Case SNNT
Case SNNT
BAB I
PENDAHULUAN
Sistem endokrin merupakan sistem dan organ yang memproduksi hormon.
Kelenjar endokrin adalah kelenjar yang tidak mempunyai saluran keluar (ductus
exkretorius). Yang termasuk susunan endokrin ialah: hipotalamus, kelenjar
hipofisis (pituitaria), kelenjar pineal, kelenjar tiroid, kelenjar paratiroid, kelenjar
timus, pulau-pulau langerhans pankreas, korteks dan medula anak ginjal, ovarium,
testis dan sel endokrin di saluran cerna yang disebut sel amine precursor uptake
and
decarboxylation
(sel
APUD).
Kelenjar
tiroid
berfungsi
untuk
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1. Identifikasi
Nama
: Tn.M
Jenis kelamin
: Laki-laki
Usia
: 33 tahun
Kebangsaan
: Indonesia
Agama
: Islam
Status
: Menikah
Pekerjaan
: Buruh Bangunan
Alamat
Tanggal masuk
: 21 Oktober 2013
No. RM
: 401626
2.2. Anamnesis
Keluhan Utama:
Timbul benjolan di leher depan
Riwayat Perjalanan Penyakit:
3 bulan SMRS os mengaku timbul benjolan dileher bagian depan
awalnya benjolan tersebut kecil sebesar kelereng dan semakin lama
semakin membesar dan terlihat jelas sebesar telur ayam hingga saat ini.
Keluhan lain seperti nyeri menelan tidak ada,jantung berdebar (-), keringat
berlebih (-), tidak tahan ditempat panas atau dingin (-), mudah marah (-),
gelisah (-), lelah (-), tremor (-). Pasien tidak merasakan adanya nyeri di
daerah leher. nafsu makan biasa, dan tidak ada penurunan berat badan.
Pasien mengaku tidak pernah tinggal didaerah yang penduduknya
mengalami keluhan yang sama.
Berat badan
: 130/80mmHg
: 82x/menit
: 20x/menit
: 36,4C
Status generalis
Kepala
Mulut
Hidung
Telinga
Leher
: Kanan
: Simetris
Kiri
: Simetris
: Stemfremitus simetris kanan dan kiri sama
Perkusi
Auskulatasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
kiri
: Batas kanan : sela iga V linea parasternalis kanan
Batas kiri
: sela iga V, 1 cm sebelah medial linea
Auskultasi
midclavikula kiri
Batas atas : sela iga II linea parasternal kiri
: Bunyi jantung I-II regular (+), murmur(-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
lepas (-)
Hepar
: tidak teraba membesar
Lien
: tidak teraba membesar
Ginjal
: Ballotement (-)
: Timpani, shifting dullness (-), nyeri ketok CVA (-)
: Bising usus (+) 3x/menit
Anggota Gerak
Anggota gerak atas
Otot
Tonus
Sendi
Gerakan
Kekuatan
Tremor
Oedem
Petechiae
Anggota gerak bawah
Otot
Tonus
Sendi
Gerakan
Kekuatan
Oedem
Kanan
Kiri
normotonus
normal
aktif
+5
(-)
(-)
(-)
Kanan
normotonus
normal
aktif
+5
(-)
(-)
(-)
Kiri
normotonus
normal
aktif
+5
(-)
normotonus
normal
aktif
+5
(-)
Petechiae
(-)
(-)
luka (-)
Palpasi
Teraba benjolan pada daerah coli. Benjolan berbatas tegas, berbentuk
bulat, berjumlah satu, teraba kenyal, permukaan licin, nyeri tekan (-),
tidak teraba hangat dan teraba bergerak ke atas saat pasien menelan.
Tidak teraba adanya pembesaran KGB.
Hasil
0,78 ng/ml
6,12 ug/dl
1,59 ulu/ml
2.5 Diagnosis
Struma nodusa non toksik
2.6 Diagnosis Banding
Kista ductus tiroglussus
.7 Penatalaksanaan
Terapi Operatif
: thyroidektomi
2.8 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad Bonam
Quo ad functionam : Dubia ad Bonam
Nilai normal
0,8 - 2,0 ng/ml
4,5 - 12,0 ug/dl
0,47 - 5,01 ulu/ml
Kesadaran
Composmentis
Tekanan Darah
130/80 mmHg
Suhu
36,1 0C
Nadi
79 x/menit
RR
22 x/menit
Asessment
Struma nodusa non toksik
FOLLOW UP POST OP 22 Oktober 2013
Subjektif :
Nyeri Post op
Objektif
Keadaan Umum
Kesadaran
Compos mentis
Tekanan Darah
120/80 mmHg
Suhu
36,3 0C
Nadi
78 x/menit
RR
23 x/menit
Asessment
Struma nodusa non toksik
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Embriologi, Anatomi dan fisiologi tulang
Embriologi
Glandula thyroidea mula-mula berkembang dari penonjolan endodermal
pada garis tengah dasar pharynx, diantara tuberculum impar dan copula.
