Di seluruh Dunia diare tetap menjadi penyakit yang paling umum diderita oleh
anak anak. Selama dua dekade terakhir, riset membuktikan bahwa etiologi dari diare
akut dapat diketahui. Pada awal tahun 70-an sekitar 15-20% patogen dapat diisolasi dari
apsien diare. Kini dengan perkembangan teknologi 60 80% penyebab dapat ditemukan
pada kasus diare akut. Rotavirus dapat ditemukan pada seperempat kasus diare di
dunia(9)
Definisi
Diare adalah suatu gejala dimana frekuensi buang air besar meningkat (>3x
sehari) dan konsistensi tinja menjadi lebih cair dari biasanya. Diare didefinisikan sebagai
diare akut apabila berlangsung kurang dari 2 minggu. Bila berlangsung selama 2 sampai
4 minggu didefinisikan sebagai diare persisten, dan bila berlangsung lebih dari 4 minggu
didefinisikan sebagai diare kronik (9).
Insidensi
Diare akut merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak di seluruh
dunia, diperkirakan 3 juta anak meninggal setiap tahunnya. Kematian terutama terjadi
karena kegagalan dalam melakukan penangananan yang tepat terhadap dehidrasi akut
dan memperbaiki gangguan keseimbangan elektrolit (1).
Etiologi
Rotavirus merupakan penyebab paling sering diare akut pada anak. Morbiditas
diare yang berulang mungkin disebabkan karena traktus gastrointestinal yang rentan
terhadap berbagai zat patogen. Perubahan sel-sel intestinal, termasuk juga perubahan
fungsi sel dan enzim-enzim dapat terjadi secara cepat karena dipengaruhi faktor-faktor
seperti infeksi, penyakit metabolik, zat toksik, dan zat-zat kimia. Tabel berikut
menunjukkan beberapa penyebab diare pada anak (6).
Tabel 1. Penyebab Diare
Penyebab Umum
Infeksi
Metabolik
Penyebab Khas
Virus, bakteri, protozoa, fungi
Gastrointestinal alkalosis, defisiensi disakarida, intoleransi
Nutrisi
Alergi
Mekanik
Hiperosmolar
monosakarida
Malnutrisi, marasmus, kwashiorkor
Susu, bahan makanan
Shunt, obstruksi, usus pendek
Overfeedings, makanan formula hiperosmolar
Zat kimia
Neoplasma
Psikogenik
Idiopatik
Patofisiologi
Absorbsi cairan pertama kali terjadi di usus halus sesuai gradien konsentrasi
yang tergantung dari transpor elektrolit natrium dan klorida, serta zat-zat nutrisi seperti
glukosa dan asam amino. Natrium, glukosa, dan beberapa asam amino di
transportasikan melewati membran apikal sel epitel intestine oleh sodium-dependent
nutrients cotransporters. Natrium kemudian ditransportasikan dari dalam sel melewati
membran basolateral ke ruangan ekstraselular secara transpor aktif menggunakan enzim
Na+/K+-ATPase. Enzim ini menyediakan energi untuk transpor aktif yang menurunkan
konsentrasi natrium intraselular, sehingga proses kotransport dapat terus berlangsung
dan cairan akan ikut diabsorbsi secara pasif bersama dengan elektolit dan zat-zat nutrisi
tersebut (9).
Diare dapat dibedakan menjadi beberapa tipe dilihat dari gangguan transpor
cairan, seperti diare osmotik, sekretorik, dan invasif.
Diare Osmotik
Diare osmotik disebabkan karena adanya zat nonabsorbable dalam traktus
gastrointestinal. Contoh klasik dari diare osmotik adalah intoleransi laktosa yang
disebabkan defisiensi enzim laktase, dimana laktosa tidak diserap dalam usus halus dan
mencapai kolon. Bakteri yang berada di kolon memfermentasi laktosa yang tidak diserap
tersebut menjadi asam organik rantai pendek, yang menyebabkan peningkatan osmotik
lumen sehingga air disekresikan ke dalam lumen ( 9 ).
Faktor-faktor lain juga dapat menyebabkan terjadinya diare osmotik, misalnya
infeksi Giardia lamblia, obat-obatan yang mengandung nonabsorbable sugars seperti
sorbitol, mannitol, dan juga ion-ion yang sulit di absorbsi seperti magnesium, sulfat,
fosfat, dan citrat (4)
Diare Sekretorik
Diare sekretorik terjadi karena aktivasi mediator intraselular, seperti cylic AMP,
cyclic GMP, dan Ca2+ intraselular, yang memicu sekresi Cl- secara aktif dari sel-sel epitel
usus dan menghambat absorbsi berpasangan dari natrium dan klorida. Contoh klasik dari
diare sekretorik disebabkan oleh enterotoksin dari kolera dan Escherichia coli yang
berikatan dengan reseptor permukaan yang spesifik . Bagian dari toksin masuk ke dalam
sel dan mengaktivasi adenylate cyclase pada membran basolateral melalui interaksi
dengan G protein. Hal ini meningkatkan cAMP intraselular. Diare sekretorik ditandai
dengan volume yang tinggi, feses sangat cair. Analisa feses menunjukkan kadar natrium
dan klorida yang tinggi. Diare sekretorik tetap berlangsung walaupun puasa ( 5 ).
Mekanisme Gabungan Penyebab Diare
Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri paling
tidak ada dua mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi usus dan penurunan
absorbsi di usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin yang
menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang invasif mengakibatkan perdarahan
atau adanya leukosit dalam feses.
Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen meliputi
penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi
mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat menggunakan satu
atau lebih cara untuk melukai tubuh penderita(5)
Adhesi
Mekanisme adhesi yang pertama terjadi dengan ikatan antara struktur polimer
fimbria atau vili dengan reseptor atau ligan spesifik pada permukaan sel epitel. Fimbria
terdiri atas lebih dari 7 jenis, disebut juga sebagai colonization factor antigen (CFA) yang
lebih sering ditemukan pada enteropatogen seperti Enterotoxic E. Coli (ETEC)
Mekanisme adhesi yang kedua terlihat pada infeksi Enteropatogenic E.coli
(EPEC), yang melibatkan gen EPEC adherence factor (EAF), menyebabkan perubahan
konsentrasi kalsium intraselluler dan arsitektur sitoskleton di bawah membran mikrovilus.
Invasi intraselluler yang ekstensif tidak terlihat pada infeksi EPEC ini dan diare terjadi
akibat shiga like toksin Mekanisme adhesi yang ketiga adalah dengan pola agregasi yang
terlihat pada jenis kuman enteropatogenik yang berbeda dari ETEC atau EHEC. (5)
Invasi
Kuman Shigella melakukan invasi melalui membran basolateral sel epitel usus.
Di dalam sel terjadi multiplikasi di dalam fagosom dan menyebar ke sel epitel sekitarnya.
Invasi dan multiplikasi intraselluler menimbulkan reaksi inflamasi serta kematian sel
epitel. Reaksi inflamasi terjadi akibat dilepaskannya mediator seperti leukotrien,
interleukin, kinin, dan zat vasoaktif lain. Kuman Shigella juga memproduksi toksin shiga
yang menimbulkan kerusakan sel. Proses patologis ini akan menimbulkan gejala sistemik
seperti demam, nyeri perut, rasa lemah, dan gejala disentri. Bakteri lain bersifat invasif
misalnya Salmonella (5).
Sitotoksin
Prototipe kelompok toksin ini adalah toksin shiga yang dihasilkan oleh Shigella
dysentrie yang bersifat sitotoksik. Kuman lain yang menghasilkan sitotoksin adalah
Enterohemorrhagic E. Coli (EHEC) serogroup 0157 yang dapat menyebabkan kolitis
hemoragik dan sindroma uremik hemolitik, kuman EPEC serta V. Parahemolyticus. (5)
Enterotoksin
Prototipe klasik enterotoksin adalah toksin kolera atau Cholera toxin (CT) yang
secara biologis sangat aktif meningkatkan sekresi epitel usus halus. Toksin kolera terdiri
dari satu subunit A dan 5 subunit B. Subunit A1 akan merangsang aktivitas adenil
siklase,meningkatkan konsentrasi cAMP intraseluler sehingga terjadi inhibisi absorbsi Na
dan klorida pada sel vilus serta peningkatan sekresi klorida dan HCO3 pada sel kripta
mukosa usus.ETEC menghasilkan heat labile toxin (LT) yang mekanisme kerjanya sama
dengan CT serta heat Stabile toxin (ST).ST akan meningkatkan kadar cGMP selular,
mengaktifkan protein kinase, fosforilasi protein membran mikrovili, membuka kanal dan
mengaktifkan sekresi klorida.(5)
Peranan Enteric Nervous System (ENS)
Berbagai penelitian menunjukkan peranan refleks neural yang melibatkan
reseptor neural 5-HT pada saraf sensorik aferen, interneuron kolinergik di pleksus
mienterikus, neuron
enterik CT, LT, ST paling tidak sebagian melibatkan refleks neural ENS. Penelitian
menunjukkan keterlibatan neuron sensorik aferen kolinergik, interneuron pleksus
mienterikus, dan neuron sekretorik tipe 1 VIPergik. CT juga menyebabkan pelepasan
berbagai sekretagok seperti 5-HT, neurotensin, dan prostaglandin. Hal ini membuka
kemungkinan penggunaan obat antidiare yang bekerja pada ENS selain yang bersifat
antisekretorik pada enterosit. (5)
Etiologi Infeksi non-invasif
.
