Anda di halaman 1dari 51

KEGIATAN FAMILY ORIENTED MEDICAL EDUCATION

(FOME) DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS GAMBIRSARI


KOTA SURAKARTA

Kelompok 494
Anggota Kelompok:
Stephanie Indrawati S

G99141007

Zefania Yonisa Pretikasari

G99141008

Arum Alfiyah Fahmi

G99141009

Rifni Arneswari Fardianingtyas

G99141010

Okti Rahmawati

G99141011

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER TAHAP PROFESI


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT-KEDOKTERAN PENCEGAHAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2015
LEMBAR PENGESAHAN

KEGIATAN FAMILY ORIENTED MEDICAL EDUCATION


(FOME) DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS GAMBIRSARI
KOTA SURAKARTA

Kelompok 494
Anggota Kelompok:
Stephanie Indrawati S

G99141007

Zefania Yonisa Pretikasari

G99141008

Arum Alfiyah Fahmi

G99141009

Rifni Arneswari Fardianingtyas

G99141010

Okti Rahmawati

G99141011

Telah disetujui dan sudah disahkan pada:


Hari

: Senin

Tanggal

: 23 Maret 2015

Mengetahui,
Pembimbing FOME IKM/FK UNS

Pembimbing FOME
UPTD Puskesmas Gambirsari

dr. Arsita Eka Prasetyawati, M.Kes.

dr. Bayu Sarwa Edhi

NIP. 19830621 200912 2 003

NIP. 19761029 200902 1 002

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan YME karena atas
limpahan berkat dan kasih karunia-Nya yang selalu diberikan kepada penulis
sehingga dapat mengikuti kegiatan pembelajaran di UPTD Puskesmas
Gambirsari, serta dapat menyelesaikan laporan kelompok kepaniteraan klinik
bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM)-Kedokteran Pencegahan dengan judul
Kegiatan Family Oriented Medical Education (FOME) di Wilayah Kerja UPTD
Puskesmas Gambirsari Kota Surakarta.
Laporan ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam menempuh
kepaniteraan Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) Fakultas Kedokteran UNS.
Dalam penyusunan laporan ini, penulis mendapat banyak sekali bantuan dan
pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp. PD-KR., FINASIM, selaku Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. dr. Ari Natalia Probandari, MPH, PhD, selaku Kepala Bagian Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. dr. Arsita Eka Prasetyawati, M.Kes, selaku pembimbing FOME IKM/FK
UNS.
4. drg. Erwin Windrawati, selaku Kepala Puskesmas Gambirsari.
5. dr. Bayu Sarwa Edhi, selaku pembimbing FOME di UPTD Puskesmas
Gambirsari Kota Surakarta.
6. Seluruh staf di UPTS Puskesmas Gambirsari Kota Surakarta dan seluruh staf
bagian IKM-Kedokteran Pencegahan FK UNS.
7. Semua pihak lain yang telah membantu dalam penulisan laporan ini.
Surakarta, Maret 2015

Kelompok 494 IKM/FK UNS

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN ..

KATA PENGANTAR ..

DAFTAR ISI ....

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

TAHAP 1. KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA DAN


ASPEK PERSONAL ........
A. KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA
B. IDENTIFIKASI ASPEK PERSONAL .

5
6
7

TAHAP 2. STATUS PASIEN ........

A. IDENTITAS PASIEN ...

B. ANAMNESIS

C. PEMERIKSAAN FISIK ...

14

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG .

16

E.

PENGOBATAN YANG SUDAH DIDAPATKAN

16

F.

RESUME 16

TAHAP 3. IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI KELUARGA

18

A. FUNGSI HOLISTIK

18

B. FUNGSI FISIOLOGIS

20

C. FUNGSI PATOLOGIS

23

D. FUNGSI KETURUNAN ..

24

E.

POLA INTERAKSI KELUARGA ..

25

F.

FAKTOR PERILAKU YANG MEMPENGARUHI


KESEHATAN ..

26

G. FAKTOR NON PERILAKU YANG


MEMPENGARUHI KESEHATAN

26

TAHAP 4. DIAGNOSTIK HOLISTIK DAN PEMBAHASAN ..

30

A. DIAGNOSTIK HOLISTIK .

30

B. PEMBAHASAN

31

TAHAP 5. PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF .

37

SIMPULAN DAN SARAN .

41

A. SIMPULAN ..

41

B. SARAN .

42

REFERENSI ....

43

LAMPIRAN .....

44

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR


Tabel 1.1 Daftar Anggota Keluarga yang Hidup dalam Satu Rumah......

Tabel 3.1. APGAR Keluarga Ny. AN ........ 21


Tabel 3.2. SCREEM ... 23
Tabel Flow Sheet Rekam Medis .. 37
Gambar 3.1. Genogram Keluarga Ny. AN . 24
Gambar 3.2. Pola interaksi keluarga Ny. AN .. 25
Gambar 3.3. Denah rumah Ny. AN 29
Gambar 1. Foto proses anamnesis dan kunjungan rumah 44
Gambar 2. Pemeriksaan gula darah terhadap Tn. S dan keluarga 44
Gambar 3. Pemeriksaan gula darah terhadap Tn. S dan keluarga44
Gambar 4. Teras depan .................................... 45
Gambar 5. Ruang Tamu ................... 45
Gambar 6. Ruang TV .......... 45
Gambar 7. Tempat tidur .. 45
Gambar 8. Atap dapur dan kamar mandi 45
Gambar 9. Tempat parkir . 45
Gambar 10. Kamar mandi ........... 46
Gambar 11. Atap ruang tengah ... 46

BAB I
KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA DAN ASPEK PERSONAL
A. KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA
Nama kepala keluarga

: Tn. S

Alamat

: Gambirsari RT 03 RW 24 Kadipiro, Surakarta

Bentuk Keluarga

: Extended Family

Struktur Komposisi Keluarga :


Tabel 1.1 Daftar Anggota Keluarga yang Hidup dalam Satu Rumah
No

Nama

Tn. S

Ny. T

Ny. S

Tn. D

Ny. E

Tn. S

Ny. S

An. S

Kedudukan
Kepala
keluarga
Ibu

L/
P
L

Umur

64 th

Pendidikan
Tidak
sekolah
Tidak

58 th

35 th

SMP

Anak kedua

28 th

SMP

Anak ketiga
Menantu

24 th

SMA

30 th

SMP

26 th

SMP

Anak
pertama

pertama
Menantu
kedua
Cucu

P
2 th
pertama
An. A Cucu kedua P
6 bln
Sumber: Data Primer, Maret 2015

Pekerjaan

Buruh

Pasien
klinik
Ya

Keterangan
Pasien

rutin

kontrol

DM

ke puskesmas
Buruh

Tidak

Buruh

Tidak

Tidak

Tidak

Tidak

Buruh

Tidak

sekolah

Buruh
pabrik
Buruh
Buruh
pabrik

Kesimpulan:
Keluarga Tn. S termasuk ke dalam extended family yang terdiri atas 9 orang.
Keluarga tersebut terdiri dari Tn. SS (64 tahun), Ny. T (58 tahun), Ny. S (35

tahun) beserta suami Tn. S (30 tahun) dan anaknya An. S (2 tahun), Tn. D (28
tahun) beserta istri Ny. S (26 tahun) dan anaknya An. A (6 bulan), serta Ny. E
(24 tahun) yang tinggal bersama dalam satu rumah. Tn. S dan Ny. T tidak
mengenyam pendidikan sekolah, namun ketiga anaknya mampu mengenyam
pendidikan hingga SMP. Hampir seluruh keluarga Tn. S bekerja sebagai buruh
petik cabai yang pekerjaannya dapat dilakukan di rumah.
B. IDENTIFIKASI ASPEK PERSONAL
1. Alasan Berobat
Pasien datang berobat pertama kali ke puskesmas untuk kontrol gula
darahnya setelah pasien dirawat di RSUD Dr. Moewardi karena gula
darahnya yang tinggi hingga pasien tidak sadar.
2. Persepsi Pasien tentang Penyakitnya
Pasien mengetahui bahwa dirinya menderita penyakit diabetes mellitus.
Pasien juga sudah mulai mengurangi makanan dengan kandungan gula
yang tinggi dan rutin meminum obat yang diberikan. Pasien juga sudah
rajin berolahraga dengan cara berjalan kaki setiap pagi di sekitar
rumahnya. Namun pasien masih belum memahami komplikasi apa saja
yang ditimbulkan oleh penyakitnya tersebut. Keluarga pasien juga terkesan
cuek dan tidak terlalu peduli dengan penyakit yang diderita oleh pasien.
3. Harapan Pasien
Pasien berharap agar penyakitnya tidak bertambah parah dan tidak
mengganggu aktivitasnya sehari-hari.
4. Kekhawatiran Pasien
Pasien tidak merasa khawatir dengan penyakit yang dideritanya. Pasien
juga tidak merasa khawatir apabila penyakit tersebut nantinya dapat
diturunkan ke anak-anaknya.
BAB II
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
Alamat

: Tn. S
: 64 tahun
: Gambirsari RT 03/RW 24 Kadipiro, Surakarta

Jenis kelamin
Agama
Pekerjaan
Status
Tanggal Pemeriksaan

: Laki laki
: Islam
: Buruh
: Menikah
: 9 Maret, 12 Maret, dan 13 Maret 2015

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
: Tidak sadar
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Kurang lebih 7 tahun yang lalu, pasien didiagnosis menderita sakit
gula setelah dirawat di RSUD Dr. Moewardi karena tidak sadarkan diri.
Keluarga mengatakan bahwa pasien tiba-tiba ditemukan sudah dalam
kondisi tidak sadar pada saat akan tidur. Pasien tidak mengeluhkan apapun
sebelumnya. Keluarga juga mengatakan bahwa pasien tidak pernah
mengalami hal ini sebelumnya.
Pada saat di RSUD Dr. Moewardi, hasil pemeriksaan darah pasien
menunjukkan bahwa gula darah pasien 384 mg/dl. Pasien kemudian
didiagnosis menderita Diabetes Mellitus dan diberikan pengobatan
Metformin. Pasien juga mendapat pengobatan amlodipin saat dirawat di
RSUD Dr. Moewardi. Namun, saat dikonfirmasi mengenai tekanan
darahnya, pasien mengaku tidak pernah memiliki tekanan darah tinggi.
Pasien mengaku bahwa kondisinya saat ini sudah membaik dan
lebih segar. Namun pasien mengaku masih sering pusing berputar dan
nggliyeng. Keluhannya ini dirasakan hilang timbul sejak pasien
didiagnosis menderita penyakit Diabetes Mellitus. Keluhannya ini
biasanya muncul tiba-tiba dan biasanya keluhannya ini dirasakan saat
pasien beraktivitas. Untuk mengurangi keluhannya ini, pasien biasanya
beristirahat dari aktivitasnya serta pasien mengaku tidak mengkonsumsi
obat atau makanan tertentu untuk mengurangi keluhannya tersebut.
Pasien juga mengaku sering merasa lemas. Keluhannya ini
dirasakan di seluruh tubuh yang biasanya dirasakan tiba-tiba. Keluhannya
ini berkurang saat pasien beristirahat, namun akan bertambah berat saat
pasien tetap melanjutkan aktivitasnya. Pasien juga mengaku belum
mengkonsumsi obat apapun untuk mengurangi keluhannya tersebut.

Pasien mengaku sejak 1 bulan terakhir, padangannya menjadi


kabur. Keluhannya ini sering muncul tiba-tiba dan hilang timbul. Pasien
mengatakan tidak mengetahui hal apa saja yang mungkin menyebabkan
munculnya keluhan tersebut. Pasien juga mengaku belum pernah
mengkonsumsi obat untuk mengurangi keluhannya tersebut. Pasien
mengaku tidak memiliki keluhan lain yang berkaitan dengan komplikasi
Diabetes Mellitus yang dideritanya seperti rasa tebal pada tangan dan kaki
pasien.
Saat ini pasien rutin kontrol di Puskesmas Gambirsari dengan
menggunakan kartu BPJS. Pasien mengaku kadar gulanya yang terakhir
adalah sekitar 180 mg/dl. Pengobatan terakhir yang didapatkan oleh pasien
adalah Metformin 2 x 1, captopril 3 x 1, dan Paracetamol prn.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat tekanan darah tinggi
b. Riwayat sakit gula
c. Riwayat alergi
d. Riwayat kontak pasien TB
e. Riwayat OAT sebelumnya
f. Riwayat sakit jantung

: disangkal
: disangkal
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)

4. Riwayat Penyakit Keluarga


a. Riwayat tekanan darah tinggi
b. Riwayat sakit gula
c. Riwayat sakit asma
d. Riwayat alergi
e. Riwayat sakit jantung

: (+) kakak perempuan pasien


: (+) kakak laki-laki pasien
: (-)
: (-)
: (-)

5. Riwayat Kebiasaan
Pasien istirahat cukup setiap harinya sekitar 8 jam sehari. Pasien biasanya
mandi 1-2 kali sehari, dan gosok gigi dua kali sehari.
a. Riwayat olahraga
: setiap pagi pasien berjalan kaki
mengelilingi kompleks rumahnya sebanyak 4x putaran
b. Riwayat merokok
: (-)
c. Riwayat alkohol
: (+) sejak pasien berusia 16 tahun
d. Riwayat pekerjaan
: pasien bekerja sebagai buruh petik
cabai yang pekerjaannya dapat dilakukan di rumah pasien.
6. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien merupakan seorang laki-laki berusia 64 tahun dengan status


menikah dengan Ny. T yang berusia 58 tahun sejak tahun 1978. Saat ini
pasien sudah tidak bekerja dan hanya membantu istrinya sebagai buruh
petik cabai. Pekerjaan pasien dan istrinya ini juga dibantu oleh anak-anak
pasien. Pekerjaan petik cabai ini dilakukan oleh keluarga pasien di rumah
sehingga sebagian besar waktu pasien dan keluarganya dihabiskan di
rumah.
Anak pertama pasien, Ny. S, selain membantu pekerjaan orang
tuanya sebagai buruh petik cabai, juga ikut menambah penghasilan dengan
menjual kue ke tetangga-tetangganya setelah berhenti bekerja di salah satu
perusahaan roti di kota Solo. Sedangkan suami Ny. S, Tn. S, bekerja
sebagai buruh pabrik.
Anak kedua pasien, Tn. D, bekerja sebagai buruh di salah satu
perusahaan pembuatan mantol. Sedangkan istrinya, Ny. S, bekerja sebagai
buruh mesin jahit. Sedangkan anak ketiga pasien, Ny. E, selain membantu
menjadi buruh petik cabai, juga sering menjual pulsa ke tetangga sekitar.
Pendapatan yang diterima oleh keluarga pasien sebagai buruh petik
cabai yaitu sebesar Rp. 40.000,- tiap harinya. Pendapatannya ini
bertambah jika jumlah cabai yang harus dipetik bertambah. Keluarga
pasien juga mendapatkan penghasilan tambahan dari menjual bunga kering
dan mengantarkan peziarah yang akan melayat ke makam di dekat tempat
tinggal pasien. Penghasilan yang didapatkan ini digunakan untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari pasien dan seluruh keluarga yang tinggal
dalam rumah pasien tersebut. Jika penghasilan yang diterima oleh pasien
dan istrinya tidak mencukupi, biasanya anak-anak pasien turut membantu
biaya kebutuhan sehari-hari dari penghasilan mereka selain sebagai buruh
petik cabai.
Saat ini pasien dan keluarganya menggunakan BPJS untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan. Pasien juga rutin kontrol penyakitnya
di Puskesmas Gambirsari dengan menggunakan kartu BPJS yang
dimilikinya. Pasien rutin memeriksakan kesehatannya 1 minggu sekali
atau saat obat yang diberikan oleh dokter sudah habis.

10

Pasien mengaku hubungannya dengan tetangga sekitar rumahnya


cukup baik. Pasien juga sering mengikuti posyandu lansia tiap minggunya
dan arisan bapak-bapak yang diadakan secara rutin di sekitar tempat
tinggalnya. Rumah pasien juga sering didatangi oleh anak-anak
tetangganya yang ingin bermain dengan cucu pasien. Pasien juga mengaku
bahwa saat dirinya dirawat di RSUD Dr. Moewardi, hampir seluruh
tetangganya menjenguknya menggunakan bis.

7. Riwayat Gizi
Pasien makan tiga kali sehari dengan porsi yang cukup. Pasien
mengkonsumsi nasi, kuah sayur dan lauk pauk, seperti tahu dan tempe.
Pasien mengaku tidak pernah mengkonsumsi sayuran hijau dan hanya
mengkonsumsi kuah sayur tersebut. Pasien mengaku sudah mengurangi
konsumsi nasi dan mulai mengurangi konsumsi minuman manis. Pasien
juga mengaku mulai mengurangi kebiasaannya mengkonsumsi cemilan
dan gorengan di sela-sela jam makan.
8. Anamnesis Sistem
Keluhan utama
a. Kulit

: pusing
: Kuning (-), kering (-), pucat (-), menebal (-),
gatal (-), bercak-bercak kuning (-), luka (-),
tampak beberapa tato di kedua lengan dan

b. Kepala

dada pasien
: Nyeri kepala (-), nggliyer (+), kepala terasa
berat (-), berkunang-kunang (-), rambut

c. Mata

mudah rontok (-), botak (+)


: Pandangan kabur (+), mata berkunangkunang (-), gatal (-), mata kuning (-), mata

d. Hidung

merah (-/-)
: Tersumbat (-), keluar darah (-), keluar lendir
atau air berlebihan (-), gatal (-)

11

e. Telinga

: Pendengaran berkurang (-), keluar cairan

f. Mulut

atau darah (-), telinga berdenging (-).


: Bibir kering (-), gusi mudah berdarah (-),
sariawan (-), gigi mudah goyah (-), sulit

g. Leher
h. Tenggorokan

berbicara (-)
: Leher kaku (-)
: Rasa kering dan gatal (-), nyeri telan (-),

i. Sistem respirasi

sakit tenggorokan (-), suara serak (-).


