Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bidang obstetri banyak berhubungan dengan masalah perdarahan.
Meskipun pelayanan rumah sakit dalam hal ketersediaan darah untuk transfusi
telah dapat menurunkan angka kematian maternal, kematian akibat perdarahan
masih merupakan penyebab utama dari kematian maternal.1
Perdarahan postpartum adalah kontributor yang signifikan untuk
morbiditas maternal berat dan cacat jangka panjang serta beberapa kondisi ibu
yang parah umumnya terkait dengan kehilangan darah lebih besar, termasuk
shock dan disfungsi organ. Perdarahan postpartum dapat diklasifikasikan sebagai
primer yang terjadi dalam waktu 24 jam setelah melahirkan atau sekunder yang
terjadi 24 jam sampai 12 minggu postpartum.2
Secara global insidens kematian maternal masih sangat tinggi, mencapai
800 jiwa per hari. Pada tahun 2010 silam, tercatat sekitar 287.000 kasus kematian
maternal, 99% (284.000) diantaranya terjadi di negara-negara berkembang
terutama kawasan Afrika sub-Sahara dan Asia Selatan. Tercatat dua negara
dengan insidens kematian maternal tertinggi masing-masing India 19% (56.000
kasus) dan Nigeria 14% (40.000 kasus). Tujuh negara berikutnya meliputi Kongo
(15.000 kasus), Pakistan (12.000 kasus), Sudan (10.000 kasus), Indonesia (9.600
kasus), Ethiopia (9.000 kasus), Tanzania (8.500 kasus) and Bangladesh (7.200
kasus).1,2
Kematian maternal adalah kematian seorang wanita waktu hamil atau
dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan oleh sebab apapun, terlepas dari
tuanya kehamilan dan tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri kehamilan.
Sebab-sebab kematian ini dapat dibagi dalam 2 golongan, yakni yang langsung

disebabkan oleh komplikasi-komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas, dan


3

sebab-sebab lain sepertipenyakit jantung, kanker, dan lain sebagainya.

Suatu perdarahan dikatakan fisiologis apabila hilangnya darah tidak


melebihi 500 cc pada persalinan pervaginam dan tidak lebih dari 1000 cc pada
sectio cesarea. Perlu diingat bahwa perdarahan yang terlihat pada waktu persalinan
sebenarnya hanyalah setengah dari perdarahan yang sebenarnya. Seringkali sectio
cesarea menyebabkan perdarahan yang lebih banyak.3,4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan atau hilangnya darah
500 cc atau lebih yang terjadi setelah anak lahir. Perdarahan dapat terjadi
(1,2)

sebelum, selama, atau sesudah lahirnya plasenta.

Definisi lain menyebutkan Perdarahan Pasca Persalinan adalah


(2)

perdarahan 500 cc atau lebih yang terjadi setelah plasenta lahir.


2.2 Epidemiologi
Ang

ka kejadian perdarahan postpartum setelah persalinan pervaginam

yaitu 5-8 %. Perdarahan postpartum adalah penyebab paling umum perdarahan


yang berlebihan pada kehamilan, dan hampir semua tranfusi pada wanita hamil
dilakukan untuk menggantikan darah yang hilang setelah persalinan.(3)
Di negara kura

ng berkembang merupakan penyebab utama dari kematian

maternal hal ini disebabkan kurangnya tenaga kesehatan yang memadai,


kurangnya layanan transfusi, kurangnya layanan operasi(2,4)
2.3 Klasifikasi
Berdasarkan onset perdarahan, diklasifikasikan menjadi perdarahan postpartum
dini dan lanjut.
Menurut waktu terjadinya dibagi atas dua bagian :

(3)

a. Perdarahan post partum primer (early postpartum hemorrhage)

yang terjadi dalam 24 jam setelah anak lahir.


b. Perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemorrhage)
yang terjadi antara 24 jam dan 6 minggu setelah anak lahir.
Klasifikasi berdasarkan tanda dan gejala klinis sebetulnya bersesuaian dengan
persentase volume kehilangan darah
Tabel 2.1 klasifikasi kehilangan darah dan gejala klinis

