Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berbagai upaya dan usaha yang dilakukan oleh suatu lembaga pendidikan dalam
upaya meningkatkan mutu lulusan pendidikan. Sebagian pihak percaya bahwa
peningkatan mutu lulusan harus dilakukan dengan meningkatkan sarana dan
prasarana pendukung kegiatan pendidikan. Namun, di pihak lain berpendapat
bahwa peningkatan mutu lulusan pendidikan harus dilakukan dengan meningkatkan
kinerja dan profesionalisme guru sebagai tenaga pendidik.
Kedua pendapat di atas merupakan sebagian dari banyak pendapat yang
dilontarkan oleh para ahli, pengamat, dan praktisi pendidikan. Hal ini tergantung
pada sudut pandang masing masing.
Makalah ini ingin mencoba menitikberatkan pada sudut pandang yang lain,
yakni, memfokuskan pada evaluasi kurikulum dan pengendalian mutu sebagai
peretas jalan dalam rangka membantu meningkatkan mutu lulusan pendidikan.
Selaras dengan tujuan tersebut, pada makalah ini akan dipaparkan beberapa konsep
dan model yang terkait dengan evaluasi kurikulum dan pengendalian mutu lulusan.
Pada akhirnya kedua sudut pandang tadi akan dikristalkan menjadi solusi
alternative bagi upaya peningkatan mutu lulusan pendidikan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Hal hal apa saja yang harus diperhatikan dalam evaluasi kurikulum ?
2. Unsur unsur apakah yang yang harus diperhatikan dalam pengendalian
mutu lulusan?

3. Bagaimana pentingnya evaluasi kurikulum dan pengendalian mutu lulusan


bagi peningkatan mutu pendidikan ?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah
1. Agar kita mengetahui unsure unsure yang harus diperhatiakan dalam
evaluasi kurikulum
2. Kita mengetahui unsure unsure yang yag harus diperhatikan dalam
pengendalian mutu lulusan.
3. Kita mengetahui pentingnya evaluasi kurikulum dan pengendalian mutu
lulusan dalam peningkatan mutu pendidikan.

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Evaluasi Kurikulum
1. Konsep Evaluasi Kurikulum
Menurut Guba dan Lincoln Evaluasi merupakan suatu proses
memberikan pertimbangan mengenai nilai dan arti sesuatu yang
dipertimbangkan

Evaluand ). Sesuatu yang dipertimbangkan itu dapat

berupa orang, benda, kegiatan, keadaan, atau sesuatu kesatuan tertentu.


Berdasarkan konsep di atas, ada dua hal yang menjadi karakterisktik
evaluasi. Yaitu :
a. Evaluasi merupakan suatu proses atau tindakan. Tindakan tersebut
dilakukan untuk memberi makna atau nilai. Dengan demikian, evaluasi
bukan merupakan hasil atau produk.
b. Evaluasi berhubungan dengan pemberian nilai atau arti. Dengan kata
lain evaluasi dapat menunjukkan kualitas yang dinilai
Dari kedua konsep evaluasi di atas, maka evaluasi kurikulum
dimaksudkan sebagai suatu proses mempertimbangkan untuk member nilai
dan arti terhadap suatu kurikulum tertentu.
Konsep nilai dan arti, dalam konteks penilaian terhadap suatu
kurikulum memiliki makna yang berbeda. Pertimbangan nilai adalah
pertimbangan yang ada dalam kurikulum itu sendiri.

