Anda di halaman 1dari 135

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 123 TAHUN 2021


TENTANG
STANDARDISASI INDUSTRI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang : bahwa untuk mewujudkan persaingan usaha yang sehat,
perlindungan konsumen, peningkatan mutu dan daya saing
Industri dalam negeri serta untuk melaksanakan ketentuan
Pasal 7 ayat (3), Pasal 10 ayat (11), Pasal 21 ayat (6), dan Pasal
23 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2017 tentang
Pembangunan Sarana dan Prasarana Industri dan ketentuan
Pasal 35 ayat (5), Pasal 37 ayat (2), Pasal 38 ayat (13), Pasal 54
2

ayat (3), dan Pasal 55 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 28


Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang PerIndustrian,
perlu menetapkan Peraturan Menteri PerIndustrian tentang
Standardisasi Industri;
Mengingat : 1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4916);
3. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang
PerIndustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5492);
4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang
Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 216, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5584);
5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020
Nomor 245, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 6573);
3

6. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2017 tentang


Pembangunan Sarana dan Prasarana Industri (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 9, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6016);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2018 tentang
Sistem Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor
110, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
6225);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Bidang PerIndustrian (Lembaran Negara
Republik Indonesia2828 Tahun 2021 Nomor 38, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6640);
9. Peraturan Presiden Nomor 107 Tahun 2020 tentang
Kementerian PerIndustrian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2020 Nomor 254);
10. Peraturan Menteri PerIndustrian Nomor 7 Tahun
2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Perindustrian (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021
Nomor 170);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN TENTANG
4

STANDARDISASI INDUSTRI.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Standar adalah persyaratan teknis atau sesuatu yang Standar adalah persyaratan teknis yang
dibakukan, termasuk tata cara dan metode yang disusun dibukukan dalam bentuk dokumen cetak
berdasarkan konsensus semua pihak/ Pemerintah/ dan elektronik. Dokumen adalah bentuk
keputusan internasional yang terkait dengan pembukuan.
memperhatikan syarat keselamatan, keamanan,
kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu UU 3/2014, mengatur tentang SNI, ST dan
pengetahuan dan teknologi, pengalaman, serta PTC
perkembangan masa kini dan masa depan untuk
memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya. UU 20/2014, hanya mengatur tentang SNI
karena UU ini untuk kepentingan BSN,
jadi wajar bila standar tidak
mendefinisakan ST dan PTC. Karena
pengaturan ST dan PTC ada dalam ruang
lingkup Kemenperin.
2. Standardisasi Industri adalah proses merumuskan, (PP 28/2021)
menetapkan, menerapkan, memelihara, memberlakukan
dan mengawasi standar bidang Industri yang
5

dilaksanakan secara tertib dan bekerjasama dengan


semua pemangku kepentingan
3. Standar Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat (PP 28/2021)
SNI adalah standar yang ditetapkan oleh lembaga yang
menyelenggarakan pengembangan dan pembinaan di
bidang standardisasi.
4. Spesifikasi Teknis yang selanjutnya disingkat ST adalah (PP 28/2021)
dokumen persyaratan teknis yang mengacu pada sebagian ST adalah hasil konsensus peryaratan
parameter SNI dan/atau standar internasional. teknis yang dibukukan dalam bentuk
dokumen
5. Pedoman Tata Cara yang selanjutnya disingkat PTC (PP 28/2021)
adalah dokumen yang berisi tata cara atau prosedur PTC adalah hasil konsensus persyaratan
untuk desain, manufaktur, instalasi, pemeliharaan atau teknis yang dibukukan dalam bentuk
utilisasi dari peralatan, struktur atau produk. dokumen
6. Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang (PP 28/2021)
mengolah bahan baku dan/atau memanfaatkan sumber
daya industri sehingga menghasilkan barang yang
mempunyai nilai tambah atau manfaat lebih tinggi,
termasuk jasa industri.
7. Sistem Informasi Industri Nasional yang selanjutnya (PP 28/2021)
disingkat SIINas adalah tatanan prosedur dan mekanisme
kerja yang terintegrasi meliputi unsur institusi, sumber
daya manusia, basis data, perangkat keras dan lunak,
6

jaringan komunikasi data yang terkait satu sama lain


dengan tujuan untuk penyampaian, pengelolaan,
penyajian, pelayanan, serta penyebarluasan data
dan/atau informasi Industri.
8. Pelaku Usaha adalah orang perseorangan atau badan (PP 28/2021)
usaha yang melakukan usaha dan/atau kegiatan pada
bidang tertentu.
9. Perusahaan Industri adalah setiap orang yang melakukan
kegiatan di bidang usaha Industri yang berkedudukan di
Indonesia.
10. Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas (UU no 17/2006)
tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat
lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang
sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai.
11. Pabrik adalah lokasi produksi atau lokasi di luar kegiatan
produksi tempat penerapan SNI secara sukarela atau
pemberlakuan SNI, ST, dan/atau PTC secara wajib oleh
Pelaku Usaha atau Perusahaan Industri.
12. Pasar adalah lembaga ekonomi tempat bertemunya (UU 7/2014)
pembeli dan penjual, baik secara langsung maupun tidak
langsung, untuk melakukan transaksi perdagangan.
13. Sertifikasi adalah rangkaian kegiatan penilaian kesesuaian Definisi ini merupakan batasan pengertian
7

yang berkaitan dengan pemberian jaminan tertulis bahwa dalam Permenperin ini, karena
barang dan/atau jasa Industri telah memenuhi Standar di Permenperin tidak mengatur tentang
bidang industri dan/atau Peraturan Menteri. personal.

Istilah sertifikasi ini digunakan dalam PP 2


dan PP 28, dalam PP tersebut
menggunakan istilah sertifikasi, dan
bukan sertifikasi di bidang industri.

PTC adalah proses dan sistem yang


berkaitan dengan barang dan/atau jasa
industri.

Dalam definisi Standardisasi Industri


menggunakan istilah standar bidang
industri, bukan standar di bidang industri.

Pemberlakuan sukarela oleh BSN hanya


dilakukan oleh uji petik yang telah
disetujui dalam pembahasan RUU No
20/2014 - RPP 34/2018.
8

PP 34/2018 pengaturan secara general.

Standar bidang industri bisa bersifat


sukarela, namun pemberlakuannya wajib
dilakukan dengan Peraturan Menteri.

Peraturan Menteri untuk mengakomodasi


bahwa ST dan PTC dianggap bukan
standar namun dokumen.

14. Surveilan adalah pengawasan oleh LSPro kepada Pelaku Surveilan didefinisikan pengawasan
Usaha atau Perusahaan Industri yang telah memiliki karena juga terdapat kegiatan surveilan
Sertifikat SNI dan/atau Sertifikat Kesesuaian sebagai khusus yang merupakan pengawasan.
bagian dari proses Sertifikasi.
Definisi mengacu ISO/IEC 17000
Adakah kegiatan penilaian kesesuaian yang dilakukan
secara sistematik dan berulang sebagai dasar untuk UU 3/2014 Pasal 52 ayat 6 huruf a dan b,
memelihara validitas Sertifikat SNI atau Sertifikat barang dan jasa yang sni diberlakukan
Kesesuaian wajib, wajib dibubuhi tanda SNi, dan yang
ST dan PTC diberlakukan wajib, wajib
dibubuhi tanda kesesuaia, yang artinya
9

harus memiliki sertifikat SNi dan Sertifikat


kesesuaian

Istilah Sertifikat SNI dan Sertifikat


Kesesuaian telah digunakan dalam PP
28/2021.

Tidak bertentangan dengann karena UU


20/2014 menetapkan
a. Pasal 1, angka 10 : Tanda SNI adalah
tanda sertifikasi yang ditetapkan oleh
BSN untuk menyatakan telah
terpenuhinya persyaratan SNI.
b. Pasal 1, angka 11 : Tanda kesesuaian
adalah tanda sertifikasi selain tanda
SNI yang ditetapkan oleh
kementerian dan/atau Lembaga
pemerintah nonkementerian atau
ditetapkan berdasarkan perjanjian
saling pengakuan antar subjek hukum
internasional.

Mengingat Kementerian Perindustrian


dapat memberlakukan SNI secara wajib
maupun SNI, Spesifikasi Teknis dan/atau
10

Pedoman Tata Cara secara wajib, maka


perlu dipisahkan antara sertifikat SNI
dengan tanda SNI maupun sertifikat
Kesesuaian dengan Tanda Kesesuaian.

15. Sertifikat SNI adalah bukti kesesuaian yang diberikan oleh Dulu sertifikat dikeluarkan oleh LSPro,
Lembaga Sertifikasi Produk kepada Pelaku Usaha yang sekarang dengan mekanisme SPPT SNI
mampu menghasilkan barang dan/atau jasa industri dan Kesesuain.
sesuai dengan ketentuan SNI.
Istilah sertifikat SNI terdapat dalam PP 28,
Pasal 54 ayat 1

Tidak bertentangan dengan karena UU


20/2014 menetapkan

a. Pasal 46 ayat (1) : Barang, Jasa, Sistem,


Proses, atau Personal yang telah
memenuhi SNI diberi bukti kesesuaian
berupa sertifikat.
b. Pasal 46 ayat (2) : Sertifikat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menjadi dasar persetujuan
penggunaan Tanda SNI dan/atau
Tanda Kesesuaian.
c. Pasal 46 ayat (3) : Persetujuan
penggunaan Tanda SNI sebagaimana
11

dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh


BSN kepada Pelaku Usaha.
d. Pasal 46 ayat (4) : Persetujuan
penggunaan Tanda Kesesuaian
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diberikan oleh kementerian/lembaga
pemerintah nonkementerian yang
berwenang kepada Pelaku Usaha.
e. Pasal 46 ayat (5) : Dalam hal Indonesia
terikat dengan perjanjian internasional,
BSN melimpahkan persetujuan
penggunaan Tanda SNI sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) kepada
kementerian/lembaga pemerintah
nonkementerian lainnya yang
berwenang.

ILUSTRASI PENGATURAN SERTIFIKAT


SNI
c. Contoh ilustrasi pengaturan berada
dalam Pasal 25 ayat (1) : Pelaku Usaha,
kementerian/lembaga pemerintah
nonkementerian, dan/atau Pemerintah
Daerah wajib memiliki sertifikat SNI
yang diberlakukan secara wajib
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
ayat (1). (kenapa tidak menggunakan
istilah Sertifikat Kesesuaian?)

16. Sertifikat Kesesuaian adalah bukti kesesuaian yang Frasa Standardisasi Industri menjelaskan
diberikan oleh Lembaga Sertifikasi Produk kepada Pelaku proses, sehingga diganti dengan
Usaha yang mampu menghasilkan barang, jasa, sistem breakdown.
12

dan/atau proses sesuai ketentuan SNI dan ST, SNI dan


PTC, SNI, ST dan PTC, ST, ST dan PTC, dan/atau PTC. Istilah sertifikat Kesesuaian terdapat
persyaratan Standardisasi Industri yang diberlakukan dalam PP 28, Pasal 54 ayat 1
secara wajib oleh Menteri.
17. Tanda SNI adalah tanda sertifikasi yang ditetapkan oleh (PP 34/2018)
BSN untuk menyatakan telah terpenuhinya persyaratan
SNI.
18. Tanda Kesesuaian adalah tanda sertifikasi selain Tanda UU 20/2014 telah melimpahkan ke KL
SNI yang ditetapkan oleh Kementerian Perindustrian pada pasal 1 angkat 11, disini
untuk menyatakan telah terpenuhinya persyaratan mendefiniskan untuk menjadi pembatas
Standar di bidang Industri berdasarkan Peraturan Menteri dalam penggunaan peraturan ini.
ini. Sehingga RPermenperin dapat
menyebutkan Kementerian Perindustrian
dirinya sendiri

Mengingat yang diatur dalam Peraturan


Menteri ini hanya standar bidang industri,
maka definisi disesuaian bahwa tanda
kesesuaian dimaksud dalam Peraturan
Menteri ini adalah yang ditetapkan Menteri
bukan Lembaga lain.
19. Lembaga Penilaian Kesesuaian yang selanjutnya disingkat (PP 34/2018)
LPK adalah lembaga yang melakukan kegiatan penilaian
13

kesesuaian.
20. Lembaga Sertifikasi Produk yang selanjutnya disebut
LSPro adalah lembaga terakreditasi yang melakukan Dalam Pasal 1 ini adalah definisi LSPro,
kegiatan sertifikasi produk barang dan/atau jasa Industri terkareditasi sebagaimana dimaksud pp
dan menerbitkan Sertifikat SNI/Sertifikat Kesesuaian 28/2021, pasal 38 adalah persyaratan. terkait
sesuai persyaratan SNI, ST dan/atau PTC yang penggunan kata terakreditasi sebagaimana
diberlakukan secara wajib. usulan BSN apakah mengakomodir ketentuan
dalam Pasal 38 ayat (7).
21. Laboratorium Uji adalah lembaga terakreditasi
yang Definisi ini sebagai pembatasan definisi
melakukan kegiatan pengujian kesesuaian mutu terhadap dalam pengaturan RPermenperin ini.
contoh barang sesuai persyaratan SNI, ST, dan/atau PTC
yang diberlakukan secara wajib. Laboratorium uji bukan hanya untuk
mendukung kegiatan LSPro dalam rangka
sertifikasi namun digunakan juga dalam
fungsi pengawasan

Berdasarkan UU 20/2014, Pasal 31 ayat (1) :


Pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal
30 ayat (2) merupakan kegiatan untuk
menetapkan 1 (satu) atau lebih
karakteristik bahan atau proses
berdasarkan SNI.
Mengingat Laboratorium Uji ini adalah
suatu Lembaga yang melakukan kegiatan
pengujian dalam rangka sertifikasi atau
14

pengawasan yang lakukan oleh instansi


teknis pengawas (tidak hanya mendukung
kegiatan LSPro), maka rumusan tetap.
22. Lembaga Inspeksi adalah lembaga terakreditasi yang Definisi ini sebagai pembatasan definisi
melakukan kegiatan inspeksi kesesuaian terhadap Pelaku dalam pengaturan RPermenperin ini.
Usaha sesuai persyaratan SNI, ST, dan/atau PTC yang
diberlakukan secara wajib.
Lembaga Inspeksi bukan hanya untuk
mendukung kegiatan LSPro dalam rangka
sertifikasi namun digunakan juga dalam
fungsi pengawasan

23. Petugas Pengawas Standar Barang dan/atau Jasa di dihapus


Pabrik yang selanjutnya disingkat PPSP adalah Pegawai
Negeri Sipil di pusat atau daerah yang ditugaskan untuk Definisi PPSP tidak lagi digunakan karena
melakukan pengawasan barang dan atau jasa di lokasi PPSP tidak diatur dalam RPermenperin ini.
produksi dan di luar lokasi kegiatan produksi yang SNInya Tidak perlu menjelaskan PPSI ini adalah
telah diberlakukan secara wajib atau yang diterapkan pengganti istilah PPSP.
secara sukarela oleh produsen.
24. Petugas Pengawas Standar Industri yang selanjutnya (PP 2/2017)
disingkat PPSI adalah Pegawai Negeri Sipil pusat atau
daerah yang ditugaskan untuk melakukan pengawasan Berdasarkan PP 28/2021, Pasal 1, angka 26 :
Petugas Pengawas Standar Industri yang
terhadap pelaksanaan penerapan SNI secara sukarela selanjutnya disingkat PPSI adalah pegawai
negeri sipil pusat atau daerah yang ditugaskan
15

dan/atau pemberlakuan SNI, ST, dan/atau PTC yang untuk melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan penerapan atau pemberlakuan
diberlakukan secara wajib. standar Industri.

Berdasarkan UU 20/2014, terdapat:


Petugas Pengawas Standar Industri yang selanjutnya disingkat BAB III. STANDARDISASI
PPSI adalah pegawai negeri sipil pusat atau daerah yang Dalam Bab III tersebut terdapat
Bagian Keempat. Penerapan dan
ditugaskan untuk melakukan pengawasan terhadap Pemberlakuan.
pelaksanaan penerapan atau pemberlakuan standar Industri. Dalam Bagian Keempat
tersebut, terdapat:
Paragraf 2. Penerapan SNI
Secara Sukarela, dan berisi
pengaturan terkait
Penerapan SNI secara
sukarela.
Paragraf 3. Pemberlakuan
SNI Secara wajib, Pasal 24,
ayat (1): Dalam hal
berkaitan dengan
kepentingan keselamatan,
keamanan, kesehatan, atau
pelestarian fungsi
lingkungan hidup,
kementerian/lembaga
pemerintah
nonkementerian
berwenang menetapkan
pemberlakuan SNI secara
wajib dengan Peraturan
Menteri atau Peraturan
Kepala Lembaga Pemerintah
Nonkementerian.

Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan


16

penggunaan kata Penerapan itu identik


dengan Penerapan Sukarela, sedangkan istilah
penggunaan kata Pemberlakuan identik
dengan Pemberlakuan Secara Wajib.
Usulan kami rumusan TETAP.

25. Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bidang Perindustrian yang


selanjutnya disingkat PPNS Bidang Perindustrian adalah
pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di instansi
pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di
bidang perindustrian dan diberi kewenangan sebagai
penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) untuk melakukan
penyidikan.
26. Asesor Manajemen Mutu Industri yang selanjutnya (Permen 2/2017)
disingkat AMMI adalah Pegawai Negeri Sipil yang
diberikan tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk
melaksanakan asesmen sistem manajemen mutu industri
dalam lingkungan instansi pusat dan daerah.
27. Badan Standardisasi Nasional yang selanjutnya disingkat (UU 20/2014)
BSN adalah lembaga pemerintah non kementerian yang
bertugas dan bertanggung jawab di bidang standardisasi
dan penilaian kesesuaian.
28. Komite Akreditasi Nasional yang selanjutnya disingkat (UU 20/2014)
17

KAN adalah lembaga nonstruktural yang bertugas dan


bertanggungjawab di bidang akreditasi LPK.
29. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia (PP 28/2021)
yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara
Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan
Menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
30. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur (PP 28/2021)
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang memimpin
pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah otonom.
31. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan (PP 28/2021)
pemerintahan di bidang perindustrian.
32. Sekretariat Jenderal Kementerian Perindustrian adalah
unit kerja di lingkungan Kementerian Perindustrian yang
memiliki tugas, fungsi, dan wewenang untuk melakukan
koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian
dukungan kepada seluruh unit organisasi di lingkungan
Kementerian Perindustrian.
33. Direktorat Jenderal Pembina Industri yang selanjutnya
disingkat Ditjen Pembina Industri adalah unit kerja di
lingkungan Kementerian Perindustrian yang memiliki
tugas, fungsi, dan wewenang untuk melakukan
18

pembinaan jenis-jenis Industri sesuai dengan ketentuan


peraturan perundang-undangan.
34. Direktur Jenderal Pembina Industri yang selanjutnya
disingkat Dirjen Pembina Industri adalah direktur jenderal
di lingkungan Kementerian Perindustrian yang memiliki
tugas, fungsi, dan wewenang untuk melakukan
pembinaan jenis-jenis Industri sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
35. Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri yang
selanjutnya disingkat BSKJI adalah badan yang memiliki
tugas, fungsi, dan wewenang untuk melaksanakan
koordinasi, perumusan, penerapan, pemberlakuan, dan
pengawasan Standardisasi Industri.
36. Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri
yang selanjutnya disingkat Kepala BSKJI adalah kepala
badan yang memiliki tugas, fungsi, dan wewenang untuk
melaksanakan koordinasi, perumusan, penerapan,
pemberlakuan, dan pengawasan Standardisasi Industri.
37. Pusat Data dan Informasi Industri yang selanjutnya
disingkat Pusdatin adalah unit kerja di bawah Menteri
yang mempunyai tugas melaksanakan penyusunan
kebijakan teknis, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, dan
19

pelaporan di bidang data, informasi, dan sistem informasi.


Ruang lingkup tidak wajib dicantumkan
dalam RPermenpein. Ruang lingkup
bertujuan untuk memudahkan
mengetahui isi RPermenperin. Seperti
Daftar isi RPermenperin.

Ruang lingkup pada umumnya berisikan


Judul Bab setelah Bab 1 dan sebelum
Peraturan lain lain

Ruang lingkup sudah tergambarkan dalam


setiap judul BAB.
Pasal 2
Standardisasi Industri bertujuan untuk: Sesuai dengan PP 2/2017 Pasal 3
a. meningkatkan jaminan mutu, efisiensi produksi, daya saing
nasional, mewujudkan persaingan usaha yang sehat dan RPermenperin adalah turunan dari UU
transparan dalam perdagangan, kepastian usaha dan 3/2014 dan UU 11/2020 sehingga tidak
kemampuan Pelaku Usaha, serta memacu kemampuan mengacu pada UU Perlindungan
inovasi dan teknologi; Konsumen dan UU Persaiangan Usaha
b. meningkatkan perlindungan kepada konsumen, Pelaku
Usaha, tenaga kerja, masyarakat dan negara dari aspek
20

keamanan, kesehatan, keselamatan, pelestarian fungsi


lingkungan hidup; dan
c. meningkatkan kepastian, kelancaran dan efisiensi transaksi
perdagangan di dalam negeri dan internasional.
Pasal 3
(1) Menteri melakukan perencanaan, pembinaan, Sudah sesuai dengan UU No 3/2014 Pasal 50
pengembangan, dan pengawasan Standardisasi Industri. UU No 11/2020, PP 2/2017 dam PP 28/2018

(2) Standardisasi Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


Apakah semua SNI, ST dan/atau PTC
diselenggarakan dalam wujud SNI, ST, dan/atau PTC.
diberlakukan secara wajib?
(3) SNI, ST, dan/atau PTC sebagaimana dimaksud pada ayat ST atau PTC dapat saja ditetapkan oleh
Menteri terpisah dengan Pemberlakuannya.
(2) berlaku di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Contoh Menteri menetapkan Cara Produksi
Indonesia. Pangan Olahan yang Baik (CPPOB).
Penetapan pemberlakuan CPPOB dilakukan
terpisah sesuai kebutuhannya dengan
pertimbangan kesiapan industri, contoh
pemberlakuan SNI AMDK yang mewajibkan
industri menerapkan CPPOB.
Berdasarkan hal tersebut, usulan kami
tetap.
BAB II PP 2 /2017 pasal 6
PERENCANAAN STANDARDISASI INDUSTRI
Pasal 4
(1) Perencanaan Standardisasi Industri ditetapkan oleh Ayat 1 dan ayat 2 sesuai dengan PP
Menteri dalam rencana strategis Kementerian 2/2017 Psal 6
Perindustrian.
21

(2) Perencanaan Standardisasi Industri sebagaimana dimaksud Ayat 2


pada ayat (1) mengacu kepada kebijakan nasional Sudah menyalin PP 2/2017 Pasal 6 ayat 1.
Standardisasi dan Kebijakan Industri Nasional. kebijakan nasioanl Standardisasi tidak
(3) Perencanaan Standardisasi Industri sebagaimana dimaksud menggunakan huruf besar, jadi tidak
pada ayat (1) paling sedikit memuat: harus mengacu pada dokumen tertentu.
a. sasaran pengembangan Standardisasi Industri; dan Artinya masih umum.
b. kebijakan dan program operasional.
Kebijakan Industri Nasional diawali kapital
sesuai dengan PP 2/2017.

Berdasarkan UU 20/2014, Pasal 5 ayat (3) :


Kebijakan nasional Standardisasi dan
Penilaian Kesesuaian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disusun
oleh BSN berdasarkan rencana pembangunan
nasional.

Berdasarkan PP 2/2017, Pasal 6 ayat (1):


Perencanaan Standardisasi Industri
ditetapkan oleh Menteri dalam rencana
strategis dengan mengacu kepada kebijakan
nasional Standardisasi dan Kebijakan
Industri Nasional.
Narasi sesuai persis dalam PP 2/2017,
sehingga usulan kami rumusan Tetap.
Pasal 5
22

Penyusunan perencanaan Standardisasi Industri sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 4 dikoordinasikan oleh Kepala BSKJI.
BAB III
PERUMUSAN STANDAR DI BIDANG INDUSTRI
Pasal 6
(1) Perumusan Standar di bidang industri meliputi perumusan: Substansi merupakan amanat PP 2/2017
a. SNI; Pasal 7 ayat 3
b. ST; dan/atau
c. PTC. Pedoman perumusan Spesifikasi Teknis
(2) Perumusan SNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf dan Pedoman Tata Cara ntuk barang
a dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang- dan/jasa Industro disusun dan ditetapkan
undangan. oleh Menteri
(3) Perumusan ST sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b dan/atau PTC sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
c harus memperhatikan:
a. tidak dimaksudkan atau berpotensi menimbulkan
hambatan perdagangan yang berlebihan atau yang tidak
diperlukan; dan/atau
b. sedapat mungkin harmonis dengan faktor-faktor kondisi
klimatik, lingkungan, geologi dan geografis, kemampuan
teknologi serta kondisi nasional yang spesifik lainnya.
Pasal 7
(1) Perumusan ST dan/atau PTC sebagaimana dimaksud PP 2/2017
23

dalam pasal 6 ayat (3) dilakukan dengan tahapan: - Pasal 7 (3)


a. penyusunan konsep; Pedoman perumusan ST dan PTC
b. rapat teknis; untuk barang dan/atau jasa
c. rapat konsensus; dan industri disusun dan ditetapkan
d. penetapan. oleh Menteri
(2) Penyusunan konsep sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dilakukan oleh konseptor.
(3) Rapat teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
bertujuan untuk membahas substansi rancangan ST
dan/atau PTC.
(4) Rapat teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilakukan oleh tim teknis yang dibentuk oleh Kepala BSKJI.
(5) Tim teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri atas - Pasal 7 (4)
unsur: Dalam penyusunan pedoman,
a. pemerintah; Menteri memperhatikan masukan
b. Pelaku Usaha atau Perusahaan Industri; darin Instansi Pemerintah, Pelaku
c. pakar; dan Usaha, Konsumen, dan pakar atau
d. konsumen. akademisi yang terkait
(6) Rapat konsensus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c bertujuan untuk menyepakati substansi rancangan
ST dan/atau PTC yang telah disusun pada rapat teknis
24

sebagaimana dimaksud pada ayat (3).


(7) Kesepakatan terhadap substansi rancangan ST dan/atau
PTC sebagaimana dimaksud pada ayat (6) terjadi apabila:
a. disetujui secara aklamasi; atau
b. disetujui oleh paling sedikit 2/3 dari anggota tim teknis
yang hadir, dalam hal tidak tercapai kesepakatan secara
aklamasi.
(8) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
dilakukan dengan menetapkan rancangan ST dan/atau
PTC menjadi ST dan/atau PTC.
(9) Penetapan rancangan ST dan/atau PTC menjadi ST - Pasal 8 (3)
dan/atau PTC sebagaimana dimaksud pada ayat (8) - ST dan PTC untuk bidang dan/atau
dilakukan oleh Menteri. jasa industri ditetapkan oleh Menteri
(10) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perumusan ST
dan/atau PTC dilakukan berdasarkan pedoman yang - Pasal 8 (4) belum dimasukkan
tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak
Penetapan ST dan PTC untuk
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
barang dan/atau PTC untuk barang
dan/atau jasa industri dapat
dilakukan bersamaan dengan
pemberlakuan ST dan/atau PTC
secara wajib
25

BAB IV UU 3 2014 Pasal 51


PENERAPAN DAN PEMBERLAKUAN PP 2 Pasal 9

Substansi pengaturan mengenai


penerapan merupakan
jembatan/pengantar dalam pengaturan
substansi lain dalam hal ini terkait dengan
amant kepada Menteri untuk melakukan
pengawasan pelaksanaan penilaian
kesesuaian oleh LPK yang berupa
pengawsan atas penerapan SN dan
pemberlakuan SNI, ST dan/atau PTC
secara wajib sebagaimana ketentuan pasal
55 PP 28/2021
Bagian Kesatu
Penerapan
Pasal 8
(1) Penerapan SNI secara sukarela dilakukan oleh Pelaku Pasal ini tidak menetapkan peraturan
Usaha dan/atau Perusahaan Industri terhadap barang apapun, dituliskan karena sebagai
dan/atau jasa industri. pengantar.
(2) Penerapan SNI secara sukarela sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan Ayat 2 dituliskan sesuai dengan ketentuan
26

perundang-undangan. peraturan perundang-undangan sudah


mengacu pada PP 34/2018.

UU No 3/2014 Pasal 51
Menjelaskan mengenai sukarela

PP 28/2021 Pasal 55
Menyebutkan Menteri diamanatkan untuk
mengatur terkait tata cara pengawasan
pelaksanaan penilaian kesesuaian oleh
LPK (Pasal 55 ayat 2) dalam penerapan
dan pemberlakuan SNI (Pasal 55 ayat 1)

coba di lihat isi pengaturan terkait penerapan


SNI sukarela, hanya ditulis “sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan”

Isi terkait penerapan SNI hanya untuk


pengantar bahwa terdapat yang sukarela dan
ada yang wajib, tidak ada pengaturan, dan
pencantuman mengingat adanya amanat : PP
28/2021
Pasal 55
(1) Menteri melakukan pengawasan terhadap:
a. lingkup kompetensi lembaga penilaian
kesesuaian sesuai dengan penerapan
27

SNI dan pemberlakuan SNI,


Spesifikasi Teknis, dan/atau Pedoman
Tata Cara secara wajib; dan
b. pelaksanaan penilaian kesesuaian
oleh Lembaga penilaian kesesuaian
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan tentang
penerapan SNI dan pemberlakuan
SNI, Spesifikasi Teknis, dan/atau
Pedoman Tata Cara secara wajib.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pengawasan pelaksanaan penilaian
kesesuaian oleh Lembaga penilaian
kesesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dalam Peraturan Menteri.
Bagian Kedua PP 2/2017
Pemberlakuan Pasal 10, ayat (11), Tata cara
memberlakukan SNI, Spesifikasi Teknis,
dan/atau Pedoman Tata Cara secara wajib
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
Tanda Kesesuaian sebagaimana dimaksud
pada ayat (9) dan ayat (10) diatur dengan
Peraturan Menteri.

Pasal 9
(1) Pemberlakuan SNI, ST, dan/atau PTC secara wajib Ayat 1 sudah sesuai dengann UU 3/2014
ditetapkan oleh Menteri. Pasal 52 ayat (1) dan pasal 10 1 PP
(2) Penetapan pemberlakuan SNI, ST, dan/atau PTC secara 2/2017
wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
28

untuk: Ayat 2 sudah sesuai dengan UU 3/2014


a. keamanan, kesehatan, dan keselamatan manusia, Pasal 52 ayat (2) dan pasal 10 ayat 2 PP
hewan, dan tumbuhan; 2/2017
b. pelestarian fungsi lingkungan hidup;
c. persaingan usaha yang sehat; UU 11/2020, Pasal 44, angka 3, Pasal 50, ayat
d. peningkatan daya saing; dan/atau 3 : SNI, spesifikasi teknis, dan/atau
pedoman tata cara berlaku di seluruh
e. peningkatan efisiensi dan kinerja Industri. wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia. (disalin dalam PP 28/2021, Pasal
(3) Pemberlakuan SNI, ST, dan/atau PTC secara wajib 34 dengan Batasan KBLI)
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku terhadap
Isi UU 11/2020 Pasal 44, angka 3, Pasal 50,
barang dan/atau jasa Industri yang memenuhi kriteria: ayat 3, sebelumnya berada dalam UU 3/2014
Pasal 50.
a. merupakan hasil produksi dari Perusahaan Industri atau
produsen di luar negeri yang tergolong dalam kegiatan
usaha berisiko menengah dan kegiatan usaha berisiko
tinggi; dan
b. merupakan barang hasil produksi dalam negeri dan/atau
impor yang diperdagangkan dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan/atau jasa Industri
yang proses kegiatannya dilakukan di dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 10
Pemberlakuan SNI, ST, dan/atau PTC secara wajib sebagaimana Narasi disesuaikan dengan PP 2/2017
dimaksud dalam Pasal 9 meliputi paling sedikit memuat: pasal 10 ayat 5
29

a. landasan pertimbangan pemberlakuan SNI, ST dam/atau


PTC secara wajib; Huruf disesuaikan PP
b. jenis barang dan/atau jasa industry serta nomor pos tarif b memuat juga nomor SNI atau Nomor
dan/atau kode KBLI atas barang dan/atau jasa industri; Permen Standar di bidang Industri ;
c. pengecualian atas SNI, ST dam/atau PTC yang c pengecualian bukan hanyan untuk
diberlakukan secara wajib untuk impor barang tertentu; barang impor, namun juga untuk produk
d. ketentuan tentang sistem penilaian kesesuaian dalam negeri dapat dikecualikan
e. penggunaan sertifikat atau pernyataan kesesuaian dan d memuat juga sistem penilaian
tanda SNI atau tanda kesesuaian; dan kesesuaian/skema sertifikasi; ketentuan
f. waktu efektif pemberlakuan. masa berlaku Sertifikat SNI atau Sertifikat
Kesesuaian perlakuan atas barang yang
telah beredar, jika ada;
e memuat juga ketentuan informasi yang
harus tertuang dalam Sertifikat SNI atau
Sertifikat Kesesuaian; ketentuan
penggunaan Tanda SNI atau Tanda
Kesesuaian;

Ketentuan dalam Pasal 10 ini berisi hal hal


yang minimum tercantum dalam Peraturan
Menteri tentang Pemberlakuan SNI, ST,
dan/atau PTC Secara Wajib, diantaranya
adalah pengecualian atas Standar di bidang
30

Industri yang diberlakukan secara wajib,


sementara isi pengaturan dalam PP 28/2021
pasal 36 adalah kriteria untuk menetapkan
pengecualian

Pasal 36, ayat (3), Penetapan terhadap


pengecualian sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri
mengenai pemberlakuan SNI, Spesifikasi
Teknis, dan/atau Pedoman Tata Cara
secara wajib dari masing-masing barang
Industri. (dibuat dalam Permen Wajib,
sesuai kebutuhan)

Pasal 11
(1) Pengecualian atas Standar di bidang Industri yang Narasi disesuaikan dengan
diberlakukan secara wajib sebagaimana dimaksud dalam PP 2/2017 Pasal 10 ayat 6
Pasal 10 huruf c dilakukan terhadap barang industri Pp 28/2021 Pasal 36 ayat 2
berdasarkan:
a. sifat teknisnya merupakan produk sejenis yang memiliki
standar tersendiri dengan ruang lingkup, klasifikasi
dan/atau syarat mutu yang berbeda dengan standar
yang diwajibkan;
b. keperluannya merupakan produk contoh untuk
keperluan riset dan pengembangan produk;
c. keperluannya merupakan barang contoh dalam rangka
31

pengujian untuk memperoleh Sertifikat SNI atau


Sertifikat Kesesuaian; dan/ atau
d. keperluannya merupakan barang pribadi penumpang
yang jenis dan jumlahnya ditetapkan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
huruf b, dan/atau huruf c, dibuktikan melalui keterangan
dari Dirjen Pembina Industri.
(3) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
lebih lanjut dalam Peraturan Menteri mengenai
pemberlakukan SNI, ST, dan/atau PTC secara wajib untuk
masing-masing barang industri.
Pasal 12
(1) Sistem penilaian kesesuaian/skema sertifikasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 huruf d dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Sistem penilaian kesesuaian/skema sertifikasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disusun dengan
mempertimbangkan karakteristik barang dan/atau jasa
industri, kemampuan Laboratorium Uji atau Lembaga
Inspeksi, dan/atau efektifitas pelaksanaan proses
sertifikasi.
32

(3) Sistem penilaian kesesuaian/skema sertifikasi sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:
a. ruang lingkup;
b. tipe/mekanisme sertifikasi yang akan digunakan;
c. tahapan proses Sertifikasi SNI dan/atau Sertifikasi
kesesuaian; dan
d. tata letak Tanda SNI dan/atau Tanda Kesesuaian.
(4) Dalam hal diperlukan audit, pemeriksaan, dan/atau
verifikasi, sistem penilaian kesesuaian/skema sertifikasi
harus mencantumkan jangka waktu pelaksanaan audit,
jangka waktu pemeriksaan, dan/atau jangka waktu
verifikasi.
(5) Dalam hal persyaratan Sertifikasi yang ditetapkan dalam
pemberlakuan SNI, ST dan/atau PTC secara wajib
diperlukan pengujian mutu produk, sistem penilaian
kesesuaian/skema sertifikasi harus mencantumkan
pengaturan contoh uji yang meliputi tata cara pengambilan
contoh, jumlah contoh, dan ketentuan pengujian contoh.
(6) Tahapan proses Sertifikasi SNI dan/atau Sertifikasi
kesesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c
dapat dilengkapi dengan persyaratan berupa kewajiban
33

Pelaku Usaha atau Perusahaan Industri untuk dilakukan


surveilan secara periodik oleh LPK.
Pasal 13
Waktu efektif pemberlakuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 huruf h untuk memberikan kesempatan bagi Pelaku
Usaha atau Perusahaan Industri, LPK, dan pihak terkait
melakukan persiapan pemenuhan ketentuan SNI, ST,
dan/atau PTC yang diberlakukan secara wajib.
Bagian ketiga Amanat PP 2/2017 Pasal 10 ayat 11
Tata Cara Pemberlakuan SNI, ST, dan/atau PTC Secara Wajib
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pemberlakuan SNI, ST dan/atau PTC
secara wajib ….. diatur dengan Peraturan
Menter
Pasal 14
(1) Usulan pemberlakuan SNI, ST, dan/atau PTC secara wajib Ayat 3
disampaikan oleh Dirjen Pembina Industri kepada Menteri Pada pembahasan UU 20/2014 amanat
melalui Kepala BSKJI. untuk menyusun pemberlakuan wajib
(2) Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit disusun oleh KL.
memuat:
a. tujuan dari pemberlakuan SNI, ST, dan/atau PTC secara Permen Progsun termasuk yang ketentuan
wajib; peraturan perundang-undangan.
b. analisis dampak regulasi teknis; dan
34

c. peraturan perundang-undangan dan/atau perjanjian


internasional di bidang Standardisasi Industri terkait
yang telah diratifikasi oleh Pemerintah, apabila ada.
(3) Analisis dampak regulasi teknis sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b dilakukan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan, paling sedikit meliputi:
a. ketersediaan dan validitas SNI, ST, dan/atau PTC;
b. analisis kesiapan Perusahaan Industri;
c. ketersediaan sarana dan prasarana LPK yang diperlukan;
d. antisipasi dampak pemberlakuan SNI, ST, dan/atau PTC
secara wajib bagi Pelaku Usaha khususnya Industri kecil
dan Industri menengah;
e. keterkaitan dengan kebijakan atau peraturan perundang-
undangan lain; dan
f. tenggang waktu pemberlakuan SNI, ST, dan/atau PTC
secara wajib.
Pasal 15
(1) Kepala BSKJI melakukan evaluasi dan koordinasi atas
usulan pemberlakuan SNI, ST, dan/atau PTC secara wajib
yang disampaikan oleh Dirjen Pembina Industri.
(2) Dalam hal berdasarkan hasil evaluasi dan koordinasi:
a. usulan penetapan pemberlakuan SNI, ST, dan/atau PTC
35

secara wajib dinyatakan telah memenuhi kriteria


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Kepala BSKJI
atas nama Menteri menyampaikan surat persetujuan;
atau
b. usulan penetapan pemberlakuan SNI, ST, dan/atau PTC
secara wajib dinyatakan berpotensi kurang baik,
menimbulkan dampak negatif dan/atau dapat
menimbulkan pelanggaran dalam perjanjian bilateral,
regional dan/atau internasional yang telah diratifikasi
serta tidak memungkinkan untuk dilanjutkan, Kepala
BSKJI atas nama Menteri menyampaikan surat
pembatalan, penundaan, dan/atau permintaan
pengkajian ulang.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai evaluasi dan koordinasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
Menteri.
Pasal 16
(1) Dalam hal usulan pemberlakuan SNI, ST, dan/atau PTC Ayat 1 huruf a, PNRT hanya untuk SNI
secara wajib dinyatakan telah memenuhi kriteria sesaui PP 34/2018 dan PBSN No.7/2020.
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf a,
Kepala BSKJI: BSN bertindak sebagai notified body dalam
a. Menyampaikan usulan pemberlakuan SNI, baik notifikasi WTO untuk standar yang ada
36

sebagaian maupun keseleruhan parameter, secaea wajib kemungkinan mempengaruhi


kepada BSN untuk ditetapkan dalam program nasional perdagangan.
teknis;
menyampaikan usulan pemberlakuan SNI, ST, dan/atau ST dan PTC tidak perlu dilaporkan sebagai
PTC secara wajib kepada BSN untuk ditetapkan dalam PNRT, namun bila perlu notifikasi akan
program nasional regulasi teknis; dan melalui BSN. Sesuai pasal 18
b. menyiapkan rancangan peraturan menteri mengenai
pemberlakuan SNI, ST, dan/atau PTC secara wajib. PNRT hanya untuk ST yang mengacu pada
(2) Ketentuan mengenai pengusulan pemberlakuan SNI, ST, SNI, bila standar internasional, tidak perlu
dan/atau PTC secara wajib untuk ditetapkan dalam usulan PNRT
program nasional regulasi teknis sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Penyusunan rancangan Peraturan Menteri mengenai
pemberlakuan SNI, ST, dan/atau PTC secara wajib
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan.
Pasal 17
Dalam hal rancangan Peraturan Menteri mengenai
pemberlakuan SNI, ST, dan/atau PTC secara wajib telah
disusun, Kepala BSKJI:
37

a. melakukan notifikasi rancangan Peraturan Menteri


dimaksud ke Sekretariat Technical Barrier to Trade World
Trade Organization (TBT-WTO) melalui BSN; dan
b. mengajukan penetapan rancangan Peraturan Menteri
mengenai pemberlakuan SNI, ST, dan/atau PTC secara
wajib kepada Menteri melalui Sekretariat Jenderal
Kementerian Perindustrian.
Pasal 18
Dalam hal Peraturan Menteri mengenai pemberlakuan SNI, ST,
dan/atau PTC secara wajib telah ditetapkan oleh Menteri,
Kepala BSKJI melakukan notifikasi adendum ke Sekretariat
Technical Barrier to Trade World Trade Organization (TBT-WTO)
melalui BSN.
BAB V PP 2/2017
PENUNJUKAN LEMBAGA PENILAIAN KESESUAIAN Pasal 11, ayat (6), ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara penunjukan dan
pengawasan LPK diatur dalam Peraturan
Menteri.

PP 28/2021
Pasal 38, ayat (13), Ketentuan lebih
lanjut mengenai : a). tata cara
penunjukan Lembaga penilaian
kesesuaian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan/atau pada ayat (7), dan b).
evaluasi administratif dan evaluasi
38

kompetensi sebagaimana dimaksud


pada ayat (9), diatur dalam Peraturan
Menteri.

Bagian Kesatu
Umum
Pasal 19
(1) Penilaian kesesuaian terhadap SNI, ST, dan/atau PTC yang Ayat 1 sesuai dengan PP 28/2021 pasal 38
diberlakukan secara wajib dilakukan oleh LPK yang telah ayat 1
terakreditasi sesuai dengan ruang lingkupnya dan ditunjuk
oleh Menteri. Ayat 2 sesuai dengan PP 28/2021 pasal 38
(2) LPK yang ditunjuk terdiri atas: ayat 3
a. LSPro;
b. Laboratorium Uji; dan/atau
c. Lembaga Inspeksi. Domisili LPK
(3) LSPro sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a harus Ketentuan ini sesuai PP 28/2021, Pasal 38
memenuhi kriteria sebagai berikut: ayat (4) huruf d, ayat (5) huruf d dan ayat
a. memiliki perizinan berusaha di bidang Industri jasa (6) huruf d.
sertifikasi yang efektif atau penetapan tugas dan fungsi
kelembagaan bagi LSPro yang dimiliki oleh Pemerintah
Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
39

b. memiliki sendiri:
1. Laboratorium Uji untuk lingkup yang sesuai
terakreditasi berdasarkan SNI ISO/IEC 17025, bagi
LSPro yang melakukan pengujian; atau
2. Lembaga Inspeksi untuk lingkup yang sesuai dan
terakreditasi berdasarkan SNI ISO/IEC 17020, bagi
LSPro yang melakukan inspeksi;
c. telah terakreditasi oleh KAN untuk lingkup yang sesuai;
dan
d. berdomisili atau berkedudukan di wilayah hukum negara
Republik Indonesia.
(4) Laboratorium Uji sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. memiliki Perizinan Berusaha di bidang Industri jasa
pengujian Laboratorium yang efektif atau penetapan
tugas dan fungsi kelembagaan bagi Laboratorium Uji
yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah
Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
b. telah terakreditasi berdasarkan SNI ISO/IEC 17025;
c. telah terakreditasi oleh KAN untuk lingkup yang sesuai;
40

dan
d. berdomisili atau berkedudukan di wilayah hukum negara
Republik Indonesia.
(5) Lembaga Inspeksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf c harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. memiliki Perizinan Berusaha di bidang Industri jasa
inspeksi periodik yang efektif atau penetapan tugas dan
fungsi kelembagaan bagi Lembaga Inspeksi yang dimiliki
oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. telah terakreditasi berdasarkan SNI ISO/IEC 17020;
c. telah terakreditasi oleh KAN untuk lingkup yang sesuai;
dan
d. berdomisili atau berkedudukan di wilayah hukum negara
Republik Indonesia.
Pasal 20
(1) Dalam pemberlakuan SNI, ST dan /atau PTC secara wajib Ayat 1 sesuai Pasal 38 PP 28/2021 ayat 7
Menteri dapat menunjuk:
a. LSPro yang belum memenuhi kriteria terakreditasi oleh Ayat 2 sesuai Psal 38 PP 28/2021 ayat 8
KAN untuk lingkup yang sesuai;
b. Laboratorium Uji yang belum memenuhi kriteria
terakreditasi oleh KAN untuk lingkup yang sesuai;
41

dan/atau
c. Lembaga Inspeksi yang belum memenuhi kriteria
terakreditasi oleh KAN untuk lingkup yang sesuai.
(2) Penunjukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan ketentuan:
a. belum tersedia LSPro, Laboratorium Uji, dan/atau
Lembaga Inspeksi yang telah terakreditasi oleh KAN
untuk lingkup yang sesuai tetapi sudah terakreditasi
dengan ruang lingkup yang sejenis; atau
b. telah tersedia LSPro, Laboratorium Uji, dan/atau
Lembaga Inspeksi yang telah terakreditasi oleh KAN
untuk lingkup yang sesuai tetapi jumlahnya belum
memadai.
(3) Penunjukan LPK yang belum memenuhi kriteria
terakreditasi oleh KAN sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berlaku untuk jangka waktu 2 (dua) tahun.
(4) Dalam hal LSPro, Laboratorium Uji, dan/atau Lembaga
Inspeksi belum terakreditasi oleh KAN untuk ruang lingkup
yang sesuai dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), Menteri dapat mencabut penunjukannya
sebagai LPK untuk ruang lingkup dimaksud.
Pasal 21
42

(1) Dalam hal LSPro, Laboratorium Uji, dan/atau Lembaga Ayat 1 sampai huruf a sesuai dengan
Inspeksi berdomisili atau berkedudukan di luar wilayah Pasal 38 ayat 12 PP 28/2021.
hukum negara Republik Indonesia, hasil sertifikasi produk,
hasil pengujian, dan/atau hasil inspeksinya dapat diakui Ayat 1 huruf b, ini untuk mengikat bahwa
sepanjang: Lab uji dan Lembaga inspeksi dimiliki oleh
a. terdapat perjanjian saling pengakuan antarnegara di LSPro. Selama ini sertifikasi LSPro tidak
bidang regulasi teknis sesuai dengan ketentuan dilakukan oleh LSPro luar negeri, yang
peraturan perundang-undangan; dan diakui hanya hasil uji laboratoium uji dan
b. laporan hasil uji/inspeksi berasal dari Laboratorium Lembaga inspeksi luar negeri, bukan
Uji/Lembaga Inspeksi yang dimiliki oleh LSPro penerbit sertifikasi. Namun adanya ketentuan Lab
sertifikat. uji dan Lembaga inspeksi harus dimiliki
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penunjukan LSPro, oleh LSPro maka ditambah huruf b ini.
Laboratorium Uji, dan/atau Lembaga Inspeksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri Serta untuk mengikat bahwa LSPro harus
mengenai pemberlakuan SNI, ST, dan/atau PTC secara bertanggung jawab pada hasil uji Lab uji
wajib untuk masing-masing produk. dan Lembaga Inspeksi
Pasal 22
(1) LPK yang telah ditunjuk oleh Menteri wajib: Ayat 1 sesuai dengan PP 28/2021 Pasal
a. melakukan penilaian kesesuaian bagi barang, jasa, 39
sistem dan/atau proses yang diberlakukan secara wajib
sesuai dengan Peraturan Menteri mengenai Pasal 39 PP 28/2021
pemberlakuan SNI, ST, dan/atau PTC secara wajib; Untuk mengurusi ini tidak mungkin
43

b. melaksanakan penilaian kesesuaian secara benar langsung kepada Menteri, maka akan
berdasarkan fakta dan tidak memihak kepada diturunkan ke Kepala BSKJI, jadi perlu
kepentingan pihak yang dinilai, serta bebas dari tekanan dibuat SOP untuk menurunkan dari
pihak lain termasuk tekanan dari organisasi yang Menteri ke Kepala BSKJI, dapat berupa
berkaitan atau yang membawahinya; sistem SIINas.
c. melaporkan hasil penilaian kesesuaian yang telah
diterbitkan, diperpanjang, dibekukan untuk sementara Pemberian kewenangan Menteri untuk
atau yang telah dicabut kepada Menteri Kepala BSKJI memberikan instruksi kepada Kepala
paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal BSKJI dilakukan dalam Permen
penerbitan perpanjangan, dan/atau pembekuan untuk Pemberlakuan Wajib.
sementara atau pencabutan;
d. melakukan surveilan secara berkala sesuai dengan
sistem sertifikasi yang ditetapkan dan/atau berdasarkan
pengaduan atau instruksi dari Menteri Kepala BSKJI
serta melaporkan hasil surveilan kepada Menteri Kepala
BSKJI paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal
penetapan hasil surveilan bagi LSPro;
e. menggunakan personel yang kompeten,
berkewarganegaraan Indonesia, berdomisili di Indonesia,
lancar berbahasa Indonesia, memahami peraturan
perundang-undangan dan telah diregistrasi oleh
44

Kementerian PerIndustrian; dan


f. melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan
registrasi personil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf e dilakukan melalui SIINas.
Bagian Kedua
Tata Cara Penunjukan Lembaga Penilaian Kesesuaian
Pasal 23
Penunjukan LPK dilakukan dengan tahapan:
a. pengumuman;
b. pendaftaran;
c. evaluasi administratif;
d. evaluasi kompetensi; dan
e. penetapan.
Pasal 24
(1) Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23
huruf a dilakukan oleh Kepala BSKJI.
(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
sedikit memuat informasi:
a. SNI, ST, dan/atau PTC yang diberlakukan atau akan
diberlakukan secara wajib; dan
b. persyaratan LPK yang akan ditunjuk.
45

(3) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


dilakukan secara elektronik paling sedikit melalui laman
www.kemenperin.go.id.
Pasal 25
(1) Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf
b dilakukan oleh LPK melalui SIINas.
(2) Dalam melaksanakan pendaftaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), LPK menyampaikan surat permohonan sesuai
format F.01 disertai dokumen sebagai berikut:
a. untuk LSPro:
1. fotokopi perizinan berusaha di bidang Industri jasa
sertifikasi yang efektif atau fotokopi peraturan
perundang-undangan mengenai penetapan struktur
organisasi dan tata kerja bagi LSPro yang dimiliki oleh
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah;
2. profil LSPro sesuai dengan format F.02;
3. surat pernyataan sesuai dengan format F.03;
4. daftar auditor sesuai dengan format F.04;
5. daftar petugas pengambil contoh sesuai dengan format
F.05;
6. daftar personil pengambil keputusan sesuai dengan
format F.06;
46

