Anda di halaman 1dari 2

Minyak goreng adalah minyak nabati yang telah dimurnikan dan dapat digunakan sebagai bahan

pangan. Minyak goreng merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok yang dikomsumsi oleh seluruh
lapisan masyarakat. Komsumsi minyak goreng biasanya digunakan sebagai media menggoreng bahan
pangan, penambah citra rasa, atau pun shortening yang menbentuk struktur pada pembuatan roti
(Trubusagrisarana, 2005).
Minyak goreng yang dihasilkan dari bahan yang berbeda mempunyai stabilitas yang berbeda
karena stabilitas minyak goreng dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti derajat ketidakjenuhan asam
lemak yang dikandungnya, penyebaran ikatan rangkap dan bahan-bahan yang dapat mempercepat atau
memperlambat proses kerusakan.
Standar Mutu Minyak Goreng Berdasarkan SNI - 3741- 1995
Kriteria

Persyaratan

1. Bau dan Rasa

Normal

2. Warna

Muda Jernih

3. Kadar Air

max 0,3%

4. Berat Jenis

0,900 g/liter

5. Asam lemak bebas

Max 0,3%

6. Bilangan Peroksida

Max 1* meg/kg

7. Bilangan Iod

45 - 46

8. Bilangan Penyabunan

196 - 206

9. Index Bias

1,448 - 1,450

10. Cemaran Logam

Max 0,1 mg/kg

* SNI 01-3741-2002
Bilangan iod
Bilangan iodium menyatakan ukuran ketidakjenuhan minyak atau lemak dan berkaitan dengan
kandungan asam lemak tidak jenuh dalam minyak atau lemak. Bilangan iodium dinyatakan sebagai
banyaknya garam iod yang diikat oleh 100 gram minyak atau lemak. Penentuan bilangan iodium dapat
dilakukan dengan cara hanus atau cara Kaufmaun dan cara Von Hubl atau cara Wijs (Sudarmadji dkk,
1997). Cara Wijs menggunakan larutan iod dalam asam asetat pekat, tetapi mengandung iodium klorida
sebagai pemicu reaksi (Winarno, 1997). Prinsip penentuan bilangan iodin dengan metode wijs adalah
penambahan larutan iodin monoklorida dalam campuran asam asetat dan karbon tetraklorida ke dalam
sejumlah sampel yang akan diuji. Semakin banyak yodium yang digunakan semakin tinggi derajat
ketidakjenuhan. Biasanya semakin tinggi titik cair semakin rendah kadar asam lemak tidak jenuh dan
demikian pula derajat ketidakjenuhan (bilangan yodium) dari lemak bersangkutan. Asam lemak jenuh
biasanya padat dan asam lemak tidak jenuh adalah cair; karenanya semakin tinggi bilangan yodium
semakin tidak jenuh dan semakin lunak lemak tersebut. Bilangan iod minyak sawit menurut Ketaren
(1996) adalah sebesar 48-56.
Bilangan Peroksida
Bilangan peroksida didefinisikan sebagai jumlah peroksida dalam setiap 1000 gram (1 kg) minyak
atau lemak. Bilangan peroksida ini menunjukkan tingkat kerusakan lemak atau minyak (Saifudin, 2008).
Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak.
Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida.
Cara yang sering digunakan untuk menentukan bilangan peroksida, berdasarkan pada reaksi antara alkali
iodida dalam larutan asam dengan ikatan peroksida. Iod yang dibebaskan pada reaksi ini kemudian
dititrasi dengan natrium thiosulfat.
Semakin tidak jenuh asam lemaknya akan semakin cepat teroksidasi. Selain itu, faktor faktor
seperti suhu, adanya logam berat dan cahaya, tekanan udara, enzim dan adanya senyawa peroksida juga
semakin mempercepat berlangsungnya oksidasi dan dengan demikian akan semakin cepat terjadi
ketengikan (Syarief & Hariyadi, 1991). Menurut Walujo dalam Hartin, 2008, pemanasan berlebihan pada

