Anda di halaman 1dari 12

ANALISIS TINGKAT KEBERHASILAN

PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI


KOTA MAKASSAR
STUDI KASUS : PANTAI LOSARI

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Salah satu tuntutan yag fundamental yang dihadapi oleh suatu
masyarakat adalah bertahan hidup (survive) atau mempertahankan
kelangsungan hidupnya di dalam suatu lingkungan tertentu. Masyarakat
harus mengorganisasikan dirinya sedemikian rupa sehingga mampu untuk
hidup di dalam dan dari lingkungan tersebut. Hidup dari lingkungannya
berarti mampu menyerap dan memanfaatkan sumber daya yang terdapat
pada lingkungannya tersebut untuk mempertahankan kelangsungan
hidupnya.
Kegiatan perekonomian dalam kehidupan masyarakat bertujuan
untuk menyediakan kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan oleh
masyarakat dan anggotanya, selain itu berfungsi untuk mendayagunakan
lingkungan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Manusia terlahir sebagai makhluk sosial, yang mana dalam
kehidupannya mereka akan berinteraksi antara satu dengan orang lain.
Salah satu tujuan dari adanya interaksi itu adalah untuk memenuhi
kebutuhan masing-masing pihak. Sehingga seseorang harus berusaha dan
berbuat untuk memenuhi kebutuhannya. Kaitannya dengan interaksi dalam
tujuan untuk pemenuhan kebutuhan tersebut salah satu pekerjaan yang
dilakukan seseorang adalah dengan bekerja menjadi Pedagang Kaki Lima
(PKL).
Pedagang Kaki Lima (PKL) adalah kegiatan ekonomi rakyat, yang
mana digunakan untuk menyebut seseorang (pedagang) yang berjualan
barang ataupun makanan di emperan toko, trotoar dengan menggunakan
alat dagang lapak ataupun gerobak beroda.
Di Indonesia hampir di setiap daerah kita dapat menjumpai
Pedagang Kaki Lima (PKL), baik Pedagang Kaki Lima (PKL) yang
berada di emperan toko maupun trotoar. Kebanyakan Pedagang Kaki Lima
(PKL) memilih berjualan di tempat keramaian, seperti di pasar, terminal,
kawasan pendidikan dan tempat wisata. Ada juga yang memakai lapak

dengan bahan kayu, triplek, terpal, dan sebagainya, ada juga yang
memakai gerobak beroda, gerobak dorong, mobil, pikulan atau gendongan.
Pada umumnya Pedagang Kaki Lima (PKL) menjajakan berbagai
macam dagangan, mulai dari jajanan pasar, kuliner (makanan), barangbarang bekas seperti sepatu, perkakaks, dan barang-barang lainnya yang
dibutuhkan oleh masyarakat.
Para Pedagang Kaki Lima (PKL) yang umumnya tidak memiliki
keahlian khusus mengharuskan mereka bertahan dalam suatu kondisi yang
memprihatinkan, dengan begitu banyak kendala yang harus di hadapi
diantaranya kurangnya modal, tempat berjualan yang tidak menentu,
kemudian ditambah dengan berbagai aturan seperti adanya Perda yang
membatasi lokasi keberadaan mereka. Melihat kondisi seperti ini, maka
seharusnya tindakan pemerintah menjalankan aturan dalam penertiban
Pedagang Kaki Lima (PKL) tetap atas pertimbangan kemanusiaan yang
mampu memberikan solusi bagi masyarakat yang berprofesi sebagai
Pedagang Kaki Lima (PKL).
Keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan hal yang
penting karena memainkan peran yang vital dalam dunia usaha dalam
mendorong pertumbuhan ekonomi seseorang terutama bagi golongan
menengah ke bawah. Banyaknya orang yang memilih menjadi Pedagang
Kaki Lima (PKL) disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
a. Kesulitan ekonomi;
b. Sempitnya lapangan pekerjaan; dan
c. Urbanisasi.
Selain itu juga disebabkan oleh lemahnya pengawasan dan tata ruang
kota yang mana menggeser lahan produktif (pertanian) guna pembangunan
gedung. Inilah yang menyebabkan mengapa sebagian orang memilih
menjadi Pedagang Kaki Lima (PKL).
Di lain sisi keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) juga dianggap
mengganggu lalu lintas karena berada di pinggir jalan atau trotoar. Mereka
dianggap menjadi salah satu penyebab terjadinya kemacetan dan
kekotoran. Walaupun di sisi lain Pedagang Kaki Lima (PKL) banyak
dikunjungi orang karena harga yang ditawarkan relatif murah. Berdasarkan