Nantinya penebalan ini berubah menjadi divertikulum yang disebut ductus
thyroglossalis. Dengan berlanjutnya perkembangan, duktus ini memanjang
dan ujung distalnya menjadi berlobus dua. Duktus ini merubah menjadi
tali padat dan bermigrasi menuruni leher, berjalan di sebelah anterior, atau
posterior terhadap os hyoideum yang sedang berkembang. Pada minggu ke
tujuh, tiba pada posisi akhirnya di dekat larynx dan trachea. Sementara itu
tali padat yang menghubungkan glandula thyroidea dengan lidah, terputus
dan lenyap. Tempat asal ductus tyroglossalis pada lidah menetap sebagai
suatu sumur yang disebut foramen caecum linquae. Kemudian, dua lobus
pada ujung terminal ductus thyroglossalis akan membesar sebagai akibat
proliferasi epitel dan membentuk glandula thyroidea.1
Anatomi
Glandula thyroidea terdiri atas lobus kiri dan kanan yang dihubungkan
oleh isthmus yang sempit. Setiap lobus berbentuk buah avokad, dengan
n.
laryngeus
superior, kerusakan
nervus
ini
dapat
10
11
12
pula iodium yang terikat sebaliknya makin sedikit iodium di intra sel,
iodium yang terikat akan berkurang sehingga pembentukan T3 akan
lebih banyak daripada T4.
3. Coupling
Dalam molekul tiroglobulin, monoiodotirosin (MIT) dan diiodotirosin
(DIT) yang terbentuk dari proses iodinasi akan saling bergandengan
(coupling) sehingga akan membentuk triiodotironin (T3) dan tiroksin
(T4). Komponen tiroglobulin beserta tirosin dan iodium ini disintesis
dalam koloid melalui iodinasi dan kondensasi molekul tirosin yang
terikat pada ikatan di dalam tiroglobulin. Tiroglobulin dibentuk oleh
sel-sel tiroid dan dikeluarkan ke dalam koloid melalui proses
eksositosis granula.
4. Penimbunan (storage)
Produk yang telah terbentuk melalui proses coupling tersebut kemudian
akan disimpan di dalam koloid. Tiroglobulin (dimana di dalamnya
mengandung T3 dan T4), baru akan dikeluarkan apabila ada stimulasi
TSH.
5. Deiodinasi
Proses coupling yang terjadi juga menyisakan ikatan iodotirosin. Residu
ini kemudian akan mengalami deiodinasi menjadi tiroglobulin dan
residu tirosin serta iodida. Deiodinasi ini dimaksudkan untuk lebih
menghemat pemakaian iodium.
6. Proteolisis
TSH yang diproduksi oleh hipofisis anterior akan merangsang
pembentukan vesikel yang di dalamnya mengandung tiroglobulin. Atas
pengaruh TSH, lisosom akan mendekati tetes koloid dan mengaktifkan
enzim protease yang menyebabkan pelepasan T3 dan T4 serta
deiodinasi MIT dan DIT.
7. Pengeluaran hormon dari kelenjar tiroid (releasing)
Proses ini dipengaruhi TSH. Hormon tiroid ini melewati membran basal
dan kemudian ditangkap oleh protein pembawa yang telah tersedia di
13
simpatis,
paru-paru,
sistem
14
3.3 Klasifikasi
Nodosa : Neoplasma
15
b. Struma toksik
Nodosa : Tirotoksikosis
Toksik
Diffuse
Non Toksik
Struma
Toksik
Nodul
Non Toksik
Faalnya bisa :
1. Eutiroid (normal)
2. Hipotiroid (kurang dari normal)
3. Hipertiroid (berlebihan)
Istilah ini menunjukkan keadaan pada suatu saat, bukan gambaran dari
penyakitnya. Akan tetapi lebih tepat digunakan istilah klinik :
a. Non toksik
hipotiroid.
b. Toksik
16
17
Anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisik, dan penilaian klinik mempunyai peran
yang penting dalam menentukan diagnosis penyakit tiroid.
1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik untuk tiroid terdiri dari inspeksi dan palpasi.
