Anda di halaman 1dari 8

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII

Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Pebruari 2011

PENGEMBANGAN MODEL DISTRIBUSI BARANG BANTUAN


KEPADA KORBAN BENCANA DENGAN TRANSPORTASI
DARAT MENGGUNAKAN SISTEM DINAMIK
Teno Arief 1, Ahmad Rusdiansyah2
Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi 10 Nopember
1 tenoap@gmail.com
2 arusdianz@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk membuat model jaringan logistik dari kegiatan
distribusi barang bantuan kepada korban gempa. Dimulai dari jumlah korban meninggal
dan pengungsi yang akan terus bertambah sampai beberapa hari sesudah gempa, lalu
akan berhenti pada hari tertentu hingga penerimaan bantuan oleh korban gempa.
Model yang dikembangkan dengan sistem dinamik bertujuan untuk mengetahui
letak kelemahan dari proses distribusi barang bantuan mengingat bahwa kelemahan
pada salah satu tahap distribusi akan menghambat proses pengiriman bantuan. Dengan
mengetahui di tahap distribusi mana terdapat kelemahan bisa diambil keputusan
perbaikan apakah yang akan dilakukan. Variabel keputusan yang digunakan pada
penelitian ini adalah jumlah permintaan, barang bantuan yang masuk, daya tampung
bandara dan pusat distribusi, jumlah kendaraan pengangkut barang bantuan, dan barang
bantuan yang diterima oleh korban gempa.
Model yang dikembangkan dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai alat
bantu pengambil keputusan baik itu pemerintah mau pun lembaga donor dalam
melakukan distribusi barang bantuan kepada korban gempa.
Kata kunci: logistik, distribusi barang bantuan, jumlah permintaan, sistem dinamik, alat
pengambil keputusan
PENDAHULUAN
Gempa bumi merupakan bencana alam yang memakan korban paling banyak di
Indonesia. Sejak tahun 2000 hingga 2007 di Indonesia telah terjadi sekitar 143 gempa
dengan jumlah korban jiwa lebih dari seratus ribu orang dan jumlah pengungsi lebih
dari tiga juta orang (Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2010). Dibandingkan
dengan jenis bencana alam yang lain, gempa mempunyai efek paling besar terhadap
rusaknya area yang terkena bencana, terutama sarana dan prasarana serta rumah hunian
penduduk. Gempa juga mempunyai kemungkinan untuk diikuti dengan bencana yang
lain seperti longsor atau tsunami (Pan American Health Organization, 2001).
Penelitian ini bertujuan untuk membuat model distribusi barang bantuan kepada
korban gempa. Dimulai dengan jumlah korban gempa, baik itu korban meninggal
maupun pengungsi sebagai konsumen hingga proses pengiriman barang bantuan kepada
para korban. Sistem dinamik dipilih dalam penelitian ini karena mampu memberikan
gambaran secara jelas di fase manakah terjadi permasalahan dalam rantai distribusi
barang bantuan untuk korban bencana. Dengan mengetahui di tahap distribusi apa
terjadi permasalahan, para pengambil keputusan bisa melakukan perbaikan yang tepat
sasaran sehingga korban bencana bisa segera menerima bantuan.

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII


Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Pebruari 2011

Menurut Gustavsson (2003), bencana alam tidak hanya merusak bangunan


secara fisik, namun juga akan mempengaruhi mental dan keadaan sosial dari masyarakat
yang terkena bencana. Kekurangan makanan, obat-obatan, penyebaran penyakit pasca
bencana, dan kebutuhan untuk tempat berlindung sebagai pengganti rumah yang tidak
bisa ditempati menyebabkan keadaan sosial di masyarakat menjadi berbeda dengan
keadaan sebelum bencana. Keadaan sosial yang terpengaruh oleh bencana ini bisa
diperparah dengan lambatnya penanganan korban bencana dan pengiriman bantuan
(Duran, 2010). Keadaan ini didukung oleh kelemahan utama rantai pasok kemanusiaan,
yaitu: kurangnya koordinasi (visibilitas informasi selama proses distribusi bantuan) dan
prosedur penanganan yang kurang baik (Davidson, 2006).
Berdasarkan kelemahan diatas, koordinasi antar tingkatan dalam rantai pasok
kemanusiaan sangat dibutuhkan untuk menentukan jumlah dan jenis barang bantuan apa
yang harus dikirim, tempat penyimpanan, dan waktu pendistribusian, transportasi yang
dibutuhkan, serta personel yang dibutuhkan (Pache, 2009). Distorsi informasi dalam
rantai pasok dapat menyebabkan inefisiensi seperti jumlah inventori yang terlalu banyak
atau sedikit, tingkat layanan yang rendah, pemborosan, transportasi yang tidak efektif
(Lee, dkk., 1997).
Pada dasarnya rantai pasok kemanusiaan mempunyai beberapa kesamaan
dengan rantai pasok komersial dan militer. Davidson (2006) menjelaskan persamaanpersamaan tersebut yang meliputi:
1. Persamaan dengan rantai pasok komersial yaitu barang dikelompokkan sesuai
dengan karakteristiknya
2. Persamaan dengan rantai pasok militer yaitu operasi dijalankan dalam
lingkungan yang tidak pasti, waktu yang terbatas untuk menyiapkan rencana
operasi, serta kecepatan dalam merespon keadaan yang tidak terduga.
Penelitian Cuervo, dkk. (2010) membagi dua jenis barang bantuan yang akan
dikirimkan ke pengungsi, yaitu bahan makanan dan air. Kedua jenis barang bantuan
tersebut harus dipenuhi tepat pada saat ada permintaan karena kedua barang bantuan
tersebut adalah barang bantuan yang dibutuhkan setiap hari dan habis dikonsumsi.
Penelitian tersebut bertujuan untuk membuat sebuah model awal dengan sistem dinamik
untuk mendukung pemahaman yang lebih baik dari masalah dan untuk memahami
kompleksitas dari pengiriman bantuan kemanusiaan. Penelitian dari Cuervo dkk. ini
tidak untuk menghitung jumlah bantuan yang harus dikirim pada setiap periode waktu
atau untuk menghitung jumlah optimum kapasitas yang harus digunakan, karena seperti
dikatakan sebelumnya, itu tergantung pada karakteristik khusus dari bencana dan
wilayah di mana itu terjadi
Model sistem dinamik yang digunakan pada penelitian ini dibuat berdasarkan
model yang telah dibangun oleh Cuervo, dkk., (2010).
Permasalahan
Pada penelitian ini, peneliti memfokuskan pada perancangan model distribusi
barang bantuan bencana dengan mempertimbangkan pengaruh banyaknya jumlah
barang donasi, kapasitas tempat penyimpanan, kapasitas sarana transportasi, serta
karakteristik barang bantuan. Pengaruh diatas digunakan dalam penelitian ini karena:
1. Banyaknya jumlah donasi akan berpengaruh terhadap berapa banyak barang bantuan
yang harus dibeli untuk mencukupi permintaan korban bencana
2. Kapasitas tempat penyimpanan akan mempengaruhi berapa banyak barang bantuan
yang bisa ditampung oleh tempat penyimpanan tersebut. Tempat penyimpanan
dibedakan menjadi dua, yaitu pusat distribusi sebagai tempat penerimaan awal
ISBN : 978-602-97491-2-0

A-26-2

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII


Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Pebruari 2011

barang bantuan dan depo yang akan menyalurkan barang bantuan langsung ke
korban bencana.
3. Kapasitas sarana transportasi akan mempengaruhi banyaknya barang bantuan yang
bisa diangkut saat proses pengiriman barang bantuan tersebut ke pusat distribusi
atau pun ke korban bencana.
4. Karakteristik barang bantuan, karakteristik barang bantuan dibagi menjadi 2, yaitu
barang bantuan yang harus dipenuhi harian dan barang bantuan yang cukup
dipenuhi sekali.
Model yang dibuat akan digunakan sebagai alat bantu untuk mengambil
keputusan dalam mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi semua
permintaan barang bantuan. Selain pengembangan model, dalam penelitian ini juga
akan dilakukan berbagai percobaan untuk mengkaji berbagai skenario pengambilan
keputusan. Berbagai skenario tersebut dikaji menggunakan alat bantu keputusan yang
dikembangkan berdasarkan model diatas. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi sebagai tambahan literatur akademik dalam bidang distribusi
barang bantuan untuk korban bencana.
MODEL
Penelitian ini difokuskan pada bencana alam gempa dengan pengiriman barang
bantuan menggunakan transportasi berupa truk dengan kapasitas 5 ton dan untuk
bantuan berupa air dikirimkan dengan truk tangki berkapasitas 15000 liter. Gempa
dipilih karena bencana ini yang paling sering terjadi di Indonesia setelah banjir dan
berpotensi untuk mendatangkan bencana yang lain, yaitu tsunami dan tanah longsor,
serta mempunyai skala tingkat kerusakan yang jelas. Sedangkan transportasi darat
berupa truk dengan kapasitas muatan 5 ton dan truk tangki 15000 liter dipilih karena
memiliki biaya paling rendah dan paling mudah didapatkan.
Proses distribusi dimulai dengan datangnya barang bantuan di pusat distribusi.
Barang bantuan tersebut lalu dikirimkan ke depo-depo yang ada berdasarkan jumlah
permintaan dari masing-masing lokasi dan disesuaikan dengan kapasitas kendaraan dan
barang bantuan yang tersedia. Setelah barang tiba di depo, barang bantuan akan
dikirimkan ke lokasi-lokasi yang membutuhkan. Pengiriman barang bantuan dari depo
ke lokasi juga memperhatikan ketersediaan kapasitas sarana transportasi dan barang
bantuan.
Dalam proses pengiriman, barang bantuan mengalamai penundaan (delay).
Faktor-faktor yang mempengaruhi penundaan ini yaitu jumlah dana operasional yang
tersedia, jumlah sumber daya manusia yang terlibat, dan kapasitas jalan yang akan
dilalui oleh saran transportasi pengangkut barang bantuan.
Dalam proses pendistribusian barang bantuan kepada korban gempa terdapat
faktor-faktor yang menyebabkan pendistribusian barang bantuan tersebut mengalami
penundaan. Faktor-faktor yang menyebabkan penundaan tersebut antara lain: jumlah
dana operasional yang tersedia, jumlah sumber daya manusia yang terlibat dalam proses
distribusi, serta kapasitas dan kondisi jalan yang menghubungkan pusat distribusi
dengan daerah yang terkena gempa dan akan dilalui oleh sarana transportasi yang
mengangkut barang bantuan.
Identifikasi variabel yang akan digunakan dalam pemodelan, didapatkan dari
studi pustaka dan kondisi nyata yang terjadi pada distribusi barang bantuan untuk
korban bencana. Secara garis besar, pemodelan akan didefinisikan menjadi 2 (dua)
bahasan yang mencakup 7 sub-model. Dua bahasan tersebut yaitu sarana transportasi

ISBN : 978-602-97491-2-0

A-26-3

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII


Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Pebruari 2011

serta donasi barang bantuan dan pendistribusiannya yang terdiri dari 7 sub-model
sebagai berikut:
a. Sub-Model Transportasi
b. Sub-Model Transportasi Tangki
c. Sub-Model Beras
d. Sub-Model Air
e. Sub-Model Tenda
f. Sub-Model Pakaian
g. Sub-Model Kantong Mayat
Berikut ini merupakan penjelasan secara detailnya :
a. Sarana transportasi
Sarana transportasi terdiri dari dua submodel, yaitu submodel transportasi tangki
yang digunakan untuk mengangkut air dan submodel transportasi yang digunakan untuk
mengangkut seluruh barang bantuan kecuali air. Submodel transportasi dan transportasi
tangki dibagi menjadi dua, yaitu sarana transportasi di pusat distribusi dan sarana
transportasi yang ada di depo-depo.
Sarana transportasi untuk setiap depo dialokasikan sebanyak 3 kendaraan, baik
itu truk biasa maupun truk tangki. Sarana transportasi yang ada di pusat distribusi akan
didistribusikan ke depo-depo jika kapasitas sarana transportasi yang ada di pusat
distribusi telah mencukupi untuk mengirimkan semua permintaan yang ada.
b. Donasi serta Pendistribusiannya
Donasi serta pendistribusiannya ditunjukkan oleh beberapa submodel yang akan
menjelaskan proses distribusi barang bantuan mulai dari datangnya donasi sampai
dengan barang bantuan dikirimkan ke lokasi. Variabel yang terdapat pada donasi barang
bantuan dan pendistribusiannya adalah variabel yang mempengaruhi atau menentukan
proses distribusi tersebut. Berikut ini merupakan beberapa variabel yang menjadi
parameter yang akan digambarkan dalam pemodelan donasi dan pendistribusiannya:
a) Jumlah Donasi
b) Jumlah Permintaan
c) Kapasitas Kendaraan
d) Gap Permintaan
e) Delay Teknis
Skenario Kebijakan
Berdasarkan model yang telah dikembangkan, maka model dapat digunakan
untuk merancang skenario-skenario kebijakan untuk memperbaiki performa distribusi
barang bantuan. Rancangan skenario tersebut antara lain:
a. Berbagi persediaan antar depo.
b. Memperbesar volume kendaraan bantuan untuk depo.
Berbagi Persediaan Antar Depo
Skenario berbagi persediaan antar depo mempunyai dua keuntungan. Yang
pertama mempercepat proses distribusi barang bantuan untuk depo yang mendapatkan
bantuan dan yang kedua adalah untuk meringankan beban persediaan dari depo yang
membagi persediaan karena harus menanggung persediaan yang tidak terpakai. Berbagi
persediaan ini bisa dilakukan karena ada waktu jeda dalam memenuhi permintaan
barang bantuan.
Kebijakan berbagi persediaan antar depo dilakukan antara depo 1 dengan depo
3, depo 2 dengan depo 3, dan depo 3 dengan depo 2. Pengiriman dilakukan jika

ISBN : 978-602-97491-2-0

A-26-4

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII


Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Pebruari 2011

permintaan di depo yang membagi persediaan telah dipenuhi semua dan di depo yang
akan menerima persediaan masih ada permintaan. Tabel 1 menunjukkan perbedaan
waktu antara satu masukan dengan masukan yang lain dalam memenuhi permintaan.
Dari kedua tabel terlihat bahwa simulasi dengan masukan nilai donasi awal mempunyai
waktu memenuhi permintaan lebih cepat bila dibandingkan dengan masukan bernilai
1.5 kali donasi awal.
Tabel 1. Waktu Memenuhi Permintaan Untuk kantong Mayat
Delay 1
Normal
Inventory Sharing