pada pandangan tersebut dapat dikatakan bahwa sebenarnya PKL


dibutuhkan tetapi keberadaannya haruslah dibina agar tidak menimbulkan
dampak negatif. Oleh karena itu, kebijakan penanganan PKL lebih bersifat
penertiban dibandingkan dengan penggusuran.
Menurut Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI) tahun
2014 di Indonesia menunjukkan bahwa jumlah PKL mengalami kenaikan
jumlah pedagang kaki lima baru yang menenpati wilayah perkotaan
mencapai 9,8 juta atau naik sekitar 42 persen dari total 23,4 juta pedagang
kaki lima di seluruh Indonesia. Sedangkan di dalam bisnis.com pada tahun
2015 diperkirakan jumlah Pedagang Kaki Lima (PKL) berjumlah
22.000.000 (dua puluh dua juta).
Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum sehingga
keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) pun mendapat perlindungan dari
pemerintah, salah satunya seperti di Kota Makassar yaitu dengan adanya
Peraturan Daerah Kotamadya Tingkat II Ujung Pandang Nomor 10 Tahun
1990 tentang Pembinaan Pedagang Kaki Lima Dalam Kotamadya Daerah
Tingkat II Ujung Pandang.
Pasal 1 ayat 4 Peraturan Daerah Kotamadya Tingkat II Ujung
Pandang Nomor 10 Tahun 1990 menyebutkan bahwa yang dimaksud
dengan Pedagang Kaki Lima (PKL) adalah mereka yang dalam usahanya
termasuk pengusaha golongan ekonomi lemah dan dalam kegiatan
usahanya menggunakan pelataran.
Dalam Pasal 2 Peraturan Daerah Kotamadya Tingkat II Ujung
Pandang Nomor 10 Tahun 1990 disebutkan bahwa Kepala Daerah
menentukan/mengatur tempat pelataran yang dapat dipergunakan oleh para
pedagang kaki lima secara kelompok maupun perorangan sebagai tempat
berdagang/usaha, dimana dilarang berdagang/berusaha di bagian jalan,
trotoar dan tempat-tempat umum lainnya di luar ketentuan-ketentuan yang
telah ditentukan. Hal ini didukung pula dengan pasal 3 yang menyebutkan
bahwa

setiap

pedagang

kaki

lima

yang

menggunakan

tempat

berdagang/berusaha harus mendapat izin dari Kepala Daerah, dan setiap

pedagang juga harus bertanggung jawab terhadap kebersihan, kesehatan,


keindahan, keamanan/ketertiban dan kerapian di sekitar tempat tersebut.
Namun nyatanya pada kondisi eksisting tepatnya di Kawasan Pantai
Losari masih adanya pedagang kaki lima secara berkelompok/perorangan
yang belum mendapatkan izin dan melakukan pelanggaran dengan
berdagang di tempat yang dilarang oleh peraturan yang berlaku, seperti di
bagian jalan, trotoar dan tempat umum. Selain itu, masih adanya pedagang
kaki lima yang kurang menjaga kebersihan dan keindahan lokasi tempat
berdagangnya dengan membiarkan banyaknya sampah berserakan di
sekitar tempat tersebut.
Dengan masih adanya beberapa pedagang yang berjualan di pinggir
jalan dan tidak mentaati peraturan yang ada, maka penyusun tertarik untuk
mengambil judul penelitian Analisis Tingkat Keberhasilan Penataan
Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Makassar (Studi Kasus: Pantai
Losari). Tingkat keberhasilan penataan PKL dalam penelitian ini dilihat
berdasarkan dua sudut pandang yang berbeda yaitu pandangan pemerintah
sebagai decision maker dan pandangan pedagang sebagai pihak yang
terdampak kebijakan. Hasil penilaian dari kedua responden yang berbeda
ini kemungkinan menghasilkan output yang berbeda. Output tersebut
kemudian diperbandingkan (studi komparatif) sehingga dapat diketahui
apakah terdapat perbedaan (gap) diantara keduanya. Dengan demikian
dapat disimpulkan model penataan manakah yang lebih baik dalam
menangani PKL di perkotaan.
B. RUMUSAN MASALAH PENELITIAN
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan di atas,
maka rumusan masalah yang akan diambil pada penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pola persebaran dan penataan pedagang kaki lima pada
Kawasan Pantai Losari?
2. Bagaimana tingkat keberhasilan penataan pedagang kaki lima pada
Kawasan Pantai Losari?
C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka


tujuan penelitian yang akan dicapai adalah:
1. Untuk mengetahui pola persebaran dan penataan pedagang kaki lima
pada Kawasan Pantai Losari.
2. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan penataan pedagang kaki lima
pada Kawasan Pantai Losari.
D. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Manfaat Teoritis
Penyusun berharap hasil penelitian ini dapat memberikan
sumbangan pemikiran dan landasan teori bagi perkembangan penataan
pedagang kaki lima di Indonesia, khususnya Kota Makassar, serta
menambah literatur untuk melakukan kajian dan penelitian yang
berkaitan dengan masalah Pedagang Kaki Lima (PKL).
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan
wawasan bagi penyusun khususnya dan pembaca pada umumnya, bagi
pemerintah, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Dinas Perindag),
Koperasi UMKM serta Satpol PP dalam mengambil suatu kebijakan
yang lebih baik.
E. LINGKUP PEMBAHASAN
Untuk mempermudah penulisan laporan penelitian ini agar terarah
dan berjalan dengan baik, maka perlu kiranya dibuat suatu batasan
masalah. Adapun ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas dalam
penulisan laporan penelitian ini, yaitu:
1. Peneliti hanya membahas tentang tingkat keberhasilan penataan
pedagang kaki lima di Kota Makassar.
2. Mengidentifikasi pola persebaran pedagang kaki lima di Kota
Makassar
3. Penelitian ini dilakukan di Kota Makassar, khususnya di daerah
sepanjang Kawasan Pantai Losari.
4. Informasi yang didapat melalui peta satelit dari google earth selama 3
(tiga) tahun terakhir dan survei langsung di lokasi penelitian.
F. SISTEMATIKA PEMBAHASAN

Bab pertama, berisi tentang pendahuluan yang menjelaskan latar


belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
lingkup penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab kedua, berisi tentang pengertian dan karakteristik PKL, syarat
dan izin usaha PKL, pola persebaran PKL, kewajiban, hak dan larangan
PKL, faktor-faktor yang berpengaruh dalam penataan pedagang kaki lima,
eksistensi PKL dalam kaitannya penataan Pedagang Kaki Lima (PKL),
serta kebijakan dan hasil penelitian terdahulu.
Bab ketiga, berisi tentang metode penelitian yang menjelaskan jenis
penelitian, waktu dan tempat penelitian, populasi dan sampel, metode
pengumpulan data dan metode analisis data.
Bab keempat, berisi tentang hasil dan analisa yang menguraikan
tentang kondisi eksisting lokasi, pola persebaran pedagang kaki lima di
Kawasan Pantai Losari dan menjelaskan seberapa tinggi tingkat
keberhasilan penataan Pedagang Kaki Lima (PKL).
Bab kelima, merupakan bab terakhir dari karya ilmiah ini yang berisi
penutup yaitu kesimpulan dan saran-saran.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
B.
C.
D.

PENGERTIAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL)


KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL)
POLA PERSEBARAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL)
FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH DALAM PENATAAN

PEDAGANG KAKI LIMA (PKL)


E. KEBIJAKAN TERKAIT PEDAGANG KAKI LIMA (PKL)
Kebijakan pemerintah dalam melakukan penertiban PKL menurut
McGee dan Yeung (1977, hlm. 41) dalam Hanifah dan Mussadun (2014)
dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu:
1. Kebijakan lokasional, yaitu berkaitan dengan penempatan PKL pada
lokasi yang memiliki kesesuaian lingkungan dan ditentukan oleh
pemerintah kota. Kebijakan lokasional PKL dapat dikelompokkan
menjadi 3 bentuk kegiatan yaitu relokasi, stabilisasi dan penghapusan
(removal).
2. Kebijakan struktural, yaitu mengontrol kegiatan PKL melalui
infrastruktur legal dan administratif. Adapun yang termasuk dalam
pengelolaan struktural yaitu perijinan, pembinaan dan bantuan atau
pinjaman.
3. Kebijakan edukasi ini bertujuan untuk merubah sikap para pedagang
menjadi semakin baik dengan cara memberikan suatu pembelajaran dan
pelatihan.
Penelitian yang dilakukan ini lebih condong kepada kebijakan
struktural, dimana Walikota Makassar kini telah memberikan bantuan
modal bagi para pedagang kaki lima yang telah berdomisili minimal 10
tahun di Kota Makassar (beritasatu.com, 2014).
F. PENELITIAN TERDAHULU

BAB III
METODE PENELITIAN
A.
B.
C.
D.
E.

JENIS PENELITIAN
WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN
JENIS DATA
METODE PENGUMPULAN DATA
METODE ANALISIS DATA

BAB IV
PEMBAHASAN
A. GAMBARAN UMUM LOKASI
B. POLA PERSEBARAN PKL DI KAWASAN PANTAI LOSARI
C. TINGKAT KEBERHASILAN PENATAAN PKL

BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai