Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sungai adalah aliran air yang besar dan memanjang yang mengalir secara

terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Dalam perkembangannya,

sungai bukan hanya sebagai sumber mata air melainkan menjadi tumpuan

masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.. Selain sebagai sistem drainase,

sungai juga dapat digunakan sebagai sumber energi pembangkit listrik, sebagai

sarana transportasi, sebagai tempat pariwisata dan lain sebagainya. Bahkan jika

dikelola dengan baik dan benar, sungai dapat berfungsi sebagai pencegah banjir.

Banjir merupakan masalah umum terjadi ketika musim penghujan tiba.

Banjir disebabkan oleh luapan sungai yang melintasi kawasan. Sungai mengalami

sedimentasi yang cukup tinggi dan perubahan tata guna lahan di sepanjang aliran

menyebabkan surface runoff (limpasan permukaan) dan genangan air. Kapasitas

penampang sungai tidak dapat menampung kelebihan air saat musim penghujan

tiba..

Dalam 5 tahun terakhir kondisi iklim di Kota Ambon memiliki cuaca yang

ekstrim. Pada tahun 2012 dan 2013 Kota Ambon mengalami curah hujan yang sangat

tinggi. Oleh sebab itu, terjadi bencana alam seperti banjir dan tanah longsor yang

menimbulkan korban jiwa dan materi. Di Kota Ambon, seiring dengan peningkatan

pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi maka sejumlah kawasan dalam kota yang

tidak layak dibangun telah diokupasi untuk dijadikan permukiman, antara lain area

bantaran sungai yang rawan banjir. Hampir semua bantaran/sempadan sungai di


Kota Ambon telah dibangun hunian salah satunya Sungai Waitomu. Hal ini

menyebabkan hampir setiap tahun permukiman di area-area bantaran sungai

mengalami banjir dengan intensitas banjir yang tinggi

Peristiwa ini tentu sangat merugikan dan membahayakan warga yang tinggal

sempadan dengan Sungai Waitomu sendiri..Melihat kondisi ini maka perlu di buat

makalah mengenai Penanganan Pemukiman Rawan Banjir di Bantaran Sungai

Waitomu sehingga dapat di temukam solusi untuk mengatasi banjir masalah tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa dampak yang di timbulkan dengan adanya pemukiman di bantaran Sungai

Waitomu yang merupakan daerah rawan banjir?

2. Apa upaya yang di lakukan untuk penanggulangan banjir di daerah pemukiman

Banataran Sungai Waitomu?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui dampak yang di timbulkan dengan adanya pemukiman di bantaran

Sungai Waitomu yang merupakan daerah rawan banjir.

2. Untuk mengetahui upaya yang di lakukan untuk penanggulangan banjir di daerah

pemukiman Banataran Sungai Waitomu.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kawasan Bantaran Sungai

Sempadan sungai atau floodplain terdapat di antara ekosistem sungai dan ekosistem

daratan. Berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 32 Tahun 1990 tentang

Pengelolaan Kawasan Lindung, sempadan sungai didefinisikan sebagai kawasan sepanjang kiri

dan kanan sungai, termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer, yang mempunyai

manfaat penting untuk mempertahankan fungsi sungai. Daerah sempadan mencakup daerah

bantaran sungai yaitu bagian dari badan sungai yang hanya tergenang air pada musim hujan dan

daerah sempadan yang berada di luar bantaran yaitu daerah yang menampung luapan air sungai

di musim hujan dan memiliki kelembaban tanah yang lebih tinggi dibandingkan kelembaban

tanah pada ekosistem daratan. Banjir di sempadan sungai pada musim hujan adalah peristiwa

alamiah yang mempunyai fungsi ekologis penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan

dan kesuburan tanah. Bantaran ditentukan berdasarkan hubungan antara aliran banjir dan luas

profil alur bawah, biasanya 1,0 m-1,5 m diatas elevasi muka air rendah rata-rata.

Sedangkan menurut Peraturan Menteri P.U. No. 63/PRT/1993. yang disebut bantaran

sungai adalah lahan pada kedua sisi sepanjang palung sungai sampai dengan kaki tanggul

sebelah dalam. Menurut peraturan menteri P.U nomer 63 tahun 1993 pasal 6 mengenai garis

sempadan sungai bertanggul dikawasan perkotaan ditetapkan sekurang-kurangnya 3 meter

disebelah luar sepanjang kaki tanggul, sedangkan menurut pasal 8 mengenai penetapan Garis

Sempadan Sungai tak bertanggul di dalam kawasan perkotaan didasarkan pada kriteria sungai

yang mempunyai kedalaman 3m - 20m, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 15

meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan.


