Anda di halaman 1dari 9

IDENTIFIKASI PENGARUH VARIABEL PROSES DAN PENENTUAN

KONDISI OPTIMUM PADA DEPOLIMERISASI KAPPA KARAGENAN


DENGAN PROSES OZONASI
Irma Sari, Zulfajri, dan Aji Prasetyaningrum, ST, M.Si*
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
Jl. Prof. Soedarto SH Tembalang Semarang
Telp./Fax. (024)7460058 / (024)76480675
*) Email korespondensi : aji.prasetyaningrum@undip.che.id

Abstract
Kappa carrageenan is a polysaccharide that extracted of seaweed Kappaphycus alvarezii. Kappa
carrageenan is composed of units of D-galactose-4-sulfate with -1,3 bond and unit-anhidro 3,6-Dgalactose by -1,4 bond. Kappa carrageenan is widely used as a thickener in the food industry. In the
health field, kappa carrageenan used as an anticoagulant, antithrombotic, antiviral and antitumor.
Benefits kappa carrageenan are more effective when kappa carrageenan has a low molecular weight.
Therefore, this study was conducted to assess the depolymerization of kappa carrageenan with ozonation
process. This study aims to determine the effect of process variables (time ozonation, pH, and temperatur)
to the molecular weight of kappa carrageenan and the optimum conditions of each process variable. The
results of this study resulted in optimum condition at the time of ozonation for 10 minutes, pH 4 and
temperatur 20oC with depolymerization 0.283% or 414858.7 g/mol.
Keywords : depolymerization; kappa carrageenan; pH; temperatur; time ozonation

Abstrak
Kappa karagenan merupakan polisakarida yang diekstrak dari rumput laut jenis Kappaphycus Alvarezii.
Kappa karagenan tersusun dari unit D-galaktosa-4-sulfat dengan ikatan -1,3 dan unit 3,6-anhidro-Dgalaktosa dengan ikatan -1,4. Kappa karagenan banyak digunakan sebagai pengental pada industry
makanan. Pada bidang kesehatan, kappa karagenan dimanfaatkan sebagai antikoagulan, antitrombotik,
antiviral, dan antitumor. Manfaat kappa karagenan akan lebih efektif apabila kappa karagenan
mempunyai berat molekul yang rendah. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengkaji
depolimerisasi kappa karagenan dengan proses ozonasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh waktu ozonasi, pH dan temperatur terhadap berat molekul kappa karagenan dan kondisi
optimum masing-masing variabel proses. Hasil penelitian ini menghasilkan kondisi optimum pada waktu
ozonasi selama 10 menit, pH 4 dan temperatur 20oC dengan diperoleh depolimerisasi sebesar 0,283%
atau 414858,7 g/mol.
Kata kunci : depolimerisasi; kappa karagenan; pH; suhu; waktu ozonasi
PENDAHULUAN
Karagenan adalah polisakarida yang diekstraksi dari
beberapa spesies rumput laut atau alga merah
(Rhodophyceae). Karagenan adalah galaktan tersulfatasi
linear hidrofilik. Polimer ini merupakan pengulangan
unit disakarida galaktan sulfat. Galaktan tersulfatasi ini
diklasifikasi menurut adanya unit 3,6-anhydro galactose
(DA) dan posisi gugus sulfat.

Tiga jenis karagenan komersial yang paling penting


adalah karagenan iota (i), kappa () dan lambda ().
Jenis karagenan yang berbeda ini diperoleh dari
karagenan komersial yang memiliki berat molekul
massa rata-rata antara berkisar 400.000 sampai 600.000
Da (Van de Velde, 2002).
Penelitian mengenai depolimerisasi karagenan
dengan proses ozonasi belum pernah dilakukan
sebelumnya. Sejauh ini, metode ozonasi yang telah