Bila tiroid teraba membesar, amati : kesimetrisan lobus kanan dan lobus kiri,
unilateral/bilateral,
apakah
berbentuk
nodul,
konsistensi,
ukuran,
batas,
2. Pemeriksaan Penunjang
18
Biopsi Aspirasi
Jarum Halus (Bajah) atau Fine Needle Aspiration (FNA). Cara pemeriksaan ini
19
:
lithium,
aminoglutetimid
Yodium yang berlebihan
Radiasi
sulfonylurea,
sulfonamide,
propitiourasil,
kobalt,
20
Stress fisiologik
Belum diketahui : florida, kalsium, singkong, kedelai
2. Imunology: Tiroiditis Hashimoto
3. Genetik
tiroid
4. Virus
: Tiroiditis sub-akut
5. Infeksi
: Tiroiditis akut
3.6 PATOGENESIS
Defisiensi yodium atau gangguan kimia intratiroid dapat mengakibatkan
kapasitas kelenjar tiroid untuk mensekresi tiroksin terganggu, mengakibatkan
peningkatan kadar TSH dan hyperplasia dan hipertrofi folikel-folikel tiroid. Mulamula terjadi hyperplasia kemudian terjadi involusi. Hyperplasia dan involusi ini
terjadi fokal. Hyperplasia mungkin bergantian dengan fibrosis dan dapat timbul
nodul-nodul yang mengandung folikel-folikel tiroid. .5
3.7 GEJALA KLINIS
Biasanya penderita struma tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipo
atau hipertiroidisme. Nodul mungkin tunggal tapi kebanyakan akan berkembang
menjadi multinoduler yang tidak berfungsi. Degenerasi jaringan menyebabkan
kista atau adenoma. Karena pertumbuhannya sering berangsur-angsur, struma
dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian penderita
dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa keluhan. .6,7
Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernapasan karena
menonjol ke depan, sebagian yang lain dapat menyebabkan penyempitan trakea
jika pembesarannya bilateral. Struma nodosa unilateral dapat menyebabkan
pendorongan sampai jauh kearah kontralateral. Pendorongan demikian mungkin
tidak
mengakibatkan
gangguan
pernapasan.
Penyempitan
yang
berarti
21
Biasanya
struma
adenomatosa
benigna
walaupun
besar,
tidak
22
tiroiditis, tetapi kalau nyeri dan sukar digerakkan kemungkinan besar suatu
karsinoma. .8
Nodul yang tidak nyeri, multiple dan bebas digerakkan mungkin
merupakan struma difus atau hyperplasia tiroid. Apabila nodul multiple tidak
nyeri tetapi tidak mudah digerakkan ada kemungkinan itu suatu keganasan.
Struma nodular
23
Dari hasil sidik tiroid dapat dibedakan 3 bentuk yaitu nodul dingin, nodul
hangat dan nodul panas. Pemeriksaan ini tidak dapat membedakan apakah
nodul itu ganas atau jinak.
Gambaran histologi : terlihat koloid
dalam
folikel
yang
membentuk
nodul-nodul
3. USG
Dengan USG dapat dibedakan antara yang padat, cair tetapi belum dapat
membedakan apakah suatu nodul ganas atau jinak. Kelainan yang dapat
diketahui seperti kista, adenoma/nodul padat, tiroiditis, kemungkinan
karsinoma.
4. Biopsi aspirasi jarum halus
Biopsi ini dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu
keganasan.
5. Termografi
Termografi adalah metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit
pada suatu tempat dengan memakai Dynamic Telethermography. Pemeriksaan
ini dilakukan khusus untuk kecurigaan keganasan. Hasilnya panas apabila
perbedaan panas dengan sekitarnya >0.9C dan dingin apabila <0.9C. Tanda
keganasan apabila semua hasilnya panas.
6. Petanda tumor
Pada pemeriksaan ini yang diukur adalah peningkatan tiroglobulin (Tg) serum.
Kadar Tg serum normal 1.5-30 ng/ml, pada kelainan jinak rata-rata 323 ng/ml,
dan pada keganasan rata-rata 424 ng/ml. 9
24
3.10 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
Farmakoterapi
Golongan Tionamid
Terdapat 2 kelas obat golongan tionamid, yaitu tiourasil dan imidazol.
Tiourasil dipasarkan dengan nama propiltiourasil (PTU) dan imidazol
dipasarkan dengan nama metimazol dan karbimazol. Obat golongan
tionamid lain yang baru beredar ialah tiamazol yang isinya sama dengan
metimazol. Obat golongan tionamid mempunyai efek intra dan ekstratiroid.
Mekanisme aksi intratiroid yang utama ialah mencegah/mengurangi
biosintesis hormon tiroid T-3 dan T-4, dengan cara menghambat oksidasi
dan organifikasi iodium, menghambat coupling iodotirosin, mengubah
struktur molekul tiroglobulin dan menghambat sintesis tiroglobulin.