Rate 1
18

Rate 1.25
17

Rate 1.5
16

Rate 2
14

16

16

16

14

Delay 3
Rate 1

Rate 1.25

Rate 1.5

Rate 2

Normal

23

21

18

17

Inventory Sharing

17

16

16

16

Delay 5
Rate 1

Rate 1.25

Rate 1.5

Rate 2

Normal

26

22

19

14

Inventory Sharing

18

16

16

14

Delay 7
Rate 1

Rate 1.25

Rate 1.5

Rate 2

Normal

23

23

23

16

Inventory Sharing

18

16

16

16

Gambar 1 menunjukkan grafik perbandingan waktu memenuhi permintaan dari kantong


mayat saat terjadi delay pengiriman 1 dan 7 hari.
Delay 1
20
15
10
5
0

Delay 7
Rate 1
Rate 1.25
Rate 1.5

Normal

Inventory
Sharing

Rate 2

30
20
10
0

Rate 1
Rate 1.25
Normal

Inventory
Sharing

Rate 1.5
Rate 2

Gambar 2. Grafik Perbandingan Waktu Memenuhi Permintaan pada Kantong Mayat

Selain untuk mempercepat waktu memenuhi permintaan, berbagi persediaan


juga berguna untuk mengurangi jumlah persediaan yang ada di depo sehingga beban
depo untuk merawat dan menyimpan persediaan yang ada menjadi berkurang. Pada
Gambar 3 diperlihatkan jika sebelum berbagi persediaan antar depo pada nilai masukan
donasi awal.

ISBN : 978-602-97491-2-0

A-26-5

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII


Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Pebruari 2011

Jumlah Persediaan Akhir di Depo


15000

Jumlah Persediaan Akhir di Depo


8000

Rate 1

10000
5000

Rate 1.25

0
Delay Delay Delay Delay
1
3
5
7

Rate 1

6000
4000

Rate 1.25

2000

Rate 1.5

0
Delay 1Delay 3Delay 5Delay 7

Rate 1.5

Gambar 3. Jumlah Persediaan Tenda dan Kantong Mayat Sebelum Dan Sesudah Berbagi
Persediaan

Memperbesar Volume Kendaraan Untuk Depo


Skenario memperbesar volume kendaraan di depo dilakukan untuk
mengantisipasi tidak terkirimnya barang bantuan dikarenakan kurangnya kapasitas
kendaraan yang digunakan untuk mengirim barang Untuk mengatasi masalah
terhambatnya pengiriman barang bantuan ke lokasi dikarenakan tidak adanya atau
kurangnya sarana transportasi.
Persentase Permintaan Air yang Dilayani
30
20
10
0

Tanpa Bantuan
Kendaraan
Delay 1 Delay 3 Delay 5 Delay 7

Dengan Bantuan
Kendaraan

Gambar 4. Berbagi Sarana Transportasi Untuk Persediaan Air

Pada gambar 4 diperlihatkan perbedaan antara sebelum dan sesudah depo 1


mendapat bantuan mobil tangki dari pusat distribusi. Sesudah mendapat bantuan sarana
transportasi dari pusat distribusi, jumlah pemintaan air yang bisa dilayani meningkat.
KESIMPULAN
Dari hasil uji coba yang telah dilakukan, berbagi persediaan mempunyai
pengaruh yang signifikan untuk mempercepat waktu memenuhi permintaan dan
mengurangi jumlah persediaan di seluruh depo. Dengan jumlah barang bantuan yang
masuk lebih kecil, berbagi persediaan mampu melayani permintaan dengan waktu lebih
cepat dan jumlah persediaan di seluruh depo lebih kecil.
Dengan berbagi persediaan, waktu untuk memenuhi permintaan dari masukan
dengan nilai donasi awal sama atau lebih kecil bila dibandingkan dengan waktu
memenuhi permintaan dari masukan dengan 1.5 kali nilai donasi awal.
Selain minimnya persediaan barang bantuan, ketersediaan sarana transportasi
merupakan faktor yang menghambat proses distribusi barang bantuan. Berbagi sumber
daya transportasi (resource sharing) antara pusat distribusi dan depo-depo merupakan
salah satu pemecahan untuk tidak tersedianya sarana transportasi di depo-depo.
Barang bantuan yang harus dipenuhi harian mempunyai nilai layanan maksimal
pada masing-masing delay. Nilai layanan maksimal ini dikarenakan pada hari-hari
pertama setelah bencana terjadi ada permintaan yang tidak bias dilayani.
ISBN : 978-602-97491-2-0

