sangat singkat dan tegangan tinggi. Energi electron yang dihasilkan dalam
bentuk streamer yang telah dibentuk dari spesies aktif pada suhu kamar. Kondisi
optimum pengolahan limbah ini terjadi pada saat sampel yang telah diolah
dengan reaktor plasma menghasilkan nilai penurunan parameter yang paling
tinggi. Efisiensi penyisihan parameter warna, COD, dan TSS menunjukkan hasil
yang paling baik terjadi pada tegangan maksimum, yaitu 18 kV dengan flowrate
oksigen sebesar minimum yaitu 0,5 liter/menit. Penurunan dari COD, konsentrasi
warna, dan TSS di dalam suatu limbah cair tekstil ini akan terjadi karena adanya
reaksi antara spesies yang aktif dengan senyawa organik menjadi suatu
molekul air. Sebagian besar spesies aktif yang terbentuk merupakan oksidator
kuat.
Di antara spesies aktif yang telah terbentuk, radikal hidroksil (-OH) dan
Hidrogen Peroksida (H2O2) adalah spesies yang akan berperan penting di dalam
penguraian suatu senyawa organik di dalam limbah cair. Dengan adanya suatu
radikal hidroksil ini, maka pengolahan akan menjadi lebih cepat, karena
potensial oksidasinya tinggi (2.8 V). Radikal hidroksil mengoksidasi senyawa
oganik dengan reaksi yang berantai. Senyawa organik yang terkandung di
dalam limbah akan mudah terurai menjadi CO2 dan H2O.
Peningkatan suatu tegangan dapat meningkatkan suatu jumlah elektron
sehingga memungkinkan terjadi banyak tumbukan antara elektron dan udara,
akibatnya spesies yang aktif yang terbentuk akan semakin meningkat pula.
Spesies aktif inilah yang berperan penting dalam penguraian senyawa organik
di dalam limbah. Oleh karena itu, peningkatan tegangan dapat meningkatkan
efisiensi dari pengolahan limbah cair dari industri tekstil dengan memanfaatkan
sebuah teknologi plasma.
Sistem pengolahan limbah cair dengan kombinasi klorin, sedimentasi, dan filtrasi, misalnya,
terbilang boros dalam penggunaan bahan baku. Selain itu, pengolahan limbah cair dinilai kurang
efektif dalam mengurai kadar racun.
Bahkan klorin sebagai zat bahan pengurai merupakan bahan limbah. Pengolahan limbah secara
biologi, yakni dengan menggunakan agen biologi yang dikombinasikan dengan filterisasi karbon
aktif, juga masih mengandung kekurangan.
Hal itu disebabkan senyawa organik tertentu yang dilarutkan di dalam limbah mengandung
senyawa organik yang sulit terurai dan membahayakan keselamatan makhluk hidup.
Menurut Anto Tri Sugiarto, peneliti teknologi plasma dari Pusat Penelitian Kalibrasi, Instrumentasi,
Metrologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), pengolahan limbah cair sekarang ini masih
dilakukan secara bersamaan sehingga sulit diambil manfaatnya.
Seharusnya, bahan limbah diurai sesuai dengan penyusunnya seperti air keluar menjadi air
bersih, limbah organik menjadi karbondioksida, dan logam menjadi logam secara terpisah,
jelasnya. Untuk mengatasi persoalan itu, tambah Anto, cara yang tepat menerapkan teknologi
plasma atau teknologi ionisasi gas.adalah
Dengan teknologi yang disebut advanced oxidation processes (AOPs), pen guraian limbah dapat
berlangsung efektif dan efisien.
Pada praktiknya teknologi AOPs mengombinasikan beberapa unsur, antara lain ozon, hidrogen
peroksida, sinar ultraviolet, titanium oksida, fotokatalis, sonolisis, dan sinar elektron. Hasil dari
kombinasi itu berupa gugus hidroksil radikal (OH).
Selama ini OH dikenal sebagai senyawa yang memiliki potensi oksidasi tinggi, yaitu 2,8 volt.
Potensi oksidasi yang dimiliki OH lebih besar ketimbang potensi oksidasi pada ozon dan klorin.
Hal itu membuat OH sangat mudah bereaksi dengan senyawa-senyawa lain yang ada di sekitarnya.
Anto yang berhasil meraih gelar doktor dari Universitas Gunma, Jepang, mengatakan teknologi
AOPs memiliki beberapa kelebihan.
Salah satunya mampu membersihkan limbah dari senyawa-senyawa organik yang selama ini tidak
dapat diuraikan dengan metode mikrobiologi atau filtrasi membran.
