Anda di halaman 1dari 24

DIARE

Di seluruh Dunia diare tetap menjadi penyakit yang paling umum diderita oleh
anak anak. Selama dua dekade terakhir, riset membuktikan bahwa etiologi dari diare
akut dapat diketahui. Pada awal tahun 70-an sekitar 15-20% patogen dapat diisolasi dari
apsien diare. Kini dengan perkembangan teknologi 60 80% penyebab dapat ditemukan
pada kasus diare akut. Rotavirus dapat ditemukan pada seperempat kasus diare di
dunia(9)
Definisi
Diare adalah suatu gejala dimana frekuensi buang air besar meningkat (>3x
sehari) dan konsistensi tinja menjadi lebih cair dari biasanya. Diare didefinisikan sebagai
diare akut apabila berlangsung kurang dari 2 minggu. Bila berlangsung selama 2 sampai
4 minggu didefinisikan sebagai diare persisten, dan bila berlangsung lebih dari 4 minggu
didefinisikan sebagai diare kronik (9).
Insidensi
Diare akut merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak di seluruh
dunia, diperkirakan 3 juta anak meninggal setiap tahunnya. Kematian terutama terjadi
karena kegagalan dalam melakukan penangananan yang tepat terhadap dehidrasi akut
dan memperbaiki gangguan keseimbangan elektrolit (1).
Etiologi
Rotavirus merupakan penyebab paling sering diare akut pada anak. Morbiditas
diare yang berulang mungkin disebabkan karena traktus gastrointestinal yang rentan
terhadap berbagai zat patogen. Perubahan sel-sel intestinal, termasuk juga perubahan
fungsi sel dan enzim-enzim dapat terjadi secara cepat karena dipengaruhi faktor-faktor
seperti infeksi, penyakit metabolik, zat toksik, dan zat-zat kimia. Tabel berikut
menunjukkan beberapa penyebab diare pada anak (6).
Tabel 1. Penyebab Diare
Penyebab Umum
Infeksi
Metabolik

Penyebab Khas
Virus, bakteri, protozoa, fungi
Gastrointestinal alkalosis, defisiensi disakarida, intoleransi

Nutrisi
Alergi
Mekanik
Hiperosmolar

monosakarida
Malnutrisi, marasmus, kwashiorkor
Susu, bahan makanan
Shunt, obstruksi, usus pendek
Overfeedings, makanan formula hiperosmolar

Zat kimia
Neoplasma
Psikogenik
Idiopatik

Logam berat, asam borat, racun


Ganglioneuroma, lymphoma, Whipple's disease
Stress
Inflamasi kronik dari usus

Patofisiologi
Absorbsi cairan pertama kali terjadi di usus halus sesuai gradien konsentrasi
yang tergantung dari transpor elektrolit natrium dan klorida, serta zat-zat nutrisi seperti
glukosa dan asam amino. Natrium, glukosa, dan beberapa asam amino di
transportasikan melewati membran apikal sel epitel intestine oleh sodium-dependent
nutrients cotransporters. Natrium kemudian ditransportasikan dari dalam sel melewati
membran basolateral ke ruangan ekstraselular secara transpor aktif menggunakan enzim
Na+/K+-ATPase. Enzim ini menyediakan energi untuk transpor aktif yang menurunkan
konsentrasi natrium intraselular, sehingga proses kotransport dapat terus berlangsung
dan cairan akan ikut diabsorbsi secara pasif bersama dengan elektolit dan zat-zat nutrisi
tersebut (9).
Diare dapat dibedakan menjadi beberapa tipe dilihat dari gangguan transpor
cairan, seperti diare osmotik, sekretorik, dan invasif.
Diare Osmotik
Diare osmotik disebabkan karena adanya zat nonabsorbable dalam traktus
gastrointestinal. Contoh klasik dari diare osmotik adalah intoleransi laktosa yang
disebabkan defisiensi enzim laktase, dimana laktosa tidak diserap dalam usus halus dan
mencapai kolon. Bakteri yang berada di kolon memfermentasi laktosa yang tidak diserap
tersebut menjadi asam organik rantai pendek, yang menyebabkan peningkatan osmotik
lumen sehingga air disekresikan ke dalam lumen ( 9 ).
Faktor-faktor lain juga dapat menyebabkan terjadinya diare osmotik, misalnya
infeksi Giardia lamblia, obat-obatan yang mengandung nonabsorbable sugars seperti
sorbitol, mannitol, dan juga ion-ion yang sulit di absorbsi seperti magnesium, sulfat,
fosfat, dan citrat (4)
Diare Sekretorik
Diare sekretorik terjadi karena aktivasi mediator intraselular, seperti cylic AMP,
cyclic GMP, dan Ca2+ intraselular, yang memicu sekresi Cl- secara aktif dari sel-sel epitel
usus dan menghambat absorbsi berpasangan dari natrium dan klorida. Contoh klasik dari
diare sekretorik disebabkan oleh enterotoksin dari kolera dan Escherichia coli yang
berikatan dengan reseptor permukaan yang spesifik . Bagian dari toksin masuk ke dalam
sel dan mengaktivasi adenylate cyclase pada membran basolateral melalui interaksi

dengan G protein. Hal ini meningkatkan cAMP intraselular. Diare sekretorik ditandai
dengan volume yang tinggi, feses sangat cair. Analisa feses menunjukkan kadar natrium
dan klorida yang tinggi. Diare sekretorik tetap berlangsung walaupun puasa ( 5 ).
Mekanisme Gabungan Penyebab Diare
Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri paling
tidak ada dua mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi usus dan penurunan
absorbsi di usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin yang
menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang invasif mengakibatkan perdarahan
atau adanya leukosit dalam feses.
Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen meliputi
penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi
mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat menggunakan satu
atau lebih cara untuk melukai tubuh penderita(5)
Adhesi
Mekanisme adhesi yang pertama terjadi dengan ikatan antara struktur polimer
fimbria atau vili dengan reseptor atau ligan spesifik pada permukaan sel epitel. Fimbria
terdiri atas lebih dari 7 jenis, disebut juga sebagai colonization factor antigen (CFA) yang
lebih sering ditemukan pada enteropatogen seperti Enterotoxic E. Coli (ETEC)
Mekanisme adhesi yang kedua terlihat pada infeksi Enteropatogenic E.coli
(EPEC), yang melibatkan gen EPEC adherence factor (EAF), menyebabkan perubahan
konsentrasi kalsium intraselluler dan arsitektur sitoskleton di bawah membran mikrovilus.
Invasi intraselluler yang ekstensif tidak terlihat pada infeksi EPEC ini dan diare terjadi
akibat shiga like toksin Mekanisme adhesi yang ketiga adalah dengan pola agregasi yang
terlihat pada jenis kuman enteropatogenik yang berbeda dari ETEC atau EHEC. (5)
Invasi
Kuman Shigella melakukan invasi melalui membran basolateral sel epitel usus.
Di dalam sel terjadi multiplikasi di dalam fagosom dan menyebar ke sel epitel sekitarnya.
Invasi dan multiplikasi intraselluler menimbulkan reaksi inflamasi serta kematian sel
epitel. Reaksi inflamasi terjadi akibat dilepaskannya mediator seperti leukotrien,
interleukin, kinin, dan zat vasoaktif lain. Kuman Shigella juga memproduksi toksin shiga
yang menimbulkan kerusakan sel. Proses patologis ini akan menimbulkan gejala sistemik
seperti demam, nyeri perut, rasa lemah, dan gejala disentri. Bakteri lain bersifat invasif
misalnya Salmonella (5).

Sitotoksin
Prototipe kelompok toksin ini adalah toksin shiga yang dihasilkan oleh Shigella
dysentrie yang bersifat sitotoksik. Kuman lain yang menghasilkan sitotoksin adalah
Enterohemorrhagic E. Coli (EHEC) serogroup 0157 yang dapat menyebabkan kolitis
hemoragik dan sindroma uremik hemolitik, kuman EPEC serta V. Parahemolyticus. (5)
Enterotoksin
Prototipe klasik enterotoksin adalah toksin kolera atau Cholera toxin (CT) yang
secara biologis sangat aktif meningkatkan sekresi epitel usus halus. Toksin kolera terdiri
dari satu subunit A dan 5 subunit B. Subunit A1 akan merangsang aktivitas adenil
siklase,meningkatkan konsentrasi cAMP intraseluler sehingga terjadi inhibisi absorbsi Na
dan klorida pada sel vilus serta peningkatan sekresi klorida dan HCO3 pada sel kripta
mukosa usus.ETEC menghasilkan heat labile toxin (LT) yang mekanisme kerjanya sama
dengan CT serta heat Stabile toxin (ST).ST akan meningkatkan kadar cGMP selular,
mengaktifkan protein kinase, fosforilasi protein membran mikrovili, membuka kanal dan
mengaktifkan sekresi klorida.(5)
Peranan Enteric Nervous System (ENS)
Berbagai penelitian menunjukkan peranan refleks neural yang melibatkan
reseptor neural 5-HT pada saraf sensorik aferen, interneuron kolinergik di pleksus
mienterikus, neuron

nitrergik serta neuron sekretori VIPergik.Efek sekretorik toksin

enterik CT, LT, ST paling tidak sebagian melibatkan refleks neural ENS. Penelitian
menunjukkan keterlibatan neuron sensorik aferen kolinergik, interneuron pleksus
mienterikus, dan neuron sekretorik tipe 1 VIPergik. CT juga menyebabkan pelepasan
berbagai sekretagok seperti 5-HT, neurotensin, dan prostaglandin. Hal ini membuka
kemungkinan penggunaan obat antidiare yang bekerja pada ENS selain yang bersifat
antisekretorik pada enterosit. (5)
Etiologi Infeksi non-invasif
.
Stafilococcus aureus
Keracunan makanan karena stafilokokkus disebabkan asupan makanan yang
mengandung toksin stafilokokkus, yang terdapat pada makanan yang tidak tepat cara
pengawetannya.
Enterotoksin stafilokokus stabil terhadap panas. Gejala terjadi dalam waktu 1 6
jam setelah asupan makanan terkontaminasi. Sekitar 75 % pasien mengalami mual,
muntah, dan nyeri abdomen, yang kemudian diikuti diare sebanyak 68 %. Demam sangat

jarang terjadi. Lekositosis perifer jarang terjadi, dan sel darah putih tidak terdapat pada
pulasan feses. Masa berlangsungnya penyakit kurang dari 24 jam.
Diagnosis

ditegakkan

dengan

biakan

S.

aureus

dari

makanan

yang

terkontaminasi, atau dari kotoran dan muntahan pasien. Terapi dengan hidrasi oral dan
antiemetik. Tidak ada peranan antibiotik dalam mengeradikasi stafilokokus dari makanan
yang ditelan. (9)
Bacillus cereus
B. cereus adalah bakteri batang gram positif, aerobik, membentuk spora.
Enterotoksin dari B. cereus menyebabkan gejala muntah dan diare, dengan gejala
muntah lebih dominan. Gejala dapat ditemukan pada 1 6 jam setelah asupan makanan
terkontaminasi, dan masa berlangsungnya penyakit kurang dari 24 jam. Gejala akut
mual, muntah, dan nyeri abdomen, yang seringkali berakhir setelah 10 jam.
Gejala diare terjadi pada 8 16 jam setelah asupan makanan terkontaminasi
dengan gejala diare cair dan kejang abdomen. Mual dan muntah jarang terjadi. Terapi
dengan rehidrasi oral dan antiemetik. (9)
Clostridium perfringens
C perfringens adalah bakteri batang gram positif, anaerob, membentuk spora.
Bakteri

ini sering menyebabkan keracunan makanan akibat dari enterotoksin dan

biasanya sembuh sendiri. Gejala berlangsung setelah 8 24 jam setelah asupan produkproduk daging yang terkontaminasi, diare cair dan nyeri epigastrium, kemudian diikuti
dengan mual, dan muntah.
Demam jarang terjadi. Gejala ini akan berakhir dalam waktu 24 jam.
Pemeriksaan mikrobiologis bahan makanan dengan isolasi lebih dari 10 pangkat 5
organisme

per gram makanan, menegakkan diagnosa keracunan makanan C

perfringens . Pulasan cairan fekal menunjukkan tidak adanya sel polimorfonuklear,


pemeriksaan laboratorium lainnya

tidak diperlukan. Terapi dengan rehidrasi oral dan

antiemetik. (5)
Vibrio cholerae
V

cholerae

adalah

bakteri

batang

gram-negatif,

berbentuk

koma

dan

menyebabkan diare yang menimbulkan dehidrasi berat, kematian dapat terjadi setelah 3
4 jam pada pasien yang tidak dirawat. Toksin kolera dapat mempengaruhi transport
cairan pada usus halus dengan meningkatkan cAMP, sekresi, dan menghambat absorpsi
cairan. Penyebaran kolera dari makanan dan air yang terkontaminasi.

Gejala awal adalah distensi abdomen dan muntah, yang secara cepat menjadi
diare berat, diare seperti air cucian beras.
Pasien kekurangan elektrolit dan volume darah. Demam ringan dapat terjadi.
Kimia darah terjadi penurunan elektrolit dan cairan dan harus segera digantikan yang
sesuai. Kalium dan bikarbonat hilang dalam jumlah yang signifikan, dan penggantian
yang tepat harus diperhatikan. Biakan feses dapat ditemukan V.cholerae.
Target utama terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang agresif.
Kebanyakan kasus dapat diterapi dengan cairan oral. Kasus yang parah memerlukan
cairan intravena. Antibiotik dapat mengurangi volume dan masa berlangsungnya diare.
(5)
Tetrasiklin 500 mg tiga kali sehari selama 3 hari, atau doksisiklin 300 mg sebagai
dosis tunggal, merupakan pilihan pengobatan. Perbaikan yang agresif pada kehilangan
cairan menurunkan angka kematian ( biasanya < 1 %). Vaksin kolera oral memberikan
efikasi lebih tinggi dibandingkan dengan vaksin parenteral.
Escherichia coli patogen
E. coli patogen adalah penyebab utama diare pada pelancong. Mekanisme
patogen yang melalui enterotoksin dan invasi mukosa. Ada beberapa agen penting, yaitu
1 Enterotoxigenic E. coli (ETEC).
2 Enterophatogenic E. coli (EPEC).
3 Enteroadherent E. coli (EAEC).
4 Enterohemorrhagic E. coli (EHEC)
5 Enteroinvasive E. Coli (EIHEC)
Kebanyakan pasien dengan ETEC, EPEC, atau EAEC mengalami gejala ringan
yang terdiri dari diare cair, mual, dan kejang abdomen. Diare berat jarang terjadi, dimana
pasien melakukan BAB lima kali atau kurang dalam waktu 24 jam. Lamanya penyakit ini
rata-rata 5 hari. Demam timbul pada kurang dari 1/3 pasien. Feses berlendir tetapi sangat
jarang terdapat sel darah merah atau sel darah putih.(9)
Lekositosis sangat jarang terjadi. ETEC, EAEC, dan EPEC merupakan penyakit
self limited, dengan tidak ada gejala sisa. Pemeriksaan laboratorium tidak ada ang
spesifik untuk E coli, lekosit feses jarang ditemui, kultur feses negatif dan tidak ada
lekositosis. EPEC dan EHEC dapat diisolasi dari kultur, dan pemeriksaan aglutinasi latex
khusus untuk EHEC tipe O157.
Terapi dengan memberikan rehidrasi yang adekuat. Antidiare dihindari pada
penyakit yang parah. ETEC berespon baik terhadap trimetoprim-sulfametoksazole atau
kuinolon yang diberikan selama 3 hari. Pemberian antimikroba belum diketahui akan