digunakan untuk mengkaji depolimerisasi sumber


polisakarida jenis lain seperti kitosan, tepung singkong,
dan guar gum. Beberapa variabel yang mempengaruhi
terhadap proses ozonasi kappa karagenan adalah waktu
ozonasi, pH, temperatur, laju alir, konsentrasi, dan
tegangan ozon. Variabel-variabel tersebut digunakan
untuk mengetahui pengaruh terhadap perubahan berat
molekul kappa karagenan.
Oleh karena itu, penelitian ini akan mengkaji
pengaruh penggunaan ozonasi larutan -karagenan
terhadap perubahan berat molekul pada berbagai variasi
waktu ozonasi, pH, dan temperatur, serta memperoleh
nilai optimum masing-masing variabel proses ozonasi.
METODE PENELITIAN
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kappa karegenan semi refined (Kappaphicus alverezii)
yang diperoleh dari CV. Karagen Indonesia, Semarang.
Pelarut kappa karagenan yaitu aquadest yang diperoleh
dari Laboratorium MER-C. Untuk proses pengaturan
asam dan basa digunakan Asam Sulfat (H2SO4) dengan
No Katalog 231-639-5 dan Natrium Hidroksida (NaOH)
dengan No Katalog 215-185-5 dari PT. Merck. Tbk.
Alat yang digunakan untuk proses ozonolisis kappa
karagenan adalah seperangkat alat pembangkit ozon
(tipe corona discharge), termometer, viskometer
ubbeloohde-type capillary, beaker glass dengan ukuran :
5L, 600 mL, 250 mL, kertas pH, kertas saring, dan
magnetic heater.
Tahapan Penelitian
Tahap-tahap penelitian adalah sebagai berikut :
1. Persiapan seperangkat alat pembangkit ozon (tipe
corona discharge) dan alat-alat yang digunakan.
2. Persiapan larutan kappa karegenan semi refined yang
dilarutkan dalam aquadest suhu 60 oC, lalu ozonasi
larutan karagenan sesuai desain penelitian,
Selanjutnya masing-masing variabel yang telah di
ozonasi akan diukur berat molekul dengan
menggunakan data waktu larutan - karagenan (t)
melintasi kapiler viscometer ubbeloohde-type
capillary, serta analisa hasil. Vaiabel tetap yaitu
tegangan operasi alat pembangkit ozon 40 kV, laju
alir output 3L/menit, dan konsentrasi kappa
karagenan dalam larutan sedangkan variabel berubah
yang digunakan yaitu konsentrasi kappa karagenan
(0,015625;0,03125 ;0,0625;0,125;0,25), pH larutan

kappa karagenan (3,7, dan 10), waktu ozonolisis


(5;10;15 menit), dan suhu (20,30,40 oC).
3. Menentukan optimasi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Waktu Ozonasi Terhadap Berat Molekul
Kappa Karagenan
Hubungan antara waktu ozonasi terhadap berat
molekul karagenan diidentifikasi dengan memvariasikan
waktu ozonasi dari 0 menit (karagenan tanpa perlakuan
ozon) hingga 20 menit, sedangkan pH dan temperatur
dibuat tetap pada pH 10 dan temperatur 30oC.
Gambar 2 menunjukkan bahwa peningkatan waktu
ozonasi menyebabkan penurunan berat molekul kappa
karagenan. Penurunan berat molekul kappa karagenan
terjadi secara signifikan pada rentang 0 hingga 10 menit,
kemudian 10 menit berikutnya penurunan tidak terlihat
penurunan yang signifikan. Penurunan berat molekul
selama ozonasi menunjukkan bahwa terjadi proses
depolimerisasi molekul kappa karagenan oleh molekul
ozon. Penurunan berat molekul yang tinggi selama
waktu ozonasi yang lama terjadi karena adanya
peningkatan jumlah molekul terdepolimerisasi.

Gambar 1. Hubungan Waktu Ozonasi Terhadap Berat


Molekul Kappa Karagenan
Reaksi depolimerisasi pada kappa karagenan
terjadi karena adanya pemutusan ikatan glikosidik pada
kappa karagenan. Hal ini sesuai pada penelitian SeungWook (2006) dan Kabalnova (2000) bahwa
depolimerisasi chitosan oleh ozon terjadi akibat adanya
pemutusan pada ikatan glikosidiknya. Menurut SeungWook (2006), pemutusan ikatan glikosidik disebabkan
oleh pemutusan elektropilik yang terjadi di karbon C(1).
Selama proses ozonasi, pemutusan ikatan glikosidik
akan memicu pembentukan gugus karbonil dan
karboksil. Kabalnova, et.al (2000) dan Chan, et.al
(2009) menjelaskan bahwa pembentukan gugus karbonil
akan terjadi pada unit C(1) D-galaktosa-4-sulfat,
sedangkan gugus karboksil diduga akan terbentuk pada
C(4) 3,6-anhidro-D-galaktosa.