2.4 Etiologi
Banyak

faktor

potensial

yang

dapat

menyebabkan

hemorrhage

postpartum, faktor-faktor yang menyebabkan hemorrhage postpartum adalah


atonia uteri, perlukaan jalan lahir, retensio plasenta, sisa plasenta, kelainan
(4,5)

pembekuan darah.
1. Tonus

a. Atonia uteri
Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus gagal untuk berkontraksi
dan mengecil sesudah janin keluar dari rahim.(3,4,5,6)
Perdarahan postpartum secara fisiologis di control oleh kontraksi seratserat myometrium terutama yang berada disekitar pembuluh darah

yang mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta. Atonia uteri


terjadi ketika myometrium tidak dapat berkontraksi. Pada perdarahan
karena atonia uteri, uterus membesar dan lembek pada palpusi. Atonia
uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan,
dengan memijat uterus dan mendorongnya kebawah dalam usaha
melahirkan plasenta, sedang sebenarnya bukan terlepas dari uterus. Atonia
uteri merupakan penyebab utama perdarahan postpartum.(4,5,7)
Disamping

menyebabkan

kematian,

perdarahan

postpartum

memperbesar kemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan penderita


berkurang. Perdarahan yang banyak bisa menyebabkan Sindroma
Sheehan sebagai akibat
sehingga

terjadi

nekrosis

pada

hipofisis

pars

anterior

insufiensi bagian tersebut dengan gejala : astenia,

hipotensi, dengan anemia, turunnya berat badan sampai menimbulkan


kakeksia,

penurunan

fungsi

seksual dengan atrofi alat-alat genital,

kehilangan rambut pubis dan ketiak, penurunan metabolisme dengan


hipotensi, amenorea dan kehilangan fungsi laktasi.(4,5,7)
Bebera

pa hal yang dapat mencetuskan terjadinya atonia meliputi : (3,9,10)

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.

Manipulasi uterus yang berlebihan


General anestesi (pada persalinan dengan operasi)
Uterus yang teregang berlebihan
Kehamilan kembar.
Fetal macrosomia ( berat janin antara 4500 5000 gram )
Polyhydramnion
Kehamilan lewat waktu,
Partus lama
Grande multipara (fibrosis otot - otot uterus ),
Anestesi yang dalam
Infeksi uterus ( chorioamnionitis, endomyometritis, septicemia ),
Plasenta previa,
Solutio plasenta,

2. Tissue (3)
a. Retensio plasenta
b. Sisa plasenta
c. Plasenta acreta dan variasinya
Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir, hal itu
dinamakan retensio plasenta. Hal ini bisa disebabkan karena :
plasenta belum lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah lepas akan
tetapi belum dilahirkan.(3)
Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan, tapi
apabila terlepas sebagian maka akan terjadi perdarahan yang merupakan
indikasi untuk mengeluarkannya.
Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena: (4,5)
- kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta

plasenta adhesive.
-

Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vilis komalis
menembus desidva sampai miometrium sampai dibawah peritoneum

( plasenta akreta perkreta ).


Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar
disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah
penanganan kala III. Sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian
bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta ( inkarserasio plasenta ).
(6,7)

Sisa plasenta yang tertinggal merupakan penyebab 20-25 % dari kasus

perdarahan postpartum.
Penemuan

Ultrasonografi

adanya

masa

uterus

yang

echogenic

mendukung diagnosa retensio sisa plasenta. Hal ini bisa digunakan jika
perdarahan beberapa jam setelah persalinan ataupun padapostpartum

hemorraghe. Apabila didapatkan cavum uteri kosong tidak perlu dilakukan


dilatasi dan curettage.(3)
3. Trauma
Sekitar 20% kasus hemorraghe postpartum disebabkan oleh trauma jalan
lahir.(3,8,9)
a.
b.
c.
d.

Ruptur uterus
Inversi uterus
Perlukaan jalan lahir
Vaginal hematom
Ruptur spontan uterus jarang terjadi, faktor resiko yang bisa

menyebabkan antara lain grande multipara, malpresentasi, riwayat operasi


uterus sebelumnya, dan persalinan dengan induksi oxytosin. Repture uterus
sering terjadi akibat jaringan parut section secarea sebelumnya.(3)
Laserasi dapat mengenai uterus, cervix, vagina, atau vulva, dan
biasanya terjadi karena persalinan secara operasi ataupun persalinan
pervaginam dengan bayi besar, terminasi kehamilan dengan vacuum atau
forcep, walau begitu laserasi bisa terjadi pada sembarang persalinan.
darah dibawah mukosa vagina dan vulva akan menyebabkan hematom,
perdarahan akan tersamarkan dan dapat menjadi berbahaya karena
tidak akan terdeteksi selama beberapa jam dan bisa menyebabkan terjadinya
syok. Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan yang berlebihan jika
mengenai artery atau vena yang besar, jika episitomi luas, jika ada
penundaan antara episitomi dan persalinan, atau jika ada penundaan antara
persalinan dan perbaikan episitomi.(3,6)
Perdarahan yang terus terjadi ( terutama merah menyala ) dan kontraksi uterus
baik akan mengarah pada perdarahan dari laserasi ataupun episitomi. Ketika
laserasi cervix atau vagina diketahui sebagai penyebab perdarahan maka repair
adalah solusi terbaik.Pada inversion uteri bagian atas uterus memasuki kovum

uteri, sehingga tundus uteri sebelah dalam menonjol kedalam kavum uteri.
Peristiwa ini terjadi tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar.
Inversio uteri dapat dibagi (6,7,9)
-

Fundus uteri menonjol kedalam kavum uteri tetapi belum keluar


dari ruang tersebut.

korpus uteri yang terbalik sudah masuk ke dalam vagina

Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar


terletak diluar vagina.
Tindakan yang dapat menyebabkan inversion uteri ialah perasat crede

pada korpus uteri yang tidak berkontraksi baik dan tarikan pada tali pusat
dengan plasenta yang belum lepas dari dinding uterus.(3,6)
Pada penderita dengan syok perdarahan dan fundus uteri tidak
ditemukan pada tempat yang lazim pada kala III atau setelah persalinan
selesai. Pemeriksaan dalam dapat menunjukkan tumor yang lunak diatas
servix uteri atau dalam vagina. Kelainan tersebut dapat menyebabkan
keadaan gawatdengan angka kematian tinggi ( 15 70 % ). Reposisi
secepat mungkin memberi harapan yang terbaik untuk keselamatan
penderita

4. Thrombin : Kelainan pembekuan darah


Gejala-gejala

kelainan

pembekuan

darah

bisa

berupa

penyakit

keturunan ataupun didapat, kelainan pembekuan darah bisa berupa :(3,6)


a. Hipofibrinogenemia,
b. Trombositopenia
c. Idiopathic trombocytopenic purpura
d. HELLP syndrome ( hemolysis, elevated liver enzymes, and low
platelet count ),
e. Disseminated Intravaskuler Coagulation,
f. Dilutional coagulopathy bisa terjadi pada transfusi darah lebih dari 8
unit karena darah donor biasanya tidak fresh sehingga komponen
fibrin dan trombosit sudah rusak.
Perdarahan postpartum akibat gangguan koagulasi dicurigai bila
penyebab yang lain dapat disingkirkan, apalagi disertai riwayat mengalami
hal yang sama pada persalinan sebelumnya (3,4,9)
Perdarahan postpartum sekunder disebabkan oleh infeksi uterus, sisa
plasenta, abnormalitas involusi uterus, atau oleh penyebab primer di atas
tetapi terlambat diidentifikasi. Tidak jarang perdarahan postpartum sekunder
bersifat mengancam jiwa jika tidak dikenali dan ditangani segera.(9)
Table 2.2 Etiologi3

2.5 Faktor Resiko

Riwayat hemorraghe postpartum pada persalinan sebelumnya merupakan


faktor resiko paling besar untuk terjadinya hemorraghe postpartum sehingga
segala upaya harus dilakukan untuk menentukan keparahan dan penyebabnya.
Beberapa faktor lain yang perlu kita ketahui karena dapat menyebabkan
terjadinya hemorraghe postpartum (3,6,9):
Tabel 2.3 Faktor Resiko Perdarahan Postpartum

2.6 Diagnosis
Hemorraghe postpartum digunakan untuk persalinan dengan umur
kehamilan lebih dari 20 minggu, karena apabila umur kehamilan kurang dari
20 minggu disebut sebagai aborsi spontan.