mempersingkat penyakit pada diare EPEC dan diare EAEC. Antibiotik harus dihindari
pada diare yang berhubungan dengan EHEC.
Etiologi Infeksi Invasif
Shigella
Shigella adalah penyakit yang ditularkan melalui makanan atau air. Organisme
Shigella menyebabkan disentri basiler dan menghasilkan respons inflamasi pada kolon
melalui enterotoksin dan invasi bakteri. Secara klasik, Shigellosis timbul dengan gejala
adanya nyeri abdomen, demam, BAB berdarah, dan feses berlendir. Gejala awal terdiri
dari demam, nyeri abdomen, dan diare cair tanpa darah, kemudian feses berdarah
setelah 3 5 hari kemudian. Lamanya gejala rata-rata pada orang dewasa adalah 7 hari,
pada kasus yang lebih parah menetap selama 3 4 minggu. Shigellosis kronis dapat
menyerupai kolitis ulseratif, dan status karier kronis dapat terjadi.
Manifestasi

ekstraintestinal

Shigellosis

dapat

terjadi,

termasuk

gejala

pernapasan, gejala neurologis seperti meningismus, dan Hemolytic Uremic Syndrome.


Artritis oligoartikular asimetris dapat terjadi hingga 3 minggu sejak terjadinya disentri.
Pulasan cairan feses menunjukkan polimorfonuklear dan sel darah merah. Kultur
feses dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi dan sensitivitas antibiotik.Terapi
dengan rehidrasi yang adekuat secara oral atau intravena, tergantung dari keparahan
penyakit. Derivat opiat harus dihindari. Terapi antimikroba diberikan untuk mempersingkat
berlangsungnya penyakit dan penyebaran bakteri. Trimetoprim-sulfametoksazole atau
fluoroquinolon dua kali sehari selama 3 hari merupakan antibiotik yang dianjurkan. (9)
Salmonella nontyphoid
Salmonella nontipoid adalah penyebab utama keracunan makanan di Amerika
Serikat. Salmonella enteriditis dan Salmonella typhimurium merupakan penyebab. Awal
penyakit dengan gejala demam, menggigil, dan diare, diikuti dengan mual, muntah, dan
kejang abdomen. Occult blood jarang terjadi. Lamanya berlangsung biasanya kurang dari
7 hari.
Pulasan kotoran menunjukkan sel darah merah dan sel darah putih. Kultur darah
positif pada 5 10 % pasien kasus dan sering ditemukan pada pasien terinfeksi HIV.
Terapi pada Salmonella nonthypoid tanpa komplikasi dengan hidrasi adekuat.
Penggunaan antibiotik rutin tidak disarankan, karena dapat meningkatan resistensi
bakteri. Antibiotik diberikan jika terjadi komplikasi salmonellosis, usia ekstrem ( bayi dan
berusia > 50 tahun), immunodefisiensi, tanda atau gejala sepsis, atau infeksi fokal
(osteomilitis,abses).

Pilihan

antibiotik

adalah

trimetoprim-sulfametoksazole

atau

fluoroquinolone seperti ciprofloxacin atau norfloxacin oral 2 kali sehari selama 5 7 hari

atau Sephalosporin generasi ketiga secara intravena pada pasien yang tidak dapat diberi
oral.
Salmonella typhi
Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi adalah penyebab demam tiphoid.
Demam tiphoid dikarakteristikkan dengan demam panjang, splenomegali, delirium, nyeri
abdomen, dan manifestasi sistemik lainnya. Penyakit tiphoid adalah suatu penyakit
sistemik

dan

memberikan

gejala

primer

yang

berhubungan

dengan

traktus

gastrointestinal. Sumber organisme ini biasanya adalah makanan terkontaminasi.Setelah


bakterimia, organisma ini bersarang pada sistem retikuloendotelial, menyebabkan
hiperplasia, pada lymph nodes dan Peyer pacthes di dalam usus halus. Pembesaran
yang progresif dan ulserasi dapat menyebabkan perforasi usus halus atau perdarahan
gastrointestinal.
Bentuk klasik demam tiphoid selama 4 minggu. Masa inkubasi 7-14 hari. Minggu
pertama terjadi demam tinggi, sakit kepala, nyeri abdomen, dan perbedaan peningkatan
temperatur dengan denyut nadi. 50 % pasien dengan defekasi normal. Pada minggu
kedua terjadi splenomegali dan timbul rash. Pada minggu ketiga timbul penurunan
kesadaran dan peningkatan toksemia, keterlibatan usus halus terjadi pada minggu ini
dengan diare kebiru-biruan dan berpotensi untuk terjadinya ferforasi. Pada minggu ke
empat terjadi perbaikan klinis. (5)
Diagnosa ditegakkan dengan isolasi organisme. Kultur darah positif pada 90%
pasien pada minggu pertama timbulnya gejala klinis. Kultur feses positif pada minggu
kedua dan ketiga.Perforasi dan perdarahan gastrointestinal dapat terjadi selama jangka
waktu penyakit. Kolesistitis jarang terjadi, namun infeksi kronis kandung empedu dapat
menjadi karier dari pasien yang telah sembuh dari penyakit akut.
Pilihan obat adalah klorampenikol 500 mg 4 kali sehari selama 2 minggu. Jika
terjadi resistensi, penekanan sumsum tulang, sering kambuh dan karier disarankan
sepalosporin

generasi

ketiga

dan

flourokinolon.

Sepalosforin

generasi

ketiga

menunjukkan effikasi sangat baik melawan S. Thypi dan harus diberikan IV selama 7-10
hari, Kuinolon seperti ciprofloksasin 500 mg 2 kali sehari selama 14 hari, telah
menunjukkan efikasi yang tinggi dan status karier yang rendah. Vaksin thipoid oral
(ty21a) dan parenteral (Vi) direkomendasikan jika pergi ke daerah endemik.
Campylobakter
Spesies Campylobakter ditemukan pada manusia C. Jejuni dan C. Fetus, sering
ditemukan pada pasien immunocompromised.. Patogenesis dari penyakit toksin dan
invasi pada mukosa.

