1. Ketonuria
Keton merupakan produk sampingan dari metabolisme lemak. Ketika
tubuh tidak memiliki cukup glukosa, hati mengubah lemak menjadi
aseton, yang digunakan sebagai bahan bakar oleh otot, sedangkan urin
atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang
kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi.
Eksreksi urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam
darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan
tubuh. Urin disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju
kandung kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra (Riswanto,
2010).
Sehingga badan keton (asam Acetoacetic, asam beta-hidroksibutirat, dan
aseton) tidak signifikan dalam urin yang normal dalam keadaan
postprandial atau semalam- berpuasa. Namun, keto ini menjadi sumber
penting energi metabolik dalam keadaan di mana ketersediaan glukosa
dibatasi, karena selama puasa berkepanjangan, atau ketika kemampuan
untuk menggunakan glukosa sangat berkurang, seperti pada diabetes
mellitus dekompensasi. Selama kelaparan berkepanjangan konsentrasi
arteri dari asam organik yang kuat ini aktif secara metabolik meningkat
sekitar 70 kali lipat menjadi 10 sampai 12 m. Pada ketoasidosis diabetik.
Mekanisme yang bertanggung jawab untuk pengembangan ketonemia
adalah :
Peningkatan produksi oleh hati
Penurunan pemanfaatan perifer di otot
Mengurangi volume distribusi.
Karena badan keton tidak terikat pada protein plasma, mereka bebas
zat terlarut disaring di glomerulus ginjal dan muncul quantifiably dalam
urin tubular. Pada konsentrasi plasma sangat rendah badan keton yang
dihadapi biasanya setelah cepat, harga ekskresi urin semalam dapat
diabaikan. Ketika kadar plasma meningkat melebihi 0,1-0,2 m M,
3. Peningkatan ureum
Faktor prerenal
Shock
Penurunan darah ke ginjal
Perdarahan
Dehidrasi
Peninigkatan katabolisme protein pada hemolisis
Luka bakar, demam tinggi dan trauma
Faktor renal
Gagal ginjal akut
Glomerulo nefritis
Hiprtensi maligna
Nekrosis kortek ginjal
Obat obat nefrotoksik
Faktor post renal:
berwarna hijau disebabkan oleh obstruksi usus, yang dapat pula terjadi
pada kelainan lain dengan gangguan pasase usus, seperti pada atresia
ileum, enterokolitis netrotikans neonatal, atau peritonitis intrauterine.
Enterokolitis merupakan ancaman komplikasi yang serius bagi penderita
penyakit Hirschsprung yang dapat menyerang pada usia berapa saja
namun yang paling tinggi saat usia dua-empat minggu, meskipun sudah
dapat dijumpai pada usia satu minggu. Gejalanya berupa diare, distensi
abdomen, feses berbau busuk, dan disertai demam.
(Sutedjo,2007 : 81-82 )
5. Sedimen eritrosit
Sedimen adalah endapan urine yang diperoleh setelah diperiksa
dibawah mikroskop dan dihitung unsur sel dan torak. Dalam urine patologis
terdapat garam-garam organik, sel darah (leukosit,Eritrosit), sel epitel sel
sylinder(Cast) juga parasit (trichomonas) dan bakteri. Pada urine dengan berat
jenis < 1.007 eritrosit akan menghemolisis dan leukosit akan mengembang.
Selama pemeriksaan rutin, jika tes positif untuk leukosit, darah, protein, nitrit,
dan pH lebih dari 7 diidentifikasi, urin sedimen dapat mikroskopis dianalisis
untuk lebih menentukan diagnosis.
Peralatan:
Mikroskop
Centrifuge
Objek gelas
Cover gelas
Tabung centrifuge
Cara :
1. Botol berisi urine digoyangkan agar memperoleh sampel yang
tercampur (homogen)
2. Sebanyak 15 ml urine dituang ke dalam tabung sentrifuge.
3. Pusing dengan alat sentrifuge selama 3-5 menit dengan kecepatan
1.500 2.000 rpm.
4. Isi tabung dituang habis ke tabung lain (gerakan satu kali dan cepat)
5. Dasar tabung pertama diketok beberapa kali agar sisa urine dan
endapan tercampur.
6. Letakkan setetes campuran tersebut di atas kaca objek bersih dan tutup
dengan kaca penutup.
7. Periksa di bawah mikroskop dengan cahaya rendah.
8. Lensa objektif kecil (10x) = Lapangan Pandang Kecil (LPK). Periksa
seluruh sediaan, perhatikan adanya jenis torak. Laporkan jumlah torak
terlihat dalam 10 LPK, misalnya 0-3 torak hialin/LPK.
