Anda di halaman 1dari 4

Recurrent Aphtous Stomatitis

[Definisi]
Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS) merupakan ulser suatu kelainan yang
ditandai dengan berulangnya ulser dan terbatas pada mukosa rongga mulut
pasien tanpa adanya tanda-tanda penyakit lainnya (Lynch et al., 1994).
Berbagai klasifikasi RAS telah diajukan, tetapi secara klinis kondisi ini dapat
dibagi menjadi 3 subtipe; minor, mayor, dan hipetiformis. Semua tipe ulserasi
dihubungkan dengan rasa sakit dan presentasi klinis dari lesinya. Ulser minor
memiliki diameter yang besarnya kurang dari 1 cm dan sembuh tanpa disertai
pembentukan jaringan parut. Ulser mayor memiliki diameter lebih besar dari 1
cm dan akan membentuk jaringan parut pada penyembuhannya. Ulser
herpetiformis dianggap sebagi suatu gangguan klinis yang berbeda, yang
bermanifestasi dengan kumpulan ulser kecil yang rekuren pada mukosa mulut
(Lynch et al., 1994; Lewis & Lamey , 1998).
[Etiologi dan Patogenesis]
Etiologi dan patogenesis RAS belum diketahui pasti. Ulser pada RAS bukan oleh
karena satu faktor saja (multifaktorial) tetapi dalam lingkungan yang
memungkinkannya berkembang menjadi ulser. Faktor-faktor ini terdiri dari
trauma, stres, hormonal, genetik, merokok, alergi, dan infeksi mikroorganisme
atau faktor imunologi (Scully et al., 2003: Kilic, 2004).
Umumnya ulser terjadi karena tergigit saat bicara, kebiasaan buruk (brukism),
atau saat mengunyah, akibat perawatan gigi, makanan atau minuman yang
terlalu panas. Trauma bukan merupakan faktor yang berhubungan dengan
berkembangnya RAS pada semua penderita tetapi trauma dapat
dipertimbangkan sebagai faktor pendukung (Houston, 2009).
Pada beberapa wanita mengalami rekurensi RAS setiap bulan yang berhubungan
dengan perubahan hormon, selalu ditandai dengan peningkatan kadar
progesteron saat fase luteal siklus menstruasinya. Pada wanit sekelompok RAS
sering terlihat di masa pra menstrual bahkan banyak mengalami berulang kali.
Keadaan ini diduga berhubungan dengan faktor homonal antara lain hormon
estrogen dan progesteron (Lewis & Lamey , 1998).
Beberapa mikroorganisme di dalam rongga mulut diduga juga berperan penting
dalam patogenesis RAS, terutama golongan Streptococcus. Berdasar penelitian
terdahulu, kecenderungan lebih besar untuk terjadi reaksi hypersensitivitas tipe
lambat terhadap Streptococcus sanguis diantara pasien RAS (Lynch et al., 1994).
[Gambaran Klinis]
Ulser mempunyai ukuran yang bervariasi 1-30 mmm, tertutup selaput kuning
keabu-abuan, berbatas tegas, dan dikelilingi pinggiran yang eritematus dan
dapat bertahan untuk beberap ahri atau bulan. Karateristik ulser yang sakit
terutama terjadi pada mukosa mulut yang tidak berkeratin yaitu mukosa bukal,
labial, lateral dan ventral lidah, dasar mulut, palatum lunak dan mukosa
orofaring (Banuarea, 2009).

Minor Recurrent Aphthous Stomatitis


Sebagian besar pasien (80%) menderita bentuk minor (MiRAS), yang ditandai
oleh ulser bulat atau oval, dangkal dengan diameter kurang dari 5 mm, dan
dikelilingi oleh pinggiran yang erimatus (Gambar 1). Ulserasi pada MiRAS
cenderung mengenai daerah-daerah non-keratin, seperti mukosa labial, mukosa
bukal, dan dasr mulut. Ulserasi bias tunggal atau merupakan kelompok yang
terdiri atas empat atau lima dan akan sembuh dalam waktu 10-14 hari tanpa
meninggalkan bekas (Lewis & Lamey , 1998).

