Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kabupaten Malang adalah salah satu Kabupaten di Indonesia
yang terletak di Propinsi Jawa Timur dan merupakan Kabupaten yang
terluas kedua wilayahnya setelah Kabupaten Banyuwangi dari 38
Kabupaten/ Kota yang ada di Jawa Timur. Hal ini didukung dengan luas
wilayahnya 3.534,86 km atau sama dengan 353.486 ha dan jumlah
penduduk sesuai Data Pusat Statistik sebanyak 2.544.315 jiwa (tahun
2015) yang secara administrasi pemerintahan Secara administrasi
pemerintahan, wilayah Kabupaten malang terdiri 33 Kecamatan dan
390 Desa / Kelurahan. Kabupaten Malang juga dikenal sebagai daerah
yang kaya akan potensi diantaranya dari pertanian, perkebunan,
tanaman obat keluarga dan lain sebagainya. Disamping itu juga
dikenal dengan obyek-obyek wisatanya.
Jumlah penduduk kabupaten malang 2.544.315 jiwa (tahun
2015) dengan tingkat pertumbuhan 3,9% per tahun. Dengan luas
kabupaten Malang yang mencapai 2 977,05 km2, kepadatan penduduk
Kota Malang mencapai 855 jiwa/km2. Kabupaten ini berbatasan
langsung dengan Kota Malang tepat di tengah-tengahnya, Kabupaten
Jombang; Kabupaten Pasuruan; dan Kota Batu di utara, Kabupaten
Lumajang dan Kabupaten Probolinggo di timur, Samudra Hindia di
selatan, serta Kabupaten Blitar dan Kabupaten Kediri di barat.
Sebagian besar wilayahnya merupakan pegunungan yang berhawa
sejuk, Kabupaten Malang dikenal sebagai salah satu daerah tujuan
wisata utama di Jawa Timur. Bersama dengan Kota Batu dan Kota
Malang, Kabupaten Malang merupakan bagian dari kesatuan wilayah
yang dikenal dengan Malang Raya (Wilayah Metropolitan Malang).
Saat ini terdapat suatu tren baru dalam peluang usaha, yaitu usaha
Air Minum Dalam Kemasan dan Air Minum Isi Ulang. Tren ini
berkembang karena kebutuhan masyarakat air minum sangat tinggi.
Ketersediaan air yang layak minum dalam arti berkualitas dan terjamin
1

dari segi kesehatan juga tinggi, demikian juga kebutuhan masyarakat


terhadap sesuatu yang praktis dan instan.
Bisnis Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) semakin menggiurkan
karena kebutuhan air minum akan terus meningkat seiring dengan
pertumbuhan penduduk. Perusahaan yang menggarap bisnis AMDK
pun semakin banyak dan terus melakukan ekspansi untuk memperluas
jaringan pasar produk-produknya. Selain bisnis AMDK, bisnis yang saat
ini berkembang adalah bisnis Air Minum Isi Ulang (AMIU). Bisnis ini
banyak mengundang perhatian di kalangan pelaku usaha AMDK,
khususnya asosiasi perusahaan air minum dalam kemasan (Aspadin).
Air Minum Isi Ulang ini menyita perhatian karena selain harganya jauh
lebih murah dari harga air minum dalam kemasan, cara pengisian air
minum ulang itu kadang menggunakan galon air minum bermerek
yang sudah didaftarkan.
Hal ini menimbulkan keresahan bagi pelaku usaha Air Minum
Dalam

Kemasan

dalam

hal

persaingan

usaha

dan

mengenai

penggunaan galon air yang bermerek dan berdesain industri yang


merupakan

identitas

dari

produk

milik

pelaku

usaha

AMDK.

Penggunaan galon air yang bermerek inilah yang juga menjadi


permasalahan dalam ranah hukum Hak Kekayaan Intelektual. Merek
yang sudah dimiliki dan didaftarkan oleh suatu pihak tidak boleh
digunakan pihak lain untuk barang yang jenis dan kelasnya sama.
Air minum merupakan kebutuhan manusia paling penting. Seperti
diketahui, kadar air tubuh manusia mencapai 68 persen, dan untuk
tetap hidup air dalam tubuh tersebut harus dipertahankan. Padahal,
kebutuhan air minum setiap orang bervariasi dari 2,1 liter hingga 2,8
liter per hari, tergantung pada berat badan dan aktivitasnya.
Namun, agar tetap sehat, air minum harus memenuhi persyaratan
fisika, kimia, maupun bakteriologis. Sebagian besar kebutuhan air
minum tersebut selama ini dipenuhi dari sumber air sumur atau dari
air permukaan yang telah diolah oleh Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM). Karena semakin rendahnya kualitas air sumur, sementara
PDAM belum mampu memasok air dengan jumlah dan kualitas cukup,
2

pemakaian air minum dalam kemasan (AMDK) dewasa ini meningkat


tajam. Hal ini mendorong pertumbuhan industri AMDK di kota-kota
besar di Indonesia.
Saat ini terdapat lebih dari 270

industri AMDK dengan produksi

lebih dari 5 miliar liter per tahun. Bukan hanya industri AMDK, industri
air minum depot isi ulang (AMDIU) juga tumbuh pesat dan telah
menjadi salah satu alternatif bisnis skala usaha kecil dan menengah
serta berkontribusi terhadap suplai air minum di kota-kota besar
dengan harga terjangkau (sekitar Rp 3.000/galon). Namun, belum ada
data pasti tentang jumlah industri AMDIU karena sebagian jenis
industri ini tidak terdaftar.
Di sisi lain, perkembangan industri berpotensi menimbulkan
dampak negatif terhadap kesehatan konsumen, bila tidak ada regulasi
yang efektif. Isu yang mengemuka saat ini adalah rendahnya jaminan
kualitas terhadap air minum yang dihasilkan.
Air yang ada di bumi umumnya tidak dalam keadaan murni (HO),
melainkan

mengandung

berbagai

zat

baik

terlarut

maupun

tersuspensi, termasuk mikroba. Oleh karena itu, sebelum dikonsumsi,


air harus diolah lebih dahulu untuk menghilangkan atau menurunkan
kadar bahan tercemar sampai tingkat yang aman. Air bersih adalah air
yang jernih, tidak berwarna, dan tidak berbau.
Meskipun demikian, air yang jernih, tidak berwarna, dan tidak
berbau belum tentu aman dikonsumsi. Persyaratan kualitas air minum
(air yang aman untuk dikonsumsi langsung), termasuk AMDIU, diatur
dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010
tentang Persyaratan Kualitas Air Minum, Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 736/Menkes/Per/VI/2010 tentang Tata Laksana Pengawasan
Kualitas

Air

Minum,

dan

Keputusan

Menteri

Perindustrian

Dan

Perdagangan Nomor: 651/MPP/Kep/L0/2004 Tentang Persyaratan Teknis


Depot Air Minum Dan Perdagangannya.
Pelaku usaha air minum isi ulang mempunyai kewajiban untuk
selalu menjamin air yang disediakan olehnya sesuai dengan standar
mutu yang ditetapkan pada peraturan Menteri Kesehatan serta
3

melakukan pengawasan secara periodik terhadap mutu air baku yang


ditunjukkan dengan hasil uji laboratorium dari Pemasok. Pelanggaran
terhadap hal ini akan dikenakan sanksi pidana sesuai dengan
sebagaimana tercantum dalam Pasal 26 Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian dan Pasal 62
ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen.
Pengenaan sanksi ini kepada pelaku usaha air minum isi ulang
diatur agar konsumen selalu memperoleh hasil yang terbaik dari air
minum isi ulang dan terlindungi haknya sebagai konsumen.
Dari

data

menetapkan

yang

telah

dijelaskan,

kebijakan-kebijakan

Pemerintah

dalam

rangka

Daerah

perlu

mengantisipasi

permasalahan yang mungkin timbul dari ekses perkembangan usaha


air minum isi ulang tersebut.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada Latar Belakang maka dapat dirumuskan
beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana implementasi kebijakan penyelenggaraan usaha depot
air minum?
2. Apakah perlu dibentuk pengaturan tentang penyelenggaraan
usaha depot air minum?
3. Bagaimana mekanisme usaha dan pengawasan yang dilakukan
atas penyelenggaraan usaha depot air minum ?