7. bukti kepemilikan Laboratorium Uji atau Lembaga


Inspeksi;
8. salinan sertifikat akreditasi KAN dan lampirannya;
9. struktur organisasi dan nama pejabat; dan
10. surat keterangan domisili atau berkedudukan di
wilayah hukum negara Republik Indonesia;
b. untuk Laboratorium Uji/Lembaga Inspeksi:
1. fotokopi perizinan berusaha di bidang Industri jasa
pengujian Laboratorium/jasa inspeksi teknis yang
efektif atau fotokopi peraturan perundang-undangan
mengenai penetapan struktur organisasi dan tata kerja
bagi Laboratorium Uji/Lembaga Inspeksi yang dimiliki
oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah;
2. profil Laboratorium Uji/Lembaga Inspeksi sesuai
dengan format F.07;
3. daftar lingkup pengujian/inspeksi sesuai dengan
format F.08;
4. daftar peralatan utama pengujian/inspeksi sesuai
dengan format F.09;
5. daftar personil penguji/inspektor sesuai dengan format
F.10;
47

6. salinan laporan hasil uji/inspeksi sebelumnya;


7. salinan sertifikat akreditasi KAN dan lampirannya;
8. struktur organisasi dan nama pejabat; dan
9. surat keterangan domisili atau berkedudukan di
wilayah hukum negara Republik Indonesia.
Pasal 26
(1) Evaluasi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal PP 28/2021 Pasal 38 ayat 13 huruf b
23 huruf c dilakukan untuk menilai kelengkapan dokumen mengamanatkan untuk dilakukan evaluasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25. administrasi
(2) Evaluasi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh petugas yang ditunjuk oleh Kepala BSKJI.
(3) Petugas yang ditunjuk oleh Kepala BSKJI sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kriteria sebagai
berikut:
a. bagi pejabat AMMI, telah mengikuti dan lulus pelatihan
Auditor SNI ISO 9001, SNI ISO 22000, SNI ISO/IEC
17025 atau SNI ISO/IEC 17065 yang dibuktikan dengan
sertifikat; dan/atau
b. bagi pejabat fungsional auditor, telah mengikuti dan
lulus pelatihan Auditor SNI ISO 9001, SNI ISO 22000,
SNI ISO/IEC 17025 atau SNI ISO/IEC 17065, dibuktikan
dengan sertifikat.
48

(4) Petugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam


melaksanakan evaluasi administrasi, mengisi daftar periksa
penilaian kelengkapan data permohonan sesuai dengan
format F.11a dan F.11b.
(5) Dalam hal:
a. hasil pemeriksaan kelengkapan dokumen sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dinyatakan tidak lengkap,
petugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling
lambat 3 (tiga) hari kerja sejak selesainya evaluasi
administrasi menyampaikan pemberitahuan secara
elektronik kepada LPK untuk melengkapi; atau
b. hasil pemeriksaan kelengkapan dokumen sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dinyatakan lengkap, petugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyampaikan
hasil pemeriksaan dalam bentuk laporan hasil
pemeriksaan kelengkapan dokumen pengajuan LPK
sesuai dengan format F.12.
(6) Dalam hal LPK sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf
a tidak melengkapi kekurangan dokumen dalam waktu 5
(lima) hari kerja, pendaftaran dianggap batal dan ditarik
kembali.
Pasal 27
49

(1) Evaluasi kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal PP 28/2021 Pasal 38 ayat 13 huruf b
23 huruf d dilakukan melalui verifikasi dan penilaian mengamanatkan untuk dilakukan evaluasi
kemampuan. kompetensi
(2) Evaluasi kompetensi melalui verifikasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tim yang dibentuk Hasil evaluasi dari KAN tidak langsung
oleh Kepala BSKJI. ditunjuk, karena akreditasi oleh KAN
(3) Anggota tim verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dibuktikan sertifikat akreditasi,
harus memenuhi kriteria sebagai berikut: namun kemampuan persentase pengujian
a. bagi pejabat AMMI, telah mengikuti dan lulus pelatihan dan inspeksi keseluruhan tidak
Auditor SNI ISO 9001, SNI ISO 22000, SNI ISO/IEC dicantumkan. Dengan harapan 100 %.
17025 atau SNI ISO/IEC 17065 yang dibuktikan dengan
sertifikat; dan/atau Selain itu, saat Kemenperin
b. bagi pejabat fungsional auditor, telah mengikuti dan memberlakukan SNI Wajib yang baru,
lulus pelatihan Auditor SNI ISO 9001, SNI ISO 22000, terkadang belum ada LPK yang belum
SNI ISO/IEC 17025 atau SNI ISO/IEC 17065 yang terakreditasi.
dibuktikan dengan sertifikat.
Pelaksanaan evaluasi administrasi dan
kompetensi ini merupakan amanat :
PP 28/2021, Pasal 38
ayat (9) : Penunjukan lembaga penilaian
Kesesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (7) dilakukan berdasarkan hasil
evaluasi administratif dan evaluasi
kompetensi.
Ayat (13) :
50

Ketentuan lebih lanjut mengenai:


a. tata cara penunjukan lembaga Penilaian
kesesuaian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan/atau pada ayat (7); dan
b. evaluasi administratif dan evaluasi
kompetensi sebagaimana dimaksud pada
ayat (9),
diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 28
(1) Verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1)
dilakukan:
a. bagi LSPro, melalui pemeriksaan lapangan atas
kesesuaian kompetensi sumber daya manusia LSPro
yang meliputi auditor, petugas pengambil contoh, dan
personil pengambil keputusan, dengan dokumen yang
diajukan sesuai dengan format F.13a;
b. bagi Laboratorium Uji/Lembaga Inspeksi, melalui
pemeriksaan lapangan atas kesesuaian lingkup
kompetensi, peralatan utama, dan personil inspektor
atau penguji dengan dokumen yang diajukan, sesuai
dengan format F.13b.
(2) Tim verifikasi menyusun berita acara verifikasi LPK sesuai
dengan format F.14 dan menyampaikan laporan hasil
verifikasi kepada Kepala BSKJI, sesuai dengan format F.15.
51

Pasal 29
(1) Evaluasi kompetensi melalui penilaian kemampuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dilakukan
oleh tim penilai kemampuan yang ditetapkan oleh Kepala
BSKJI.
(2) Anggota tim penilai kemampuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri atas unsur:
a. BSKJI;
b. Ditjen Pembina Industri; dan/atau
c. BSN/KAN.
(3) Tim penilai kemampuan melakukan penilaian kelayakan
penunjukan LPK dengan memperhatikan:
a. laporan hasil pemeriksaan kelengkapan dokumen
pengajuan LPK;
b. laporan hasil verifikasi LPK; dan
c. pertimbangan hasil pengawasan LPK, apabila ada.
(4) Penilaian kemampuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan terhadap aspek:
a. legalitas;
b. kepatuhan terhadap regulasi;
c. kompetensi;
52

d. infrastruktur; dan
e. kinerja terakhir.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai aspek penilaian
kemampuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 30
(1) Tim penilai menyampaikan laporan hasil penilaian
kemampuan kepada Kepala BSKJI sesuai dengan format
F.16.
(2) Kepala BSKJI menyampaikan laporan pelaksanaan proses
penunjukan LPK kepada Menteri yang paling sedikit
memuat:
a. hasil evaluasi administrasi;
b. hasil evaluasi kompetensi; dan
c. calon LPK yang akan ditunjuk.
Pasal 31
(1) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
30 ayat (2), Menteri menetapkan penunjukan LPK dengan
Peraturan Menteri.
(2) Penetapan penunjukan LPK sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dilakukan bersamaan dengan penetapan
53

pemberlakuan SNI, ST, dan/atau PTC secara wajib.


Pasal 32
Format surat dan format dokumen dalam rangka pelaksanaan
proses penunjukan LPK tercantum dalam Lampiran III yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dalam Peraturan Menteri
ini.
BAB VI
PENILAIAN KESESUAIAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 33
(1) Pemenuhan terhadap penerapan SNI secara sukarela Ayat 1, terdapat istilah secara sukarela
dan/atau pemberlakuan SNI, ST, dan/atau PTC secara
wajib dibuktikan melalui kegiatan penilaian kesesuaian. Substansi pengaturan mengenai
(2) Kegiatan penilaian kesesuaian sebagaimana dimaksud pada penerapan merupakan
ayat (1) dilakukan melalui pengujian, inspeksi, dan/atau jembatan/pengantar dalam pengaturan
Sertifikasi. substansi lain dalam hal ini terkait dengan
(3) Penilaian kesesuaian terhadap penerapan SNI secara amant kepada Menteri untuk melakukan
sukarela sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pengawasan pelaksanaan penilaian
oleh LPK yang telah terakreditasi oleh KAN sesuai dengan kesesuaian oleh LPK yang berupa
ketentuan peraturan perundang- undangan. pengawsan atas penerapan SN dan
(4) Penilaian kesesuaian terhadap pemberlakuan SNI, ST, pemberlakuan SNI, ST dan/atau PTC
dan/atau PTC secara wajib sebagaimana dimaksud pada secara wajib sebagaimana ketentuan pasal
54

ayat (1) dilakukan oleh LPK yang telah terakreditasi KAN 55 PP 28/2021
untuk ruang lingkup yang sesuai dan ditunjuk oleh
Menteri.
Pasal 34
(1) Pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2)
merupakan kegiatan untuk menetapkan 1 (satu) atau lebih
karakteristik bahan atau proses berdasarkan SNI dan/atau
ST.
(2) Pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh Laboratorium Uji.
(3) Hasil pengujian yang dilakukan oleh Laboratorium Uji
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan dalam
bentuk laporan hasil uji atau sertifikat pengujian.
Pasal 35
(1) Inspeksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2)
merupakan kegiatan pemeriksaan dan/atau verifikasi
terhadap jasa, proses dan/atau instalasi serta penentuan
kesesuaian terhadap persyaratan tertentu yang didasarkan
pada SNI dan/atau PTC.
(2) Inspeksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh Lembaga Inspeksi.
(3) Hasil inspeksi yang dilakukan oleh Lembaga Inspeksi
55

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan dalam


bentuk laporan hasil inspeksi atau sertifikat inspeksi.
Pasal 36
(1) Sertifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2)
dilakukan oleh LSPro.
(2) Hasil Sertifikasi yang dilakukan oleh LSPro sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dinyatakan dalam bentuk:
a. Sertifikat SNI; atau
b. Sertifikat Kesesuaian.
Pasal 37
(1) Sertifikat SNI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat PP 28/2021
(2) huruf a diberikan kepada Pelaku Usaha atau
Perusahaan Industri yang: Contoh
a. telah memenuhi pemberlakuan SNI secara wajib; dan Ubin SNI dan ST
b. menggunakan merek milik sendiri. Cookwear PTC dan ST
(2) Sertifikat Kesesuaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal
36 ayat (2) huruf b diberikan kepada Pelaku Usaha atau Pasal 35, ayat (5), Ketentuan lebih
lanjut mengenai kerjasama merek
Perusahaan Industri yang:
dan/atau maklun sebagaimana
a. telah memenuhi pemberlakuan dimaksud pada ayat (4) diatur
dalam Peraturan Menteri.
1. SNI, ST, dan PTC;
2. SNI dan ST;
3. SNI dan PTC;
56

4. ST;
5. ST dan PTC; atau
6. PTC,
secara wajib; dan
b. menggunakan merek milik sendiri.
(3) Dalam hal Pelaku Usaha merupakan produsen di luar
negeri, Sertifikat SNI dan/atau Sertifikat Kesesuaian
diberikan apabila:
a. telah memenuhi pemberlakuan SNI, ST, dan/atau PTC
secara wajib;
b. menggunakan merek milik sendiri; dan
c. memiliki perwakilan resmi dan/atau pemegang lisensi di
wilayah Negara Republik Indonesia.
(4) Dalam hal terdapat kerja sama merek dan/atau maklun,
Pelaku Usaha atau Perusahaan Industri dapat diberikan
Sertifikat SNI dan/atau Sertifikat Kesesuaian apabila:
a. merek yang digunakan oleh Pelaku Usaha atau
Perusahaan Industri merupakan merek milik pemberi
kerja sama atau pemberi maklun;
b. pemberi kerja sama atau pemberi maklun harus
berdomisili di Indonesia atau memiliki perwakilan resmi
57

atau pemegang lisensi di wilayah Negara Republik


Indonesia; dan
c. Pelaku Usaha atau Perusahaan Industri sudah memiliki
Sertifikat SNI atau Sertifikat Kesesuaian untuk mereknya
sendiri.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c
dikecualikan bagi Pelaku Usaha atau Perusahaan Industri
yang berskala mikro atau kecil.
Bagian Kedua
Tata cara memperoleh Sertifikat SNI dan/atau Sertifikat
Kesesuaian
Pasal 38
Untuk memperoleh Sertifikat SNI yang diberlakukan secara 1. sudah ada ketentuan kewajiban
wajib dan/atau Sertifikat Kesesuaian, Pelaku Usaha atau perusahaan terdaftar di SIINas (sudah
Perusahaan Industri mengajukan permohonan penilaian berjalan)
kesesuaian melalui SIINas. 2. Sudah ada kewajiban LPK melapor
proses sertifikasi (sudah berjalan)
pustan.kemenperin
3. sehingga secara sistem elektronol sudah
siap untuk diintegrasikan

Dengan ini pelaku usaha dan perusahaan


58

industri tidak harus datang langsung


karena dapat mengajukan sertifikasi
melalui SIINas, dan LSPro akan
dipermudah karena data terkait pelaku
usaha dan perusahaan industry sudah
terdapat dalam sistem yang sama. Tugas
Kemenperin hanya memastikan data itu
.benar sebelum sampai LSPro. COntoh
sertifikasi merek/perjanjian tidak
diwajibkan upload di SIINas sehingga
perlu diverifikasi kebenarannya dalam
permohonan)

SIINas digunakan untuk monitoring dan


evaluasi pelaksanaan kebijakan terkait
standardisasi. SIINas digunakan untuk
mengintegrasi data.

Berdasarkan kebijakan Menperin, setiap


perusahaan industry wajib mempunyai
59

akun SIINas, jadi untuk beberapa data


tidak memerlukan double input.

Dalam SIINas, perlu ditambah link untuk


untuk pendaftaran sertifikasi untuk
pelaku usaha.

PP 28/202
- Pasal 39 huruf c dan Pasal 53,, yang
mewajibkan LPK melakukan
pelaporan melalui SIINas,
- Pasal 43 yang mewajibkan Menteri
untuk melakukan pengawasan
seluruh rangkaian kegiatan
penerapan dan pemberlakuan, yang
mewajibkan enyampaikan pelaporan
melalui SIINAS,
- Pasal 54 kewajiban membubuhkan
QR Code pada Sertifikat SNI dan
Sertifikat Kesesuaian yang didapat
dari Menteri yang diberikan melalui
60

SIINas
CATATAN – Industri harus
mendaftar di SIINAS (PP 2/2017) –
jadi hanya mengintergrasikan saja
karena industry sudah terdaftar
SIINas

Pasal 39
(1) Pelaku Usaha atau Perusahaan Industri yang mengajukan
permohonan penilaian kesesuaian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 38 harus:
a. menginput data dengan mengisi formulir isian;
b. memilih SNI, ST dan/atau PTC yang akan diajukan
untuk dilakukan penilaian kesesuaian;
c. memilih LSPro yang akan melakukan penilaian
kesesuaian;
d. mengunggah bukti kepemilikan merek; dan
e. mengunggah dokumen pendukung yang dipersyaratkan
terkait pengajuan penilaian kesesuaian sesuai dengan
Peraturan Menteri mengenai pemberlakuan SNI, ST
dan/atau PTC secara wajib.
(2) Dalam hal permohonan diajukan oleh Pelaku Usaha yang
61

merupakan produsen di luar negeri, selain mengunggah


dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga harus
mengunggah:
a. bukti memiliki perwakilan resmi dan/atau pemegang
lisensi di wilayah Negara Republik Indonesia; dan
b. persetujuan terhadap perizinan berusaha dari Kedutaan
atau Konsulat Jenderal Republik Indonesia yang
menangani industri di negara asal.
(3) Dalam hal terdapat kerja sama merek dan/atau maklun,
Pelaku usaha atau Perusahaan Industri juga harus
mengunggah bukti kerja sama merek dan/atau maklun
serta bukti pencatatan pendaftaran perjanjian lisensi dari
instansi yang berwenang.
Pasal 40
(1) Kepala BSKJI melakukan verifikasi atas kebenaran isian
formulir dan kelengkapan dokumen yang diunggah.
(2) Verifikasi atas kebenaran isian formulir dan
kelengkapan dokumen yang diunggah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat 3 (tiga)
hari kerja sejak permohonan diterima.
(3) Dalam hal berdasarkan hasil verifikasi atas kebenaran isian
formulir dan kelengkapan dokumen yang diunggah
62

ditemukan ketidaksesuaian, Kepala BSKJI meminta Pelaku


Usaha atau Perusahaan Industri untuk melakukan
klarifikasi dan/atau melengkapi dokumen.
(4) Pelaku Usaha atau Perusahaan Industri harus melakukan
klarifikasi dan/atau melengkapi dokumen sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) paling lama 5 (lima) hari kerja
terhitung sejak tanggal permintaan dari Kepala BSKJI.
(5) Dalam hal Pelaku Usaha atau Perusahaan Industri tidak
menyampaikan klarifikasi dan/atau melengkapi dokumen
sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (4), permohonan dinyatakan batal.
Pasal 41
(1) Dalam hal permohonan penilaian kesesuaian dinyatakan Pemberitahuan dilakukan melalui sistem
telah sesuai dan lengkap, Kepala BSKJI meneruskan elektronik yang dapat dimonitor
kepada LSPro.
(2) LSPro melakukan penilaian kesesuaian sesuai dengan
Peraturan Menteri mengenai pemberlakuan SNI, ST
dan/atau PTC secara wajib.
(3) Dalam hal LSPro sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
membutuhkan dokumen tambahan terkait penilaian
kesesuaian, Pelaku Usaha atau Perusahaan Industri harus
melengkapi dan menyampaikannya kepada LSPro.
63

