Anda di halaman 1dari 20

PENATALAKSANAAN OSTEOPOROSIS PADA

WANITA MENOPAUSE

I. PENDAHULUAN
Usia lanjut identik dengan perubahan terutama bagi wanita. Salah satu
perubahan tersebut terjadi pada masa menopause. Mengalami menopause adalah suatu
proses yang harus dilewati, keadaaan ini merupakan proses penuaan yang sangat
alamiah dan normal pada setiap wanita.1
Menopause menghadirkan berbagai macam tanda dan gejala tersendiri. Tanda
dan gejala dapat dilihat dari segi psikologis atau fisiknya. Gejala psikologis yang
ditemukan pada wanita menopause yaitu ingatan menurun, depresi, mudah lelah,
mudah marah dan gelisah. Gejala fisik yang menyertai menopause, meliputi hot
flushes (semburan panas dari dada hingga wajah), night sweat (berkeringat di malam
hari), dryness vaginal (kekeringan vagina), insomnia, inkontinensia urin, lebih gemuk,
dan osteoporosis.1
Berkurangnya hormon estrogen mengakibatkan kaum perempuan memiliki
resiko lebih tinggi terkena osteoporosis terutama pada masa menopause karena
hormon estrogen menurun mengakibatkan kecepatan penurunan masa tulang2
Osteoporosis tidak hanya berhubungan dengan menopause tetapi juga
berhubungan dengan faktor-faktor lain seperti merokok, postur tubuh kecil, kurang
aktifitas tubuh, kurangnya paparan sinar matahari, obat-obatan yang menurunkan
massa tulang, asupan kalsium yang rendah, konsumsi kafein, alkohol, penyakit
diabetes mellitus tipe I dan II. Pencegahan osteoporosis harus dilakukan sejak dini
sampai usia dewasa muda agar mencapai kondisi puncak massa tulang (peak bone
mass) dengan membudayakan perilaku hidup sehat yang intinya mengkonsumsi
makanan dengan gizi seimbang yang memenuhi kebutuhan nutrisi dengan unsur kaya
serat, rendah lemak dan kaya kalsium (1000-1200 mg kalsium per hari), berolahraga
secara teratur, tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alcohol1

II. ETIOLOGI
Osteoporosis adalah penyakit tulang yang mempunyai sifat-sifat khas berupa
massa tulang yang rendah, disertai mikro arsitektur tulang dan penurunan kualitas
jaringan tulang yang akhirnya dapat menimbulkan kerapuhan tulang. Dengan
bertambahnya usia, kerapuhan pada tulang dapat dialami oleh setiap orang.4
Beberapa factor penyebab osteoporosis termasuk diantaranya adalah penyakit
endokrin, lama tidak digunakan, status posy menopause dan usis tua, walaupun pada
pada beberapa pasien merupakan kombinasi dari 2 atau 3 faktor. Lebih jauh lagi,
pentingnya factor genetic menjadi focus perhatian kedepannya4
Osteoporosis terjadi akibat ketidakseimbangan antara proses demineralisasi
yang lebih tinggi dan proses mineralisasi tulang. Tulang keropos ini terutama banyak
dialami wanita usia menopause.1
Berkurangnya hormon estrogen mengakibatkan kaum perempuan memiliki
resiko lebih tinggi terkena osteoporosis terutama pada masa menopause karena
hormon estrogen menurun mengakibatkan kecepatan penurunan masa tulang
meningkat hal ini terjadi karena estrogen membantu penyerapan kalsium ke dalam
tulang sehingga ketika kadar estrogen menurun, maka wanita akan mengalami
kehilangan kalsium dari tulang dengan cepat.1
Faktor resiko osteoporosis adalah sebagai berikut:
1.

Faktor genetik
Tes Kepadatan Mineral Tulang (Bone Mineral Density) umumnya berkorelasi

dengan kekuatan tulang dan digunakan untuk mendiagnosis osteoporosis. BMD


diukur dengan tes x-ray absorptiometry energi ganda (disebut sebagai scan DXA).
Dengan mengukur BMD, memungkinkan untuk memprediksi risiko patah tulang. Ini
sama halnya dengan dengan mengukur tekanan darah untuk membantu memprediksi
risiko stroke. Pengaruh terbesar dari peningkatan massa tulang pada wanita (Yaitu,
maksimal BMD diperoleh selama perkembangan skeletal dan fase pematangan)
adalah faktor keturunan. Studi telah menyarankan bahwa sampai 80% dari variabilitas
di puncak BMD mungkin disebabkan faktor genetik. Anak perempuan yang memiliki
2

fraktur osteoporosis memiliki BMD yang lebih rendah daripada yang diharapkan
untuk usia mereka. keluarga tingkat pertama (yaitu, ibu, adik) dari wanita dengan
osteoporosis juga cenderung memiliki lebih rendah BMD dibandingkan mereka yang
tidak memiliki riwayat keluarga osteoporosis5
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan tulang.
Beberapa orang mempunyai tulang yang cukup besar dan yang lain kecil. Faktor
genetik berpengaruh terhadap risiko terjadinya fraktur. Pada seseorang dengan tulang
yang kecil akan lebih mudah mendapat risiko fraktur dari pada seseorang dengan
tulang yang besar.5
2.

