan sementara hasil galian tambang golongan C;
c. papan penyuluhan dan peringatan, serta rambu-rambu pekerjaan;
d. pemasangan rentangan kabel listrik, kabel telpon, dan pipa air minum;
e. pemancangan tiang atau pondasi prasarana jalan/jembatan baik umum
maupun kereta api;
f. penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang bersifat sosial, keolahragaan,
pariwisata dan kemasyarakatan yang tidak menimbulkan dampak
merugikan bagi kelestarian dan keamanan fungsi serta fisik sungai dan
danau ; dan
g. pembangunan prasarana lalu lintas air , bangunan pengambilan dan
pembuangan air .

KONSEP NASKAH AKADEMIS SEMPADAN SUNGAI

34

Pemanfaatan daerah sempadan sungai tersebut harus memperoleh izin


terlebih dahulu dari pejabat yang berwenang. Pejabat yang berwenang dapat
menetapkan status ruas di daerah sempadan untuk membangun jalan dan/atau
bangunan sungai yang diperlukan, dengan ketentuan lahan milik perorangan
yang diperlukan diselesaikan melalui pembebasan tanah.
Pada daerah sempadan sungai dilarang membuang sampah, limbah padat,
dan atau air yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan, mendirikan bangunan
untuk permukiman dan tempat usaha.
3.6

Daerah Sempadan Yang Dibebaskan


Dalam rangka pengaturan sempadan sungai perlu dilakukan pengelolaan

dan pemanfaatan daerah sempadan yang dibebaskan dilaksanakan oleh


Pemerintah/Propinsi/Kabupaten/Kota, dan Badan Hukum tertentu, sesuai dengan
wewenang dan tanggung jawab masing-masing terhadap wilayah sungai yang
bersangkutan. Pengelolaan dan pemanfaatan daerah sempadan yang dibebaskan
dilakukan dengan inventarisasi daerah sempadan yang dibebaskan, memuat
informasi antara lain mengenai lokasi, pemilik, luas, tahun pembebasan dan
sumber dana. Daerah sempadan sungai yang dibebaskan oleh instansi pemerintah
didaftarkan hak atas tanahnya pada instansi yang berwenang sesuai peraturan
yang berlaku. Masyarakat yang memanfaatkan lahan di daerah sempadan yang
dibebaskan dapat dikenakan restribusi lahan kepada yang berwenang.
3.7

Daerah Penguasaan Sungai


Dalam rangka pengaturan sempadan sungai perlu ditetapkan daerah

penguasaan sungai. Penetapan daerah penguasaan sungai dimaksudkan agar


pejabat berwenang dapat melaksanakan upaya pengaturan seoptimal mungkin
bagi keselamatan umum. Batas daerah penguasaan sungai ditetapkan berdasarkan
debit banjir rencana sekurang-kurangnya periode ulang 50 (lima puluh) tahun.
Rencana Pemanfaatan Daerah Penguasaan Sungai menjadi bagian dari Rencana
Tata Ruang Wilayah.

KONSEP NASKAH AKADEMIS SEMPADAN SUNGAI

35

3.8

Perizinan
Pemanfaatan lahan di daerah penguasaan sungai yang berada di daerah

sempadan dapat dilakukan atas izin yang diberikan oleh Pejabat yang
berwewenang. Izin pemanfaatan lahan di daerah penguasaan sungai yang berada
diluar daerah sempadan, diberikan oleh pejabat yang berwenang berdasarkan
Rencana Tata Ruang Daerah .
Mekanisme dan persyaratan yang harus dipenuhi dalam proses izin
pemanfaatn sempadan sungai melalui proses pengajuan permohonan tertulis oleh
perseorangan atau badan usaha kepada Gubernur Propinsi DIY cq Dinas
Permukiman dan Prasarana Wilayah Propinsi DIY. Dalam surat permohonan izin
tersebut dilampirkan beberapa dokumen sebagai berikut:

Rencana teknis pelaksanaan kegiatan, dilengkapi dengan peta yang


menunjukkan lokasi dan wilayah pengusahaan.

Kelengkapan dokumen administrasi status badan usaha dan izin usaha


dari instansi yang berwenang, meliputi salinan akta pendirian bagi
perusahaan yang berbadan hukum, badan usaha dan badan sosial ; atau
Salinan izin usaha bagi pemohon yang merupakan Badan Usaha; atau
Salinan Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau bukti kewarganegaraan untuk
usaha perorangan ;

Peta lokasi dan situasi pemanfaatan sempadan sungai yang menunjukkan


lokasi bangunan, batas tanah, dan palung sungai. Dilengkapi dengan
ukuran yang jelas

Gambar konstruksi yang menunjukkan denah, potongan memanjang dan


potongan melintang ;

Pernyataan tidak keberatan dari masyarakat setempat atas rencana


pemanfaatn sempadan sungai dari hasil konsultasi publik atas biaya
pemohon.

Pernyataan kesanggupan memelihara lingkungan dan retribusi kepada


daerah.
Instansi teknis yang berwenang (Dinas Kimpraswil) akan melaksanakan

pemeriksaan berkas pengajuan pemanfaatan sempadan, apabila kurang lengkap

KONSEP NASKAH AKADEMIS SEMPADAN SUNGAI

36

berkas dikembalikan kepada pemohon untuk dilengkapi, apabila sudah lengkap


selanjutnya

Dinas

Kimpraswil

meneruskan

permohonan

kepada

Bidang/UPTD/Instansi terkait untuk memberikan rekomendasi. Dlam rangka


mengumpulkan data-data yang diperlukan untuk memberikan pertimbangan
teknis dilakukan peninjauan lapangan dan konsultasi publik atas biaya pemohon.
Pihak yang berwenang selanjutnya memberikan keputusan mengenai
pemanfaatan sempadan sungai. Izin pemanfaatan sempaadn sungai merupakan
syarat yang diperlukan dalam melaksanakan aktivitas kegiatan pada daerah
sempadan sungai dengan dibatasi masa berlaku dan dapat diperbarui. Pengajuan
izin pemanfaatan sempadan sungai dapat ditolak oleh pihak yang berwenang
apabila pemohon tidak memenuhi ketentuan persyaratan. Terhadap izin
pemanfaatan sempadan sungai yang telah diterbitkan juga dapat dicabut oleh
pihak yang berwenang apabila dalam waktu selambat-lambatnya 6 (enam) bulan
setelah dikeluarkan izin, pemohon tidak memulai kegiatan usahanya, tidak
melaksanakan persyaratan yang ditetapkan dalam izin. Gambar berikut
memperlihatkan mekanisme pengajuan pemanfaatan sempadan sungai.
5

1
PEMOHON IZIN
PEMANFAATAN
SEMPADAN SUNGAI

Gubernur DIY
(Dinas
Kimpraswil)
2

Bidang/
UPTD/Instansi
Teknis Terkait

Pemeriksaan
Berkas
3

Rekomendasi

4
Peninjauan
Lapangan

Konsultasi
Publik

Keterangan
1 : Permohonan izin
pemanfaatn sempadan
sungai diajukan kepada
Dinas Kimpraswil,
2 : Pemeriksaan berkas oleh
Dinas Kimpraswil
3 : Dinas meminta
rekomkendasi kepada
Bidang/UPTD/, Instansi
Teknis terkait
4 : Peninjauan lapangan dan
konsultasi publik
5 : Proses penerbitan Izin
Pemanfaatn sempadan
sungai

Gambar 4 Mekanisme Pengajuan Izin Pemanfaatan Sempadan Sungai

KONSEP NASKAH AKADEMIS SEMPADAN SUNGAI

37

3.9

Pengawasan
Agar upaya penetapan garis sempadan sungai mampu berfungsi sebagai

perlindungan dan pelestarian sungai beserta ekosistemnya, serta melindungi


masyarakat dari daya rusak air serta penatagunaan daerah sempadan sungai dan
pengaturan pengelolaannya, diperlukan kegiatan pengawasan. Pengawasan atas
pengaturan sempadan sungai dilakukan oleh Instansi Teknis yang menangani
sungai yang bersangkutan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masingmasing. Laporan atas hasil pengawasan sebagaimana disampaikan kepada
Gubernur/Bupati/Walikota, untuk pengawasan pada wilayah sungai yang menjadi
kewenangan Pemerintah Daerah atau Badan Hukum tertentu.
Masyarakat dapat berperan dalam pengawasan dengan melaporkan
temuan pelanggaran kepada instansi teknis. Masyarakat wajib mentaati
ketentuan-ketentuan pemanfaatan daerah sempadan sungai daerah penguasaan
sungai serta ikut serta secara aktif dalam usaha pelestarian dan pengamanan baik
fungsi maupun fisik sungai.
Terhadap hasil temuan pengawasan dapat ditindaklanjuti dengan
pengusutan atas pelanggaran ketentuan didalam Peraturan ini dapat dilakukan
oleh Pihak Kepolisian, dalam hal belum terbentuk Penyidik Pegawai Negeri Sipil
(PPNS).
3.10

Sanksi
Pelanggaran terhadap ketentuan pemanfaatan sempadan sungai dapat

dikenakan sanksi berupa (1) sanksi pidana, (2) sanksi administrasi, dan (3) sanksi
sosial. Sanksi pidana sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 7
tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Undang-Undang No. 23 tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sanksi administrasi sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan. Sanksi sosial berdasarkan norma, adat dan
kebiasaan yang berlaku.

KONSEP NASKAH AKADEMIS SEMPADAN SUNGAI

38

BAB IV
PENUTUP
Konsep Naskah Akademis Sempadan Sungai ini merupakan hasil kajian
teknis yang telah dilakukan baik berdasar kajian pustaka maupun kajian
lapangan. Status Naskah Akademis ini adalah konsep yang disusun oleh tim
dengan bantuan Tenaga Ahli dan Nara Sumber, melalui kegiatan diskusi internal
dan Lokakarya. Selanjutnya Naskah Akademis ini berguna sebagai landasan
berpikir mengenai pengaturan penetapan sempadan sungai di wilayah Propinsi
DIY. Disamping itu Naskah Akademis ini juga hasil kajian ini dapat digunakan
sebagai acuan untuk menyusun ketentuan-ketentuan mengenai penetapan
sempadan sungai.
Agar dapat memberikan manfaat optimal, selanjutnya Konsep Naskah
Akademis Sempadan Sungai ini masih perlu difinalisasikan dan dipertajam
melalui berbagai forum antara lain (1) pembahasan dalam lingkungan
Departemen Kimpraswil, antar sektor teknis, dan Biro Hukum. (2) Kegiatan
lokakarya melibatkan stakeholder sumber daya air, dan (3) Konsultasi Publik di
beberapa daerah yang relevan.

KONSEP NASKAH AKADEMIS SEMPADAN SUNGAI

39

Anda mungkin juga menyukai