Anda di halaman 1dari 5

Informasi Rinci Komposisi Kandungan Nutrisi/Gizi Pada Kacang Hijau :

Nama Bahan Makanan : Kacang Hijau


Nama Lain / Alternatif : Kacang Ijo
Banyaknya Kacang Hijau yang diteliti (Food Weight) = 100 gr
Bagian Kacang Hijau yang dapat dikonsumsi (Bdd / Food Edible) = 100 %
Jumlah Kandungan Energi Kacang Hijau = 345 kkal
Jumlah Kandungan Protein Kacang Hijau = 22,2 gr
Jumlah Kandungan Lemak Kacang Hijau = 1,2 gr
Jumlah Kandungan Karbohidrat Kacang Hijau = 62,9 gr
Jumlah Kandungan Kalsium Kacang Hijau = 125 mg
Jumlah Kandungan Fosfor Kacang Hijau = 320 mg
Jumlah Kandungan Zat Besi Kacang Hijau = 7 mg
Jumlah Kandungan Vitamin A Kacang Hijau = 157 IU
Jumlah Kandungan Vitamin B1 Kacang Hijau = 0,64 mg
Jumlah Kandungan Vitamin C Kacang Hijau = 6 mg
Khasiat / Manfaat Kacang Hijau : - (Belum Tersedia)
Huruf Awal Nama Bahan Makanan : K
Sumber Informasi Gizi : Berbagai publikasi Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia serta sumber lainnya.

Kandungan Minor kacang hijau, antara lain :


1) ZAT BESI : merupakan salah satu mikro elemen yang esensial bagi tubuh.
Artinya, betul-betul harus ada didalam tubuh dalam jumlah tertentu. Zat besi
diperlukan dalam hemopobesis atau pembentukan darah yaitu pada sintesa
hemoglobin (Hb).
A. Bioavailabilitas zat besi
Bioavailabilitas zat besi ditentukan oleh efisiensi penyerapan zat besi di
dalam usus. Zat besi banyak berperan dalam sistem biologi, transport
oksigen, pembentukan ATP, DNA sintetis dan klorofil sintetis. Defisiensi zat
besi dapat menyebabkan anemia, gangguan sistem imun, serta dapat
meningkatkan resiko kanker dan hepatitis. Zat besi tidak rusak oleh
proses pemanasan (kecuali heme iron), radiasi cahaya, oksigen,
maupun keasaman. Tetapi, dapat hilang oleh pemisahan secara fisik
(misal : milling pada serealia).

D. Pengaruh Pengolahan terhadap Zat Besi


a. Proses Pemanasan
Proses pemanasan dapat mendegradasi heme sehingga bioavailabilitas
heme iron akan menjadi rendah. Semakin lama proses pemanasan akan
menyebabkan solubility zat besi semakin rendah (Dechare, 2009).
Bioavailabilitas zat besi dalam Produk Olahan
1. Daging
Killishi merupakan produk olahan dari daging sapi yang biasa
dikonsumsi oleh penduduk Afrika Barat, Nigeria dan Kamerun. Proses
pengolahannya dideskripsikan sebagai berikut :
- Daging diiris tipis 2 cm
- Daging dikeringkan dengan sinar matahari selama 4 jam
- Daging kering direndam dalam larutan bumbu selama 5 menit
- Daging dikeringkan lagi dengan sinar matahari selama 4 jam
- Daging dipanggang di atas arang panas selama 10 menit
Kandungan zat besi sebelum diolah = 5.73 - 0.42 mg/100g
Zat besi yang terdapat di dalam bumbu = 12.5 - 0.3 mg/100g
Kandungan zat besi setelah diolah = 10.2 - 0.14 mg/100g
Kandungan zat besi dari killishi lebih rendah dibanding kandungan zat
besi yang terdapat dalam daging mentah dan bumbu, hal ini
disebabkan karena adanya perlakuan panas dan proses infusi larutan
bumbu yang tidak sempurna.
2. Produk serealia