Pada pembahasan ini, dapat disimpulkan bahwa


waktu ozonasi paling baik adalah pada waktu 10 menit.
Oleh karena itu, waktu 10 menit digunakan sebagai
variabel tetap untuk menentukan pengaruh pH dan
temperatur terhadap berat molekul kappa karagenan.
Pengaruh pH Terhadap Berat Molekul Kappa
Karagenan
Hubungan antara pH terhadap berat molekul
kappa karagenan diidentifikasi dengan memvariasikan
nilai pH dari 4 hingga 10 sedangkan waktu ozonasi dan
temperatur dibuat tetap pada waktu ozonasi 10 menit
dan temperatur 30oC.
Gambar 3 menunjukkan bahwa ozonasi yang
dilakukan pada pH yang rendah menghasilkan berat
molekul kappa karagenan yang rendah. Penurunan
berat molekul kappa karagenan signifikan terjadi
pada rentang pH 3 hingga pH 7, kemudian pH diatas
7, penurunan berat molekul tidak terlihat signifikan.
Pada penelitian ini, penurunan berat molekul
kappa karagenan yang signifikan pada pH yang lebih
rendah diduga akibat adanya reaksi pemutusan yang
melibatkan hidrolisis asam seperti yang dijelaskan oleh
Wang et.al., (1999).
Menurut Wang, et.al (1999), depolimerisasi pada
polisakarida dapat berlangsung melalui 3 mekanisme
yaitu : (1) depolimerisasi polisakarida melalui
pemutusan pada ikatan -D-glikosida, (2) depolimerisasi
yang melibatkan radikal hidroksil yang terbentuk
didalam larutan selama proses ozonasi, dan (3)
depolimerisasi melalui hidrolisis asam.

Gambar 2. Hubungan pH Terhadap Berat Molekul


Kappa Karagenan

Menurut Wang et.al., (1999), depolimerisasi


polisakarida yang melibatkan ozon lebih selektif
dibanding depolimerisasi akibat radikal hidroksil dan
hidrolisis asam. Akibatnya, depolimerisasi polisakarida
yang melibatkan ozon lebih teratur, sedangkan
depolimerisasi yang melibatkan radikal hidroksil
maupun hidrolisis asam tidak teratur. Depolimerisasi
polisakarida secara teratur berlangsung pada ujungujung molekulnya, sedangkan depolimerisasi yang tidak
teratur menyebabkan pemutusan terjadi secara acak. Hal
ini menyebabkan depolimerisasi berlangsung lebih lama
apabila terjadi pada ujung-ujung molekul, sedangkan
depolimerisasi yang berlangsung secara acak akan
berlangsung lebih cepat.
Hal ini menunjukkan bahwa, depolimerisasi pada
kappa karagenan melibatkan proses ozonasi sekaligus
hidrolisis asam pada pH yang rendah. Penurunan berat
molekul kappa karagenan yang signifikan pada pH asam
menunjukkan bahwa pemutusan berlangsung secara
acak. Hal ini berarti pemutusan lebih didominasi oleh
hidrolisis asam dibanding oleh proses ozonasi itu
sendiri.
Pada pH yang tinggi, penurunan berat molekul
kappa karagenan tidak terlihat signifikan. Hasil ini
menunjukkan bahwa peran radikal hidroksil pada
depolimerisasi kappa karagenan tidak dominan.
Beberapa penelitian menjelaskan bahwa keberadaan
gugus hidroksil dalam larutan pada pH tinggi
mengakibatkan dekomposisi molekul ozon. Hal ini
mengakibatkan waktu tinggal molekul ozon lebih
singkat. . Hal ini dijelaskan oleh Simoes, et.al., (2001)
dan Susmita, et.al (2011). Menurut Simoes, et.al.,
(2001), penambahan asam pada larutan dapat mencegah
dekomposisi molekul ozon. Hal yang sama juga
disampaikan oleh Susmita, et.al., (2011) dimana molekul
ozon dapat terdekomposisi pada pH yang tinggi.
Menurut Susmita, et.al., (2011), meningkatnya pH
larutan akan mengakibatkan peningkatan kinetika
dekomposisi ozon. Penurunan berat molekul kappa
karagenan yang tidak signifikan pada pH tinggi diduga
akibat terdekomposisinya sejumlah ozon selama proses
ozonasi. Pada penelitian ini, radikal hidroksil yang
harusnya ikut berperan dalam depolimerisasi molekul
kappa karagenan menurut Wang, et.al., (1999),
diperkirakan justru mendekomposisi molekul ozon
sehingga mengakibatkan aktifitas depolimerisasi oleh
ozon lebih rendah.
Rendahnya depolimerisasi molekul kappa
karagenan pada pH tinggi juga dapat didekati oleh
pernyataan Klein, et.al., (2014). Menurut Klein, et.al
(2014), depolimerisasi yang rendah pada pH yang tinggi
mengakibatkan monomer-monomer hasil depolimerisasi
molekul pati singkong mengalami penyatuan kembali
sehingga viskositasnya meningkat. Menurut Klein, et.al.,

(2014), monomer-monomer yang telah terdepolimerisasi


oleh ozon menyatu dengan membentuk ikatan secara
cross-linking. Alasan Klein, et.al., (2014) dapat didekati
untuk kasus pada penelitian ini. Monomer-monomer
kappa karagenan yang terbentuk setelah proses ozonasi
diduga kembali menyatu apabila larutan berada pada pH
yang tinggi. Namun, penurunan berat molekul yang
tetap terjadi diduga akibat kecepatan depolimerisasi
lebih tinggi dibanding kecepatan penyatuan kembali
monomer-monomer kappa karagenan terdepolimerisasi.
Pengaruh Temperatur Terhadap Berat Molekul
Kappa Karagenan
Hubungan antara temperatur terhadap berat
molekul kappa karagenan diidentifikasi dengan
memvariasikan temperatur dari 10oC hingga 50oC
sedangkan waktu ozonasi dan pH dibuat tetap pada
waktu ozonasi 10 menit dan pH 10.

Gambar 4. Hubungan Temperatur Terhadap Berat


Molekul Kappa Karagenan
Gambar 4 menunjukkan bahwa temperatur
larutan kappa karagenan yang tinggi menyebabkan
depolimerisasi kappa karagenan lebih rendah rendah.
Seperti yang terlihat pada gambar 4, Penurunan yang
paling signifikan terjadi pada temperatur 20oC.
Kenaikan temperatur diatas 20oC menyebabkan
depolimerisasi lebih rendah, sedangkan pada temperatur
30oC, terjadi kenaikan kembali berat molekul kappa
karagenan. Terjadinya penurunan berat molekul kappa
karagenan pada temperatur yang tinggi akan
menyebabkan viskositas larutan lebih rendah. Penurunan
viskositas menyebabkan konsentrasi ozon dalam larutan
lebih rendah sebab laju perpindahan ozon meningkat.
Peningkatan laju perpindahan ozon akan menyebabkan
ozon lebih mudah meninggalkan larutan sehingga
menyebabkan aktifitas depolimerisasi menurun. Hal ini
dijelaskan oleh Quero-Pastor, et.al (2013). Menurut
Quero-Pastor, et.al (2013) peningkatan temperatur akan
menyebabkan kelarutan ozon dalam air menurun.

Menurut Quero-Pastor, et.al (2013), penurunan kelarutan


ozon dalam sistem disebabkan oleh peningkatan laju
perpindahan ozon dari sistem ke lingkungan.
Pada temperatur yang lebih rendah (<20 oC),
penurunan berat molekul kappa karagenan tidak terlihat
signifikan. Hal ini disebabkan terjadi peningkatan
viskositas pada temperatur yang lebih rendah dan lama
kelamaan akan membentuk agar. Peningkatan viskositas
larutan kappa karagenan akan menyebabkan ozon sulit
menembus larutan sehingga depolimerisasi kappa
karagenan akan sulit terjadi.
Optimasi Proses Ozonasi
Seperti yang dijelaskan pada pembahasan
sebelumnya, depolimerisasi kappa karagenan akan lebih
baik pada waktu ozonasi yang lebih lama. Disisi lain, pH
dan temperatur yang lebih tinggi justru mengakibatkan
depolimerisasi kappa karagenan menurun. Oleh karena
itu, optimasi perlu dilakukan untuk menghasilkan berat
molekul kappa karagenan yang paling baik.
Untuk melakukan optimasi digunakan metode respon
permukaan (Response Surface Methodology). Desain
eksperimen ini terdiri dari 17 run yang terdiri dari 8
faktorial poin, 6 axial point, 3 central point. Desain
diperoleh dari response surface methodology (RSM)
menggunakan central composite design seperti yang
terlihat pada tabel 1.
Efek dari variable operasi dapat dijelaskan dengan
menggunakan analysis of variance (ANOVA) seperti
yang ditunjukkan pada tabel 2.
Uji siginifikansi dari variable operasi terhadap
respon dapat dilihat dari harga F-value dan harga Pvalue.
Tabel 1. Experimental Design dan Respon
Kode
Run
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

X1

X2

-1
-1
1
1
0
-1
-1
1
1
0
-1.673
1.673
0
0

-1
1
-1
1
0
-1
1
-1
1
0
0
0
-1.673
1.673

Faktor
X3
-1
1
1
-1
0
1
-1
-1
1
0
0
0
0
0

Waktu

pH

Suhu

5
5
15
15
10
5
5
15
15
10
1.633
18.367
10
10

4
10
4
10
7
4
10
4
10
7
7
7
1.98
12.02

20,00
40,00
40,00
20,00
30,00
40,00
20,00
20,00
40,00
30,00
30,00
30,00
30,00
30,00

Berat
Molekul
(g/mol)
435104
540234
432198
443030
503474
481733
497871
352561
477931
490474
536325
434628
398260
505275

15
16
17

0
0
0

0
0
0

-1.673
1.673
0

10
10
10

7
7
7

13,27
46,73
30,00

1. Uji ANOVA dan Pengembangan Model


Matematis

Variant
X0

Tabel 2. Analysis Of Variance


Koefisien
F-Value
DF
195741,0

X1

-2483,1

72,40255

X12

-323,6

4,07652

X2

46891,0

78,44387

X22

-2236,5

25,23899

X3

7441,5

38,29135

X32

-73,5

3,36269

X1X2

124,5

0,15607

X1X3

63,9

0,45667

X2X3

-204,2

1,68030

R2

Adj
R2

96,876

MS Residual

p-value
0,00006
1
0,08324
8
0,00004
7
0,00152
4
0,00045
0
0,10934
0
0,70456
5
0,52087
6
0,23598
2
0.96053

6.5569E10

Nilai F-value yang tinggi dan nilai p-value < 0.05


menunjukkan bahwa variabel secara signifikan
mempengaruhi respon yang diamati. Pada penelitian ini,
harga p-value untuk waktu operasi (p=0.000061), pH
(p=0.000047), dan temperatur (p=0.00045). Nilai
tersebut menunjukkan bahwa ketiga variabel operasi
signifikan terhadap depolimerisasi kappa karagenan.
Selain itu, signifikansi ketiga variabel juga diperkuat
dengan nilai F-value waktu operasi, pH, dan temperatur
tinggi dengan masing-masing harga F-value yaitu
72,40255; 78,44387; dan 38,29135.
Hubungan antara variabel-variabel operasi
terhadap respon berat molekul kappa karagenan dapat
dinyatakan dalam persamaan matematis polinomial orde
2 berdasarkan persamaan 1.
YBM =195741 - 2483,1X1+46891X2+7441,5X3
124,5X1X2 +63,9X1X3 - 204,2X2X3 - 323,6X12 2236,5X22 - 73,5X32
(1)
Pemilihan orde dapat ditentukan dengan melihat
harga koefisien determinasinya, dimana model dengan
koefisien determinasi paling tinggi adalah model yang
direkomendasikan. Pada penelitian ini, harga R 2 untuk