Contohnya,

berdasarkan proses pertimbangan tertentu, evaluator memberikan nilai


Apakah kurikulum yang dinilai itu dapat dimengerti oleh guru sebagai
pelaksana kurikulum ; Apakah setiap komponen yang terdapat dalam
kurikulum itu memiliki hubungan yang serasi ; Apakah kurikulum yang
dinilai itu dianggap sederhana dan mudah dilaksanakan oleh guru ; dan lain
sebagainya.
Berbeda dengan arti. Arti berhubungan dengan kebermaknaan suatu
kurikulum. Misalkan, Apakah kurikulum yang dinilai memberikan arti untuk
meningkatkan kemampuan berpikir siswa ; Apakah kurikulum itu dapat

merubah cara belajar siswa kearah yang lebih baik ; Apakah kurikulum itu
dapat lebih meningkatkan pemahaman siswa terhadap lingkungan sekitar ;
dan lain sebagainya.
Dari hasil evaluasi kurikulum dan hubungannya dengan konsep nilai
dan arti itu bias terjadi, Evaluator menyimpulkan bahwa kurikulum yang
dievaluasi itu cukup sederhana dan dimengerti guru, akan tetapi tidak
memiliki arti untuk meningkatkan kualitas pembelajaran siswa. Sebaliknya,
kurikulum yang dievaluasi itu memang sedikit rumit untuk diterapkan oleh
guru, akan tetapi memiliki nilai yang berarti untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran.
Pengembangan kurikulum merupakan proses yang tidak pernah
berakhir

Olivia,

implementasi,

dan

1988).

Proses

evaluasi.

tersebut

Dengan

meliputi

demikian

perencanaan,

dalam

konteks

pengembangan kurikulum , evaluasi merupakan bagian yang tidak


terpisahkan dari pengembangan kurikulum itu sendiri. Melalui evaluasi
dapat ditentukan nilai dan arti suatu kurikulum, sehingga dapat dijadikan
bahan pertimbangan apakah suatu kurikulum perlu dipertahankan atau
disempurnakan.

2. Ruang Lingkup Evaluasi Kurikulum


Evaluasi kurikulum dapat dipandang dari dua sisi, yaitu ;
a. Evaluasi kurikulum sebagai suatu program pendidikan atau sebagai
dokumen.
Suatu program atau dokumen, KBK memiliki beberapa komponen
pokok yaitu,
1. Kompetensi yang ingin dicapai
Yang harus diperhatikan dalam mengevaluasi tujuan dan
kompetensi yang diharapkan dalam dokumen kurikulum adalah :

a. Apakah kompetensi yang harus dicapai oleh setiap peserta didik


itu sesuai dengan visi dan misi sekolah ?
b. Apakah tujuan dan kompetensi itu mudah dipahami oleh setiap
guru ? sebagai suatu dokumen kurikulum tidak memiliki makna
tanpa diimplementasikan oleh guru. Oleh karena itu, guru perlu
memahami setiap kompetensi yang diharapkan oleh lembaga
pendidikan. Dengan demikian guru dapat menentukan apa dan
bagaimana setiap mata pelajaran yang diampunya dapat
memberikan andil dalam mencapai tujuan dan kompetensi
tersebut.
c. Apakah tujuan dan kompetensi yang dirumurskan dalam
dokumen sesuai dengan tingkat perkembangan siswa ?
2. Pengalaman belajar untuk mencapai kompetensi
Evaluasi terhadap pengalaman belajar untuk mencapai
kompetensi menimbulkan beberapa pertanyaan untuk menguji
pengalaman belajar yang direncanakan, diantaranya ;
a. Apakah pengalaman belajar yang terdapa dalam kurikulum
sesuai dengan visi dan misi lembaga pendidikan ?
b. Apakah pengalaman belajar yang direncanakan itu sesuai dengan
minat siswa ?
c. Apakah pengalaman belajar yang direncanakan itu sesuai dengan
tingkat kemampuan dan pengalaman social siswa ?
d. Apakah pengalaman belajar yang direncanakan itu sesuai dengan
karakteristik lingkungan siswa ?
e. Apakah pengalaman belajar yang ditetapkan dalam kurikulum
sesuai dengan alokasi waktu yang tersedia ?
3. Strategi pembelajaran yang direncanakan
Evaluasi terhadap strategi Proses Belajar mengajar sebagai
pedoman bagi guru. Oleh karena itu, kurikulum harus memuat
petunjuk

bagaimana

cara

pelaksanaan

atau

cara

mengimplementasikan kurikulum di kelas. Sejumlah criteria yang


5

dapat diajukan untuk menilai pedoman Strategi belajar Mengajar,


diantaranya ;
a. Apakah strategi pembelajaran yang dirumuskan sesuai dan dapat
mendukung keberhasilan pencapaian kompetensi pendidikan ?
b. Apakah strategi pembelajaran yang diusulkan dapat mendorong
aktivitas dan minat siswa untuk belajar ?
c. Bagaimana keterbacaan guru terhadap pedoman pelaksanaan
strategi pembelajaran yang diusulkan ?
d. Apakah strategi pembelajaran sesuai

dengan

tingkat

perkembangan siswa ?
e. Apakah strategi pembelajaran yang dirumuskan sesuai dengan
alokasi waktu yang tersedia ?
4. Alat dan media pembelajaran
5. Evaluasi
b. Kurikulum sebagai suatu proses atau kegiatan
Dalam proses pendidikan kedua sisi sama pentingnya, seperti dua
sisi dari satu mata uang logam. Apa artinya sebuah program tanpa
diimplementasikan dan apa artinya implementasi tanpa program yang
menjadi acuan. Evaluasi kurikulum harus mencakup kedua sisi tersebut,
baik kurikulum sebagai suatu dokumen yang dijadikan sebagai pedoman
maupun kurikulum sebagai suatu proses, yakni implementasi dokumen
rencana tersebut.
3. Pendekatan dan Model Model Evaluasi Kurikulum
a. Pendekatan Evaluasi Kurikulum
1. Pendekatan preordinate
Pendekatan preordinate adalah pendekatan evaluasi kurikulum
yang menggunakan kriteria kriteria

tertentu. Ada dua kriteria

dalalm pendekatan preordinate. yaitu kriteria ditetapkan pada waktu


sebelum kegiatan evaluasi dan kriteria tersebut tidak dikembangkan

dari karakteristik kurikulum yang dievaluasi melainkan dari buku


tertentu atau dari alat evaluasi yang memiliki standar tertentu.
2. Pendekatan Fidelity
Pendekatan Fidelity adalah pendekatan evaluasi kurikulum
menggunakan kriteria yang berasal dari kurikulum yang dievaluasi.
Oleh sebab itu, sebab itu evaluator melaksanakan evaluasi, ia perlu
mempelajari

karakteristik

kurikulum

yang

akan

dievaluasi.

Selanjutnya dari hasil studi itu dikembangkan criteria evaluasi.


Dalam pendekatan Fidelity berasal dari kurikulum yang dievaluasi.
3. Pendekatan Kriteria Penggabungan
Evalausi dengan pendekatan pengembangan kriteria gabungan
menggunakan berbagai sumber kriteria untuk mengukur berbagai
dimensi kyrikulum, baik kurikulum sebagai suatu gagasan, sebagai
rancangan program, maupun sebagai suatu proses kegiatan dan
sebagai suatu hasil. Sesuai dengan namanya, pendekatan ini
menggabungkan antara kriteria yang diambil dari konsep atau
standar tertentu di luar kurikulum yang dievaluasi ( pre-ordinate )
dengan kriteria yang diambil dari kurikukulum yang dievaluasi
( fidelity ).
4. Pendekatan Proses
Pendekatan proses ini bersumber pada pendekatan naturslistic
inquiry atau pendekatan fenomenologi. Evaluasi kurikulum dengan
pendekatan proses berasal dari rasa ketidakpuasan terhadap hasil
evaluasi yang dirasa kurang membantu para pelaksana, terutama
guru. Oleh karena itu, dalam pendekatan proses guru terlibat dalam
proses evaluasi. Evaluator memperhatikan perasaan dan pandangan
mereka tentang kurikulum yang sedang dievaluasi.
b. Model Model Evaluasi Kurikulum
Ada sejumlah model evaluasi kurikulum, diantaranya model tyler,
dan model CIPP.
7

1. Model Tyler
Model Tyler menekankan bahwa evaluasi kurikulum diarahkan
kepada usaha untuk mengetahui sejauh mana tujuan tujuan
pendidikan yang berupa tingkah laku yang diharaapkan telah dicapai
oleh siswa dalam bentuk hasil belajar yang mereka tampilkan pada
akhir

kegiatan

pembelajaran.

Dengan

kata

lain,

evaluasi

dilaksanakan untuk melihat apakah perilaku yang diharapkan sesuai


dengan tujuan pendidikan telah dicapai oleh siswa atau belum.
Selanjutnya, sehubungan dengan informasi hasil evaluasi ini,
keputusan keputusan apa yang harus diambil baik terhadap
kurikulum yang berlaku maupun terhadap siswa sebagai subjek
belajar. Model Tyler ini diarahkan untuk melihat kesesuaian antara
tujuan yang diharapkan dengan hasil yang diperoleh siswa. Evaluasi
kurikulum seperti hasil belajar nasional merupakan contoh kongkrit
dari evaluasi kurikulum model tyler.
2. Model CIPP
Model ini dikembangkan oleh Stufflebeam. CIPP adalah
singkatan dari Context, Input, Proses, dan Product. Menurut model
CIPP, proses pengembangan suatu kurikulum tidak terlepas dari
empat dimensi, yaitu Context, Input, Proses, dan Product. Oleh
karena itu, keempat dimensi itu harus dijadikan sebagai bahan dalam
mengevaluasi suatu kurikulum.
Context adalah situasi atau latar belakang yang mempengaruhi
perumusan tujuan yang akan dicapai. Yang termasuk context antara
lain : pandangan hidup atau system nilai masyarakat, keadaan
ekonomi, kondisi geografis, dan motivasi belajar masyarakat.
Input adalah sarana prasarana, modal, bahan, serta rencana strategi
yang ditetapkan.

Process adalah pelaksanaan strategi serta pemanfaatan berbagai


sarana, modal, dan fasilitas seperti yang ditetapkan dalam komponen
input.
Product adalah hasil yang dicapai baik selama maupun pada akhir
pengembangan kurikulum yang berlaku.
2.2 Pengendalian Mutu Lulusan
1. Konsep Dasar
Dalam dimensi manajemen, pengelolaan mutu diasumsikan sebagai
quality assurance. Mutu adalah fitnessn for purpose yang dimaknakan
bahwa kegiatan mencegah jauh lebih baik daripada memperbaiki.
(Edward Salis,1993).
Dengan demikian, aktivitas dan fungsi manajemen dalam pengendalian
mutu lulusan akan mencakup empat hal utama, yaitu :
a. Perencanaan mutu ( quality planning )
b. Pengendalian mutu ( quality control and inspection )
c. Jaminan mutu ( quality assurance )
d. Peningkatan mutu ( quality improvement ).
Dalam dimensi pendidikan, banyak faktor yang berpengaruh terhadap
pencapaian mutu pendidikan. Beberapa variabel tersebut antara lain : Guru,
sarana dan prasarana pendidikan, serta manajemen yang dianut. Dalam
kaitannya dengan mutu, studi yang dilakukan The World Bank dalam
Indonesia : Basic Education Study (1955) dan Indonesia : Suggested
Priorities For Education (1998) menyebutkan ada delapan

faktor yang

sangat kritis menimpa program pendidikan dasar di Indonesia. ........eight


factors which it consider the most important contributurs to the poor quality
of Indonesian Scholls, Namely school, Management, Incentive Structures,
Qualification of Teachers, Learning Time, Scholls Finance, Availability of
Text Books and Teaching Materials, Monitoring and Evaluation, and
Institutional Management

Faktor kualifikasi guru dan ketersediaan buku teks, bagaimanapun akan


sangat mempengaruhi interaksi dan komunikasi pembelajaran di kelas.
Dengan demikian model komunikasi pembelajaran yang kondusif akan
mempengaruhi derajat pencapaian hasil belajar peserta didik.
Lebih lanjut laporan Bank Dunia menyebutkan bahwa dalam upaya
peningkatan kualitas pendidikan dasar di Indonesia sangat dipengaruhi oleh
lima factor dominan. The quality of basic education is dependent on five
arguably more critical factors, namely :

Curriculum development and

implementation, Quality of textbooks and teachers guides, The examination


system, The effectiveness of in-on service training, and Conducive scholl
and classroom environment. (The World Bank,1997,p.9 ).
Berpijak pada hal di atas, pengendalian mutu pendidikan merupakan
proses menyeluruh dan terintegrasi dalam suatu sistem pendidikan yang
dianut.

Yaitu mulai dari pengendalian mutu tahap perencanaan,

implementasi, dan evaluasi program pendidikan itu sendiri. Apabila


pengendalian mutu lulusan dihubungkan dengan indikator raihan sesuai para
peserta didik sesuai dengan standar nasional dalam pendidikan, dimensinya
akan mencakup persyaratan pelaksana dan pelaksanaan evalusi terhadap
masukan, proses, dan hasil belajar sebagai pemberdayaan peserta didik
dalam

proses

pembelajaran,

pengendalian,

mutu

pendidikan,

dan

pertanggunjawaban (akuntabilitas ) kepada publik.


Oleh karena itu, kerangka dasar dalam pengendalian mutu lulusan
pendidikan dasar dan menengah akan mencakup beberapa hal pokok, yaitu :

10

a. Hal yang berkaitan dengan apa yang dimaksud dengan pengendalian


mutu. Dimensinya akan mencakup fungsi peran, pelaku, dan apa yang
akan dikendalikannya
b. Hal yang berkaitan dengan mengapa diperlukan pengendalian mutu.
Dimensinya akan mencakup disparitas mutu antar sekolah, jenjang
sekolah, dan antar daerah
c. Hal yang berkaitan dengan bagaimana proses pengendalian mutu
lulusan bias dilkasanakan dengan baik. Hal tersebut berkaitan dengan
beberapa aspek, antara lain: sasaran yang mencakup hasil dan proses,
lembaga pelaksana, mekanisme pengendalian, model pengendalian
rumpun pelajaran, termasuk di dalamnya mekanisme dan prosedur
pelaksanaan evaluasi portofolio, UAN, UASBN/EBASD/MI, tes standar,
dan tes diagnostic.
2. Mekanisme Pengendalian Mutu Lulusan
Pengendalian mutu lulusan bisa diamati dari dua dimensi, yaitu :
a. Dimensi proses pembelajaran.
Dimensi ini terdiri dari proses perencanaan, proses pembelajaran,
dan evaluasi dalam konteks KBM.
Pada dimensi proses, pengendalian mutu secara internal oleh sekolah.
Indikator pengendalian mutu lulusan mencakup :
1. Perencanaan
Kajian satpel dan persiapan mengajar
Kajian materi ( bahan yang akan digunakan dalam KBM )
Kajian alat peraga dan media yang akan digunakan dalam
KBM
Perangkat evaluasi yang akan digunakan
2. Proses Belajar Mengajar
Implementasi kurikulum
Proses komunikasi pembelajaran yang dilakukan
Evaluasi ( format, bentuk, dan lain sebagainya )
b. Dimensi hasil
Dimensi ini berupa kajian dan penilaian akhir tentang pencapaian
hasil belajar para lulusan. Indikatornya antara lain : penguasaan
kompetensi para lulusan sesuai dengan yang dipersyaratkan, kesiapan
11

lulusan untuk menyesuaikan diri dengan masyarakat, dan kesiapan


lulusan dengan lapangan dan dunia kerja.
Dalam dimensi hasil indikatornya mencakup :
1. Penguasaan kompetensi lulusan sesuai dengan yang dipersyaratkan.
Dilakukan melalui tes nasional, tes regional yang dilakukan oleh
depdiknas atau oleh badan independen.
2. Kesiapan lulusan untuk menyesuaikan diri ( adaptability ) dengan
masyarakat. Kegiatannya dilakukan melalui serangkaian tes yang
berkaitan dengan kesiapan lulusan untuk beradaptasi dengan
kehidupan. Misalnya melalui tes life skills.
3. Kesiapan lulusan dengan lapangan dan dunia kerja ( match with
working force ). Dilakukan melalui tes yang bekerja sama dengan
asosiasi atau lembaga industri.
3. Model Pengendalian Mutu Lulusan
Mutu lulusan pada studi ini adalah kualitas lulusan dari sekolah pada
setiap jenjang pendidikan dasar dan menengah ( SD / MI, SMP / MTs,
SMA / SMK / MA ). Standar penilaian mencakup persyaratan pelaksana dan
pelaksanaan evaluasi terhadap masukan, proses, dan hasil belajar sebagai
upaya

pemberdayaan

peserta

didik

dalam

proses

pembelajaran,

pengendalian mutu pendidikan, dan pertanggungjawaban kepada publik.


Kualitas lulusan dapat diidentifikasikan dengan kemampuan akademik
dan kecakapan peserta didik dalam menghadapi tantangan hidup secara
mandiri, cerdas, kritis, rasional, dan kreatif. Selain itu, kemampuan dalam
menghadapi dan mengatasi dampak dari perkembangan dan perubahan yang
terjadi dalam lingkungan yang terdekat sampai dengan yang terjauh pada
skala lokal, nasional, regional, ataupun internasional.
Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa
untuk memantau dan mengendalikan mutu lulusan sebagai bentuk
akuntabilitas penyelenggara pendidikanyang dilakukan oleh sebuah

12

lembagayang

independen

secara

berkala,

menyeluruh,

transparan,

sistematis, dan sistemik untuk menilai ketercapaian standar nasional.


Masyarakat dan organisasi profesi dapat membentuk lembaga evaluasi yang
independen untuk melakukan evaluasi tersebut. Dengan demikian, sistem
pengendalian mutu lulusan pendidikan dasar dan menengah dapat dilakukan
secara terpadu oleh pemerintah dan masyarakat terhadap semua variabel
masukan, proses, maupun lulusan.
2.3 Pentingnya Evaluasi Kurikulum dan Pengendalian Mutu Lulusan Bagi
Peningkatan Mutu Pendidikan
Reformasi dalam bentuk desentralisasi pendidikan merupakan paradigm
baru yang revolusioner sebagai konsekwensi dari pemberlakuan Undang
Undang No.22 Tahun 1999, tentang kewenangan daerah. Menurut pasal 11 UU
No.22 Tahun 1999, pendidikan termasuk bidang kewenangan yang diberikan
kepada daerah, dan termasuk bidang pemerintahan yang eajib dilaksanakan oleh
daerah kabupaten / kota. Tugas pemerintah menurut pasal 2 ayat 3 butir 11 PP
Nomor 25 Tahun 2000, lebih banyak pada penyusunan perencanaan nasional
dan pengendaliannya, penetapan berbagai standard an persyaratan, serta
penetapan kalender pendidikan dan jumlah belajar efektif tahunan.
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 053/UU/2001 Tahun
2001, tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal

( SPM ),

penyelenggara persekolahan bidang pendidikan dasar dan menengah, ,erupakan


antisipasi untuk mengurangi timbulnya ekses pada pelaksanaan kewenangan
tersebut, yakni terjadinya perbedaan dalam penyelenggaraan pendidikan yang
bisa merugikan peserta didik. Standar Pelayanan Minimal tersebut adalah
spesifikasi teknis yang dijadikan patokan minimal yang wajib dilakukan oleh

13

daerah kabupaten / kota dalam menyelenggarakan kegiatan persekolahan di


bidang pendidikan dasar dan menengah.
Perubahan tersebut memberikan implikasi terhadap inovasi kurikulum. Hal
ini disebabkan reformasi di bidang pendidikan tidak akan berjalan tanpa adanya
kurikulum yang dapat mengakomodasi perubahan yang terjadi. Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK) merupakan upaya untuk mempersiapkan peserta
didik untuk memiliki kemampuan intelektual, emosional, spiritual, dan sosial
yang bermutu tinggi. Kompetensi yang dikembangkan adalah keterampilan dan
keahlian bertahan hidup dalam perubahan, pertentangan, ketidakmenentuan,
ketidakpastian, dan kerumitan kerumitan dalam kehidupan. Kompetensi dasar
ini merupakan standar yang ditetapkan secara nasional. Namun dalam
pelaksanaannya untuk mencapai kompetensi dasar itu disesuaikan dengan
daerah dan sekolah masing masing.
Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan adanya standar yang dijadikan
kriteria keberhasilan, diantaranya :
1. Apa yang diketahui dan dapat dilakukan siswa
2. Program pembelajaran yang mengembangkan cara-cara belajar
3. Program pengajaran ilmu ilmu dasar dan budi pekerti
4. Acuan pokok penilaian atau indikator penilaian.
Standar nasional pendidkan mempunyai misi untuk menjadikan pendidikan
unggul dan merata bagi semua. Siswa belajar dengan caranya masing masing
untuk mencapai standar itu. Bagi mereka yang memiliki kelebihan dapat
memperdalam dan memperluas sesuai dengan kebutuhan dan minatnya masingmasing. Tetapi semua siswa secara umum memiliki kemampuan minimal yang
sama. Dalam konteks ini, kemmpuan dasar atau kemampuan minimal diartikan
sebagai uraian kemampuan atas bahan dan lingkup ajar secara maju dan
berkelanjutan seiring dengan perjalanan siswa untuk menjadi mahir dalam
bahan dan lingkup ajar yang bersangkutan.

14

Standar nasional berisi kerangka tentang apa yang harus diketahui,


dilakukan, dan dimahirkan oleh siswa pada setiap tingkatan. Kecakapan hidup
(life skill) dalam hal ini bukan hanya keterampilan standar yang mengacu
kepada orientasi kerja, namun lebih menekankan kepada menggali potensi siswa
yang dapat dikembangkan untuk hidup lebih survive meliputi kecakapan :
1.
2.
3.
4.
5.

Mengenai diri (self awarness)


Berpikir rasional (thinking skill)
Sosial (social skill)
Akademik ( academic skill)
Vokasional ( vocasional skill)
Standar di atas juga disertai dengan standar pembentukan akhlak mulia yang

mengutamakan pembentukan system nilai untuk mewujudkan manusia


Indonesia yang berkepribadian dan beretos kerja, serta berpartisipasi aktif,
demokratis, dan berwawasan kebangsaan dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
Namun demikian, reformasi dan hasil evaluasi kurikulum yang terjadi
belum diimbangi oleh adanya system pengontrolan mutu lulusan. Oleh karena
itu, meskipun telah ada standar nasional, namun karena belum terdapat
mekanisme pengontrolan yang baku, kesenjangan mutu pendidikan niscaya
akan terjadi antara daerah satu dengan daerah lainnya.

Indicator mutu

pendidikan dalam hal ini adalah kualitas lulusan pada setiap jenjang pendidikan
dasar dan menengah. Kualitas lulusan itu sendiri dapat diidentifikasi dengan
kemampuan akademik dan kecakapan hidup peserta didik dalam menghadapai
tantangan hidup secara mandiri, cerdas, kritis, rasional, dan kreatif. Selain itu,
kemampuan dalam menghadapi dan mengatasi dampak dari perkembangan dan
perubahan yang terjadi dalam lingkungan yang terdekat sampai dengan yang
terjauh pada skala lokal, nasional, regional ataupun internasional. Jika hal ini

15

dibiarkan tanpa adanya mekanisme system pengontrolan yang berksitan dengan


standar minimal mutu lulusan nasional, kesenjangan mutu lulusan antara satu
daerah dengan daerah lain akan semakin lebar. Bagi daerah yang memiliki
infrastruktur yang memadai, ia akan memiliki kualitas pendidikan yang
memadai pula. Sebaliknya, bagi daerah yang memiliki infrastruktur yang
minim, ia akan memiliki kualitas pendidikan yang rendah. Hal ini berdampak
pada penyediaan mutu sumber daya manusia masing masing daerah sebagai
tumpuan bagi pengembangan daerah pada eradesentralisasi. Lebih jauh akan
berdampak pada posisi saing kualitas sumber daya manusia pada skala nasional
di antara negara negara lain di dunia.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kurikulum memiliki peran yang cukup sentral dalam proses pendidikan.
Hal ini berarti kurikulum menempati posisi yang strategis dalam
16

mengendalikan jalannya pendidikan. Mengingat posisi kurikulum yang


cukup strtegis, maka merupakan suatu kewajaran bahkan keharusan
manakala kurikulum dievaluasi secara berkala. Tujuan dari evaluasi
kurikulum kita akan mengetahui kelemahan dan kelebihan suatu kurikulum.
Sehingga evaluasi kurikulum sesuatu yang mutlak dilakukan evaluasi untuk
mengondisikan perkembangan dalam iptek, khususnya dunia pendidikan,
agar dapat meningkatkan mutu pendidikan
Di samping evaluasi kurikulum, tidak kalah pentingnya adalah
pengendalian mutu lulusan. Dalam hal ini pengendalian mutu lulusan
mencakup empat hal utama, yaitu perencanaan, pengendalian mutu, jaminan
mutu, dan peningkatan mutu.
UU Sisdiknas menyatakan bahwa untuk memantau dan mengendalikan
mutu sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada
masyarakat, dilakukan melalui evaluasi terhadap peserta didik, lembaga
pendidikan, dan program pendidikan pada semua jalur dan jenis pendidikan
yang dilakukan oleh sebuah lembaga yang independen secara berkala,
menyeluruh, transparan, sistematis, dan sistemik untuk menilai ketercapaian
standar nasional. Dengan demikian, system pengendalian mutu lulusan
pendidikan dasar dan menengah dapat dilakukan secara terpaduoleh
pemerintah dan masyarakat.
Dari paparan di atas sangat jelas bahwa betapa pentingnya evaluasi
kurikulum yang disertai dengan upaya pengendalian mutu lulusan dalam
rangka meningkatkan mutu pendidikan
3.2 Saran
Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah
dapat dilakukan secara terpadu antara pemerintah dan masyarakat. Karena
pendidikan itu merupakan suatu yang sistematis dan sistemik. Oleh karena

17

itu, Evaluasi kurikulum dan pengendalian mutu lulusan adalah tanggung


jawab pemerintah dan masyarakat dan harus memperhatikan mekanisme dan
rambu rambu yang telah disepakati.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan, 2000, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan,


Jakarta : Depdiknas
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan ( 1992 b ) Peraturan Pemerintah Nomor 28
tahun 1990 Tentang Pendidikan Dasar, Jakarta : Depdikbud
Djojonegaoro, Wardiman. ( 1996 ). Visi dan Strategi Pembangunan Pendidikan Untuk
Tahun 2020 Tuntutan Terhadap Kualitas. Ceramah Menteri Pendidikan dan

18

Kebudayaan pada Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia III di Ujung


Pandang, 4 7 Maret 1996
Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan Balitbang Pendidikan dan
Kebudayaan Depdiknas, (1999). Hasil Evaluasi Kurikulum1994 Sekolah Dasar.

19

Anda mungkin juga menyukai