Stafilococcus aureus
Keracunan makanan karena stafilokokkus disebabkan asupan makanan yang
mengandung toksin stafilokokkus, yang terdapat pada makanan yang tidak tepat cara
pengawetannya.
Enterotoksin stafilokokus stabil terhadap panas. Gejala terjadi dalam waktu 1 6
jam setelah asupan makanan terkontaminasi. Sekitar 75 % pasien mengalami mual,
muntah, dan nyeri abdomen, yang kemudian diikuti diare sebanyak 68 %. Demam sangat
jarang terjadi. Lekositosis perifer jarang terjadi, dan sel darah putih tidak terdapat pada
pulasan feses. Masa berlangsungnya penyakit kurang dari 24 jam.
Diagnosis
ditegakkan
dengan
biakan
S.
aureus
dari
makanan
yang
terkontaminasi, atau dari kotoran dan muntahan pasien. Terapi dengan hidrasi oral dan
antiemetik. Tidak ada peranan antibiotik dalam mengeradikasi stafilokokus dari makanan
yang ditelan. (9)
Bacillus cereus
B. cereus adalah bakteri batang gram positif, aerobik, membentuk spora.
Enterotoksin dari B. cereus menyebabkan gejala muntah dan diare, dengan gejala
muntah lebih dominan. Gejala dapat ditemukan pada 1 6 jam setelah asupan makanan
terkontaminasi, dan masa berlangsungnya penyakit kurang dari 24 jam. Gejala akut
mual, muntah, dan nyeri abdomen, yang seringkali berakhir setelah 10 jam.
Gejala diare terjadi pada 8 16 jam setelah asupan makanan terkontaminasi
dengan gejala diare cair dan kejang abdomen. Mual dan muntah jarang terjadi. Terapi
dengan rehidrasi oral dan antiemetik. (9)
Clostridium perfringens
C perfringens adalah bakteri batang gram positif, anaerob, membentuk spora.
Bakteri
biasanya sembuh sendiri. Gejala berlangsung setelah 8 24 jam setelah asupan produkproduk daging yang terkontaminasi, diare cair dan nyeri epigastrium, kemudian diikuti
dengan mual, dan muntah.
Demam jarang terjadi. Gejala ini akan berakhir dalam waktu 24 jam.
Pemeriksaan mikrobiologis bahan makanan dengan isolasi lebih dari 10 pangkat 5
organisme
antiemetik. (5)
Vibrio cholerae
V
cholerae
adalah
bakteri
batang
gram-negatif,
berbentuk
koma
dan
menyebabkan diare yang menimbulkan dehidrasi berat, kematian dapat terjadi setelah 3
4 jam pada pasien yang tidak dirawat. Toksin kolera dapat mempengaruhi transport
cairan pada usus halus dengan meningkatkan cAMP, sekresi, dan menghambat absorpsi
cairan. Penyebaran kolera dari makanan dan air yang terkontaminasi.
Gejala awal adalah distensi abdomen dan muntah, yang secara cepat menjadi
diare berat, diare seperti air cucian beras.
Pasien kekurangan elektrolit dan volume darah. Demam ringan dapat terjadi.
Kimia darah terjadi penurunan elektrolit dan cairan dan harus segera digantikan yang
sesuai. Kalium dan bikarbonat hilang dalam jumlah yang signifikan, dan penggantian
yang tepat harus diperhatikan. Biakan feses dapat ditemukan V.cholerae.
Target utama terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang agresif.
Kebanyakan kasus dapat diterapi dengan cairan oral. Kasus yang parah memerlukan
cairan intravena. Antibiotik dapat mengurangi volume dan masa berlangsungnya diare.
(5)
Tetrasiklin 500 mg tiga kali sehari selama 3 hari, atau doksisiklin 300 mg sebagai
dosis tunggal, merupakan pilihan pengobatan. Perbaikan yang agresif pada kehilangan
cairan menurunkan angka kematian ( biasanya < 1 %). Vaksin kolera oral memberikan
efikasi lebih tinggi dibandingkan dengan vaksin parenteral.
