Anda di halaman 1dari 14

Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) dan Perekonomian Indonesia

http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/150-artikel-keuangan-umum/20545-masyarakatekonomi-asean-mea-dan-perekonomian-indonesia

Dibuat: Kamis, 12 Februari 2015 08:23


Ditulis oleh G.T. Suroso
Oleh : G.T. Suroso
Widyaiswara BPPK

Abstrak

Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015 merupakan realisasi pasar bebas di


Asia Tenggara yang telah dilakukan secara bertahap mulai KTT ASEAN di Singapura
pada tahun 1992. Tujuan dibentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) untuk
meningkatkan stabilitas

perekonomian di kawasan ASEAN, serta diharapkan

mampu mengatasi masalah-masalah di bidang ekonomi antar negara ASEAN.


Konsekuensi atas kesepakatan MEA tersebut berupa aliran bebas barang bagi
negara-negara ASEAN, dampak arus bebas jasa, dampak arus bebas investasi,
dampak arus tenaga kerja terampil, dan dampak arus bebas modal. Hal-hal tersebut
tentunya dapat berakibat positif atau negative bagi perekonomian Indonesia. Oleh
karena itu dari sisi pemerintah juga dilakukan strategi dan langkah-langkah agar
Indonesia siap dan dapat memanfaatkan momentum MEA.

Kata kunci : MEA, dampak positif, dampak negatif, perekonomian, strategi


pemerintah

Dari AFTA menuju MEA


Indonesia termasuk salah satu negara dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA) atau ASEAN Economic Community (AEC) yang akan bergulir mulai akhir
tahun 2015 ini. MEA merupakan realisasi pasar bebas di Asia Tenggara yang
sebelumnya telah disebut dalam Framework Agreement on Enhancing ASEAN
Economic Cooperation pada tahun 1992. Pada pertemuan tingkat Kepala Negara
ASEAN (ASEAN Summit) ke-5 di Singapura pada tahun 1992 tersebut para Kepala
Negara mengumumkan pembentukan suatu kawasan perdagangan bebas di ASEAN
(AFTA) dalam jangka waktu 15 tahun. Kemudian dalam perkembangannya
dipercepat menjadi tahun 2003, dan terakhir dipercepat lagi menjadi tahun 2002.
(www.tarif.depkeu.go.id).
Pembentukan MEA berawal dari kesepakatan para pemimpin ASEAN dalam
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) pada Desember 1997 di Kuala Lumpur, Malaysia.
Kesepakatan ini bertujuan meningkatkan daya saing ASEAN serta bisa menyaingi
Tiongkok dan India untuk menarik investasi asing. Modal asing dibutuhkan untuk
meningkatkan lapangan pekerjaan dan kesejahteraan warga ASEAN. Saat itu,
ASEAN meluncurkan inisiatif pembentukan integrasi kawasan ASEAN atau
komunitas masyarakat ASEAN melalui ASEAN Vision 2020 saat berlangsungnya
ASEAN Second Informal Summit. Inisiatif ini kemudian diwujudkan dalam bentuk
roadmap jangka panjang yang bernama Hanoi Plan of Action yang disepakati pada
1998.
Pada

KTT

selanjutnya

Indonesia

merupakan

salah

satu

inisiator

pembentukan MEA yaitu dalam Deklarasi ASEAN Concord II di Bali pada 7 Oktober
2003 dimana Para Petinggi ASEAN mendeklarasikan bahwa pembentukan MEA
pada tahun 2015 (nationalgeographic.co.id). Pembentukan Komunitas ASEAN ini
merupakan bagian dari upaya ASEAN untuk lebih mempererat integrasi ASEAN.
Selain itu juga merupakan upaya evolutif ASEAN untuk menyesuaikan cara pandang
agar dapat lebih terbuka dalam membahas permasalahan domestik yang
berdampak pada kawasan tanpa meninggalkan prinsip-prinsip utama ASEAN, yaitu:
saling menghormati (Mutual Respect), tidak mencampuri urusan dalam negeri (NonInterfence), konsensus, diaog dan konsultasi. Komunitas ASEAN terdiri dari tiga pilar
yang termasuk di dalamnya kerjasama di bidang ekonomi, yaitu: Komonitas