(9)

Beberapa gejala yang bisa menunjukkan hemorraghe postpartum :


1. Perdarahan yang tidak dapat dikontrol
2. Penurunan tekanan darah
3. Peningkatan detak jantung
4. Penurunan hitung sel darah merah ( hematocrit )
5. Pembengkakan dan nyeri pada jaringan daerah vagina dan sekitar perineum
Tidak perlu mengukur jumlah perdarahan sebanyak definisi (>500 cc
pada persalinan pervaginam atau >1000 cc pada persalinan perabdominal)
untuk memulai penanganan perdarahan postpartum sebab menghentikan
perdarahan lebih dini akan memberikan prognosis lebih baik. Lagipula,
perdarahan postpartum bukanlah diagnosis melainkan sebuah kondisi yang
harus dicari penyebabnya, misalnya karena atonia uteri, robekan jalan lahir,
sisa plasenta, gangguan koagulasi, atau penyebab lain (3).
Perdarahan postpartum dapat berupa perdarahan yang hebat dan
menakutkan sehingga dalam waktu singkat ibu dapat jatuh kedalam keadaan
syok. Atau dapat berupa perdarahan yang merembes perlahan-lahan tapi
terjadi terus menerus sehingga akhirnya menjadi banyak dan menyebabkan
(4)

ibu lemas ataupun jatuh kedalam syok.

Pada perdarahan melebihi 20% volume total, timbul gejala penurunan


tekanan darah, nadi dan napas cepat, pucat, extremitas dingin, sampai
terjadi syok. tekanan darah, nadi dan napas cepat, pucat, extremitas dingin,
sampai terjadi syok.(3)
Pada perdarahan sebelum plasenta lahir biasanya disebabkan retensio
plasenta atau laserasi jalan lahir, bila karena retensio plasenta maka

perdarahan akan berhenti setelah plasenta lahir. Pada perdarahan yang terjadi
setelah plasenta lahir perlu dibedakan sebabnya antara atonia uteri, sisa
plasenta, atau trauma jalan lahir. Pada pemeriksaan obstretik kontraksi
uterus akan lembek dan membesar jika ada atonia uteri. Bila kontraksi uterus
baik dilakukan eksplorasi untuk mengetahui adanya sisa plasenta atau laserasi
jalan lahir.
Perdarahan akibat gangguan koagulasi baru dicurigai bila penyebab
yang lain dapat disingkirkan apalagi disertai riwayat hal yang sama pada
persalinan sebelumnya, tendensi perdarahan pada bekas jahitan, bekas
suntikan, atau timbul hematoma. Pada pemeriksaan penunjang ditemukan hasil
faal hemostasis abnormal. Waktu perdarahan dan waktu pembekuan
memanjang, trombositopenia, terjadi hipofibrinogenemia, dan terdeteksi
adanya FDP (Fibrin Degradation Product). Predisposisi terjadinya hal ini
adalah solusio plasenta, kematian janin dalam rahim, eklampsia, emboli cairan
ketuban, dan sepsis (3).
Berikut la

ngkah-langkah sistematik untuk mendiagnosa

perdarahan

(4)

postpartum.

1. Palpasi uterus : bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri


2. Memeriksa plasenta dan ketuban : apakah lengkap atau tidak
3. Lakukan ekplorasi kavum uteri untuk mencari :
a . Sisa plasenta dan ketuban
b. Robekan rahim
c. Plasenta succenturiata
4. Inspekulo : untuk melihat robekan pada cervix, vagina, dan varises yang
pecah.