C. Tujuan dan Kegunaan Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik


Sesuai

dengan

ruang

lingkup

identifikasi

masalah

yang

dikemukakan di atas, tujuan penyusunan Naskah Akademik adalah


sebagai berikut:

1. Merumuskan

implementasi

kebijakan

penyelenggaraan

usaha

depot air minum.


2. Merumuskan

dasar

hukum

pembetukan

peraturan

tentang

penyelenggaraan usaha depot air minum.


3. Merumuskan dasar pertimbangan pembentukan Peraturan Daerah
tentang Penyelenggaraan Usaha Depot Air Minum.
4. Sebagai acuan atau referensi penyusunan dan pembahasan
Rancangan Peraturan Daerah.
D. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penyusunan Naskah Akademik ini
adalah metode yuridis normatif dilakukan melalui studi pustaka yang
menelaah data sekunder, data , hasil pengkajian dan referensi lainnya.

BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTEK EMPIRIS
A. Kajian Teoritis
Definisi secara umum air minum adalah air yang melalui proses
pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat
kesehatan dan dapat langsung diminum. Depot air minum adalah
Badan Usaha yang mengelola air minum untuk keperluan masyarakat
dalam bentuk curah dan tidak dikemas. Implementasi kebijakan
pengelolaan usaha depot air minum adalah setiap orang berhak
mendapatkan akses terhadap air yang sehat bagi pencapaian derajat
kesehatan.
Pemerintah menjamin setiap orang untuk mendapatkan air
minum

bagi

kebutuhan pokok

minimal

tubuh guna

memenuhi

kehidupannya yang sehat, bersih dan produktif. Setiap penyelenggara


dan

pengelola

air

minum

wajib

menjamin

air

minum

yang

diproduksinya aman bagi kesehatan. Pengaturan tentang pengelolaan


depot air minum bertujuan untuk pemenuhan akses terhadap air
minum

yang

sehat

dan

aman

dikonsumsi

oleh

masyarakat.

Implementasi kebijakan pengaturan pengelolaan depot air minum


dalam Peraturan Daerah ini meliputi persyaratan air laik hygiene,
pengelolaan usaha, pengawasan dan pembinaan, tanggungjawab
pemerintah, peran serta masyarakat, dan sangsi yang diberikan
terhadap pelanggaran peraturan.
1. Konsep Implementasi Kebijakan
Menurut Mazmanian dan Sabatier1 menjelaskan lebih lanjut
tentang

konsep

implementasi

kebijakan

sebagaimana

berikut:

Memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah program dinyatakan


berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi
kebijakan, yaitu kejadian-kejadian atau kegiatan yang timbul setelah
disahkannya pedoman-pedoman kebijakan negara, yaitu mencakup
baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk
menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian1 Solichin Abdul Wahab, Evaluasi kebijakan Publik, (Malang: FIA UNIBRAW
dan IKIP Malang, 1997), hlm, 65.
6

kejadian." Berdasarkan pada pendapat tersebut, nampak bahwa


implementasi kebijakan tidak hanya terbatas pada tindakan atau
perilaku badan alternatif atau unit birokrasi yang bertanggung jawab
untuk melaksanakan program dan menimbulkan kepatuhan dari target
group, namun lebih dari itu juga berlanjut dengan jaringan kekuatan
politik sosial ekonomi yang berpengaruh pada perilaku semua pihak
yang terlibat dan pada akhirnya terdapat dampak yang diharapkan
maupun yang tidak diharapkan.
Banyak model dalam proses implementasi kebijakan yang dapat
digunakan. Van Meter dan Horn, mengajukan model mengenai proses
implementasi

kebijakan (a model of the policy implementation

process). Dalam model implementasi kebijakan ini terdapat enam


variabel

yang

membentuk

hubungan

antara

kebijakan

dengan

pelaksanaan. Van Meter dan Van Horn dalam teorinya ini beranjak dari
argumen bahwa perbedaan-perbedaan dalam proses implementasi
akan dipengaruhi oleh sifat kebijakan yang akan dilaksanakan.
Selanjutnya mereka menawarkan suatu pendekatan yang mencoba
untuk menghubungkan antara isu kebijakan dengan implementasi dan
suatu model konseptual yang menghubungkan dengan prestasi kerja
(performance). Kedua ahli ini menegaskan pula pendiriannya bahwa
perubahan, kontrol dan kepatuhan bertindak merupakan konsepkonsep penting dalam prosedur implementasi.2
Analis Kebijakan yang bekerja untuk lembaga publik dan pejabat
publik mempunyai tugas rutin harian menetapkan isu-isu yang harus
dijadikan isu-isu kebijakan dan agenda-agenda kebijakan publik. Untuk
itu, tugas analis kebijakan adalah menetapkan kriteria isu kebijakan
sebagai instrumen untuk membedakannya dengan isu non kebijakan.
Untuk memahami ruang lingkup kebijakan publik perlu dijelaskan
definisinya. Kebijakan publik adalah setiap keputusan pemerintah yang
memberikan impak pada kehidupan masyarakat. Kebijakan publik
adalah domain utama pemerintah, dan mempunyai arti strategis bagi
2 Bambang Supriyadi, Implementasi Kebijakan Pemberdayaan Sektor
Informal (Studi Kasus Implementasi Perda No 17 Tahun 2003 tentang
Pembinaan PKL di Kota Surabaya), (Malang: PPS Unibraw Malang, 2007),
hlm, 15.
7

pemecahan maslah dalam kehidupan bersama pada hari ini dan di


masa depan. Kebijakan publik adalah aturan main yang mengatur
kehidupan bersama atau kehidupan publik, dan bukan mengatur
kehidupan orang atau golongan. Kebijakan publik mengatur semua
yang ada di tempat lembaga administrasi publik mempunyai domain.
Kebijakan publik mengatur masalah bersama, atau masalah pribadi
atau golongan, yang sudah menjadi masalah bersama seluruh
masyarakat. Contohnya masalah pengelolaan usaha depot air minum,
masalah ini bukan hanya milik pengelolaan usaha atau pemerintah
daerah, tetapi sudah menjadi milik masyarakat atau pengguna air
minum, sehingga pemerintah membuat kebijakan publik dengan
diterbitkannya

Peraturan

Menteri

Kesehatan

Nomor

492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum,


Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 736/Menkes/Per/VI/2010 tentang
Tata Laksana Pengawasan Kualitas Air Minum, dan Keputusan Menteri
Perindustrian Dan Perdagangan Nomor : 651/MPP/Kep/L0/2004 Tentang
Persyaratan Teknis Depot Air Minum Dan Perdagangannya. Ada 3 (tiga)
katogori Kebijakan publik, Pertama, kebijakan tersebut bersifat cerdas,
dalam arti memecahkan masalah pada inti permasalahannya,. Kedua,
kebiajakan tersebut bersifat bijaksana, dalam arti tidak menghasilkan
masalah baru yang lebih besar daripada masalah yang dipecahkan.
Ketiga, kebijakan publik tersebut memberikan harapan kepada seluruh
warga bahwa mereka dapat memasuki hari esok lebih baik dari hari
ini.3
Setiap

analisis

kebijakan

dapat

memberikan

enam

jenis

keluaran, adalah sebagai berikut :4


1.Informasi Kebijakan
Informasi kebijakan merupakan pengembangan teori komunikasi
politik Agenda Setting. Teori agenda setting mengedepankan fakta
sosial bahwa media massa membantu manusia menetapkan agendaagenda untuk dijalankan dalam kehidupan bersamanya. Media massa
pada akhirnya sangat memengaruhi elit politik, termasuk pejabat
3 Riant Nugroho Dwidjowijoto, Kebijakan Publik untuk Negara-Negara
Berkembang, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2007,), hlm, 219.
4 Ibid., hlm, 246.
8

negara dalam menentukan dan menetapkan isu-isu yang perlu


dijadikan

agenda

politiknya.