Keamanan ASEAN (ASEAN Security Comunity/ASC), Komunitas Ekonomi ASEAN


(ASEAN Economic Community/AEC) dan Komunitas Sosial Budaya ASEAN
(ASEAN Sosio-Cultural Community/ASCC).
Tujuan dibentuknya MEA untuk meningkatkan stabilitas

perekonomian

dikawasan ASEAN, serta diharapkan mampu mengatasi masalah-masalah dibidang


ekonomi antar negara ASEAN. Selama hampir dua dekade , ASEAN terdiri dari
hanya lima negara - Indonesia , Malaysia , Filipina , Singapura , dan Thailand - yang
pendiriannya pada tahun 1967. Negara-negara Asia Tenggara lainnya yang
tergabung dalam waktu yang berbeda yaitu Brunei Darussalam (1984), Vietnam
(1995 ) , Laos dan Myanmar (1997 ) , dan Kamboja (1999 ).

Dampak MEA
Gambaran karakteristik utama MEA adalah pasar tunggal dan basis produksi;
kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi; kawasan dengan pembangunan
ekonomi yang adil; dan kawasan yang terintegrasi ke dalam ekonomi global.
Dampak terciptanya MEA adalah terciptanya pasar bebas di bidang permodalan,
barang dan jasa, serta tenaga kerja. Konsekuensi atas kesepakatan MEA yakni
dampak aliran bebas barang bagi negara-negara ASEAN, dampak arus bebas jasa,
dampak arus bebas investasi, dampak arus tenaga kerja terampil, dan dampak arus
bebas modal.
Dari karakter dan dampak MEA tersebut di atas sebenarnya ada peluang dari
momentum MEA yang bisa diraih Indonesia. Dengan adanya MEA diharapkan
perekonomian Indonesia menjadi lebih baik. Salah satunya pemasaran barang dan
jasa dari Indonesia dapat memperluas jangkauan ke negara ASEAN lainnya. Pangsa
pasar yang ada di Indonesia adalah 250 juta orang. Pada MEA, pangsa pasar
ASEAN sejumlah 625 juta orang bisa disasar oleh Indonesia. Jadi, Indonesia
memiliki kesempatan lebih luas untuk memasuki pasar yang lebih luas. Ekspor dan
impor juga dapat dilakukan dengan biaya yang lebih murah. Tenaga kerja dari
negara-negara lain di ASEAN bisa bebas bekerja di Indonesia. Sebaliknya, tenaga
kerja Indonesia (TKI) juga bisa bebas bekerja di negara-negara lain di ASEAN.

Dampak Positif lainnya yaitu investor Indonesia dapat memperluas ruang


investasinya tanpa ada batasan ruang antar negara anggota ASEAN. Begitu pula
kita dapat menarik investasi dari para pemodal-pemodal ASEAN. Para pengusaha
akan semakin kreatif karena persaingan yang ketat dan para professional akan
semakin meningkatakan tingkat skill, kompetansi dan profesionalitas yang
dimilikinya.
Namun, selain peluang yang terlihat di depan mata, ada pula hambatan
menghadapi MEA yang harus kita perhatikan. Hambatan tersebut di antaranya :
pertama, mutu pendidikan tenaga kerja masih rendah, di mana hingga Febuari 2014
jumlah pekerja berpendidikan SMP atau dibawahnya tercatat sebanyak 76,4 juta
orang atau sekitar 64 persen dari total 118 juta pekerja di Indonesia. Kedua,
ketersediaan dan kualitas infrastuktur masih kurang sehingga mempengaruhi
kelancaran arus barang dan jasa. Menurut Global Competitiveness Index (GCI)
2014, kualitas infrastruktur kita masih tertinggal dibandingkan negara Singapura,
Malaysia, Brunei Darussalam dan Thailand. .Ketiga, sektor industri yang rapuh
karena

ketergantungan

impor

bahan

baku

dan

setengah

jadi.

Keempat,

keterbatasan pasokan energi. Kelima, lemahnya Indonesia menghadapi serbuan


impor, dan sekarang produk impor Tiongkok sudah membanjiri Indonesia. Apabila
hambatan-hambatan tadi tidak diatasi maka dikhawatirkan MEA justru akan menjadi
ancaman bagi Indonesia.

