i n s i g h t
Produksi
Gula 2013
Lesu
Era Baru
Asosiasi
Gula
Indonesia
Rp. 28.500,-
edisi perdana
daftar isi
Etalase
Kilas Iltek
Opini
SunSweet
Brown Sugar
Raja Gula,
Siap
Menembus
Pasar Ritel
Industri Gula,
Hendak Dibawa
ke Mana?
Konspirasi
Kemakmuran
Gula ... Hal 40
39
36
28
Orasi
Dialog
Riset
Membalik
Arus
Guremisasi
Petani dan
Pertanian
Era Baru
Asosiasi
Gula
Indonesia
42
48
Ekonomi
Cerobong
Ketika Bioetanol
Menjadi Kewajiban
... Hal 46
Mungkinkah Sinergitas
Pabrik Gula Tebu dengan
Rafinasi? ... Hal 52
Pabrik Gula Blora:
AyukNandur Tebu ... Hal 54
Stop Pembangunan
Stand Alone Refinery
Factory ... Hal 18
Quo Vadis Revitalisasi
Pabrik Gula ... Hal 22
Kesejahteraan Petani
Tercekik di Negeri
Sendiri... Hal 25
SWASEMBADA GULA
RIWAYATMU KINI
12 Fokus
Industri gula Indonesia masih tak jelas kemana arahnya. Swasembada gula
yang telah dicanangkan tak kunjung terwujud. Swasembada hanya sekadar
wacana dari roadmap. Kapan akan berjaya di tanah sendiri jika jalan pintas
impor lebih diutamakan.
58
62
Sosok
Jalan-jalan
Bambang Sugiharto,
Penemu Tebu
Transgenik
HOBI SAYA BEKERJA
DAN BELAJAR
editorial
Kebimbangan Arah Gula Nasional
Agus Supriono
sugar
i n s i g h t
Dewan Penasehat :
Adi Prasongko, Rudi Ch
Basarah, Kusumandaru NS
Pemimpin Umum :
Tito Pranolo
Redaksi Senior :
Achmad Widjaya, Husein Sawit,
Adig Suwandi, Ali Susmiadi,
Yadi Yusriadi
Pemimpin Redaksi/
Penanggung Jawab:
Agus Supriono
Staff Redaksi :
Cici Wardini, Untung Prasetyo,
Nandia Gustini, Ilfan Akbar,
M. Iqbal
Desainer Grafis :
Dhoni Nurcahyo
Sekretaris :
Kartini
Produksi dan Sirkulasi :
Soekoharjo dan Mukimin
Keuangan :
Maskhuro dan Trisna Maulina
Penerbit:
Asosiasi Gula Indonesia (AGI)
Apartemen The Boulevard Lt. UG C-1
Jl. KH. Fakhrudin No. 5
Jakarta Pusat 10250
Telp/ Fax (021) 31991482 . Email:
asosiasigula@gmail.com
Rekening : No. 1210090012109
Bank Mandiri Cab. Jakarta Fakhrudin
a.n Asosiasi Gula Indonesia
etalase
SunSweet Brown Sugar
kilas iltek
Pemkab Banjarnegara
Galakkan Tanam Tebu
Opini
Adig Suwandi
Redaktur Senior
Sugar Insight
Opini
pokok produksi (unit cost) gula pada
level petani belum dapat mengimbangi
eskalasi biaya produksi. Kenaikan nilai
sewa lahan, harga bibit, agroinputs,
upah tenaga kerja, panen, dan
transportasi sering berjalan lebih cepat
dibanding produktivitas.
Kesadaran petani untuk
melaksanakan best agricultural
practices pun bertambah setelah
mereka tahu bahwa hanya tebu terbaik
menghasilkan rendemen optimal.
Namun pengaturan jadwal tebangangkut dan panjangnya antrian tebu
masuk pada periode tertentu bisa
membuat mereka kecewa. Kalkulasi
jumlah tebu dan pengaturan tentang
pola tebang yang baik hanya terjadi
bila pemantauan jumlah tebu
dilakukan secara periodik berdasarkan
data akurat.
11
fokus
SWASEMBADA GULA
RIWAYATMU KINI
Industri gula Indonesia masih
tak jelas kemana arahnya.
Swasembada gula yang telah
dicanangkan tak kunjung
terwujud. Swasembada
hanya sekadar wacana
dari roadmap. Kapan akan
berjaya di tanah sendiri jika
jalan pintas impor lebih
diutamakan.
Oleh: Cici Wardini
12
13
fokus
Suswono kemudian menegaskan
bahwa Kementerian Pertanian akan
mengevaluasi dan memfokuskan
pada pemenuhan konsumsi rumah
tangga. Seperti diketahui, di Indonesia
sendiri pemahaman swasembada
gula dikatakan sudah berhasil apabila
pemenuhan kebutuhan konsumsi
rumah tangga sudah terpenuhi.
Pengertian ini sebenarnya masih
menimbulkan kerancuan, seperti yang
dikatakan Direktur Pusat Penelitian
Perkebunan Gula Indonesia (P3GI),
Aris Toharisman. Ia berpendapat
bahwa swasembada dalam pengertian
terbaru adalah memenuhi semua
kebutuhan. Tetapi kan orang kadang
cari celah, kalau untuk konsumsi
langsung sudah terpenuhi maka
sudah swasembada atau 90% sudah
swasembada, ujar Aris.
