Anda di halaman 1dari 6

BAB IV

PEMBAHASAN
4.1

Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap pH


Tabel 4.1 Pengaruh waktu fermentasi terhadap pH
Variabel

pH
Hari ke 1
3
3
3

1
2
3

Hari ke 4
4
4
4

Hari ke 5
4
4
4

Hari ke 6
4
4
4

Hari ke 7
4
4
4

5
4
3
pH

variabel 1

variabel 2

variabel 3

0
0

Waktu (hari)

Grafik 4.1 Pengaruh waktu fermentasi terhadap pH


Berdasarkan data diatas, dari praktikum ini pH yang dihasilkan mengalami
kenaikkan tiap variabelnya, yakni dari pH medium awal 3, menjadi 4. Secara teoritis,
semakin lama waktu fermentasi maka semakin rendah pH yang dihasilkan hal ini
disebabkan semakin banyak asam sitrat yang terbentuk. Untuk fermentasi pada asam
sitrat harus dibawah 3 untuk menekan pembentukan asam oksalat dan asam glukonat
serta penurunan pH juga menunjukkan pembentukan asam sitrat yang semakin
banyak. pH yang tinggi akan menyebabkan terjadinya akumulasi asam
oksalat(Laboratorium Ftp Unbraw,2008). Sedangkan pada praktikum ini hasil yang
didapatkan tidak sesuai dengan teori, dapat dilihat bahwa pada grafik diatas pada
variabel 1,2,dan 3 dari pengaturan pH awal yakni 3, pH tiap variabel meningkat
menjadi 4 dan tidak mengalami perubahan hingga fermentasi berakhir, hal tersebut
dapat terjadi karena adanya perbedaan penambahan berbagai variabel.
Pada variabel 1 dan 2 dilakukan penambahan KH2PO4 sebanyak 1gr dan 2gr,
sedangkan menurut referensi KH2PO4 pada asam sitrat adalah 0,1% (gram/gram)
(Haryani,2011). Jika diterapkan dalam praktikum ini, maka penambahan optimum
KH2PO4 sebanyak 0,5 gram. Penambahan pada variabel 1 sebanyak 1 gr adalah yang
paling mendekati dengan kadar optimum, seharusnya pH yang dihasilkan oleh
variabel ini lebih mendekati dengan pH yang seharusnya dibandingkan dengan
variabel 2, akan tetapi pada praktikum ini pH yang dihasilkan antara variabel 1 dan 2
memiliki nilai yang sama. Hal tersebut dapat terjadi akibat penambahan urea yang
secara berlebih menyebabkan Aspergillus niger yang akan mengurai nutrien ini akan
14

membentuk gas NH3 dan CO2. Gas NH3 ini akan bereaksi dengan air menjadi NH4OH
yang bersifat basa, sehingga ph yang terukur meningkat dari pengaturan pH awal
akibat adanya NH4OH Oleh karena itu pH yang dihasilkan pada praktikum ini tidak
sesuai dengan teori.
Pada variabel 2 dan 3 dilakukan penambahan urea sebanyak 2gr dan
5gr,berdasarkan referensi kadar optimum urea yang ditambahkan dalam fermentasi
asam sitrat adalah 0,4%. Jika diterapkan dalam praktikum ini, maka kadar
optimumnya adalah 2 gram. Seharusnya pada variabel 2 dengan penambahan kadar
urea 2 gr, mendekati pH optimum dari asam sitrat, tetapi pH yang dihasilkan sama
dengan variabel 3. Adanya penambahan urea ini maka Aspergillus niger yang akan
mengurai nutrien ini akan membentuk gas NH 3 dan CO2. Gas NH3 ini akan bereaksi
dengan air menjadi NH4OH yang bersifat basa, sehingga pH yang seharusnya terukur
semakin asam dari pH medium awal menjadi semakin basa karena adanya NH 4OH.
(Mangunwidjaja & Suryani 1994).
4.2

Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Volume Titran


Tabel 4.2 Pengaruh waktu fermentas terhadap volume titran
Variab
el

1
2
3

Volume Titran
Hari ke 1
2,9
3,1
3,4

Hari ke 4
2,2
2,2
3

Hari ke 5
2
1,8
3

Hari ke 6
2,3
3,2
2,8

4
3
Volume Titran

variabel 1
variabel 2

variabel 3

0
0

Waktu (hari)

Grafik 4.2 Pengaruh waktu fermentasi terhadap volume titran


Berdasarkan data yang diperoleh, volume titran ketiga variabel yang
dihasilkan cenderung mengalami penurunan. Secara teoritis, semakin lama waktu
fermentasi ,maka semakin besar volume titran yang dihasilkan. Hal ini disebabkan
karena semakin banyak asam sitrat yang terbentuk,akan tetapi pada praktikum kali ini
volume titran yang dihasilkan semakin kecil. Perbedaan antara hasil praktikum dan
teori yang ada disebabkan pada pembentukan asam sitrat,asam sitrat yang terbentuk

16

terurai untuk membentuk isositrat. Hal ini dapat dilihat pada siklus krebs sebagai
berikut