MEA dan kebijakan pemerintah


Menjelang MEA yang sudah di depan mata, pemerintah Indonesia
diharapkan dapat mempersiapkan langkah strategis dalam sektor tenaga kerja,
sektor infrastuktur, dan sektor industri. Dalam menghadapi MEA, Pemerintah
Indonesia menyiapkan respon kebijakan yang berkaitan dengan Pengembangan
Industri

Nasional,

Pengembangan

Pengembangan
Investasi,

Infrastruktur,

dan

Pengembangan

Pengembangan

Logistik,

Perdagangan

(www.fiskal.depkeu.go.id). Selain hal tersebut masing-masing Kementrian dan


Lembaga berusaha mengantisipasi MEA dengan langkah-langkah strategis.

Pemerintah berusaha mengubah paradigma kebijakan yang lebih mengarah


ke kewirausahaan dengan mengedepankan kepentingan nasional. Untuk bisa
menghadapi persaingan MEA, tidak hanya swasta (pelaku usaha) yang dituntut
harus siap namun juga pemerintah dalam bentuk kebijakan yang pro pengusaha.
Negara lain sudah berpikir secara entrepreneurial (wirausaha), bagaimana
agar

pemerintah

berjalan

dan

berfungsi

laksana

seubah

organisasi

entrepreneurship yang berorientasi pada hasil. Maka dengan momentum MEA ini
sudah tiba saatnya pemerintah Indonesia mengubah pola pikir lama yang cenderung
birokratis dengan pola pikir entrepreneurship yang lebih taktis, efektif dan efisien.
Sebagai contohnya adalah kebijakan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) sebesar
Rp 300 triliun (US$ 30 miliar) yang kurang produktif diarahkan kepada
pembiayayaan yang lebih produktif misalnya investasi infrastruktur.
Dalam bidang pendidikan, Pemerintah juga dapat melakukan pengembangan
kurikulum pendidikan yang sesuai dengan MEA. Pendidikan sebagai pencetak
sumber daya manusia (SDM) berkualitas menjadi jawaban terhadap kebutuhan
sumber daya manusia. Oleh karena itu meningkatkan standar mutu sekolah menjadi
keharusan agar lulusannya siap menghadapi persaingan.
Kegiatan sosialisasi pada masyarakat juga harus ditingkatkan misalnya
dengan Iklan Layanan Masyarakat tentang MEA yang berusaha menambah
kesiapan masyarakat menghadapinya.
Mendikbud Anies Baswedan mengatakan, meningkatkan standar mutu
pendidikan salah satunya dengan menguatkan aktor pendidikan, yaitu kepala
sekolah, guru, dan orang tua. Menurutnya, kepemimpinan kepala sekolah menjadi
kunci tumbuhnya ekosistem pendidikan yang baik. Guru juga perlu dilatih dengan
metode yang tepat, yaitu mengubah pola pikir guru.
Dalam bidang Perindustrian, Menteri Perindustrian Saleh Husin juga
memaparkan strategi Kementrian Perindustrian menghadapi MEA yaitu dengan
strategi ofensif dan defensif. Strategi ofensif yang dimaksud meliputi penyiapan
produk-produk unggulan. Dari pemetaan Kemenperin, produk unggulan dimaksud
adalah industri agro seperti kakao, karet, minyak sawit, tekstil dan produk tekstil,
alas kaki kulit, mebel, makanan dan minimum, pupuk dan petrokimia, otomotif,

mesin dan peralatan, serta produk logam, besi, dan baja. Adapun strategi defensive
dilakukan melalui penyusunan Standar Nasional Indonesia untuk produk-produk
manufaktur.(www.kemenperin.go.id)
Menteri Perdagangan, Rachmat Gobel punya langkah-langkah yang akan
dilakukan untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2019. Salah
satunya adalah mencanangkan Nawa Cita Kementerian Perdagangan, dengan
menetapkan target ekspor sebesar tiga kali lipat selama lima tahun ke depan. Cara
tersebut bisa dilakukan dengan membangun 5.000 pasar, pengembangan Usaha
Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) serta peningkatan penggunaan produk dalam
negeri. Adapun target ekspor pada 2015 dibidik sebesar US$192,5 miliar.
Selanjutnya

pemerintah

juga

menyiapkan

strategi

subsititusi

impor

untuk

meningkatkan ekspor, dan memberi nilai tambah produk dalam negeri. Pada saat ini
65

persen

ekspor

produk

Indonesia

masih

mengandalkan

komoditas

mentah.Pemerintah berusaha membalik struktur ekspor ini yaitu dari komoditi primer
ke manufaktur, dengan komposisi 35 persen komoditas dan 65 persen manufaktur.
Oleh karena itu, industri manufaktur diharapkan tumbuh dan fokus pada peningkatan
kapasitas produksi, untuk meningkatkan ekspor sampai 2019.
Pemerintah