Aturan mengenai garis sempadan sungai juga diatur dalam Kepmen PU no. 380 tahun

2004. telah dibuat draft raperda RTRW yang akan mengatur jarak sempadan sungai.Data ini

nantinya akan digunakan untuk menentukan kriteria fisik bangunan, batas-batas yang dapat

dikembangkan dalam hunian serta batasan fisik lainnya agar tetap sesuai dengan kepentingan

pemeliharaan lingkungan daerah bantaran sungai.

2.1.1 Permukiman Bantaran Sungai

Permukiman bantaran sungai pada umumnya merupakan permukiman marjinal, karena

menempati lahan yang semestinya tidak untuk bangunan.Solusi mengenai permukiman liar di

daerah bantaran sungai adalah dengan penggusuran atau penghunian kembali penduduk lama ke

tempat baru (relokasi).

Konsep pelaksanaan Resettlement menurut World Bank Organisation harus memperhatikan:

a) Replacement cost

Masyarakat yang terkena proyek pemindahan lokasi (penggusuran) harus mendapatkan ganti

rugi atau kompensasi. Ganti rugi tersebut harus sebanding dengan kondisi tempat yang akan

ditinggal, khususnya dalam segi harga, harga lahan dan biaya pembangunan kembali tanpa

adanya unsur depresiasi.

b) Income Restoration

Program ini harus dirancang untuk membantu meningkatkan standar hidup dan pendapatan

masyarakat yang terkena imbas dari penggusuran, sehingga setelah program dilaksanakan

semua pihak telah tertangani dengan baik.

c) Squatters and Eucroachers

Adalah orang yang tinggal di lahan dan bangunan yang tidak memiliki ijin resmi dari

pemerintah. Squatters lebih kepada mereka yang menggunakan lahan untuk tempat tinggal atau

tujuan komersial, sedangkan Eucroachers adalah orang yang menggunakan lahan untuk tujuan
penelitian. Secara sosial, orang-orang ini tidak boleh diabaikan, berdasarkan Bank Resettlement

Police, mereka perlu dibantu dan tetap diberi kompensasi walaupun mereka tidak memiliki ijin

resmi.

d) Displacement

Program penggusuran dilakukan atas dasar yang jelas, akibat dari pentingnya program tersebut

dilaksanakan, contohnya sosial ekonomi, dan memang perlu untuk dipindahkan dan

meningkatkan taraf kehidupan.

e) Indigenous Peoples

Proyek resettlement harus dipersiapkan secara matang dan disesuaikan dengan kondisi sosial

budaya setempat.

f) Baselines Surveys

Persiapan dan pelaksanaan rencana settlement dilakukan dengan metode baselines surveys.

Yang terdiri atas dua tahap :

a. Sensus masyarakat yang akan dipindahkan beserta hak miliknya.

b. Survei kondisi sosial ekonomi

masyarakat yang akan dipindahkan. Ada dua teori besar perumahan dan permukiman

yang merupakan paradigma dalam menyelesaikan permasalahan perumahan dan

permukiman bagi masyarakat golongan berpenghasilan menengah kebawah, yakni :

a. .Masalah perumahan dan permukiman dapat diselesaikan hanya dengan keterlibatan

penuh pemerintah. Teori ini lebih menekankan masalah perumahan dan permukiman

sebagai masalah kekurangan jumlah rumah.

b. Masalah perumahan dan permukiman dapat diselesaikan hanya dengan memperbaiki

kondisi sosial ekonomi penghuninya. Teori ini menganggap penyediaan rumah bagi
masyarakat berpenghasilan menengah kebawah tidaklah dapat menyelesaikan masalah

perumahan tanpa dibarengi dengan perbaikan yang mendasar dari penghuni

permukiman.

2.1.2 Pola Hunian Masyarakat di Kawasan Bantaran Sungai

Menurut Tony karim (2010) Pada umumnya masyarakat memandang sungai

sebagai tempat buangan. Masyarakat menjadikan sungai sebagai tempat buangan

barang-barang yang tidak berguna, dll. Karena itulah maka rumah-rumah penduduk

pada umumnya letaknya membelakangi sungai.

2.1.3 Penataan Permukiman Bantaran Sungai

Dalam skripsi Chalsie Janny (2013), permukiman bantaran sungai pada

umumnya merupakan permukiman marjinal, karena menempati lahan yang semestinya

tidak untuk bangunan. Solusi mengenai permukiman liar di daerah bantaran sungai

adalah dengan penggusuran atau penghunian kembali penduduk lama ke tempat baru

(relokasi). Kriteria yang diperlukan dalam pembangunan rumah bagi masyarakat

berpenghasilan rendah adalah:

a. Lokasi tidak terlalu jauh dari tempat kerja

b. status kepemilikan lahan dan rumah jelas

c. bentuk dan kualitas cukup memenuhi fungsi dasar yang diperlukan penghuni

d. harga atau biaya pembangunan sesuai dengan tingkat pendapatan

Permukiman bantaran sungai pada umumnya merupakan permukiman marjinal,

karena menempati lahan yang semestinya tidak untuk bangunan. Solusi mengenai permukiman
liar di daerah bantaran sungai adalah dengan penggusuran atau penghunian kembali

penduduk lama ke tempat baru/relokasi (Chalsie Janny, 2013).


2.2 BANJIR

Banjir adalah luapan air sungai akibat ketidakmampuan sungai menampung air

(Seyhan, 1990). Selain itu banjir didefinisikan sebagai peristiwa di mana daratan yang biasanya

kering menjadi tergenang air yang disebabkan oleh tingginya curah hujan dan topografi wilayah

berupa dataran rendah hingga cekung ataupun kemampuan infiltrasi tanah rendah sehingga

tanah tidak mampu menyerap air. Berdasarkan hal tersebut maka disimpulkan bahwa faktor

utama penyebab banjir antara lain tingginya intensitas curah hujan dalam waktu yang lama serta

kondisi lahan (bentuk lahan dan sifat fisiknya). Selain kondisi lahan seperti penutup lahan,

topografi, dan geomorfologi, curah hujan juga merupakan salah satu unsur iklim yang utama

dalam menentukan terjadinya banjir di Indonesia. Dalam inventarisasi daerah rentan banjir,

faktor lahan maupun iklim/cuaca harus dilibatkan secara bersamaan. Dalam hal ini faktor lahan

berperan dalam menentukan daerah yang berpotensi banjir dan bersifat jangka panjang.

Beberapa karakteristik yang berkaitan dengan banjir, diantaranya : ƒ

 Banjir dapat datang secara tiba – tiba dengan intensitas besar namun dapat langsung

mengalir.

 Banjir datang secara perlahan namun dapat menjadi genangan yang lama (berhari - hari atau

bahkan berminggu – minggu) di daerah depresi. ƒ

 Banjir datang secara perlahan namun intensitas hujannya sedikit. ƒ

 Pola banjirnya musiman. ƒ

 Akibat yang ditimbulkan adalah terjadinya genangan, erosi dan sedimentasi. Sedangkan

akibat lainnya terisolasinya daerah pemukiman dan diperlukan evakuasi penduduk.


2.3 Penyebab Banjir

Sesungguhnya kejadian banjir adalah hasil interaksi manusia dan alam yang keduanya saling

memengaruhi dan dipengaruhi. Menunjuk faktor tunggal penyebab banjir dengan demikian menjadi

tidak bijaksana dan kemungkinan besar, bahkan akan dapat salah arah. Penyebabnya tidak hanya

melibatkan alam, tetapi juga manusia; juga lokal dan global. Dengan demikian penyebabnya bukan

hanya masalah teknis, tetapi juga nonteknis. Penyebab banjir antara lain :

 Saluran air yang tidak berfungsi dengan baik, karena banyak yang tersumbat, ditutup,

atau dicaplok menjadi lahan rumah sehingga aliran air menjadi tersumbat atau tidak

lancar

 Tanah yang mempunyai daya serapan air yang buruk.

 Kian meluasnya permukaan tanah yang tertutup / ditutup. Terjadi perubahan tata air

permukaan karena perubahan rona alam yang diakibatkan oleh pemukiman, industri

dan pertanian.

 Tingginya sedimentasi, yang menyebabkan sungai dan parit cepat mendangkal.

 Permukaan air tanah yang tinggi (daerah datar). Jumlah curah hujan melebihi

kemampuan tanah untuk menyerap air, sehingga air mengalir pada permukaan.

 Buruknya penanganan sampah kota serta tidak memadainya infrastruktur pengendali air

permukaan.

 Perubahan / instabilitas iklim yang disertai badai tropis. Penyimpangan iklim yang

disebut gejala El Nino dan La Nina, gejala ketidakteraturan dan ekstremitas cuaca.

Kenaikan suhu mejadikan gejala El Nino dan La Nina menjadi dominan, dan yang

mengacaukan iklim terutama di kawasan Pasifik;

 Gelombang besar / Tsunami akibat gempa bumi menyebabkan banjir pada daerah

pesisir pantai pada wilayah tertentu di tanah air.


 Telah tidak berfungsinya berbagai jenis kawasan lindung untuk menyerap air akibat

ulah manusia, karena besarnya peluang (opportunity sets) bagi perorangan / perusahaan

merusak sumber daya alam akibat berbagai fungsi lembaga-lembaga publik yang tidak

jalan sebagaimana mestinya.