Ditemui saat acara Musyawarah
Nasional Gabungan Asosiasi Petani
Perkebunan Indonesia (Gapperindo),
Suswono juga sempat mengingatkan
Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia
(APTRI) agar ikut mengawasi
keberhasilan swasembada. Ia juga
menceritakan pengalamannya
berkunjung ke PG untuk mengatahui
permasalahan di lapangan. Rendemen
delapan itu hak petani. Ini kenapa
tidak tercapai? Padahal ada APTRI?
tuding Suswono. Ia kemudian
memberi benang merah terkait
jatuhnya rendemen tebu rakyat.
Menurutnya, rendemen menjadi
rendah akibat tiga hal seperti
persoalan pabrik yang tidak efisien,
PG yang disinyalir berbuat curang dan
tak jujur, dan masalah dari tanaman
tebu itu sendiri. Saya kemudian
kasih Rp10 juta untuk ditongkrongin
ternyata setelah satu minggu berjalan
rendemen naik menjadi 7, tandas
Suswono. Ia lanjut mengatakan bahwa
masalah lebih pada faktor manusia
yang berbuat curang. Padahal ada
APTRI, ujarnya lagi.
Namun, berdasarkan pantauan
sejumlah pengamat, persoalan tak
selesainya kemandirian gula nasional
14
15
fokus
Toharisman. Ia memberi contoh bagi
PG yang idle dan dipersilahkan untuk
mengolah raw sugar. Pertanyaannya
kemudian adalah berapa lama
PG ini akan mengolah raw sugar
dan berapa tahun sebuah PG bisa
membangun kebun. Raw sugar saja
yang dijalankan dan tidak kembangkan
tebu mau sampai kapan kita akan
swasembada?, tanya Aris.
Dari sisi petani, ada pandangan
ektrim lain yang diutarakan
Arum Sabil, Ketua Umum APTRI.
Ia menilai gula tahun ini dan
seterusnya bagi petani tebu sudah
diambang kehancuran. Bukan
tanpa alasan Arum mengungkapkan
kekecewaannya, sebab Ia menilai
kebutuhan konsumsi langsung sudah
di angka surplus. Sementara untuk
industri makanan dan minuman
seharusnya hanya 2,1 juta ton. Ia
menyayangkan pemerintah terus
memberi izin impor raw sugar hingga
mencapai angka 3,5 juta ton.
Ini seolah-olah ada institusi yang
melegitimasi kalau pasokan gula kita
kurang. BPS, Sucofindo, Surveyor
Indonesia itu lembaga yang menjadi
legitimasi pemerintah mengatakan
bahwa kebutuhan gula kita masih
harus dipenuhi dari impor, kecam
Arum.
Terkait Road Map yang
membutuhkan tak kurang dari 558
ribu ha lahan untuk tebu, Arum
punya jawaban sendiri. Dari 451 ribu
ha perkebunan tebu menurut Arum,
pemerintah bisa menambah 300 ribu ha
dengan cara membagi ke masing-masing
PG. Jika dihitung, apabila produksi ratarata tebu per hektar ditingkatkan 100 ton
tebu per/ha maka akan didapatkan tebu
sebanyak 75 juta ton dari hasil luasan
yang sudah ditambah. Dukungan lain
yakni dari rendemen yang ditingkatkan
menjadi 10% dari rendemen delapan
maka dengan usaha revitalisasi pabrik
dan tanaman tebu akan dihasilkan 7,5
juta ton gula.
Pemerintah harus serius
menangani revitalisasi tanaman dan
16
17
fokus
Stop Pembangunan
Stand Alone
Refinery Factory
18
eputaran pertengahan
September lalu di ruas jalan
tepat di depan Kementerian
Perdagangan tidak bisa dilalui karena
dipenuhi oleh pendemo yang berasal
dari Asosiasi Petani Tebu Rakyat
Indonesia (APTRI). Mereka berdemo
mengenai marak beredarnya Gula
Kristal Rafinasi (GKR) ke pasaran
rumah tangga yang seharusnya hanya
boleh diisi oleh Gula Kristal Putih
(GKP) yang berasal dari tebu. Petani
tebu merasa dirugikan karena harga
tebu mereka turun karena kehadiran
gula rafinasi, padahal mereka sedang
panen raya. Kasus lain terkait
rembesan gula rafinasi adalah tutupnya
pabrik gula PTPN 14 di Sulawesi
Selatan karena tidak dapat bersaing
dengan gula rafinasi. Tutupnya pabrik
tersebut kembali membuat petani tebu
tidak bisa mengolah hasil panennya.
Terkait kebocoran gula rafinasi,
Yamin Rahman selaku Direktur
Eksekutif Asosiasi Gula Rafinasi
Indonesia (AGRI) mengatakan bahwa
terdapat kemungkinan rembesan
tersebut berasal dari distributor yang
khusus menjual kepada industri
kecil. Menurutnya kemungkinan itu
bisa terjadi dilihat dari pengaturan
penjualan gula rafinasi terangkum
dalam surat edaran Kementerian
Perdagangan No.111/ tahun 2009 yang
membedakan penjualan gula rafinasi
untuk industri besar dan menengah
secara langsung sedangkan industri
kecil melalui distributor. Kami semua
rata-rata hampir 80-90 % menjualnya
direct, ujar Yamin.
Selain itu, menurutnya GKR yang
ditemukan bocor di pasaran rumah
tangga tidak berasal dari pabrik gula
rafinasi di Indonesia, tetapi berasal
dari gula eks impor, gula selundupan,
dan gula dari Lampung. Ditambah
lagi terdapat kemungkinan pemalsuan
terhadap karung-karung dari pabrik
rafinasi yang ditemukan pada saat
penyusuran kebocoran gula rafinasi.
Banyak karung kita di jual dan banyak
orang memasukannya di situ, ujarnya.