Faktor mekanis
Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor genetik.

Bertambahnya beban akan menambah massa tulang dan berkurangnya beban akan
mengakibatkan berkurangnya massa tulang. Dengan perkataan lain dapat disebutkan
bahwa ada hubungan langsung dan nyata antara massa otot dan massa tulang. Kedua
hal tersebut menunjukkan respons terhadap kerja mekanik. Beban mekanik yang berat
akan mengakibatkan massa otot besar dan juga massa tulang yang besar.5
Di lain pihak, faktor mekanis mungkin merupakan faktor yang terpenting
dalarn proses penurunan massa tulang schubungan dengan lanjutnya usia. Walaupun
demikian telah terbukti bahwa ada interaksi panting antara faktor mekanis dengan
faktor nutrisi

hormonal. Pada umumnya aktivitas fisis akan menurun dengan

bertambahnya usia; dan karena massa tulang merupakan fungsi beban mekanis, massa
tulang tersebut pasti akan menurun dengan bertambahnya usia.5
3. Usia
Usia memiliki hubungan yang signifikan dengan terjadinya osteoporosis.
Semakin tinggi usia lansia, proporsi osteoporosis juga semakin besar. Secara teori
juga disebutkan bahwa setelah usia 30 tahun, massa tulang yang hilang akan lebih
banyak daripada massa tulang yang dibentuk, sehingga dengan meningkatnya usia,
massa tulang akan semakin berkurang2
Wanita dengan usia lanjut, secara umum memiliki factor resiko terkena
fraktur. Resiko fraktur pada osteoporosis terjadi setiap 7 atau 8 tahun setelah usia 50.

Usia rata-rata untuk patah tulang pinggul adalah 82 tahun. Usia rata-rata patah tulang
belakang diduga terjadi pada wanita 70-an.5
Usia merupakan faktor resiko yang sangat kuat untuk patah tulang, fraktur
terutama pinggul. Berdasarkan BMD akan terjadi resiko patah tulang pinggul yang
meningkat empat kali lipat antara usia 55 dan 85. Namun, peningkatan patah tulang
pinggul beresiko hingga 40 kali lipat lebih dari tiga dekade rentang waktu. Dengan
demikian, dampak bertambahnya usia jauh lebih besar, atau setidaknya 10 kali lipat
lebih besar, daripada dampak dari BMD menurun.5
4.

Kalsium
Faktor makanan memegang peranan penting dalam proses penurunan massa

tulang, terutama pada wanita post menopause. Kalsium, merupakan nutrisi yang
sangat pentingPada wanita dalam masa menopause keseimbangan kalsiumnya
akanterganggu akibat masukan serta absorbsinya kurang serta eksresi melalui urin
yang bertambah. Hasil akhir kehilangan estrogen pada masa menopause adalah
pergeseran keseimbangan kalsium yang negatif.6
Kalsium erat hubungannya dengan kesehatan tulang, karena berfungsi sebagai
pembentuk tulang. Kalsium merupakan komponen utama dari tulang, maka dalam
pencegahan terjadinya osteoporosis dan penyakit-penyakit tulang yang lain sangat
penting artinya. Penyerapan kalsium yang rendah akan mengakibatkan berkurangnya
massa tulang, sehingga bagi penderita osteoporosis perlu menjaga keseimbangan
kalsium. Pada tubuh manusia 90% kalsium disimpan dalam tulang dan gigi, sisanya
tersebar di dalam darah serta jaringan lunak.6

5.

Estrogen
Wanita memiliki risiko 4 kali lebih besar untuk terjadi osteoporosis

dibandingkan pria. Wanita mengalami suatu periode menopause dimana fungsi


ovarium menurun sehingga produksi hormon estrogen dan progesteron menurun.
Hormon estrogen diketahui berperan dalam mempertahankan tingkat remodeling
tulang yang normal. Selain itu juga karena pria memiliki puncak massa tulang yang
lebih besar dan cenderung memiliki massa otot yang lebih besar.2

Berkurangnya hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan


terjadinya gangguan keseimbangan kalsium. Hal ini disebabkan oleh karena
menurunnya efisiensi absorbsi kalsium dari makanan dan juga menurunnya
konservasi kalsium di ginjal. Estrogen memperlambat atau bahkan menghambat
hilangnya massa tulang dengan meningkatkan penyerapan kalsium dari saluran cerna.
Dengan demikian, kadar kalsium darah yang normal dapat dipertahankan. Semakin
tinggi kadar kalsium di dalam darah, semakin kecil kemungkinan hilangnya kalsium
dari tulang (untuk menggantikan kalsium darah).2
Penurunan kadar estrogen yang terjadi pada masa pascamenopause membawa dampak
pada percepatan hilangnya jaringan tulang. Resiko osteoporosis lebih meningkat lagi
pada mereka yang mengalami menopause dini (pada usia kurang dari 45 tahun).2
Pada pria, hormon testosteron melakukan fungsi yang serupa dalam hal
membantu penyerapan kalsium. Bedanya, pria tidak pernah mencapai usia tertentu
dimana testis berhenti memproduksi testosterone .Dengan demikian, pria tidak begitu
mudah mengalami osteoporosis.dibanding wanita.2
6. Faktor Gaya Hidup

Rokok dan kopi


Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan

mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan


kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh merokok terhadap penurunan massa
tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat memperbanyak ekskresi kalsium
melalui urin maupun tinja.6
Tembakau dapat meracuni tulang dan menurunkan kadar estrogen. Perokok
mempunyai kemungkinan dua kali lebih besar mengalami patah tulang pinggul,
pergelangan tangan serta tulang punggung.6

Alkohol
Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering ditemukan.

Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengubah metabolisme vitamin D atau


penyerapan kalsium terganggu yang dapat mengakibatkan tulang lemah dan tidak

normal. Individu

dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan

kalsium rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang meningkat. Mekanisme
yang jelas belum diketahui dengan pasti .6

III. EPIDEMIOLOGI
Insiden osteoporosis meningkat sejalan dengan meningkatnya populasi usia
lanjut. Pada tahun 2005 terdapat 18 juta lanjut usia di Indonesia, jumlah ini akan
bertambah hingga 33 juta pada tahun 2020 dengan usia harapan hidup mencapai 70
tahun. Menurut data statistik Itali tahun 2004 lebih dari 44 juta orang Amerika
mengalami osteopenia dan osteoporosis. Di Indonesia 19,7% dari jumlah lansia atau
sekitar 3,6 juta orang diantaranya menderita osteoporosis. Prevalensi wanita yang
menderita osteoporosis di Indonesia pada golongan umur 50-59 tahun yaitu 24%
sedang pada pria usia 60-70 tahun sebesar 62%.3
Osteoporosis tidak hanya berhubungan dengan menopause tetapi juga
berhubungan dengan faktor-faktor lain seperti merokok, postur tubuh kecil, kurang
aktifitas tubuh, kurangnya paparan sinar matahari, obat-obatan yang menurunkan
massa tulang, asupan kalsium yang rendah, konsumsi kafein, alkohol, penyakit
diabetes mellitus tipe I dan II. Pencegahan osteoporosis harus dilakukan sejak dini
sampai usia dewasa muda agar mencapai kondisi puncak massa tulang (peak bone
mass) dengan membudayakan perilaku hidup sehat yang intinya mengkonsumsi
makanan dengan gizi seimbang yang memenuhi kebutuhan nutrisi dengan unsur kaya
serat, rendah lemak dan kaya kalsium (1000-1200 mg kalsium per hari), berolahraga
secara teratur, tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alcohol Berdasarkan
permasalahan tersebut, perlu dilakukan penelitian tentang hubungan riwayat keluarga,
aktifitas fisik, status gizi dan kebiasaan mengkonsumsi makanan berkalsium tinggi
dengan kepadatan tulang pada wanita postmenopause3
Jenis-jenis osteoporosis:
Osteoporosis Primer
Osteoporosis primer merupakan sindrom osteoporosis yang terjadi pada
wanita paska menopause (post menopause osteoporosis) serta juga pada pria berusia

lanjut (senile osteoporosis). Post menopause osteoporosis terjadi karena berkurangnya


hormon estrogen yang bertugas membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam
tulang. Gejalanya bisa timbul pada usia 51-75 tahun, meskipun tidak semua wanita
memiliki risiko yang sama untuk terkena penyakit ini. Sedangkan senile osteoporosis
kemungkinan terjadi akibat berkurangnya kalsium dan ketidakseimbangan antara
kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang baru.4
Jenis osteoporosis ini faktor pemicunya adalah merokok, aktivitas, pubertas
tertunda, berat badan rendah, alkohol, ras kulit putih/asia, riwayat keluarga, postur
tubuh, dan asupan kalsium rendah.4
a. Tipe I
Ini terjadi pada 15-20 tahun setelah menopause. Hal ini ditandai
dengan fraktur tulang belakang tipe crush, colles fracture dan berkurangnya
gigi geligi. Hal ini disebabkan oleh luasnya jaringan trabekular pada tempat
tersebut dimana jaringan trabekular lebih responsif terhadap defisiensi
estrogen.4
Dengan begitu, dapat dikatakan bahwa osteoporosis terjadi karena
kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita) yang membantu mengatur
pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita.Biasanya, gejala timbul
pada wanita yang berusia diantara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai lebih cepat
ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki resiko yang sama untuk
menderita osteoporosis ini. Wanita kulit putih dan daerah timur lebih
mempunyai resiko untuk menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam.7
b. Tipe II (Senile)
Terjadi pada pria dan wanita usia lebih dari 70 tahun. Ditandai dengan
fraktur panggul dan tulang belakang tipe wedge. Hilangnya massa tulang
kortikal terbesar terjadi pada usia tersebut. Diakibatkan oleh kekurangan
kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan antara
kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang baru. Penyakit ini
biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan dua kali lebih sering menyerang
wanita4

Osteoporosis Sekunder
Dikatakan osteoporosis sekunder bila terjadi akibat faktor-faktor yang
sebenarnya bisa dihindari atau diubah. Osteoporosis ini disebabkan oleh berbagai hal
antara lain oleh kelainan endokrin, gangguan fungsi hati, ginjal, defisiensi vitamin D,
gangguan hematologi, kelainan saluran cerna dan berbagai macam obat-obatan.4
Pola makan yang tidak sehat, misalnya kurang konsumsi vitamin D yang
sangat penting bagi pembentukan tulang dan jarang terkena sinar matahari. Aktifitas
fisik yang kurang atau kurang olahraga. Konsumsi alkohol, sebab alkohol dapat
menghambat kalsium akibat terjadinya gangguan pada usus halus.Hal itu tentu sangat
mempengaruhi kekuatan tulang. Kebiasaan merokok, sebab nikotin dalam rokok bisa
mengurangi jatah kalsium yang diserap tulang. Selain itu, nikotin membuat kadar dan
aktivitas hormone estrogen dalam tubuh berkurang, sehingga susunan sel tulang tidak
kuat dalam menghadapi proses pelapukan.Konsumsi kafein sebab, kafein dapat
mengganggu penyerapan kalsium.Lingkungan tempat tinggal juga mempengaruhi
seseorang terkena osteoporosis atau tidak. Lingkungan yang lebih sedikit
mengonsumsi kalsium, akan memperbesar peluang terjadinya osteoporosis.
Penggunaan obat yang mengandung steroid, seperti pada penderita asma dan batu
ginjal juga berisiko tinggi menyebabkan osteoporosis karena steroid dapat
menghambat penyerapan kalsium. Obat kortikosteroid yang sering digunakan sebagai
antiperadangan juga menyebabkan osteoporosis karena menghambat pembentukan
tulang.4

IV. PATOFISIOLOGI
Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus
menerus diperbarui atau mengalami remodeling. Osteoklas membuat terowongan ke
dalam tulang korteks yang diikuti oleh osteoblas,sedangkan remodeling tulang
trabekular terjadi di permukaan trabekular. Padakerangka manusia, setiap saat sekitar
5% tulang mengalami remodeling olehsekitar 2 juta unit remodeling tulang.
Kecepatan pembaruan untuk tulangadalah sekitar 4% per tahun untuk tulang kompak
dan 20% per tahun untuktulang trabekular.7

Pada anak dan remaja, aktivitas osteoblas melebihi aktivitas osteoklas,


sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan menebal.Aktivitas osteoblast juga
melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang pulih dari fraktur. Padaorang dewasa
muda, aktivitas osteoblas dan osteoklas biasanya setara,sehingga jumlah total massa
tulang konstan. Pada usia pertengahan,khususnya pada wanita, aktivitas osteoklas
melebihi aktivitas osteoblas dankepadatan tulang mulai berkurang. Aktivitas osteoklas
juga meningkat padatulang. Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan, dominansi
aktivitasosteoklas dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah.
Pada osteoporosis, massa tulang berkurang, yang menunjukkan bahwa laju resorpsi
tulang pasti melebihi laju pembentukan tulang.7
Pada osteoporosis primer, yang terjadi pada seseorang setelah menopause
maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama pada

awal setelah menopause,

sehingga insidens fraktur, terutama fraktur vertebra dan radius distal meningkat.
Estrogen juga berperan menurunkan produksi berbagai sitokin oleh bone marrow
stromal cells dan sel-sel mononuklear, seperti IL-1, IL-6 dan TNF- yang berperan
meningkatkan kerja osteoklas, dengan demikian penurunan kadar estrogen akibat
menopause akan meningkatkan produksi berbagai sitokin tersebut sehingga aktivitas
osteoklas meningkat. Untuk mengatasi keseimbangan negatif kalsium akibat
menopause, maka kadar PTH akan meningkat pada wanita menopause, sehingga
osteoporosis akan semakin berat. Pada menopause, kadangkala didapatkan
peningkatan kadar kalsium serum, dan hal ini disebabkan oleh menurunnya volume
plasma, meningkatnya kadar albumin dan bikarbonat, sehingga meningkatkan kadar
kalsium yang terikat albumin dan juga kadar kalsium dalam bentuk garam kompleks.
Peningkatan bikarbonat pada menopause terjadi akibat penurunan rangsang respirasi,
sehingga terjadi relatif asidosis respiratorik.7
Pada osteoporosis sekunder yang berkaitan dengan usia, terjadi penurunan
massa tulang yang cepat dan menyebabkan kerusakan mikroarsitektur tulang,
terutama pada tulang trabekular. Progresifitas resorpsi tulang merupakan kondisi
normal dalam proses penuaan. Perkembangan resorpsi tulang lebih cepat pada tulang
trabekular dibanding tulang kortikal.Progresifitas resorpsi pada usia tua juga
diperburuk dengan penurunan fungsi organ tubuh, termasuk penurunan absorbsi
kalsium di usus, meningkatnya hormon paratiroid dalam serum, dan menurunnya laju
aktivasi vitamin D yang lazim terjadi seiring proses penuaan.7
9

V. DIAGNOSIS

Anamnesis
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang
dokter dengan cara melakukan serangkaian wawancara. Tujuan dari tindakan
anamnesis ini adalah untuk mengetahui keluhan yang dialami pasien, serta
faktor-faktor pencetus yang mengakibatkan keluhan tersebut terjadi.8
Terdapat dua jenis anamnesis yaitu autoanamnesis yang ditanyakan
langsung kepada pasien serta alo-anamnesis yaitu anamnesis yang ditanyakan
kepada anggota keluarga atau orang terdekat.8
Yang lazim ditanyakan pada anamnesis adalah identitas (nama, umur,
jenis kelamin, alamat, pendidikan atau pekerjaan, agama dan suku bangsa),
riwayat penyakit sekarang yaitu yang membawa pasien untuk berobat,
riwayat penyakit dahulu dan riwayat penyakit keluarga. 8
Anamnesis

memegang

peranan

penting

pada

evaluasi

klien

osteoporosis. Factor lain yang perlu diperhatikan adalah status haid, fraktur
pada trauma minimal, imobilisasi lama, penurunan tinggi badan pada orang
tua, kurangnya paparan sinar matahari, kurang asupan kalasium, fosfat dan
vitamin D. obat-obatan yang diminum dalam jangka panjang, alkohol dan
merokok merupakan factor risiko osteoporosis. Penyakit lain yang juga harus
ditanyakan adalah penyakit ginjal, saluran cerna, hati, endokrin dan
insufisiensi pancreas. Riwayat haid , usia menarke dan menopause,
penggunaan obat kontrasepsi, serta riwayat keluarga yang menderita
osteoporosis juga perlu dipertanyakan.8
Selain itu, yang perlu ditanyakan adalah pola aktivitas sehari-hari.Pola
aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan olahraga, pengisian waktu
luang dan rekreasi, berpakaian, mandi, makan dan toilet. Beberapa perubahan
yang terjadi sehubungan dengan dengan menurunnya gerak dan persendian

10

adalah stamina menurun, koordinasi menurun, dan kemampuan ketrampilan


motorik halus menurun.8

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik merupakan suatu tahap pemeriksaan awal yang
dilakukan oleh dokter atau petugas medis. Hal ini dilakukan dengan tujuan
mengetahui keadaan fisik pasien secara umum, guna menegakan diagnosis
awal penyakit yang diderita.8,9
Cara pemeriksaan fisik pada orang yang sudah lanjut usia sama seperti
pada orang dewasa pada umumnya yaitu dengan melakukan inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi. Pada inspeksi umum, dilihat apakah ada perubahan
secara umum atau tidak lalu periksa juga keadaan umum pasien. Setelah itu
melakukan palpasi dengan melakukan perabaan dengan telapak tangan dan
jari-jari tangan. Langkah selanjutnya adalah perkusi yaitu dengan mengetuk
pada beberapa bagian organ untuk melihat apakah terdapat perbdeaan suara
atau tidak. Yang terakhir adalah pemeriksaan auskultasi yaitu mendengarkan
dengan stetoskop. Selain melakukan pemeriksaan-pemeriksaan tersebut diatas,
juga dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital untuk mengetahui apakah ada
peningkatan atau penurunan pada tekanan darah pasien.8,9
Bila kita menemukan tanda-tanda dari osteoporosis, sebaiknya pada
pemeriksaan fisik yang tepat dilakukan adalah B6, yaitu :8,9
1. B1 (breathing )
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: ditemukan ketidaksimetrisan rongga

dada dan tulang belakang


: traktil fremitus seimbang kanan dan kiri
: cuaca resonan pada seluruh lapang paru
: pada usia lanjut biasanya didapatkan suara ronki

2. B2 (blood)

11

Pengisian kapiler kurang dari 1 detik sering terjadi keringat dingin dan pusing,
adanya pulsus perifer memberi makna terjadi gangguan pembuluh darah atau
edema yang berkaitan dengan efek obat.
3. B3 (brain)
Kesadaran biasanya kompos mentis, pada kasus yang lebih parah klien dapat
mengeluh pusing dan gelisah.
4. B4 (Bladder)
Produksi urine dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada sistem
perkemihan.
5. B5 (bowel)
Untuk kasus osteoporosis tidak ada gangguan eleminasi namun perlu dikaji
juga frekuensi, konsistensi, warna serta bau feses.
6. B6 (Bone)
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis, klien osteoporosis
sering

menunjukkan

kifosis

(penyakit

kelainan

pada

tulang

belakang yang menyebabkan tubuh penderita melengkung ke


depan melebihi batas normal atau bungkuk) dan penurunan tinggi
badan. Ada perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality
dan nyeri spinal. Lokasi fraktur yang terjadi adalah antara vertebra torakalis 8
dan lumbalis 3.8,9

Pemeriksaan penunjang5,7
Bila dari hasil pemeriksaan fisik, kita mendapatkan tanda-tanda
osteoporosis yang harus dilakukan selanjutnya adalah meminta pasien untuk
menjalani pemeriksaan penunjang.Pemeriksaan penunjang bertujuan agar
diagnosis pembanding dapat dihapuskan sehingga pasien mendapatkan
perawatan yang tepat dari hasil diagnosis yang tepat pula.
Beberapa pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan pada pasien
yang terdapat tanda-tanda osteoporosis adalah:

12

1.