2.2.1 Kajian Bahaya Banjir

Informasi kejadian banjir yang telah terjadi bermanfaat sebagai data historis

dan empiris yang dapat dipakai untuk menentukan tingkat kerawanan dan upaya

antisipasi banjir. Kajian tersebut diantaranya mencakup: (1) rekaman atau catatan

kejadian bencana yang telah terjadi memberikan indikasi awal akan datangnya banjir di

masa yang akan datang atau dikenal dengan banjir periodik (tahunan, lima tahunan,

sepuluh tahunan, lima puluh tahunan atau seratus tahunan), (2) pemetaan topografi yang

menunjukkan kontur ketinggian sekitar daerah aliran/sungai yang dilengkapi dengan

estimasi kemampuan kapasitas sistem hidrologi dan luas daerah tangkapan hujan

(catchment area) serta "plotting" berbagai luas genangan yang pernah terjadi dan (3)

data curah hujan sangat diperlukan untuk menghitung kemungkinan kelebihan beban

atau terlampauinya kapasitas penyaluran sistem pengaliran air baik sistem sungai

maupun sistem drainase (Anonim, 2007b).

2.2.2 Dampak Banjir

A. Dampak primer

Kerusakan fisik - Mampu merusak berbagai jenis struktur, termasuk jembatan,

mobil, bangunan, sistem selokan bawah tanah, jalan raya, dan kanal.
B. Dampak sekunder

• Persediaan air – Kontaminasi air. Air minum bersih mulai langka.

• Penyakit - Kondisi tidak higienis. Penyebaran penyakit bawaan air.

• Pertanian dan persediaan makanan - Kelangkaan hasil tani disebabkan oleh

kegagalan panen.[4] Namun, dataran rendah dekat sungai bergantung kepada

endapan sungai akibat banjir demi menambah mineral tanah setempat.

• Pepohonan' - Spesies yang tidak sanggup akan mati karena tidak bisa

bernapas.[5]

• Transportasi - Jalur transportasi hancur, sulit mengirimkan bantuan darurat

kepada orang-orang yang membutuhkan.

C. Dampak tersier/jangka panjang

Ekonomi - Kesulitan ekonomi karena penurunan jumlah wisatawan, biaya

pembangunan kembali, kelangkaan makanan yang mendorong kenaikan harga, dll

2.2.3 Parameter dan Komponen yang Terancam

Parameter atau tolok ukur ancaman/bahaya dapat ditentukan berdasarkan: (1) luas

genangan (km2, hektar), (2) kedalaman atau ketinggian air banjir (meter), (3) kecepatan aliran

(meter/detik, km/jam), (4) material yang dihanyutkan aliran banjir (batu, bongkahan, pohon, dan

benda keras lainnya), (5) tingkat kepekatan air atau tebal endapan lumpur (meter, centimeter),

dan (6) lamanya waktu genangan (jam, hari, bulan) (Anonim, 2007b, Koodoatie dan Syarif,

2008). Bencana banjir mengakibatkan kerugian berupa korban manusia dan harta benda, baik

milik perorangan maupun milik umum yang dapat mengganggu dan bahkan melumpuhkan

kegiatan sosial-ekonomi penduduk. Uraian rinci tentang korban manusia dan kerusakan pada
harta benda dan prasarana umum diuraikan sebagai berikut: (1) manusia: penduduk yang

meninggal dunia, hilang, luka-luka dan mengungsi, (2) prasarana Umum: transportasi yang

tergenang dan rusak, fasilitas sosial yang tergenang, rusak dan hanyut, fasilitas pemerintahan,

industri-jasa, dan fasilitas strategis lainnya, (3) prasarana pertanian dan perikanan: sawah

beririgasi dan sawah tadah hujan yang tergenang dan puso (penurunan atau kehilangan

produksi), tambak, perkebunan, ladang, gudang pangan dan peralatan pertanian dan perikanan

yang tergenang (tergenang lebih dari tiga hari dikategorikan rusak) dan rusak (terjadi penurunan

atau kehilangan produksi) karena banjir, (4) prasarana pengairan: bendungan, bendung, tanggul,

jaringan irigasi, jaringan drainase, pintu air, stasiun pompa, dan sebagainya, (5) harta benda

perorangan: rumah tinggal yang tergenang, rusak dan hanyut, harta benda (aset) diantaranya

modal-barang produksi dan perdagangan, mobil, perabotan rumah tangga, dan lainnya yang

tergenang, rusak dan hilang, dan (6) sarana pertanian-peternakan-perikanan: peternakan unggas,

peternak hewan berkaki empat, dan ternaknya yang mati dan hilang. Perahu, dermaga dan

sarana perikanan yang rusak dan hilang.


BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Bencana banjir Tahun 2012-2013

Bencana banjir tahun 2012 dan 2013 merupakan banjir terbesar yang terjadi selama

10 tahun terakhir di Kota Ambon, bencana tersebut merusak banyak rumah warga yang tinggal di

bantaran sungai bahkan merenggut Korban Jiwa, Banjir tersebut termasuk kategori banjir Bandang .

Banjir terjadi di akibatkan sungai waitomu tidak lagi mampu menampung debit air yang telah

melebihi kapasitas tampungan. Peristiwa ini sendiri terjadi karenan ada beberapa alasan salah

satunya pembangunan bangunan liar di sepanjang bantaran sungai waitomu. Hal ini merupakan

penyimpangan tata guna lahan yang mempersempit daya resapaan air.

Tingginya intensitas hujan dan Durasi hujan yang sangat lama juga merupakan salah

satu factor yang mengakibatkan meningkatnya debit air pada sungai-sungai yang berada di Kota

Ambon salah satunya sungai Waitomu, dan pada saat itu terjadi bertepatan dengan terjadinya air

pasang di laut sehingga air dalam jumlah yang tinggi bertemu dengan air pasang sehingga meluap

sungai.

Sungai waitomu sendiri, merupakan Sungai yang melintasi dalam kota, Hilirnya berada

di pantai mardika, dan Hulunya di Kopertis Air kaki setan.

Kondisi kecepatan arus dan volume air yang cukup tinggi mengakibatkan talut yang

berada tepat di samping rumah saya di sepantaran pada kali waitomu hancur dikarenakan tidak

mampu menahan derasnya air. Kekuatan air tersebut mampu menghanyutkan rumah. Kondisi talut

pada saat itu masih dalam kondisi yang sangat baik belum terjadi kerusakan apapun akan tetapi

dikarenakan besarnya tekanan air melewati batas kuat tekan dari talut tersebut sehingga

membuatnya jebol.Ketinggian air waktu itu mencapai 4-8 meter. Merendam seluruh rumah yang
ada di bantaran Sungai sampai batas Plafond rumah. Banjir juga membawa batang pohon, kayu

besar, sampah yang begitu banyak.

Kondisi Banjir 2013

( Bagian Depan Rumah saya, di bantaran Sungai Waitomu)

( Rumah saya, Tampak Samping yang langsung berbatasan dengan Talut)


(Kondisi dalam rumah saya, rumah saya merupakan rumah yang sedikit lebih tinngi daripada

rumah yang ada di sekitar lingkungan kami.)

( Seberang Sungai, Kelurahan Batu Meja)


( Upaya Penyelamatan Diri, Naik ke Atap Rumah)

3.2 Kondisi Bantaran Sungai

Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa kawasan ini setiap tahun selalu terkena dampak banjir. Hal

ini disebabkan oleh beberapa hal:


1.
bahwa ada sebagian lokasi permukiman berada di bawah level permukaan air sungai

dan hanya dibatasi oleh tanggul. Hal ini disebabkan beberapa tahun terakhir terjadi

peningkatan ketinggian permukaan sungai yang akibatnya jika intensitas air hujan

cukup tinggi dan luapan air melampaui tanggul maka langsung terjadi banjir pada

daerah iniBerdasarkanpengalaman, setiap musim penghujan kami warga Skip selalu

waspada dan siap sedia untuk mengungsi karena bisa terjadi banjir kapan saja, yang

dapat mengancam keselamatan jiwa warga.


2.
Kondisi sungai tidak cukup baik dengan lebar 5-8 meter dan tingkat kedalaman sungai

berkisar 50cm – 100cm . Pada sejumlah titik, aliran sungai terhambat karena tumpukan

sampah dan pembangunan sejumlah hunian serta peternakan pada badan sungai.
3.
Jarak sempadan sungai tidak memenuhi standar/sangat minim yakni 0-2 meter, dimana

hampir sepanjang badan sungai langsung berbatasan dengan dinding bangunan hunian.

Sebagian area sempadan menjadi tempat, teras rumah, tempat parkir motor,

kakus/MCK, tempat buang sampah dan lain-lain. Hal ini menyebabkan area sempadan

sebagai pengaman sungai dan pelindung kawasan permukiman tidak ada lagi.

4. Kondisi Sungai sangat Kotor. banyak sedimentasi, di tumbuhi rumput atau

pohonyag baru bertumbuh.

5. Drainase yang tidak layak, karena banyak sampah dan sedimentasi serta ukuran

drainase yang tidak laayak untuk sebuah pemukiman padat penduduk.

(Kondisi Pemukiman di Banataran Sungai Waitomu)

3.3.AKIBATBANJIR

Akibat dari banjir yang terjadi di Kota ambon tahun 2012- 2013 sangtalah merugikan

hampir seluruh warga Kota Ambon, terkhususnya Kami yang tinggal di bantaran sungai.

Mengingat semua sungai meluap, air melimpas keluar darai batasnya. Ketinggian air di

pemukkiman warga yang tinggal di bantaran sungai mencapai 4-8meter.arusnya begitu deras di

luar rumah mampu menghancurkan talut dan tembok kamar mandi di rumah saya .upaya

penyelematan di lakukan oleh BNPB dengan mendatangkan beberapa perahu karet guna
mengevakuasi warga yang terjebak di dalamrumah namun terkendala akses jalan karena lorong

yang sempit dan arus yang kuat.. Kerugian yang dialami tentulah sangat banyak. Dari material

hinnga non material. Metrial berupa harta benda yang hanyut terbawa oleh air, barang-barang

elektronik yang terendam banjir, rumah yang rusak, serta adapula kebakaran yang terjadi di

Skip atas akibat arus pendek yang menyebakan kebakaran di beberapa rumah karena rumah di

sekiatar bantaran sungai sangat padat. Jarak antara tiap rumah ahanya 1-2 meter dan non

material berupa trauma yang di alami beberapa warga apalagi Lansia yang harus di selamatkan

melalui genteng rumah atau di tarik pakai tali yang biasa di pakai untuk menambatkan kapal.

Didaerah skip sendiri merupakan pemukiman yang padat oleh pendatang dari luar Kota Ambon

seperti dari Pulau Saparua, Seram.ada beberapa oknum yang melihat peluang untuk berbisnis

maka di buatlah Kos-kosan untuk para pendatang dengan harga murah di bantran

sungai.Ditemukan beberapa kos-kosan yang di bangun tepat di atas tallit yang artinya dinding

rumah mereka merupakan talit,Akibatnya ketika banjir datang, kos-kosan tersebut dinding

rumahnya yang merupakan talut jebol. Banjir juga sangat merugikan dan merupakan akibat dari

penggunaan tata guna lahan yang merupakan daerah resapan air.Penggunaan daerah resapan air

ini mebebuat air surut begitu lama. Ketika air surutpun meninggalkan sedimentasi yang sangat

tinggi di Sungai dan di pemukiman. Akibat dari banjir harus siap di terima oleh semua warga

yang pemukimannya berada di bantaran sungai karena ini merupakan kejadian yang hampir

selalu terjadi ketika musim penghujan tiba.

3.4 Cara Penanggulangan Banjir

Ketika banjir datang, selalu terjadi saling menuding tentang siapa yang salah. Di lain

pihak, para ahli cendekia lalu sibuk mengeluarkan pendapat tentang apa dan mengapa terjadi

banjir. Ketika banjir surut, perhatian akan banjir ikut surut pula. Kemudian ribut-ribut lagi
ketika musim berganti dan banjir datang berulang. Menurut saya ada beberapa cara

penanggualngan banjir :

1. memindahkan warga dari daerah rawan banjir. Cara ini cukup mahal dan belum tentu

warga bersedia pindah, walau setiap tahun rumahnya terendam banjir.

2. memindahkan banjir keluar dari warga. Cara ini sangat mahal, tetapi sedang populer

dilakukan para insinyur banjir, yaitu normalisasi sungai, mengeruk endapan lumpur,

menyodet-nyodet sungai. Faktanya banjir masih terus akrab melanda permukiman

warga.

3. hidup akrab bersama banjir. Cara ini paling murah dan kehidupan sehari-hari warga

menjadi aman walau banjir datang, yaitu dengan membangun rumah-rumah panggung

setinggi di atas muka air banjir.

Namun Secara normatif, ada dua metode penanggulangan banjir. Pertama, metode

struktur yaitu dengan konstruksi teknik sipil, antara lain membangun waduk di hulu, kolam

penampungan banjir di hilir, tanggul banjir sepanjang tepi sungai, sodetan, pengerukan dan

pelebaran alur sungai, sistem polder, serta pemangkasan penghalang aliran.melaksanakan

penanggulangan banjir secara hibrida, dengan melaksanakan gabungan metode struktur dan

nonstruktur secara simultan. Bahkan, telah dibuat dalam perencanaan jangka pendek, jangka

menengah, dan jangka panjang. Namun, dalam implementasinya, penanggulangan banjir yang

dilakukan pemerintah masih sangat sektoral, alokasi anggaran antarsektor tidak seimbang.

Anggaran penanggulangan banjir metode struktur alias konstruksi teknik sipil lebih besar

dibandingkan dengan anggaran metode nonstruktur yang lebih berbasis masyarakat.

Padahal, penanggulangan banjir dengan metode nonstruktur berbasis masyarakat tidak kalah

pentingnya.
1. manajemen di hilir di daerah rawan banjir, antara lain pembuatan peta banjir,

membangun sistem peringatan dini bencana banjir, sosialisasi sistem evakuasi banjir,

kelembagaan penanganan banjir, rekonstruksi rumah akrab banjir, peningkatan

kapasitas dan partisipasi masyarakat dalam penanggulangan banjir, serta kemungkinan

asuransi bencana banjir.

2. manajemen di hulu daerah aliran sungai, antara lain pengedalian erosi, pengendalian

perizinan pemanfaatan lahan, tidak membuang sampah dan limbah ke sungai,

kelembagaan konservasi, pengamanan kawasan lindung, peningkatan kapasitas dan

partisipasi masyarakat dalam kegiatan konservasi.

3. Perbaikan sistem DAS, meningkatkan jumlah dan kualitas vegetasi penutup tanah

maupun daya tampung jaringan hidrologi DAS. Caranya antara lain dengan menanami

kembali kawasan DAS dengan tanaman yang akarnya mampu meretensi air dan

melakukan perbaikan bila terdapat penyempitan saluran air atau jaringan hidrologi.

Tindakan dalam pengelolaan DAS meliputi bidang-bidang biofisik, pemberdayaan

masyarakat, dan kelembagaan. Dalam perencanaan pengendalian banjir, pemecahannya

perlu ditinjau dari sudut pandang kawasan DAS, tidak dapat per daerah administratif

yang ada dalam satu kawasan. Pembicaraan harus dilakukan bersama antara pemerintah

propinsi, kota/ kabupaten (dinas terkait);

4. Tidak membuang sampah ke sungai. Sampah yang dibuang secara sembarangan ke kali

akan menyebabkan aliran air menjadi mampet. Selain itu sampah juga menyebabkan

sungai cepat dangkal dan akhirnya memicu terjadinya banjir di musim penghujan.

Sampah juga membuat sungai tampak kotor, tidak terawat, terkontaminasi, dan lain

sebagainya.
5. Mengurangi tingginya sedimentasi pada saluran drainase agar tidak mengganggu aliran

air.

3.4.1 Rincian Cara Menanggulangi Banjir

1. Memfungsikan sungai dan drainase sebagaimana mestinya. Karena sungai dan

selokan merupakan tempat aliran air, jangan sampai fungsinya berubah

menjadi tempat sampah.

2. Larangan membuat rumah di dekat sungai apalagi di sungai waitomu yang

merupakan pusat Kota yang menjadi daya tarik para pendatang . Biasanya,

yang mendirikan rumah di dekat sungai adalah para pendatang yang datang ke

kota besar hanya dengan modal nekat. Akibatnya, keberadaan mereka

bukannya membantu peningkatan perekonomian, akan tetapi malah sebaliknya

merusak lingkungan. Itu sebabnya pemerintah harus tegas, melarang membuat

rumah di dekat sungai dan melarang orang-orang tanpa tujuan tidak jelas

datang ke kota dalam jangka waktu lama atau untuk menetap.

3. Menanam pohon dan pohon-pohon yang tersisa tidak ditebangi lagi. Karena

pohon adalah salah satu penopang kehidupan di suatu kota. Banyangkan, bila

sebuah kota tidak memiliki pohon sama sekali. Apa yang akan terjadi? Pohon

selain sebagai penetralisasi pencemaran udara di siang hari, sebagai pengikat

air di saat hujan melalui akar-akarnya. Bila sudah tidak ada lagi pohon, bisa

dibayangkan apa yang akan terjadi bila hujan tiba


3.5 Solusi Penanganan banjir untuk daerah pemukiman bantaran sungai

Waetomu yang sederhana dan ekonomis

Salah satu cara terbaru dengan biaya cukup murah untuk mengatasi banjir ini

adalah dengan mebuat lubang resapan biopori didalam tanah. Biopori sendiri

merupakan pori-pori berbentuk lubang (terowongan ) yang terbentuk oleh aktivitas

organisme tanah dan pengakaran tanaman. Aktivitas merekalah yang akan menciptakan

rongga-rongga atau liang-liang di dalam tanah, dimana rongga-rongga tersebut akan

terisi udara yang menjadi saluran air untuk meresap ke dalam tanah.

Bila lubang-lubang seperti ini dibuat dalam jumlah yang banyak, maka

kemampuan dari sebidang tanah untuk meresapkan air akan meningkat. Meningkatnya

kemampuan tanah dalam meresapkan air akan memperkecil peluang terjadinya aliran

air di permukaan tanah. Dengan kata lain akan mengurangi banjir yang mungkin akan

terjadi. Karena air dapat diserap langsung ke dalam tanah.


Peningkatan jumlah biopori tersebut dapat dilakukan dengan membuat lubang vertikal

kedalam tanah. Lubang-lubang tersebut selanjutnya diisi bahan organik, seperti sampah-

sampah organik rumah tangga, potongan rumput dan vegetasi lainnya.

