Anda di halaman 1dari 2

Cuplikan Kisah Seputar Pengasuhan Anak 38

Pekerjaan menjadi ibu memang bukanlah pekerjaan sederhana. Seorang ibu tidak hanya
bertanggungjawab sebagai manager tumbuh kembang anak-anak dan manager urusan rumah
tangga, namun ia juga merupakan manager pendidikan bagi anak-anaknya. Sebagai manager
pendidikan, orang tua dapat melibatkan berbagai pihak dalam mendukung proses pendidikan anakanaknya. Sekolah, lembaga kursus, pesantren, lembaga pendidikan Al-quran adalah beberapa pihak
yang dapat dilibatkan dalam mencapai tujuan akhir dari proses pendidikan anak-anaknya. Selain itu
ada juga keluarga yang memilih keegiatan homeschooling sebagai basis utama pendidikan anakanaknya. Bagi keluarga yang memilih memasukkan anak mereka ke lembaga sekolah, tentunya tidak
sepenuhnya dapat lepas tangan dalam kegiatan belajar anak-anaknya. Minimal ia terlibat dalam
mendampingi kegiatan belajar anak-anaknya saat mengerjakan tugas sekolah atau homework.
Dalam keluarga kami, setiap sore saya pun harus mendampingi kedua anak kami yang masih
bersekolah formal dalam mengerjakan tugas sekolah. Selain itu semua anak juga harus didampingi
secara langsung dalam kegiatan agama seperti materi islam, tahsin quran dan tahfidz quran. Tugas
itu bukanlah tugas yang sederhana bagi saya. Terlebih semua jadwal harus dipadatkan sepulang
sekolah. Berbeda dengan anak yang homeschooling, beberapa kegiatan ini masih dapat diatur di
pagi hari. Singkat cerita ada suatu masa dimana saya merasa tugas saya begitu overwhelmed
sebagai seorang ibu. Terlebih karena setiap sore sang bayi minta disusui, sementara Faruq yang
masih berusia 3 tahun juga tidak rela membiarkan ibunya memiliki waktu khusus mengajar kakakkakaknya. Bayangkan, hampir setiap sore saya mengajar mengaji atau memandu anak mengerjakan
homework diatas kasur sambil menyusui, sementara Faruq mencari perhatian dengan lompat-lompat
diatas badan saya karena mengajak saya untuk bermain. Saya merasa syeitan selalu bbekerja lebih
keras untuk menggoda saat saya mengajar al-quran kepada anak-anak.
Kadang suasana seperti ini membuat saya ingin menangis karena mengingat cita-cita dan harapan
kami yang tinggi terhadap anak-anak dalam hal penguasaan Al-quran. Andai saja ada TPA sore yang
dapat ditempuh dengan jalan kaki seperti di mushola atau mesjid kompleks di Indonesia, mungkin
saya akan memasukkan mereka di kelas mengaji setiap sore. Mengingat kondisi memiliki balita
terkadang membuat saya tidak optimal mengajar al-quran anak-anak. Di Amerika, kegiatan belajar
tajwid dan tahfidz di sore hari diselenggarakan di masjid-masjid. Hanya saja kami harus
menggunakan mobil untuk menempuhnya. Dan bagi saya, mengajar sendiri dengan segala
kerepotannya, jauh lebih mudah dibanding setiap hari mengantar mereka ke mesjid yang harus
melewati highway (semacam jalan TOL).
Suatu hari kala syeitan menggoda dengan perasaan hampir menyerah, saya menelpon suami saya.
Ummi: "bapak ummi mau mengundurkan diri!"
Bapak: "mengundurkan diri apa?"
Ummi: "Mengundurkan diri jadi guru tahfidz dan tahsin anak-anak. Bapak cari saja guru lain. Ummi
tidak sanggup. Bayangkan tiap sore ummi harus mengajar sambil menyusui sementara Faruq
mencari perhatian untuk diajak bermain"
Namun karena bapak seorang laki-laki, bapak tidak mempertimbangkan pembicaraan "lebay" saya
dengan pertimbangan emosi. Karena bapak seorang laki-laki, maka logika lebih digunakan dalam
mencari solusinya.
Bapak: "oke bapak ijin pulang telat ya ada yang mau bapak beli"
Masya Allah rupanya bapak membawa pulang beberapa potong papan kayu, dan beberapa karung
pasir bersih (sand play). Bapak membuatkan anak-anak bak pasir beberbentuk persegi dari 4 buah
papan kayu agar saya bisa mengajar Al-quran anak-anak dengan tenang. Agar selagi saya mengajar,
Faruq bisa asyik bermain pasir. Sejak saat itu saya mengerti bahwa melawan strategi syeitan harus
dengan strategi. Agar saya dapat mengajar dengan lebih tenang tanpa gangguan, saya harus
menyiapkan sarana untuk menyalurkan energi adik-adiknya agar tidak menganggu.
Maka kini, kadang saya mengajar mengaji dan mengawal pekerjaan homework di samping bak pasir,
di sebuah kursi taman sambil menyusui. Kadang saya membawa anak-anak ke taman bermain. Anakanak mengerjakan homework di meja makan yang disediakan di taman bermain, sementara adiknya
bisa menyalurkan energinya dengan berlari, bermain bola atau bermain di playground. Kadang saya
membawa mereka ke perpustakaan agar adiknya bisa asyik membaca buku saat saya mengawasi
kakak-kakaknya mengerjakan homework atau mengajari mereka membaca iqro. Saya manfaatkan
perjalanan menjemput anak-anak untuk murojaah hafalan quran. Baik saat memilih menggunakan

stroller, sepeda dan scooter atau saat mengendarai mobil untuk keperluan yang lebih jauh. Syeitan
memang punya banyak cara untuk menghalangi kita berbuat baik. Syeitan memang punya banyak
cara untuk membuat kita menyerah dalam mengemban amanah. Maka strategi syeitanpun harus
dilawan oleh strategi.

Anda mungkin juga menyukai