19
fokus
meningkat tetapi produksi mereka
turun, sehingga pendapatan mereka
menurun. Akhirnya yang menjadi
kambing hitam itu gula rafinasi,
ujarnya.
Menanggapi hal ini, Tito
mengatakan bahwa pernyataan
pemerintah tidak sejalan dengan
swasembada gula yang ditargetkan.
Dikarenakan industri rafinasi
berbasiskan kepada raw sugar yang
asal muasalnya dari impor, sehingga
industri gula Indonesia akan terlantar
dan akhirnya pemerintah Indonesia
lebih condong kepada pengembangan
gula rafinasi. Tidak hanya sampai
di situ, Ia juga mengatakan bahwa
industri gula rafinasi seharusnya
sudah tidak boleh dikembangkan
lagi. Sudah cukup sekarang sudah 8
pabrik ditambah 3 pabrik jadi sudah 11.
Cukup itu, kalau
dikembangkan
terus nanti arah
swasembada
gula kita tidak
jelas, ujarnya.
Pemerintah,
kata Tito,
harusnya
Tito Pranolo,
Direktur Eksekutif
Asosiasi Gula
Indonesia
20
Arum Sabil
21
fokus
Quo Vadis
Revitalisasi
Pabrik Gula
Nadi utama pembenahan industri gula di negeri ini tentu menyasar pada pabrik
gula yang dianggap sudah tak memiliki stamina kuat hasilkan rendemen yang
baik, pun memproses gula yang efektif. Pemerintah mengklaim telah berupaya
maksimal tangani perbaikan PG mulai dari revitalisasi secara parsial hingga
niatan membangun PG baru. Lalu kemana semua tujuan itu?
Oleh: Cici Wardini
22
Saat ini
sebanyak
62 pabrik
gula yang
beroperasi di
Indonesia ratarata sudah
berumur
puluhan
tahun, bahkan
ratusan tahun
telah berdiri
sejak zaman
Belanda.
23
fokus
menegaskan pemerintah khususnya
Kemenperin memiliki kemampuan
terbatas. Kami harus membenahi
52 PG dengan jumlah anggaran yang
relatif kecil, tambahnya.
Sementara itu, jelas Edy, PG yang
baru dibangun dengan kondisi hampir
siap uji coba adalah PG di Blora milik
PT Gendhis Multi Manis. Perusahaan
gula lain yang sudah mengutarakan
niatnya untuk membangun PG berikut
kebun adalah PT Sukses Mantap
Sejahtera yang berlokasi di Dompu.
Perusahaan milik grup PT Sentra
Usahatama Jaya itu disebut-sebut
sudah menginvestasikan dananya
senilai Rp1,5 triliun dengan kapasitas 5
ribu TCD (Ton Cane per Day) dan bisa
meningkat menjadi 12 ribu TCD.
Ini PG rafinasi yang bangun kebun
dan akan memproduksi gula. Intinya
memproduksi gula rafinasi (GKR)
atau kristal putih (GKP) terserah yang
penting harus terintegrasi dengan
kebun karena dua-duanya kurang
pasokannya, ujar Edy.
Ia lanjut menegaskan, Kemenperin
tidak akan mempermasalahkan sebuah
PG baru akan seluruhnya mengolah
GKP atau GKR. Hanya saja yang
menjadi persoalan adalah PG yang
ada saat ini masih belum membangun
kebun. Upaya ini pula yang terus
digenjot. Yang dipersoalkan banyak
orang membangun pabrik tanpa
membangun kebun. Ini yang kami
tekankan. Harus ada inti plasma,
membangun kebun sendiri dan
bekerja sama dengan masyarakat,
pungkasnya.
N9 Bangun Pabrik
Gula Rafinasi
Masih dalam proses tender, ucap Adi
Prasongko, Direktur PT Perkebunan
Nusantara IX saat ditanyakan
perkembangan pembangunan pabrik
gula rafinasi milik PTPN IX. Ia
menjelaskan bahwa kondisi PTPN IX
saat ini berada dalam kondisi yang tak
menguntungkan. Produksi gula N9
mengalami kerugian hingga mencapai
24
Adi Prasongko
Kesejahteraan Petani
Tercekik di Negeri Sendiri
Nasib petani tebu mengalami
stagnasi bahkan mungkin
telah masuk ke dalam
marginalisasi. Penguasaan
lahan yang sempit dan
masuknya gula rafinasi
menjadi momok terhimpitnya
kesejahteraan petani. Kini
pemerintah harus memilih,
kembangkan pasar neoliberal
atau sejahterakan kehidupan
petani.
Oleh: Untung Prasetyo
25
fokus
tercekik, yaitu masuk dan beredarnya
gula rafinasi di pasar tradisional.
Hotman menyebutkan, gula rafinasi
sangat merugikan petani tebu,
dampaknya jelas pada penurunan
tingkat kesejahteraan petani tebu. Hal
tersebut tidak lain disebabkan produk
yang mereka hasilkan akan mengalami
penurunan tingkat harga di pasar.
Sebagai gambaran, data yang
dihimpun oleh Asosiasi Gula Rafinasi
Indonesia (AGRI) diperkirakan
kebutuhan gula rafinasi sekitar 2,8
juta ton untuk tahun 2013. Jumlah
tersebut akan meningkat sekitar 5%
hingga 10%. Peningkatan permintaan
itu pun berimplikasi pada pembukaan
kembali pintu impor gula rafinasi oleh
pemerintah sebanyak 250 ribu ton.