: Sesak napas (-), batuk (-), dahak putih kental

(-), darah (-), nyeri dada (-), mengi (-).


j. Sistem kardiovaskuler : Nyeri dada (-), terasa ada yang menekan (-),
sering pingsan (-), berdebar-debar

(-),

keringat dingin (-), ulu hati terasa panas (-),


denyut jantung meningkat (-), bangun
malam karena sesak nafas (-).
k. Sistem gastrointestinal : Mual (-), muntah (-), rasa penuh di perut (-),
cepat kenyang (-), nafsu makan berkurang
(-), nyeri ulu hati (-), diare (-), BAB cair (-),
sulit BAB (-), BAB berdarah (-), perut nyeri
setelah makan (-), BAB warna seperti
dempul (-), BAB warna hitam (-).
l. Sistem muskuloskeletal : Lemas (-), seluruh badan terasa keju-kemeng
(-), kaku sendi (-), nyeri sendi (-), bengkak
sendi (-), nyeri pinggang (-), kaku otot (-),
m. Sistem genitouterina

kejang (-), leher cengeng (-)


: Sering buang air kecil (-), nyeri saat BAK
(-), panas saat BAK (-), air kencing warna
seperti teh (-), BAK darah (-), nanah (-),
berpasir (-), anyang-anyangan (-), sering
menahan kencing (-), rasa pegal di pinggang,
rasa gatal pada saluran kencing (-), rasa gatal
pada alat kelamin (-), kencing nanah (-).

n. Ekstremitas

12

Superior

: Kesemutan (-/-), luka (-/-), tremor (-/-), ujung


jari terasa dingin (-/-), bengkak (-/-), lemah

Inferior

(-/-), nyeri (-/-), lebam-lebam kulit (-/-)


: Kesemutan (-/-), luka (-/-), tremor (-/-), ujung
jari terasa dingin (-/-), bengkak (-/-), lemah

o. Neuropsikiatri

(-/-), nyeri (-/-), lebam-lebam kulit (-/-)


: Kesemutan di tangan (-/-), kejang (-), gelisah
(-), mengigau (-)

C. PEMERIKSAAN FISIK (12 Maret 2015)


1. Keadaan Umum
Tampak baik, kesadaran compos mentis (GCS E4V5M6), status gizi kesan
lebih.
2. Tanda Vital
Tensi
: 130/80 mmHg
Nadi
: 84 x/menit, reguler, isi cukup, simetris
Pernafasan
: 20 x/menit
Suhu
: 36,50C per axiler
3. Status Gizi
BB
: 70 kg
TB
: 160 cm
BMI
: BB/TB2 = 27.34 kg/m2
Status gizi
: overweight
4. Kulit
Sawo matang, turgor baik, ikterik (-), sianosis (-), petechie (-), spider nevi
(-), terdapat beberapa tato di kedua lengan dan dada pasien.
5. Kepala
Bentuk mesochepal, botak
6. Mata
Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (3mm/3mm),
reflek kornea (+/+), pandangan kabur (+/+)
7. Hidung
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), deviasi septum (-)
8. Mulut
Bibir pucat (-), bibir kering (-), papil lidah atrofi (-), gusi berdarah (-), gigi
tanggal (-)
9. Telinga
Membran timpani intak (+), sekret (-)
10. Tenggorokan
Tonsil melebar (-), faring hiperemis (-), dahak (-)

13

11. Leher
JVP tidak meningkat, trakea di tengah, KGB (Kelenjar Getah Bening)
tidak membesar
12. Thoraks
Normochest, simetris, pernapasan thoracoabdominal, retraksi (-), spider
nevi (-), pulsasi infrastenalis (-), sela iga melebar (-)
a. Cor
1) Inspeksi
Ictus cordis tidak tampak
2) Palpasi
Ictus kordis tidak kuat angkat, letak SIC V LMCS
3) Perkusi
Batas kiri atas
: SIC II Linea Para Sternalis Sinistra
Batas kanan atas
: SIC II Linea Para Sternalis Dextra
Batas kiri bawah
: SIC V Linea Mid Clavicularis Sinistra
Batas kanan bawah
: SIC IV Para Sternalis Dextra
Batas jantung tidak melebar
4) Auskultasi
BJ I dan BJ II intensitas normal, regular, bising (-)
b. Pulmo
1) Inspeksi
: pengembangan dada kanan=dada kiri
2) Palpasi
: fremitus raba kanan=kiri
3) Perkusi
: sonor/sonor
4) Auskultasi
: suara dasar vesikuler, ronkhi basah
kasar (-/-), wheezing (-/-)

13. Abdomen
a. Inspeksi
Dinding perut lebih tinggi dari dinding dada, venektasi (-)
b. Perkusi
Timpani seluruh lapang perut
c. Auskultasi
Bising usus (+) normal
d. Palpasi
Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
14. Ekstremitas
Atas
: Palmar eritem (-/-), akral dingin (-/-), oedem (-/-)
Bawah : Palmar eritem (-/-), akral dingin (-/-), oedem (-/-)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pasien pernah mondok di RSUD Dr. Moewardi dan dilakukan
pemeriksaan darah, namun hasil pemeriksaan darahnya sudah hilang. Hasil
14

gula darah pasien saat dilakukan kunjungan rumah pada tanggal 12 Maret
2015 adalah 184 mg/dl.
E. PENGOBATAN YANG SUDAH DIDAPATKAN
Pasien mendapatkan obat metformin dan amlodipin sejak 7 tahun yang
lalu saat pasien dirawat di RSUD Dr. Moewardi. Saat ini pengobatan yang
sedang digunakan pasien adalah metformin 2 x 1, captopril 3 x 1, dan
Paracetamol prn
F. RESUME
Pasien didiagnosis menderita penyakit Diabetes Mellitus sejak 7 tahun
yang lalu setelah pasien dirawat di RSUD Dr. Moewardi karena tidak sadarkan
diri. Saat ini pasien mengaku kondisinya sudah membaik dan badannya sudah
menjadi lebih segar. Namun pasien masih sering mengeluhkan pusing berputar
dan badan lemas. Keluhannya ini dirasakan tiba-tiba dan hilang timbul. Pasien
juga belum mengkonsumsi obat untuk mengatasi keluhannya ini. Dalam
waktu 1 bulan terakhir, pandangan pasien menjadi kabur yang munculnya
hilang timbul dan tidak diketahui penyebabnya. Dari hasil pemeriksaan fisik
yang dilakukan, didapatkan pusing dan nggliyer (+), pandangan kabur (+/+),
tekanan darah: 130/80 mmHg, BMI: 27.34 kg/m2, gula darah sewaktu: 184
mg/dl. Pengobatan terakhir yang didapatkan oleh pasien dari Puskesmas
Gambirsari adalah Metformin 2 x 1, captopril 3 x 1, dan Paracetamol prn

15

BAB III
IDENTIFIKASI FUNGSI - FUNGSI KELUARGA
FUNGSI HOLISTIK
1. Fungsi Biologis
Keluarga Tn. S termasuk ke dalam bentuk extended family yang terdiri
dari pasien sendiri yaitu Tn. S (64 tahun), istrinya Ny. T (58 th), anaknya Ny.
S (35 tahun), Tn. D (28tahun), Nn. E (24 tahun), menantunya Ny. S
(26tahun), Tn. S (30 tahun) dan cucunya An. D (2tahun), An A (6 bulan).
Semuanya tinggal bersama serumah. Pada keluarga pasien didapatkan adanya
riwayat penyakit kronis yaitu kakak kedua Tn. S yang menderita DM, dan
kakak ketiganya yang menderita Stroke.
2. Fungsi Psikologis
Hubungan

antar

anggota

keluarga

terjalin

dengan

baik.

Komunikasi di dalam keluarga berjalan lancar, luwes, tidak kaku, dan


setiap anggota keluarga terlihat akrab dan dekat. Mereka saling
menyayangi dan saling mendukung satu sama lain. Keluarga cukup peduli
dan

memberikan

dukungan

terhadap

16

kesehatan

pasien

seperti

mengingatkan minum obat, memberikan semangat dan selalu menciptakan


lingkungan rumah yang kondusif untuk kesehatan Tn. S.
3. Fungsi Sosial
Tn. S merupakan mantan preman, sehingga cukup dikenal oleh
warga di lingkungannya. Tidak ada hambatan hubungan pasien dan
keluarga dengan masyarakat disekitarnya. Semenjak sakit pasien sudah
jarang keluar rumah ataupun mengikuti kegiatan yang cukup jauh dari
rumahnya karena keterbatasan fisik dan sudah cukup sulit untuk berjalan.
Hubungan pasien dengan tetangga terjalin dengan baik. Tetangga pasien
sudah mengerti tentang kondisi pasien, dan ikut memberi dukungan
kepada pasien.

4. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan


Penghasilan keluarga berasal dari penghasilan istri pasien Ny. T
yang bekerja sebagai buruh pemetik cabai di rumahnya. Pasien dan
keluarga yang lain dan anak perempuannya kadang membantu untuk
menyelesaikan pekerjaan memetik cabai milik pabrik saos. Dari memetik
cabai, rata-rata setiap harinya mendapat penghasilan Rp 40.000,00.
Dengan jumlah penghasilan tersebut keluarga harus menyesuaikan
pengeluaran dan kebutuhan sehari-harinya. Pengeluaran keluarga antara
lain untuk makan sehari-hari Rp 20.000,00 dan sisanya untuk memenuhi
kebutuhan bersosial di lingkungan masyarakat serta ditabung. Keluarga
makan tiga kali sehari dengan nasi, sayur, lauk pauk seperti tempe, tahu,
telur.
Untuk biaya kesehatan, semua anggota keluarga terdaftar menjadi
anggota BPJS PBI. Bila Tn S sakit langsung diperiksakan ke Puskesmas
Gambirsari yang jaraknya cukup dekat dengan rumah pasien. Pasien sudah
7 tahun ini rutin control setiap seminggu karena sakit Diabetes Mellitus
ini. Untuk anggota keluarga yang lainnya kesadaran tentang kesehatannya

17

masih sangat kurang, jika sakit tidak mau pergi ke dokter atau ke
Puskesmas dan hanya membeli obat di warung saja.
5. Fungsi Penguasaan Masalah dan Kemampuan Beradaptasi
Tn. S belum begitu faham tentang penyakit DM, dan menganggap
sakitnya adalah GulaKering sehingga tidak berbahaya dan tidak
berisiko menimbulkan luka ulkus diabetikum yang tidak kunjung sembuhs
epertipada GulaBasah. Dengan sakitnya ini, pasien rutin berobat
dengan harapan tetap sehat dan tidak masuk rumah sakit lagi. Komunikasi
pasien dengan anggota keluarga lainnya cukup baik dan lancar. Apabila
ada masalah pasien sering berdiskusi bersama istri dan anggota keluarga
yang lainnya.

FUNGSI FISIOLOGIS
Untuk menilai fungsi fisiologis digunakan APGAR score. APGAR
score adalah skor yang digunakan untuk menilai fungsi keluarga ditinjau dari
sudut pandang setiap anggota keluarga terhadap hubungannya dengan anggota
keluarga yang lain.
1. Adaptation
Kemampuan anggota keluarga tersebut beradaptasi dengan anggota
keluarga yang lain, penerimaan, dukungan, dan saran dari anggota
keluarga yang lain.
2. Partnership
Menggambarkan komunikasi, saling membagi, saling mengisi antara
anggota keluarga dalam segala masalah yang dialami oleh keluarga
tersebut.
3. Growth
Menggambarkan dukungan keluarga terhadap hal-hal baru yang dilakukan
anggota keluarga tersebut.
4. Affection

18

Menggambarkan hubungan kasih sayang dan interaksi antar anggota


keluarga.
5. Resolve
Menggambarkan kepuasan anggota keluarga tentang kebersamaan dan
waktu yang dihabiskan bersama anggota keluarga yang lain.
Kriteria nilai APGAR :

Skoring :
Hampir selalu/sering

: 2 poin

8 10 : baik

Kadang kadang

: 1 poin

5- 7

: sedang

Hampir tak pernah/jarang

: 0 poin

1 -4

: buruk

Tabel 3.1. APGAR Keluarga Ny. AN


APGAR Ny. An terhadap
keluarga
Saya puas bahwa saya dapat
A kembali ke keluarga saya bila
saya menghadapi masalah
Saya puas dengan cara keluarga
P saya membahas dan membagi
masalah dengan saya
Saya puas dengan cara keluarga
saya menerima dan mendukung
G keinginan saya untuk melakukan
kegiatan baru atau arah hidup
yang baru
Saya puas dengan cara keluarga
saya mengekspresikan kasih
A sayangnya dan merespon emosi
saya seperti kemarahan, perhatian
dll
Saya puas dengan cara keluarga
R saya dan saya membagi waktu
bersama-sama
Jumlah

19

Tn. Ny. Ny Tn. Nn. Tn


S T
S D E S

Ny
S

10

10

10

Fungsi Fisiologis keluarga: (9+10+10+8+10+9+9)/7 = 9,3(Baik)


Sumber: Data Primer, Maret 2015
APGAR score keluarga Tn. S dapat dijelaskan sebagai berikut :
ADAPTATION
Aspek adaptasi pada keluarga Tn. S cukup baik. Setiap anggota keluarga
bisa saling beradaptasi satu sama lain, terutama dengan kondisi kesehatan Tn. S
yang perlu perhatian khusus. Anggota keluarga lain mendukung kesehatan Tn. S
dengan menciptakan lingkungan rumah mendukung kesehatan, mengantarkan
kontrol dan selalu mendukung Tn. S untuk selalu berobat.
PARTNERSHIP
Komunikasi antar anggota keluarga berjalan dengan baik dan
lancar, setiap anggota keluarga sering menceritakan dan berbagi masalah
dengan anggota keluarga lainnya.
3.

GROWTH
Dalam keluarga ini dukungan antar anggota keluarga cukup kuat.
Misalnya pada saat anak pertama Ny. S ingin keluar dari pekerjaannya di pabrik
roti dan membuat bisnis sendiri agar lebih banyak waktu untuk mengasuh
anaknya yang masih balita, keluarganya mendukung penuh pilihan Ny. S.

4.

AFFECTION
Hubungan kasih sayang dan interaksinya antar anggota keluarga terlihat
sangat baik. Setiap anggota bisa mengekspresikan kasih sayang dan emosinya
tanpa perlu disembunyikan atau ditutupi. Tn. S dan Ny. T sangat menunjukkan
kasih sayangnya kepada anak-anak, menantu dan cucunya.

5.

RESOLVE
Pasien dan keluarga merasa puas dengan kebersamaan yang dihabiskan
bersama. Keluarga ini setiap harinya selalu memiliki waktu kebersamaan yang
berkualitas.
Secara keseluruhan skor rerata dari APGAR keluarga Tn. S adalah 9,3

yang menunjukkan bahwa fungsi fisiologis yang dimiliki keluarga Tn. S


termasuk dalam kategori baik.

20

C. FUNGSI PATOLOGIS
Untuk menilai fungsi patologis digunakan SCREEM, antara lain :
Tabel 3.2.SCREEM
SUMBER
PATOLOGI
KET
Social
Interaksi sosial yang baik antar anggota keluarga juga
dengan saudara dan tetangga. Keluarga aktif
berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat misalnya
mengikuti arisan, kegiatan PKK, dan pertemuan
RT/RW.
Cultural Tn. S bersuku Jawa dan masih menjalankan tradisitradisi Jawa seperti masyarakat pada umumnya.
Religion Keluarga Tn. S beragama Islam. Pemahaman dalam
beragama kurang begitu baik. Pasien kurang taat
+
menjalankan kewajiban agama seperti shalat wajib,
puasa, zakat dan pengajian.
Economy Keluarga ini tergolong ke dalam ekonomi menengah ke
+
bawah, dimana pendapatan keluarga dari hasil buruh
memetik cabai Ny T Rp 40.000,00/ hari yang
digunakan untuk makan sehari-hari, untuk kegiatan
bersosial di masyarakat, dan ditabung.
Educatio Tn. S dan Ny. T tidak pernah bersekolah. Sedangkan
+
n
anaknya Ny. S dan Tn. D lulus SMP, dan Nn. E lulus
SMA.
Medical Keluarga Tn. S kurang memperhatikan kondisi
+
21

kesehatannya. Bila ada salah satu anggota keluarga


yang sakit tidak langsung diperiksakan di Puskesmas
Gambirsari namun hanya diobati dengan obat warung.
Pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakit DM
yang diderita Tn. S juga masih keliru.
Sumber: Data Primer, Maret 2015
Kesimpulan :
Berdasarkan analisis SCREEM, fungsi yang patologis dari keluarga
Tn. S masih sangat kurang. Hanya pada aspek social dan budaya cukup baik.
Untuk aspek agama, ekonomi, kesehatan dan pendidikan masih kurang.

22

D. FUNGSI KETURUNAN (GENOGRAM KELUARGA)

Keterangan :

E. Alamat lengkap

: Kragilan RT 03 RW 24, Kadipiro

F. Bentuk Keluarga

: Extended Family

: Laki-laki
: Perempuan

G.

: Pasien
H. Gambar 3.1. Genogram Keluarga Tn. S

: Tinggal serumah

I.
J.

23

K.

SumberData Primer, Maret 2015

24

L. Kesimpulan :
M. Pada keluarga pasien didapatkan adanya riwayat penyakit kronis
yaitu kakak kedua Tn. S yang menderita DM, dan kakak ketiganya yang
menderita Stroke.
N.
E. POLA INTERAKSI KELUARGA
O.