Teori

agenda

setting

semakin

berpengaruh pada saat ini, ketika media massa menjadi kepanjangan


dari indra manusia, yang membantu manusia memahami apa yang
terjadi di lingkungannya. Dalam konteks kebijakan publik, media
massa tidak bekerja sebagai penyiap agenda kebijakan, melainkan
memberikan bahan baku terpilih untuk dipilah menjadi isu kebijakan
dan kemudian dijadikan agenda kebijakan.
2. Deskripsi Kebijakan
Deskripsi kebijakan adalah analisis tentang kebijakan yang
sudah ada untuk disampaikan kepada klien. Model ini disebut juga
review kebijakan dan secara luas berada pada ranah evaluasi
kebijakan. Deskripsi kebijakan dapat ditujukan untuk mengubah atau
menyempurnakan kebijakan tersebut atau meningkatkan kenyakinan
akan kebenaran kebijakan tersebut. Pada deskripsi kebijakan dapat
digunakan model-model argumen kebijakan, yaitu argumen untuk
membuktikan

kebenaran bahwa suatu pernyataan adalah benar

secara nalar. Dasar pembenarannya dikelompokkan sesuai dengan


jenis argumennya.
3. Pernyataan Kebijakan
Pernyataan kebijakan adalah pernyataan yang dibuat oleh
pejabat di depan publik. Konsep publik dipahami sebagai publik
langsung dan publik media. Publik langsung adalah pidato pejabat,
baik lisan maupun tertulis, pernyataan atau ceramah yang diberikan di
depan publik dan temu publik. Publik yang bermedia dalam art
pernyataan pejabat publik melalui media massa, baik dalam bentuk
pertemuan pers maupun dalam sebuah wawancara pers.
4. Memo kebijakan
Memo kebijakan adalah rekomendasi singkat akan satu isu
kebijakan untuk landasan pembuatan keputusan kebijakan yang
bersifat terbatas, misalnya untuk menetapkan kondisi darurat yang
harus diputuskan dengan segera, seorang pejabat publik meminta
analisis kebijakan untuk menyiapkan memo kebijakan yang akan
digunakan sebagai pembenaran dari kebijakan yang diambil. Memo
9

kebiajakn bersifat praktis dan taktis dengan kombinasi pilihan


kebijakan.
5. Makalah Kebijakan
Makalah kebijakan atau dikenal dengan kertas kebijakan atau
policy paper adalah bentuk dari rekomendasi analisis kebijakan yang
merupakan sebuah analisis laporan yang dibuat secara lengkap,
komprehensif dan sangat detail. Hampir semua rekomendasi kebijakan
yang formal dan umum dikenal dalam bentuk seperti ini.
6. Rumusan Kebijakan
Analisis kebijakan tidak hanya bekerja menyiapkan rekomendasi
kebijakan untuk disiapkan menjadi rumusan kebijakan, namun dapat
juga dilibatkan lebih lanjut dalam perumusan kebijakan. Oleh karena
itu, analisis kebijakan dapat berperan untuk ikut dalam tim yang
merumuskan atau merancang kebijakan publik, baik dalam bentuk
draft akademis maupun pasal-pasal peraturan perundang-undangan.
2. Teori Pembentukan Perundang-undangan
Dalam pelaksanaan kebijakan pemerintahan yang direalisasikan
dengan

bentuk

tindak

pemerintahan

harus

didasarkan

pada

keabsahan tindak pemerintahan. Dalam teori Hukum Administrasi


Unsur keabsahan tindak pemerintahan meliputi 3 (tiga) hal yaitu: 1)
dasar hukum penggunaan wewenang (asas keabsahan); landasan
prosedur (mencegah tindakan sewenang-wenang) dan konfrormitas
(alat

ukur

untuk

menilai

benar-salahnya

tindak

pemerintah),

sebagaimana dijelaska oleh Philipus Mandiri Hadjon: 5 Sebagai konsep


hukum

publik,

wewenang

sekurang-kurangnya

terdiri

atas

tiga

komponen, yaitu pengaruh, dasar hukum dan konfornitas hukum.


Komponen

pengaruh

ialah

bahwa

penggunaan

wewenang

dimaksudkan untuk mengendalikan perilaku subyek.


Dalam pembentukan aturan hukum (undang-undang sampai
peraturan daaerah sbagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan)
pada dasarnya adalah merancang sebuah norma (pedoman tingkah
laku) dalam perundang-undangan. Ajaran umum tentang bagaimana
5 Philipus Mandiri Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia,
(Yogyakarta: Gadjah Mada Universty Press, 1997), hlm, 6.
10

merumuskan penggolongan norma/kaidah perilaku dalam aturan


hukum dikemukakan oleh Bruggink sebagai berikut:6
a. Perintah

(gebond),

ini

adalah

kewajiban

umum

untuk

melakukan sesuatu;
b. Larangan (verbond), ini adalah kewajiban umum untuk tidak
melakukan sesuatu;
c. Pembebasan (vrijsteling, dispensasi), ini adalah pembolehan
(velof) khusus untuk tidak melakukan sesuatu yang secara
umum diperintahkan;
d. Izin (toestemming, permisi), ini adalah perbolehan khusus
untuk melakukan sesuatu yang secara umum dilarang.
Sesuai dengan ajaran umum tentang perumusan norma/kaidah
hukum, maka dalam penyusunan peraturan perundang-undangan
yang mengatur tentang Pengaturan dan Pengelolaan Depot Air Minum,
harus memuat hal-hal yang meliputi:
a. Norma kewenangan, yaitu norma yang memuat tantang
keabsahan pemerintah melakukan tindakan terkait dengan
Pengelolaan Depot Air Minum, norma kewenangan yang
diatur dalam peraturan meliputi:
- Kewenangan
perijinan
usaha

mikro

merupakan

kewenangan Pemerintah Daerah, dalam hal ini Bupati


-

melimpahkan kewenangan penerbitan izin kepada Camat;


Prosedur perizinan usaha depot air mimun;
Struktur, tugas dan kewenangan Dewan Pengawas Depot

Air Minum.
b. Norma perilaku, yaitu kaidah hukum yang dilakukan oleh
pemeang

peran

atau

orang/masyarakat

yang

wajib

menjalankan peraturan. Norma perilaku yang dimuat dalam


peraturan meliputi:
- Perintah berisi kewajiban bagi pengusaha depot air minum
dan Dewan Pengawas Depot Air Minum, terkait dengan
peningkatan pelayanan dan pengelolaan air minum yang
-

laik hygiene bagi masyarakat.


Larangan yang berisi kewajiban bagi pemegang peran
(pengusaha depot air minum dan Dewan Pengawas Depot
Air Minum) untuk tidak melakukan sesuatu yang dilarang.

6 Brugink, Refleksi Tentang Hukum, terjemahan Arief Sidharta, (Bandung:


Citra Aditya Bhakti, 1994), hlm, 100.
11

Pengaturan penegakan hukum bagi pelanggaran norma


larangan dan norma perintah yang diatur dalam peraturan
tentang

Peraturan

Daerah

tentang

Pengaturan

dan

Pengelolaan Depot Air Minum.

B. Praktek Empiris
Pengelolaan air minum isi ulang adalah suatu kegiatan untuk
mengelola air baku/air bersih menjadi air minum dengan melalui
proses yang sesuai dengan standar kesehatan. Air minum aman bagi
kesehatan

apabila

memenuhi

persyaratan

fisika,

mikrobiologis,

kimiawi dan radioaktif yang dimuat dalam parameter kualitas air.


Parameter parameter kualitas merupakan persyaratan kualitas air
minum yang wajib diikuti dan ditaati oleh seluruh penyelenggara air
minum sebagaimana telah ditetapkan dalam peraturan perundangundangan.
Setiap orang dan/atau badan hukum yang menyelenggarakan
usaha depot air minum wajib memiliki izin usaha pengelolaan Depot
Air Minum yang dikeluarkan oleh Bupati. Dalam rangka memenuhi
persyaratan

kualitas

air

minum,

perlu

dilaksanakan

kegiatan

pengawasan kualitas air minum yang diselenggarakan secara terus


menerus dan berkesinambungan agar air yang digunakan oleh
penduduk dari penyediaan air minum yang ada, terjamin kualitasnya,
sesuai dengan persyaratan kualitas air minum.
Pengawasan kualitas air minum dalam hal ini meliputi air minum
yang diproduksi oleh suatu perusahaan, baik pemerintah maupun
swasta, didistribusikan kepada masyarakat dengan kemasan dan atau
isi ulang.
Dalam

pelaksanaannya,

kebijakan

pengaturan

pengelolaan

Depot Air Minum dilakukan dengan berpedoman pada peraturan


perundang-undangan. Beberapa hal yang menjadi perhatian dalam
teknis proses pengelolaan air minum isi ulang, antara lain :

12

1. Depot Air Minum dilarang mengambil air baku yang berasal dari
air PDAM yang ada dalam jaringan distribusi untuk rumah
tangga.
2. Proses pengolahan air minum di Depot Air Minum meliputi
penampungan air baku, penyaringan/filterisasi, desinfeksi dan
pengisian.
3. Depot Air Minum wajib memenuhi ketentuan teknis pada
Pedoman

Cara

Produksi

Yang

Baik

Depot

Air

Minum,

sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.