Apabila hal tersebut terus dibiarkan
dan kebijakan impor gula rafinasi
seperti tali yang longgar, maka tak
dapat dipungkiri petani tebu menjadi
korban kebijakan yang prematur.
Bagaimanapun, kebijakan gula
rafinasi selayaknya tidak boleh ada
kalau pemerintah ingin melindungi
nasib petani tebu, ujar Hotman.
Dirinya pun berpendapat,
pemerintah selayaknya merumuskan
kebijakan politik yang benar-benar
berpihak kepada petani tebu.
Menurutnya, harus ada kebijakan
yang mengatur hubungan yang lebih
baik antara petani dengan pabrik
gula, ada kebijakan kredit petani yang
lebih mudah dan berpihak, asosiasiasosiasi gula seharusnya menguatkan
posisi petani tebu dalam hubungannya
dengan kemudahan kredit petani, dan
adanya transparasi dalam penentuan
rendemen di pabrik.
Pemerintah harus kembali
mengambil sikap berani dan
pemangku kepentingan harus
berpikir tidak selalu mengedepankan
keuntungan pribadi. Para importir
raw sugar swasta dianggap sebagai
pedagang yang orientasinya meraih
keuntungan, tanpa memiliki komitmen
membangun pergulaan nasional. Bila
prinsip tersebut semakin mengemuka
26
27
riset
Sepatutnya Riset
Gula Diberdayakan
Menjadi sebuah lembaga penelitian bagi komoditas yang kini
diperbincangkan karena target yang tak kunjung tercapai membuat
Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) mengemban
amanah yang cukup berat bagi keberhasilan risetnya. Sudah 126 tahun
berkarya dan melahirkan berbagai inovasi di bidang pergulaan, P3GI
pantas mendapatkan pengakuan di negeri ini.
Oleh: Cici Wardini
28
29
riset
Diversifikasi produk lainnya seperti,
monosodium glutamate (MSG), pasta
pemanis menyerupai pasta gigi yang
asalnya dari nira tebu, sirup glukosa,
lilin, produk kosmetik seperti lipstik.
Khusus berbasis tebu, ampas yang keluar
dari pabrik dapat menjadi pakan ternak
dan kertas. Dan yang saat ini umum
dilakukan Pabrik Gula (PG) adalah
produk tetes tebu (molasses).
Tetes tebu memiliki senyawa yang
baik yang bisa digunakan sebagai bahan
baku fermentasi. Belum lagi minuman
sari tebu yang saat ini marak menjadi
jajanan pasar. P3GI sudah membuat
itu semua. Menggunakan varietas
yang bagus dan higienis, tandas Aris.
Menurut Aris, tebu memiliki pohon
industri yang tak kalah kompleks dari
jenis tanaman lain. Kita memiliki
varian yang banyak dari sisi produk.
Di dunia ada 1500 industri berbasis
tebu dan 50 yang sudah komersial yang
menggunakan bahan tebu atau sisa
prosesnya, lanjutnya.
Untuk itu pula, Aris menyarankan
agar PG segera bergerak ke hilir. P3GI
menurut Aris melakukan riset ke arah
hilir agar nantinya dapat diintroduksi
oleh seluruh PG di Indonesia.
Industri gula ke depan tidak boleh
bertumpu pada single produk, harus
ada diversifikasi produk. Apalagi kita
importir terbesar maka harga gula
akan berfluktuatif mengikuti harga
gula dunia. Ketergantungan pada satu
produk itu berbahaya, ketika turun,
maka lost, tandas Aris.
Bibit Unggul
Saat ini, P3GI memasarkan bibit unggul
eks-kultur jaringan (G2) yang memiliki
produktivitas tinggi untuk menyiasati
sulitnya penambahan lahan tebu,
terutama di Pulau Jawa. Generasi kedua
ini sudah melalui tahap aklimatisasi dan
dengan handling yang baik. P3GI juga
melakukan pelatihan gratis bagi petani.
Pada Oktober lalu P3GI melakukan
Pelatihan Tenaga Teknis Penangkar
dengan Sumber Benih Bagal Mikro
Generasi (G2) Kultur Jaringan.
30
31
riset
Menuju Varietas
Tebu Spektakuler
Lahirya POJ 2878 sebagai varietas tebu unggul yang
spektakuler memberikan pelajaran akan pentingnya plasma
nutfah tebu. Kejayaan yang telah memudar dan menjadi
sejarah, seharusnya mampu membangunkan pikiran dari
kenangan masa lalu. Bangkit dan realisasikan mimpi untuk
menghasilkan varietas unggul layaknya POJ 2878 menjadi
harga mati untuk kejayaan pergulaan nasional.
Oleh: Untung Prasetyo
Wiwit Budi
Widyasari
33
riset
tebu terdapat
juga sistem
penyediaan
benih
dengan pola
penjenjangan.
Namun dirinya
menyayangkan
dalam
Hermono
prakteknya,
Budhisantosa
baik
penjenjangan maupun sertifikasi mutu
sering tidak terlaksana dengan baik.
Dirinya menyebutkan, evaluasi
kinerja kebun pembenihan tebu
telah dilakukan P3GI tahun
2003 hingga 2004. Pengamatan
dilakukan di 14 pabrik gula yang
mewakili pabrik gula di Pulau Jawa.