457236
persamaan matematias polinomial orde 2 mempunyai
517874
nilai paling baik yaitu 97,529.
500474
2 Efek Interaksi Antara Variabel Proses
Interaksi antara variable proses terhadap berat
molekul kappa karagenan dapat diketahui dengan
memvariasikan harga variabel-variabel proses antara
nilai bawah dan nilai atas, sedangkan variabel lain di set
pada center point. Variasi harga masing-masing variabel
proses kemudian disubtitusi ke dalam persamaan 4.1
untuk menghitung nilai respon berat molekul kappa
karagenan. Variasi harga pada masing-masing proses
kemudian diplotkan ke dalam grafik 3 dimensi dimana
sumbu x dan y untuk variabel proses yang saling
berinteraksi, sedangkan pada sumbu z adalah respon
berat molekul kappa karagenan. Interaksi antara variabel
proses dan responnya dapat diamati melalui grafik 3D
suface dan 2D contour seperti yang terlihat pada gambar
5 dan 6.
Gambar 5 menunjukkan interaksi antara variabel
yaitu waktu ozonasi pH, waktu ozonasi temperatur,
dan pH temperatur terhadap respon berat molekul
kappa karagenan. Interaksi antara waktu ozonasi pH
menghasilkan permukaan lengkung. Seperti yang
terlihat pada gambar, pada pH yang lebih rendah, nilai
berat molekul menunjukkan harga yang lebih rendah
kemudian akan terus meningkat hingga mencapai pH 910, setelah itu harga berat molekul menurun.
Disisi lain, waktu ozonasi yang semakin lama
mengakibatkan nilai berat molekul menurun. Hal ini
menyebabkan permukaan tampak lengkung dan
menurun kearah waktu ozonasi yang lebih tinggi. Jika
diamati 2D contour pada gambar 4.5, interaksi antara pH
yang rendah dan waktu ozonasi yang lebih tinggi akan
menghasilkan respon depolimerisasi kappa karagenan
yang lebih tinggi.
Hal ini dilihat dari sebaran warna dimana pada pH
yang lebih rendah dan waktu ozonasi yang tinggi,
sebaran warna lebih hijau yang menunjukkan harga
berat molekul yang rendah. Sedangkan pada pH yang
tinggi dan pada waktu ozonasi lebih rendah, sebaran
warna yang dihasilkan berwarna lebih merah yang
menunjukkan depolimerisasi yang rendah selama proses
ozonasi.
Berdasarkan hasil ini dapat disimpulkan bahwa
interaksi antara variabel waktu ozonasi pH
menghasilkan respon depolimerisasi yang tinggi pada
kondisi asam dan waktu ozonasi yang lebih lama.
Interaksi antara waktu ozonasi temperatur
menghasilkan permukaan yang lengkung, namun tidak
selengkung interaksi antara waktu ozonasi pH.
Kelengkungan yang terlihat pada interaksi tersebut
disebabkan oleh variabel temperatur, dimana terjadi titik
belok pada range temperatur 30 oC -35oC. kelengkungan
ini juga semakin rendah sepanjang sumbu X akibat

harga berat molekul yang rendah pada waktu ozonasi


yang lebih lama.
Jika ditinjau dari 2D contour, waktu ozonasi yang
lebih lama dan temperatur yang lebih rendah
menghasilkan depolimerisasi yang tinggi. Hal ini terlihat
pada sebaran warna dimana warna tampak lebih hijau
yang menunjukkan harga berat molekul yang rendah.
Sedangkan untuk waktu ozonasi yang singkat dengan
temperatur yang lebih tinggi, depolimerisasi terlihat
lebih rendah ditinjukkan dengan harga berat molekulnya
yang tinggi. Dari sini dapat disimpulkan bahwa
depolimerisasi paling baik untuk interaksi waktu ozonasi
temperatur terjadi pada temperatur yang lebih rendah
dan pada waktu ozonasi yang lebih lama. Interaksi pH
temperatur menghasilkan permukaan yang tampak
seperti bukit dimana titik tertinggi dicapai pada range
pH 8-10 dan pada temperatur sekitar 30oC-40 oC,

Gambar 5. 3-D Surface Interaksi Antara Variabel untuk


Variabel Lainnya pada Center Point
terbentuknya bukit disebabkan oleh pengaruh masingmasing variabel yang menghasilkan kurva lengkung.
Kelengkungan pada masing-masing variabel disebabkan
oleh pengaruh parameter quadratic dari masing-masing
variabel dimana keduanya menunjukkan signifikansi
yang tinggi (p-value < 0.05). Pada 2D counturnya,
terlihat bahwa depolimerisasi yang paling tinggi terjadi
pada pH yang lebih rendah dan temperatur yang lebih
rendah.