Sedangkan mekanisme aksi ekstratiroid yang utama ialah menghambat
konversi T-4 menjadi T-3 di jaringan perifer (hanya PTU, tidak pada
metimazol). Atas dasar kemampuan menghambat konversi T-4 ke T-3 ini,
PTU lebih dipilih dalam pengobatan krisis tiroid yang memerlukan
penurunan segera hormon tiroid di perifer. Sedangkan kelebihan metimazol
adalah efek penghambatan biosintesis hormon lebih panjang dibanding
PTU, sehingga dapat diberikan sebagai dosis tunggal.7
Belum ada kesesuaian pendapat diantara para ahli mengenai dosis dan
jangka waktu pengobatan yang optimal dengan OAT. Beberapa kepustakaan
menyebutkan bahwa obat-obat anti tiroid (PTU dan methimazole) diberikan
sampai terjadi remisi spontan, yang biasanya dapat berlangsung selama 6
bulan sampai 15 tahun setelah pengobatan. Untuk mencegah terjadinya
kekambuhan maka pemberian obat-obat antitiroid biasanya diawali dengan
dosis tinggi. Bila telah terjadi keadaan eutiroid secara klinis, diberikan dosis
pemeliharaan (dosis kecil diberikan secara tunggal pagi hari).7
Regimen umum terdiri dari pemberian PTU dengan dosis awal 100-150
mg setiap 6 jam. Setelah 4-8 minggu, dosis dikurangi menjadi 50-200 mg, 1
25
26
pemeriksaan laboratorium dasar termasuk leukosit darah dan tes fungsi hati,
dan diulang kembali pada bulan-bulan pertama setelah terapi. Bila
ditemukan efek samping, penghentian penggunaan obat tersebut akan
memperbaiki kembali fungsi yang terganggu, dan selanjutnya dipilih
modalitas
pengobatan
yang
lain
seperti
131I
atau
operasi.
(1,2)
Bila timbul efek samping yang lebih ringan seperti pruritus, dapat dicoba
ganti dengan obat jenis yang lain, misalnya dari PTU ke metimazol atau
sebaliknya.7
Obat Golongan Penyekat Beta
Obat golongan penyekat beta, seperti propranolol hidroklorida, sangat
bermanfaat
untuk
mengendalikan
manifestasi
klinis
tirotoksikosis
27
Pembedahan
Pembedahan struma dapat dibagi menjadi bedah diagnostik dan terapeutik.
Bedah
diagnostik berupa biopsi insisi atau biopsi eksisi. Bedah terapeutik
bersifat
ablatif berupa:
-
leher
sisi
yang
bersangkutan
dengan
menyertakan
28
Komplikasi pembedahan
Saat kejadian
Langsung sewaktu
pembedahan
Segera pascabedah
Komplikasi
perdarahan, cidera n rekurens uni atau bilateral,
cedera pada trakea, esophagus atau saraf di
leher,
terangkatnya seluruh kelenjar paratiroid,
terpotongnya duktus torasikus di leher kanan.
perdarahan dileher, perdarahan di mediastinum,
udem
laring,
kolaps
trakea,
krisis
tiroid/tirotoksikosis
hematom, infeksi luka, udem laring, paralisis
29
nevus rekurens
Beberapa hari pasca cedera nervus laringeus superior menjadi nyata,
bedah
hipokalsemia
hipotiroid, hipoparatiroidi/hipokalsemi, paralisis
nervus rekurent
cedera nervus laringeus superior, nekrosis kulit,
kebocoran torasikus
30
Sidik tiroid
Panas
Hangat
Obsevarsi
Dingin
L-Thyroxin
4-5 bulan
Panas
Obsevarsi
USG
Kista
Padat
Campuran
FNA
FNA
FNA
Dingin
FNA
DAFTAR PUSTAKA
1
Sabiston,david. Buku Ajar Bedah. Bagian 1: hal 415- 425. Jakarta : EGC ;
1995
31
De Jong. W, Sjamsuhidajat. R., 2004., Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi.,
EGC., Jakarta.
Sadler GP., Clark OH., van Heerden JA., Farley DR., 1999., Thyroid and
Parathyroid., In : Schwartz. SI., et al., 1999., Principles of Surgery. Vol 2., 7th
Ed., McGraw-Hill., Newyork.
K Rismadi. 2010.
Struma. Availbale at :
http://www.
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20013/4/Chapter%20II.pdf (diakses
tanggal 4 Juni 2013)
10 Sadler GP., Clark OH., van Heerden JA., Farley DR., 1999., Thyroid and
Parathyroid., In : Schwartz. SI., et al., 1999.,Principles of Surgery. Vol 2., 7th
Ed., McGraw-Hill., Newyork