4. Depot Air Minum hanya diperbolehkan menjual produknya
secara langsung kepada konsumen dilokasi usaha dengan cara
mengisi

wadah

yang

dibawa

oleh

konsumen

atau

yang

disediakan oleh penyelenggara usaha.


5. Depot Air Minum dilarang memiliki "stock" produk air minum
dalam wadah yang siap dijual.
6. Depot Air Minum hanya diperbolehkan menyediakan wadah tidak
bermerek atau wadah polos.
7. Depot Air Minum wajib memeriksa wadah yang dibawa oleh
konsumen dan dilarang mengisi wadah yang tidak layak pakai.
8. Depot Air Minum harus melakukan pembilasan dan atau
pencucian dan atau sanitasi wadah dan dilakukan dengan cara
yang benar.
9. Tutup wadah yang disediakan oleh Depot Air Minum harus
polos/tidak bermerek.
10.
Depot
Air
Minum

tidak

diperbolehkan

segel/"shrink wrap" pada wadah.


11.
Penyelenggaran
Usaha
Depot

Air

memasang

Minum

wajib

menempatkan Sertifikat Laik Sehat ditempat yang bisa dibaca


secara jelas oleh konsumen.
12.
Penyelenggaran Usaha Depot Air Minum wajib memberikan
tanda khusus tentang waktu, masa berlaku dan keterangan hasil
pengujian atas air.

13

BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT
1. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2014 tentang
Higiene Sanitasi Depot Air Minum
Bahwa masyarakat perlu dilindungi dari risiko penyakit bawaan air
akibat mengkonsumsi air minum yang berasal dari depot air minum
yang tidak memenuhi standar baku mutu dan persyaratan higiene
sanitasi. Persyaratan atas kualitas air minum adalah hal mutlak yang
harus dipenuhi oleh para pelaku usaha, baik pelaku usaha air minum
dalam kemasan ataupun air minum isi ulang. Persyaratan kualitas air an
persyaratan Higiene Sanitasi. dituangkan dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 43 Tahun 2014 tentang Higiene Sanitasi Depot Air
Minum yang dibentuk dengan salah satu pertimbangan yaitu bahwa agar
air minum yang di konsumsi masyarakat tidak menimbulkan gangguan
kesehatan perlu ditetapkan persyaratan kesehatan kualitas air minum.

14

Selanjutnya, dalam peraturan ini juga diatur tentang pengawasan dan


pembinaan baik oleh pemilik usaha maupun dari pemerintah sebagai
regulator.
Berikut

ini

kewenangan

beberapa
Pemerintah

pasal

yang

Daerah

mempertegas

dalam

upaya

keberadaan

pengaturan

dan

pengelolaan air minum, yaitu:

Setiap Depot Air Minum (DAM) wajib:


(1) a. menjamin Air Minum yang dihasilkan memenuhi standar baku
mutu atau persyaratan kualitas Air Minum sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan b. memenuhi persyaratan Higiene Sanitasi
dalam pengelolaan Air Minum.
(2) Untuk menjamin Air Minum memenuhi standar baku mutu atau
persyaratan kualitas Air Minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, DAM wajib melaksanakan tata laksana pengawasan kualitas
Air Minum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan). (Pasal

1)
Persyaratan Higiene Sanitasi dalam pengelolaan Air Minum paling
sedikit meliputi aspek: a. tempat; b. peralatan; dan c. Penjamah.
(Yang rincian dalam setiap aspek dicamtumkan dalam angka 2, 3 dan

4 di Pasal 3)
Untuk menjaga kualitas air minum yang dikonsumsi masyarakat
dilakukan pengawasan kualitas air minum secara eksternal dan
secara internal. Pengawasan kualitas air minum secara eksternal
merupakan pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota atau oleh KKP khusus untuk wilayah kerja KKP.
Pengawasan

kualitas

air

minum

secara

internal

merupakan

pengawasan yang dilaksanakan oleh penyelenggara air minum untuk


menjamin kualitas air minum yang diproduksi memenuhi syarat
sebagaimana diatur dalam Peraturan ini. (Pasal 20)
1.1

Peraturan

Menteri

Kesehatan

Nomor:

492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air


Minum

15

Sebagaimana

dalam

Peraturan

Menteri

Kesehatan

492/Menkes/Per/IV/2010 yang menjadi dasar dalam

Nomor:

perturan ini

ditetepkan juga parameter wajib dan tambahan kualitas air sebagai


berikut:

16

17

1.2

Peraturan

Menteri

Kesehatan

Nomor

736/Menkes/Per/VI/2010 tentang Tata Laksana Pengawasan


Kualitas Air Minum
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (5) Peraturan
Menteri

Kesehatan

Nomor:

492/Menkes/Per/IV/2010,

Pemerintah

menetapkan pengaturan tentang Persyaratan Kualitas Air Minum,


tatalaksana pengawasan kualitas air minum. Ruang lingkup pengaturan
tata laksana pengawasan kualitas air minum berdasarkan peraturan ini
meliputi:
a.pengawasan eksternal; dan
b. pengawasan internal.
Pengawasan eksternal dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dan

KKP

sedangkan

Pengawasan

internal

dilakukan

oleh

penyelenggara air minum.


Selanjutnya, dalam peraturan ini dijelaskan bahwa Penyelenggara
air minum yang menyelenggarakan penyediaan air minum untuk
tujuan komersial wajib melakukan pengawasan internal. Pengawasan
untuk kualitas air minum dalam kemasan dilaksanakan oleh Badan
Pengawas Obat dan Makanan sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. Pengawasan eksternal dan pengawasan internal dilakukan
dengan 2 (dua) cara meliputi:
18

a. Pengawasan berkala; dan


b. Pengawasan atas indikasi pencemaran.
2 Keputusan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan Nomor :
651/MPP/Kep/L0/2004 Tentang Persyaratan Teknis Depot Air
Minum Dan Perdagangannya
Salah satu dasar pertimbangan dibentuknya peraturan ini, bahwa
dalam rangka menjamin mutu produk air minum yang dihasilkan oleh
Depot Air Minum yang memenuhi persyaratan kualitas air minum dan
mendukung terciptanya persaingan usaha yang sehat serta dalam upaya
memberi perlindungan kepada konsumen perlu adanya ketentuan yang
mengatur keberadaan Depot Air Minum.
Pada Pasal 1 diuraikan definisi Depot Air Minum adalah usaha
industri yang melakukan proses pengolahan air baku menjadi air minum
dan menjual langsung kepada konsumen. Sebagaimana juga dilaksanakan
oleh pelaku usaha air minum dalam kemasan, para pelaku usaha air
minum isi ulang juga memiliki persyaratan untuk mendirikan sebuah
depot air minum.
Persyaratan tersebut diuraikan dalam Pasal 2 Keputusan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan Nomor 651/MPP/Kep/10/2004 tentang
Persyaratan Teknis Depot Air Minum Isi Ulang sebagaimana berikut:
a. Depot Air Minum wajib memiliki Tanda Daftar Industri (TDI) dan
Tanda

Daftar

Usaha

Perdagangan

(TDUP)

dengan

nilai

investasi

perusahaan seluruhnya sampai dengan Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta


rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
b. Depot Air Minum wajib memiliki Surat Jaminan Pasok Air Baku dari
PDAM atau perusahaan yang memiliki Izin Pengambilan Air dari Instansi
yang berwenang
c. Depot Air Minum wajib memiliki laporan hasil uji air minum yang
dihasilkan dari laboratorium pemeriksaan kualitas air yang ditunjuk
Pemerintah Kabupaten/Kota atau yang terakreditasi.
Pengaturan mengenai wadah air minum isi ulang juga dicantumkan
pada Pasal 7 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor
651/MPP/Kep/10/2004 tentang Persyaratan Teknis Depot Air Minum Isi
Ulang. Hal-hal yang diatur di Pasal ini mengenai:
19

a. Depot Air Minum hanya diperbolehkan menjual produknya secara


langsung kepada konsumen dilokasi Depot dengan cara mengisi
wadah yang dibawa oleh konsumen atau disediakan Depot.
b. Depot Air Minum dilarang memiliki "stock" produk air minum dalam
wadah yang siap dijual.
c. Depot Air Minum hanya diperbolehkan menyediakan wadah tidak
bermerek atau wadah polos.
d. Depot Air Minum wajib memeriksa wadah yang dibawa oleh konsumen
dan dilarang mengisi wadah yang tidak layak pakai.
e. Depot Air Minum harus melakukan pembilasan dan atau pencucian
dan atau sanitasi wadah dan dilakukan dengan cara yang benar.
f.

