PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Injeksi
Injeksi adalah sediaan steril yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam
kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendir. Injeksi dapat berupa emulsi, larutan, atau
serbuk steril yang dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan. Obat suntik
didefinisikan secara luas sebagai sediaan steril bebas pirogen yang dimaksudkan untuk diberikan
secara parenteral. Istilah parenteral meneunjukkan pemberian lewat suntikan. Kata ini bersal dari
bahasa yunani, para dan enteron berarti diluar usus halus dan merupakan rute pemberian lain dari
rute oral.
Syarat-syarat obat suntik :
1. Aman, tidak boleh memyebabkan iritasi jaringan atau efek tosis
2. Harus jernih, tidak terdapat partikel padat kecuali berbentuk suspensi
3. Tidak berwarna kecuali bila obatnya berwarna
4. Sedapat mungkin isohidri
5. Sedapat mungkin isotonis
6. Harus steril dan Bebas pirogen
Biasanya berupa larutan atau suspensi dalam air, volume yang disuntikkan sedikit
(0.1-0.2 ml).
Pelarut yang paling sering digunakan pada pembuatan obat suntik secara besar-besaran
adalah air untuk obat suntik (water for injection, USP). Air ini dimurnikan dengan cara
penyulingan atau osmosis terbalik (reverse osmosis) dan memenuhi standar yang sama dengan
Purified Water, USP dalam hal jumlah zat padat yang ada yaitu tidal lebih dari 1 mg per 100 mL
Water for Injection, USP dan tidak boleh mengandung zat penambah. Walaupun air untuk obat
suntik tidak disyaratkan steril tetapi harus bebas pirogen. Air tersebut dimaksudkan untuk
pembuatan produk yang disuntikkan yang akan disterilkan sesudah dibuat.air untuk obat suntik
harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat pada temperatur di bawah atau di atas kisaran
temperatur dimana mikroba dapat tumbuh. Air untuk obat suntik dimaksudkan untuk digunakan
dalam waktu 24 jam sesudah penampungan. Tentunya harus ditampung dalam wadah yang bebas
pirogen dan steril. Wadah umumnya dari gelas atau dilapis gelas.
Steril Water for Injection,USP adalah air untuk obat suntik yang telah disterilkan dan
dikemas dalam wadah-wadah dosis tunggal yang tidak lebih besar dari ukuran 1 liter.seperti air
untuk obat suntik,harus bebas pirogen dan tidak boleh mengandung zat antimikroba atau zat
tambahan lain. Air ini boleh menagndung sedikit lebih banyak zat pada total daripada air untuk
obat suntik karena terjadinya pengikisan zat padat dari lapisan gelas tangki selama proses
sterilisasi. Air ini dimaksudkan untuk digunakan sebagai pelarut, pembawa atau pengencer obat
suntik yang telah disteril dan dikemas.dalam penggunaannya, air ditambahkan secara aseptis ke
dalam
vial
obat
untuk
membentuk
obat
suntik
yang
diinginkan.
Kelemahan :
Umumnya digunakan larutan dapar fosfat, larutan dapar boraks, dan larutan dapar lain
yang berkapasitas dapar rendah.
Isoosmotik
Jika suatu larutan memiliki tekanan osmose sama dengan tekanan osmose dalam serum
darah, maka larutan dikatakan isoosmotik (0,9% NaCl, 154 mmol Na+ dan 154 mmol Clper liter = 308 mmol per liter, tekanan osmose 6,86). Pengukuran menggunakan alat
osmometer dengan kadar mol zat per liter larutan ).
c) Hipotonis
Turunnya titik beku kecil, yaitu tekanan osmosenya lebih rendah dari serum darah,
sehingga menyebabkan air akan melintasi membran sel darah merah yang semipermeabel
memperbesar volume sel darah merah dan menyebabkan peningkatan tekanan dalam sel.
Tekanan yang lebih besar menyebabkan pecahnya sel-sel darah merah. Disebut
Hemolisa.
d) Hipertonis
Turunnya titik beku besar, yaitu tekanan osmosenya lebih tinggi dari serum darah merah,
sehingga menyebabkan air keluar dari sel darah merah melintasi membran
semipermeabel dan mengakibatkan terjadinya penciutan sel-sel darah merah, disebut
plasmolisa.
2.2 Sediaan Steril
Secara umum ada 2 prosedur pembuatan sediaan steril yaitu :
1. Cara sterilisasi akhir
Cara ini merupakan cara sterilisasi umum dan paling banyak digunakan dalam
pembuataan sediaan steril.Zat aktif harus stabil dengan adanya molekul air dan suhu Sterilisasi.
Dengan cara ini sediaan disterilkan pada tahap terakhir pembuatan sediaan.Semua alat setelah
lubang lubangnya ditutup dengan kertas perkamen ,dapat langsung digunakan tanpa perlu
disterilkan terlebih dahulu.