Manifestasi klinis infeksi Campylobakter sangat bervariasi, dari asimtomatis


sampai sindroma disentri. Masa inkubasi selama 24 -72 jam setelah organisme masuk.
Diare dan demam timbul pada 90% pasien, dan nyeri abdomen dan feses berdarah
hingga 50-70%.
Gejala lain yang mungkin timbul adalah demam, mual, muntah dan malaise.
Masa berlangsungnya penyakit ini 7 hari. Pulasan feses menunjukkan lekosit dan sel
darah merah. Kultur feses dapat ditemukan adanya Kampilobakter. Kampilobakter sensitif
terhadap eritromisin dan quinolon, namun pemakaian antibiotik masih kontroversi.
Antibiotik diindikasikan untuk pasien yang berat atau pasien yang nyata-nyata terkena
sindroma disentri. Jika terapi antibiotik diberikan, eritromisin 500 mg 2 kali sehari secara
oral selama 5 hari cukup efektif. Seperti penyakit diare lainnya, penggantian cairan dan
elektrolit merupakan terapi utama.
Vibrio non-kolera
Spesies

Vibrio

non-kolera

telah

dihubungkan

dengan

mewabahnya

gastroenteritis. V parahemolitikus, non-01 V. kolera dan V. mimikus telah dihubungkan


dengan konsumsi kerang mentah. Diare terjadi individual, berakhir kurang 5 hari.
Diagnosa ditegakkan dengan membuat kultur feses yang memerlukan media khusus.
Terapi

dengan

koreksi

elektrolit

dan

cairan.

Antibiotik

tidak

memperpendek

berlangsungnya penyakit. Namun pasien dengan diare parah atau diare lama,
direkomendasikan menggunakan tetrasiklin.
Enterohemoragik E Coli (Subtipe 0157)
EHEC telah dikenal sejak terjadi wabah kolitis hemoragik. Wabah ini terjadi
akibat

makanan yang terkontaminasi. Kebanyakan kasus terjadi 7-10 hari setelah

asupan makanan atau air terkontaminasi. EHEC dapat merupakan penyebab utama diare
infeksius. Subtipe 0157 : H7 dapat dihubungkan dengan perkembangan Hemolytic
Uremic Syndrom (HUS).
Centers for Disease Control (CDC) telah meneliti bahwa E Coli 0157 dipandang
sebagai penyebab diare berdarah akut atau HUS. EHEC non-invasif tetapi menghasilkan
toksin shiga, yang menyebabkan kerusakan endotel, hemolisis mikroangiopatik, dan
kerusakan ginjal.
Awal dari penyakit dengan gejala diare sedang hingga berat (hingga 10-12 kali
erhari). Diare awal tidak berdarah tetapi berkembang menjadi berdarah. Nyeri abdomen
berat dan kejang biasa terjadi, mual dan muntah timbul pada 2/3 pasien. Pemeriksaan
abdomen didapati distensi abdomen dan nyeri tekan pada kuadran kanan bawah.

Demam terjadi pada 1/3 pasien. Hingga 1/3 pasien memerlukan perawatan di rumah
sakit.
Lekositosis sering terjadi. Urinalisa menunjukkan hematuria atau proteinuria atau
timbulnya lekosit. Adanya tanda anemia hemolitik mikroangiopatik (hematokrit < 30%),
trombositopenia (<150x 109/L), dan insufiensi renal (BUN >20 mg/dL) adalah diagnosa
HUS.
HUS terjadi pada 5-10% pasien dan di diagnosa 6 hari setelah terkena diare.
Faktor

resiko HUS, usia (khususnya pada anak-anak dibawah usia 5 tahun) dan

penggunaan anti

diare. Penggunaan antibiotik juga meningkatkan resiko. Hampir 60%

pasien dengan HUS akan sembuh, 3-5% akan meninggal, 5% akan berkembang ke
penyakit ginjal tahap akhir dan 30% akan mengalami gejala sisa proteinuria. Trombosit
trombositopenik purpura dapat terjadi tetapi lebih jarang dari pada HUS.Jika tersangka
EHEC, harus dilakukan kultur feses E. coli. Serotipe biasanya dilakukan pada
laboratorium khusus.(5)
Terapi dengan penggantian cairan dan mengatasi komplikasi ginjal dan vaskuler.
Antibiotik tidak efektif dalam mengurangi gejala atau resiko komplikasi infeksi
EHEC. Nyatanya pada beberapa studi yang menggunakan antibiotik dapat meningkatkan
resiko HUS. Pengobatan antibiotik dan anti diare harus dihindari. Fosfomisin dapat
memperbaiki gejala klinis, namun, studi lanjutan masih diperlukan.
Manifestasi Klinis
Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau
demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut. Diare yang berlangsung
beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan
kematian karena kekurangan cairan di badan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik
atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Salah satu
akibat dari diare adalah kehilangan air dalam jumlah banyak. Rasa haus adalah salah
satu gejala awal karena kehilangan banyak air. Rasa haus muncul ketika air hilang
sebanding dengan 2 persen dari berat badan pasien.(5,3,2)
Hal ini dikarenakan hilangnya air di kompartemen ekstraseluler sehingga tekanan
osmotik meningkat yang menyebabkan air dari intrasel mengalir mengisi kompartemen
ekstraseluler. Hal ini menyebabkan penurunan volume pada sel. Suatu titik pusat di otak,
kemungkinan di hipothalamus sensitif pada perubahan volume sel ini sehingga
menimbulkan sensasi haus.
Gejala klinis tergantung dari besarnya volume kehilangan air. Pasien akan terlihat
lemas dan sakit. Kehilangan berat badan sebanding dengan besarnya volume kehilangan

cairan. Demam terkadang muncul dengan temperatur pasien bisa mencapai 105 F atau
lebih tergantung dari derajat kehilangan cairan.
Kulit pasien mungkin akan terlihat kemerahan, kurangnya keringat yag dihasilkan
dan pada daerah lipat paha dan ketiak akan terlihat kering. Pasien juga akan
memprodusi hanya sedikit saliva dan air mata, lidah pasien terlihat kering berfisura,
terkadang memerah dan membesar sehingga pasien akan sulit berbicara.
Pada diare dengan hanya kehilangan air, turgor kulit relatif normal akan tetapi
kulit pasien mungkin akan terasa lebih tebal seperti memegang karet, sedangkan pada
diare dengan kehilangan natrium, turgor kulit akan menghilang.
Karena air yang hilang dari ekstraseluler terganti oleh air dari intraseluler, volume
sirkulasi darah dan efisiensi dari sistem kardiovaskuler relatif tidak terganggu dan tandatanda syok jarang muncul, tetapi takikardi kemungkinan terdeteksi ketika pasien
mengalami demam.
Perubahan kepribadian bisa muncul dengan segara, seperti sifat pasien yang
semula serius bisa menjadi muram. Dengan tingkat kehilangan air yang parah,
halusinasi, delirium, manik, konvulsi sampai koma bisa muncul. Kematian biasanya
karena henti napas. Sebelumnya pasien bisa mengalami hiperpnea.Perubahan pada
sistem saraf pusat bisa fungsional.

Kehilangan air juga dapat menyebabkan efusi

subdural atau perdarahan intrakranial.