Pasal 42
(1) Dalam hal penilaian kesesuaian telah selesai, LSPro
menyampaikan hasil penilaian kesesuaian kepada Kepala
BSKJI melalui SIINas.
(2) Hasil penilaian kesesuaian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) paling sedikit berisi:
a. tanggal pelaksanaan audit kecukupan;
b. metode dan tanggal pelaksanaan audit kesesuaian;
c. nama auditor;
d. nama petugas pengambil contoh;
e. hasil pelaksanaan audit kecukupan dan kesesuaian;
f. tipe dan jenis produk;
g. Laboratorium Uji atau Lembaga Inspeksi yang
digunakan;
h. konsep Sertifikat SNI atau Sertifikat Kesesuaian yang
akan diterbitkan beserta lampirannya; dan
i. laporan hasil uji atau inspeksi yang meliputi:
1. nomor dan judul SNI, ST, dan/atau PTC;
2. tanggal penerimaan sampel uji/pelaksanaan
pengujian/inspeksi; dan
3. nomor, tanggal dan laporan hasil uji atau hasil
inspeksi.
64

Pasal 43
(1) Kepala BSKJI melakukan evaluasi atas hasil penilaian
kesesuaian.
(2) Dalam melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Kepala BSKJI membentuk tim.
(3) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit
terdiri atas unsur:
a. pejabat struktural dan/atau fungsional di lingkungan
BSKJI; dan
b. PPSI.
Pasal 44
(1) Dalam melakukan evaluasi, tim sebagaimana dimaksud
dalam pasal 43:
a. memeriksa kelengkapan dan kebenaran dokumen
laporan yang disampaikan oleh LSPro; dan
b. memastikan proses penilaian kesesuaian telah
dilaksanakan sesuai Peraturan Menteri mengenai
pemberlakuan SNI, ST dan/atau PTC secara wajib.
(2) Tim menyampaikan laporan hasil evaluasi kepada Kepala
BSKJI paling lambat 5 (lima) kerja sejak doterimanya hasil
penilaian kesesuaian dari LSpro.
Pasal 45
(1) Dalam hal berdasarkan laporan hasil evaluasi ditemukan
65

adanya ketidaksesuaian, Kepala BSKJI meminta LSPro


untuk memberikan klarifikasi.
(2) LSPro harus memberikan klarifikasi paling lambat 5 (lima)
hari kerja sejak tanggal permintaan klarifikasi.
(3) Dalam hal:
a. LSPro tidak memberikan klarifikasi sampai dengan batas
waktu yang ditentukan; atau
b. tidak dapat melakukan perbaikan atas pemenuhan
penilaian kesesuaian yang dipersyaratkan sesuai Peraturan
Menteri mengenai pemberlakuan SNI, ST dan/atau PTC
secara wajib,
Kepala BSKJI tidak memberikan validasi terhadap
pelaksanaan penilaian kesesuaian dan permohonan
penilaian kesesuaian dinyatakan gagal.
Pasal 46
(1) Dalam hal:
a. berdasarkan laporan hasil evaluasi dinyatakan proses
penilaian kesesuaian telah dilaksanakan sesuai
Peraturan Menteri mengenai pemberlakuan SNI, ST
dan/atau PTC secara wajib; atau
b. LSPro telah melakukan perbaikan atas ketidaksesuaian,
Kepala BSKJI memberikan validasi terhadap pelaksanaan
66

penilaian kesesuaian oleh LSPro.


(2) Bukti validasi terhadap pelaksanaan penilaian kesesuaian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa tanda
elektronik.
(3) Tanda elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
memuat tautan elektronik ke informasi sertifikat yang
terdapat dalam SIINas.
(4) Tanda elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
disampaikan kepada LSPro melalui SIINas.
Pasal 47
(1) LSPro membubuhkan tanda elektronik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46 ayat (4) pada Sertifikat SNI atau
Sertifikat Kesesuaian.
(2) LSPro mengunggah Sertifikat SNI atau Sertifikat
Kesesuaian yang telah dibubuhi tanda elektronik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui SIINas.
(3) LSPro menyampaikan Sertifikat SNI atau Sertifikat
Kesesuaian yang telah dibubuhi tanda elektronik kepada
Pelaku Usaha atau Perusahaan Industri.
Bagian Ketiga
Persetujuan Penggunaan Tanda SNI atau Tanda Kesesuaian
Pasal 48 Persetujuan penggunaan Tanda SNI atau
67

(1) Persetujuan penggunaan Tanda SNI atau Tanda Kesesuaian Tanda Kesesuaian bukan merupakan
diberikan oleh Menteri kepada Pelaku Usaha atau perizinan berusaha.
Perusahaan Industri yang telah memiliki Sertifikat SNI atau
Sertifikat Kesesuaian.
(2) Persetujuan penggunaan Tanda SNI atau Tanda Kesesuaian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk
jangka waktu dan jumlah barang tertentu.
Pasal 49
(1) Untuk mendapatkan persetujuan penggunaan Tanda SNI
atau Tanda Kesesuaian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 48, Pelaku Usaha atau Perusahaan Industri harus
mengajukan permohonan persetujuan penggunaan Tanda
SNI atau Tanda Kesesuaian kepada Menteri melalui SIINas.
(2) Dalam mengajukan permohonan persetujuan penggunaan
Tanda SNI atau Tanda Kesesuaian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Pelaku Usaha atau Perusahaan Industri
harus:
a. menginput data dengan mengisi formulir isian; dan
b. mengunggah dokumen pendukung yang diperlukan
antara lain:
1. bukti kapasitas produksi, tingkat utilisasi, rencana
produksi untuk pabrik yang berlokasi di dalam negeri;
68

dan
2. bukti kapasitas produksi dan rencana importasi untuk
pabrik yang berlokasi di luar negeri.
Pasal 50
(1) Kepala BSKJI melakukan evaluasi atas permohonan
persetujuan penggunaan Tanda SNI atau Tanda
Kesesuaian.
(2) Dalam melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Kepala BSKJI membentuk tim.
(3) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit
terdiri atas unsur:
a. BSKJI; dan
b. Ditjen Pembina Industri.
Pasal 51
(1) Dalam melakukan evaluasi, tim melakukan: Ayat 4, hanya untuk menyampaikan hasil
a. pemeriksaan atas kebenaran isian formulir dengan evaluasi, bisa langsung dapat diproses
dokumen pendukung; dan pemberian persetujuan, bila hasilnya perlu
b. penilaian kelayakan permintaan jangka waktu dan/atau diverifikasi maka perhitungannya diulang
jumlah barang yang diajukan. lagi.
(2) Dalam hal :
a. Ditemukan ketidaksesuaian antara isian formulir dengan
dokumen pendukung; dan/atau
69

b. Ketidaklayakan antara permintaaan jangka waktu


dan/atau jumlah barang yang diajukan dengan:
1. kapasitas produksi, tingkat utilisasi, rencana produksi
untuk pabrik yang berlokasi di dalam negeri; atau
2. kapasitas produksi dan rencana importasi untuk pabrik
yang berlokasi di luar negeri,
tim meminta klarifikasi kepada Pelaku Usaha atau
Perusahaan Industri.
(3) Pelaku Usaha atau Perusahaan Industri harus memberikan
klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam
jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak
disampaikannya permintaan klarifikasi.
(4) Tim menyampaikan laporan hasil evaluasi kepada Kepala
BSKJI paling lambat 1 (satu) hari kerja sejak diterimanya
permohonan persetujuan penggunaan Tanda SNI atau
Tanda Kesesuaian..
Pasal 52
(1) Dalam hal berdasarkan laporan hasil evaluasi dinyatakan Ayat 1, penolakan permohonan sudah
Pelaku Usaha atau Perusahaan Industri: dilakuakn oleh sistem secara otomatis
a. tidak memberikan klarifikasi sampai dengan batas waktu apabila pelaku usaha dan perusahaan
yang ditentukan; atau industry sudah melanggar ayat 1 huruf a
b. tidak dapat melakukan perbaikan atas ketidaksesuaian dan b, tidak ditetapkan hari kerja karena
70

dan/atau ketidaklayakan permohonan persetujuan dilakukan by sistem, bukan birokrasi


penggunaan Tanda SNI atau Tanda Kesesuaian,
Kepala BSKJI menolak permohonan persetujuan
penggunaan Tanda SNI atau Tanda Kesesuaian.
(2) Penolakan permohonan persetujuan penggunaan Tanda SNI
atau Tanda Kesesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) disampaikan melalui SIINas.
Pasal 53
(1) Dalam hal berdasarkan laporan hasil evaluasi:
a. permohonan persetujuan penggunaan Tanda SNI atau
Tanda Kesesuaian dinyatakan telah sesuai, lengkap, dan
benar; atau
b. Pelaku Usaha atau Perusahaan Industri telah melakukan
perbaikan atas ketidaksesuaian atau ketidaklayakan,
Kepala BSKJI menerbitkan surat persetujuan
penggunaan Tanda SNI atau Tanda Kesesuaian paling
lama 5 (lima) hari kerja sejak permohonan lengkap dan
dinyatakan memenuhi.
(2) Penerbitan surat persetujuan penggunaan Tanda SNI atau
Tanda Kesesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disertai dengan tanda elektronik.
(3) Tanda elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
71

memuat tautan elektronik yang berisi:


a. informasi Sertifikat SNI atau Sertifikat Kesesuaian;
b. informasi produk; dan
c. kode produksi.
(4) Surat persetujuan penggunaan Tanda SNI atau Tanda
Kesesuaian dan tanda elektronik sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) disampaikan melalui SIINas.
Pasal 54
(1) Pelaku Usaha atau Perusahaan Industri yang telah
mendapatkan surat persetujuan penggunaan Tanda SNI PP 28/2021 pasal 37 mengamanatkan
atau Tanda Kesesuaian, wajib: kepada Menteri untuk mengatur bentuk
a. membubuhkan Tanda SNI dan tanda elektronik; atau dan penggunaan tanda kesesuaian
b. membubuhkan Tanda Kesesuaian dan tanda elektronik.
(2) Tanda SNI atau Tanda Kesesuaian sebagaimana dimaksud Tanda Kesesuaian sudah sesuai dengan
pada ayat (1) digunakan pada barang: UU 20/2014 Pasal 1 Nomor 11
a. yang diproduksi dalam jangka waktu berlaku surat
persetujuan penggunaan Tanda SNI atau Tanda Tanda kesesuaian adalah tanda sertifikasi
Kesesuaian; dan/atau selain tanda SNO yang ditetapkan KL
b. sejumlah kuota yang ditetapkan dalam surat persetujuan pemerintah atau ditetapkan berdasarkan
penggunaan Tanda SNI atau Tanda Kesesuaian, perjanjian saling pengakuan antar subjek
sesuai dengan skema sertifikasi yang tercantum dalam hukum internasional
Peraturan Menteri mengenai pemberlakuan SNI, ST
72

dan/atau PTC secara wajib. PP 28/2021


(3) Bentuk Tanda SNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal 37, ayat (2), Ketentuan lebih lanjut
mengenai penggunaan Tanda SNI serta
huruf a sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
bentuk dan penggunaan tanda
(4) Bentuk Tanda Kesesuaian sebagaimana dimaksud pada kesesuaian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.
ayat (1) huruf b tercantum dalam Lampiran IV yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.
(5) Pembubuhan Tanda SNI dan tanda elektronik atau Tanda
Kesesuaian dan tanda elektronik pada barang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan contoh
yang tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 55
(1) Pelaku Usaha atau Perusahaan Industri yang telah
mendapatkan surat persetujuan penggunaan Tanda SNI
atau Tanda Kesesuaian yang digunakan dalam rangka
produksi atau impor, wajib menyampaikan laporan realisasi
produksi atau impor kepada Kepala BSKJI dalam jangka
waktu 3 (tiga) bulan sejak diterbitkan surat persetujuan
penggunaan Tanda SNI atau Tanda Kesesuaian.
(2) Penyampaian laporan realisasi produksi atau impor
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
73

SIINas.
(3) Laporan realisasi produksi atau impor sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), divalidasi oleh Kepala BSKJI dan
Dirjen Pembina Industri melalui SIINas.
(4) Pelaku Usaha atau Perusahaan Industri yang tidak
menyampaikan laporan realisasi produksi atau impor
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dapat
mengajukan permohonan surat persetujuan penggunaan
Tanda SNI atau Tanda Kesesuaian secara elektronik untuk
periode berikutnya.
Bagian Kempat
Surveilan
Pasal 56
(1) Dalam hal tahapan Sertifikasi SNI dan/atau Sertifikasi
Kesesuaian yang diatur dalam Peraturan Menteri mengenai
pemberlakuan SNI, ST, dan/atau PTC secara wajib
mempersyaratkan surveilan, LSPro yang menerbitkan
Sertifikat SNI dan/atau Sertifikat Kesesuaian wajib
melakukan surveilan.
(2) Surveilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
secara:
a. berkala; dan/atau
74

b. khusus.
(3) Surveilan secara berkala dilakukan secara periodik sesuai
dengan Peraturan Menteri mengenai pemberlakuan SNI, ST,
dan/atau PTC secara wajib.
(4) Surveilan secara khusus dilakukan sewaktu-waktu dalam
hal terdapat:
a. pengaduan dari orang-perorangan/masyarakat/
instansi/lembaga; atau
b. instruksi dari Kepala BSKJI.
(5) Dalam hal LSPro melaksanakan surveilan secara berkala
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), LSPro
memberitahukan jadwal pelaksanaan surveilan kepada
Pelaku Usaha atau Perusahaan Industri.
Pasal 57
(1) LSPro harus melaporkan hasil surveilan berkala dan hasil
surveilan khusus kepada Kepala BSKJI melalui SIINas.
(2) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
sedikit terdiri atas:
a. tanggal pelaksanaan surveilan;
b. nama auditor;
c. nama petugas pengambil contoh;
d. hasil pelaksanaan surveilan; dan
75

e. nomor dan tanggal laporan hasil uji atau hasil inspeksi.