Gambar 6. 2D Contour Interaksi Antar Variabel Untuk


Variabel Lainnya Pada Center Point

3. Penentuan Kondisi Optimum


Proses ozonasi diharapkan mampu menghasilkan
berat molekul serendah mungkin. Depolimerisasi paling
baik ketika berat molekul berada pada posisi paling
rendah, dengan kata lain, berat molekul kappa karagenan
ditargetkan seminimal mungkin. Akan tetapi, untuk
mencapai berat molekul minimal, waktu ozonasi dapat
mencapai tak terhingga, sedangkan pH dan waktu
ozonasi harus diatur pada nilai paling kecil. Oleh karena
itu, variabel-variabel proses perlu dibatasi.
Menurut Omar and Amin (2016), optimasi dapat
dilakukan dengan menggunakan response desirability
profiling yang ada pada statistica. Untuk memperkirakan
nilai optimasi, waktu ozonasi dibatasi pada range 5
sampai 10 menit, pH pada range 4 sampai 7, dan
temperatur 20oC hingga 40oC. Profil optimasi dapat
dilihat pada gambar 7.
Berdasarkan gambar 7, nilai-nilai optimum
masing-masing variabel-variabel yaitu 10 menit untuk
waktu ozonasi, untuk pH 7, dan temperatur 30oC.
KESIMPULAN
Penurunan berat molekul kappa karagenan terjadi
secara signifikan pada rentang waktu 0 hingga 10
menit, kemudian 10 menit berikutnya penurunan tidak
terlihat signifikan. Penurunan berat molekul kappa
karagenan signifikan terjadi pada rentang pH 3 hingga
pH 7, kemudian pH diatas 7, penurunan berat molekul
tidak terlihat signifikan. Penurunan yang paling
signifikan terjadi pada temperatur 20oC . sedangkan
pada temperatur 30oC, terjadi kenaikan kembali berat
molekul kappa karagenan. Berdasarkan gambar 7,
diperoleh kondisi optimum pada waktu ozonasi 10
menit, pH 4 dan temperatur 20oC. Pada kondisi optimum
tersebut, respon % depolimerisasi diperoleh sebesar
0.282831% atau 414.858,7 g/mol.

7
Gambar
7. 7.
Optimasi
Menggunakan
Response
Desirability
Profiling
Pada
Statistica
6.06.0
Gambar
Optimasi
Menggunakan
Response
Desirability
Profiling
Pada
Statistica

SARAN
Penelitan ini sebaiknya menggunakan refine kappa
karagenan untuk mengoptimalkan proses ozonasi kappa
karagenan itu sendiri. Hal ini sebab berat molekul kappa
karagenan yang tinggi menunjukkan bahwa kappa
karagenan masih mengandung banyak selulosa sehingga
proses ozonasi terhadap kappa karagenan tidak optimal.
Ucapan Terima Kasih: Ucapan terima kasih terutama
ditujukan kepada bu Aji Prasetyaningrum, ST,M.Si
selaku dosen pembimbing penelitian ini dan kepada
pihak-pihak yang membantu pelaksanaan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Angka SL, S. M., 2000. Bioteknologi Hasil Laut, Bogor:
Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan.
Campo, V. K. S. J. D. I. C. I., 2009. Carrageenans:
Biological Properties, Chemical Modifications
and Structural Analysis. In: Carbohydrate
Polymers. s.l.:s.n., pp. 167-180.
Chan, H. T., Bhat, R. & Karim, A. A., 2009.
Physicochemical and Functional Properties.
Agriculture and Food Chemistry, pp. 59655970.
Distantina, S. et al., 2010. Proses Ekstraksi Karagenan
dari Euchema cottonii. Seminar Rekayasa
Kimia dan Proses.
Doty, 1986. Biotechnological and Economic
Approaches to Industrial Development Based
on Marine Algae in Indonesia. s.l., s.n.
Fardiaz D, A. H., 1992. Teknik dan Analisis Sifat Kimia
dan Fungsional Komponen Pangan, Bogor:
IPB.
Fennema OR, R. L., 1985. Industrial gum:
polysaccharides and their derivates, New York:
Marcell Dekker, Inc.
Glickman, 1983. Food Hydrocolloid, Florida: CRC
Press Inc Boca Ration.
Handito, 2011. Pengaruh Konsentrasi Karagenan
Terhadap Sifat Fisik dan Mekanik. Edible film.
Agroteksos, p. 21.
Kaba'nova, N. N., Murinov, K. Y. & I.R, M., 2000.
Oxidative Destruction of Chitosan Under the
Effect of.
Klein, B., Vanier, N. L., Khalid, M. & Pinto, V. Z., 2014.
Ozone oxidation of cassava starch in aqueous
solution at different pH. Food Chemistry, pp.
167-173.
Kobenhvsn, A., 1978. Carrageenan, Denmark:
Lilleskensved.
Lii, C. Y., Chen, C. H., Yeh, A.-I. & Lai, V. M.-F., 1999.
Preeliminary Study on The Degradation
Kinetics of Agarose and Carrageenan By
Ultrasound. Food Hydrocolloid, pp. 477-481.

