Dosen Pengasuh:
Dr. Wilson Novarino, M.Si
Asrul
NIM: 1521622003
Program Studi Ilmu Lingkungan
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Salah satu bagian terpenting dari kondisi geografis Indonesia sebagai
wilayah kepulauan adalah wilayah pantai dan pesisir dengan garis pantai
sepanjang 81.000 km. Wilayah pantai dan pesisir memiliki arti yang strategis
karena merupakan wilayah interaksi/peralihan (interface) antara ekosistem darat
dan laut yang memiliki sifat dan ciri yang unik, dan mengandung produksi biologi
cukup besar serta jasa lingkungan lainnya. Kekayaan sumber daya yang dimiliki
wilayah tersebut menimbulkan daya tarik bagi berbagai pihak untuk
memanfaatkan secara langsung atau untuk meregulasi pemanfaatannya karena
secara sektoral memberikan sumbangan yang besar dalam kegiatan ekonomi
misalnya pertambangan, perikanan, kehutanan, industri, pariwisata dan lain-lain.
Wilayah pesisir merupakan ekosistem transisi yang dipengaruhi daratan
dan lautan, yang mencakup beberapa ekosistem, salah satunya adalah ekosistem
hutan mangrove. Hutan mangrove merupakan ekosistem utama pendukung
kehidupan penting di wilayah pesisir dan kelautan. Selain mempunyai fungsi
ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat pemijahan dan
asuhan (nursery ground) berbagai macam biota, penahan abrasi pantai, amukan
angin taufan dan tsunami, penyerap limbah, pencegah interusi air laut, hutan
mangrove juga mempunyai fungsi ekonomis yang tinggi seperti sebagai penyedia
kayu, obat-obatan, alat dan teknik penangkapan ikan.
Hutan mangrove sebagai salah satu ekosistem wilayah pesisir dan lautan
yang sangat potensial bagi kesejahteraan masyarakat baik dari segi ekonomi,
sampai
daerah pantai
Karawang,
mengakibatkan kondisi pantai tidak stabil terhadap arus pantai. Hutan mangrove
sebagai penyangga pantai banyak dirubah fungsinya untuk dijadikan sebagai
daerah pertambakan, hunian, industri, wisata, dan daerah reklamasi yang
mengakibatkan terjadinya perubahan garis pantai (Hanafi, 2008).
Kerusakan mangrove ini menimbulkan dampak yang buruk bagi manusia
dan makhluk hidup lainnya, sehingga perlu manajemen pengelolaan
yang
berorientasi kepada fungsi ekologi dan konservasi hutan mangrove sehingga dapat
memberikan manfaat bagi makhluk hidup yang ada disekitarnya. Berdasarkan
uraian diatas maka perlu pembahasan mengenai pengelolaan kawasan
konservasi hutan mangrove.
B. TUJUAN
1. Mengetahui Perlunya Pengelolaan Konservasi Kawasan Hutan Magrove
2. Mengetahui Kriteria Pengelolaan Konservasi Kawasan Mangrove
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ekosistem Mangrove
mendorong
terangkatnya
masalah
kebutuhan
konservasi
dan
c. Berbagai jenis fauna baik fauna terestris maupun fauna laut yang bersosiasi
dengan habitat mangrove, baik secara permanen maupun secara sementara
d. Semua proses alamiah yang berperan dalam memelihara kberadaan ekosistem
mangrove (mis : sedimentasi)
e. Penduduk yang hidupnya bergantung pada sumber daya mangrove.
2. Hutan Mangrove di Indonesia
Hutan mangrove ditemukan hampir di seluruh kepulauan di Indonesia di
30 provinsi yang ada. Tetapi sebagian besar terkonsentrasi di Papua, Kalimantan
(Timur dan Selatan) Riau dan Sumatera Selatan.Meskipun wilayah hutan
mangrove yang laus ditemukan di 5 provinsi seperti tersebut di atas, namun
wilayah blok mangrove yang terluas di dunia tidak terdapat di Indonesia,
melainkan di hutan mangrove Sundarbans (660.000 ha) yang terletak di Teluk
Bengal, Bangladesh.
Meskipun secara umum lokasi mangrove diketahui, namun luas total hutan
mangrove yang masih ada di Indonesia belum diketahui secara pasti.Walaupun
mangrove dengan mudah diidentifikasi melalui penginderaan jarak jauh, terdapat
variasi yang nyata diantara data statistik yang dihimpun oleh instansi-instansi di
Indonesia, misalnya yang ada di Departemen Kehutanan, dan yang ada di
organisasi internasional seperti FAO berkisar antara 2,17 dan 4,25 juta hektar
(mangrove dalam kawasan hutan).
Ketidak cocokan ini disebabkan oleh penggunaan data lama yang meluas.
Angka 4,25 juta ha yang dikutip oleh FAO pada 1982 diambil sepenuhnya dari
data tahun 1970-an. Sumber utama lain yang tampk tidak konsisten diantara
sumber-sumber data adalah estimasi untuk Papua, yakni provinsi dengan hutan
mangrove terluas yang berkisar dari 0,97 s/d 2,94 juta ha ( Departemen Kehutanan
dan FAO 1990). Kemungkinan angka tersebut mencakup puluhan ribu hektar
hutan rawa sagu (Metroxylon spp) yang terdapat di rawa air tawar pada tepian
zona pantai di Papua.
Data terkhir yang terdapat di Ditjen RLPS Dep. Kehutanan tahun 2001
menunjukkan bahwa terdapat 8,6 juta ha mangrove di Indonesia, terdiri 3,8 juta ha
di dalam kawasan hutan dan 4,8 juta ha di luar kawasan hutan.
Untuk mengurangi ketidakpastian tentang luas hutan mangrove tersebut
perlu dilakukan Inventarisasi Hutan Mangrove Nasional agar diperoleh kepastian
dan pengelolaan yang lebih baik.
Hutan mangrove di Papua merupakan salah satu wilayah utama mangrove
di Indonesia dan satu dari areal yang terluas di dunia , yang sampai saat ini tidak
mendapat tekanan besar untuk dikonversi menjadi penggunaan lain dan ini
memberi kesempatan khusus bagi Indonesia guna melaksanakan mandat nasional
dan internasional untuk konservasi sumber daya biologi yang bermakna bagi
dunia.
Walaupun angka yang ada tidak akurat, namun yang pasti telah terjadi
adalah penurunan areal luas hutan mangrove secara drastis di Indonesia terutama
di Sumatera Bagian Timur, Sulawesi Selatan dan Jawa selama kurun waktu 20
tahun terakhir, sebagai akibat dari konservasi untuk penggunaan-penggunaan lain
terutama pengembangan tambak akibat booming harga udang pada tahun 80-an
dan 90-an.
daripada sebagai lahan yang berfungsi secara ekologi. Apabila persepsi keliru
tersebut tidak dikoreksi, maka masa depan mangrove Indonesia dan juga
mangrove dunia akan menjadi sangat suram.
B. Kendala dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove
1. Kendala Aspek Teknis
a. Kondisi habitat yang tidak begitu ramah, yakni tanah yang anaerob dan
labil dengan salinitas yang relatif tinggi apabila dibandingkan dengan tanah
mineral, adanya pengaruh pasang surut dan sedimentasi serta abrasi pada
berbagai lokasi tertentu.
b. Adanya pencampuran komponen ekosistem akuatik (ekosistem laut) dan
ekosistem daratan, yang mengakibatkan pengelolaannya menjadi lebih
kmpleks. Hal ini mengharuskan kecermatan yang tinggi dalam menerapkan
pengelolaan mengingat beragamnya sumber daya hayati yang ada pada
umumnya relatif peka terhadap gangguan, dan adanya keterkaitan antara
ekosistem mangrove dengan tipe ekosistem produktif lainnya di suatu
kawasan pesisir (padang lamun, terumbu karang, estuaria).
c. Kawasan pantai dimana mangrove berada umumnya mendukung populasi
penduduk yang ccukup tinggi, tetapi dengan tingkat kesejahteraan dan
tingkat pendidikan yang rendah.
2. Kendala Aspek Kelembagaan
Dalam pengelolaan wilayah pesisir beberapa kendala aspek kelembagaan
diantaranya adalah :
a. Tata ruang kawasan pesisir di banyak lokasi belum tersusun secara baik,
bahkan ada yang belum sama sekali.
b. Status kepemilikan bahan dan tata batas yang tidak jelas.
c. Banyaknya pihak yang berkepentingan dengan kawasan dan sumber daya
mangrove
d. Belum jelasnya wewenng dan tanggung jawab berbagai stake holder yang
terkait
e. Masih lemahnya law enforcement dari peraturan perundangan yang sudah
ada
f. Masih lemahnya koordinasi di antara berbagai instansi yang berkompeten
dalam pengelolaan mangrove
g. Praktek perencanaan, pelaksanaa dan pengendalian dalam pengelolaan
mangrove belum banyak mengikutsertakan partisipasi aktif masyarakat
yang berkepentingan dengan kawasan tersebut.
C. Perlunya Ekosistem Mangrove Dikelola
Beberapa justifikasi untuk mengelola ekosistem mangrove adalah :
1. Mangrove merupakan SDA yang dapat dipulihkan (renewable
resources atau flow resources yang mempunyai manfaat ganda (manfaat
ekonomis dan ekologis). Berdasarkan sejarah, sudah sejak dulu hutan
mangrove merupakan penyedia berbagai keperluan hidup bagi berbagai
masyarakat lokal. Selain itu sesuai dengan perkembangan IPTEK, hutan
mangrove menyediakan berbagai jenis sumber daya sebagai bahan baku
industri dan berbagai komoditas perdagangan yang bernilai ekonomis
tinggi yang dapat menambah devisa negara. Secara garis besar, manfaat
ekonomis dan ekologis mangrove adalah :
a. Manfaat ekonomis, terdiri atas :
1. Hasil berupa kayu (kayu konstruksi, tiang/pancang, kayu
bakar, arang, serpihan kayu (chips) untuk bubur kayu)
2. Hasil bukan kayu
kawasan
mangrove
yang
rusak
sesuai
dengan
tujuan
ktegori kawasan hutan produksi (kawasan budidaya) dan kawasan hutan yang
dilindungi (kawasan lindung) harus ditetapkan arahan kriterianya secara nasional.
Untuk keperluan tersebut beberapa atribut yang dapat dijadikan kriteria antara lain
adalah :
a. Kondisi fisik areal hutan
Ukuran relatif pulau dimana mangrove tumbuh
Luas areal hutan
Kondisi tanah
BAB III
KESIMPULAN
A. KESIMPULAN
1.
DAFTAR PUSTAKA
Dahuri, R, J. Rais, S.P. Ginting, M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah
Pesisir dan Laut Secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta.
Departemen Kehutanan. 2001. Eksekutif. Data Strategis Kehutanan. Badan Planologi
Kehutanan. Jakarta.
Hanafi M, 2008. Studi Perubahan Garis Pantai Kaitannya dengan Pengelolaan Wilayah
Pesisir Pantai Indramayu, Jawa Barat. Buku Tahunan PUSLITBANG Geologi
Kelautan, Bandung. Volume 1/ No. 1/ 2008.
Kusmana, C. 2005. Rencana Rehabilitasi Hutan Mangrove dan Hutan Pantai Pasca
Tsunami di NAD dan Nias. Makalah dalam Lokakarya Hutan mangrove Pasca
sunami, Medan, April 2005
Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Gramedia Pustaka
Utama : Jakarta.