Serealia merupakan sumber zat besi tetapi serealia juga mengandung


1% asam Phythate pada lapisan aleuronnya Phythate pada tanaman
digunakan sebagai sumber energi dan cadangan mineral untuk
pertumbuhan. Pada lapisan aleuron juga terdapat enzym Phythase,
tetapi enzim ini tidak dimiliki oleh manusia.
Perlakuan untuk mengurangi kandungan asam phythate pada serealia :
Pengelupasan lapisan aleuron (Milling = wheat, rice & rye, pearling =
barley)
Hidrolisis dengan asam
Serealia direndam dalam larutan asam organik (pH = 4.3-4.6) pada
suhu 55 C. Selama germinasi, asam phythate akan terhidrolisis
oleh

enzym

phythase

menjadi

phosphate

dan

myo-inositol

phosphates.
3. Beans (Phaseolus vulgaris L.)
Buncis biasa dikonsumsi oleh penduduk amerika latin sebagai sumber
nutrisi dan energi. Buncis mudah mengalami kerusakan (sukar
dimasak) setelah disimpan pada kelembaban dan suhu yang tinggi
(iklim tropik). Kerusakan ini dipengaruhi oleh senyawa penyusun
buncis, diantaranya : phenol, phythate dan fiber. Buncis mengandung
zat besi, tetapi juga mengandung senyawa inhibitornya.
Irradiasi, dengan Cobalt-60 dosis 0.2 - 2.0 Mrad, dilakukan untuk
meningkatkan bioavailabilitas zat besi. Tetapi, sifat radioaktif dari
Cobalt-60 masih menjadi kekhawatiran para ilmuwan, karena dapat
membahayakan kesehatan manusia. (Haryadi, 1986)
2) vitamin B1 (Tiamin)
Opsi 1 : Dalam pengolahan
Tiamin larut dalam alkohol 70 % dan air, dapat rusak oleh panas, terutama
dengan adanya alkali. Pada kondisi kering, tiamin stabil pada suhu100 o C selama
beberapa

jam.

Kelembaban

akan

mempercepat

kerusakannya.

Hal

ini

menunjukkan bahwa pada makanan segar, tiamin kurang stabil terhadap panas
jika dibandingkan dengan makanan kering (Akbay, 2009).
Opsi 2 : Dalam Pengolahan
Vitamin B1 atau tiamin mengandung sistem dua cincin, yaitu inti pirimidin
& thiazol. Dalam tanaman terutama serealia, vitamin B1 terdapat dalam keadaan
bebas, sedangkan dalam jaringan hewan terdapat sebagai koenzim, yaitu tiamin
pirofosfat (TPP). Tiamin bersifat larut dalam air, tetapi tidak larut dalam pelarut
lemak. Dalam larutan netral atau alkalis, tiamin mudah rusak, sedangkan dalam
keadaan asam tahan panas. Tiamin stabil pada pemanasan kering, tetapi mudah
terurai oleh zatzat pengoksidasi & terhadap radiasi sinar ultraviolet (Auliana,
1994)

3) Vitamin C
Vitamin C sangat mudah dirusak oleh pemanasan, karena ia mudah
dioksidasi. Dapat juga hilang dalam jumlah yang banyak pada waktu mencincang
sayur-sayuran seperti kol atau pada menumbuk kentang (Harper, 1979).
Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi kadar vitamin C dalam makanan
antara lain:

Bahan makanan yang disimpan terlalu lama.

Bahan makanan yang dijemur dengan cahaya matahari.

Pemanasan yang terlalu lama.

Oksidasi akan terhambat bila vitamin C dibiarkan dalam keadaan asam,


atau pada suhu rendah.

DAFTAR PUSTAKA

Akbay. 2009. Analisa Pulp Jambu Biji. http://vedbay.blog.com. 3 November 2010.

Auliana, R. 1994. Gizi dan Pengolahan Lahan. Adicita Karya Nusa, Yogyakarta.

Dechacare. 2009. Agar Bahan Makanan Tidak Kehilangan Gizi. http://jawaban.com. 3


November 2010.

Harjadi, W. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta. PT Gramedia.

Harper, H.A. 1979. Biokimia. Diterjemahkan oleh Martin M. EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai