Protein Update

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 13

BAB 1.

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kedelai adalah salah satu komoditi pangan utama setelah padi dan jagung.
Kedelai merupakan bahan pangan sumber protein nabati utama bagi masyarakat.
Pada awalnya tanaman kedelai merupakan tanaman sub tropika hari pendek,
namun setelah didomestikasi dapat mengghasilkan banyak kultivar lokal. Para
pemulia tanaman pun telah mengintroduksi kultivar yang dapat beradaptasi
terhadap lintang yang berbeda. Kemampuannya untuk ditanam dimana saja adalah
keunggulan utama tanaman ini
Kedelai mengandung protein 35% bahkan pada varitas unggul kadar
proteinnya dapat mencapai 40-43%. Dibandingka n dengan beras, jagung, tepung
singkong, kacang hijau, daging, ikan segar, dan telur ayam, kedelai mempunyai
kandungan protein yang lebih tinggi, hampir menyamai kadar protein susu skim
kering. Tingginya kandungan protein pada kedelai sangat dipengaruhi oleh
ketersedian unsur hara Nitrogen pada media tanam, oleh kerena itu peneliti
tertarik untuk meneliti Efektivitas Pemberian Pupuk Nitrogen Terhadap Produksi
dan Kandungan Protein Biji Beberapa Varietas Kedelai
Bagian terpenting dari sel hidup adalah protein. Protein melalui reaksi
hidrolisis dapat diuraikan menjadi asam asam amino. Asam asam amino
adalah kunci dari struktur protein dan lebih dari 100 telah diisolasi, tetapi dalam
molekul protein hanya ada 20 asam amino yang berbeda. Macam posisi molekul
dan jarak kedudukan molekul asam asam amino dalam protein, menentukan
sifat sifat protein tersebut dan selanjutnya menentukan fungsi protein dalam
tubuh.
Adapun fungsi protein dalam tubuh secara umum yaitu untuk
pertumbuhan, pemeliharaan jaringan, pembentukan senyawa tubuh yang esensial.
Protein juga mampu membentuk antibody, sebagai transport nutrient dan regulasi
keseimbangan air. Fungsi protein yang tidak kalah penting yakni sebagai katalik
(memepercepat laju reaksi).

Di dalam kehidupan, protein memegang peranan yang penting pula. Proses


kimia dalam tubuh dapat berlangsung dengan baik karena adanya enzim, suatu
protein yang berfungsi sebagai biokatalisator. Kita dapat memperoleh protein dari
bahan makanan yang banyak mengandung protein, misalnya pada hewan
terkandung protein hewani, sedangkan pada tumbuhan terkandung protein nabati.
Dalam ilmu Kimia, pencampuran atau penambahan suatu senyawa
dengan senyawa yang lain dikatakan bereaksi bila menunjukkan adanya tanda
terjadinya reaksi, yaitu: adanya perubahan warna, timbul gas, bau, perubahan
suhu, dan adanya endapan. Pencampuran yang tidak disertai dengan tanda
demikian, dikatakan tidak terjadi reaksi kimia. Ada beberapa reaksi khas dari
protein yang menunjukkan efek/tanda terjadinya reaksi kimia, yang berbeda-beda
antara pereaksi yang satu dengan pereaksi yang lainnya. Semisal reaksi uji protein
(albumin) dengan Biuret test yang menunjukkan perubahan warna, belum tentu
sama dengan pereaksi uji lainnya. Oleh karena itu untuk mengetahui sifat-sifat
protein, praktikum ini di lakukan.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini,yakni:
1.
2.

Untuk mengetahui Pengaruh suhu terhadap kelarutan protein kedelai


Untuk mengetahui Pengaruh pH terhadap kelarutan protein kedelai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Kedelai
Kedelai merupakan tanaman semusim, berupa semak rendah, tumbuh
tegak, berdaun lembut, dengan beragam morfologi. Tinggi tanaman berkisar 10 200 cm, dapat bercabang sedikit atau banyak tergantung kultivar dan lingkungan
hidup . Morfologi tanaman kedelai didukung oleh komponen utamanya yaitu akar,
daun, batang, bunga, polong dan biji sehingga pertumbuhannya bisa optimal
Kedelai merupakan bahan pangan yang sangat popular di dalam kalangan
masyarakat, ham pir setiap hari banyak orang yang mengonsumsi makanan olahan
dari kedelai misalnya: tempe, tauge atau kecambah, dan lain - lain. Kandungan
protein yang tinggi pada kedelai dan juga kandungan gizi lainnya yang lengkap.
Apabila ditinjau dari segi harga kedelai merupakan sumber protein yang termurah
sehingga sebagian besar kebutuhan protein nabati dapat dipenuhi dari hasil olahan
kedelai. Biji kedelai tidak dapat dimakan langsung karena mengandung tripsine
inhibitor. Apabila biji kedelai sudah direbus pengaruh tripsin inhibitor dapat
dinetralkan. Kedelai dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan, antara
lain untuk makanan manusia, makanan ternak, dan untuk bahan industri Kacang
kedelai, sebagai golongan kacang - kacangan, mengandung senyawa anti gizi,
antara lain oligosakarida dan asam fitat . Kacang kedelai juga mempunyai
beberapa kelebihan dibandingkan dengan kacang - kacangan lainnya, yaitu
kandungan antitripsin yang sangat rendah, paling mudah dicerna, dan paling kecil
memberi pengaruh flatulensi . Konsumsi oligosakarida yang berlebih karena
konsumsi kacang kacangan dapat menyebabkan timbulnya gejala flatulensi.
Oligosakarida terdiri dari komponen - komponen verbaskosa, stakiosa, dan
rafinosa. Oligosakarida dari famili rafinosa tidak dapat dicerna karena mukosa
usus mamalia tidak mempunyai enzim pencerna senyawa ini,-galaktosidase,
sehingga tidak dapat diserap oleh tubuh. Beberapa tindakan seperti perendaman
kacang - kacangan dalam air, perkecambahan, dan fermentasi menjadi berbagai
produk olahan, dapat mencegah timbulnya flatulensi yang disebabkan oleh
oligosakarida (Gsianturi, 2003). Asam fitat dalam biji - bijian berfungsi sebagai
sumber energi selama perkecambahan biji, sehingga dengan dilakukan

perkecambahan maka kandungan asam fitat kacang kedelai menjadi berkurang.


kegunaan kedelai antara lain:
1. Pertumbuhan dan Kekebalan
Kandungan vitamin B dan berbagai mineral lainnya akan memacu hormon
pertumbuhan dan meningkatkan kekebalan tubuh.
2. Anti Kanker
Kanker seperti prostat dan payudara bisa dicegah dengan adanya kandungan
isoflavon. Komposisi kimia biji kedelai kering per 100 gram dapat dilihat pada
Tabel 1.
Table 1. komposisi kimia biji kedelai kering per 100 gram
Komponen
Kalori (Kkal)
Protein (gram)
Lemak (gram)
Karbohidrat (gram)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Besi (mg)
Vitamin A (SI)
Vitamin BI (mg)
Air (gram)

Jumlah
331,0
34,9
18,1
34,8
227,0
585,0
8,0
110,0
1,1
7,5
(Gsianturi, 2003).

2.2 Protein
Protein merupakan polimer alami yang terdiri atas sejumlah unit asam
amino yang berikatan satu dengan lainnya melalui ikatan peptida. Protein berbeda
dengan makronutrien lainnya (karbohidrat, lemak), protein berperan penting
dalam pembentukan biomolekul dibandingkan sumber energi. Keistimewaan lain
dari protein adalah strukturnya yang mengandung senyawa lain selain C, H, O, N
seperti S, P, dan Fe . Protein merupakan molekul yang sangat besar 500 asam
amino, sehingga mudah sekali mengalami perubahan bentuk fisik maupun
aktivitas biologisnya. Banyak faktor yang menyebabkan perubahan sifat alamiah
protein, misalnya: panas, asam-basa, pelarut organik, pH, garam, alkohol, logam
berat (Ag, Pb, Hg), maupun sinar radioaktif. Klasifikasi lain yang dikemukakan
Hart (2003) didasarkan pada bentuk protein yakni protein globular dan protein