Berdasarkan pengamatan tersebut,
Hermono menyebutkan bahwa P3GI
mendapatkan hasil evaluasi yaitu
secara umum 86% kebun pembenihan
35
dialog
36
ergerakan pergulaan
Indonesia tidak terlepas
dari sejarah yang
melingkupinya. Di masa awalnya, gula
yang berasal dari tebu merupakan
komoditas yang sepenuhnya diatur
regulasinya oleh pemerintah. Melalui
BULOG pemerintah mencoba
mengatur sistem pergulaan nasional
secara monopoli. Sistem tersebut pun
mengatur keluar masuk gula impor
yang dibutuhkan untuk industri
makanan minuman dan industri
farmasi dengan kualitas gula yang
memiliki kemurnian tingkat tinggi
(ditunjukan dengan nilai icumsa
rendah). Dalam perjalanannya impor
gula dengan tingkat kemurnian
tinggi bukan lagi suatu hal yang patut
dipertahankan. Pemerintah yakin
bahwa industri dalam negeri pun
mampu mengahasilkan gula dengan
icumsa rendah.
Ditandai dengan reformasi dan
terbukanya liberalisasi, regulasi
Tito Pranolo
37
dialog
Pranolo menjelaskan kedepannya AGI
akan memberikan sumbangan pada
pemerintah tentang kebijakan gula
Indonesia pada masa mendatang. Hal
tersebut dianggap penting karena
menurutnya pada saat ini policy antara
gula kristal rafinasi (GKR) dengan gula
kristal putih (GKP) masih terpisah dan
harus secepatnya terintegrasi menjadi
satu kebijakan yang utuh serta bersifat
nasional.
Misalkan, dalam hal stabilisasi
harga, pada dasarnya apabila gula ini
benar-benar ingin dilepas ke pasar
bebas, maka apabila harga gula naik
atau turun pemerintah seharusnya
tidak ikut campur tangan. Namun,
pada saat ini pemerintah melakukan
intervensi manakala terjadi perubahan
harga gula. Sehingga perlu adanya
kebijakan yang jelas, dan kini AGI
sedang mengusahakan hal tersebut,
ungkap Tito Pranolo.
Selain itu Tito Pranolo
mengungkapkan bahwa kedepan AGI
akan memperjuangkan GKP menuju
SNI. Sebagai awalan pada tahun 2013
ini AGI akan menggelar workshop dari
anggota AGI untuk mengantisipasi
dan merespon kebijakan pertanian
tentang GKP harus memenuhi standar
SNI dalam kurun waktu dua tahun.
Dan hasil workshop tersebut, dapat
kita gunakan untuk membuat program
kerja berkenaan dengan apa yang
akan kita lakukan dalam dua tahun
kedepan untuk memenuhi keinginan
pemerintah agar GKP memenuhi
SNI. Hal tersebut yang penting untuk
dilakukan oleh AGI dalam waktu dekat
ini, jelas Tito.
Saat disinggung masalah
kebocoran gula kristal rafinasi di
pasar tradisional dan bagaimana
peranan AGI dalam menanggapinya,
Tito Pranolo melihat dari pendekatan
industri maka masalah tersebut adalah
sebuah tantangan. Menurutnya ini
ada adalah tantangan bagi industri
GKP dan AGI sendiri untuk harus
memenuhi standar-standar yang
diinginkan oleh konsumen.
38
Tebu hidup
dan tetap harus
hidup merupakan
sebuah keharusan,
maka dari itu
kedepannya
negara harus
membangun refine
factory dengan
kombinasi PG gula
tebu.
antar stakeholder AGI secara aktif
menginisiasi kebutuhan anggota AGI
baik dalam hal operasional maupun
dalam tingkat tataran kebijakan.
Pada saat ini kebijakan gula hanya
bertumpu pada kebijakan kementerian
perdagangan. Untuk saat ini kebijakan
gula yang dikeluarkan oleh beberapa
SK dari kementerian perdagangan
terlalu berat untuk menanggung
masalah pergulaan nasional. Kebijakan
tersebut menurutnya hanya kebijakan
yang mengatur perdagangan gula saja.
Sehingga tetap saja harus ada kebijakan
yang mengatur pergulaan nasional.
Misalkan masalah revitalisasi
pabrik gula, pertanyaannya adalah
orasi
Membalik Arus
Guremisasi Petani
dan Pertanian1
Oleh: Cici Wardini
13
Agus Pakpahan
Diperlukan
political
commitment
yang kuat untuk
menghentikan
guremisasi
petani.
Agus juga tak lupa merewiew
kekeliruan yang dilakukan pada masa
pemerintahan lalu yang justru semakin
memasifkan guremisasi, utamanya saat
kepemimpinan orde baru. Pada era ini
kata Agus penguasaan lahan pertanian
menjadi variabel eksogen atau luas
lahan minimum diserahkan kepada
proses almiah. Artinya, peningkatan
produksi dan produktifitas pertanian
yang memberikan swasembada pangan
tidak berkorelasi positif dengan aset
lahan yang dimiliki petani. Di lain
pihak, perusahaan perkebunan besar,
khususnya kelapa sawit semakin
berkembang dengan laju yang sangat
cepat dengan penguasaan sedikit
39
Opini
Aris Toharisman
atoharis@yahoo.com
Direktur Pusat Penelitian Perkebunan
Gula Indonesia (P3GI)
40
41
ekonomi
42
Perkembangan Luas Areal Giling, Produksi Tebu, Rendemen, dan Produksi Gula Tahun 2003-2013
Tebu
No
Tahun
Luas (Ha)
Produksi
(ton)
Produktivitas
(ton/ha)
Rendemen
(%)
Gula
Produksi (ton)
Produktivitas
(ton/ha)
2003
335.725
22.631.108
67,41
7,21
1.631.919
4,86
2004
344.793
26.743.179
77,56
7,67
2.051.644
5,95
2005
381.786
31.142.268
81,57
7,20
2.241.742
5,87
2006
396.440
29.179.399
73,60
7,90
2.303.758
5,81
2007
428.401
33.286.453
77,70
7,35
2.448.143
5,71
2008
436.517
32.960.164
75,51
8,10
2.668.428
6,11
2009
422.935
30.256.778
71,54
7,60
2.299.504
5,44
2010
432.714
35.458.159
81,94
6,08
2.290.117
5,29
2011
450.298
30.323.228
67,34
7,29
2.228.259
4,95
10
2012
451.191
31.888.927
72,10
8,13
2.591.687
5,86
11
2013
460.496
35.378.805
76,80
7,20
2.390.000
5,53
137
156
114
100
146
114
Sumber: Statistik Ditjen Perkebunan tahun 2012 dan DGI tahun 2013
43
ekonomi
Menurut Direktur PTPN IX, Adi
Prasongko tahun ini sungguh dirasakan
sulit baik bagi perusahaan maupun
petani. Produktivitas petani rendah
karena iklim. Rendemen kami 5,88
dari target semula sebesar 7,5, kata
Adi. Faktor iklim, kata Adi, yang paling
mempengaruhi sehingga target ini
produksi PTPN IX juga ikut turun dari
160 ribu ton menjadi 140-an ribu ton.