Gambar 1. Gambaran klinis minor RAS pada mukosa labial (Scully & Felix, 2005)
Mayor Recurrent Aphthous Stomatitis
Stomatitis aptosa mayor yang rekuren (MaRAS), yang diderita oleh kira-kira 10%
dari penderita RAS, lebih hebat daripada MiRAS. Secara klasik, ulser ini
berdiameter kira-kira 1-3 cm, berlangsung selama 4 minggu atau lebih dan dapat
terjadi pada bagian mana saja dari mukosa mulut, termasuk daerah-daerah
berkeratin (Gambar 2 dan 3). Tanda pernah adanya MaRAS berupa jaringan parut
terjadi karena keseriusan dan lamanya lesi (Lewis & Lamey , 1998). Lynch et al.
(1994) mengatakan bahwa pasien dengan ulser mayor mengalami lesi yang
dalam dengan diameter 1-5 cm.

Gambar 2. Gambaran klinis mayor RAS pada mukosa palatal lunak (Scully &
Felix, 2005)

Gambar 3. Gambaran klinis mayor RAS (Scully & Felix, 2005)


Menurut Langlai & Miller (2000), ulser seringkali multiple, terjadi pada palatum
lunak, tsucea tonsil, mukosa bibir, mukosa pipi, lidah dan meluas ke gusi cekat.
Biasany lesi asimetri dan unilateral. Gambaran ulsernya yaitu ukuran besar,
bagian tengah nekrotik dan cekung, tepinya merah meradang.
Ulserasi Herpetiformis
Tipe RAS yang terakhir adalah ulserasi herpetiformis (HU). Istilah herpetiformis
digunakan karena bentuk klinis dari HU (yang dapat terdiri dari 100 ulser kecilkecil pada satu waktu) mirip dengan gingivostomatitis herpetik primer. Tetapi
virus-virus herpes tidak mempunyai peran etiologi pada HU atau dalam setiap
bentuk ulserasi aptosa (Lewis & Lamey , 1998).
Gambaran mencolok dari penyakit ini adalah erosi-erosi kelabu putih yang
jumlahnya banyak, berukuran sekepala jarum yang membesar, bergabung dan
menjadi tidak jelas batasnya (Gambar 4). Ukurannya berkisar 1-2 mm sehingga
dapat dibedakan dengan aptosa namun tidak adanya vesikel dan gingivitis
bersama sifat kambuhan membedakannya dari herpes primer (Gambar 5) dan
infeksi virus lainnya (Langlais & Miller, 2000; Porter & Leao, 2005 ).

Gambar 4. Gambaran klinis RAS herpetiformis pada dasar lidah (Scully & Felix,
2005)

Gambar 5. Gambaran klinis infeksi herpes simplex pada permukaan ventral lidah
(Porter & Leao, 2005)
[Diagnosis]
Diagnosis RAS berdasarkan pada penampilan klinis ulser serta riwayat
penyakitnya. Perhatian harus khusus ditujukan pada umur terjadinya, lokasi,
lama (durasi), serta frekuensi ulser. Setiap hubungan dengan kelainan
pencernaan, haid, stress, serta makanan harus dicatat (Lewis & Lamey , 1998).
[Terapi dan Perawatan]
Banyak obat-obatan, termasuk vitamin, obat kumur antiseptik, steroid topikal
dan imunomodulator sistemik, dianjurkan sebagai pengobatan untuk RAS.
Kombinasi vitamin B1 dan vitamin B6 diberikan selama 1 bulan dianjurkan
sebagai penatalaksaan tahap awal. Namun, beberapa pasien memberikan
respon yang baik terhadap obat kumur khorhexidin serta kortikosteroid topikal
(hidrokortison hemisuksinat atau betametason natrium fosfat). Penggunaan
terapi anxiolitik atau rujukan untuk hipnoterapi dapat memebantu penderita
yang diperkirakan memiliki faktor preipitasi berupa stress (Lewis & Lamey ,
1998).
Obat-obat sitemik seperti levamisole, inhibitor monoamine oksidase,
thalidomide, atau depsone, digunakan untuk penderita yang sering mengalami
ulserasi oral yang serius. Tetapi, penggunaan obat-obat ini harus
dipertimbangkan secara hati-hati berdasarkan pertimbangan efektivitas serta
efek sampingnya (Lewis & Lamey , 1998).

Anda mungkin juga menyukai