juga

mendekati

industri

yang

berpotensi

menyumbang

peningkatan ekspor, misalnya industri otomotif. Diketahui, industri otomotif


berencana mengekspor 50 ribu sepeda motor ke Filipina. Kementerian Perdagangan
juga mendorong sektor mebel untuk semakin menggenjot ekspornya. Selain itu,
sektor perikanan juga memberikan optimisme terhadap peningkatan ekspor
Indonesia.
Tak hanya itu, pemerintah juga akan memperkuat produk UKM dengan
membina melalui kemasan, sertifikasi halal, pendaftaran merek, dan meningkatkan
daya saing produk dalam negeri. Lalu, mereka juga memfasilitasi pelaku UKM dalam
pameran berskala internasional. Melalui fasilitas itu, Kementerian Perdagangan
berharap, produk serta merek yang dibangun oleh pelaku UKM di Indonesia dapat
dikenal secara global.

Daftar Pustaka
http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/585426-jurus-kementerian-perdaganganhadapi-mea-2019
http://www.fiskal.depkeu.go.id/2010/edef-konten-view.asp?
id=20150121190607015674933
http://nationalgeographic.co.id/berita/2014/12/pahami-masyarakat-ekonomi-aseanmea-2015#
http://www.asean.org/component/itpgooglesearch/search?
gsquery=asean+economic+communitty
http://apindo.or.id/id/fta/asean-economic-community/latar-belakang
http://www.kemangmedicalcare.com/kmc-tips/tips-dewasa/2883-pengaruh-era-meamasyarakat-ekonomi-asean-2015-terhadap-tenaga-kesehatan-profesional-diindonesia.html
http://www.tarif.depkeu.go.id/Others/?hi=AFTA
http://www.kemenperin.go.id/artikel/10920/Strategi-Kementerian-PerindustrianHadapi-MEA

Bagaimana Persiapan Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN?


http://www.studiokreasindo.com/blog/?con=blogdetails&id=54

December 03, 2015


0
1479

Bagaimana Persiapan Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN?

Sebentar lagi pasar bebas akan menghampiri Indonesia, tepatnya mulai efektif
Desember 2015. Persaingan antar-sumber daya manusia di negara-negara ASEAN
semakin ketat. Masyarakat Ekonomi ASEAN membuka jalan bagi para tenaga kerja
dari ASEAN untuk memasuki wilayah Indonesia, demikian sebaliknya.

Masyarakat Ekonomi ASEAN turut memberi peluang dan tantangan bagi negara
anggota ASEAN termasuk Indonesia. Apalagi Wakil Menteri Perdagangan Bayu
Krisnamurthi mengatakan ketika MEA 2015 mulai diterapkan, pasar Indonesia paling
potensial di wilayah ASEAN. Besarnya pasar Indonesia tersebut telah dilirik para
pengusaha luar negeri, khususnya ASEAN. Sejatinya penerapan MEA 2015 pada
Desember nanti bagai dua sisi mata uang. Satu sisi merupakan peluang bagi para
pelaku usaha di Indonesia berekspansi ke wilayah ASEAN tanpa adanya hambatan.
Namun di sisi lain keran akan terbuka luas bagi produk luar negeri masuk ke
Indonesia.

Tantangan terbesar di Indonesia adalah bagaimana menghadapi gempuran tenaga


asing yang masuk, terutama dalam segi keahlian dan kemampuan tenaga kerja.
Indonesia harus menerapkan strategi dan taktik pemasaran agar berhasil di MEA

2015. Sebagai tenaga kerja yang terampil, dan juga pengusaha, Anda bisa
berpartisipasi dalam menghadapi persaingan MEA 2015. Selain meningkatkan skill,
Anda yang berprofesi sebagai pengusaha juga harus giat memasarkan produkproduk Anda hingga ke mancanegara.

Menurut Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani,


industri dalam negeri makin siap menghadapi berlakunya pasar bebas Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA). Hal ini nyata terlihat dari rapor investasi di tiga sektor
prioritas yang mengalami peningkatan hingga Triwulan 2015, yakni industri
berorientasi ekspor, industri substitusi impor dan hilirisasi sumber daya mineral.

Dan, beberapa sektor di Indonesia juga sudah bersiap-siap menghadapi persaingan


menjelang Masyarakat Ekonomi Asean 2015. Sektor apa saja itu?

Perdagangan

Data realisasi Januari-September 2015 untuk perdagangan berorientasi ekspor


sebesar Rp 25,7 triliun atau naik 10,4 persen dibandingkan periode yang sama
tahun sebelumnya. Industri substitusi impor meningkat 15,9 persen dibanding tahun
sebelumnya menjadi Rp 34,5 triliun. Sementara investasi pada sektor hilir sumber
daya mineral sebesar Rp 33,2 triliun atau naik 66,8 persen dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya.

Pemberlakuan MEA tak dapat dicegah, namun cara mengantisipasi agar pasar
perdagangan dalam negeri tak terkikis oleh serbuan asing adalah meningkatkan
kualitas serta produksi ekspor. Jangan hanya sekadar menjadi penonton dan
menyaksikan produk impor masuk ke tanah air. Para pengusaha bisa memanfaatkan
peluang ekspor yang semakin lebar dengan terbukanya pasar.

Adanya kenaikan realisasi investasi pada tiga sektor tersebut menunjukkan arah
pemerintah untuk mendorong industri kita berdaya saing dan berorientasi ekspor
makin terlihat. BKPM turut berupaya menarik investasi demi menjadikan Indonesia
sebagai basis produksi sehingga tidak hanya dijadikan sebagai pasar produk-produk
impor. Salah satu pertimbangan investor sebelum menanamkan modalnya di
Indonesia dan menjadikannya sebagai basis produksi adalah melihat daya saing
ekspor Indonesia.

Industri Kecil dan Menengah

Maraknya usaha kecil dan menengah (UKM) di Indonesia harus jadi salah satu
tombak pembendung MEA 2015. UKM di Indonesia sudah banyak juga yang go
global, bukan hanya sampai di kancah lokal saja. Dan potensi tersebut harus
dikembangkan.

Bagaimana caranya agar pengusaha UKM ini tak tergerus masuknya produk-produk
impor? Mereka harus berusaha menciptakan produk inovatif berdaya saing tinggi
dan turut didukung oleh sumber daya manusia yang profesional. Perihal sumber
daya manusia, para pengusaha UKM sudah harus selektif memilih SDM yang
berkompeten, mampu bersaing serta mampu menjadi pemain di pasar dalam negeri
maupun luar negeri. Sementara itu pemerintah harus ikut membantu dalam
menciptakan infrastruktur, teknologi dan iklim usaha yang kondusif.

Dukungan pemerintah dalam membekali pengusaha UKM menghadapi MEA 2015


memang sangat serius. Hal ini terbukti dengan usaha Kementerian Perindustrian
(Kemenperin) yang fokus melaksanakan Program Penumbuhan dan Pengembangan
Kewirausahaan. Program ini dilakukan melalui penumbuhan wirausaha industri di

daerah tertinggal dan daerah potensial, wirausaha industri melalui program TPL
Beasiswa dan melalui kerja sama dengan lembaga pendidikan.

Bukan cuma itu saja, pemerintah daerah turut serta menggalakkan UKM di
wilayahnya masing-masing. Salah satu caranya adalah dengan menyelenggarakan
expo dan pameran bertajuk produk khas daerah. Tujuannya bukan hanya
meningkatkan kapasitas pelaku UKM namun juga mengenalkan pada masyarakat
akan hasil produksinya. Bahkan bisa melancong hingga Go Internasional.

Pariwisata

Pariwisata Indonesia optimis bersaing menghadapi MEA 2015. Arief Yahya selaku
Menteri Pariwisata menetapkan tujuan pada tiga pintu paling utama yaitu Great Bali,
Great Jakarta, dan Great Batam. Ketiganya menyumbang kontribusi sebesar 90
persen dari total kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia.

Meski demikian, industri pariwisata terus bergairah menyambut MEA 2015. Strategi
pertama yang harus dilakukan untuk menumbuhkan daya saing Indonesia di antara
negara ASEAN lainnya adalah meningkatkan kualitas SDM di bidang pariwisata. Hal
ini dapat dimulai dengan membekali tenaga kerja pariwisata dengan pelatihan
setingkat internasional. Dan jangan lupakan pentingnya sertifikasi profesi. Sertifikasi
ini menjadi senjata ampuh bagi tenaga kerja agar diakui di internasional.