serat. Protein globular lebih kompleks dan reaktif seperti hemoglobin, mioglobin,
atau sitokrom sedangkan protein serat digunakan untuk pertahanan luar seperti
keratin, kolagen, miosin, dan aktin (Hart, 2003).
Protein adalah komponen dasar dan utama makanan yang diperlukan oleh
semua makhluk hidup sebagai bagian dari daging, jaringan kulit, otot, otak, sel
darah merah, rambut, dan organ tubuh lainnya yang dibangun dari protein .
Protein adalah polimer dari asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida.
Terdapat dua puluh macam asam amino yang dibagi berdasarkan gugus Rnya,yaitu asam amino non-polar dengan gugus R yang hidrofobik, antara lain
Alanin, Leusin, Fenilalanin, Triptofan dan Metionin. Golongan kedua yaitu asam
amino polar tanpa muatan pada gugus R yang beranggotakan Lisin, Serin,
Treonin, Sistein, Glutamin. Golongan ketiga yaitu asam amino yang bermuatan
positif pada gugus R dan golongan keempat yaitu asam amino yang bermuatan
negatif pada gugus R (winarno, 1997).
Protein bersifat amfoter yaitu dapat bereaksi dengan larutan asam dan
larutan basa. Penambahan etanol absolut pada protein akan membuat protein
menggumpal (terkoagulasi). Proses koagulasi protein timbul seiring dengan
proses denaturasi. denaturasi merupakan perubahan bentuk protein sehingga
kehilangan fungsi biologisnya. Denaturasi protein dapat menyebabkan berbagai
perubahan pada protein. Perubahan tersebut antara lain berkurangnya kelarutan
protein, berkurangnya ukuran dan bentuk molekul protein, meningkatnya aktivitas
radikal yang terdapat dalam molekul seperti gugus SH pada sistein, ikatan -S-Spada sistein, gugus fenolik pada tirosin, dan hilangnya aktivitas biokimia sebagai
enzim atau hormon. Laju denaturasi protein dapat mencapai 600 kali untuk tiap
kenaikan 10oC. Suhu terjadinya denaturasi sebagian besar protein adalah antara
55C 75C (winarno, 1997).
2.3 Sifat-sifat protein
Sifat Fisis Protein
Protein murni tidak berwarna dan tidak berbau. Jika protein tersebut
dipanaskan, warnanya berubah menjadi coklat dan baunya seperti bau bulu atau

bau rambut terbakar. Keratin misalnya, yaitu protein yang monomernya banyak
mengandung asam amino sistein. Jika keratin dibakar, timbul bau yang tidak enak.
Protein alam yang murni juga tidak memiliki rasa, tetapi hasil hidrolisis protein,
yaitu proteosa, pepton, dan peptida, mempunyai rasa pahit (cahyadi, 2006).
Pada umumnya, protein terdapat dalam bentuk amorf dan hanya sedikit
sekali yang terdapat dalam bentuk Kristal. Protein nabati umumnya lebih mudah
membentuk Kristal dibandingkan dengan protein hewani. Protein hewani seperti
hemoglobin mudah membentuk suatu Kristal, sedangkan albumin sukar. Beberapa
protein enzim, seperti tripsin, pepsin, urease, dan katalase juga dapat membentuk
Kristal .
Menurut cahyadi (2006). Viskositas larutan protein dipengaruhi oleh jenis
dan konsentrasi protein. Pada konsentrasi yang sama, larutan protein fibrosa
mempunyai viskositas yang lebih tinggi dibandingkan dengan protein globular.
Jadi, juga pada konsentrasi yang sama, larutan protein bermolekul besar
mempunyai viskositas yang lebih tinggi dibandingkan dengan larutan protein
bermolekul kecil. Viskositas protein paling rendah yaitu pada titik isoelektriknya.
Kelarutan protein dalam pelbagai pelarut (air, alcohol, dan garam encer)
berlainan. Protein yang kaya akan radikal-radikal nonpolar bebas lebih mudah
larut dalam campuran alcohol-air dari pada dalam air. Protein yang miskin akan
radikal-radikal polar bebas cenderung untuk mengendap dengan penambahan
sedikit alcohol atau aseton. Protein tidak larut dalam air, tetapi kaya akan radikalradIkal yang bermuatan, dan mudah larut dalam garam-garam netral .
Tinggi rendahnya suhu dapat memengaruhi kelarutan protein dalam
larutan garam. Dalam larutan garamfosfat misalnya karboksi hemoglobin kuda
pada suhu 0oC mempunyai kelarutan sepuluh kali lebih besar dari pada suhu 25 oC.
Protein yang terdapat pada biji-biji tanaman lebih mudah larut dalam larutan
garam pada suhu tinggi dibandingkan dengan suhu rendah. Namun, kenaikan suhu

tidak banyak memengaruhi kelarutan albumin telur dalam larutan garam (cahyadi,
2006).
Sifat Amfoter
Adanya gugus amino dan karboksil bebas pada ujung-ujung rantai molekul
protein, menyebabkan protein mempunyai banyak muatan (polielektrolit) dan
bersifat amfoter (dapat bereaksi dengan asam maupun dengan basa). Dalam kimia,
amfoter merujuk pada zat yang dapat bereaksi sebagai asam atau basa. Perilaku ini
dapat terjadi karena memiliki dua gugus asam dan basa sekaligus atau karena
zatnya sendiri mempunyai kemampuan seperti itu. Zat amfoter yang klasik adalah
asam amino, protein, dan air. Beberapa logam, seperti seng, timah, aluminium,
dan berilium, dapat membentuk oksida amfoterik. Gejala ini dapat dimanfaatkan
untuk memisahkan kation dalam larutan, misalnya seng dari mangan .
2.4 TITIK ISOELEKTRIK
Titik

Isoelektrik

adalah

derajat

keasaman

atau pH ketika

suatu

makromolekul bermuatan nol akibat bertambahnya proton atau kehilangan muatan


oleh reaksi asam-basa. Pada koloid, jika pH sama dengan titik isoelektrik, maka
sebagian atau semua muatan pada partikelnya akan hilang selama proses ionisasi
terjadi. Jika pH berada pada kondisi di bawah titik isoelektrik, maka matan
partikel koloid akan bermuatan positif. Sebaliknya jika pH berada di atas titik
isoelektrik maka muatan koloid akan berubah menjadi netral atau bahkan menjadi
negatif.
Titik isoelektrik dapat ditentukan berdasar kekeruhan dan endapan
karena pada titik dekat isoelektrik akan terjadi gaya tolak-menolak elektrostatik
yang menyebabkan kelarutan minimum, sehingga terjadi kekeruhan. Setiap jenis
protein memiliki titik isoelektrik yang berbeda-beda.
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Beaker glas 100 mL


Gelas ukur 100 mL
Tabung reaksi
Botol film
Pipet tetes
Botol semprot
Pengaduk
Pi-pump

3.1.2 Bahan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

kedelai
telor ayam
Larutan CH3COOH 1 N
Larutan HCl 1 N
Larutan NaOH 1 N
Air distilat
pH universal

3.2. Skema Kerja


3.2.1 Pengaruh suhu terhadap kelarutan protein kedelai
Kedelai

Rendam selama 6 jam

Cuci dan pisahkan kulit arinya

Giling kedelai menggunakan blender

Saring untuk menghasilkan filtrat susu kedelai

Saring untuk menghasilkan filtrat kedelai

Rebus susu kedelai sampai mendidih

Diamkan

Bandingkan kelarutan protein kedelai dengan


susu kedelai tanpa pemanasan

3.2.2 Pengaruh Ph terhadap kelarutan protein kedelai


Susu kedelai

Letakkan pada 10 botol film ( 10 ml )

Beri label

Ukur Ph susu kedelai dengan kertas Ph universal

Teteskan larutan HCl, CH3COOH


dan NaOH

Atur Ph pada botol film dari Ph


2,3,4,5,6,7,8,9,10.11

Amati perubahan kelarutan protein

Tentukan titik iso elektrik susu kedelai

BAB 4.HASIL PENGAMATAN


4.1 Pengaruh suhu terhadap kelarutan protein kedelai
Susu Kedelai

Kelarutan Protein Kedelai

Pemanasan
Tanpa Pemanasan

4.2 Pengaruh pH terhadap kelarutan protein kedelai


pH
awa
l

Kelarutan Protein
akhi
r
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

awal

akhir

Titik
Isoelectrik

DAFTAR PUSTAKA

Abdi. 2001. Konsep-konsep Dasar Biolcimia. Departemen P dan K. Bandung.


Adisarwanto, T; 2005. Kedelai. Penebar Swadaya, Jakarta.
Anwar, A. 2004. Pengantar Praktikum Kimia Organik. Depdikbud dirjen
Pendidikan Tinggi Yogyakarta.
Bayu, D. 2002. Dasar-dasar Dalam Memahami Biokimia. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan Perguruan Tinggi. Semarang.
Berry. S. 2000. Dasar kimia SMU III. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Cahyadi, S,. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.
Cetakan Pertama . PT. Bumi Aksara. Jakarta .
Dasri. N. 2003. Biokimia Larutan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi proyek pembinaan Tenaga
Kependidikan Perguruan Tinggi. Semarang.
Departemen Kesehatan RI,. 1989. Permenkes RI No. 722/Menkes/PER/IX/88,
Bahan Tambahan Makanan. Jakarta .
Departemen Kesehatan RI,. 1989. Permenkes RI No.239/Men.Kes/ PER/V/85.
JakartaId.
Derry S. 2002. Biokimia Umum. Bandung. Yudistira.
Mudjajanto , E . S,. 2006. Pewarna Makanan. Departemen Gizi Masyarakat dan
Sumber Daya Keluarga. Fakultas Pertanian . IPB . Bogor.
Riawan. 2007. Kimia Organic. Jakarta : binarupa Aksara.
Roy ,G.J, Bobbit M. James, dan Schwarting, E. Arthur,. 1991. Pengantar
Kromatografi. ITB. Bandung.
Sastroamidjojo, H., 1992. Kromatografi. Liberty. Yogyakarta .
Srifatimah, E,. 1999. Pemakaian Zat Warna pada Industri Pangan. Laboratorium
Rekayasa Genatika. ITB. Bandung .
Sudarmadji, S. Bambang H,dan Suhardi,. 1989. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Cetakan Pertama. Liberty. Yogyakarta .

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Cetakan Kedelapan . PT. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta .

Anda mungkin juga menyukai