minyak goreng dapat mengubah asam lemak tak jenuh menjadi gugus peroksida dan senyawa radikal
bebas lainnya.
Peroksida ini terbentuk karena pada saat penggorengan dengan keadaan tanpa tutup, oksigen yang
berada pada lingkungan mengikat asam lemak pada minyak yang dipanaskan, sehingga oksigen memecah
rantai ikatan rangkap pada asam lemak seperti asam palmitat yang terkandung pada minyak sawit yang
mengakibatkan terbentuknya peroksida pada rantai molekul asam lemak. Perulangan penggorengan pada
minyak yang sama mempengaruhi kadar peroksida yang terbentuk. Semakin banyak perulangan
penggorengan mengakibatkan semakin banyak ikatan rantai asam lemak yang teroksidasi sehingga
semakin meningkatkan kadar peroksida pada tahap pendinginan.
Bilangan Asam (FFA)
Bilangan asam adalah ukuran dari asam lemak bebas, serta dihitung berdasarkan berat molekul dari
asam lemak atau campuran asam lemak. Bilangan asam dinyatakan sebagai jumlah miligram KOH 0,1 N
yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak atau lemak.
Angka asam besar menunjukkan asam lemak bebas yang besar yang berasal dari hidrolisis minyak
ataupun karena proses pengolahan yang kurang baik. Makin tinggi angka asam maka makin rendah
kualitasnya (Julianty, 2008). Besarnya bilangan asam tergantung dari kemurnian dan umur dari minyak
atau lemak tersebut.
Kadar FFA untuk minyak sawit awal adalah sekian sedangkan bekas penggorengan X menunjukkan
nilai sekian dan pada penggorengan Y nilai FFA sebesar sekian. Kadar FFA yang menurun pada minyak
bekas penggorengan X dibandingkan dengan kadar FFA sebelum minyak tersebut digunakan. Secara
teori, seharurnya kadar FFA pada minyak sawit bekas penggorengan X meningkat karena X merupakan
bahan yang banyak mengandung air. Air akan bereaksi dengan minyak dan memutus ikatan pada ester
trigliserida menjadi asam lemak bebas dengan gliserol. Penyimpangan hasil tersebut kemungkinan terjadi
karena praktikan kurang teliti dalam melakukan analisis atau asam lemak bebas tersebut bereaksi dengan
zat lain sehingga ketika dilakukan analisis menunjukkan kadar FFA yang lebih kecil. Sedangkan pada
minyak sawit bekas penggorengan Y meningkat dibandingkan FFA minyak awal tapi lebih besar
dibandingkan dengan minyak bekas penggorengan X. Jika dibandingkan dengan minyak awal memang
seharusnya FFA pada minyak bekas Y meningkat karena meskipun kerupuk merupakan bahan yang
kering, kerupuk masih memiliki kadar air walaupun kecil. Tetapi, jika dibandingkan dengan minyak bekas
penggorengan tahu, seharusnya kadar FFA pada minyak bekas penggorengan kerupuk lebih kecil karena
kadar air pada tahu lebih besar dibanding pada kerupuk sehingga kemungkinan terjadinya proses
hidrolisis kecil.
Uji Kejernihan
Lemak dan minyak mengandung zat-zat warna yang dapat menyerap cahaya spektrum. Warna ini
menentukan mutu minyak dan lemak. Untuk penentuan sifat ini digunakan alat spektrofotometer. Warna
minyak yang terlihat berbeda-beda, disebabkan perbedaan absorpsi spektrum warna : gugus hidroksil,
karboksil dan gugusan-gugusan lainnya menyerap sinar infra merah yang bergelombang panjang. Ikatan
rangkap yang terdapat antara karbon dengan karbon akan menyerap sinar ultraviolet yang bergelombang
pendek. Sehingga ketidakjenuhan minyak dapat diukur dengan spektrofotometer. Spektrofotometer dapat
juga digunakan untuk menentukan warna dan kejernihan minyak. Kejernihan dari warna dapat dinyatakan
dalam persen transmittance dengan menggunakan alat spektronik 20 (Ketaren, 1986).
Kejernihan yang tinggi pada minyak menunjukkan bahwa pengotorpengotor yang terdapat pada
minyak tersebut semakin sedikit. Pengotor warna pada minyak dapat berupa zat-zat warna yang bukan
karoten yang sukar untuk diikat oleh bleacing earth ataupun gum dan zat-zat lain yang terbentuk karena
proses hidrolisis, dan proses kerusakan lainnya. Selain itu, kejernihan juga dapat menunjukkan
ketidakjenuhan minyak karena ikatan rangkap yang terdapat antara karbon dengan karbon akan menyerap
sinar ultraviolet yang bergelombang pendek. Kejernihan pada minyak ditunjukkan oleh % T
(transmittance). Semakin tinggi nilai T maka minyak tersebut semakin jernih karena semakin banyak
cahaya yang dapat diteruskan olah minyak tersebut.
Bau/aroma
Bau atau aroma adalah indikator kualitas minyak yang bisa di ketahui langsung dengan indera
penciuman. Menurut SNI Minyak goreng (1995), bau atau aroma minyak goreng adalah normal minyak.
Ketidakjenuhan minyak yang disebabkan proses oksidasi dapat menyebabkan minyak berbau tengik.

Anda mungkin juga menyukai