(3) Kepala BSKJI melakukan evaluasi atas laporan
pelaksanaan surveilan.
(4) Dalam melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), Kepala BSKJI membentuk tim.
(5) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling sedikit
terdiri atas unsur:
a. pejabat struktural dan/atau fungsional di lingkungan
BSKJI; dan
b. PPSI.
(6) Dalam melakukan evaluasi, tim sebagaimana dimaksud
pada ayat (4):
a. memeriksa kelengkapan dan kebenaran dokumen
laporan yang disampaikan oleh LSPro; dan
b. memastikan proses surveilan telah dilaksanakan sesuai
Peraturan Menteri mengenai pemberlakuan SNI, ST
dan/atau PTC secara wajib.
(7) Tim menyampaikan laporan hasil evaluasi kepada Kepala
BSKJI.
Pasal 58
(1) Dalam hal berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 57 ayat (7), kelengkapan dokumen
76

dan proses surveilan dinyatakan belum sesuai dengan


Peraturan Menteri mengenai pemberlakuan SNI, ST,
dan/atau PTC secara wajib, Kepala BSKJI menerbitkan
surat pemberitahuan kepada LSPro untuk memperbaiki
dan/atau melengkapi dokumen.
(2) Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan secara elektronik melalui SIINas.
(3) LSPro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
memperbaiki dan/atau melengkapi dokumen dalam waktu
paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender.
(4) Dalam hal:
a. LSPro tidak memberikan klarifikasi sampai dengan batas
waktu yang ditentukan; atau
b. tidak dapat melakukan perbaikan atas pemenuhan
penilaian kesesuaian yang dipersyaratkan sesuai
Peraturan Menteri mengenai pemberlakuan SNI, ST
dan/atau PTC secara wajib,
(5) Kepala BSKJI memerintahkan LSPro untuk membekukan
Sertifikat SNI/Sertifikat Kesesuaian.
Pasal 59
(1) Dalam hal berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 57 ayat (3) dinyatakan telah
77

memenuhi persyaratan sesuai Peraturan Menteri mengenai


pemberlakuan SNI, ST, dan/atau PTC secara wajib, Kepala
BSKJI melakukan validasi atas pelaksanaan penilaian
kesesuaian dalam rangka surveilan.
(2) Validasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
secara elektronik melalui SIINas.
BAB VII Amanat mengenai pembinaan sesuai
PEMBINAAN dengann Pasal 61 ayat 3 PP2/2017

Ketentuan lebih lanjut mengenai


pembinaan dan pengawasan diatur
daalam Peraturan Menteri
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 60
(1) Dalam rangka pelaksanaan penerapan SNI secara sukarela Fasilitas nonfiscal sudah termasuk
dan pemberlakuan SNI, ST, dan/atau PTC secara wajib, fasilitasi sertifikasi
Menteri melakukan pembinaan kepada LPK, Perusahaan
Industri, sumber daya manusia di bidang Standardisasi Bentuk non fiscal sudah dijelaskan pada
Industri dan/atau masyarakat. pasal 63 PP 2/2017 ayat 3
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa bantuan teknis, konsultasi, pendidikan dan
78

pelatihan, promosi dan pemasyarakatan SNI, ST dan/atau


PTC, pemberian fasilitas fiskal atau nonfiskal serta
menumbuhkembangkan budaya Standar.
Bagian Kedua PP 28/2021, pasal 47 Pemerintah Pusat
Pembinaan Kepada Lembaga Penilaian Kesesuaian melakukan pembinaan kepada lembaga
penilaian kesesuaian;
Pasal 61
(1) Pembinaan kepada LPK oleh Menteri dilakukan dalam
bentuk bantuan teknis, konsultasi, pendidikan dan
pelatihan.
(2) Pelaksanaan pembinaan oleh Menteri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) didelegasikan kepada Kepala
BSKJI.
Pasal 62
(1) Kepala BSKJI menyediakan, meningkatkan, dan
mengembangkan sarana dan prasarana laboratorium
pengujian standar industri pada wilayah pusat
pertumbuhan Industri untuk kelancaran pemberlakuan
SNI, ST, dan/atau PTC secara wajib.
(2) Dalam menyediakan, meningkatkan, dan mengembangkan
sarana dan prasarana laboratorium pengujian standar
industri pada wilayah pusat pertumbuhan Industri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala BSKJI dapat
79

bekerja sama dengan perangkat daerah yang


menyelenggarakan urusan di bidang perindustrian.
Pasal 63
(1) Dalam rangka pengembangan LPK, Menteri melakukan Narasi yang digunakan dalam PP 28/2021
kerja sama penilaian kesesuaian: adalah pengakuan dibidang regulasi
a. di tingkat nasional; dan teknis, bukan keberterimaan akreditasi
b. di tingkat internasional sebagaimana dilakukan oleh KAN.
(2) Kerja sama penilaian kesesuaian di tingkat nasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan Ayat 4 huruf a, berdasarkan PP 28/2021
dengan pemangku kepentingan. Pasal 38 ayat 12, dalam hal LSPro, Lab uji
(3) Kerja sama penilaian kesesuaian di tingkat internasional dan/atau Lembaga inspeksi berdomisisi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan atau berkedudukan di luar wilayah
dengan negara mitra. hukum NKRI, hasil seertifikasi produk,
(4) Bentuk kerja sama penilaian kesesuaian di tingkat hasil pengujian, dan/atau hasil
internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat inspeksinya dapat diakui sepanjang
berupa: terdapat perjanjian saling pengakuan
a. kerja sama perjanjian saling pengakuan di bidang antar Negara di bidang regulasi teknis
regulasi teknis; sesuai dengan ketentuan peraturan
b. kerja sama harmonisasi sistem penilaian perundang-undangan.
kesesuaian/skema sertifikasi;
c. kerja sama harmonisasi syarat mutu penilaian
kesesuaian; dan/atau
80

d. berpartisipasi aktif dalam kerja sama


multilateral/regional di bidang standardisasi.
Bagian Ketiga PP 2/2017, pasal 12, pembinaan kepada
Pembinaan Kepada Perusahaan Industri Perusahaan Industri dan masyarakat,;
Pasal 64
(1) Pembinaan oleh Menteri kepada Perusahaan Industri dapat
berupa:
a. bantuan teknis, konsultasi, pendidikan dan pelatihan,
promosi dan pemasyarakatan Standardisasi Industri
serta menumbuhkembangkan budaya standar; dan
b. pembiayaan dalam proses penilaian kesesuaian dan/atau
pemberian fasilitas fiskal sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan bagi Perusahaan
Industri kecil dan Perusahaan Industri menengah yang
menerapkan SNI, ST, dan/atau PTC yang diberlakukan
secara wajib.
(2) Pelaksanaan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat didelegasikan kepada pejabat pimpinan tinggi
madya di lingkungan Kementerian Perindustrian.
(3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan oleh gubernur dan/atau bupati/walikota sesuai
tugas, fungsi, dan wewenang masing-masing.
81

Bagian Keempat
Pembinaan Kepada Sumber Daya Manusia Standardisasi
Industri
Pasal 65
(1) Menteri melakukan pembinaan kepada sumber daya Dalam rangka mendukung
manusia Standardisasi Industri.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat PP 2/2017,
berupa bantuan teknis dan pendidikan dan pelatihan. pasal 14 pembinaan kepada Pembinaan
(3) Sumber daya manusia Standardisasi Industri sebagaimana terhadap pengujian, inspeksi, dan
dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: sertifikasi barang dan/atau jasa Industri
a. auditor; yang dilakukan oleh lembaga penilaian
b. petugas pengambil contoh; kesesuaian;
c. petugas penguji; pasal 15 Menteri menyediakan,
d. petugas inspeksi atau inspector; meningkatkan dan mengembangkan
e. pejabat fungsional AMMI; Sarana dan Prasarana laboratorium
f. PPSI; dan pengujian standar Industri;
g. PPNS Bidang Perindustrian.
(4) Pelaksanaan pembinaan oleh Menteri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat didelegasikan kepada Kepala
BSKJI.
Bagian Kelima
Pembinaan Kepada Masyarakat
82

Pasal 66
(1) Menteri melaksanakan pembinaan kepada masyarakat PP 2/2017, pasal 12, pembinaan kepada
berupa pemasyarakatan Standardisasi Industri dan Perusahaan Industri dan masyarakat,;
menumbuhkembangkan budaya Standar.
(2) Pelaksanaan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan oleh Ditjen Pembina Industri atau Kepala
BSKJI sesuai tugas, fungsi dan wewenang untuk
melakukan pembinaan jenis-jenis Industri sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan oleh gubernur dan/atau bupati/walikota sesuai
tugas, fungsi, dan wewenang masing-masing.
BAB VIII Sesuai dengan Pasal 16 PP 2/2017
PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN KERJA SAMA Dalam rangka pengembangan
Standardisasi Industri, Menteri melakukan
:
a. penelitian dan pengembangan
standardisasi industry, dan
b. kerja sama Standardisasi Indsutri di
tingkat nasional dan internasional
Pasal 67
(1) Penelitian, pengembangan, dan kerja sama Standardisasi Ayat 2 sesuai PP 2/2017 Pasal 17
83

Industri dilakukan dalam rangka mendukung perencanaan,


perumusan, penetapan, pemeliharaan, dan pengembangan
Standardisasi Industri.
(2) Penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) paling sedikit meliputi:
a. teknologi pengujian dan standar mutu barang dan/atau
jasa Industri;
b. penerapan standar Industri; dan
c. standar internasional untuk disesuaikan dengan tingkat
perlindungan, perbedaan iklim, lingkungan, geologi,
geografis, atau kemampuan teknologi.
(3) Kerja sama Standardisasi Industri sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi kerja sama Standardisasi Industri
pada tingkat nasional maupun internasional.
Pasal 68
(1) Penelitian dan pengembangan terkait teknologi pengujian
dan standar mutu barang dan/atau jasa Industr
sebagaimana dimaksud dalam pasal 67 ayat (2) huruf a
dilakukan dalam bentuk:
a. penelitian dan pengembangan metode inspeksi dan/atau
metode uji untuk menjamin keabsahan dan kemutahiran
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
84

teknologi; dan;
b. penelitian dan pengembangan guna peningkatan
pengakuan dan keberterimaan hasil penilaian kesesuaian
(2) Penelitian dan pengembangan terkait penerapan standar
Industri sebagaimana dimaksud dalam pasal 67 ayat (2)
huruf b dilakukan dalam bentuk:
a. perumusan skema penerapan dan/atau pemberlakuan;
b. pelaksanaan penerapan dan/atau pemberlakuan;
c. pelaksanaan pengawasan; dan
d. pelaksanaan evaluasi penerapan dan/atau
pemberlakuan, Standar di bidang Industri.
(3) Penelitian dan pengembangan terkait standar internasional
untuk disesuaikan dengan tingkat perlindungan, perbedaan
iklim, lingkungan, geologi, geografis, atau kemampuan
teknologi sebagaimana dimaksud dalam pasal 67 ayat (2)
huruf c dilakukan dalam bentuk:
a. identifikasi kebutuhan Standar di bidang Industri;
b. perumusan dan pengembangan Standar di bidang
Industri yang sesuai dengan kondisi lingkungan, geologi,
geografis nasional;
c. harmonisasi Standar di bidang Industri dengan Standar
85

internasional; dan
d. penguatan Standar di bidang Industri dalam
pengembangan Standar internasional.
Pasal 69
(1) Kerja sama Standardisasi Industri di tingkat nasional
dilakukan dengan Pelaku Usaha, instansi teknis terkait,
dan para pemangku kepentingan.
(2) Kerja sama Standardisasi Industri di tingkat internasional
dilakukan dengan negara mitra, baik secara bilateral,
regional maupun multilateral.
Pasal 70
(1) Kerja sama Standardisasi Industri di tingkat nasional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) dilakukan
untuk:
a. menyinergikan kebutuhan Standardisasi Industri dengan
program kerja pemerintah;
b. memetakan kemampuan Laboratorium Uji nasional;
dan/atau
c. meningkatkan harmonisasi dan keberterimaan regulasi
teknis.
(2) Kerja sama Standardisasi Industri di tingkat internasional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (2) dilakukan
86

untuk:
a. memperjuangkan kepentingan Indonesia dalam
pengembangan Standar internasional;
b. memfasilitasi keberterimaan hasil penilaian kesesuaian
di pasar internasional;
c. memfasilitasi pencegahan terhadap masuknya barang
dan/atau jasa Industri yang tidak memenuhi ketentuan
pemberlakuan SNI, ST, dan/atau PTC secara wajib;
d. pengembangan Standardisasi Industri dan penilaian
kesesuaian; dan/atau
e. peningkatan kompetensi sumber daya manusia di bidang
Standardisasi Industri dan penilaian kesesuaian.
Pasal 71
Pelaksanaan kerja sama Standardisasi Industri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 70 didelegasikan kepada pejabat
pimpinan tinggi madya di lingkungan Kementerian
Perindustrian sesuai dengan lingkup tugas dan kewenangannya
masing-masing.
BAB IX PP 2/2017
PENGAWASAN Pasal 11, ayat (6), ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara penunjukan dan
pengawasan LPK diatur dalam Peraturan
Menteri.
87

PP 28/2021
Pasal 55, ayat (2), Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara pengawasan
pelaksanaan penilaian kesesuaian oleh
Lembaga penilaian kesesuaian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dalam Peraturan Menteri.
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 72
(1) Menteri melaksanakan pengawasan seluruh rangkaian: Ayat 1 sudah sesuai dengan Psal 43 PP
a. penerapan SNI secara sukarela; dan 28/2021 ayat 1
b. pemberlakuan SNI, ST, dan/atau PTC secara wajib.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: (1) Menteri mengawassi pelaksanaan
a. pengawasan di pabrik; dan seluruh rangkaian :
b. koordinasi pengawasan di pasar dengan kementerian a. Penerapan SNI secara sukarela
dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian terkait. sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 P
(3) Koordinasi pengawasan di pasar sebagaimana dimaksud 2/2017 tentang Pembangunan Saranda
pada ayat (2) huruf b dilaksanakan secara bersama-sama dan Prasarana Industri; dan
dengan menteri yang menyelenggarakan urusan b. Pemberlakuan SNI, ST dan/atau PTC
pemerintahan di bidang perdagangan sesuai dengan secara wajib sebagaimana dalam pasal 10
ketentuan peraturan perundang-undangan. PP 2/2017 tentang Pembangunan Saran
(4) Koordinasi pengawasan di pasar sebagaimana dimaksud dan Prasarana Industri
88

pada ayat (3) dilakukan dalam hal:


a. menarik barang yang beredar; dan/atau
b. menghentikan kegiatan jasa Industri yang tidak
memenuhi SNI, ST, dan/atau PTC yang diberlakukan
secara wajib.
Pasal 73
(1) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72
dilakukan oleh Kepala BSKJI dan/atau lembaga
terakreditasi yang ditunjuk oleh Menteri.
(2) Lembaga terakreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus memenuhi kriteria:
a. memiliki perizinan berusaha di bidang Industri jasa
verifikasi dan validasi yang efektif;
b. telah terakreditasi berdasarkan SNI ISO/IEC 17029;
c. telah terakreditasi oleh KAN untuk lingkup yang sesuai;
dan
d. berdomisili atau berkedudukan di wilayah hukum Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
(3) Tata cara penunjukan lembaga terakreditasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) disusun dan ditetapkan oleh Kepala
BSKJI.
Pasal 74
89

Dalam hal pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73


dilakukan oleh lembaga terakreditasi, ketentuan dalam
Peraturan Menteri mengenai penunjukan lembaga terakreditasi
paling sedikit memuat:
a. lingkup pengawasan; dan
b. jangka waktu pengawasan.
Pasal 75
(1) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72
dilakukan secara berkala dan/atau secara khusus.
(2) Pengawasan secara berkala sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dengan pengaturan frekuensi
pelaksanaan berdasarkan tingkat risiko kegiatan usaha dan
mempertimbangkan tingkat kepatuhan Perusahaan
Industri.
(3) Pengawasan secara khusus sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan berdasarkan:
a. laporan dari masyarakat, Pelaku Usaha, dan/atau
instansi terkait; dan/atau
b. hasil evaluasi data importasi dan/atau hasil evaluasi
data neraca komoditas.
(4) Laporan dari masyarakat, Pelaku Usaha, dan/atau instansi
terkait sebagaiamana dimaksud pada ayat (3) huruf a,
90

dapat disampaikan secara elektronik melalui laman


www.kemenperin.go.id.
Pasal 76
(1) Selain pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72
ayat (2), terhadap produk tertentu yang telah ditetapkan
pemberlakuan SNI, ST, dan/atau PTC secara wajib dapat
dilakukan pengawasan di Kawasan Pabean.
(2) Kewenangan pengawasan di Kawasan Pabean sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh instansi yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kepabeanan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Produk tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh Menteri.
Bagian Kedua
Pengawasan Penerapan SNI Secara Sukarela
Pasal 77
(1) Dalam melakukan pengawasan penerapan SNI secara
sukarela, Kepala BSKJI:
a. meminta LSPro untuk menyampaikan laporan mengenai
Sertifikat SNI yang telah diterbitkan melalui SIINas; dan
b. memperoleh data dan informasi terkait Sertifikat SNI dari
BSN melalui sistem informasi terintegrasi.
91

(2) Kepala BSKJI melakukan evaluasi terhadap laporan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan data dan
informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.
(3) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), Kepala BSKJI melakukan uji petik kesesuaian
terhadap penerapan SNI di Pabrik yang diterapkan secara
sukarela.
Pasal 78

(1) Dalam melaksanakan uji petik sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 77 ayat (3), Kepala BSKJI melaksanakan
pemeriksaan terhadap:
a. dokumen legalitas perusahaan antara lain:
1. perizinan berusaha;
2. akta pendirian perusahaan atau dokumen sejenis;
3. Sertifikat SNI; dan
4. surat persetujuan penggunaan Tanda SNI; dan
b. fisik produk.
(2) Dalam hal diperlukan, berdasarkan hasil pemeriksaan fisik
produk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
Kepala BSKJI dapat melakukan pengujian kesesuaian SNI
yang diterapkan ke Laboratorium Uji yang terakreditasi.
92

Pasal 79
(1) Kepala BSKJI melaporkan hasil pengawasan penerapan SNI
secara sukarela kepada Menteri.
(2) Laporan hasil pengawasan penerapan SNI secara sukarela
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat
informasi:
a. waktu dan tempat pelaksanaan pengawasan;
b. identitas Pelaku Usaha;
c. uraian produk;
d. kesimpulan hasil pengawasan terhadap pemenuhan SNI
secara sukarela; dan
e. identitas personil pengawas.
Pasal 80
Dalam hal berdasarkan hasil pengawasan penerapan SNI
secara sukarela ditemukan ketidaksesuaian, Menteri melalui
Kepala BSKJI menyampaikan surat pemberitahuan kepada
Kepala BSN.
Bagian Ketiga
Pengawasan Pemberlakuan SNI, ST, dan/atau PTC Secara Wajib
Paragraf 1
Umum
Pasal 81
(1) Pengawasan pemberlakuan SNI, ST, dan/atau PTC secara PP 2/2017
93

wajib dilakukan oleh PPSI.


Pasal 21, ayat (6), Ketentuan lebih lanjut
(2) Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud mengenai tata cara pengawasan yang
dilakukan oleh PPSI diatur dalam
pada ayat (1), PPSI harus ditugaskan oleh Kepala BSKJI. Peraturan Menteri.
(3) Dalam memberikan penugasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), Kepala BSKJI berkoordinasi dengan Dirjen
Pembina Industri.
(4) Kepala BSKJI dapat menugaskan PPSI di lingkungan
Kementerian Perindustrian dan/atau PPSI di lingkungan
pemerintah daerah provinsi/kabupaten/ kota.
Paragraf 2
Pengawasan di Pabrik
Pasal 82
(1) Dalam melakukan pengawasan atas pemberlakuan SNI, ST,
dan/atau PTC secara wajib di Pabrik, PPSI yang ditugaskan
oleh Kepala BSKJI menyusun rencana pengawasan.
(2) Rencana pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling sedikit berisi:
a. jadwal pelaksanaan pengawasan;
b. lokasi;
c. jenis produk;
d. personil; dan
e. anggaran.
94

(3) PPSI yang ditugaskan oleh Kepala BSKJI menyampaikan


pemberitahuan pelaksanaan pengawasan kepada Pelaku
Usaha atau Perusahaan Industri.
Pasal 83
Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 82, PPSI melakukan:
a. pemeriksaan dokumen; dan
b. pemeriksaan proses produksi dan pengendalian mutu.
Pasal 84
Pemeriksaan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83
huruf a, dilakukan terhadap dokumen legalitas perusahaan,
antara lain:
a. perizinan berusaha;
b. akta pendirian perusahaan atau dokumen sejenis;
c. Sertifikat SNI atau Sertifikat Kesesuaian;
d. surat persetujuan penggunaan Tanda SNI dan/atau surat
persetujuan penggunaan Tanda Kesesuaian;
e. sertifikat atau tanda daftar merek yang diterbitkan oleh
instansi yang berwenang;
f. laporan pemeriksaan/audit, laporan hasil
inspeksi/sertifikat inspeksi, laporan hasil uji/sertifikat
pengujian;
95

g. perjanjian lisensi dan bukti pencatatannya dari instansi


yang berwenang dalam hal tidak menggunakan merek
sendiri;
h. bukti pengecualian ketentuan pemberlakuan SNI, ST,
dan/atau PTC secara wajib dalam hal memproduksi barang
yang dikecualikan dari pemberlakuan SNI, ST, dan/atau
PTC secara wajib; dan
i. Sertifikat ISO 9001 atau pernyataan diri untuk skema
sertifikasi yang mempersyaratkan.
Pasal 85
(1) Pemeriksaan proses produksi dan pengendalian mutu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 huruf b, paling
sedikit dilakukan terhadap:
a. fasilitas produksi utama;
b. sarana dan prasarana pengendalian mutu; dan
c. fisik produk.
(2) Dalam melakukan pemeriksaan terhadap fasilitas produksi
utama, PPSI melakukan pemeriksaan:
a. tata letak mesin produksi;
b. alur proses produksi;
c. proses pengendalian mutu;
d. daftar peralatan produksi; dan
96

e. penggunaan bahan baku.


(3) Dalam melakukan pemeriksaan terhadap sarana dan
prasarana pengendalian mutu, PPSI melakukan
pemeriksaan:
a. fungsi peralatan pengujian;
b. kompetensi personil pengujian; dan
c. bukti kalibrasi atau verifikasi alat pengujian.
(4) Dalam melakukan pemeriksaan fisik produk, PPSI
melakukan pemeriksaan terhadap Tanda SNI atau Tanda
Kesesuaian dan tanda elektronik.
(5) Dalam hal diperlukan, berdasarkan hasil pemeriksaan fisik
produk sebagaimana dimaksud pada ayat (4), PPSI dapat
melakukan pengujian kesesuaian SNI, ST, dan/atau PTC
yang diterapkan ke Laboratorium Uji yang ditunjuk.
Paragraf 3
Koordinasi Pengawasan di Pasar
Pasal 86
(1) Dalam melakukan pengawasan atas pemberlakuan SNI, ST,
dan/atau PTC secara wajib di Pasar, Kepala BSKJI
melakukan koordinasi dengan kementerian/lembaga
pemerintah nonkementerian terkait.
(2) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
97

melalui penyampaian surat pemberitahuan pengawasan


atas pemberlakuan SNI, ST, dan/atau PTC secara wajib di
Pasar yang paling sedikit berisi:
a. waktu dan tempat pelaksanaan pengawasan; dan
b. permintaan nama petugas/pegawai yang akan disertakan
dalam pengawasan.
(3) Dalam hal setelah 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal surat
disampaikan, kementerian/lembaga pemerintah
nonkementerian terkait tidak menyampaikan nama
petugas/pegawai yang akan disertakan dalam pengawasan,
Kepala BSKJI dapat menugaskan PPSI untuk melakukan
pengawasan di Pasar.
Pasal 87
(1) Dalam melaksanakan pengawasan atas pemberlakuan SNI,
ST, dan/atau PTC secara wajib di pasar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 86, PPSI melakukan:
a. pemeriksaan dokumen; dan/atau
b. pemeriksaan fisik produk.
(2) Pemeriksaan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a, dilakukan terhadap:
a. Sertifikat SNI dan/atau Sertifikat Kesesuaian;
b. surat persetujuan penggunaan Tanda SNI dan/atau
98

surat persetujuan penggunaan Tanda Kesesuaian;


dan/atau
c. bukti pengecualian pemberlakuan SNI, ST, dan/atau PTC
secara wajib dalam hal barang yang diedarkan
dikecualikan dari pemberlakuan SNI, ST, dan/atau PTC
secara wajib.
(3) Pemeriksaan fisik produk sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b dilakukan melalui:
a. penelusuran tanda elektronik, produsen barang, dan
kode produksi;
b. pembelian sampel sesuai kebutuhan pengujian; dan
c. pengujian kesesuaian SNI, ST, dan/atau PTC yang
diterapkan ke Laboratorium Uji yang ditunjuk.
(4) Biaya yang diperlukan untuk pembelian sampel dan
pengujian kesesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dibebankan kepada APBN Kementerian Perindustrian.
Paragraf 4
Pelaporan
Pasal 88
(1) PPSI menyampaikan laporan hasil pengawasan
pemberlakuan SNI, ST, dan/atau PTC secara wajib kepada
Kepala BSKJI.
99

(2) Laporan hasil pengawasan pemberlakuan SNI, ST,


dan/atau PTC secara wajib sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) paling sedikit memuat informasi:
a. waktu dan tempat pelaksanaan pengawasan;
b. identitas Pelaku Usaha;
c. uraian produk; dan
d. kesimpulan hasil pengawasan terhadap pemenuhan SNI,
ST, dan/atau PTC secara wajib.
(3) Kepala BSKJI melakukan evaluasi atas laporan hasil
pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Dalam melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), Kepala BSKJI dapat membentuk tim.
(5) Tim sebagimana dimaksud pada ayat (4) paling sedikit
terdiri atas unsur:
a. BSKJI; dan
b. Ditjen Pembina Industri.
(6) Dalam hal ditemukan ketidaksesuaian pemenuhan SNI, ST,
dan/atau PTC secara wajib berdasarkan evaluasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala BSKJI dapat
menugaskan PPSI untuk melakukan penelusuran lanjutan.
(7) Penelusuran lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
100

ditujukan untuk mengetahui jumlah dan persebaran


produk yang tidak memenuhi SNI, ST, dan/atau PTC.
(8) PPSI melaporkan hasil penelusuran lanjutan kepada Kepala
BSKJI.
Pasal 89
(1) Kepala BSKJI melaporkan hasil pengawasan pemberlakuan
SNI, ST, dan/atau PTC secara wajib yang dilakukan PPSI
kepada Menteri.
(2) Laporan hasil pengawasan pemberlakuan SNI, ST,
dan/atau PTC secara wajib sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) paling sedikit memuat informasi:
a. waktu dan tempat pelaksanaan pengawasan;
b. identitas Pelaku Usaha;
c. uraian produk;
d. kesimpulan hasil pengawasan terhadap pemenuhan SNI,
ST, dan/atau PTC secara wajib; dan
e. identitas personil pengawas.

Paragraf 5
Tindak Lanjut Hasil Pelaporan
Pasal 90
Menteri memberitahukan hasil pengawasan pemberlakuan SNI,
ST, dan/atau PTC secara wajib kepada Pelaku Usaha atau
101

Perusahaan Industri.
Pasal 91
(1) Dalam hal hasil pengawasan di Pabrik menyatakan barang
tidak memenuhi SNI, ST, dan/atau PTC yang diberlakukan
secara wajib, Pelaku Usaha atau Perusahaan Industri wajib
menghentikan kegiatan produksi barang dan/atau jasa
industri paling lama 3 (tiga) hari sejak pemberitahuan
diterima.
(2) Pelaku Usaha melakukan perbaikan atas barang dan/ atau
jasa Industri yang tidak memenuhi SNI, ST, dan/atau PTC
yang diberlakukan secara wajib sebagaimana dimaksud
pada ayat (l).
(3) Dalam hal perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
telah dilakukan, Pelaku Usaha meminta kepada LSPro
untuk melakukan surveilan.
(4) Dalam hal berdasarkan hasil surveilan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) barang dan/ atau jasa Industri
telah memenuhi SNI, ST, dan/atau PTC yang diberlakukan
secara wajib, LSPro menyampaikan laporan kepada Menteri
melalui Kepala BSKJI.
(5) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
Menteri menerbitkan surat pemberitahuan kepada Pelaku
102

Usaha untuk melanjutkan kegiatan produksi barang


dan/atau jasa industri.
Pasal 92
Dalam hal hasil koordinasi pengawasan di Pasar menyatakan PP 2/2017
barang tidak memenuhi SNI, ST, dan/atau PTC
yang Pasal 23, ayat (5), Penarikan barang yang
dilakukan oleh Pelaku Usaha berdasarkan
diberlakukan secara wajib, Pelaku Usaha atau Perusahaan
pemberitahuan Menteri sebagaimana
Industri wajib: dimaksud pada ayat (1) huruf a
dilaksanakan sesuai dengan tata cara
a. menarik seluruh barang Industri yang tidak memenuhi
penarikan barang yang ditetapkan oleh
SNI, ST, dan/atau PTC yang diberlakukan secara wajib Menteri.
tersebut paling lama 1 (satu) bulan sejak pemberitahuan;
dan/atau
b. menghentikan kegiatan impor barang Industri yang tidak
memenuhi SNI, ST, dan/atau PTC yang diberlakukan
secara wajib tersebut paling lama 3 (tiga) hari sejak
pemberitahuan.
Pasal 93
(1) Dalam melakukan penarikan barang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 92 huruf a, Pelaku usaha atau
Perusahaan Industri harus berkoordinasi dengan instansi
terkait dan menyusun rencana penarikan barang.
(2) Rencana penarikan barang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) paling sedikit memuat informasi:
103

a. waktu penarikan barang;


b. lokasi dan jumlah barang yang ditarik; dan
c. rencana pemusnahan.
(3) Waktu penarikan barang sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a harus memperhitungkan batas waktu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 huruf a.
(4) Pelaku Usaha menyampaikan rencana penarikan barang
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Kepala BSKJI.
Pasal 94
(1) Kepala BSKJI melakukan pemantauan pelaksanaan
penarikan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93.
(2) Pelaku Usaha yang telah selesai melakukan penarikan
barang, wajib menyampaikan laporan pelaksanaan
penarikan barang kepada Kepala BSKJI dengan
ditembuskan kepada Dirjen Pembina Industri.
(3) Kepala BSKJI melaporkan seluruh proses penarikan barang
kepada Menteri.

Pasal 95
104

Pelaku Usaha atau Perusahaan Industri yang tidak melakukan


penarikan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92
huruf a dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 96

Penghentian kegiatan impor sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 92 huruf b dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 97

(1) Menteri menyebarluaskan informasi kepada masyarakat


berkenaan dengan barang industri yang wajib ditarik dari
105

peredarannya dan/atau jasa industri yang wajib dihentikan


kegiatannya oleh Pelaku Usaha atau Perusahaan Industri.
(2) Penyebaran informasi oleh Menteri sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dilakukan secara elektronik melalui
laman www.kemenperin.go.id.
Bagian Keempat
Pengawasan Lembaga Penilaian Kesesuaian
Pasal 98
(1) Kepala BSKJI melakukan pengawasan terhadap:
a. lingkup kompetensi LPK sesuai dengan penerapan SNI
dan pemberlakuan SNI, ST, dan/atau PTC secara wajib;
dan
b. pelaksanaan penilaian kesesuaian oleh LPK sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
tentang penerapan SNI dan pemberlakuan SNI, ST,
dan/atau PTC secara wajib.
(2) Pengawasan terhadap lingkup kompetensi dan pelaksanaan
penilaian kesesuaian oleh LPK sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a paling sedikit meliputi:
a. akreditasi LPK dan kompetensi personil AMMI atau
auditor, petugas pengambil contoh, petugas inspeksi,
petugas penguji, dan tenaga ahli apabila ada;
106

b. sarana, metode inspeksi, dan/atau pengujian yang


digunakan;
c. kebenaran antara pelaporan kinerja dengan dokumen
terkait penerbitan sertifikat inspeksi/sertifikat uji; dan
d. proses sertifikasi.
(3) Pengawasan pelaksanaan penilaian kesesuaian oleh LPK
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan
melalui:
a. pemantauan dan/atau penyaksian atas pelaksanaan:
1. pemeriksaan/audit;
2. inspeksi; dan/atau
3. pengujian;
b. pemantauan penerbitan Sertifikat SNI atau Sertifikat
Kesesuaian yang diterbitkan; dan/atau
peninjauan atas tahapan pelaksanaan penilaian kesesuaian.
Pasal 99
(1) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98
dilakukan secara berkala atau secara khusus.
(2) Pengawasan secara berkala sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu)
tahun.
(3) Pengawasan secara khusus sebagaimana dimaksud pada
107

ayat (1) dilakukan sewaktu-waktu berdasarkan laporan dari


masyarakat, Pelaku Usaha, dan/atau instansi terkait.
(4) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan secara elektronik.
Pasal 100
(1) Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 98, Kepala BSKJI menugaskan unit kerja di
lingkungan Kementerian Perindustrian yang mempunyai
tugas melaksanakan pengawasan LPK.
(2) Unit kerja yang ditugaskan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) menyusun rencana pengawasan.
(3) Rencana pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling sedikit berisi:
a. jadwal pelaksanaan pengawasan;
b. metode pengawasan;
c. lokasi pengawasan;
d. ruang lingkup penunjukan;
e. personil; dan
f. anggaran.
(4) Unit kerja yang ditugaskan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) menyampaikan pemberitahuan pelaksanaan
pengawasan kepada LPK.
108

Pasal 101
(1) Unit kerja yang ditugaskan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 100 menyusun laporan hasil pengawasan.
(2) Laporan hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) paling sedikit memuat informasi:
a. waktu dan tempat pelaksanaan pengawasan;
b. identitas LPK;
c. kesimpulan hasil pengawasan; dan
d. identitas personil pengawas.
(3) Kepala BSKJI melakukan evaluasi atas laporan hasil
pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Dalam melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), Kepala BSKJI dapat membentuk tim.
(5) Tim sebagimana dimaksud pada ayat (4) paling sedikit
terdiri atas unsur:
a. BSKJI; dan
b. Ditjen Pembina Industri.
Pasal 102
(1) Kepala BSKJI melaporkan hasil pengawasan LPK kepada
Menteri.
(2) Laporan hasil pengawasan LPK sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) paling sedikit memuat informasi:
109

a. waktu dan tempat pelaksanaan pengawasan;


b. identitas LPK;
c. kesimpulan hasil pengawasan;
d. rekomendasi; dan
e. identitas personil pengawas.
Pasal 103
Dalam hal berdasarkan hasil pengawasan LPK ditemukan
ketidaksesuaian, Menteri memberikan sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB X
PPSI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 104
(1) PPSI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 terdiri atas:
a. PPSI Kementerian Perindustrian;
b. PPSI pada perangkat daerah Provinsi yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perindustrian; dan
c. PPSI pada perangkat daerah kabupaten/kota yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perindustrian.
(2) PPSI dikoordinasikan oleh Kepala BSKJI.
110

Pasal 105
(1) PPSI mempunyai tugas melaksanakan pengawasan
terhadap pemberlakuan SNI, ST, dan/atau PTC secara
wajib di Pabrik dan di Pasar.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), PPSI menunjukan:
a. Surat tugas; dan
b. Kartu tanda pengenal PPSI.
Bagian Kedua
Pengangkatan dan pemberhentian
Pasal 106
PPSI diangkat dan diberhentikan oleh Menteri.
Pasal 107
Untuk dapat diangkat menjadi PPSI, calon PPSI harus
memenuhi persyaratan:
a. berstatus PNS aktif pada Kementerian Perindustrian atau
perangkat daerah provinsi/ kabupaten/kota yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perindustrian dengan masa kerja paling sedikit 2 (dua)
tahun;
b. pangkat paling rendah Penata Muda/Golongan III/a;
c. berpendidikan paling rendah sarjana (S1);
d. setiap unsur penilaian prestasi kerja pegawai paling rendah
111

bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir;


e. sehat jasmani dan rohani;
f. bebas narkotika, prekursor, dan zat adiktif lainnya; dan
g. mengikuti dan dinyatakan lulus pembinaan di bidang
pengawasan Standardisasi Industri.
Pasal 108
(1) Usulan pengangkatan PPSI disampaikan oleh pejabat
pimpinan tinggi madya asal calon PPSI kepada Menteri
melalui Kepala BSKJI.
(2) Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan
melampirkan:
a. surat usulan yang ditandatangani paling rendah oleh
pejabat pimpinan tinggi madya; dan
b. dokumen persyaratan, terdiri atas:
1. daftar riwayat hidup;
2. fotokopi keputusan pangkat terakhir;
3. fotokopi ijazah terakhir;
4. fotokopi penilaian prestasi kerja PNS selama 2 (dua)
tahun terakhir yang dilegalisir pejabat yang
berwenang;
5. surat keterangan sehat jasmani dan rohani dari dokter
pemerintah;
112

6. surat keterangan bebas narkotika, precursor, dan zat


adiktif lainnya dari instansi yang berwenang; dan
7. sertifikat tanda telah mengikuti dan lulus pembinaan
di bidang pengawasan Standardisasi Industri.
(3) Kepala BSKJI melakukan verifikasi atas kelengkapan dan
kebenaran dokumen usulan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2).
(4) Dalam melakukan verifikasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), Kepala BSKJI menugaskan pejabat pimpinan tinggi
pratama di lingkungan unit kerjanya.
Pasal 109
(1) Dalam hal berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 108 ayat (3) dinyatakan masih
terdapat kekurangan dokumen, pejabat pimpinan tinggi
pratama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (4)
menyampaikan surat pemberitahuan untuk melengkapi
kepada pejabat pimpinan tinggi madya asal calon PPSI.
(2) Pejabat pimpinan tinggi madya asal calon PPSI
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melengkapi
kekurangan dokumen paling lambat 5 (lima) hari kerja
sejak tanggal disampaikannya surat pemberitahuan.
(3) Dalam hal pejabat pimpinan tinggi madya asal calon PPSI
113

tidak melengkapi kekurangan dokumen sampai dengan


batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), usulan
dianggap ditarik kembali.
Pasal 110
(1) Dalam hal berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 108 ayat (3), usulan dinyatakan
telah lengkap dan benar, pejabat pimpinan tinggi pratama
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (4) membuat
usulan pengangkatan calon PPSI menjadi PPSI.
(2) Usulan pengangkatan calon PPSI menjadi PPSI
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada
Kepala BSKJI.
(3) Kepala BSKJI menyampaikan usulan pengangkatan calon
PPSI menjadi PPSI kepada Menteri.
Pasal 111
(1) Menteri menetapkan pengangkatan PPSI dalam Keputusan
Menteri.
(2) Berdasarkan penetapan pengangkatan PPSI sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Kepala BSKJI atas nama Menteri
menerbitkan kartu tanda pengenal PPSI.
(3) Keputusan Menteri mengenai pengangkatan PPSI dan kartu
tanda pengenal PPSI disampaikan oleh Kepala BSKJI
114

kepada pimpinan tinggi madya asal PPSI.


Pasal 112
PPSI dapat diberhentikan dalam hal:
a. diberhentikan sebagai PNS;
b. tidak lagi bertugas di Kementerian Perindustrian atau
perangkat daerah provinsi/kabupaten/kota yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perindustrian;
c. mendapatkan hukuman disiplin sedang atau berat;
d. atas permintaan sendiri secara tertulis; atau
e. tidak berkinerja baik berdasarkan evaluasi kinerja PPSI
oleh Kepala BSKJI.
Pasal 113
(1) Dalam hal PPSI diberhentikan karena alasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 112 huruf a, huruf b, huruf c, dan
huruf d, pemberhentian PPSI diusulkan oleh pejabat
pimpinan tinggi madya yang membawahi PPSI kepada
Kepala BSKJI.
(2) Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan
melampirkan:
a. surat usulan pemberhentian yang ditandatangani pejabat
pimpinan tinggi madya yang membawahi PPSI yang
115

paling sedikit memuat alasan pemberhentian; dan


b. dokumen pendukung seperti:
1. salinan keputusan pejabat Pembina kepegawaian
mengenai pemberhentian/
pengangkatan/pemindahan;
2. salinan keputusan pejabat Pembina kepegawaian atau
pejabat yang berwenang memberikan hukuman
disiplin sedang atau berat; atau
3. surat pengunduran diri sebagai PPSI, dan
c. kartu tanda pengenal PPSI.
Pasal 114
(1) Kepala BSKJI melakukan verifikasi atas usulan
pemberhentian PPSI sebagaimana dimaksud dalam Pasal
113.
(2) Dalam melakukan verifikasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Kepala BSKJI menugaskan pejabat pimpinan tinggi
pratama di lingkungan unit kerjanya.
Pasal 115
(1) Dalam hal berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 114 dinyatakan masih terdapat
kekurangan dokumen, pejabat pimpinan tinggi pratama
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 ayat (2)
116

menyampaikan surat pemberitahuan untuk melengkapi


kepada pejabat pimpinan tinggi madya yang membawahi
PPSI.
(2) Pejabat pimpinan tinggi madya yang membawahi PPSI
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melengkapi
kekurangan dokumen paling lambat 5 (lima) hari kerja
sejak tanggal disampaikannya surat pemberitahuan.
(3) Dalam hal pejabat pimpinan tinggi madya yang
membawahi PPSI tidak melengkapi kekurangan dokumen
sampai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), pemberhentian PPSI ditangguhkan.
Pasal 116
(1) Dalam hal berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 114, usulan dinyatakan telah
lengkap dan benar atau pejabat pimpinan tinggi madya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 yang membawahi
PPSI telah melengkapi kekurangan dokumen, pejabat
pimpinan tinggi pratama sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 114 ayat (2) membuat usulan pemberhentian PPSI.
(2) Usulan pemberhentian PPSI sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disampaikan kepada Kepala BSKJI.
(3) Kepala BSKJI menyampaikan usulan pemberhentian PPSI
117

kepada Menteri.
Pasal 117
Dalam hal PPSI berkinerja tidak baik berdasarkan atas hasil
evaluasi kinerja PPSI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112
huruf e, Kepala BSKJI dapat langsung menyampaikan usulan
pemberhentian PPSI kepada Menteri.
Pasal 118
(1) Menteri menetapkan usulan pemberhentian PPSI
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 dan Pasal 117
dalam Keputusan Menteri.
(2) Keputusan Menteri mengenai pemberhentian PPSI
disampaikan oleh Kepala BSKJI ke pejabat pimpinan tinggi
madya yang membawahi PPSI.
Pasal 119
(1) Usulan pengangkatan PPSI sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 108 atau usulan pemberhentian PPSI sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 113 dapat disampaikan secara
elektronik.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyampaian usulan
pengangkatan atau pemberhentian PPSI sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala BSKJI.
Bagian Ketiga
Kartu Tanda Pengenal PPSI
Pasal 120
118

Kartu tanda pengenal PPSI berlaku selama 2 (dua) tahun dan


dapat diperpanjang.
Pasal 121
(1) Permohonan perpanjangan kartu tanda pengenal PPSI
diusulkan oleh Dirjen Pembina Industri atau pimpinan
perangkat daerah Provinsi/kabupaten/kota yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perindustrian kepada Kepala BSKJI.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga
puluh) hari sebelum masa berlaku kartu tanda pengenal
PPSI berakhir.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
melampirkan:
a. kartu tanda pengenal PPSI yang akan berakhir masa
berlakunya;
b. salinan Keputusan Menteri mengenai pengangkatan
PPSI; dan
c. pas foto terbaru berwarna dengan latar belakang merah
ukuran 3 x 4 (tiga kali empat) cm.
Pasal 122
(1) Dalam hal kartu tanda pengenal PPSI hilang atau rusak,
119

usulan penggantian kartu tanda pengenal PPSI diajukan


oleh Dirjen Pembina Industri atau pimpinan pada
perangkat daerah Provinsi/kabupaten/kota yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perindustrian kepada Kepala BSKJI.
(2) Usulan pengajuan penggantian kartu tanda pengenal PPSI
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melampirkan:
a. Salinan Keputusan Menteri mengenai pengangkatan
PPSI;
b. Dalam hal:
1. Kartu tanda pengenal PPSI rusak, melampirkan asli
kartu tanda pengenal PPSI; atau
2. Kartu tanda pengenal PPSI hilang, melampirkan surat
pernyataan diri bermeterai; dan
c. Pas foto terbaru berwarna dengan latar belakang merah
ukuran 3 x 4 (tiga kali empat) cm.
Pasal 123
Dalam hal:
a. kartu tanda pengenal PPSI habis masa berlakunya dan
tidak diperpanjang;
b. kartu tanda pengenal PPSI rusak atau hilang
PPSI tidak dapat melakukan tugas pengawasan
120

pemberlakuan SNI, ST, dan/atau PTC secara wajib.


Pasal 124
(1) Usulan permohonan perpanjangan masa berlaku kartu
tanda pengenal PPSI sebagaimana dimaksud dalam Pasal
121 dan usulan penggantian kartu tanda pengenal PPSI
yang rusak atau hilang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
122 dapat disampaikan secara elektronik.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyampaian usulan
perpanjangan atau penggantian kartu tanda pengenal PPSI
secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh Kepala BSKJI selaku koordinator PPSI.
Pasal 125
Bentuk dan format kartu tanda pengenal PPSI tercantum dalam
Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.
Bagian Keempat
Pembinaan di Bidang Pengawasan Standardisasi Industri
Pasal 126
(1) Pembinaan di bidang pengawasan standardisasi Industri
diberikan untuk calon PPSI.
(2) Pembinaan di bidang pengawasan standardisasi Industri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh
BSKJI.
121

(3) Pembinaan di bidang pengawasan standardisasi Industri


sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan syarat
untuk dapat diangkat menjadi PPSI.
(4) Untuk dapat mengikuti pembinaan di bidang standardisasi
industri, calon PPSI paling sedikit harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. berstatus PNS aktif pada Kementerian Perindustrian atau
perangkat daerah Provinsi/Kabupaten/Kota yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perindustrian dengan masa kerja paling sedikit satu
tahun;
b. pangkat paling rendah penata muda golongan IIIa;
c. berpendidikan paling rendah sarjana (S1); dan
d. sehat jasmani dan rohani.
Pasal 127
Penyelenggaraan pembinaan di bidang pengawasan
standardisasi indusri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126
dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut:
a. pengumuman;
b. pengusulan calon peserta;
c. pelaksanaan; dan
d. pelaporan.
122

Pasal 128
(1) Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127
huruf a dilakukan oleh Kepala BSKJI.
(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
sedikit memuat:
a. jadwal waktu pelaksanaan pembinaan; dan
b. syarat calon peserta pembinaan.
(3) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disampaikan secara elektronik melalui laman
www.kemenperin.go.id.
Pasal 129
(1) Pengusulan calon peserta sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 127 huruf b dilakukan oleh pimpinan unit kerja
paling rendah pimpinan tinggi pratama pada unit kerja di
lingkungan Kementerian Perindustrian atau perangkat
daerah Provinsi/kabupaten/kota yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang perindustrian kepada
Kepala BSKJI.
(2) Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit
memuat:
a. daftar riwayat hidup;
b. fotokopi keputusan pangkat terakhir;
123

c. fotokopi ijazah terakhir;


d. surat keterangan sehat jasmani dan rohani dari dokter
pemerintah; dan
e. pas foto terbaru berwarna dengan latar belakang merah
ukuran 3x4 sebanyak 4 (empat) buah.
(3) Kepala BSKJI menugaskan pejabat pimpinan tinggi
pratama di lingkungan unit kerjanya untuk melakukan
pemeriksaan administratif terhadap usulan yang diterima.
Pasal 130
Berdasarkan hasil pemeriksaan administratif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 129, Kepala BSKJI mengumumkan calon
peserta pembinaan di bidang pengawasan standardisasi
industri secara elektronik paling sedikit melalui laman
www.kemenperin.go.id.
Pasal 131
Pelaksanaan pembinaan di bidang pengawasan standardisasi
industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 huruf c
paling sedikit dilakukan dengan metode:
a. penyampaian materi di dalam kelas berupa:
1. Program, tugas, dan fungsi PPSI;
2. Dasar hukum pemberlakuan SNI, ST, dan/atau PTC
secara wajib;
124

3. Proses produksi dan pengendalian mutu produksi;


4. Sistem manajemen mutu;
5. Tata cara pengambilan contoh padat, semi padat, dan
cair;
6. Tata cara pengawasan;
b. Praktik pengawasan; dan
c. Ujian dan evaluasi.
Pasal 132
(1) Peserta yang telah mengikuti dan lulus pembinaan di
bidang pengawasan standardisasi Industri diberikan
sertifikat.
(1) Sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan
dan ditandatangani oleh Kepala BSKJI.

Pasal 133
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan pembinaan di
bidang pengawasan standardisasi Industri ditetapkan oleh
Kepala BSKJI selaku koordinator PPSI.

BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
125

Pasal 134

(1) Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:

a. Sertifikat Produk Penggunaan Tanda SNI yang sudah


diterbitkan berlaku sebagai Sertifikat SNI sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Menteri ini;
b. proses penilaian kesesuaian yang masih berjalan sebelum
Peraturan Menteri ini berlaku, proses penilaian
kesesuaian dilakukan sesuai dengan ketentuan
Peraturan Menteri ini.

(2) Dalam hal tahapan sertifikasi SNI yang diatur dalam


126

Peraturan Menteri mengenai pemberlakuan SNI, ST,


dan/atau PTC secara wajib mempersyaratkan surveilen,
Sertifikat Produk Penggunaan Tanda SNI sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a harus disesuaikan menjadi
Sertifikat SNI setelah dilakukan surveilen.
(3) Untuk dapat menggunakan Tanda SNI, Pelaku Usaha atau
Perusahaan Industri yang telah menyesuaikan Sertifikat
Produk Penggunaan Tanda SNI menjadi Sertifikat SNI
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mengajukan
permohonan persetujuan penggunaan Tanda SNI kepada
Menteri sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri
ini.
(4) Dalam hal tahapan sertifikasi SNI yang diatur dalam
Peraturan Menteri mengenai pemberlakuan SNI, ST,
dan/atau PTC secara wajib tidak mempersyaratkan
surveilen, Sertifikat Produk Penggunaan Tanda SNI
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berlaku juga
sebagai persetujuan penggunaan tanda SNI.
127

Pasal 135

(1) Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:

a. LPK yang telah ditunjuk oleh Menteri dievaluasi dalam


jangka waktu paling lambat 18 (delapan belas) bulan
sejak Peraturan Menteri ini berlaku;
b. LPK yang masih dalam proses penunjukan sebelum
Peraturan Menteri ini berlaku, proses penunjukan
dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri ini.

(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a


untuk menilai pemenuhan persyaratan atau kriteria LPK
128

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19.


(3) Dalam hal berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2):

a. LPK yang telah ditunjuk tidak memenuhi persyaratan atau


kriteria LPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19,
Menteri mencabut penunjukannya.
b. LPK yang telah ditunjuk memenuhi persyaratan atau
kriteria LPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19,
Menteri menetapkan kembali penunjukan LPK.

(4) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat


dilakukan melalui evaluasi kompetensi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27.
129

Pasal 136

(1) Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Pegawai


Negeri Sipil di lingkungan Kementerian Perindustrian atau
pada perangkat daerah provinsi/kabupaten/kota yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perindustrian yang telah diangkat dan ditetapkan sebagai
PPSP sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian
Nomor 86/M-IND/PER/9/2009 tentang Standar Nasional
Indonesia Bidang Industri dapat langsung diangkat dan
ditetapkan sebagai PPSI.
(2) Untuk dapat langsung diangkat dan ditetapkan sebagai
PPSI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan unit
kerja asal PPSP harus mengajukan usulan peralihan PPSP
menjadi PPSI kepada Kepala BSKJI paling lambat 12 (dua
belas) bulan sejak Peraturan Menteri ini berlaku.
(3) Usulan peralihan PPSP menjadi PPSI harus dilengkapi
130

dengan sertifikat pelatihan PPSP.


(4) PPSP yang tidak diajukan peralihan menjadi PPSI
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat beralih
menjadi PPSI sepanjang memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 dan diusulkan
menjadi PPSI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai peralihan PPSP menjadi
PPSI ditetapkan Kepala BSKJI selaku koordinator PPSI.

Pasal 137

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, proses


pemberlakuan SNI, ST dan/atau PTC secara wajib yang
dilaksanakan sebelum Peraturan Menteri ini berlaku dapat
dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian
Nomor 86/M-IND/PER/9/2009 tentang Standar Nasional
131

Indonesia Bidang Industri.

Pasal 138

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, produk atau


barang yang telah memiliki Sertifikat Penggunaan Tanda SNI
dan diproduksi sebelum Peraturan Menteri ini berlaku
dikecualikan dari kewajiban dibubuhi tanda elektronik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54.

BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
132

Pasal 139

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku peraturan


pelaksana dari Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 86/M-
IND/PER/9/2009 tentang Standar Nasional Indonesia Bidang
Industri dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan atau belum diganti dengan peraturan yang baru
berdasarkan Peraturan Menteri ini.

Pasal 140

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:


a. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 86/M-
133

IND/PER/9/2009 tentang Standar Nasional Indonesia


Bidang Industri (Berita Negara Republik Indonesia tahun
2009 Nomor …..) ; dan
b. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 4 Tahun 2018
tentang Tata Cara Pengawasan Standardisasi Industri
secara Wajib (Berita Negara Republik Indonesia tahun 2009
Nomor …..),
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 141

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal


diundangkan.
Peraturan Menteri ini mulai berlaku 6 (enam) bulan terhitung
sejak tanggal diundangkan.
134

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal

MENTERI PERINDUSTRIAN
REPUBLIK INDONESIA,

AGUS GUMIWANG KARTASASMITA


135

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal

DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2021 NOMOR

Anda mungkin juga menyukai