Tn. S

Ny. S

Ny. S

Ny. E

Keterangan :
: Hubungan kurang
: Hubungan baik

Tn. D

P. Gambar 3.2. Pola interaksi keluarga Ny. K


Q. Tn. S : Pasien
R. Ny. T : istri pasien
S. Ny. S, Tn. D, Nn E : anak
T.
U. Kesimpulan :
V. Dari diagram di atas terlihat pola interaksi keluarga berjalan
dengan baik. Didapatkan hubungan yang baik diantara setiap anggota
keluarga. Tidak ada hubungan yang kurang baik atau hubungan yang terlalu
berlebih atau ketergantungan berlebih antar anggota keluarga.
W.
25

X.
Y.
Z.
AA.
F. FAKTOR PERILAKU YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN
AB.

1.

Pengetahuan

AC.

Pasien, istri, maupun anak-anaknya pemahaman dan

pengetahuannya tentang kesehatan pasienmasih kurang. Secara umum


kesadaran keluarga pasien untuk memeriksakan diri ketika terdapat masalah
kesehatan masih kurang, hanya pasien saja yang mau segera berobat ke
dokter jika sakit.
AD.

2.

Sikap

AE.

Sikap keluarga dan pasien sendiri terhadap penyakit yang

dideritanya cukup baik dengan selalu menciptakan lingkungan yang baik dan
mencegah timbulnya serangan pada pasien seperti control dan minum obat
teratur serta menghindari aktivitas fisik yang berat.
AF.3.

Tindakan
AG.

Pasien sudah cukup memahami pentingnya kesehatan dan

pentingnya berobat kepada petugas medis, namun keluarga yang lainnya


masih belum.

Bila ada anggota keluarga yang sakit tidak langsung

diperiksakan di puskesmas atau RSUD, namun hanya membeli obat bebas di


pasaran secara sembarangan walaupun semua anggota keluarga telah
terdaftar sebagai peserta BPJS.
AH.
AI.

Kesimpulan:
Pasien dan keluarga pasien belum memiliki pengetahuan dan

pemahaman yang cukup terhadap kesehatan.


AJ.
AK.

G.

FAKTOR NON PERILAKU YANG MEMPENGARUHI

KESEHATAN
AL.

1.

Lingkungan

26

AM.

Rumah keluarga Tn. S berukuran kurang lebih 70m2.

Rumah terdiri dari 4 kamar tidur, ruang keluarga, ruang parkir, sumur dan
dapur serta kamar mandi dan WC. Empat kamar tidur yang ada masingmasing berukuran kurang lebih 2,5 x 2 meter, sehingga cukup sempit dengan
posisi kasur di bawah tanpa menggunakan tempat tidur. Kamar mandi
terletak di bagian paling depan rumah kondisinya cukup licin lantainya. Di
samping kamar mandi terdapat dapur dan sumur yang menjadi satu dengan
posisi kompor berada tepat di samping sumur, dan lantainya basah. Sekat di
rumah terbuat dari tembok. Dinding rumah terbuat dari tembok. Lantai sudah
dipasang keramik. Atap rumah tidak ditutupi oleh plafon, sehingga langsung
terlihat genteng. Ventilasi rumah terdiri dari dua buah jendela di dinding teras
depan rumah, cahaya matahari yang masuk sudah cukup sehingga rumahnya
dapat terang tanpa menyalakan lampu di siang hari. Saat malam hari,
pencahayaan bersumber dari lampu. Terdapat teras rumah berukuran 3 x 7
meter di depan rumah yang biasa digunakan untuk memetik cabai. Secara
keseluruhan kebersihan rumah Tn. S masih kurang.
AN.

2.

Ekonomi

AO.

Penghasilan keluarga berasal dari penghasilan istri pasien

Ny. T yang bekerja sebagai buruh pemetik cabai di rumahnya. Pasien dan
keluarga yang lain dan anak perempuannya kadang membantu untuk
menyelesaikan pekerjaan memetik cabai milik pabrik saos. Dari memetik
cabai, rata-rata jumlah penghasilan Ny. T setiap harinya Rp 40.000,00.
Jika bias bekerja sampingan dengan menjual bunga kering dan
mengantarkan pengunjung makam, maka bisa mendapatkan penghasilan
tambahan. Uang tersebut Rp 20.000,00 digunakan untuk makan sekeluarga
dan sisanya untuk memenuhi kebutuhan bersosial di lingkungan
masyarakat serta ditabung. Keluarga makan tiga kali sehari dengan nasi,
sayur, lauk pauk seperti tempe, tahu, telur.
AP.3.

Pelayanan Kesehatan
AQ.

Untuk biaya kesehatan, semua anggota keluarga terdaftar

menjadi anggota BPJS. Tn. S rajin memeriksakan diri dan kontrol teratur

27

setiap seminggu sekali ke Puskesmas. Anggota keluarga yang lain


kesadaran tentang kesehatan masih rendah, sehingga hanya membeli obat
ke apotik jika sakit.
AR.

Ketersediaan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan cukup

baik. Jarak rumah pasien dengan puskesmas terdekat sekitar 1,5 kilometer
sehingga pasien bisa naik sepeda ketika berobat ke Puskesmas.
AS.

4.

Keturunan

AT.

Tidak didapatkan riwayat penyakit kronis dalam keluarga

pasien.
AU.
AV.Kesimpulan :
AW.

Faktor non-perilaku keluarga yang cukup berpengaruh pada

keluarga Tn. S adalah masalah ekonomi serta kondisi rumah yang kurang
memadai.
AX.
AY.Lingkungan Indoor
AZ.

Rumah keluarga Tn. S berukuran kurang lebih 70m2.

Rumah terdiri dari 4 kamar tidur, ruang keluarga, ruang parkir, sumur dan
dapur serta kamar mandi dan WC. Empat kamar tidur yang ada masingmasing berukuran kurang lebih 2,5 x 2 meter, sehingga cukup sempit dengan
posisi kasur di bawah tanpa menggunakan tempat tidur. Kamar mandi
terletak di bagian paling depan rumah kondisinya cukup licin lantainya. Di
samping kamar mandi terdapat dapur dan sumur yang menjadi satu dengan
posisi kompor berada tepat di samping sumur, dan lantainya basah. Sekat di
rumah terbuat dari tembok. Dinding rumah terbuat dari tembok. Lantai sudah
dipasang keramik. Atap rumah tidak ditutupi oleh plafon, sehingga langsung
terlihat genteng. Ventilasi rumah terdiri dari dua buah jendela di dinding teras
depan rumah, cahaya matahari yang masuk sudah cukup sehingga rumahnya
dapat terang tanpa menyalakan lampu di siang hari. Saat malam hari,
pencahayaan bersumber dari lampu. Terdapat teras rumah berukuran 3 x 7

28

meter di depan rumah yang biasa digunakan untuk memetik cabai. Secara
keseluruhan kebersihan rumah Tn. S masih kurang.
BA.
BB.
BC.
BD.
BE.
BF.
BG.
BH.
BI.
BJ.
BK.

29

BL.
BM.

Gambar3.3. Denah rumah Tn. S

BN.
BO.

Lingkungan Outdoor
BP.Rumah Tn. S terletak di gang sempit berjarak 20 meter dari makam.

Rumah Tn. S bergandengan dengan rumah tetangga pada sisi kanan, kiri, dan
belakang. Di depan rumah tidak didapatkan tanah terbuka ataupun tanaman sama
sekali.
BQ.
BR.
BS.
BT.
BU.
BV.
BW.
BX.

30

BZ.

BY. BAB IV
DIAGNOSTIK HOLISTIK PASIEN DAN PEMBAHASAN

CA.
CB.
CC.

A.

DIAGNOSTIK HOLISTIK
1.
Aspek Personal
a. Persepsi Pasien tentang Penyakitnya
CD.
Pasien mengetahui bahwa

dirinya

menderita

penyakit diabetes mellitus. Pasien juga sudah mulai mengurangi makanan


dengan kandungan gula yang tinggi dan rutin meminum obat yang
diberikan. Pasien juga sudah rajin berolahraga dengan cara berjalan kaki
setiap pagi di sekitar rumahnya. Namun pasien masih belum memahami
komplikasi apa saja yang ditimbulkan oleh penyakitnya tersebut.
Keluarga pasien juga terkesan cuek dan tidak terlalu peduli dengan
penyakit yang diderita oleh pasien.
b. Harapan Pasien
CE.
Pasien berharap agar penyakitnya tidak bertambah
parah dan tidak mengganggu aktivitasnya sehari-hari.
c. Kekhawatiran Pasien
CF.
Pasien tidak merasa khawatir dengan penyakit yang
dideritanya. Pasien juga tidak merasa khawatir apabila penyakit tersebut
nantinya dapat diturunkan ke anak-anaknya.
CG.
2. Aspek Klinis
CH.
Diagnosis
: Diabetes Mellitus tipe II
CI. Diagnosis banding
: Sindroma metabolik
CJ.
3. Faktor Internal
CK. a.
Perilaku kesehatan
CL.
Perilaku kesehatan pasien masih kurang baik. Pasien dan
keluarga masih belum mengerti tentang komplikasi yang ditimbulkan
akibat penyakit yang dideritanya. Pasien sudah mulai mengontrol pola
makannya dan rutin berolahraga, namun ia selalu keluar rumah tanpa
menggunakan alas kaki. Padahal apabila terluka, pasien dengan
Diabetes Mellitus sulit untuk sembuh bahkan bisa lebih parah.
CM. b.
Persepsi tentang kesehatan
CN.
Pasien sudah menyadari bahwa kesehatan itu penting, akan
tetapi keluarga pasien masih terkesan tidak peduli pada kesehatan dan

31

selalu takut bila berobat ke dokter atau Puskesmas. Selama ini pasien
berobat dengan menggunakan fasilitas kesehatan BPJS.
CO.
CP.4.
Faktor Eksternal
CQ. a.
Sosial ekonomi
CR.
Pasien tergolong kepada ekonomi menengah ke bawah.
Interaksi sosial pasien dengan masyarakat cukup baik, dan pasien
cukup aktif dalam mengikuti kegiatan yang dilaksanakan di
masyarakat.
CS. b.
Lingkungan
CT.Lingkungan di dalam rumah pasien kurang memadai dan terlalu
padat. Lingkungan sekitar pasien secara umum masih kurang bersih
dan tidak tertata dengan baik.
CU.
5. Derajat Fungsional
CV. Derajat 2: sakit ringan, keterbatasan aktivitas minimal
CW.
B. PEMBAHASAN
CX. Pasien Tn. S, berusia 64 tahun memiliki keluarga yang berbentuk
extended family. Keluarga pasien terdiri atas 9 orang yaitu Tn. S yang
merupakan kepala keluarga, lalu istrinya Ny. T (58 tahun), 3 orang anaknya
(Ny. S, Tn. D dan Ny. E), 2 orang menantunya (Tn. S dan Ny. S) serta 2 orang
cucunya yang masih balita (An. S dan An. A) yang tinggal bersama dalam
satu rumah. Extended family (keluarga besar) adalah keluarga inti yang terdiri
atas suami, istri dan anak kandung ditambah keluarga yang lain (karena
hubungan darah), misalnya kakek, nenek, bibi, paman, sepupu termasuk
keluarga modern, seperti orang tua tunggal, keluarga tanpa anak, serta
keluarga pasangan sejenis (guy/lesbian families) (Sudiharto, 2007).
CY. Kurang lebih 7 tahun yang lalu, pasien dibawa ke IGD RSUD Dr.
Moewardi karena tidak sadar. Setelah dilakukan pemeriksaan ternyata
didapatkan kadar gula darah pasien 384 mg/dl. Pasien lalu didiagnosis
Diabetes Mellitus tipe II. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu sindrom klinis
kelainan metabolik, ditandai dengan hiperglikemia kronis yang disebabkan
oleh karena adanya defek pada sekresi insulin, defek kerja insulin atau

32

keduanya (Waspandji, 2009). Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila


terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah ini:
a.

Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan


berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

b.

Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur,
dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita
(Waspandji, 2009; Guntur, 2006).
CZ. Jika terdapat gejala khas dan pemeriksaan Glukosa Darah Sewaktu

(GDS) 200 mg/dl diagnosis DM sudah dapat ditegakkan. Hasil pemeriksaan


Glukosa Darah Puasa (GDP) 126 mg/dl juga dapat digunakan untuk
pedoman diagnosis DM. Untuk pasien tanpa gejala khas DM, hasil
pemeriksaan glukosa darah abnormal satu kali saja belum cukup kuat untuk
menegakkan diagnosis DM. Diperlukan investigasi lebih lanjut yaitu GDP
126 mg/dl, GDS 200 mg/dl pada hari yang lain atau hasil Tes Toleransi
Glukosa Oral (TTGO) 200 mg/dl (Suyono S, 2006).
DA. Menurut Suyono (2007), gaya hidup dengan pola diit yang tinggi
lemak, garam, dan gula secara berlebihan mengakibatkan berbagai penyakit
termasuk diabetes mellitus. Selain pola makan, faktor lain yang memberikan
andil sangat besar pada prevalensi penyakit diabetes melitus tipe II adalah
faktor keturunan atau genetik. Hal ini terbukti pada beberapa penelitian yang
telah membuktikan bahwa orang yang memiliki riwayat keluarga menderita
DM lebih berisiko daripada orang yang tidak memiliki riwayat DM.
DB. Dari riwayat penyakit keluarga pasien Tn. S, diketahui bahwa salah
satu saudara kandung pasien memiliki riwayat sakit gula. Terjadinya diabetes
melitus tipe II akan meningkat dua sampai enam kali lipat jika orang tua atau
saudara kandung mengalami penyakit ini. Hal ini menandakan bahwa faktor
genetik (keturunan) berperan sangat penting. Begitu pula dengan anak-anak
pasien yang juga memiliki risiko lebih tinggi untuk menderita Diabetes
Mellitus.
DC. Pada DM yang tidak terkendali dapat terjadi komplikasi metabolik
akut maupun komplikasi vaskuler kronik, baik mikroangiopati maupun

33

makroangiopati. Manifestasi dari komplikasi diabetes mellitus dapat berupa


komplikasi akut dan komplikasi kronik. Komplikasi akut misalnya terjadi
hipoglikemi atau hiperglikemia, seperti KAD (ketoasidosis diabetikum) dan
HHS (Hyperosmolar Hyperglicemic State) (Guntur, 2006). Pada saat pertama
kali terdiagnosis Diabetes Mellitus, Tn. S dibawa ke IGD RSUD Dr.
Moewardi karena tidak sadar. Penurunan kesadaran disertai kadar gula darah
yang tinggi pada pasien mengindikasikan terjadinya suatu komplikasi akut.
Komplikasi akut tersebut dapat berupa ketoasidosis diabetikum atau HHS
(Hyperosmolar Hyperglicemic State).
DD. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, pasien dan keluarga
belum sepenuhnya mengerti mengenai komplikasi yang mungkin terjadi
kepada pasien DM. Bahkan terdapat suatu persepsi yang salah dalam keluarga
pasien. Menurut keluarga pasien, penyakit gula dibedakan menjadi dua
macam yaitu gula basah dan gula kering. Gula basah dipahami sebagai suatu
penyakit gula yang disertai dengan adanya luka yang semakin besar.
Sedangkan gula kering tidak ditandai dengan adanya luka. Keluarga dan
pasien menganggap bahwa sakit gula yang diderita Tn. S adalah gula kering.
Sehingga tidak perlu khawatir akan terjadinya luka yang sulit sembuh seperti
sanak saudaranya yang harus diamputasi karena komplikasi DM.
DE. Pemahaman ini mempengaruhi pola hidup pasien dan keluarga.
Seperti misalnya, pasien tidak pernah menggunakan alas kaki apabila
berpergian ke luar rumah. Pasien merasa tidak nyaman bila menggunakan
alas kaki, selain itu keluarga juga terkesan tidak peduli dengan kebiasaan
pasien tersebut. Padahal DM dapat mengakibatkan neuropati dimana terdapat
gangguan sistem saraf perifer yang bisa mengakibatkan pasien tidak sadar
bila terluka. Luka pada pasien DM akan lebih sulit sembuh dibandingkan
orang normal akibat gangguan mikrovaskuler. Sehingga diperlukan adanya
edukasi yang lebih lanjut dan mudah dipahami oleh keluarga dan pasien
sendiri mengenai komplikasi yang bisa disebabkan akibat Diabetes Mellitus.
DF. Karena banyaknya komplikasi kronik yang dapat terjadi pada DM
tipe-2, dan sebagian besar mengenai organ vital yang dapat fatal, maka

34

tatalaksana DM tipe-2 memerlukan terapi agresif untuk mencapai kendali


glikemik dan kendali faktor risiko kardiovaskular. Dalam Konsensus
Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011, penatalaksanaan
dan pengelolaan DM dititik beratkan pada 4 pilar penatalaksanaan DM, yaitu:
edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan intervensi farmakologis
(Perkeni, 2011).
DG. Tujuan dari edukasi diabetes adalah mendukung usaha pasien
penyandang diabetes untuk mengerti perjalanan alami penyakitnya dan
pengelolaannya, mengenali masalah kesehatan/ komplikasi yang mungkin
timbul secara dini/ saat masih reversible, ketaatan perilaku pemantauan dan
pengelolaan penyakit secara mandiri, dan perubahan perilaku/kebiasaan
kesehatan yang diperlukan (Piette, 2003). Seperti telah dijelaskan
sebelumnya, diperlukan edukasi terutama mengenai komplikasi penyakit
Diabetes Mellitus kepada Tn. S dan keluarganya. Keluarga pasien juga perlu
diberikan edukasi untuk bisa melakukan screening atau deteksi awal kadar
gula darah sebab mereka juga memiliki risiko untuk terkena Diabetes
Mellitus. Mengingat keluarga Tn. S yang masih takut untuk pergi ke dokter
diperlukan adanya suatu motivasi yang kuat supaya lebih menyadari
pentingnya kesehatan itu sendiri.
DH. Pada pasien DM diperlukan motivasi dan dukungan yang kuat dari
keluarga. Akan tetapi, keluarga Tn.S terlihat tidak terlalu peduli dengan
masalah kesehatan pasien. Mereka kurang memperhatikan keteraturan minum
obat, pola makan dan kebiasaan pasien yang masih sering minum minuman
beralkohol. Sehingga diperlukan edukasi lebih lanjut pada keluarga pasien.
DI.

Menurut pengakuan pasien, ia sudah berusaha mengatur porsi

makannya supaya lebih sehat dan terhindar dari peningkatan kadar gula
darahnya. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari karbohidrat 45%65%, lemak 20%-25%, protein 10%-20% (Perkeni, 2011). Pasien juga sudah
melakukan olahraga rutin berupa jalan-jalan pagi sebanyak 4x putaran
keliling rumahnya. Latihan jasmani yang dianjurkan pada pasien DM
dilakukan secara teratur 3-4 kali seminggu, masing-masing selama kurang

35

lebih 30 menit. Latihan jasmani yang dianjurkan bersifat aerobik seperti


berjalan santai, jogging, bersepeda dan berenang.
DJ.
gula

Pasien Tn. S mengkonsumsi obat metformin dalam menjaga kadar


darahnya.

Metformin

(biguanid)

merupakan

penghambat

glukoneogenesis yang selain menurunkan resistensi insulin, Metformin juga


mengurangi produksi glukosa hati. Metformin tidak mempunyai efek
samping hipoglikemia seperti golongan sulfonylurea. Sebagai salah satu obat
hipoglikemik oral, metformin mempunyai beberapa efek terapi antara lain
menurunkan kadar glukosa darah melalui penghambatan produksi glukosa
hati dan menurunkan resistensi insulin khususnya di hati dan otot. Metformin
tidak meningkatkan kadar insulin plasma. Metformin menurunkan absorbsi
glukosa di usus dan meningkatkan sensitivitas insulin melalui efek
peningkatan ambilan glukosa di perifer (Mari, 2010).
DK. Pedoman tatalaksana diabetes mellitus tipe-2 yang terbaru dari the
American Diabetes Association/European Association for the Study of
Diabetes (ADA/EASD) dan the American Association of Clinical
Endocrinologists/American

College

of

Endocrinology

(AACE/ACE)

merekomendasikan pemberian metformin sebagai monoterapi lini pertama.


Rekomendasi ini terutama berdasarkan efek metformin dalam menurunkan
kadar glukosa darah, harga relatif murah, efek samping lebih minimal dan
tidak meningkatkan berat badan (Perkeni, 2011; Rodbard et al., 2009).
DL. Pasien mengaku sejak 1 bulan terakhir, padangannya menjadi
kabur. Keluhannya ini sering muncul tiba-tiba dan hilang timbul. Pasien
mengatakan tidak mengetahui hal apa saja yang mungkin menyebabkan
munculnya keluhan tersebut. Pandangan kabur yang dialami pasien Tn. S
dapat menjurus ke arah salah satu komplikasi DM yaitu retinopati
diabetikum. Retinopati DM pada tahap awal tidak menimbulkan gejala
sehingga diperlukan skrining secara regular untuk mengidentifikasi dan
menatalaksana retinopati. Program skrining DM adalah foto retina,
mengirimkan gambar ke spesialis mata di pusat grading, menentukan

36

komplikasi retinopati dan derajat keparahan, serta menawarkan penanganan


yang tepat pasien.
DM. DM dapat dicegah dengan tidak hanya berfokus pada pengobatan,
tetapi juga pencegahan melalui upaya preventif dan promosi kesehatan.
Deteksi dini dengan skrining telah menunjukkan hasil yang baik bahwa kadar
glukosa darah dapat dikendalikan, terutama bila DM didiagnosis lebih dini.
Diagnosis dini tidak hanya dilakukan pada pasien saja namun bagi keluarga
pasien yang memiliki risiko tinggi untuk terkena penyakit yang sama.
DN. Salah satu obat yang diberikan oleh puskesmas adalah captopril.
Captopril adalah obat untuk hipertensi golongan ACE inhibitor. Namun saat
dikonfirmasi, pasien menyangkal memiliki riwayat hipertensi. Selama ini
pasien tidak memperhatikan obat yang diberikan. Hal ini menunjukkan
kurangnya pengetahuan dan kesadaran pasien akan kesehatan dirinya.
Padahal hipertensi dan DM yang diderita dapat mengarah kepada komplikasi
yang lebih parah misalnya stroke, gagal jantung, dan angina. Ditambah salah
satu saudara pasien memiliki riwayat stroke.
DO. Lingkungan rumah pasien kurang tertata rapi dapat menimbulkan
masalah kesehatan lainnya. Rumah pasien kurang ventilasi untuk pertukaran
udara sehingga terkesan lembab dan gelap. Selain itu banyak barang-barang
yang kurang tertata rapi dan bertebaran dilantai. Hal ini berbahaya bila
terinjak oleh pasien dan keluarganya terutama cucu pasien yang masih balita.
DP.
DQ.

37

DR.
DS.

TAHAP V

PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF
DT.

DU.

FLOW SHEET REKAM MEDIS

DV.
DW.
DX. W
aktu
EF.
9
Maret
2015
EG.
EH. 1
4.00

EO. 1
2 Maret
2015

DY.
Keluhan
Pasien
EI.
Pasien
menjelaskan
bahwa
dirinya
menderita
penyakit
diabetes
mellitus dan
mengaku
rutin berobat
dan sudah
mengubah
pola hidup.
ER.
Keadaan
umum baik

Nama
: Tn. S
Diagnosis : Diabetes Melitus tipe 2
DZ.
Vital Sign

EJ.
-

ET.
TD:
EU.

EA.
P EB.
emeriksaan Fisik
Diagnosa

EK.

FE.
BB = 70
kg, TB = 160 cm,
IMT = 27,34 kg/m2.

EL.

EC.

Tatalaksa
na Komprehensif

EM.

FG.
Diabetes
mellitus

FI.
Promotif :
1. Pemahaman mengenai
penyakit gula
38

ED.
Planning

EE.

EN.
Melakukan
kunjungan
kedua pada
tanggal 12
Maret 2015
pukul 14.30
WIB, dan
kunjungan
ketiga pada
tanggal l3
Maret pukul
13.00

1. Dapat melakukan
pengumpulan data
dari pasien dan
keluarganya
2. Dapat melakukan
anamnesis,
pemeriksaan fisik
kepada pasien

1. Terapi gula
darah
FS.

1. Mampu
mengontrol kadar
gula darah

arget

EP.
EQ. (
14.30
WIB)

dan terlihat
lebih segar.
Namun,
kadang
masih terasa
ngliyeng,
pusing
berputar, dan
lemas di
seluruh
tubuh, 1
bulan
terakhir
penglihatan
pasien
sedikit
terganggu
ES.

130/80
mmHg
EV.
EW.
Nadi:
a.
EX.
84 x/menit
(reguler, isi
cukup,
simetris)
EY.
EZ.
Pernafasan:
1.
FA.
20 x/menit
FB.
FC.
Suhu: 360C
per axiler.
FD.
2.

Status gizi baik


(normoweight).
FF.
Status Lokalis :
- Thoraks :
Normochest, simetris,
pernapasan
thoracoabdominal,
retraksi (-), spider
nevi (-), pulsasi
infrastenalis (-), sela
iga melebar (-)
Cor : Ictus cordis
tampak, kuat angkat,
letak SIC V LMCS.
Batas jantung tidak
melebar, BJ I dan BJ
II intensitas normal,
regular, bising (-)
Pulmo :
pengembangan dada
kanan=dada kiri,
fremitus raba
kanan=kiri,
sonor/sonor, suara
dasar vesikuler
normal, ronkhi basah
kasar (-/-), wheezing

tipe 2
FH.

FJ.
FT.
2. Asupan makanan harus
2. Kontrol
tetap dijaga dan rutin
rutin ke
berjalan kaki pada pagi
Puskesmas
hari.
3. Pemeriksaan
FK.
gula darah
FL.
Preventif :
minimal
FM.
I
sebulan
dentifikasi dan kontrol gula
sekali
darah. Pasien diedukasi
4. Edukasi
supaya mengartur pola makan
pada
dengan mengurangi makanan
kunjungan
manis-manis dan
selanjutnya
memperbanyak kegiatan
mengenai
olahraga minimal seminggu
cara
3x dengan durasi 30 menit.
mengontrol
Pasien juga sebaiknya
guladarah
istirahat yang cukup, tidak
terlalu kelelahan. Pasien juga
sebaiknya terhindar dari luka
ataupun jatuh dengan
mengunakan alas kaki.
FN.
FO.
Kuratif :
1. Metformin 2 x 1
sebagai obat gula
2. Captopril 3 x 1 sebagai
pengontrol tensi

39

FU.
2. Meminimalkan
gelaja komplikasi
gula
3. Meminimalkan
penggunaan rokok
4. Mampu
mengontrol pola
hidup orang sakit
gula
5. Aktivitas seharihari normal,
termasuk latihan
fisik
FV.

(-/-)

3. Paracetamol prn

3.

FW. 1
3 Maret
2015
FX.
FY.
(
13.00
WIB)

FZ.
K
eadaan
umum baik,
tidak ada
keluhan saat
pemeriksaan
GA.