2. Cara Aseptis
Cara ini terbatas penggunaannya pada sediaan yang mengandung zat aktif peka suhu
tinggi dan dapat mengakibatkan pengraian dan penurunan kerja farmakologinya.antibiotik dan
beberapa hormon tertentu merupakan zat aktif yang sebaiknya diracik secara aseptis.Cara aseptis
bukanlah suatu cara sterilisasi melainkan suatu cara untuk memperoleh sediaan steril dengan
mencegah kontaminasi jasad renik dalam sediaan.
Setelah dicuci letakkan terbaring dalam kaleng bersih mulut lebar, tutup sedikit terbuka.
Sterilkan dalam oven suhu 170 oC30. Setelah disterilkan tutup kaleng dirapatkan dan
dikeluarkan dari oven.
2. Vial
Setelah dicuci dengan air suling, sterilkan dalam oven dengan posisi terbaring seperti
ampul. Tutup karet digodog dengan air suling selama 30 kemudian dikeringkan dalam setangkup
kaca arloji dalam oven (jangan sampai meleleh!).
3. Botol Infus
Setelah dicuci dengan air suling masukkan ke dalam kaleng bersih mulut lebar dan
biarkan sedikit terbuka kemudian disterilkan dalam oven suhu 250 oC selama 30.Tutup karet
disterilkan seperti tutup vial.
4. Tube
Setelah dicuci diletakkan terbaring dalam kaleng bersih bermulut lebar tidak tertutup
rapat dan disterilkan dalam oven selama 30. Tutup tube direndam dalam alkohol 70% selama
30 dan dikeringkan dalam oven.
2.2.2 Evaluasi sediaan parenteral :
1. Kekedapan
Ampul yang telah disterilkan seringkali memiliki celah atau retakan yang tidak
terlihat oleh mata atau secar makroskopik, khususnya pada lokasi penutupan ampul.
Ampul dimasukkan ke dalam larutan metilen biru kemudian divakum. Perhatikan apakah
ampul terwarnai oleh larutan metilen blue. Dengan adanya celah-celah kapiler, larutan
berwarna akan masuk, sehingga mewarnai ampul dan menandakan ampul rusak. Pada
ampul berwarna diuji dengan larutan yang berflourosensi yang diakhiri dengan
pengamatan pada cahaya UV.
2. Kejernihan (pengotoran tidak larut dan bahan melayang)
Pengujian dilakukan secara visual. Ampul atau botol diputar 180 berulang-ulang
di depan suatu background yang gelap dan sisinya diberi cahaya. Bahan melayang akan
berkilauan bila terkena cahaya. Pencahayaan menggunakan lampu Atherman atau lampu
proyeksi dengan cahaya 1000 lux- 3500 lux dan jarak 25 cm. Background gelap atau
hitam. Umur petugas yang bekerja harus <40 tahun, sehat, dan setiap tahun harus periksa
mata.
3. Zat aktif
Pengujian dapat dilakukan dengan volumetric, spektrofotometer, HPLC, atau alat
lainnya yang cocok secara kuantitatif dengan standar Farmakope.
4. Sterilitas
Pengujian dilakukan secara mikrobiologis dengan menggunkan medium
pertumbuhan tertentu. Produk dikatakan bebas mikroorganisme bila Sterility Assuranve
Level (SAL) = 10-6 atau 12 log reduction (over kill sterilization).Bila proses pembuatan
menggunakan aseptic,maka SAL =10 -4
5. Pirogenitas
Pengujian dilakukan dengan tes kelinci (FI) dan tes limulus.
6. Keseragaman volume
Pengujian dilakukan dengan alat ukur volume. Larutan tiap wadah harus sedikit
lebih dari volume yang tertera pada etiket. Volume pada etiket Volume tambahan yang
dianjurkan
Cairan
encer
Cairan
kental
0,5
ml
0,50
ml
(5%)
1,0
ml
0,60
ml
(3%)
2,1
ml
0,80
5,0
ml
10,0
ml
0,15
20,0
ml
0,25
30,0
ml
0,50
ml
(10%)
0,70
ml
(7%)
0,10
ml
(10%)
0,90
0,15
ml
(7,5%)
1,20
0,30
ml
(6%)
3,00 ml (6%)
ml
ml
ml
ml
ml
(2,6%)
(15%)
(12,5%)
(4,5%)
(4%)
7. Keseragaman bobot
Hilangkan etiket 10 wadah; cuci bagian luar wadah dengan air; keringkan pada
suhu 1050C; timbang satu persatu dalam keadaan terbuka; keluarkan isi wadah; cuci
wadah dengan air, kemudian dengan eatnol 95%; keringkan lagi pada suhu 1050C sampai
bobot tetap; dinginkan dan kemudian timbang satu per satu. Bobot isi wadah tidak boleh
menyimpang lebih dari batas yang tertera, kecuali satu wadah yang boleh menyimpang
tidak lebih dari 2 kali batas yang tertera. Bobot yang tertera pada etiket Batas
penyimpangan (%) Tidak lebih dari 120 g
Antara 120mg dan 300 mg
300 mg atau lebih 10,0
7,5
5,0