Sering disebutkan, seseorang yang berkeinginan memperbesar
kemungkinan mencapai sukses di dunia usaha perlu memiliki sifat tekun, kesungguhan hati, dan sikap terus terang terhadap diri sendiri. Apa yang dipantulkan oleh cermin tentang diri kita. Apakah kita sudah berkelakuan sebagaimana layaknya seorang yang benar-benar profesional? Sudahkah kita mengikuti kaidah-kaidah yang semestinya? Apakah kita sudah tahu aturan-aturan tingkah laku? Sebagaimana halnya seorang pemain bilyar tunduk pada kaidah-kaidah geometri, orang dunia usaha di mana pun harus patun pada aturan-aturan dasar tingkah laku profesional. Aturan itu ikut menentukan gerak tindak setiap orang yang ingin berhasil. Pedoman tadi berlaku pada corak kebijaksanaan dan gaya manajemen yang bagaimanapun yang dianut suatu perusahaan, tulis dua ahli etiket bisnis Amerika, Elena Jankowic dan Sandra Bernstein, dalam buku yang berjudul Behave Yourself: The Working Guide to Business Etiquette. Bila berbicara mengenai protokol profesionalisme demikian ditulis lebih lanjut banyak orang berpikir pada tatacara yang diperlukan dalam situasi-situasi mikro yang sifatnya khas, seperti memilih bentuk garpu untuk suatu pesta makan atau cara memperkenalkan diri yang so-pan. Akan tetapi, terdapat aturan-aturan yang sifatnya makro yang mendasari semua pedoman untuk hal-hal tersebut di atas. Memahami aturan-aturan ini memungkinkan seorang eksekutif selalu dapat bertingkah laku layak, baik dalam situasi seperti yang diinginkan maupun tidak. Apa yang disebut The Golden Rule of Business merupakan tata aturan makro yang sifat-nya sangat pokok. Di antara aturan-aturan tersebut: Pusatkan perhatian Tiap eksekutif harus belajar mampu menggunakan energinya secara tepat; jangan mem-buangnya untuk hal-hal yang percuma. Anda harus mengonsentrasikan diri pada hal-hal yang sebenarnya menjadi tugas
Anda, dan tidak memboroskan perhatian pada masalah-masalah yang
tidak relevan atau aktivitas-aktivitas yang tidak produktif. Dalam kadar yang saling berlainan, di tiap organisasi terdapat hal-hal yang secara potensial dapat menumbuhkan aktivitas yang tidak produktif perselingkuhan, sikap iri, gosip, atau dendam-dendam yang sifatnya pribadi. Semua itu menghamburkan energi, dengan kata lain mampu membuat jalannya pekerjaan menjadi tidak efektif. Ambil sebuah contoh kasus seorang asisten manajer penjualan pada sebuah perusahaan besar. Orang-orang menuding kelemahannya dalam menyusun laporan-laporan penjualan, atau menasehatinya agar meningkatkan kemampuan manajemehnya. Sang asisten manajer tadi me-nanggapi komentar-komentar tersebut sebagai sesuatu yang sifatnya personal. la mengobati egonya yang terganggu tadi dengan berusaha mendapatkan simpati dan dukungan dari rekan-rekan sekerjanya, antara lain dengan ucapan-ucapannya sendiri yang meremehkan beberapa keunggulan yang sebenarnya dimilikinya. la membuang banyak energi dengan bersikap yang tidak seharusnya, dan mengabaikan apa yang seharusnya ia lakukan: mengoreksi kekurangankekurangan pelaksanaan tugasnya. la berarti mengabaikan kesempatan untuk bisa menunjukkan peningkatan penampilannya, sebagaimana seharusnya orang yang benar-benar profesional, yang menerima setiap kritik yang sifatnya konstruktif dan belajar daripadanya. Titik perhatian seorang eksekutif seharusnya langsung pada penggunaan energi untuk pelaksanaan tugas yang sebenarnya, dan tidak menghabiskan energi itu untuk reaksi-reaksi yang sifatnya emosional. Aspek penting lain dalam kaitan perlunya pemusatan perhatian adalah kesadaran bahwa dalam suatu lingkungan profesional, hubungan antar manusia juga sifatnya harus profesional. Salah satu bahaya terbesar timbul bila tiap orang mencoba menjalin hubungan dengan gaya hubungan pergaulan sosial. Tidak ada salahnya bersikap hangat, kekerabatan dan ramah, namun seorang eksekutif yang pintar akan tetap
sadar bahwa lingkungan perusahaan bukanlah gelanggang main golf
atau sebuah grup pertemuan. Membiarkan kantor dalam suasana pergaulan sosial boleh jadi sangat menyenangkan, tapi ini menggemboskan sikap respek terhadap formalitas dan profesionalisme hal-hal yang sangat diperlukan untuk mencapai standar yang tinggi dalam penampilan bisnis. Ada misalnya kantor di mana orang-orangnya saling berhubungan lebih sebagai teman ketimbang sebagai kolega. Ini berarti membuka pintu lebar-lebar bagi datangnya problem yang serius. Dalam kehidupan perusahaan, kualitas dan produktivitas kerja dapat terbenam karena karyawan menganggap sesamanya pertama sebagai teman, dan kolega sebagai hal yang kedua. Manajer tingkat atas (top manager) harus memiliki keterampilan untuk membuat konsep, ide, dan gagasan demi kemajuan organisasi. Gagasan atau ide serta konsep tersebut kemudian haruslah dijabarkan menjadi suatu rencana kegiatan untuk mewujudkan gagasan atau konsepnya itu. Proses penjabaran ide menjadi suatu rencana kerja yang kongkret itu biasanya disebut sebagai proses perencanaan atau planning. Oleh karena itu, keterampilan konsepsional juga merupakan keterampilan untuk membuat rencana kerja.