Tutup wadah yang disediakan oleh Depot Air Minum harus polos/tidak
bermerek.

g. Depot Air Minum tidak diperbolehkan memasang segel/"shrink wrap"


pada wadah.
Pelaku usaha air minum isi ulang mempunyai kewajiban untuk selalu
menjamin air yang disediakan olehnya sesuai dengan standar mutu yang
ditetapkan

pada

peraturan

Menteri

Kesehatan

serta

melakukan

pengawasan secara periodik terhadap mutu air baku yang ditunjukkan


dengan hasil uji laboratorium dari Pemasok. Pelanggaran terhadap hal ini
akan dikenakan sanksi pidana sesuai dengan sebagaimana tercantum
dalam Pasal 26 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1984
tentang Perindustrian dan Pasal 62 ayat (1) UndangUndang Republik
Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Pengenaan sanksi ini kepada pelaku usaha air minum isi ulang
diatur dalam Pasal 12 ayat 1 Keputusan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan Nomor 651/MPP/Kep/10/2004 tentang Persyaratan Teknis
Depot Air Minum Isi Ulang. Hal ini diatur agar konsumen selalu
memperoleh hasil yang terbaik dari air minum isi ulang dan terlindungi
haknya sebagai konsumen. Kelayakan air minum isi ulang sebagai bahan
konsumsi masyarakat harus juga menjadi perhatian utama bagi pelaku
usaha air minum isi ulang. Untuk menghindari terjadinya masalah
kesehatan yang disebabkan ketidaklayakan konsumsi pada konsumen air
minum isi ulang, Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
Nomor 651/MPP/Kep/10/2004 tentang Persyaratan Teknis Depot Air Minum
20

Isi Ulang memberikan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan yang


tercantum dalam pasal 55 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7
Tahun 1996 tentang Pangan apabila pelaku usaha tidak melaksanakan
kewajibannya untuk memeriksa wadah yang dibawa oleh konsumen dan
dilarang mengisi wadah yang tidak layak pakai serta tidak melakukan
pembilasan dan atau pencucian dan atau sanitasi wadah yang dilakukan
dengan cara yang benar.
Untuk melindungi konsumen dari misuse (kesalahan penggunaan)
dan salah persepsi karena menganggap bahwa depot isi ulang merupakan
"kepanjangan tangan" air minum dalam kemasan4, pelaku usaha air
minum isi ulang tidak boleh menyediakan wadah bermerek milik pelaku
usaha air minum dalam kemasan yang sudah terdaftar di Departemen
Kehakiman dan HAM. Depot Air Minum hanya diperbolehkan menyediakan
wadah tidak bermerek atau wadah polos. Selain wadahnya sendiri, tutup
wadah yang disediakan oleh Depot Air Minum harus polos atau tidak
bermerek

dan

Depot

Air

Minum

tidak

diperbolehkan

memasang

segel/"shrink wrap" pada wadah.


Apabila terjadi pelanggaran yang berkenaan dengan hal ini, pelaku
usaha air minum isi ulang dikenakan sanksi-sanksi sesuai ketentuan
pidana sebagaimana tercantum dalam pasal 90 atau pasal 91 UndangUndang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Selain
kepentingan konsumen, Pasal 12 ayat (3) Keputusan Menteri Perindustrian
dan Perdagangan Nomor 651/MPP/Kep/10/2004 tentang

Persyaratan

Teknis Depot Air Minum Isi Ulang juga melindungi hak eksklusif pemilik
merek yang digunakan oleh pihak yang tidak berhak.

21

BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS
1. Filosofis
Dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat

agar

derajat

kesehatan

secara

berangsur-angsur

meningkat, dilaksanakan upaya pelayanan kesehatan dasar yang


merupakan langkah awal yang sangat penting dalam memberikan
pelayanan secara cepat dan tepat untuk mengatasi permasalahan
kesehatan yang dialami oleh masyarakat, berbagai pelayanan
kesehatan

dasar

yang

dilksanakan

pengawasan

terhadap

keberadaan pengelolaan Depot Air minum. Kehadiran Air Minum Isi


Ulang sebenarnya fenomena bisnis normal dan biasa sebagaimana
terjadi di Amerika Serikat, Filipina, Turki maupun negara lain.
Masalahnya, di Indonesia belum ada peraturan tentang keberadaan
depot isi ulang sehingga tidak ada pengawasan dan control yang
jelas. Kehadiran depot isi ulang menimbulkan persaingan yang tidak
fair atau adil. Sebab, para pelaku bisnis yang bergerak di industri air
minum dalam kemasan punya kewajiban memenuhi berbagai
standar dengan segala dampaknya terhadap biaya.
Sementara itu, di pihak lain, depot isi ulang menangguk
untung besar tanpa ada kewajiban memenuhi persyaratan dan
peraturan, termasuk jaminan terhadap keselamatan dan kesehatan
konsumen.
Pemerintah daerah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
sebagai

penyusun

melakukan
peraturan

peraturan

langkah-langkah
dan

perundangan
dan

melaksanakan

kegiatan

didaerah,
untuk

pengawasan

segera

menyusun
terhadap

pengetrapannya dan menjalankan kewenangan-kewenangannya.


Termasuk dalam hal ini ketentuan laik operasi peralatan untuk
pemngolahan yang dinyatakan dengan sertifikat laik operasi, kalau
perlu dikenakan izin operasi, tingkat cemaran, pedoman-pedoman
lainnya baik pedoman umum maupun teknisnya, mekanisme dan
pemantauan kualitas air bakunya maupun kualitas produksinya.
Pemerintah segera melakukan standarisasi peralatan, pengawasan
di lapangan, uji kelayakan dan peneraan peralatan, uji kualitas
22

produksinya

secara

operasional

baik

peralatanannya

reguler,

yang
tidak

memberikan

menyangkut
hanaya

sertifikasi

kelaikan

ketenagaannya

maupun

meningkatkan

kualitas

untuk

prosesing dan kemamapuan pengelola/pengusaha air minum isi


ulang tetapi juga untuk melindungi konsumen/rakyatnya. Pada
pokoknya adanya ketentuan untuk melindungi konsumen atas
akibat produksi yang tidak memenuhi persyaratan sehingga dapat
berakibat menimbulkan penyakit dan gangguan kesehatan.
2. Sosiologis
Air

minum

merupakan

kebutuhan

pokok

dan

vital.

Di

kabupaten Malang telah terbangun kurang lebih 270an Depot Air


Minum Isi Ulang. Tersebar merata di beberapa sudut jalan bahkan di
dalam lintasan gang kecil di daerah yang padat maupun di daerah
perdesaan. Ekonomi kerakyatan sebuah cita-cita. Kegiatan ekonomi
yang dilakukan oleh rakyat untuk melayani kebutuhan rakyat
dengan tenaga yang relatif dengan ketrampilan yang sederhana.
Dengan penggunaan air minum dengan tabung selain mudah dan
praktis dengan penampilannya akan sedikit mengangkat pristise di
dalam suatu kehidupan rumah tangga. Demikian juga prestise
dalam suatu lingkungan wilayah, sebagai indikasi adanya kegiatan
ekonomi sedikit maju, seperti adanya kegiatan mesin fotocopy,
warung telepon, rumah makan/restoran, perbengkelan kendaraan
bermotor, klinik/pelayanan kesehatan, jalur transpotasi dan lain
sebagainya.
Bila kegiatan penyediaan air minum ini dilihat dari aspek
ekonomi, paling tidak memberikan pembelajaran dan peningkatan
kreativitas

rakyat

dalam

memenuhi

kebutuhan

pokoknya.