Bone Mass Density


Bone Mass Density (BMD), merupakan pemeriksaan untuk mengukur

densitas atau kepadatan mineral dalam tulang dengan sinar X khusus, CT Scan
atau ultrasonografi. Informasi ini menunjukkan kepadatan tulang saat
pemeriksaan dilakukan. BMD tidak dapat memprediksi densitas tulang pada
masa yang akan datang.
Populasi yang perlu pengukuran BMD:

Untuk wanita dengan usia 65 tahun


Untuk wanita usia 60-64 tahun postmenopause dengan peningkatan risiko

osteoporotis
Pria dengan 70 tahun atau yang risiko tinggi
Dari hasil pengukuran BMD, jika T-score >-1, maka nilai BMD

termasuk normal, tetapi tetap diperlukan monitoring DXA setiap 1-5 tahun.
Jika T-score -1 s/d -2,5, maka termasuk dalam osteopenia. Dapat dilakukan
monitoring DXA setiap 1-5 tahun. Jika T-score <-2,0 dilakukan pemeriksaan
lanjut untuk osteoporosis sekunder, yaitu dengan pengukuran PTH, TSH, 25OH vitamin D, CBC, panel kimia, tes kondisi spesifik. Dari hasil pengukuran
Osteoporosis dengan skor T < -2,5, terapi dapat dilakukan dengan
Biphosphonate.
2.

Pemeriksaan Laboratorium : Penanda Biokimia Tulang


Pemeriksaan ini menggunakan sampel darah, mewakili proses

reformasi

tulang,

sehingga

memberikan

informasi

mengenai

ketidakseimbangan potensial antara pembentukan dan resorpsi tulang. Risiko


tulang patah sebagai dampak osteoporosis ternyata tidak selalu berhubungan
dengan penurunan nilai BMD, sehingga dibutuhkan kombinasi dengan
pemeriksaan penanda tulang yang lebih baik.3
3.

Densitometer menggunakan teknologi DXA (dual-energy x-ray

absorptiometry). Pemeriksaan ini merupakan gold standard diagnosa


osteoporosis.Pemeriksaan kepadatan tulang ini aman dan tidak menimbulkan
nyeri serta bisa dilakukan dalam waktu 5-15 menit.

13

DXA sangat berguna untuk:


1. Wanita lebih dari 65 tahun dengan faktor risiko.
2. Pascamenopause dan usia < 65 tahun dengan mini-mal 1 faktor
risiko disamping menopause atau dengan fraktur.
3. Wanita pascamenopause yang kurus (Indek Massa Tubuh < 19
kg/m2).
4. Ada riwayat keluarga dengan fraktur osteoporosis.
5. Mengkonsumsi obat-obatan yang mempercepat

timbulnya

osteoporosis.
6. Menopause yang cepat (premature menopause).
7. Amenorrhoea sekunder > 1 tahun.
8. Kelainan yang menyebabkan osteoporosis seperti:
- Anorexia nervosa
- Malabsorpsi
- Primary hyperparathyroid
- Post-transplantasi
- Penyakit ginjal kronis
- Hyperthyroid
- Immobilisasi yang lama
- Cushing syndrom
9. Berkurangnya tinggi badan, atau tampak kiphosis
5.

CTx (C-Telopeptide)
CTx (C-Telopeptide) untuk menilai resorpsi atau pembongkaran tulang

juga untuk menilai respon terhadap obat antiresorpsi.5,7


VI. KOMPLIKASI
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan
mudah patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur
kompresi vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah
trokhanter, dan fraktur colles pada pergelangan tangan.

14

VIII. PENATALAKSAAN

(MEDIKA MENTOSA DAN NON-MEDIKA

MENTOSA)
Tujuan pengobatan adalah mempertahankan atau meningkatkan massa tulang,
mengontrol nyeri dan atau memperlambat penyakit yang mendasarinya.
1. Terapi Non Farmakologi3,4,6,7
a. Nutrisi
Pasien osteoporosis sebaiknya mendapatkan nutrisi yang cukup dan
pemeliharaan berat badan yang ideal. Diet kalsium penting untuk memelihara densitas
tulang. Nutrisi tersebut dapat berupa vitamin D yang bisa didapatkan dari brokoli,
kacang-kacangan, ikan teri, ikan salmon, susu, kuning telur, hati dan sardine serta
paparan sinar matahari.
b. Olahraga
Olahraga seperti berjalan, jogging, menari dan panjat tebing dapat bermanfaat dalam
mencegah kerapuhan dan fraktur tulang.Hal tersebut dapat memelihara kekuatan
tulang. Prinsip latihan fisik untuk kesehatan tulang adalah latihan pembebanan,
gerakan dinamis dan ritmis, serta latihan daya tahan. Senam osteoporosis untuk
mencegah dan mengobati terjadinya pengeroposan tulang.
2. Terapi Farmakologi
Obat yang digunakan dalam terapi osteoporosis, yaitu :
a. Kalsium
Kalsium berfungsi sebagai integritas sistem saraf dan otot, untuk kontraktilitas
jantung normal dan koagulasi darah.Kalsium berfungsi sebagai kofaktor enzim dan
mempengaruhi aktivitas sekresi kelenjar endokrin dan eksokrin.