Escherichia coli patogen
E. coli patogen adalah penyebab utama diare pada pelancong. Mekanisme
patogen yang melalui enterotoksin dan invasi mukosa. Ada beberapa agen penting, yaitu
1 Enterotoxigenic E. coli (ETEC).
2 Enterophatogenic E. coli (EPEC).
3 Enteroadherent E. coli (EAEC).
4 Enterohemorrhagic E. coli (EHEC)
5 Enteroinvasive E. Coli (EIHEC)
Kebanyakan pasien dengan ETEC, EPEC, atau EAEC mengalami gejala ringan
yang terdiri dari diare cair, mual, dan kejang abdomen. Diare berat jarang terjadi, dimana
pasien melakukan BAB lima kali atau kurang dalam waktu 24 jam. Lamanya penyakit ini
rata-rata 5 hari. Demam timbul pada kurang dari 1/3 pasien. Feses berlendir tetapi sangat
jarang terdapat sel darah merah atau sel darah putih.(9)
Lekositosis sangat jarang terjadi. ETEC, EAEC, dan EPEC merupakan penyakit
self limited, dengan tidak ada gejala sisa. Pemeriksaan laboratorium tidak ada ang
spesifik untuk E coli, lekosit feses jarang ditemui, kultur feses negatif dan tidak ada
lekositosis. EPEC dan EHEC dapat diisolasi dari kultur, dan pemeriksaan aglutinasi latex
khusus untuk EHEC tipe O157.
Terapi dengan memberikan rehidrasi yang adekuat. Antidiare dihindari pada
penyakit yang parah. ETEC berespon baik terhadap trimetoprim-sulfametoksazole atau
kuinolon yang diberikan selama 3 hari. Pemberian antimikroba belum diketahui akan
mempersingkat penyakit pada diare EPEC dan diare EAEC. Antibiotik harus dihindari
pada diare yang berhubungan dengan EHEC.
Etiologi Infeksi Invasif
Shigella
Shigella adalah penyakit yang ditularkan melalui makanan atau air. Organisme
Shigella menyebabkan disentri basiler dan menghasilkan respons inflamasi pada kolon
melalui enterotoksin dan invasi bakteri. Secara klasik, Shigellosis timbul dengan gejala
adanya nyeri abdomen, demam, BAB berdarah, dan feses berlendir. Gejala awal terdiri
dari demam, nyeri abdomen, dan diare cair tanpa darah, kemudian feses berdarah
setelah 3 5 hari kemudian. Lamanya gejala rata-rata pada orang dewasa adalah 7 hari,
pada kasus yang lebih parah menetap selama 3 4 minggu. Shigellosis kronis dapat
menyerupai kolitis ulseratif, dan status karier kronis dapat terjadi.
Manifestasi
ekstraintestinal
Shigellosis
dapat
terjadi,
termasuk
gejala
Pilihan
antibiotik
adalah
trimetoprim-sulfametoksazole
atau
fluoroquinolone seperti ciprofloxacin atau norfloxacin oral 2 kali sehari selama 5 7 hari
atau Sephalosporin generasi ketiga secara intravena pada pasien yang tidak dapat diberi
oral.
Salmonella typhi
Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi adalah penyebab demam tiphoid.
Demam tiphoid dikarakteristikkan dengan demam panjang, splenomegali, delirium, nyeri
abdomen, dan manifestasi sistemik lainnya. Penyakit tiphoid adalah suatu penyakit
sistemik
dan
memberikan
gejala
primer
yang
berhubungan
dengan
traktus
generasi
ketiga
dan
flourokinolon.
Sepalosforin
generasi
ketiga
menunjukkan effikasi sangat baik melawan S. Thypi dan harus diberikan IV selama 7-10
hari, Kuinolon seperti ciprofloksasin 500 mg 2 kali sehari selama 14 hari, telah
menunjukkan efikasi yang tinggi dan status karier yang rendah. Vaksin thipoid oral
(ty21a) dan parenteral (Vi) direkomendasikan jika pergi ke daerah endemik.
Campylobakter
Spesies Campylobakter ditemukan pada manusia C. Jejuni dan C. Fetus, sering
ditemukan pada pasien immunocompromised.. Patogenesis dari penyakit toksin dan
invasi pada mukosa.
Vibrio
non-kolera
telah
dihubungkan
dengan
mewabahnya
dengan
koreksi
elektrolit
dan
cairan.
Antibiotik
tidak
memperpendek
berlangsungnya penyakit. Namun pasien dengan diare parah atau diare lama,
direkomendasikan menggunakan tetrasiklin.
