Anda di halaman 1dari 5

Nama: Hazmi Azhari

Nim

: D 14 112 010

Kelainan Congenital Rubella Syndrome Pada


Bayi/Janin

Pendahuluan
Menurut Mochtar (1998), kematian bayi yang disebabkan dari kondisi bayinya sendiri
yaitu BBLR, bayi prematur, dan kelainan kongenital. Pendapat Saifudin (1992), kematian bayi
yang dibawa oleh bayi sejak lahir adalah asfiksia. Sedangkan kematian bayi eksogen atau
kematian postneonatal disebabkan oleh faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan
luar (Sudariyanto, 2011). Kematian bayi dapat pula diakibatkan dari kurangnya kesadaran akan
kesehatan ibu. Banyak faktor yang mempengaruhinya, diantaranya, Ibu jarang memeriksakan
kandungannya kebidan; hamil diusia muda; jarak yang terlalu sempit; hamil diusia tua;
kurangnya asupan gizi bagi ibu dan bayinya; makanan yang dikonsumsi ibu tidak bersih; fasilitas
sanitasi dan higienitas yang tidak memadai, (Sudariyanto, 2011). Disamping itu, kondisi ibu saat
hamil yang tidak bagus dan sehat, juga dapat berakibat pada kandungannya, seperti faktor fisik;
faktor psikologis; faktor lingkungan, sosial, dan budaya. (Sulistyawati, 2009).
Rubella atau campak Jerman umumnya menyerang anak-anak dan remaja. Penyakit ini
disebabkan oleh virus rubella dan dapat menyebar dengan sangat mudah. Penularan utamanya
dapat melalui titik-titik air di udara yang berasal dari batuk atau bersin penderita. Berbagi
makanan atau minuman dengan penderita juga dapat menularkan rubella. Sama halnya jika Anda
menyentuh mata, hidung, atau mulut Anda setelah memegang benda yang terkontaminasi virus
rubella.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan meningkatnya resiko kelainan bawaan:

1.
2.
3.
4.

Teratogenik
Gizi
Faktor fisik pada Rahim
Faktor genetic dan kromosom

Penularan utamanya dapat melalui titik-titik air di udara yang berasal dari batuk atau bersin
penderita. Berbagi makanan atau minuman dengan penderita juga dapat menularkan rubella.
Sama halnya jika Anda menyentuh mata, hidung, atau mulut Anda setelah memegang benda
yang terkontaminasi virus rubella.
Penderita Rubella di Indonesia
Sejak adanya program vaksinasi, jumlah kasus rubella yang tercatat secara global
berkurang secara signifikan. Pada tahun 2012, penderita rubella di Asia Tenggara yang tercatat
oleh WHO adalah sekitar 6.500 jiwa. Di Indonesia sendiri, Riskesdas melaporkan bahwa terdapat
lebih dari 400 kasus rubella yang tercatat di Indonesia pada tahun 2011.
Gejala-gejala Rubella
Penderita rubella pada anak-anak cenderung mengalami gejala-gejala yang lebih ringan
daripada penderita dewasa. Tetapi ada juga penderita rubella yang tidak mengalami gejala apa
pun dan tetap dapat menularkan rubella. Penyakit ini umumnya membutuhkan waktu sekitar 1421 hari sejak terjadi pajanan sampai menimbulkan gejala. Gejala-gejala umum rubella meliputi:

Demam.

Sakit kepala.

Hidung tersumbat atau beringus.

Tidak nafsu makan dan mual.

Iritasi ringan pada mata.

Pembengkakan kelenjar limfa pada telinga dan leher.

Ruam berbentuk bintik-bintik kemerahan yang awalnya muncul di wajah lalu menyebar
ke badan, tangan, dan kaki. Ruam ini umumnya berlangsung selama 1-4 hari.

Nyeri pada sendi, terutama pada penderita wanita.

Begitu terinfeksi, virus akan menyebar ke seluruh tubuh dalam waktu 5-7 hari. Masa penularan
tertinggi penderita rubella biasanya pada 1-5 hari setelah ruam muncul.
Jika Anda atau anak Anda mengalami gejala-gejala di atas, segera periksakan diri ke dokter.
Proses Diagnosis Rubella
Ruam kemerahan akibat rubella memiliki karakteristik yang mirip dengan ruam-ruam
lain. Guna memastikan diagnosis, dokter biasanya mengambil sampel air liur atau darah untuk
diperiksa di laboratorium.
Tes tersebut digunakan untuk mendeteksi keberadaan antibodi rubella. Jika terdapat antibodi
IgM, berarti Anda sedang mengidap rubella. Sedangkan keberadaan antibodi IgG berarti Anda
sudah pernah mengidap rubella atau sudah menerima vaksinasi.
Pemeriksaan rubella juga bisa dimasukkan dalam tes prenatal untuk ibu hamil, khususnya
untuk yang berisiko tinggi. Pemeriksaan ini dilakukan melalui tes darah. Jika ibu hamil
didiagnosis mengidap rubella, pemeriksaan lanjutan yang mungkin dianjurkan adalah USG dan
amniosentesis. Amniosentesis adalah prosedur pengambilan dan analisis sampel cairan ketuban
untuk mendeteksi kelainan pada janin.
Langkah Penanganan Rubella
Rubella tidak membutuhkan penanganan medis khusus dari dokter. Penanganan dapat
dilakukan di rumah dengan langkah-langkah sederhana. Tujuannya adalah untuk meringankan
gejala dan bukan mempercepat penyembuhan rubella. Berikut ini beberapa langkah sederhana
yang dapat dilakukan.

Beristirahatlah sebanyak mungkin.

Minum banyak air putih untuk mencegah dehidrasi.

Mengurangi

nyeri

dan

demam.

Penderita

dapat

mengonsumsi parasetamol atauibuprofen untuk menurunkan panas dan meredakan nyeri pada
sendi.

Minum air hangat bercampur madu dan lemon untuk meredakan sakit tenggorokan dan
hidung beringus.
Pencegahan Rubella
Pencegahan rubella yang paling efektif adalah dengan vaksinasi, terutama bagi wanita
yang berencana untuk hamil. Sekitar 90 persen orang yang menerima vaksin ini akan terhindar
dari rubella.
Pencegahan rubella tergabung dalam vaksin kombinasi MMR yang juga mencegah campak
dan gondong. Vaksin ini termasuk dalam daftar imunisasi wajib bagi anak di Indonesia.
Vaksin MMR dapat dijalani kapan saja, tapi umumnya diberikan saat anak berusia satu tahun tiga
bulan dan diulangi saat anak berusia enam tahun.
Wanita yang merencanakan kehamilan juga dianjurkan memeriksakan diri melalui tes
darah. Jika hasil tes menunjukkan bahwa seorang wanita belum memiliki kekebalan terhadap
rubella, dokter akan menganjurkannya untuk menerima vaksin MMR. Setelah itu, dia harus
menunggu minimal empat minggu untuk hamil. Harap diingat bahwa vaksinasi ini tidak boleh
dijalani saat sedang hamil.
Selain vaksin, mencegah penularan dan penyebaran rubella juga penting. Cara-caranya meliputi:

Hindari kontak dengan penderita sebisa mungkin, khususnya untuk ibu hamil yang belum
menerima vaksin MMR dan orang dengan sistem kekebalan tubuh lemah.

Pindahkan penderita ke ruangan terpisah yang jauh dari anggota keluarga.

Menjaga kebersihan diri, misalnya selalu mencuci tangan sebelum makan, setelah
bepergian, atau jika terjadi kontak dengan penderita.

DAFTAR PUSTAKA
Health. 2011. Provinsi Penyumbang Angka Kematian Ibu dan Bayi Terbanyak.
www.detikhealth.com (sitasi 24 januari 2012).
Indarso, Fatimah. 2000. Artikel: Resusitasi Pada Kegawatan Nafas Bayi Baru Lahir.
Media IDI, Vol. 25, No. 1, 17 Maret 2000.
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri: obstetri fisiologi, obstetri patologi. Edisi
Dua. Jakarta; EGC: Hal 218-220
Saifuddin, Abdul Bari, Lastiko Bramantyo. 1992. Cakul: Instroduksi Obstetri Sosial
FKUI.
Saifuddin. 2000. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta:

JNPKKRPOGI

Bekerjasama

Dengan

Yayasan

Bina

Pustaka

Sarwono

Prewirohardjo
Sudariyanto.

2011.

http://dinkessulsel.go.id/new/index2.php?option=

com_content&do_pdf=1&id=620 (sitasi 27 januari 2012)


Sulistyawati, Ari. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Kehamilan. Jakarta: Salemba
Medika: 5-105

Anda mungkin juga menyukai