Diare yang disertai kehilangan natrium gambaran klinisnya tergantung dari
tingkat kehilangan natriumnya. Apabila pasien kehilangan ion ini secara cepat akan
terjadi syok, sedangkan bila kehilangannya secara lebih lambat akan muncul gejalagejala diantaranya lemah, lesu dan apatis. Studi eksperimental McCance dengan
merangsang hilangnya natrium menggambarkan subyek percobaannya mengalami
keletihan dan lemah otot yang amat sangat. Sakit kepala adalah gejala awal dan lebih
terasa ketika berdiri. Pusing dan perasaan akan pingsan ketika berdiri setelah duduk
muncul karena penurunan volume darah sirkulasi. Kram otot muncul yang bisa
diperparah karena pasien meminum air dengan jumlah banyak sehingga memperparah
kehilangan Na secara relatif. Gejala lebih lanjut adalah delusi, delirium, mental confusion,
stupor dan koma.(8)
Gejala gastrointestinal seperti anoreksia, mual dan muntah bisa muncul.
Biasanya tidak disertai sensasi haus.
Pasien terlihat apatis. Mata terlihat cekung dan lunak ketika dipalpasi dan
tatapannya hampa. Lidah terlihat lebih lunak dan mengecil dan mungkin akan terlihat
mengerut sacara longitudinal. Elastisitas dan turgor kulit menghilang.

http://www.emedicine.com/ped/topic1082.htm : Ewa Elenberg, MD, Assistant


Professor, Department of Pediatrics, Renal Section, Texas Children's Hospital, Baylor
College of Medicine
Hipernatremia
Pada anak anak hipernatremia akibat diare sering terjadi pada saat
pengeluaran air lebih tinggi bila dibandingkan dengan pengeluaran Natrium. Kondisi ini
sebenarnya mudah dikoreksi dengan meminun air namun pada pasien yang sulit minum
seperti pasien coma atau infant, minum sangat sulit untuk dilakukan
Tanda tanda Hipernatremia antara lain :
Gelisah atau rewel
Tangisan melengking
Peride lethargy yang bergantian dengan periode gelisah/rewel
Kejang
Peningkatan tonus otot
Demam
Oligoanuria
Diuresis berlebihan
Turgor yang meningkat.
Volume ekstraseluler maupun plasma sulit dijadikan indikasi hipernatremia
karena tubuh mampu bertahan hingga kehilangan 10% cairan sebelum terjadi dehisrasi
pada pasien hipernatremi (9,4)
Hipokalemia
Pemeriksaan fisik biasanya normal kadang kadang ada kelemahan otot.
Arritmia dan gagal napas akut akibat paralysis otot otot pernapasan dan jantung
Hipokalemia berat disertai dengan bradikardia dan gagal jantung
Suara usus yang menurus disertai dengan hipomotilitas atau ileus.(4)
Keseimbangan Asam Basa
Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang, yang
mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan
sehingga frekwensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul). Reaksi ini adalah
usaha tubuh untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat naik kembali normal.
Pada keadaan asidosis metabolik yang tidak dikompensasi, bikarbonat standard juga
rendah, pCO2 normal dan base excess sangat negatif.

Pada sistem kariovaskuler tergantung dari tingkat penurunan volume sirkulasi


darahnya, bisa terjadi hipotensi ortostatik, takikardi, atau tekanan darah yang rendah dan
tekanan nadi lemah. Ekstrimitas terasa dingin dan temperatur di bawah normal. Nadi
perifer mungkin tidak teraba. Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat
dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah
menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung
ekstremitas dingin dan kadang sianosis. Karena kehilangan kalium pada diare akut juga
dapat timbul aritmia jantung. Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal
menurun dan akan timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul
penyulit berupa nekrosis tubulus ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut kita
menghadapi gagal ginjal akut. Bila keadaan asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan
terjadi kepincangan pembagian darah dengan pemusatan yang lebih banyak dalam
sirkulasi paru-paru. Observasi ini penting karena dapat menyebabkan edema paru pada
pasien yang menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali (5).
Anamnesis
Evaluasi awal dari suatu Diare sebaiknya terfokus pada waktu,sifat dan tingkat
keparahan penyakit namun lebih penting untuk menentukan dahulu secara umum kondisi
pasien. Dengan inspeksi pemeriksa menentukan keadaan umum pasien yakni dengan
menetapkan apakah penyakit pasien ringan, sedang atau berat. Dapat pula dilakukan
dengan menentukan tingkat kesadaran ( compos mentis, letargi atau coma) mupun
dengan Glassgow Coma Scale (GCS) dan menentukan nilai nilai vital yakni Tensi, Nadi,
Respirasi dan Suhu.Setelah itu ditanyakan apa yang membuat penderita datang berobat.
(9)
1. Definisi Keluhan Utama
Diare pada anak adalah dimana terjadi feses yang tidak berbentuk sebanyak 3
kali dalam 24 jam.Juga ditentukan sudah berapa lama pasien mengalami keluhan
tersebut. Gejala diare akut adalah apabila gejala terjadi selama kurang dari 2 minggu.
(Hecker,Lonny M dkk;www.uwgl.org; 2006)
2. Gambaran Keluhan Utama

Gambaran Feses :Ditanyakan bagaimana keadaan feses seperti apakah


konsistensinya normal atau tidak berbentuk atau seperti air. Ditanyakan pula
apakah ada darah atau lendir atau lemak yang menyertai diare tersebut. Darah
dalam diare menandakan sifat invasif (inflamattory) dari patogen. Lemak dapat
menjadi indikasi kuat infeksi Giardia Lambria . Diare yang seperti air

menggambarkan diare sekretorik yang melibatkan saluran pencernaan bagian


atas.

Gambaran Penyakit :Bantulah pasien untuk menggambarkan bagaimana


penyakit tersebut berjalan. Tentukan waktu terjadinya,bagaimana dimulainya dan
hubungannya dengan makanan atau pola diet penderita. Contoh pertanyaan
yang dapat membantu adalah hubungan diare dengan puasa. Sering kali anak
berkurang selera makannya pada saat sakit maka ditanyakan apakah diarenya
berkurang saat puasa tersebut. Bila ya, maka kemungkinan besar sifat diarenya
adalah malabsorbsi namun bila diarenya tidak berubah dengan puasa maka
dapat dicurigai sifat diarenya sekretorik.

Demam : Setelah itu tanyakan apakah bersama penyakit ada gejala demam atau
tidak. Demam menandakan sifat invasif dari patogen. Tanyakan pula karakteristik
demam tersebut apakah bersifat naik terus (step like) yang dapat menandakan
diagnosa banding dengan Typhoid dan lain lain. Namun perlu diperhatikan
bahwa demam juga dapat terjadi akibat dehidrasi.

Muntah dan mual adalah gejala yang sebenarnya tidak terlalu spesifik namun
menentukan bahwa kemungkinan besar infeksi terjadi akibat patogen yang
menyerang usus bagian atas seperti virus enteri, bakteri dengan enterotoksin
dan Giardia sp. Biasanya emesis mengindikasikan pula infeksi non-inflamatory .

Sakit pada Abdomen : Ditanyakan pula apakah pasien menderita sakit pada
abdomennya. Ini mungkin sulit pada bayi namun dapat ditanyakan pada anak
yang lebih besar.Anak yan lebih tua sebaiknya diminta untuk menjelaskan
nyerinya tersebut seperti lokasi, gambaran nyeri dan lain kain. Rasa sakit ini
dapat diperjelas melalui pemeriksaan fisik. Bila sakit di Abdomen sangat buruk
disertai dengan tenesmus menandakan keterlibatan usus besar.

Lain lain : Ini dapat berupa apakah Pasien menderita HIV/AIDS, apakah ada
orang lain yang juga menderita penyakit yang sama contoh di rumah/sekolah dan
pernah melakukan perjalanan ke suatu tempat untuk kecurigaan menuju
travellers diarrhea. Dapat pula ditanyakan gejala saluran pernapasan yang juga
dapat menyertai diare.