Konsumennya besar, kebutuhan sehari-hari, mudah di jangkau dan


kompetetif

untuk

memenuhi

kebutuhan

seluruh

keluarga.

Disamping itu geliat ekonomi ini mendongkrak juga kegiatan


ekonomi

ikutan

lainnya.

Dengan

demikian,

maka

dapat

menyumbang (walaupun tidak spektakuler) dalam pengentasan


kemiskinan

dan

meningkatkan

pengangguran.

geliat

dan

Untuk

perannya,

menumbuhkan

perlu

pembinaan

dan
dan

pengawasan baik untuk kepentingan survival dan suksesnya usaha


23

maupun

perlindungan

terhadap

konsumennya.

Survival

dan

suksesnya usaha ada beberapa faktor yang harus diperhatikan yaitu


: (1) sumber air bakunya, harus tersedia baik kuantitasnya maupun
kualitasnya, dan tidak mengganggu keberlanjutan sumberdaya air
dan tidak merusak ekosistenmya, (2) proses pengolahan, peralatan
harus memenuhi spesifikasi minimal untuk dapat mengolah air baku
yang menghasilkan air yang siap diminum yaitu memenuhi syaratsyarat air minum yaitu syarat fisik, kimiawi dan bakteriologis. (3)
dilandasi dan ditaatinya peraturan perundang-undangan yang jelas.
Sumber air baku, tidak sembarangan, diperoleh dari berbagai
sumber yaitu dari air tanah seperti mata air (pegunungan),sungai
bawah tanah, busong dan sumur bor, yang terlindungi, air
permukaan seperti air danau, air sungai, air laut dan gunung es. Air
baku harus memenuhi syarat-syarat baik struktur fisis, kimiawi
maupun bakteriologis. Sumber air baku harus tetap terjaga dan
terpelihara keberlanjutannya (ingat tragedi penggundulan hutan).
Ekosistem

tidak

terganggu,

tidak

hanya

dilihat

dari

sistem

hidrologinya saja tetapi sistem kehidupan secara itentitas, termasuk


dampak dan konflik sosialnya.
Persepsi masyarakat atau pasar, depot air minum isi ulang ini
air bakunya adalah berasal dari sumber mata air pegunungan yang
memenuhi syarat-syarat kesehatan yaitu rasanya segar, dingin,
tidak berbau, tidak berwarna, pH normal dan TDS rendah. Dalam
kenyataannya tidak demikian, air baku dapat diambil dari berbagai
sumber seperti tersebut diatas. Air tanah, memiliki karakterkarakter

tertentu

dan

berberda

satu

dengan

lainnya.

Bisa

mengandung mineral-mineral atau garam-garam yang cukup tinggi


akibat dari pengaruh lapisan dan batuan dibawah tanah yang dilalui
oleh air tanah tersebut. Sedangkan air permukaan kualitasnya
sangat

dipengaruhi

oleh

kondisi

lingkungannya

dan

perilaku

manusia dan sanitasi sekitarnya. Dan kualitas air yang siap


diminum masih tergantung pula pada beberapa faktor yang lain.
Di dalam proses pengolahan, peralatan harus berfungsi
dengan

baik,

mampu

mengolah

air

baku

untuk

mereduksi

kandungan partikel-partekel fisik, kmiawi yang terlalu tinggi dan


24

membunuh mikrooragnisme yang berbahaya, sehingga produksi air


siap minum memenuhi syarat. Di samping kualitas peralatannya,
tergantung

pula

kemampuan

dan

ketaatan

tenaga

yang

mengoperasikan peralatan tersebut termasuk sikap dan perilaku


bersih

dan

sehatnya.

Tenaga

yang

mengoperasikan

dan

menghandel hasil olahan yang tidak berperilaku bersih dan sehat


dapat mencemari hasil olahan.
Mencermati hasil-hasil survai yang dilakukan oleh Forum
Komunikasi Pengelola Air Minum Indonesia, bahwa Depot Air Minum
Isi Ulang yang diteliti dari 96 Depot air Minum Isi Ulang 20%
tercemar Bakteri coliform. Kalau disimpulkan secara kasar kurang
lebih terdapat 300 Depot Air Minum Isi Ulang di Malang tercemar,
tidak layak untuk konsumsi air minum. Salah satu persyaratan air
minum adalah 0 bakteri coliform.
Pemerintah daerah dalam hal ini perlu segera turun tangan
dalam arti mendorong geliat ekonomi kerakyatan ini dengan melalui
beberapa aspek. Salah satunya adalah membina dan mengawasai
aspek kualitas produksinya. Untuk membina dan mengawasai aspek
produksi ini melalui beberapa pendekatan, sebagai berikut:.
Pertama pedekatan ketenagaan, yaitu tenaga pengelola perlu
dibina

dan

diawasi

kemampuan

teknis

operasionalisasi

peralatannya dan kemampuan berperilaku bersih dan sehatnya baik


untuk dirinya maupun lingkungan termasuk menghandel air minum
agar tepat bersih dan sehat. Untuk ini pemerintah bersama
masyarakat profesional perlu menyediakan/memberikan pelatihanpelatihan dibidang operasionalisasi teknis peralatan dan kesehatan
khususnya

kemamapuan

berperilaku

bersih

dan

sehat

dan

menghandel air minum yang bersih, sehat memenuhi persayaratan


kesehatan.
Kedua,

pendekatan

peralatan

teknis

untuk

pengelolaan/

processing air baku menjadi air minum yang memenuhi persyaratan


teknis (persyaratan minimal dengan spesifikasi yang jelas dan
terukur). Upaya ini diperlukan untuk menjaga dan memelihara
kemampuan dan fungsi peralatan dalam pengolahannya air baku
sehingga menghasilkan air minum yang sehat. Air minum yang
25

memenuhi syarat kesehatan yaitu persyaratan fisik, kimiawi dan


bakteriologis. Masyarakat tidak terpesona hanya karena daya tarik
warna-warni sinar dari peralatannya saja.
3. Yuridis
Peraturan dan perundangan-undangan yang sudah ada yang
terkait

dengan

kegiatan

usaha

ini

diefektifkan

segera

seperti

peraturan peurundang-undang tentang pengawasan kualitas air,


pembinaan dan pengawasan industri kecil dan atau rumah tangga,
perbankan dalam mendukung usaha. Peraturan dan perundangundangan yang telah ada di tingkat pusat, dipandang penting dan
perlu segera disusun di tingkat daerah yang berupa Peraturan Daerah.
Peraturan pusat tersebut adalah:
1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor
Pembentukan

12

Daerah-Daerah

Tahun

1950

tentang

Kabupaten

Dalam

Lingkungan Propinsi Jawa Timur sebagaimana diubah


dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1965 tentang
Perubahan Batas Wilayah Kota Praja Surabaya dan
Daerah Tingkat II Surabaya (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1965 Nomor 19, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2730);
3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber
Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4377);
4. Undang-Undang Nomor
Pemerintahan

Daerah

32

Tahun

(Lembaran

2004

tentang

Negara

Republik

Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran


Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana
telah diubah kedua kali dengan Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4844);
5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun

2009

tentang
26

Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun


2009 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5063);
6. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor

153,

Tambahan

Indonesia Nomor 5073);


7. Undang-Undang Nomor

Lembaran
12

Tahun

Negara

Republik

2011

tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5234);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001
Nomor

153,

Tambahan

Lembaran

Negara

Republik

Indonesia Nomor 4161);


9. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang
Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 33,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4490);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001
Nomor

153,

Tambahan

Lembaran

Negara

Republik

Indonesia Nomor 4161);


12. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang
Keamanan, Mutu dan Gizi dan Pangan ( Lembaran
27

Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 107,


Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4424 );
13. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang
Pengembangan

Sistem

Penyediaan

Air

Minum

( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005


Nomor

33,

Tambahan

Lembaran

Negara

Republik

Indonesia Nomor 4161);


14. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan

Keuangan

Daerah

Lembaran

Negara

Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan


Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578 );
15. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang
Pembinaan
Pemerintah

dan

Pengawasan

Daerah

atas

Lembaran

pengelolaan

Negara

Republik

Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran


Negara Republik Indonesia Nomor 4593 );
16. Peraturan Pemerintah Nomor 38

Tahun

2007

Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,


Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota ( Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737 );
17. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang
pengelolaan Sumber Daya Air ( Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4858);
18. Keputusan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan
Nomor

651/MPP/Kep/L0/2004

Tentang

Persyaratan

Teknis Depot Air Minum Dan Perdagangannya;


19. Peraturan
Menteri
Kesehatan

Nomor

492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air


Minum;
20. Peraturan

Menteri

736/Menkes/Per/VI/2010

Kesehatan
tentang

Tata

Nomor
Laksana

Pengawasan Kualitas Air Minum;


28

21. Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 2 Tahun


2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten
Gresik (Lembaran Daerah Kabupaten Gresik Tahun 2008
Nomor 2) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Daerah Kabupaten Gresik Nomor 21 Tahun 2011 tentang
Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Gresik
Nomor 2 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat
Daerah Kabupaten Gresik (Lembaran Daerah Kabupaten
Gresik Tahun 2011 Nomor 21);
22. Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 4 Tahun
2011 tentang Retribusi Jasa Umum (Lembaran Daerah
Kabupaten Gresik Tahun 2011 Nomor 4);
Berdasarkan

pertimbangan

tersebut

maka

perlu

dibentuk

Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Usaha Depot Air Minum.

29

BAB V
JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP
MATERI PERATURAN DAERAH
Pengaturan tentang pengelolaan depot air minum bertujuan
untuk pemenuhan akses terhadap air minum yang sehat dan aman
dikonsumsi oleh masyarakat. Arah pengaturannya adalah bahwa
Pemerintah menjamin setiap orang untuk mendapatkan air minum
bagi kebutuhan pokok minimal tubuh guna memenuhi kehidupannya
yang sehat, bersih dan produktif dan setiap penyelenggara air minum
wajib menjamin air minum yang diproduksinya aman bagi kesehatan.
Ruang lingkup pengaturan pengelolaan depot air minum dalam
Peraturan Daerah ini meliputi pengaturan persyaratan air laik hygiene,
pengelolaan usaha, pengawasan dan pembinaan, tanggungjawab
pemerintah, peran serta masyarakat, dan sangsi yang diberikan
terhadap pelanggaran peraturan.
Pelaku usaha air minum isi ulang mempunyai kewajiban untuk
selalu menjamin air yang disediakan olehnya sesuai dengan standar
mutu yang ditetapkan pada peraturan Menteri Kesehatan serta
melakukan pengawasan secara periodik terhadap mutu air baku yang
ditunjukkan dengan hasil uji laboratorium dari Penyelenggara.
Materi yang akan diatur dalam Peraturan daerah ini adalah
penormaan tentang :
1. Penetapan bahwa air minum aman bagi kesehatan apabila
memenuhi persyaratan fisika, mikrobiologis, kimiawi dan radioaktif
yang dimuat dalam parameter kualitas air yang merupakan
persyaratan kualitas air minum yang wajib diikuti dan ditaati oleh
seluruh penyelenggara air minum
2. Setiap orang dan/atau badan hukum yang menyelenggarakan
usaha depot air minum wajib memiliki izin usaha pengelolaan
Depot Air Minum yang dikeluarkan oleh Bupati atau Pejabat yang
ditunjuk.
3. Penyelenggara usaha depot air minum mengajukan permohonan
izin usaha kepada Bupati atau pejabat yang ditunjuk.

30

4. Tata cara pengajuan dan persyaratan permohonan diatur lebih


lanjut dalam Peraturan Bupati dengan mengacu pada (PERDA INI/)
ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.
5. Izin usaha diberikan untuk jangka waktu selama usaha yang
bersangkutan masih beroperasi.
6. Air baku yang digunakan Depot Air Minum harus memenuhi standar
mutu kualitas yang ditetapkan dalam Peraturan daerah ini.
7. Depot Air Minum harus melakukan Pengawasan secara periodik
terhadap mutu air, yang ditunjukkan dengan hasil uji laboratorium.
8. Pengujian mutu air baku dilakukan minimal:
a. Satu kali dalam tiga bulan untuk analisa coliform;
b. Dua kali dalam satu tahun untuk analisa kimia dan fisika secara
lengkap.
9. Depot Air Minum dilarang mengambil air baku yang berasal dari air
PDAM yang ada dalam jaringan distribusi untuk rumah tangga.
10.

Proses pengolahan air minum di Depot Air Minum

meliputi penampungan air baku, penyaringan/filterisasi, desinfeksi


dan pengisian.
11.

Depot Air Minum wajib memenuhi ketentuan teknis

pada Pedoman Cara Produksi Yang Baik Depot Air Minum,


sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
12.

Depot Air Minum hanya diperbolehkan menjual

produknya secara langsung kepada konsumen dilokasi usaha


dengan cara mengisi wadah yang dibawa oleh konsumen atau
yang disediakan oleh penyelenggara usaha.
13.

Depot Air Minum dilarang memiliki "stock" produk air

minum dalam wadah yang siap dijual.


14.

Depot Air Minum hanya diperbolehkan menyediakan

wadah tidak bermerek atau wadah polos.


15.

Depot Air Minum wajib memeriksa wadah yang

dibawa oleh konsumen dan dilarang mengisi wadah yang tidak


layak pakai.
16.

Depot Air Minum harus melakukan pembilasan dan

atau pencucian dan atau sanitasi wadah dan dilakukan dengan


cara yang benar
31

17.

Tutup wadah yang disediakan oleh Depot Air Minum

harus polos/tidak bermerek.


18.

Depot Air Minum tidak diperbolehkan memasang

segel/"shrink wrap" pada wadah.


19.

Penyelenggaran

Usaha

Depot

Air

Minum

wajib

menempatkan Sertifikat Laik Sehat ditempat yang bisa dibaca


secara jelas oleh konsumen.
20.

Penyelenggaran

Usaha

Depot

Air

Minum

wajib

memberikan tanda khusus tentang waktu, masa berlaku dan


keterangan hasil pengujian atas air.
21.

Sertifikat Laik Hygiene Sanitasi Depot Air Minum

diterbitkan apabila :
a. berkas permohonan dari pengusaha lengkap dan benar;
b. hasil pemeriksaan air dan tempat usaha telah memenuhi
persyaratan.
22.

Sertifikat laik hygiene sanitasi depot air minum

sementara, masa berlakunya selama 6 ( enam ) bulan dan dapat


diperpanjang;
23.

Sertifikat laik hygiene sanitasi depot air minum tetap,

masa berlakunya selama 3 (tiga) tahun dan dapat diperbaharui


sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
24.

Surat keterangan laik hygiene sanitasi depot air

minum dibatalkan apabila terjadi:


a. pergantian pemilik;
b. perpindahan lokasi / alamat;
c. usaha tidak menjalankan lagi usahanya; dan/atau
d. hasil pemeriksaan laboratorium dinyatakan positif E.Coli atau
menyebabkan terjadinya keracunan serta Depot Air Minum
tidak lagi laik hygiene sanitasi.
25.

Untuk menjaga kualitas air minum yang dikonsumsi

masyarakat dilakukan pengawasan kualitas air minum secara


eksternal dan secara internal.
26.

Pengawasan kualitas air minum secara eksternal

merupakan pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan.

32

27.

Pengawasan kualitas air minum secara internal

merupakan pengawasan yang dilaksanakan oleh penyelenggara


air minum untuk menjamin kualitas air minum yang diproduksi
memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini.
28.

Pelaksanaan pengujian sampel air minum dilakukan

di Laboratorium Kesehatan Daerah atau dilakukan pengujian


lapangan dengan menggunakan peralatan pengujian lapangan
yang terkalibrasi.
29.

Metode pengujian sampel air minum mengacu

kepada Standar Nasional Indonesia atau metode yang ditetapkan


oleh Komite Akreditasi Nasional, atau metode lainnya berdasarkan
referensi yang dapat dipertanggungjawabkan keakuratan hasil
pengujiannya.
30.

