Anda di halaman 1dari 6

1.

Isolasi etil p-metoksi sinamat

Etil p-metoksisinamat (EPMS) adalah salah satu senyawa hasil isolasi rimpang kencur
(Kaempferia galanga L.) yang merupakan bahan dasar senyawa tabir surya yaitu pelindung kulit
dari sengatan sinar matahari. EPMS termasuk dalam golongan senyawa ester yang mengandung
cincin benzena dan gugus metoksi yang bersifat nonpolar dan juga gugus karbonil yang mengikat
etil yang bersifat sedikit polar sehingga dalam ekstraksinya dapat menggunakan pelarut-pelarut
yang mempunyai variasi kepolaran yaitu etanol, etil asetat, metanol, air, dan heksana.
Kelarutan suatu zat padat dan zat cair pada suatu pelarut akan meningkat seiring dengan
kenaikan suhu bila proses pelarutannya adalah endoterm, sedangkan untuk proses pelarutan
yang bersifat eksoterm pemanasan justru menurunkan harga kelarutan zat. Fenomena yang
kedua ini jarang dijumpai di alam yang umum adalah proses pelarutan yang bersifat endoterm
yaitu memerlukan kalor. Beberapa zat dalam larutan akan rusak atau terurai dam menguap
dengan pemanasan sehingga suhu ekstraksi harus diperhatikan agar senyawa yang diharapkan
tidak rusak. Oleh karena itu ekstraksi etil p-metoksi sinamat dari kencur tidak boleh
menggunakan suhu yang lebih dari titik lelehnya yaitu 48 50C.
Pada percobaan, setelah filtrat diperoleh dilakukan pemekatan sampai volume larutan kira kira
setengahnya, yang bertujuan untuk mempermudah dan mempercepat terbentuknya kristal. Akan
tetapi, kristal tidak diperoleh pada proses ini. Hal ini mungkin terjadi adanya beberapa
kesalahan yang terjadi pada saat proses pelakasanaan praktikum. Hal pertama yang
menyebabkan tidak terbentuknya kristal adalah terlalu panasnya penangas air yang digunakan
sehingga akan merusak senyawa yang akan terbentuk (etil p-metoksi sinamat). Selain itu, proses
pemekatan yang kurang lama ataupun kurang pekat sehingga akan lebi membutuhkan waktu
yang lebih lama, sedangkan waktu yang ada sangat terbatas. Jadi, karena proses isolasi tidak
menghasilkan kristal, maka titik lelehnya pun tidak dapat ditentukan.
1.

Hidrolisis etil p-metoksisinamat

Salah satu reaksi yang mudah dilakukan terhadap etil p-metoksi sinamat adalah
menghidrolisisnya, yang akan menghasilkan asam p-metoksisinamat. NaOH yang ditambahkan
pada hidrolisis etil p-metoksi sinamat, akan terurai menjadi Na + dan OH-. Ion OH- ini akan
menyerang gugus C karbonil yang bermuatan positif yang menyebabkan kelebihan elektron. Hal
ini akan menyebabkan pemutusan ikatan rangkap antara atom O dan atom C sehingga atom O
akan bermuatan negatif. Namun, atom O akan membentuk ikatan rangkap lagi dengan atom C,
sehingga atom C akan menstabilkan diri dengan melepaskan -OC 2H5. Hal ini akan menyebabkan
terbentuknya asam p-metoksisinamat
Pembuatan asam sinamat
Asam sinamat dapat disintesis dari pencampuran dari benzaldehid, asam malonat, piridin dan
piperidin yang dipanaskan dalam penangas air. Selama pemanasan ini, karbondioksida akan
dibebaskan. Secara kasarnya, reaksi yang terjadi adalah
benzaldehid + asam malonat + piridin + piperidin >asam sinamat
Pemeriksaan KLT

Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan salah satu metode yang digunakan untuk memisahkan
komponen komponen atas dasar perbedaan migrasi dan distribusi senyawa atau ion ion
dalam fasa yang berbeda. KLT biasanya menggunakan lempeng gelas atau lapisan tipis alumina,
silika gel, atau bahan serbuk lainnya. Kromatografi lapis tipis pada umumnya dijadikan metode
pilihan pertama pada pemisahan dengan kromatografi karena prosesnya yang mudah dan cepat.
Biasanya pelat KLT menggunakan bahan indicator fluoresens yang dapat memancarkan warna
biru keunguan di bawah lampu UV pada panjang gelombang 254 nm. Senyawa yang akan diuji
dan ditotolkan pada pelat KLT, yang menyerap sinar UV pada panjang gelombang tersebut akan
memberikan penampakan noda di bawah lampu UV. Cara lain untuk melihat penampakan noda
adalah memasukkan pelat KLT ke dalam wadah yang berisi iod padat yang akan menyublim dan
mengabsorbsi molekul organik pada fasa gas, sehingga akan terbentuk noda keclokatan.
Selain berfungsi sebagai analisis kualitatif, KLT juga menyediakan gambaran kuantitatif
kromatografik yang disebut nilai Rf. Nilai Rf adalah retardation factor atau nilai ratio-tofront yang diekspresikan sebagai fraksi desimal.

VANILIN

Timotius, K.H, 1982, Mikrobiologi Dasar; Salatiga, Universitas Kristen


Satya Wacana
Kromatografi lapis tipis adalah pemisahan zat berdasarkan kepolarannya, prinsipnya ada dua yakni partisi dan
absorbsi. Bila fase diam berupa zat padat yang aktif, maka dikenal istilah kromatografi penyerapan (adsorption
chromatography). Bila fase diam berupa zat cair, maka teknik ini disebut kromatografi pembagian (partition
chromatography). Metodenya ada dua fase gerak ( pelarutnya ) dan fase diam ( sampelnya ).
Pelarut atau fase gerak :
Methil asetat : heksan : methanol = 1 : 1 : 1
Methil asetat sifatnya semi polar
Heksan sifatnya non polar
Methanol sifatnya polar
Kromatografi lapis tipis juga bisa dilakukan pada sudstansi yang tidak berwarna :
a. Menggunakan pendarflour
fase diam pada sebuah lempengan lapis tipis memiliki substansi yang ditambahkan kedalamnya, supaya
menghasilkan pendarflour ketika diberikan sinar ultraviolet ( UV ). Itu berarti jika menyinarkannya dengan sinar
UV akan berpendar. Pendaran ini ditutupi pada posisi dimana bercak pada kromatogram berada, meskipun
bercak-bercak ini tidak tampak berwarna jika dilihat dengan mata. Itu berarti bahwa penyinaran sinar UV pada
lempengan akan timbul pendaran dari posisi yang berbeda dengan posisi bercak-bercak. Bercak tampak seperti
bidang kecil yang gelap.
Sementara UV tetap disinarkan pada lempengan, dan tandai posisi-posisi dari bercak-bercak dengan
menggunakan pinsil dan melingkari daerah bercak-bercak itu. Seketika anda mematikan sinar UV, bercak-bercak
tersebut tidak tampak kembali.
b. Menggunakan bercak secara kimia
Untuk membuat bercak-bercak menjadi tampak dengan jalan mereaksikannya dengan zat kimia sehingga
menghasilkan produk yang berwarna. Sebuah contoh yang baik adalah kromatogram yang dihasilkan dari
campuran asam amino. Kromatogram dapat dikeringkan dan disemprotkan dengan larutan ninhidrin. Ninhidrin
bereaksi dengan asam amino menghasilkan senyawa - senyawa berwarna, umumnya coklat atau ungu.
Dalam metode lain, kromatogram dikeringkan kembali dan kemudian ditempatkan pada wadah bertutup (seperti

gelas kimia dengan tutupan gelas arloji) bersama dengan kristal iodium. Uap iodium dalam wadah dapat
berekasi dengan bercak pada kromatogram, atau dapat dilekatkan lebih dekat pada bercak daripada lempengan.
Substansi yang dianalisis tampak sebagai bercak-bercak kecoklatan. (Anggraeni, 2009)
Munson, James,W., 1991, ANALISIS FARMASI, Airlangga University Press, Surabaya

Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan


distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara dua fase, yaitu
fase diam (padat atau cair) dan fase gerak (cair atau gas).
Kromatografi juga merupakan pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa
murninya dan mengetahui kuantitasnya. Untuk itu, kemurnian bahan atau
komposisi campuran dengan kandungan yang berbeda dapat dianalisis dengan
benar. Tidak hanya kontrol kualitas, analisis bahan makanan dan lingkungan,
tetapi juga kontrol dan optimasi reaksi kimia dan proses berdasarkan penentuan
analitik dari kuantitas material. Teknologi yang penting untuk analisis dan
pemisahan preparatif pada campuran bahan adalah prinsip dasar kromatografi.
Pemisahan senyawa biasanya menggunakan beberapa tekhnik kromatografi.
Pemilihan teknik kromatografi sebagian besar bergantung pada sifat kelarutan
senyawa
yang
akan
dipisahkan.
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran senyawa
menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya yang menggunakan.
Kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan sangat
sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya. KLT dapat digunakan untuk
memisahkan senyawa senyawa yang sifatnya hidrofobik seperti lipida lipida
dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT juga
dapat berguna untuk mencari eluen untuk kromatografi kolom, analisis fraksi
yang diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara
kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala kecil.
Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatifdari suatu
sampel
yang
ingin
dideteksi
dengan
memisahkan
komponenkomponen sampel berdasarkan perbedaan kepolaran Kromatografi Lapis Tipis

Prinsip
Prinsip kerjanya memisahkan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang
digunakan. Teknik ini biasanya menggunakan fase diam dari bentukplat silika dan fase geraknya disesuaikan
dengan jenis sampel yang ingin dipisahkan. Larutan atau campuran larutan yang digunakan
dinamakan eluen Semakin dekat kepolaran antara sampel dengan eluen maka sampel akan semakin terbawa
oleh fase gerak tersebut

Visualisasi

Proses berikutnya dari kromatografi lapis tipis adalah tahap visualisasi. Tahapan ini sangat penting karena
diperlukan suatu keterampilan dalam memilih metode yang tepatkarena harus disesuaikan dengan jenis
sampel yang sedang di uji. Salah satu yang dipakai adalah penyemprotan dengan larutan ninhidrin. Ninhidrin
(2,2-Dihydroxyindane-1,3-dione) adalah suatu larutan yang akan digunakan untuk mendeteksi
adanya gugus amina. Apabila pada sampel terdapat gugus amina maka ninhidrin akan bereaksi menjadi
berwarna ungu. Biasanya padatan ninhidirn ini dilarutkan dalam larutan butanol.

Nilai Rf
Jarak antara jalannya pelarut bersifat relatif. Oleh karena itu, diperlukan suatu perhitungan tertentu
untuk memastikan spot yang terbentuk memiliki jarak yang sama walaupun ukuran jarak plat nya berbeda.
Nilai perhitungan tersebut adalah nilai Rf, nilai ini digunakan sebagai nilai perbandingan relatif antar sampel.
Nilai Rf juga menyatakan derajat retensi suatu komponen dalam fase diam sehingga nilai Rf sering juga
disebut faktor retensi.]Nilai Rf dapat dihitung dengan rumus berikut :
Rf = Jarak yang ditempuh substansi/Jarak yang ditempuh oleh pelarut
Semakin besar nilai Rf dari sampel maka semakin besar pula jarak bergeraknya senyawa tersebut
pada plat kromatografi lapis tipis. Saat membandingkan dua sampel yang berbeda di bawah kondisi
kromatografi yang sama, nilai Rf akan besar bila senyawa tersebut kurang polar dan berinteraksi
dengan adsorbent polar dari plat kromatografi lapis tipis.
Nilai Rf dapat dijadikan bukti dalam mengidentifikasikan senyawa. Bila identifikasi nilai Rf memiliki nilai
yang sama maka senyawa tersebut dapat dikatakan memiliki karakteristikyang sama atau mirip. Sedangkan,
bila nilai Rfnya berbeda, senyawa tersebut dapat dikatakan merupakan senyawa yang berbeda.

Kromatografi digunakan untuk memisahkan substansi campuran menjadi


komponen-komponennya. Seluruh bentuk kromatografi berkerja berdasarkan
prinsip ini.Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran berdasarkan
perbedaan kecepatanperambatan komponen dalam medium tertentu. Pada
kromatografi, komponen-komponennya akan dipisahkan antara dua buah fase
yaitu fase diam dan fase gerak.Fase diam akan menahan komponen campuran
sedangkan fase gerak akanmelarutkan zat komponen campuran. Komponen yang
mudah tertahan pada fasediam akan tertinggal. Sedangkan komponen yang mudah
larut dalam fase gerak akanbergerak lebih cepat. Semua kromatografi memiliki
fase diam (dapat berupa padatan,atau kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak
(berupa cairan atau gas). Fase gerakmengalir melalui fase diam dan membawa
komponen-komponen yang terdapat dalamcampuran. Komponen-komponen yang
berbeda bergerak pada laju yang berbeda Proseskromatografi juga digunakan
dalam metode pemisahan komponen gula dari komponennon gula dan abu dalam
tetes menjadi fraksi-fraksi terpisah yang diakibatkanolehperbedaan adsorpsi,
difusi dan eksklusi komponen gula dan non gula tersebut terhadap adsorbent dan
eluent yang digunakan.
Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis silika atau
aluminayang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik yang
keras. Jel silika(atau alumina) merupakan fase diam. Fase diam untuk
kromatografi lapis tipisseringkali juga mengandung substansi yang mana dapat
berpendar flour dalam sinarultra violet.Fase gerak merupakan pelarut atau
campuran pelarut yang sesuai. Fase diamlainnya yang biasa digunakan adalah

alumina-aluminium oksida. Atom aluminium padapermukaan juga memiliki gugus


-OH. Apa yang kita sebutkan tentang jel silikakemudian digunakan serupa untuk
alumina.
Dalam kromatografi, eluent adalah fasa gerak yang berperan penting pada
proses elusibagi larutan umpan (feed) untuk melewati fasa diam (adsorbent).
Interaksi antaraadsorbent dengan eluent sangat menentukan terjadinya
pemisahan komponen. Olehsebab itu pemisahan komponen gula dalam tetes
secara kromatografi dipengaruhi oleh lajualir eluent dan jumlah umpan. Eluent
dapat digolongkan menurut ukuran kekuatanteradsorpsinya
pelarut atau campuran pelarut tersebut pada adsorben dan dalam hal iniyang
banyak digunakan adalah jenis adsorben alumina atau sebuah lapis tipis
silika.Penggolongan ini dikenal sebagai deret eluotropik pelarut. Suatu pelarut
yang bersifat larutan relatif polar, dapat mengusir pelarut yang relatif tak polar
dari ikatannyadengan alumina (jel silika)
Enzim terimobilisasi atau enzim terpegun adalah suatu enzim yang dilekatkan pada suatu bahan
yang inert dan tidak larut seperti sodium alginate. Dengan sistem ini, enzim dapat lebih tahan
terhadap perubahan kondisi seperti pH atau temperatur. Sistem ini juga membantu enzim berada di
tempat tertentu selama berlangsungnya reaksi sehingga memudahkan proses pemisahan dan
memungkinkan untuk dipakai lagi di reaksi lain. Sistem ini memiliki keunggulan dalam hal efisiensi
sehingga di industri banyak digunakan dalam reaksi yang dikatalisis oleh enzim.
[sunting]Teknik

imobilisasi Enzim

Terdapat tiga teknik untuk mengimobilisasi enzim:

Adsorpsi pada gelas, butir alginat atau matriks.

Pengikatan/entrapment

Cross linking

Amobilisasi enzim pada kitin dapat dilakukan dengan metode adsorpsi sederhana,
dengan adsorpsi pada kitin yang diaktifkan dengan glutaraldehid, atau dengan ikatan silang
dari enzim dan pendukung dengan glutaraldehid. Ikatan silang dengan glutaraldehid
menyebabkan penurunan aktivitas enzim sebesar 14 60% (Synowiecki,1982). Metode
adsorpsi fisik merupakan salah satu metode amobilisasi enzim yang sederhana dan efektif
karena sedikit atau tidak menyebabkan perubahan konformasi enzim, atau destruksi pada
pusat aktif enzim.
Pada penelitian ini telah berhasil dilakukan amobilisasi enzim -amilase dengan
bahan pendukung polimer kitin menggunakan metode adsorpsi fisik, dan didapatkan kondisi
optimum untuk enzim -amilase bebas dan amobil, yang meliputi pH optimum, suhu
optimum, dan waktu inkubasi optimum.

Anda mungkin juga menyukai