Sementara dari sisi pabrik,
persoalan cuaca juga menyebabkan
ketidakefisienan yang sangat dirasakan
PTPN IX dan berimbas pada biaya
produksi semakin tinggi. Penggunaan
biaya untuk minyak bahan bakar yang
melampaui anggaran. Biaya produksi
per kilonya di atas Rp10 ribu untuk
minyak, lanjutnya.
Berdasarkan pantauan Aris
Toharisman, Direktur Pusat Penelitian
Perkebunan Gula Indonesia (P3GI)
melalui informasi Badan Meteorologi,
Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)
produksi gula nasional pada 2011
sebanyak 2,26 juta ton, lebih rendah
ketimbang tahun 2010 sebanyak 2,28
juta ton. Belakangan, siklus anomali
iklim semakin pendek dan tidak bisa
diramalkan secara tepat. Tahun ini
tingkat produksi diperkirakan seperti
2011 lalu. Pada Februari 2013, kata
Aris, BMKG memprediksi kemarau
berjalan normal. Namun memasuki
Mei, BMKG merevisi kembali
prediksinya bahwa hujan terus
berlangsung hingga Agustus. Padahal,
petani tebu berharap musim kemarau
lebih panjang agar giling tebu berjalan
normal. Tebu yang digiling masih
terimbas hujan abnormal sebelumnya,
ucapnya.
Persoalan anomali cuaca dan iklim
basah rupanya bukan cuma membuat
tebu yang dihasilkan menjadi tak
optimal. Aris menilai, akibat terbesar
dari adanya perubahan iklim ini
adalah proses pemanenan menjadi
terganggu. Kala hujan yang tak
kunjung berhenti menyebabkan petani
kesulitan menebang hingga ke lahan
bagian dalam, akibatnya petani hanya
44
2012*
2013**
PT Perkebunan Nusantara II
41.506
37.167
106.302
118.331
PT Perkebunan Nusantara IX
144.688
137.264
PT Perkebunan Nusantara X
494.419
491.476
PT Perkebunan Nusantara XI
409.072
400.258
345.190
320.536
PT PG Madu Baru
38.217
34.576
PT Kebon Agung
182.230
185.939
PT IGN
5.489
12.441
PT Pakis Baru
30.845
28.874
PG Bone
10.407
14.595
PG Camming
14.939
17.347
PG Takalar
8.439
10.383
190.842
182.000
PT Sugar Grup
416.735
393.889
PT PG Gorontalo
31.849
26.395
71.181
74.750
49.333
59.615
*: realisasi 2012
**: hasil taksasi 2013
Sumber: Dewan Gula Indonesia
45
ekonomi
Ketika Bioetanol
Menjadi Kewajiban
Oleh: Muhammad Iqbal
Ampas Tebu
PT Perkebunan Nusantara X (PTPN
X) sudah melihat potensi pemanfaatan
ampas tebu (bagas) untuk dijadikan
bioetanol. Potensi ampas tebu jauh
lebih besar daripada tetes tebu
(molasses). Direktur Utama PTPN
X Subiyono mengungkapkan, bahwa
satu liter bioetanol memerlukan
bahan baku ampas tebu sebanyak lima
kilogram yang harga per kilogramnya
berkisar di angka Rp200. Dengan
begitu, bahan baku satu liter bioetanol
dari ampas tebu adalah Rp1.000.
Sementara jika bahan baku
pembuatan bioetanol menggunakan
tetes tebu, maka untuk menghasilkan
satu liter bioetanol akan memerlukan
bahan baku empat kilogram tetes tebu
atau setara dengan Rp4.000. Dengan
begitu, profit margin pembuatan
bioetanol dengan ampas tebu jauh
lebih besar ketimbang menggunakan
tetes tebu.
Berdasarkan hitung-hitungan
tersebut, PTPN X telah membentuk
tim pengkaji khusus dalam rangka
perencanaan pembangunan pabrik
bioetanol dari ampas tebu. Saat ini,
PTPN X sendiri sudah memiliki
pabrik bioetanol dari tetes tebu,
yaitu di Pabrik Gula Gempolkrep di
Mojokerto. Subiyono menjelaskan,
dari sebelas pabrik gula yang ada
dalam naungan PTPN X, setidaknya
terdapat 1,8 juta ton ampas tebu.
Katakanlah yang digunakan untuk
operasional pabrik sebesar 1,3 juta ton,
maka akan tersisa 0,5 juta ton ampas
tebu yang bisa dikonversi menjadi 100
juta liter bioetanol. Potensi ini harus
dimaksimalkan, kata dia. l
sugar insight | Desember 2013
47
cerobong
49
cerobong
ketimbang di Lampung. Pengalaman
inilah yang kemudian dibagi untuk
GMP baik secara teknologi maupun
sumber daya alamnya.
Semula Gunamarwan
mengisahkan, dahulu Lampung
tak dijadikan rekomendasi untuk
industri gula berbasis tebu akibat
lahannya yang cenderung kering.
Namun pertimbangan memilih
lokasi Lampung yang berdekatan
dengan Pulau Jawa serta pelabuhan
yang sudah mantap kala itu tak
menyurutkan langkah GMP
membangun industri gula yang
berlokasi di Gunung Batin ini.
GMP kemudian membawa top
soilsalah satu bagian tanaman
untuk kemudian dikirim dan
dipelajari di negara tetangga. Upaya
mengembangkan riset dan teknologi
ini menuntut GMP membentuk unit
penelitian sendiri sebagai langkah
strategis menghadapi berbagai
masalah teknologi khususnya di
bidang pertanian tebu.
Dalam perkembangannya,
anggaran yang disediakan untuk
bidang ini dapat mencapai Rp2,5 miliar
lebih per tahun. Dulu kan mindset kita
tebu hanya tumbuh di Jawa dengan
tingkat kesuburan tertentu. Mindset
ini kan jadi berubah, ungkap pria
yang bekerja sejak awal GMP berdiri
ini. Setelah mengalami masa sulit
produksi di awal berdirinya, pelan tapi
pasti dalam musim lima tahun terakhir
setelahnya produksi gula mencapai
rata-rata di atas 160.000 ton dengan
tingkat produktivitas di atas tujuh ton
gula per ha.
Hasil riset dan pengembangan
GMP tak sia-sia, hingga kini GMP
sudah masuk di musim yang ke-36
atau paling tidak sembilan periode
sudah terlewati dengan menerapkan
empat kali panen di setiap kali
tanamnya. Tak tanggung-tanggung,
setiap tahun GMP memiliki
komitmen untuk membenahi pabrik
agar kondisinya tetap prima. Untuk
meningkatkan produksi maupun
50
51
cerobong
Mungkinkah
Sinergitas
Pabrik
Gula Tebu
dengan
Rafinasi?
Industri makanan dan
minuman berkembang begitu
pesat seiring pertumbuhan
yang melaju dengan cepat.
Peluang gula rafinasi
sebagai salah satu bahan
pokok industri makanan
dan minuman terbuka lebar.
Kini tantanganya adalah
bagaimana peluang tersebut
mampu menyentuh industri
gula rafinasi dan pabrik gula
tebu?
Oleh: Untung Prasetyo
52
ertumbuhan yang
cukup pesat membuat
perkembangan akan
permintaan makanan dan
minuman menjadi semakin tinggi.
Hal tersebut menjadikan Indonesia
memiliki daya tarik sebagai tujuan
para investor untuk menanamkan
investasinya dalam membangun
industri makanan dan minuman.
Ditambah lagi pertumbuhan yang
begitu pesat dan tidak diimbangi
dengan perkembangan makanan jadi
yang hanya meningkat 12,72% dari
rata-rata jumlah konsumsi makanan
per kapita sebesar 51,08% (data BPS,
Maret) membuat industri makanan
dan minuman sangat menarik untuk
dikembangkan.
Peluang inilah yang harus
segera direspon dan dimanfaatkan
oleh industri gula rafinasi dalam
melebarkan usahanya. Pasalnya,
industri makanan dan minuman yang
kini terus berkembang tidak terlepas
akan kebutuhannya terhadap gula
rafinasi dengan kualitas baik dan
memiliki tingkat kemurniaan yang
tinggi. Menurut Direktur SEAFAST
CENTER IPB, Purwiyatno Hariyadi,
jelas apabila industri makanan dan
minumam memilih gula rafinasi
53
cerobong
Ayuk
Nandur Tebu
Puasa 31 tahun Indonesia
atas kehadiran pabrik gula
harus berakhir sudah, karena
di jantung pulau Jawa atau
lebih tepatnya di Kabupaten
Blora telah berdiri pabrik gula
milik PT. Gendhis Multi Manis
yang modern.
Oleh: Ilfan Akbar
55
cerobong
pabrik gula lain melebar secara
horizontal ini vertikal kita turun
prosesnya, ujarnya.
Bambang, menjelaskan keunggulan
pabrik ini dengan pabrik-pabrik gula
lainnya dikarenakan memiliki overroll
recovery yang tinggi. Hal ini jika
dirinci, mills attraction yang dimiliki
pabrik ini adalah 95 dengan bearing
recovery 90, sehingga jika dikalikan
menjadi 85,5 dengan tebu yang ada
dengan asumsi all-kitnya 10. Dalam hal
ini apabila melihat PG lain yang hanya
memiliki recovery awal sejumlah
75-76, tentunya pabrik ini memiliki
keunggulan yang jauh di depan pabrik
lainnya dalam masalah ketahanan.
Pabrik gula lainnya paling 75 satu
poin diatas, karena awal recovery
paling 75-76, ujarnya.