3. Derajat Hidrasi
Ditanyakan tentang pengeluaran urin dan bagaimana warna serta volumenya.
Ditanyakan pula bagaimana keadaan mental pasien, apakah masih aktif, tidak mau
menyusui lagi dan lain lain. Evaluasi dapat dibantu dengan tabel berikut ini :
Klasifikasi
Secretory

Evaluasi
Berlanjut meskipun NPO(Nil per Oral),kandungan

Osmotik(Malabsorbsi)

elektrolit dalam feses tinggi


Memburuk dengan makanan

yan

diduga

menyebabkan gejala,perbaikan kondisi sulit bila


malabsorbsi meluas,kandngan elektrolit dalam
feses rendah,berhenti dengan NPO
Demam,Darah dalam feses(terutama

Infeksi

bentuk

invasif),berhubungan dengan mual dan muntah


(gastroenteritis = berhubungan dengan infeksi
virus)
Penyakit cukup lama, ada gejala gejala

Inflamasi

inflamasi (lesi perianal , tenesmus , ruam),


perbaikan kondisi sulit
Tidak ada gejala diatas

Non-inflamasi
(10)
Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada bayi dan anak sangat diutamakan untuk mencari tanda
tanda komplikasi utama dari Diare yakni dehidrasi. Hipotensi, takikardia pada saat
istirahat/tidur dan kecepatan napas dapat menjadi tanda signifikan dehidrasi. Namun
pemeriksaan secara umum pentin untuk melihat adanya penyakit lain yang mungkin
menyertai atau komplikasi yang terjadi.
Penderita dapat pula diamati melalui penggolongan berikut:
Penilaian

Inspeksi
Keadaan
Umum
Mata
Air mata
Mulut dan
lidah
Haus

A
(TANPA DEHIDRASI)

B
(DEHIDRASI
RINGAN/SEDANG)
Bila ada satu tanda#
ditambah 1 atau lebih
tanda lain

C
(DEHIDRASI
BERAT)
Bila ada satu tanda
# ditambah satu
atau lebih tanda lain

Baik,sadar,alert

Gelisah,rewel

Normal

Cekung

Ada
Basah

negatif
Kering

Lesu,lunglai,tidak
sadar
Sangat cekung dan
kering
Negatif
Sangat kering

Minum biasa, tidak


haus
Kembali cepat

Haus dan ingin minum


banyak
Kembali lambat

Pemeriksaan
Turgor
Pilihan Terapi
Rencana Terapi A
Pemeriksaan Penunjang
1.

Rencana Terapi B

Malas minum atau


tidak bisa minum
Kembali sangat
lambat
Rencana Terapi C

Pemeriksaan Feses
Pemeriksaan feses perlu dilakukan untuk memeriksa lendir, darah dan leukosit

yang mengindikasikan kolitis. Kultur feses dilakukan secepat mungkin apabila :

pasien dicurigai menderita HUS (Hemolytic-Uremic Syndrome),

Pasien dengan diare berdarah

Pada feses ditemukan leukosit fekal,

Ketika tejangkitnya diare, dan

Pada pasien imunosupresi yang menderita diare.


Spesimen feses yang tidak bisa dikirim segera ke laboratorium bisa ditamam

dalam mebium agar-agar non nutrien seperti Carry-Blair.


Pemeriksaan awal dari Diare akut dapat dimulai dengan pemeriksaan visual
dengan melihat ada tidaknya darah segar/makroskopik , menguji adanya darah
tersembunyi(occult blood) : pakai benzidine tauber, dan pemeriksaan mikroskopik untuk
melihat adanya eritrosit atau leukosit. Penelitian di Bangladesh membuktikan bahwa
darah maksroskopik

lebih sering terjadi pada pasien dengan Shigella, Entamoeba

histolytica dan E. Coli.


Pemeriksaan leukosit dengan menggunkan slide dapat pula dilakukan.
Campuran antara seujung spatula kayu fess dengan cairan garam fisiologis pada slide
kaca lalu dibuat preparat. Nilai positif adalah bila ditemukan >10 leukosit per lapang
pandang. Leukosit yang positif dapat menandakan inflamasi usus. Patogen dengan nilai
leukosit positif antara lain adalah pada Shigella, Salmonella,C. Jejuni,EIEC,C difficile.
Biakan pada agar juga dapat dilakukan untuk menentukan tipe bakteri dan sensitivitas
terhadap antibiotik.
Feses sebenarnya bernilai isoosmotik dengan cairan tubuh lain (sekitar 280
mOsm/L). Pada Diare sekretorik nilai osmolaritas yang meningkat biasanya terjadi akibat
elektrolit (Na,K dan anions). Dengan Mengukur osmotik gap maka dapat ditentukan bila
Diare tersebut bersifat sekretorik atau osmotik dengan perhitungan:
Osmotik Gap : 280 2(<Na> +<K>)
Bila < 50 mOsm/L = secretory diarrhea, bila > 50 mOsm/L = Osmotic diarrhea
2. Pemeriksaan lainnya
Pemeriksaan Hematokrit dan Elektrolit untuk terapi

Komplikasi
Komplikasi utama dari diare pada anakanak terutama pada mereka yang
berusia dibawah 3 tahun adalah akibat ketidakseimbangan cairan tubuh. Hal ini terjadi
karena peredaran cairan pada anakanak 3 kali lebih tinggi daripada pada dewasa.
Peredaran ini lebih tinggi karena :

Metabolisme yang lebih tinggi

Perbandingan luas permukaan kulit terhadap massa index yang lebih tinggi

Konsentrasi air yang lebih tinggi (70% pada infant,65% pada anak dan 60%
pada dewasa)
Komplikasi dapat berupa Gangguan elektrolit, gangguan asam basa, syok, gagal

ginjal dan hipoglikemia gejala gejala overhidrasi (4)


Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama
pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan cairan secara
mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat. Kehilangan elektrolit melalui
feses potensial mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolik.
Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga syok
hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul Tubular
NekrosisAkut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat
juga terjadi bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak tecapai
rehidrasi yang optimal.Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang
disebabkan terbanyak oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia
hemolisis, dan trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS akan meningkat
setelah infeksi EHEC dengan penggunaan obat anti diare, tetapi penggunaan antibiotik
untuk terjadinya HUS masih kontroversi. Sindrom Guillain Barre, suatu demielinasi
polineuropati akut, adalah merupakan komplikasi potensial lainnya dari infeksi enterik,
khususnya setelah infeksi C. jejuni. Dari pasien dengan Guillain Barre, 20 40 % nya
menderita infeksi C. jejuni beberapa minggu sebelumnya.
Biasanya pasien menderita kelemahan motorik dan memerlukan ventilasi
mekanis untuk mengaktifkan otot pernafasan. Mekanisme dimana infeksi menyebabkan
Sindrom Guillain Barre tetap belum diketahui.Artritis pasca infeksi dapat terjadi
beberapa minggu setelah penyakit diare karena Campylobakter, Shigella, Salmonella,
atau Yersinia spp.
Prognosis
Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan
terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat baik
dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas
dan mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di Amerika Serikat,
mortalits berhubungan dengan diare infeksius < 1,0 %. Pengecualiannya pada infeksi
EHEC dengan mortalitas 1,2 % yang berhubungan dengan sindrom uremik hemolitik.
Penatalaksanaan