Mandavgane, S. & Yenkie, M., 2011. Effect of pH of


The Medium on Degradation on Aquaeous
Ozone. Volume 4, pp. 544-547.
Moirano, 1977. Sulfate polysaccharides. In: Westport:
The AVI Publishing Company Inc, p. 347.
O'Donnell, C., Tiwari, B. K. & Cullen, P., 2012. Ozone
in Food Processing. Oxford: Blackwell
Publishing L.td.
Omar, W. N. N. W. & Amin, N. A. S., 2016. Multi
response optimization of oil palm frond
pretreatment by. Industrial Crops and Product,
pp. 389-402.
Prajapat, A. & Gogate, P., 2015. Intensification of
Degradation of Guar Gum : Comparising of
Approaches Based On Ozone, Ultraviolet, and
Ultrasonic Irradiation. Chemical Engineering
and Processing : Process Intensification.
Quero-Pastor, M., Garido-Perez, M. & Quiroga, J.,
2013. Ozonation of Ibuprofen : Degradation
and Toxicity Study. Science of The Total
Environment, pp. 967-964.
Ratnawati, Prasetyaningrum, A. & Wardhani, D. H.,
2016. Kinetics and Thermodynamics of
Ultrasound-Assisted Depolymerization of Carrageenan. Bulletin of Chemical Reaction
Engineering & Catalysis, pp. 48-58.
Relleve, L. et al., 2004. Degradation of carrageenan by
radiation. Polymer Degradation and Stablility,
pp. 402-410.
Salimy, Nuryanti & H, D., 2008. Metode Pemukaan
Respon dan Aplikasinya Pada Optimasi
Eksperimen Kimia. pp. 373-391.
Seung-Wook, S., 2006. Depolymerization and
Decolorization of Chitosan By Ozonation
Treatment. Seoul: Chung-Ang University.
Simoes, R. & Castro, J., 2001. Ozone Depolymerization
of Polysaccarhides In Different Materials.
Volume 27.
Sun, D. X. & Wu, 1993. Interaction Graph For 3 -Level
Fractional Factorial Design. Journal IIQP
Research Report.
Van de Velde, .. S. U. A. R. H. a. C. =. A., 2002. 1H and
13 C High Resolution NMR Spectoscopy of
Carrageenans:Aplication in Research and
Industry. In: Trend in Food Science and
Technology. s.l.:s.n., pp. 73-92.
Wang, Y., Hollingsworth, R. I. & Kasper, D. L., 1999.
Ozonolytic
depolymerization
of
polysaccharides in. Carbohydrate Research, pp.
141-147.
Whistler RL, J. M., 1991. Industrial gum:
polysaccharides and polysaccharide gel and
Network. In: Einburg, Scotland: s.n., p. 279.
Winarno, 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut,
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Wu, S. J., 2012. Degradation of Kappa Karagenan by


Hydrolisis With Commercial Alpha Amylase.
Carbohydrate Polymer, pp. 394-396.
Yue, W., He, R., Jia, P. & Wei, Y., 2009. Ultraviolet
radiation-induced accelerated degradation of
chitosan by ozonation. Carbohydrate Polymer,
pp. 639-642.

Anda mungkin juga menyukai