A-26-6

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII


Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Pebruari 2011

DAFTAR PUSTAKA
Akkihal, A. R. (2006). "Inventory Pre-positioning for Humanitarian Operations."
Master Thesis Massachusetts Institute of Technology.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana. (2010). "Data Informasi dan Bencana
Indonesia." from http://dibi.bnpb.go.id/DesInventar/definestats.jsp.
Cuervo, R., F. Diaz, et al. (2010). "Humanitarian Crisis: When Supply Chains Really
Matter." Universidad De Los Andes, Departamento De Ingeniera Industrial.
Davidson, A. L. (2006). "Key Performance Indicators in Humanitarian Logistics."
(Massachusetts: Massachussets Institute of Technology).
Duran, S., Gutierrez, S.A., Keskinocak, P. (2010). "Pre-Positioning of Emergency Items
Worldwide for CARE International." Interfaces (Segera).
Grean, M. and M. J. Shaw (2000). "Supply-Chain Integration through Information
Sharing: Channel Partnership between Wal-Mart and Procter & Gamble." Center
for IT and e-Business Management, University of Illinois at Urbana-Champaign.
Gustavsson, L. (2003). "Humanitarian Logistics: Context and challeges." FMR 18: 6-8.
Hau L Lee, V Padmanabhan, et al. (1997). "The Bullwhip Effect In Supply Chains."
Sloan Management Review 38(3): 93-102.
Lee, H. L., V. Padmanabhan, et al. (1997). "The Bullwhip Effect In Supply Chains."
Sloan Management Review 38(3): 93-102.
Oloruntoba, R., dan Gray, Richard (2006). "Humanitarian Aid: an agile supply chain."
Supply chain Mangement: An International Journal.
Pach, J. C. y. G. (2009). "To Ponder on the Collective Actions in the Context of
Humanitarian Logistics: Lessons from the Earthquake in Pisco." Journal of
Economics, Finance & Administrative Science.
Pan American Health Organization (2001). Humanitarian supply management in
logistics in the health sector. Washington, D.C.
Pujawan, I. N., Kurniati, N. dan Wessiani, N.A. (2009). "Supply chain management for
Disaster Relief Operations: principles and case studies." Int. J. Logistics Systems
and Management 5(6): 679-692.
Rafael Cuervo, Fabio Diaz, et al. (2010). "Humanitarian Crisis: When Supply Chains
Really Matter." Universidad De Los Andes, Departamento De Ingeniera
Industrial.
Richardson, G. and A. Pugh, Eds. (1981). Introduction to System Dynamics Modeling
with Dynamo. Portland, Oregon, Productivity Press.
Russell, T. E. (2005). The Humanitarian Relief Supply Chain: Analysis of the 2004
South East Asia Earthquake and Tsunami. MIT Center for Transportation and
Logistics. Massachussetts, Massachusetts Institute of Technology. Master of
Engineering in Logistics: 37.

ISBN : 978-602-97491-2-0

A-26-7

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII


Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Pebruari 2011

Sterman, J. D., Ed. (2000). Business Dynamics: Systems Thinking and Modeling for a
Complex World. New York, McGraw-Hill.
Taskin, S. and E. J. J. Lodree (2009). "Inventory decisions for emergency supplies
based on hurricane count predictions." International Journal of Production
Economics.
Thomas, A. S. and L. R. Kopczak (2005). "From logistics to supply chain management:
The path forward in the humanitarian sector." Fritz Institute.
Yan, S. and Y. L. Shih (2008). "Optimal scheduling of emergency repair and
subsequent relief distribution." Computers and Operations Research 36(2009):
2049-2065.

ISBN : 978-602-97491-2-0

A-26-8

Anda mungkin juga menyukai