Penggantian Cairan dan elektrolit


Aspek paling penting dari terapi diare adalah untuk menjaga hidrasi yang
adekuat

dan keseimbangan elektrolit selama episode akut. Ini dilakukan dengan

rehidrasi oral, dimana harus dilakukan pada semua pasien kecuali yang tidak dapat
minum atau yang terkena diare hebat yang memerlukan hidrasi intavena yang
membahayakan jiwa. Definisi rehidrasi oral menurut WHO/UNICEF 1983 adalah
pemasukan cairan melaui mulut untuk mencegah atau memperbaiki dehidrasi, dimana
dalam kasus ini disebabkan oleh diare.(7)
Menurut World Community for Health for All ada tahun 1978, rehidrasi oral
membantu Diarrhoeal Disease Control Programme dalam mengurangi angka kematian
dari diare akut dan diare berkaitan dengan malnutrisi.
Idealnya, cairan rehidrasi oral harus terdiri dari 3,5 g Natrium klorida, dan 2,5 g
Natrium bikarbonat, 1,5 g kalium klorida, dan 20 g glukosa per liter air.
Cairan seperti itu tersedia secara komersial dalam paket-paket yang mudah
disiapkan dengan mencampurkan dengan air. Jika sediaan secara komersial tidak ada,
normal atau laktat Ringer harus diberikan dengan suplementasi kalium
sebagaimana panduan kimia darah. Status hidrasi harus dimonitor dengan baik dengan
memperhatikan tanda-tanda vital, pernapasan, dan urin, dan penyesuaian infus jika
diperlukan. Pemberian harus diubah ke cairan rehidrasi oral sesegera mungkin.
Menentukan rencana pengobatan
Berdasarkan hasil penilaian derajat dehidrasi gunakan bagan Rencana
Pengobatan yang sesuai :
- Rencana terapi a untuk penderita diare tanpa dehidrasi
- Rencana tetapi B untuk penderita diare dengan dehidrasi ringan sedang
- Rencana tetapi c untuk penderita diare dengan dehidrasi berat
RENCANA TERAPI A
UNTUK MENGOBATI DIARE DI RUMAH
(Penderita diare tanpa dehidrasi )
GUNAKAN CARA INI UNTUK MENGAJARI IBU :
-

Teruskan mengobati anak diare dirumah

Berikan terapi awal bila terkena diare lagi

MENERANGKAN TIGA CARA TERAPI DIARE DIRUMAH


1. Berikan anak cairan lebih banyak dari biasanya untuk mencegah dehidrasi
-

Gunakan cairan rumah tangga yang dianjurkan , seperti larutan oralit,makanan


yang cair (seperti sup,air tajin ) dan kalau tidak ada air matang . Gunakan larutan
oralit untuk anak

seperti dijelaskan dalam kotak dibawah (catatan jika anak

berusia kurang dari 6 bulan dan belum makan makanan padat lebih baik diberi
oralit dan air matang dari pada makanan yang cair ).
-

Berikan larutan ini sebanyak anak mau , berikan jumlah larutan oralit seperti
dibawah.

Teruskan pemberian larutan ini hingga diare berhenti.

2. Beri anak makan untuk mencegah kurang gizi


-

Teruskan ASI

Bila anak tidak mendapat ASI berikan susu yang biasa diberikan, untuk anak
kurang dari 6 bulan dan belum mendapat makanan padat , dapat diberikan susu,

Bila anak 6 bulan atau lebih atau telah mendapat makanan padat

Berikan bubur, bila mungkin dicampur dengan kacang-kacangan, sayur, daging


atau ikan , tambahkan 1 atau 2 sendok teh minyak sayur tiap porsi

Berikan sari buah segar atau pisang halus untuk menanbahkan kalium

Berikan makanan yang segar masak dan haluskan atau tumbuk makanan
dengan baik

Bujuk anak untuk makan , berikan makanan sedikitnya 6 kali sehari

Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti, dan diberikan porsi
makanan tambahan setiap hari selama 2 minggu

3.

Bawa anak ke petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam 3 hari atau
menderita sebagai berikut :
-

Buang Air besar cair lebih sering

Muntah berulang-ulang

Rasa haus yang nyatak

Makan atau Minum sedikit

Demam

Tinja berdarah

ANAK HARUS DIBERI ORALIT DIRUMAH BILA :


-

Setelah mendapat Rencana Terapi B atau C

Tidak dapat kembali kepada petugas kesehatan bila diare


memburuk

Memberikan oralit kepada semua anak dengan diare yang


datang ke petugas kesehatan merupakan kebijakan pemerintah
Jika akan diberikan larutan oralit di rumah, tunjukkan kepada ibu jumlah oralit

yang diberikan setiap habis buang air besar dan diberikan oralit yang cukup untuk 2 hari
Umur

jumlah oralit yang diberikan

Jumlah oralit yang disediakan

tiap B.A.B

di rumah

< 1 Tahun

50 100 ml

400 ml /hari ( 2 bungkus)

1-4 Tahun

100 200 ml

600 800 ml/ hari ( 3-4bungkus)

> 5 Tahun

200 300 ml

800 1000 ml/hari ( 4-5bungkus)

Dewasa

300 400 ml

1200 2800 ml / hari

Tunjukkan kepada ibu cara memberikan oralit

Berikan sesendok teh tiap 1-2 menit untuk anak dibawah umur 2 tahun

Berikan beberapa teguk dari gelas untuk anak lebih tua

Bila anak muntah, tunggulah 10 menit kemudian berikan cairan lebih lama
( misalnya sesendok tiap 2-3 menit

Bila diare berlanjut setelah oralit habis beritahu ibu untuk memberikan cairan
lain seperti dijelaskan dalam cara pertama atau kembali kepada petugas kesehatan
untuk mendapat tambahan oralit.
RENCANA TERAPI B
UNTUK TERAPI DEHIDRASI RINGAN/SEDANG
JUMLAH ORALIT YANG DIBERIKAN DALAM 3 JAM PERTAMA
Bila berat badan anak tidak diketahui dan atau untuk memudahkan di lapangan

berikan oralit sesuai tabel dibawah ini :


Umur

Jumlah ORALIT

< 1 Tahun

300 ml

1 4 Tahun

600 ml

> 5 Tahun
Dewasa

1200 ml
2400 ml

Bila anak menginginkan lebih banyak oralit berikanlah

Bujuk ibu untuk meneruskan ASI

Untuk bayi dibawah 6 bulan yang tidak mendapat ASI berikan juga 100-200
ml air masak selama masa ini

ORALIT yang diberikan dihitung dengan mengalikan berat badan penderita


(kg) dengan 75 ml

AMATI ANAK DENGAN SEKSAMA DAN BANTU IBU MEMBERIKAN ORALIT


-

Tunjukkan jumlah cairan yang harus diberikan

Tunjukan cara memberikannya sesendok the tiap 1 2 menit untuk anak di


bawah 2 tahun beberapa teguk dari cangkir untuk anak yang lebih tua

Periksa dari waktu bila ada masalah

Bila anak muntah tunggu 10 menit dan kemudian teruskan pemberian oralit
tetapi lebih lambat, misalnya sesendok tiap 2 3 menit
Bila kelopak mata anak bengkak hentikan pemberian oralit dan air masak

atau ASI beri oralit sesuai Rencana tetapi A bila pembengkakan telah hilang
Setelah 3-4 jam nilai kembali anak menggunakan bagan penilaian, kemudian
pilih rencana terapi A, B, atau C untuk melanjutkan terapi
Bila tidak ada dehidrasi , ganti ke rencana terapi A, Bila dehidras telah hilang

anak biasanya kemudian mengantuk dan tidur


Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan/ sedang ulang Rencana terap B ,

tetapi tawarkan makanan susu dan sari buah seperti rencana terapi A
Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat ganti dengan rencana terapi C

BILA IBU HARUS PULANG SEBELUM SELESAI RENCANA TERAPI B


-

Tunjukkan jumlah orait yang harus dihabiskan dalam terapi 3 jam di rumah

Berikan oralit untuk rehidrasi selama 2 hari lagi seperti dijelaskan dalam
rencana terapi A

Tunjukkan cara melarutkan oralit

Jelaskan 3 cara dalam rencana terapi A untuk mengobati anak dirumah

Memberikan oralit atau cairanlain hingga diare berhenti

Memberi makan anak sebagaimana biasanya

Membawa anak ke petugas kesehatan.