15

Absorpsi kalsium dari saluran pencernaan dengan difusi pasif dan transpor
aktif.Kalsium harus dalam bentuk larut dan terionisasi agar bisa diabsorpsi.Vitamin D
diperlukan untuk absorpsi kalsium dan meningkatkan mekanisme absorpsi.
Kalsium secara cepat didistribusikan ke jaringan skelet. Kalsium menembus
plasenta dan mencapai kosentrasi yang lebih tinggi pada darah fetah dibanding darah
ibu. Kalsium juga didistribusikan dalam susu.
Kalsium

dieksresikan

melalui

feses,

urin

dan

keringat.

Kalsium

dikontraindikasikan pada pasien dengan hiperkalsemia dan fibrilasi ventrikuler. Efek


samping yang terjadi ketika mengkonsumsi kalsium yaitu gangguan gastrointestinal
ringan, bradikardia, aritmia, dan iritasi pada injeksi intravena.
b. Vitamin D
Vitamin D merupakan vitamin larut lemak yang diperoleh dari sumber alami
(minyak hati ikan) atau dari konversi provitamin D (7-dehidrokolesterol dan
ergosterol). Pada manusia, suplai alami vitamin D tergantung pada sinar ultraviolet
untuk konversi 7-dehidrokolesterol menjadi vitamin D3 atau ergosterol

menjadi

vitamin D2. Setelah pemaparan terhadap sinar uv , vitamin D3 kemudian diubah


menjadi bentuk aktif vitamin D (Kalsitriol) oleh hati dan ginjal. Vitamin D
dihidroksilasi

oleh

enzim

mikrosomal

hati

menjadi

25-hidroksi-vitamin

D3.Kalsifediol dihidroksilasi terutama di ginjal menjadi 1,25-dihidroksi-vitamin D


dan 24,25-dihidroksikolekalsiferol. Kalsitriol dipercaya merupakan bentuk vitamin
D3 yang paling aktif dalam menstimulasi transport kalsium usus dan fosfat.9
Vitamin D dikontraindikasikan dengan hiperkalsemia, bukti adanya toksistas
vitamin D, sindrom malabsorpsi, hipervitaminosis D, sensitivitas abnormal terhadap
efek vitamin D, penurunan fungsi ginjal.Efek samping yang terjadi ketika
mengkonsumsi vitamin D ini yaitu sakit kepala, mual, muntah, mulut kering dan
konstipasi.
c. Biofosfonat
Biofosfonat bekerja terutama pada tulang. Kerja farmakologi utamanya adalah
inhibisi resorpsi tulang normal dan abnormal. Biofosfonat utnuk menoptimalkan
manfaat klinis harus dengan dosis yang tepat dan meminimalkan resiko efeksamping

16

terhadap saluran pencernaan. Efek samping yang terjadi ketika mengkonsumsi


biofosfonat yaitu mual, nyeri abdomen dan dyspepsia.
d. Selective Estrogen Receptor Modulators (SERMs)
Raloxifene merupakan agonis estrogen pada jaringan tulang tetapi merupakan
antagonis pada payudara dan uterus. Raloxifen meningkatkan BMD tulang belakang
dan pinggul sebesar 2-3% dan menurunkan fraktur tulang belakang. Fraktur nonvertebral tidak dapat dicegah dengan raloxifene.2
Raloxifene merupakan reseptor estrogen selektif yang mengurangi resorpsi
tulang dan menurunkan pembengkokan tulang.Raloxifene diabsorpsi secara cepat
setelah pemberian oral.
Raloxifene mengalami metabolisme lintas pertama menjadi konjugat
glukoronid. Raloxifene terutama diekskresikan pada feses dan urin.Kontraindikasi
pada SERMs ini yaitu pada wanita hamil dan menyusui.hipersensitif raloxifene.
e. Kalsitonin
Bersama dengan hormon paratiroid, kalsitonin berperan dalam mengatur
homeostasis Ca dan metabolisme Ca tulang. Kalsitonin dilepaskan dari kelenjar
tiroidketika terjadi peningkatan kadar kalsium serum. Efek samping yang terjadi
ketika mengkonsumsi kalsitonin yaitu mual, muntah, flushing.
f. Estrogen dan terapi hormonal
Estrogen menurunkan aktivitas osteoklas, menghambat PTH secara periferal,
meningkatkan konsentrasi kalsitriol dan absorpsi kalsium di usus, dan menurunkan
ekskresi kalsium oleh ginjal. Penggunaan estrogen dalam jangka waktu lamatanpa
diimbangi progesteron meningkatkan risiko kanker endometrium pada wanita yang
uterusnya utuh.
Estrogen ini kontraindikasi dengan wanita hamil dan menyusui, kanker
estrogen-independent.

17

g. Fitoestrogen
Isoflavonoid (protein kedelai) dan lignan (flaxseed) merupakan bentuk estrogen
dimana efeknya terhadap tulang dapat disebabkan aktivitas agonis reseptor estrogen
tulang atau efek terhadap osteoblas dan osteoklas.beberapa studi isoflavon
menggunakan dosis yang lebih besar dilaporkan dapat menurunkan penanda resorpsi
tulang dan sedikit meningkatkan densitas.
h. Testosteron
Penurunan konsentrasi testosteron tampak pada penyakit gonad, gangguan
pencernaan dan terapi glukokortikoid.Terapi testosteron ini dapat meningkatkan BMD
dan mengurangi hilangnya massa tulang pada pasien osteoporosis laki-laki.
i. Teriparatide
Terapi anabolik ini hanya untuk terapi menjaga dan memelihara bentuk
tulang.Teriparatide merupakan produk rekombinan yang mewakili 34 asam amino
pertama dalam PTH manusia. Teriparatide meningkatkan formasi tulang, perubahan
bentuk tulang dan jumlah osteoblast beserta aktivitasnya sehingga massa tulang akan
meningkat. Teriparatide disarankan oleh FDA kepada wanita postmenopouse dan lakilaki yang memiliki resiko tinggi terjadi fraktur.Efikasi dari teriparatide ini dapat
meningkatkan BMD.PTH analog sangat penting dalam pengelolaan pasien
osteoporosis yang memiliki risiko tinggi patah tulang karena PTH merangsang
pembentukan tulang baru. Kontraindikasi teriparatide ini yaitu pada pasien
hiperkalsemia, penyakit metabolik tulang lainnya dan kanker otot.
j. Diuretik Tiazid
Diuretik tiazid meningkatkan reabsorbsi kalsium.Pasien yang mengkonsumsi
diuretik tiazid memiliki massa tulang lebih besar dan fraktur yang lebih sedikit.
Diuretik tiazid ini diberikan ketika pasien osteoporosis dengan glukokortikoid yang
lebih besar dari 300mg dari jumlah kalsium yang dikeluarkan dalam urin selama lebih
dari 24 jam.3,4,6,7
VIII. PROGNOSIS

18

Prognosisnya baik dalam pencegahan osteoporosis setelah menopause jika


terapi farmakologi dengan estrogen atau raloxifen dimulai sedini mungkin dan bila
terapi dipertahankan dengan baik dalam jangka waktu yang panjang. Penggunaan
bifosfonat dapat memperbaiki keadaan osteoporosis pada penderita, serta mampu
mengurangi risiko terjadinya patah tulang.
Patah pada tulang pinggul dapat mengakibatkan menurunnya mobilitas pada
pasien.Patah tulang belakang memiliki pengaruh lebih rendah terhadap mortalitas,
serta dapat mengakibatkan nyeri kronis yang berat dan sulit untuk dikontrol.
Meskipun jarang terjadi, patah tulang belakang yang parah dapat mengakibatkan
bungkuk (kyphosis) yang kemudian dapat menekan organ dalam tubuh dan
mengganggu sistem pernafasan dari penderita.
PENCEGAHAN3,4,6,7
Gaya hidup sehat untuk mencegah osteoporosis adalah
1. Mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang yang memenuhi kebutuhan
nutrisi dengan unsur kaya serat,rendah lemak,dan kaya kalsium (1000 -1500
mg per hari).
2. Kurangi sodium, garam, daging merah, dan makanan yang diasinkan
3. Mulailah program reguler, latihan mempertahankan berat badan seperti jalanjalan, jogging, bersepeda atau aerobik yang tak berpengaruh atau pegaruhnya
rendah
4. Hindari minum kopi secara berlebihan karena dapat mengeluarkan kalsium
secara berlebihan, kurangi juga softdrink/minuman ringan karena dapat
menghambat penyerapan kalsium
5. Hindari minuman beralkohol dan rokok karena dapat menyerap cadangan
kalsium dalam tubuh.
6. Paparan matahari dapat membantu pembentukan vitamin D.
7. Tanyakan pada dokter tentang terapi penggantian estrogen yang dapat
mencegah osteoporosis dan efek-efek samping dari menopause yang lain.
KESIMPULAN
Selama perkembangannya tulang membutuhkan kalsium yang tinggi.Ketika
tulang kekurangan kepadatannya, laki-laki maupun wanita berusia lebih dari 40 tahun
dapat terserang osteoporosis. Osteoporosis dapat terasa nyeri pada tulang punggung
dan lutut ketika seseorang mengangkat beban berat.Osteoporosis lebih banyak
19

dirasakan

oleh

wanita

pasca

menopause

disebabkan

menurunnya

hormon

estrogen.Penurunan hormon estrogen pada wanita menyebabkan menurunnya aktifitas


osteoblas

dan

peningkatan

osteoklas

osteoporosis.Osteoporosis menyebabkan

sehingga

mempercepat

terjadinya

massa tulang menjadi rendah sehingga

hanya dengan trauma yang minimal tulang akan mudah patah.Maka dari itu, sejak dini
mulailah merawat tulang tubuh dengan berolahraga, mengontrol pola makanan,
asupan gizi dan vitamin

20

Anda mungkin juga menyukai