GB.
TD:
GC.
130/70
mmHg
GD.
GE.
Nadi:
GF.
b.
88 x/menit
(reguler, isi
cukup,
simetris),
GG.
GH.
Pernafasan:
GI.
4.
16 x/menit,
GJ.
GK.
Suhu:
36,50C per

GN.
BB = 70
kg, TB = 160 cm,
IMT = 27,34 kg/m2.
Status gizi baik
(normoweight).
GO.
GP.
Status Lokalis :
- Thoraks :
Normochest, simetris,
pernapasan
thoracoabdominal,
retraksi (-), spider
nevi (-), pulsasi
infrastenalis (-), sela
iga melebar (-)
Cor : Ictus cordis
tampak, kuat angkat,
letak SIC IV LMCS.
Batas jantung tidak
melebar, BJ I dan BJ
II intensitas normal,

FP.
FQ.
R
ehabilitatif :
FR.
A
erobik dan peregangan
GU.
Promotif : 1.
1. Edukasi kepada pasien dan
keluarganya mengenai cara 2.
penatalaksanaan gula darah
di rumah, mulai dari
3.
mengenal keadaan gula
darah tinggi maupun
rendah, penatalaksanaan
awal, dan kapan pasien
harus pergi ke rumah
4.
sakit/IGD
2. Mendorong anggota
keluarga yang ditemui
untuk memberi dukungan
moril kepada pasien dalam
menjalani pengobatan dan
membantu tugas pasien di
rumah selama pasien sakit
GV.
GW.
Preventif :
GX.
E
dukasi kepada pasien untuk

GS.
Diabetes
mellitus
tipe 2
GT.

40

Terapi gula
1. Kadar gula darah
darah
senormal mungkin
Kontrol rutin 2. Keterbatasan
kePuskesmas
aktivitas fisik
Pemeriksaan
minimal
gula darah
3. Meniadakan
minimal
kunjungan ke
sebulan
gawat darurat
sekali
HD.
Edukasi pada
kunjungan
selanjutnya
mengenai
cara
mengontrol
guladarah

axiler.
GL.
5.
GM.
GDS : 184

regular, bising (-)


Pulmo :
pengembangan dada
kanan=dada kiri,
fremitus raba
kanan=kiri,
sonor/sonor, suara
dasar vesikuler
normal, ronkhi basah
kasar (-/-), wheezing
(-/-)
GQ.
GR.

terus patuh pada pengobatan


dan rutin ke Puskesmas
untuk kontrol. Pasien
dimotivasi untuk terus
memiliki persediaan obat dan
menyimpannya dengan baik.
Dalam hal ini juga dilakukan
edukasi kepada keluarga
untuk selalu mengingatkan
pasien untuk minum obat
yang sudah diberikan sesuai
aturan
GY.
GZ.
Kuratif :
1. Metformin 2 x 1 sebagai
obat gula
2. Captopril 3 x 1 sebagai
pengontrol tensi
3. Paracetamol prn
HA.
HB.
R
ehabilitatif :
HC.
Aerobik dan
peregangan

HE.
HF. Dokter Pembimbing : dr. Bayu Sarwa Edh
HG.

41

HH.
HI.
HJ.

42

HK.

SIMPULAN DAN SARAN


HL.

A. SIMPULAN
1. Keluarga pasien Tn. S termasuk keluarga yang berbentuk extended
family. Keluarga pasien terdiri atas 9 orang yaitu Tn. S yang
merupakan kepala keluarga, lalu istrinya Ny. T (58 tahun), 3 orang
anaknya (Ny. S, Tn. D dan Ny. E), 2 orang menantunya (Tn. S dan Ny.
S) serta 2 orang cucunya yang masih balita (An. S dan An. A) yang
tinggal bersama dalam satu rumah.
2. Tn. S terdiagnosis diabetes mellitus kurang lebih sejak 7 tahun yang
lalu. Saat pertama kali terdiagnosis pasien dibawa ke RS Dr. Moewardi
karena tidak sadarkan diri. Saat ini keluhan sudah dirasakan membaik
dan hanya kadang-kadang pasien merasa lemas dan nggliyeng serta
pandangan yang kabur.
3. Persepsi, pemahaman, dan pengetahuan Tn. S dan keluarganya
mengenai diabetes mellitus masih tergolong kurang. Mereka belum
memahami secara benar mengenai diabetes mellitus yang ditunjukkan
dengan adanya anggapan bahwa penyakit Tn. S tergolong gula
kering.
4. Kesadaran akan kesehatan pada keluarga Tn. S masih tergolong
kurang. Hal ini ditunjukkan dari kebiasaan mereka apabila sakit hanya
membeli obat-obatan di warung terdekat dan tidak memeriksakannya
ke puskesmas.
5. Fungsi-fungsi keluarga Tn. S, baik fungsi holistik, fisiologis,
keturunan, pola interaksi keluarga, maupun faktor perilaku tidak ada
masalah. Namun pada fungsi yang patologis dari keluarga Tn. S masih
sangat kurang. Hanya pada aspek sosial dan budaya cukup baik. Untuk
aspek agama, ekonomi, kesehatan dan pendidikan masih kurang.
HM.
HN.
HO.
B. SARAN

43

1. Tn. S dan keluarga lebih meningkatkan pola hidup sehat untuk


menghindari komplikasi maupun resiko lebih lanjut dari diabetes
mellitus dengan lebih memperhatikan life style nya.
2. Tn. S dan keluarga disarankan selalu kontrol rutin dan melakukan
screening khususnya bagi anak-anak Tn. S karena mereka memiliki
faktor resiko diabetes mellitus.
3. Tn. S dan keluarga lebih meningkatkan perhatian pada kesehatannya
serta mencari informasi yang benar mengenai diabetes mellitus agar
tidak terbentuk suatu persepsi yang salah.
HP.

4.

Sebaiknya lingkungan di sekitar rumah Tn. S lebih

ditingkatkan kebersihannya agar tidak memicu timbulnya suatu


penyakit tertentu (terutama penyakit infeksi) terlebih di dalam rumah
tersebut terdapat 2 balita.
HQ.

5.

Petugas Puskesmas Gambirsari sebaiknya tetap melakukan

home visit secara kontinyu kepada keluarga Tn. S dan disarankan


menggunakan form PHBS untuk menilai faktor perilaku dan lingkungan
pasien.
HR.
HS.
HT.
HU.
HV.
HW.
HX.
HY.
HZ.
IA.
IB.
IC.
ID.
IE.
IF. REFERENSI
44

IG.
IH.

Guntur A (2006). Bedside Teaching Ilmu Penyakit Dalam. Surakarta:


Sebelas Maret University Press.
II.
IJ. J Piette. Effectiveness of Self-management Education (2003). Dalam: Gan
D, All- got B, King H, Lefbvre P, Mbanya JC, Silink M, penyunting.
Diabetes Atlas. Edisi ke-2. Belgium: International Diabetes
Federation:h.207-15)
IK.
IL. Mari A (2010). Metformin more than gold standard in the treatment of
type 2 diabetes mellitus. Diabetologia Croatica; 39-3.
IM.
IN. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (2011). Konsensus pengelolaan dan
pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia; hlm.4-10, 15-29 2.
IO.
IP. Rodbard HW, Jellinger PS, Davidson JA,et al (2009). Statement by an
American association of clinical endocrinologists/American college of
endocrinology consensus panel on type 2 diabetes mellitus. An algorithm
for glycemic control. Endocr Pract,15(6):540559.
IQ.
IR. Sudiharto (2007). Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Pendekatan
Keperawatan Transkultural. Jakarta: EGC
IS.
IT. Suyono S. Diabetes melitus di Indonesia (2009). Dalam : Sudoyo AW,
Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI; hlm.1874-8
IU.
IV. Waspandji A (2009). Kaki diabetes. Dalam Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III. Ed
5. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI; P.1966-1961.
IW.
IX.
IY.
IZ.
JA.
JB.
JC.
JD.
JE.
JF.
JG.
JH.
JI.
JJ.
JK.
LAMPIRAN
45

JL.
JM.
JN.

JO.
JP.
JQ.

Gambar 1. Proses Anamnesis dan Kunjungan Rumah

JR.
JS.

JT.
JU.

JV. Gambar 2. Pemeriksaan Gula Darah terhadap Tn. S dan keluarga


JW.

JX.
JY. Gambar 3. Pemeriksaan Gula Darah terhadap Tn. S dan keluarga

46

JZ.

KA.

Gambar 4. Teras Depan

Gambar

Tamu
KB.

47

5.

Ruang

KC.

KD.

Gambar 6. Ruang TV

Gambar 7. Kamar

Gambar 8. Atap dapur dan kamar mandi

Gambar 9. Tempat

Tidur
KE.

KF.
KG.
Parkir
KH.
KI.

48

KJ.
KK.
KL.
KM.

KN.

KO.

Gambar 10. Kamar Mandi


KP.

KQ.

49

KR. Gambar 11. Atap

50

Ruang Tengah

Anda mungkin juga menyukai