Penyuluhan
Aspek Penyuluhan
Masyarakat dapat melakukan kegiatan antara lain:
Menganjurkan penderita dan keluarganya budaya pola hidup bersih dan

sehat
-

Menganjurkan keluarga/pengasuh penderita menjaga lingkungan tempat


tinggal agar selalu bersih

Menganjurkan keluarga/pengasuh yang mempunyai bayi yang belum


diimunisasi campak agar diimunisasi di Puskesmas.

Aspek pencegahan diare


Meningkatkan motivasi agar masyarakat melaksanakan :

Pemberian Asi yang baik dan benar : bayi harus disusui secara penuh

selama 4 6 bulan
Memperbaiki makanan pendamping Asi : tambahkan minyaki, susu

ikan/daging
-

Mengunakan air bersih yang cukup : terlindung dari kontaminasi

Mencuci tangan : sebelum makan,sesudah BAB dengan sabun

Menggunakan jamban : memenuhi sarat kesehatan dan jarak lebih 10 meter


dari sumber air
Membuang tinja bayi yang benar: buang ke jamban atau dikubur sebab tinja

bayi dapat menularkan penyakit.


Anti biotik
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi,
karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian anti biotik.
Pemberian antibiotik di indikasikan pada : Pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi
seperti demam, feses berdarah, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan
kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada
pelancong, dan pasien immunocompromised. Pemberian antibiotik secara empiris dapat
dilakukan (tabel 2), tetapi terapi antibiotik spesifik diberikan berdasarkan kultur dan
resistensi kuman.
Tabel. Antibiotik empiris untuk Diare infeksi Bakteri
Organisme
Campylobacter,

Pilihan pertama
Ciprofloksasin 500mg

Pilihan kedua
Ceftriaxon 1gr IM/IV sehari

Shigella atau

oral

TMP-SMX DS oral 2x sehari, 3 hari

Salmonella spp

2x sehari, 3 5 hari

Eritromisin 500 mg oral 2x sehari,


5hr

Vibrio Cholera

Traveler diarrhe
Clostridium difficile

Tetrasiklin 500 mg oral

Azithromycin, 500 mg oral 2x sehari


Resisten Tetrasiklin

4x sehari, 3 hari

4x sehari 3 hari

Doksisiklin 300mg Oral,

Eritromisin 250 mg oral

dosis tunggal
Ciprofloksacin 500mg
Metronidazole 250-500

Ciprofloksacin 1gr oral 1x


TMP-SMX DS oral 2x sehari, 3 hari
Vancomycin, 125 mg oral 4x sehari

mg

7-14 hari

4x sehari, 7-14 hari, oral


atau IV
Obat Antidiare
Obat antidiare diklasifikasi berdasarkan atas cara kerjanya, yakni termasuk
perubahan motilitas usus, penyerapan dari air ataupun racunnya, perubahan flora

intestinal dan perubahan dari sekresi cairan dan elektrolit. Penggunaan antidiare pada
anak tidak direkomendasikan dengan pertimbangan sfek samping lebih banyak
dibandingkan efek terapinya.
PENCEGAHAN DIARE
Tujuan Pencegahan diare adalah untuk tercapainya penurunan angka kesakitan
Hasil penelitihan terakhir menunjukkan ,bahwa cara pencegahan yang benar dan
efektif yang dapat dilakukan adalah
-

Memberikan ASI

Memperbaiki makanan pendamping ASI

Menggunakan air bersih yang cukup

Mencuci Tangan

Menggunakan Jamban

Membuang tinja bayi yang benar

Memberikan imunisasi campak


Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya dapat

dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering mencuci tangan
setelah keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah makanan. Kotoran manusia
harus diasingkan dari daerah pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga dari kotoran
manusia.
Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus diberikan
perhatian khusus. Minum air, air yang digunakan untuk membersihkan makanan, atau air
yang digunakan untuk memasak harus disaring dan diklorinasi. Jika ada kecurigaan
tentang keamanan air atau air yang tidak dimurnikan yang diambil dari danau atau air,
harus direbus dahulu beberapa menit sebelum dikonsumsi. Ketika berenang di danau
atau sungai, harus diperingatkan untuk tidak menelan air.
Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang bersih
(air rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi. Limbah manusia atau hewan
yang tidak diolah tidak dapat digunakan sebagai pupuk pada buah-buahan dan sayuran.
Semua daging dan makanan laut harus dimasak. Hanya produk susu yang dipasteurisasi
dan jus yang boleh dikonsumsi. Wabah EHEC terakhir berhubungan dengan meminum
jus apel yang tidak dipasteurisasi yang dibuat dari apel terkontaminasi, setelah jatuh dan
terkena kotoran ternak.
Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare infeksius, tetapi efektivitas
dan ketersediaan vaksin sangat terbatas. Pada saat ini, vaksin yang tersedia adalah
untuk V. colera, dan demam tipoid. Vaksin kolera parenteral kini tidak begitu efektif dan
tidak direkomendasikan untuk digunakan. Vaksin oral kolera terbaru lebih efektif, dan

durasi imunitasnya lebih panjang. Vaksin tipoid parenteral yang lama hanya 70 % efektif
dan sering memberikan efek samping. Vaksin parenteral terbaru juga melindungi 70 %,
tetapi hanya memerlukan 1 dosis dan memberikan efek samping yang lebih sedikit.
Vaksin tipoid oral telah tersedia, hanya diperlukan 1 kapsul setiap dua hari selama 4 kali
dan memberikan efikasi yang mirip dengan dua vaksin lainnya.
Daftar Pustaka
BAKTERIlibrary.usu.ac.idmodules.phpop=modload&name=Downloads&file=index&req=g
etit&lid=1285.htm;date of entry : November 2006.
Dewitt

TG

dkk;Research

of

positif

stool

culture

on

children

with

diarrhea;

www.medscape.com/medline; date of entry: November 2006.


Hecker Lonny MD dkk; Diarrhea; www.uwgl.org/guidelines, date of entry : November
2006.
Goldberger Emmanuel;1970; A primer of water electrolyte and acid base syndrome;USA.
Li James dkk; Diarrhea; www.emedicine .com ; date of entry : November 2006.
Lipschitz Fima; 1980;Clinical disorder in pediatric gastroenterology and nutrition; Marcell
Dekker Inc;New York.
M.N L Naggar;1984; WHO : kumpulan makalah pertemuan ilmiah berkala IX Badan
Koordinasi Gastroenterologi anak Indonesia.
Nelson dkk; 2002;Basic of Pediatric;McGrow and Hill;USA
The Management of Acute Diarrhea in Children, Oral Rehydration,maintance and
Nutritional Therapy; US Department of Health;CDC Atlanta; www.CDC.gov Date
of entry : November 2006.

Anda mungkin juga menyukai