Bahan organik ini melalui proses pengomposan, menjadi sumber energi bagi

organisme di dalam tanah. Dengan adanya bahan organik yang cukup, aktivitas mereka

didalam tanah akan meningkat. Dengan meningkatnya aktivitas organisme dalam tanah

maka akan semakin banyak rongga-rongga biopori yang terbentuk.

Cara ini boleh dibilang murah dan mudah dibuat dibandingkan dengan

membuat sumur resapan yang memerlukan lahan luas dan biaya bahan yang cukup

besar. Lubang biopori bisa dibuat dimana saja seperti gedung perkantoran, taman dan

kebun, pelataran parkir, halaman rumah terutama disekitar rumah yang berlahan sempit

sekalipun, dan juga bisa dibuat di dasar parit. Dengan alat yang sederhana, pembuatan

lubang biopori ini dapat dilakukan oleh ibu-ibu rumah tangga juga.

Metode Biopori ditemukan oleh Ir. Kamir Raziudin Brata MSc, peneliti dan dosen

Department Limu Tanah dan Sumber Daya Alam IPB tahun 1976. Sebelum

disosialisasikan ke masyarakat, ia sudah memakainya selama 20 tahun lebih di

lingkungan rumahnya.

Cara mebuat lubang resapan biopori.

Buat lubang berbentuk silinder secara vertikal ke dalam tanah dengan diameter

10 cm dan dengan kedalaman lubang 80-100cm. Lubang resapan ini bisa dibuat halam

rumah, didasar saluran air (got), batas antara tanam dan teras, atau pada tanah lapang
berumput, dimana ada genangan dan aliran air hujanAgar pinggiran lubang tidak cepat

rusak, bibir lubang diperkuat dengan adonan semen selebar 2-3 cm dengan tinggi 10

cm, disekeliling mulut lubang agar tidak cepat rusak terkikis. Atau memasang pipa

paralon diamerter 12 cm di bagian atasnya.

Masukan sampah organik yang berasal dari sampah dapur, sisa-sisa tanaman,

daun yang terjatuh mengering, potongan rumput dan sampah vegatasi lainnya kedalam

lubang tersebut. Sampah organik ini memancing binatang-binatang kecil seperti cacing

atau rayap masuk kedalam lubang dan membuat rongga biopori sebagai saluran-saluran

kecil.

Sampah dalam lubang akan menjadi sumber energi bagi organisme tanah untuk

melakukan kegiatannya melalui proses pengomposan. Sampah yang telah terurai oleh

microba ini dikenal sebagai kompos yang dapat dipergunakan sebagai pupuk
organik. Melalui proses seperti itu maka lubang resapan biopori selain berfungsi

sebagai bidang peresap air juga sekaligus berfungsi sebagai alat pembuat kompos.

Tambahkan sampah organik kedalam lubang karena sampah lambat laun akan

menyusut. Setelah lubang dirasakan sudah penuh, kompos bisa diambil untuk dijadikan

pupuk tanaman. Kompos dapat dipanen pada setiap periode tertentu dan dimanfaatkan

sebagai pupuk organik pada berbagai jenis tanaman, seperti tanaman hias, sayuran,

buah-buahan dan jenis tanaman lainnya.


BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Bencana banjir ini sangatlah rawan dan banyak terjadi di berbagai daerah di negeri kita,

misalnya di Kota Ambon terkhususnya daerah yang dekat sungai seperti daerah Skip yang di

aliri sungai Waitomu.Sebenarnya penyebab utama dari banjir itu adalah akibat dari perbuatan

manusia sendiri, misalnya saja adanya pembangunan pemukiman di sekitara bantaran sungai

yang menyebakan kecilnya daerah resapan air, kemudian adanya pembuangan sampah

sembarangan sehingga mengakibatkan aliran air tersumbat, maka terjadilah banjir.

Cara yang paling efektif untuk mencegah banjir adalah dengan adanya sikap atau

perilaku menjaga lingkungan hidup kita

4.2 SARAN

Di butuhkan tindakan tegas dan upaya peran Pemerintah untuk tidak lagi mengijinkan

pembanguna di sekitar bantaran sungai waitomu Skip karena sudah sangat padat penduduk.

Serta .Lingkungan ini adalah lingkungan kita yang penting untuk dijaga kebersihan dan

kelestariannya untuk meningkatkan kualitas hidup kita. Jaga kebersihan dan kelestarian

lingkungan juga merupakan kewajiban bagi kita agar terhindar dari bencana banjir.
DOKUMENTASI

( Jalan masuk Skip 2013)

( Di dpan rumah )
( banjir yang merendam Rumah kos yang dalam proses pembangunan)

( Aliran Sungai Waitomu yang sngat deras)


(Pengerukan Sungai Pasca bencana Banjir)

( Pengerukan)

Anda mungkin juga menyukai