Selain itu, Pabrik ini dilengkapi
juga dengan beberapa peralatan yang
belum pernah digunakan oleh pabrik
gula di Indonesia, seperti Hydrolic
Truck Deeper untuk membawa tebu
yang petani hasilkan agar lebih efisien
ketika diangkut ke pabrik. Hal ini
nantinya akan membuat perpindahan
tebu dari petani ke pabrik tidak
melalui proses perpindahan yang
biasanya dilakukan manual dengan
tenaga manusia atau reel lori . Kalau
kita enggak kita directly dari hydrolic
truck deeper jadi truk mundur,
langsung di-hidrolis jatuh semuanya
tergiling tidak ada ceceran, ujarnya
Ditambah juga, Heavy Duty
Shredder yang digunakan sebagai
persiapan awal tebu ketika diproses
di three mills akan menambah
efisiensi pabrik dalam mengolah
tebu ketika pemotongan. Hal ini akan
menjadi kelebihan pabrik ini karena
biasanya pabrik gula di Indonesia
hanya menggunakan two cane cutter.
Selain itu ketika masuk dalam three
mills, pabrik ini juga menggunakan
tambahan preasure reader di depannya
agar hasil olahan tebu yang di dapat
lebih maksimal hingga mencapai 90%
dalam pembukaan sel-sel tebunya. Di
sana pun telah disiapkan mesin-mesin
56
57
sosok
Bambang Sugiharto, Penemu Tebu Transgenik
58
emakin meluasnya
penanaman tebu di lahan
kering membuat PT.
Perkebunan Nusantara XI tertarik
mengembangkan bahan tanam unggul
yang sesuai untuk lahan kering.
Hasilnya, di tahun 2013, tanaman
tebu Produk Rekayasa Genetik (PRG)
toleran kekeringan baru saja mendapat
persetujuan dari Kementerian
Pertanian dan dilepas sebagai varietas
baru. Keberhasilan ini tidak terlepas
dari kontribusi Bambang Sugiharto,
Guru Besar Bidang Ilmu Biokimia
Tanaman Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA).
PRG yang bernama resmi NXI-4T
merupakan PRG yang di rakit oleh
peneliti-peneliti di lingkungan PTPN
XI yang bekerja sama dengan peneliti
dari PT. Ajinomoto Jepang sebagai
penyedia materi genetik serta peneliti
dari Universitas Jember tempat dia
bekerja.
Saya sebagai peneliti tambahan
yang berkonstribusi utamanya dalam
pengujian keamanan lingkungan,
keamanan pangan dan keamanan
pakan serta pelepasan tebu PRG
toleran kekeringan tersebut, ujar
Sugiharto merendah.
Menurut Sugiharto, tebu PRG
NXI-4T di rakit dari jenis tebu
BL (sebagai tetua/tebu asal) yang
ditransformasi (diinsersi) dengan gen
betA penyandi protein enzim choline
dehydrogenase (CDH). Tebu BL
didapat dari kebun koleksi PTPN XI
59
sosok
bagi industri gula tebu nasional
dengan menggunakan pendekatan
bioteknologi, ujarnya.
Cintanya dengan Tebu
dan Pekerjaannya
Ketertarikan Sugiharto terhadap
tanaman tebu berawal ketika dia
menempuh studi biokimia dan fisiologi
molekuler tanaman di Nagoya, Jepang,
tahun 1987. Ketertarikannya muncul
karena tanaman tebu merupakan
jenis tanaman C4 yang memiliki sifat
yang sama dengan tanaman jagung
yang ditelitinya ketika di Nagoya
dulu. Menurutnya tanaman C4 secara
fotosintetik memiliki efisiensi yang
lebih tinggi dibandingkan dengan
tanaman lain dan gula sukrosa
adalah produk proses fotosintetis
tanaman. Cinta Sugiharto semakin
tinggi terhadap tanaman tebu
karena ketika dia lulus di tahun
1992 kondisi produksi gula tebu
masih tidak mencukupi kebutuhan
nasional Indonesia dan harus terus
mengimpor dari negara lain. Maka
saya tertarik melakukan penelitian
untuk meningkatkan produksi gula
tebu, ujarnya.
Dia mengatakan untuk membuat
Indonesia kembali menjadi negara
penghasil gula dan pengekspor gula
dunia dibutuhkan bioteknologi
mengingat bahwa saat ini persilangan
tebu sangat sulit dilakukan, varietas
tebu saat ini sulit berbuah, biji tebu
kecil sekali, ditambah mendapatkan
varietas tebu baru melalu persilangan
perlu waktu dan biaya lebih besar.
Ditambah juga tebu merupakan
tanaman tropis yang pastinya harus
menjadi raja di negara Indonesia yang
beriklim tropis. Sebagaimana apa
yang sudah dialami dan dinikmati pada
waktu jaman Hindia Belanda yang
telah membangun banyak industri gula
tebu di Indonesia, ujar Sugiharto.
Sehingga, menurutnya,
Research & Development dalam
upaya pembangunan industri gula
sangat penting dan merupakan
60
61
jalan-jalan
63
jalan-jalan
General Information:
Wisata Agro Goendang Winangoen
Jalan Klaten Jogja Km. 5 Plawikan,
Jogonalan, Klaten
0272 326057/322328
Twitter: @wisata_edukasi FB: Wisata Agro
Gondang Winangoen (Klaten)
Opening hours: 8am 5pm (everyday)
Admission: IDR 5.000 (domestic tourists),
IDR 10.000 (foreign tourists)
Fre
sh
a
e
d
I
h
s
e
r
F
Bu
sin
ess
Fresh News
Alamat Redaksi :
Apartemen The Boulevard Lt. UG C-1
Jl. KH. Fakhrudin No. 5 Jakarta Pusat 10250
Telp/ Fax (021) 31991482 . Email: insightsugar@gmail.com