Gambar 4.3 Siklus krebs


Proses pembentukan asam sitrat diawali dengan reaksi glikolisis yang
menghasilkan asam piruvat, kemudian asam piruvat akan mengalami dekarbok-silasi
dan berikatan dengan koenzim-A membentuk asetil-KoA dan selanjutnya masuk ke
dalam siklus krebs untuk bergabung dengan oksaloasetat membentuk asam sitrat.
Kemudian, asam sitrat mengalami pengurangan dan penambahan satu molekul air
sehingga terbentuk asam isositrat. Lalu, asam isositrat mengalami oksidasi
membentuk asam a-ketoglutarat. Setelah itu, asam a-ketoglutarat kembali melepaskan
satu molekul CO2, dan teroksidasi dengan melepaskan satu ion H+ yang kembali
mereduksi NAD+ menjadi NADH. Selain itu, asam a-ketoglutarat mendapatkan
tambahan satu ko-A dan membentuk suksinil ko-A. Setelah terbentuk suksinil ko-A,
molekul ko-A kembali meninggalkan siklus, sehingga terbentuk asam suksinat.
Kemudian, asam suksinat mengalami oksidasi dan melepaskan dua ion H+, yang
kemudian diterima oleh FAD dan membentuk FADH2, dan terbentuklah asam
fumarat. Satu molekul air kemudian ditambahkan ke asam fumarat menyebabkan
asam fumarat berubah menjadi asam malat. Terakhir, asam malat mengalami oksidasi
asam oksaloasetat kembali terbentuk. Asam oksaloasetat ini kemudian akan kembali
mengikat asetil ko-Adan kembali menjalani siklus krebs (Agustina, 2015).
Maka dapat dilihat dari siklus diatas, asam sitrat yang terbentuk mengalami
pengurangan membentuk isositrat, sehingga volume titran yang dihasilkan pada
praktikum ini dari hari ke hari semakin menurun.
Pada variabel 1 dilakukan penambahan 1 gr KH2PO4 dan pada variabel 2
dilakukan penambahan 2 gr KH2PO4. Berdasarkan referensi KH2PO4 pada asam sitrat
adalah 0,1% (gram/gram) (Haryani,2011). Jika diterapkan dalam praktikum ini, maka
penambahan optimum KH2PO4 sebanyak 0,5 gram Pada variabel 1, KH2PO4 yang
ditambahkan paling mendekati dengan kadar optimum, seharusnya volume titran yang
16

dihasilkan oleh variabel ini lebih banyak dari variabel 2. Tetapi dapat dilihat bahwa
variabel 1 hanya menghasilkan volume titran sebanyak 2,3 ml sedangkan variabel 2
3,2 ml. Hal tersebut dapat terjadi, karena asam sitrat yang telah terbentuk berkurang
karena digunakan untuk membentuk isositrat.
Pada variabel 2 dan 3 dilakukan penambahan urea sebanyak 2gr dan 5gr,
berdasarkan referensi kadar optimum urea yang ditambahkan dalam fermentasi asam
sitrat adalah 0,4%. Jika diterapkan dalam praktikum ini, maka kadar optimumnya
adalah 2 gram. Pada variabel 2, kadar urea yang ditambahkan telah sesuai dengan
kadar optimumnya, sehingga volume titran yang dihasilkan lebih banyak daripada
variabel 5 yakni sebesar 3,2 ml.
4.3.

Pengaruh Penambahan Urea dan Kadar Optimum Penambahan Urea pada


Proses Fermentasi Asam Sitrat
Urea yang digunakan sebagai sumber nitrogen merupakan pilihan yang tepat
karena selama proses amonium akan dikonsumsi oleh Aspergillus niger dan
melepaskan ion hidrogen sehingga akan menurunkan pH media fermentasi.
Konsentrasi ion amonium selama proses fermentasi asam sitrat berada dalam rentang
yang cukup luas yaitu 0,3-1,5 gram. Penambahan ion amonium secara bertahap
selama proses fermentasi akan meningkatkan produksi asam sitrat, terutama pada saat
laju produksi asam sitrat menurun. (Young, 1984). Penelitian lain menunjukkan
bahwa kadar optimum urea yang ditambahkan dalam fermentasi asam sitrat adalah
0,4%. Jika diterapkan dalam praktikum ini, maka kadar optimumnya adalah 2 gram.
(Setiadi, 2006). Urea yang ditambahkan dalam praktikum ini adalah 2 gram dan 5
gram, maka hasil asam sitrat yang dihasilkan kurang optimum.
Produksi asam sitrat oleh Aspergillus niger sangat dipengaruhi oleh komposisi
media fermentasi. Pada penelitian ini produksi asam sitrat yang tinggi akan tercapai
pada konsentrasi gula antara 14-22%. (Rintis, 2011)

4.4.

Pengaruh Penambahan KH2PO4 dan Kadar Optimum Penambahan KH2PO4


pada Proses Fermentasi Asam Sitrat
KH2PO4 merupakan senyawa yang mengandung phospat. KH2PO4 memiliki
manfaat sebagai penyedia sumber fosfat yang memberi nutrisi pada Aspergillus niger
(Giovani, 2013). Dengan adanya pemberian KH2PO4, diharapkan asam sitrat dapat
terbentuk lebih cepat dan lebih banyak. Namun, penambahan phospat tetap ada
batasannya karena penambahan phospat yang terlalu banyak akan mengakibatkan
pembentukan asamasam lain selain asam sitrat sehingga asam sitrat yang dihasilkan
kurang optimal (Naomi, 2009).

15

Kadar optimum dari KH2PO4 pada asam sitrat adalah 0,1% (gram/gram)
(Haryani,2011). Jika diterapkan dalam praktikum ini, maka penambahan optimum
KH2PO4 sebanyak 0,5 gram. Sedangkan pada praktikum ini, KH2PO4 yang digunakan
sebanyak 1- 2 gram, hal ini menyebabkan asam sitrat yang dihasilkan kurang optimal.

16

15

Anda mungkin juga menyukai