Teknologi tersebut juga dapat diaplikasikan tidak hanya untuk mengolah limbah cair hasil industri,
namun juga untuk mengolah air limbah menjadi air bersih. Bukan hanya itu, teknologi AOPs
mampu memisahkan limbah berdasarkan kategori.
Hal itu membuat OH sangat mudah bereaksi dengan senyawa-senyawa lain yang ada di sekitarnya.
Anto yang berhasil meraih gelar doktor dari Universitas Gunma, Jepang, mengatakan teknologi
AOPs memiliki beberapa kelebihan.
Salah satunya mampu membersihkan limbah dari senyawa-senyawa organik yang selama ini tidak
dapat diuraikan dengan metode mikrobiologi atau filtrasi membran.
Teknologi tersebut juga dapat diaplikasikan tidak hanya untuk mengolah limbah cair hasil industri,
namun juga untuk mengolah air limbah menjadi air bersih. Bukan hanya itu, teknologi AOPs
mampu memisahkan limbah berdasarkan kategori.
Misalnya, limbah logam akan terpisah dari limbah organik dan lainnya lewat proses penyaringan.
Pengolahan limbah dengan teknologi AOPs akan menghasilkan limbah nonbiodegradable maupun
biodegradable.
Limbah non biodegradable antara lain logam, fenol, pestisida, benzena, senyawa klorin, zat warna,
detergen, dan trinitrotoluene (TNT). Sebagai contoh, besi akan terurai menjadi besi tanpa
bercampur dengan limbah jenis lainnya.
Sementara itu, limbah biodegradable, seperti makanan atau sampah pohon, akan diuraikan
menjadi air (H2O) dan karbondioksida (CO2). Meski demikian, menurut Anto, agar dapat terurai
menjadi gugus OH, limbah harus diradikalisasi.
Untuk memperoleh OH radikal, dia pun mereaksikan ozon (O3) dengan utraviolet (UV) dengan
bantuan air limbah.
Hidroksil radikal yang terbentuk itu kemudian akan menguraikan senyawa organik di dalam air
limbah menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti karbondioksida dan air.
Air tersebut sudah bebas bakteri karena proses oksidasi membunuh semua makhluk hidup yang
ada. Pada penelitiannya, Anto mengaplikasikan teknologi AOPs khusus untuk menguraikan limbah
bahan peledak.
Pasalnya, limbah itu mudah meledak dan senyawa-senyawanya tidak mudah diuraikan. Terjadinya
ledakan di pabrik senjata, misalnya, dikarenakan limbah
Kombinasi Ozon dan UV
Untuk menguraikan bahan peledak, Anto mengombinasikan ozon dan ultraviolet gelombang C.
Ultraviolet gelombang C atau gelombang pendek memiliki panjang 10 hingga 280 nanometer (nm).
Gelombang itu tidak ada pada sinar Matahari yang berpenetrasi ke Bumi. Ultraviolet gelombang C
dihasilkan dengan menggunakan ultraviolet lampu berdaya 90 watt dan sangat berbahaya jika
terkena paparannya.
Lantaran menggunakan ultraviolet gelombang C yang memiliki radiasi begitu kuat, hasil oksidasi
limbah pun cukup tinggi.
Oleh karena itu, tidak heran apabila teknik oksidasi, selain dapat menguraikan senyawa kimia
beracun yang berada dalam air, mampu menguraikan limbah padat (sludge).
Tingkat penguraiannya pun bisa mencapai hampir 100 persen. Penguraian limbah berteknologi
plasma itu menggunakan reaktor plasma yang disebut dengan ozonized water reactor.
Pada reaktor tersebut, terdapat alat pembuat ozon, lampu ultraviolet, dan saringan. Sebelum
limbah terurai di reaktor plasma, air limbah yang akan diolah dipompakan ke dalam alat.
Selanjutnya, limbah dimasukkan ke reaktor plasma yang memiliki dua aliran gas dan air. Aliran
ionisasi oksigen di dalam air diperlukan untuk bereaksi dengan ozon.
Pada tahap berikutnya, ozon disinari dengan sinar ultraviolet gelombang C dan menghasilkan OH
radikal yang berfungsi menguraikan larutan dalam air limbah.
Anto mengatakan teknologi AOPs dengan sinar ultraviolet gelombang C yang memiliki tingkat
oksidasi tinggi sangat cocok digunakan untuk menguraikan bahan peledak.
Sisa-sisa bahan peledak seperti TNT dan bubuk mesiu yang berbahaya akan dapat terurai dengan
baik. hay/L-2
Koran Jakarta, 9 Juli 2010
ah dibuang sembarangan tanpa proses penguraian.