Dari segi pemerintah, diharapkan pembangunan infrastruktur berupa bandara dan


marina segera dipercepat. Sebagai pintu masuk wisatawan mancanegara,
keberadaan sarana tersebut sangat dibutuhkan. Apalagi jika ingin mencapai target
kunjungan wisatawan yang mencapai 20 juta.

Kelautan

Sebagai negara maritim yang dikelilingi oleh ribuan pulau, kelautan Indonesia sangat
potensial untuk dijadikan peluang kerja. Bahkan, pelayaran dalam negeri menjadi
salah satu incaran pekerja asing saat Masyarakat Ekonomi ASEAN diberlakukan.
Bila tak ingin kalah dengan serbuan tenaga asing, kualitas sumber daya manusia di
Indonesia harus ditingkatkan. Caranya adalah menggelar pendidikan dan pelatihan
untuk SDM Indonesia melalui pengadaan fasilitas dan perbaikan pendidikan.

Dikutip dari liputan6.com, Direktur Akademi Pelayaran Niaga Indonesia (Akpelni)


Semarang Achmad Sulistyo mengungkapkan, pihaknya berupaya memenuhi
implementasi Standards of Training, Certification and Watchkeeping for Seafarers
(STCW) Amandemen 2010 yang ditetapkan International Maritime Organization
(IMO) guna membendung serbuan tenaga asing.

Di samping itu, usaha lain yang patut dijalankan tenaga kerja pelayaran dalam
negeri untuk bersaing di tengah MEA adalah mematuhi Direktorat Jenderal (Ditjen)
Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan mengenai approval program diklat
kelautan pada lembaga diklat program pembentukan atau perguruan tinggi untuk
mendapat sertifikat Ahli Nautika Tingkat III dan Ahli Teknika.

Perindustrian

Kementerian Perindustrian menargetkan 21.880 tenaga kerja industri terampil dan


kompeten pada 2015 untuk program pengembangan industri. Penerapan langkah
kebijakan demi mewujudkan hal itu melalui pengembangan pendidikan vokasi
industri berbasis kompetensi, mengembangkan pendidikan, dan pelatihan industri
berbasis kompetensi. Bukan hanya itu saja, Kemenperin juga memperlengkapi
tenaga kerja di sektor industri dengan menyusun sertifikasi kompetensi wajib.

Langkah-langkah

tersebut

diharap

bisa

mewujudkan

tersedianya

Standar

Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) bidang industri sebanyak 30 buah,


dan tersedianya Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP), dan Tempat Uji Kompetensi
(TUK) bidang industri sebanyak 20 buah. Selain itu, bertujuan meningkatkan
pendidikan dan keahlian calon asesor dan kompetensi asesor serta lisensi 400
orang serta pendirian akademisi komunitas di kawasan industri sebanyak 3 buah.

Sementara dalam hal industri kreatif, pemberlakuan MEA memicu para pelaku
industri kreatif berpeluang mendulang keuntungan dengan terbukanya pasar
ASEAN. Apalagi generasi muda di Indonesia terkenal piawai menciptakan kreativitas
serta mengasah kemampuan dalam melahirkan produk-produk baru berbasis
budaya lokal. Dan hal ini mumpuni jadi nilai jual dalam menangkal serbuan produkproduk asing ke tanah air.

Jasa Konstruksi

Kekuatan jasa konstruksi tanah air terletak pada keunggulan tenaga kerjanya.
Meskipun Indonesia memiliki 600 ribu insinyur dengan kompetensi yang bisa
disejajarkan dengan negara lainnya, namun masih harus mengalami pembenahan.
Semisal dalam hal peningkatan daya saing dan tenaga ahli agar lebih mapan
menghadapi MEA 2015. Peningkatan daya saing tersebut dapat ditunjang dengan
pembentukan regulasi dan kebijakan persaingan pembangunan infrastruktur,
sertifikasi pelaku industri dan jasa konstruksi, serta peningkatan keahlian dan
keterampilan (spesialis dan generalis).

Sesuai visi dan misi Presiden Joko Widodo serta program-program yang disusun
pemerintah, Kadin memperkirakan mulai tahun depan pasar untuk jasa konstruksi

akan berkembang dengan cepat. Fokusnya mengacu pada pengembangan jasa


konstruksi maritim agar tidak menjadi porsi asing.

Anda mungkin juga menyukai