Enterohemoragik E Coli (Subtipe 0157)
EHEC telah dikenal sejak terjadi wabah kolitis hemoragik. Wabah ini terjadi
akibat
asupan makanan atau air terkontaminasi. EHEC dapat merupakan penyebab utama diare
infeksius. Subtipe 0157 : H7 dapat dihubungkan dengan perkembangan Hemolytic
Uremic Syndrom (HUS).
Centers for Disease Control (CDC) telah meneliti bahwa E Coli 0157 dipandang
sebagai penyebab diare berdarah akut atau HUS. EHEC non-invasif tetapi menghasilkan
toksin shiga, yang menyebabkan kerusakan endotel, hemolisis mikroangiopatik, dan
kerusakan ginjal.
Awal dari penyakit dengan gejala diare sedang hingga berat (hingga 10-12 kali
erhari). Diare awal tidak berdarah tetapi berkembang menjadi berdarah. Nyeri abdomen
berat dan kejang biasa terjadi, mual dan muntah timbul pada 2/3 pasien. Pemeriksaan
abdomen didapati distensi abdomen dan nyeri tekan pada kuadran kanan bawah.
Demam terjadi pada 1/3 pasien. Hingga 1/3 pasien memerlukan perawatan di rumah
sakit.
Lekositosis sering terjadi. Urinalisa menunjukkan hematuria atau proteinuria atau
timbulnya lekosit. Adanya tanda anemia hemolitik mikroangiopatik (hematokrit < 30%),
trombositopenia (<150x 109/L), dan insufiensi renal (BUN >20 mg/dL) adalah diagnosa
HUS.
HUS terjadi pada 5-10% pasien dan di diagnosa 6 hari setelah terkena diare.
Faktor
resiko HUS, usia (khususnya pada anak-anak dibawah usia 5 tahun) dan
penggunaan anti
pasien dengan HUS akan sembuh, 3-5% akan meninggal, 5% akan berkembang ke
penyakit ginjal tahap akhir dan 30% akan mengalami gejala sisa proteinuria. Trombosit
trombositopenik purpura dapat terjadi tetapi lebih jarang dari pada HUS.Jika tersangka
EHEC, harus dilakukan kultur feses E. coli. Serotipe biasanya dilakukan pada
laboratorium khusus.(5)
Terapi dengan penggantian cairan dan mengatasi komplikasi ginjal dan vaskuler.
Antibiotik tidak efektif dalam mengurangi gejala atau resiko komplikasi infeksi
EHEC. Nyatanya pada beberapa studi yang menggunakan antibiotik dapat meningkatkan
resiko HUS. Pengobatan antibiotik dan anti diare harus dihindari. Fosfomisin dapat
memperbaiki gejala klinis, namun, studi lanjutan masih diperlukan.
Manifestasi Klinis
Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau
demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut. Diare yang berlangsung
beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan
kematian karena kekurangan cairan di badan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik
atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Salah satu
akibat dari diare adalah kehilangan air dalam jumlah banyak. Rasa haus adalah salah
satu gejala awal karena kehilangan banyak air. Rasa haus muncul ketika air hilang
sebanding dengan 2 persen dari berat badan pasien.(5,3,2)
Hal ini dikarenakan hilangnya air di kompartemen ekstraseluler sehingga tekanan
osmotik meningkat yang menyebabkan air dari intrasel mengalir mengisi kompartemen
ekstraseluler. Hal ini menyebabkan penurunan volume pada sel. Suatu titik pusat di otak,
kemungkinan di hipothalamus sensitif pada perubahan volume sel ini sehingga
menimbulkan sensasi haus.
Gejala klinis tergantung dari besarnya volume kehilangan air. Pasien akan terlihat
lemas dan sakit. Kehilangan berat badan sebanding dengan besarnya volume kehilangan
cairan. Demam terkadang muncul dengan temperatur pasien bisa mencapai 105 F atau
lebih tergantung dari derajat kehilangan cairan.
Kulit pasien mungkin akan terlihat kemerahan, kurangnya keringat yag dihasilkan
dan pada daerah lipat paha dan ketiak akan terlihat kering. Pasien juga akan
memprodusi hanya sedikit saliva dan air mata, lidah pasien terlihat kering berfisura,
terkadang memerah dan membesar sehingga pasien akan sulit berbicara.
Pada diare dengan hanya kehilangan air, turgor kulit relatif normal akan tetapi
kulit pasien mungkin akan terasa lebih tebal seperti memegang karet, sedangkan pada
diare dengan kehilangan natrium, turgor kulit akan menghilang.
Karena air yang hilang dari ekstraseluler terganti oleh air dari intraseluler, volume
sirkulasi darah dan efisiensi dari sistem kardiovaskuler relatif tidak terganggu dan tandatanda syok jarang muncul, tetapi takikardi kemungkinan terdeteksi ketika pasien
mengalami demam.
Perubahan kepribadian bisa muncul dengan segara, seperti sifat pasien yang
semula serius bisa menjadi muram. Dengan tingkat kehilangan air yang parah,
halusinasi, delirium, manik, konvulsi sampai koma bisa muncul. Kematian biasanya
karena henti napas. Sebelumnya pasien bisa mengalami hiperpnea.Perubahan pada
sistem saraf pusat bisa fungsional.
Demam : Setelah itu tanyakan apakah bersama penyakit ada gejala demam atau
tidak. Demam menandakan sifat invasif dari patogen. Tanyakan pula karakteristik
demam tersebut apakah bersifat naik terus (step like) yang dapat menandakan
diagnosa banding dengan Typhoid dan lain lain. Namun perlu diperhatikan
bahwa demam juga dapat terjadi akibat dehidrasi.
Muntah dan mual adalah gejala yang sebenarnya tidak terlalu spesifik namun
menentukan bahwa kemungkinan besar infeksi terjadi akibat patogen yang
menyerang usus bagian atas seperti virus enteri, bakteri dengan enterotoksin
dan Giardia sp. Biasanya emesis mengindikasikan pula infeksi non-inflamatory .
Sakit pada Abdomen : Ditanyakan pula apakah pasien menderita sakit pada
abdomennya. Ini mungkin sulit pada bayi namun dapat ditanyakan pada anak
yang lebih besar.Anak yan lebih tua sebaiknya diminta untuk menjelaskan
nyerinya tersebut seperti lokasi, gambaran nyeri dan lain kain. Rasa sakit ini
dapat diperjelas melalui pemeriksaan fisik. Bila sakit di Abdomen sangat buruk
disertai dengan tenesmus menandakan keterlibatan usus besar.
Lain lain : Ini dapat berupa apakah Pasien menderita HIV/AIDS, apakah ada
orang lain yang juga menderita penyakit yang sama contoh di rumah/sekolah dan
pernah melakukan perjalanan ke suatu tempat untuk kecurigaan menuju
travellers diarrhea. Dapat pula ditanyakan gejala saluran pernapasan yang juga
dapat menyertai diare.
3. Derajat Hidrasi
Ditanyakan tentang pengeluaran urin dan bagaimana warna serta volumenya.
Ditanyakan pula bagaimana keadaan mental pasien, apakah masih aktif, tidak mau
menyusui lagi dan lain lain. Evaluasi dapat dibantu dengan tabel berikut ini :
Klasifikasi
Secretory
Evaluasi
Berlanjut meskipun NPO(Nil per Oral),kandungan
Osmotik(Malabsorbsi)
yan
diduga
Infeksi
bentuk
Inflamasi
Non-inflamasi
(10)
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada bayi dan anak sangat diutamakan untuk mencari tanda
tanda komplikasi utama dari Diare yakni dehidrasi. Hipotensi, takikardia pada saat
istirahat/tidur dan kecepatan napas dapat menjadi tanda signifikan dehidrasi. Namun
pemeriksaan secara umum pentin untuk melihat adanya penyakit lain yang mungkin
menyertai atau komplikasi yang terjadi.
Penderita dapat pula diamati melalui penggolongan berikut:
Penilaian
Inspeksi
Keadaan
Umum
Mata
Air mata
Mulut dan
lidah
Haus
A
(TANPA DEHIDRASI)
B
(DEHIDRASI
RINGAN/SEDANG)
Bila ada satu tanda#
ditambah 1 atau lebih
tanda lain
C
(DEHIDRASI
BERAT)
Bila ada satu tanda
# ditambah satu
atau lebih tanda lain
Baik,sadar,alert
Gelisah,rewel
Normal
Cekung
Ada
Basah
negatif
Kering
Lesu,lunglai,tidak
sadar
Sangat cekung dan
kering
Negatif
Sangat kering
Pemeriksaan
Turgor
Pilihan Terapi
Rencana Terapi A
Pemeriksaan Penunjang
1.
Rencana Terapi B
Pemeriksaan Feses
Pemeriksaan feses perlu dilakukan untuk memeriksa lendir, darah dan leukosit
Komplikasi
Komplikasi utama dari diare pada anakanak terutama pada mereka yang
berusia dibawah 3 tahun adalah akibat ketidakseimbangan cairan tubuh. Hal ini terjadi
karena peredaran cairan pada anakanak 3 kali lebih tinggi daripada pada dewasa.