9. Lensa sedang (40x) = Lapangan Pandang Besar (LPB) untuk
menghitung jumlah leukosit, eritrosit dan glitter celll yang dijumpai
dalam 10 LPB serta bagi dengan angka
10. Laporkan juga adanya jenis kristal, jamur, sperma, parasit dan lain-lain.
(R.GandaSoebrata)
(Sudoyo, 2009)
c. Olahraga berat
Ketika otot mengandalkan glikolisis anaerob sewaktu olah raga
berat, terjadi peningkatan produksi asam laktat, yang meningkatkan
[H+] plasma.
d. Asidosis uremik
Pada gagal ginjal berat (uremia), ginjal tidak dapat
menyingkirkan bahkan H+ dalam jumlah normal yang dihasilkan dari
asam-asam nonkarbonat dari proses-proses metabolik sehingga H+
mulai menumpuk di cairan tubuh. Ginjal juga tidak dapat menahan
HCO3- dalam jumlah memadai untuk menyangga beban asam yang
normal.
Kompensasi Untuk Asidosis Metabolik
Kecuali pada asidosis uremik, asidosis metabolik dikompensasi oleh
mekanisme pernapasan dan ginjal serta dapat kimiawi.
a. Penyangga menyerap kelebihan H+
b. Paru mengeluarkan lebih banyak CO2 penghasil H+
c. Ginjal mengekskresikan H+ lebih banyak dan menahan HCO3- lebih
banyak. (Sheerwood, 2012)
7. Ronkhi
Ronkhi merupakan jenis suara yang bersifat kontinue, pitch rendah,
mirip wheeze. Tetapi dalam ronchi jalan udara lebih besar, atau sering
disebut coarse ratling sound. Suara ini menunkukkan halangan pada
saluran udara yang lebih besar oleh sekresi. Kondisi yang berhubungan
dengan terjadinya ronchi yaitu pneumonia, asma, bronkitis, bronkopasme.
Ronkhi adalah nada rendah dan sangat kasar terdengar baik saat inspirasi
maupun saat ekspirasi. Ciri khas ronchi adalah akan hilang bila pasien
batuk. Misalnya pada edema paru. (Sartika Dewi, 2010 dalam Wulang,
2013).
8. Nilai Normal BUN
Blood Urea Nitrogen / ureum :
Pria : Ureum : 15-40 (mg/dl)
PERTANYAAN PENTING
1. Mengapa klien nafasnya berbau keton ?
2. Apa yang menyebabkan nadi meningkat ?
3. Kenapa klien suhunya meningkat, apakah ada kaitannya dengan
ketoasidosis ?
4. Terapi apa saja yang diberikan kepada pasien ketoasidosis diabetikum dan
berapa dosisnya ?
5. Mengapa urin mengandung keton ?
natrium. Pada umumnya diperoleh 1-2 liter dalam jam pertama. Bila
kadar glukosa <200mg% maka perlu diberikan larutan mengandung
glukosa (dekstrosa 5% atau 10%). Pedoman untuk menilai hidrasi
adalah turgor kulit jaringan, tekanan darah, keluaran urin, dan
pemantauan keseimbangan cairan.
b. Insulin
Insulin baru diberikan pada jam kedua. Pemerian insulin dosis rendah
terus menerus intravena dianjurkan karena pengontrolan dosis insulin
menjadi lebih mudah, penurunan kadar glukosa lebih halus, efek
insulin cepat menghilang, masuknya kaslium keintra sel lebih lambat,
dan komplikasi hipoglikemia dan hipokalemia lebih jarang.
Sepuluh unit diberikan sebagai bolus intravena, disusul dengan infuse
larutan insulin regular dengan laju 2-5 U/jam. Sebaiknya larutan 5U
insuin dalam 50ml NaCl 0,9%bermuara dalam larutan untuk rehidrasi
dan dapat diatur laju tetesnya secara terpisah. Bila kadar glukosa turun
sampai 200mg/dl atau kurang, laju larutan insulin dikurangi menjadi
1-2U/jam dan larutan rehidrasi diganti dengan glukosa 5%. Pada
waktu pasien dapat makan lagi diberikan sejumlah kalori sesuai
kebutuhan dalam beberapa porsi. Insulin regular diberikan subkutan 3
kali sehari bertahap sesuai kadar glukosa darah.
c. Glukosa
Setelah rehidrasi awal dalam 2 jam pertama, biasanya kadar glukosa
darah akan turun. Selanjutnya dengan pemberian insulin diharapkan
terjadi penurunan kadar glukosa sekitar 60mg% per jam. Bila kadar
glukosa mencapai 200mg% maka dapat dimulai infuse yang
mengandung glukosa. Perlu diingat bahwa tujuan terapi KAD bukan
untuk menormalkan kadar glukosa tetapi untuk menekan ketogenesis.
d. Bikarbonat
Saat ini bikarbonat hanya diberikan bila pH < 7,1 atau bikarbonat
serum <9 mEq/l. walaupun demikian komplikasi yang mengancam
tetap merupakan indikasi pemberian bikarbonat.
Pengobatan umum meliputi antibiotic yang adekuat, oksigen bila PO2
<80 mgHg, heparin bila ada KAD atau bila hiperosmolar berat
(>380mOsm/l).
keadaan
AGD, bila pH < 7 waktu masuk, periksa setiap 6 jam sampai pH