Kepala Dinas Kesehatan mengeluarkan rekomendasi

sesuai dengan hasil analisis pengujian laboratorium.


31.

Apabila hasil analisis tidak sesuai dengan persyaratan

kualitas air minum, rekomendasi sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) dilengkapi dengan saran tindak lanjut perbaikan.
32.

Penyelenggara air minum harus segera melakukan

tindak lanjut perbaikan kualitas air minum, apabila dalam


pengawasan

internal

hasilnya

tidak

memenuhi

persyaratan

kualitas air minum.


33.

Penyelenggara air minum harus melaksanakan tindak

lanjut dari rekomendasi atas pengawasan eksternal


34.

Pelaksanaan inspeksi sanitasi, pengambilan sampel

air minum, dan pengujian kualitas air minum dilaksanakan oleh


tenaga terlatih yaitu sanitarian, dan tenaga lain yang memiliki
keterampilan untuk melakukan inspeksi sanitasi atau pengambilan
sampel air minum.
35.

Dalam kondisi khusus dan kondisi darurat, Kepala

Dines Kesehatan harus melakukan pengawasan kualitas air minum.


36.

Pembinaan dan pengawasan wajib dilakukan oleh :

37.

Pemerintah daerah harus mengalokasikan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah untuk pembiayaan pelaksanaan


pengawasan eksternal kualitas air minum.
33

38.

Sumber

dana

pembiayaan

pengawasan

internal

berasal dari penyelenggara usaha air minum.


39.

Hasil pengawasan internal kualitas air minum dicatat

dan dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan setiap bulan.


40.

Kepala

Dinas

Kesehatan

melaporkan

hasil

pengawasan eksternal kualitas air minum kepada Bupati setiap 6


(enam) bulan dengan tembusan kepada Menteri melalui Direktur
Jenderal.
41.

Dalam kondisi khusus dan kondisi darurat, Kepala

Dinas Kesehatan wajib melaporkan basil pengawasan eksternal


kepada Bupati Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan tembusan
kepada Menteri melalui Direktur Jenderal.
42.

Ketentuan

mengenai

pencatatan

dan

pelaporan

dilaksanakan dengan berpedoman pada peraturan perundangundangan.


43.

Masyarakat dan/atau konsumen pemakai air dapat

menyampaikan laporan atau keluhan atas pelayanan depot air


minum dan/atau meminta konfirmasi tentang depot air minum
yang laik higiene kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau
Asosiasi Pengusaha Depot Air Minum
44.

Pengenaan sanksi administrasi merupakan tindakan

administrasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah terhadap


pelaksanaan pengelolaan administrasi usaha air minum yang tidak
sesuai peraturan.
45.

Penyelenggara

air

depot

air

minum

tidak

melaksanakan tindak lanjut dikenakan sanksi administratif.


46.

orang

dan/atau

badan

hukum

yang

menyelenggarakan usaha depot air minum dengan tidak berizin,


dikenakan sanksi administratif.
47.

Sanksi administratif dapat berupa:


a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penutupan lokasi;
d. pencabutan izin;
e. pembatalan izin;
34

f. pelarangan distribusi air; dan/atau


g. denda administratif.
48.

Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan

Pemerintah Kabupaten diberikan wewenang untuk melaksanakan


penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan-ketentuan dalam
Peraturan ini.
49.

Setiap orang yang menyelenggarakan penyediaan air

minum yang tidak sehat dan aman, sehingga mengakibatkan


gangguan kesehatan diancam pidana sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
50.

Pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini, semua

usaha pengelolaan depot air minum harus mengikuti pedoman


yang diatur dalam peraturan daerah ini.
51.

Dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah peraturan

daerah ini berlaku, setiap orang dan/atau badan hukum yang


menyelenggarakan usaha depot air minum wajib mengajukan
permohonan izin usaha pengelolaan Depot Air Minum yang
dikeluarkan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk. Selama
berlakunya jangka waktu peralihan, tidak dapat dilakukan
penertiban secara paksa. Penertiban secara paksa dilakukan pada
saat masa transisi berakhir dan penyelenggara usaha air minum
tidak dilakukan upaya penyesuaian dengan berpedoman pada
aturan yang telah ditetapkan.
52.

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal

diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Daerah Kabupaten Malang.

35

BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengaturan tentang pengelolaan depot air minum bertujuan
untuk pemenuhan akses terhadap air minum yang sehat dan aman
dikonsumsi oleh masyarakat. Arah pengaturannya adalah bahwa
Pemerintah menjamin setiap orang untuk mendapatkan air minum
bagi kebutuhan pokok minimal tubuh guna memenuhi kehidupannya
yang sehat, bersih dan produktif dan setiap penyelenggara air minum
wajib menjamin air minum yang diproduksinya aman bagi kesehatan.
Air yang ada di bumi umumnya tidak dalam keadaan murni (HO),
melainkan

mengandung

berbagai

zat

baik

terlarut

maupun

tersuspensi, termasuk mikroba. Oleh karena itu, sebelum dikonsumsi,


air harus diolah lebih dahulu untuk menghilangkan atau menurunkan
kadar bahan tercemar sampai tingkat yang aman. Air bersih adalah air
yang jernih, tidak berwarna, dan tidak berbau.
Meskipun demikian, air yang jernih, tidak berwarna, dan tidak
berbau belum tentu aman dikonsumsi. Persyaratan kualitas air minum
dan persaratan higiene sanitasi depot air minum (air yang aman untuk
dikonsumsi langsung), diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 43 Tahun 2014 tentang Higiene Sanitasi Depot Air Minum
mengingat

Peraturan

Menteri

Kesehatan

Nomor

492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum,


Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 736/Menkes/Per/VI/2010 tentang
Tata Laksana Pengawasan Kualitas Air Minum, dan Keputusan Menteri
Perindustrian Dan Perdagangan Nomor: 651/MPP/Kep/L0/2004 Tentang
Persyaratan Teknis Depot Air Minum Dan Perdagangannya.
Pelaku usaha air minum isi ulang mempunyai kewajiban untuk
selalu menjamin air yang disediakan olehnya sesuai dengan standar
mutu yang ditetapkan pada peraturan Menteri Kesehatan serta
melakukan pengawasan secara periodik terhadap mutu air baku yang
36

ditunjukkan dengan hasil uji laboratorium dari Penyelenggara. Salah


satu dasar pertimbangan dibentuknya peraturan ini, bahwa dalam
rangka menjamin mutu produk air minum yang dihasilkan oleh Depot
Air Minum yang memenuhi persyaratan kualitas air minum dan
mendukung terciptanya persaingan usaha yang sehat serta dalam
upaya

memberi

perlindungan

kepada

konsumen

perlu

adanya

ketentuan yang mengatur keberadaan Depot Air Minum.


B. Saran
Bahwa berdasarkan uraian pada Naskah Akademik ini perlu
disusun materi penormaan yang lengkap terhadap implementasi
kebijakan pengelolaan usaha depot air minum. Rumusan norma ini
dapat dijadikan dasar hukum pengaturan dan penegakan peraturan
tentang Pengelolaan Usaha Depot Air Minum di Kabupaten Malang.
Bahwa

dengan

disusunnya

Naskah

Rancangan

Peraturan

Daerah

ini

menjadi

Rancangan

Peraturan

Daerah

dalam

akademik
prioritas

Program

ini,

maka

penyusunan

Legislasi

Daerah

Kabupaten Malang Tahun 2017.

37

DAFTAR PUSTAKA

Brugink, Refleksi Tentang Hukum, terjemahan Arief Sidharta, Bandung:


Citra Aditya Bhakti, 1994.
Dwidjowijoto, Riant Nugroho, Kebijakan Publik untuk Negara-Negara
Berkembang, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2007.
M. Hadjon, Philipus, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Yogyakarta:
Gadjah Mada Universty Press, 1997.
Supriyadi, Bambang, Implementasi Kebijakan Pemberdayaan Sektor
Informal (Studi Kasus Implementasi Perda No 17 Tahun 2003 tentang
Pembinaan PKL di Kota Surabaya), Malang: PPS Unibraw Malang,
2007.
Wahab, Solichin Abdul, Evaluasi kebijakan Publik, Malang: FIA UNIBRAW
dan IKIP Malang, 1997.

38

Anda mungkin juga menyukai