Peredaran ini lebih tinggi karena :
Perbandingan luas permukaan kulit terhadap massa index yang lebih tinggi
Konsentrasi air yang lebih tinggi (70% pada infant,65% pada anak dan 60%
pada dewasa)
Komplikasi dapat berupa Gangguan elektrolit, gangguan asam basa, syok, gagal
rehidrasi oral, dimana harus dilakukan pada semua pasien kecuali yang tidak dapat
minum atau yang terkena diare hebat yang memerlukan hidrasi intavena yang
membahayakan jiwa. Definisi rehidrasi oral menurut WHO/UNICEF 1983 adalah
pemasukan cairan melaui mulut untuk mencegah atau memperbaiki dehidrasi, dimana
dalam kasus ini disebabkan oleh diare.(7)
Menurut World Community for Health for All ada tahun 1978, rehidrasi oral
membantu Diarrhoeal Disease Control Programme dalam mengurangi angka kematian
dari diare akut dan diare berkaitan dengan malnutrisi.
Idealnya, cairan rehidrasi oral harus terdiri dari 3,5 g Natrium klorida, dan 2,5 g
Natrium bikarbonat, 1,5 g kalium klorida, dan 20 g glukosa per liter air.
Cairan seperti itu tersedia secara komersial dalam paket-paket yang mudah
disiapkan dengan mencampurkan dengan air. Jika sediaan secara komersial tidak ada,
normal atau laktat Ringer harus diberikan dengan suplementasi kalium
sebagaimana panduan kimia darah. Status hidrasi harus dimonitor dengan baik dengan
memperhatikan tanda-tanda vital, pernapasan, dan urin, dan penyesuaian infus jika
diperlukan. Pemberian harus diubah ke cairan rehidrasi oral sesegera mungkin.
Menentukan rencana pengobatan
Berdasarkan hasil penilaian derajat dehidrasi gunakan bagan Rencana
Pengobatan yang sesuai :
- Rencana terapi a untuk penderita diare tanpa dehidrasi
- Rencana tetapi B untuk penderita diare dengan dehidrasi ringan sedang
- Rencana tetapi c untuk penderita diare dengan dehidrasi berat
RENCANA TERAPI A
UNTUK MENGOBATI DIARE DI RUMAH
(Penderita diare tanpa dehidrasi )
GUNAKAN CARA INI UNTUK MENGAJARI IBU :
-
berusia kurang dari 6 bulan dan belum makan makanan padat lebih baik diberi
oralit dan air matang dari pada makanan yang cair ).
-
Berikan larutan ini sebanyak anak mau , berikan jumlah larutan oralit seperti
dibawah.
Teruskan ASI
Bila anak tidak mendapat ASI berikan susu yang biasa diberikan, untuk anak
kurang dari 6 bulan dan belum mendapat makanan padat , dapat diberikan susu,
Bila anak 6 bulan atau lebih atau telah mendapat makanan padat
Berikan sari buah segar atau pisang halus untuk menanbahkan kalium
Berikan makanan yang segar masak dan haluskan atau tumbuk makanan
dengan baik
Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti, dan diberikan porsi
makanan tambahan setiap hari selama 2 minggu
3.
Bawa anak ke petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam 3 hari atau
menderita sebagai berikut :
-
Muntah berulang-ulang
Demam
Tinja berdarah
yang diberikan setiap habis buang air besar dan diberikan oralit yang cukup untuk 2 hari
Umur
tiap B.A.B
di rumah
< 1 Tahun
50 100 ml
1-4 Tahun
100 200 ml
> 5 Tahun
200 300 ml
Dewasa
300 400 ml
Berikan sesendok teh tiap 1-2 menit untuk anak dibawah umur 2 tahun
Bila anak muntah, tunggulah 10 menit kemudian berikan cairan lebih lama
( misalnya sesendok tiap 2-3 menit
Bila diare berlanjut setelah oralit habis beritahu ibu untuk memberikan cairan
lain seperti dijelaskan dalam cara pertama atau kembali kepada petugas kesehatan
untuk mendapat tambahan oralit.
RENCANA TERAPI B
UNTUK TERAPI DEHIDRASI RINGAN/SEDANG
JUMLAH ORALIT YANG DIBERIKAN DALAM 3 JAM PERTAMA
Bila berat badan anak tidak diketahui dan atau untuk memudahkan di lapangan
Jumlah ORALIT
< 1 Tahun
300 ml
1 4 Tahun
600 ml
> 5 Tahun
Dewasa
1200 ml
2400 ml
Untuk bayi dibawah 6 bulan yang tidak mendapat ASI berikan juga 100-200
ml air masak selama masa ini
Bila anak muntah tunggu 10 menit dan kemudian teruskan pemberian oralit
tetapi lebih lambat, misalnya sesendok tiap 2 3 menit
Bila kelopak mata anak bengkak hentikan pemberian oralit dan air masak
atau ASI beri oralit sesuai Rencana tetapi A bila pembengkakan telah hilang
Setelah 3-4 jam nilai kembali anak menggunakan bagan penilaian, kemudian
pilih rencana terapi A, B, atau C untuk melanjutkan terapi
Bila tidak ada dehidrasi , ganti ke rencana terapi A, Bila dehidras telah hilang
tetapi tawarkan makanan susu dan sari buah seperti rencana terapi A
Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat ganti dengan rencana terapi C
Tunjukkan jumlah orait yang harus dihabiskan dalam terapi 3 jam di rumah
Berikan oralit untuk rehidrasi selama 2 hari lagi seperti dijelaskan dalam
rencana terapi A
Penyuluhan
Aspek Penyuluhan
Masyarakat dapat melakukan kegiatan antara lain:
Menganjurkan penderita dan keluarganya budaya pola hidup bersih dan
sehat
-
Pemberian Asi yang baik dan benar : bayi harus disusui secara penuh
selama 4 6 bulan
Memperbaiki makanan pendamping Asi : tambahkan minyaki, susu
ikan/daging
-
Pilihan pertama
Ciprofloksasin 500mg
Pilihan kedua
Ceftriaxon 1gr IM/IV sehari
Shigella atau
oral
Salmonella spp
2x sehari, 3 5 hari
Vibrio Cholera
Traveler diarrhe
Clostridium difficile
4x sehari, 3 hari
4x sehari 3 hari
dosis tunggal
Ciprofloksacin 500mg
Metronidazole 250-500
mg
7-14 hari
intestinal dan perubahan dari sekresi cairan dan elektrolit. Penggunaan antidiare pada
anak tidak direkomendasikan dengan pertimbangan sfek samping lebih banyak
dibandingkan efek terapinya.
PENCEGAHAN DIARE
Tujuan Pencegahan diare adalah untuk tercapainya penurunan angka kesakitan
Hasil penelitihan terakhir menunjukkan ,bahwa cara pencegahan yang benar dan
efektif yang dapat dilakukan adalah
-
Memberikan ASI
Mencuci Tangan
Menggunakan Jamban
dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering mencuci tangan
setelah keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah makanan. Kotoran manusia
harus diasingkan dari daerah pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga dari kotoran
manusia.
Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus diberikan
perhatian khusus. Minum air, air yang digunakan untuk membersihkan makanan, atau air
yang digunakan untuk memasak harus disaring dan diklorinasi. Jika ada kecurigaan
tentang keamanan air atau air yang tidak dimurnikan yang diambil dari danau atau air,
harus direbus dahulu beberapa menit sebelum dikonsumsi. Ketika berenang di danau
atau sungai, harus diperingatkan untuk tidak menelan air.
Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang bersih
(air rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi. Limbah manusia atau hewan
yang tidak diolah tidak dapat digunakan sebagai pupuk pada buah-buahan dan sayuran.
Semua daging dan makanan laut harus dimasak. Hanya produk susu yang dipasteurisasi
dan jus yang boleh dikonsumsi. Wabah EHEC terakhir berhubungan dengan meminum
jus apel yang tidak dipasteurisasi yang dibuat dari apel terkontaminasi, setelah jatuh dan
terkena kotoran ternak.
Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare infeksius, tetapi efektivitas
dan ketersediaan vaksin sangat terbatas. Pada saat ini, vaksin yang tersedia adalah
untuk V. colera, dan demam tipoid. Vaksin kolera parenteral kini tidak begitu efektif dan
tidak direkomendasikan untuk digunakan. Vaksin oral kolera terbaru lebih efektif, dan
durasi imunitasnya lebih panjang. Vaksin tipoid parenteral yang lama hanya 70 % efektif
dan sering memberikan efek samping. Vaksin parenteral terbaru juga melindungi 70 %,
tetapi hanya memerlukan 1 dosis dan memberikan efek samping yang lebih sedikit.
Vaksin tipoid oral telah tersedia, hanya diperlukan 1 kapsul setiap dua hari selama 4 kali
dan memberikan efikasi yang mirip dengan dua vaksin lainnya.
Daftar Pustaka
BAKTERIlibrary.usu.ac.idmodules.phpop=modload&name=Downloads&file=index&req=g
etit&lid=1285.htm;date of entry : November 2006.
Dewitt
TG
dkk;Research
of
positif
stool
culture
on
children
with
diarrhea;