2.7 Manajemen Perdarahan Postpartum


Secara umumnya, bila terdapat perdarahan yang abnormal, apalagi
telah menyebabkan perubahan tanda vital (seperti kesadaran menurun,
pucat, limbung, berkeringat dingin, sesak napas, tekanan darah < 90 mmHg,
atau nadi > 100x per menit), maka penanganan harus segera dilakukan,
demikian halnya pada perdarahan postpartum. Ada empat komponen yang
harus dilakukan secara simultan yaitu, komunikasi, resusitasi, monitoring
dan investigasi, dan menghentikan penyebab perdarahan (3).
Komunikasi bermakna meminta bantuan, memobilisasi seluruh
tenaga yang ada dan mempersiapkan fasilitas tindakan gawat darurat.
Komunikasi dengan pasien dan keluarganya juga penting seputar kondisi
pasien dan tindakan yang akan dilakukan (3)
Tujuan utama pertrolo

ngan pada pasien dengan perdarahan

postpartum adalah menemukan dan menghentikan penyebab dari


(11)
perdarahan secepat mungkin.
Terapi pada pasien dengan hemorraghe postpartum mempunyai 2
bagian pokok :
1.

(9)

Resusitasi dan manajemen yang baik terhadap perdarahan


Resusitasi dilakukan dengan pendekatan ABC. Jalan napas (airway)
dipastikan bebas dan pernapasan (breathing) dengan. Akses sirkulasi
(circulation)
a) Pemberian oksigen via facemask (4-8 lpm).
b) Pemberian cairan : berikan normal saline atau ringer lactate

c) Transfusi darah : bisa berupa whole blood ataupun


packed red cell
d) Evaluasi pemberian cairan dengan memantau
produksi urine (dikatakan perfusi cairan ke ginjal
adekuat bila produksi urin 1 cc/ kgbb/ jam)
2. Obat-obat uterotonika
Penyuntikan obat uterotonika segera setelah melahirkan bayi
adalah salah satu intervensi paling penting yang digunakan untuk
mencegah PPP. Obat uterotonika yang paling umum digunakan adalah
oxytocin, yang telah terbukti sangat efektif dalam mengurangi kasus
PPP dan persalinan kala tiga yang lama. Syntometrine (campuran
ergometrine dengan oxytocin) ternyata malah lebih efektif daripada
oxytocin saja. Namun syntometrine dikaitkan dengan lebih banyak
efek samping, seperti sakit kepala, rasa mual, muntah dan tekanan
darah tinggi. Perempuan dengan tekanan darah tinggi (atau preeklampsia atau eklampsia yang diderita kira-kira 10% dari semua
bumil) tidak dapat menggunakan ergometrine. DIbandingkan dengan
oxytocin, ergometrine kurang stabil pada suhu ruangan dan cenderung
lebih cepat kehilangan potensinya, khususnya di daerah iklim tropis.2

Prostaglandin juga efektif untuk mengendalikan perdarahan,


tetapi secara umum lebih mahal dan memiliki berbagai efek samping,
termasuk diarrhea, muntah dan sakit perut. Pilihan terhadap obat
uterotonika mana yang akan digunakan untuk menangani perdarahan
tergantung pada penilaian klinis dari pemberi pelayanan kesehatan,
tersedianya pilihan obat, dan pertimbangan antara manfaat dan efek
sampingnya.8
Tabel 2.4 Manajemen perdarahan postpartum dengan uterotonika

3. Pada manajemen aktif persalinan kala tiga


1. Penjepitan tali pusat.
Pada manajemen aktif persalinan kala tiga, tali pusat segera dijepit dan
dipotong setelah persalinan, untuk memungkinkan intervensi manajemen aktif
yang lain. Pada manajemen menunggu, penjepitan tali pusat biasanya
dilakukan setelah tali pusat berhenti berdenyut. Walaupun tampaknya kedua
praktek tersebut tidak mempunyai perbedaan dalam pengaruhnya terhadap ibu
penjepitan segera dapat mengurangi jumlah darah plasenta yang dialirkan

pada bayi yang baru lahir. Diperkirakan bahwa penjepitan tali pusat secara
dini mencegah 20% sampai 50% darah janin mengalir dari plasenta ke bayi
(jumlah darah yang mengalir juga dipengaruhi oleh gaya berat dan letak bayi
apakah dipegang di atas atau di bawah plasenta setelah persalinan).
Berkurangnya aliran darah mengakibatkan tingkat hematokrit dan
hemoglobin yang lebih rendah pada bayi baru lahir, dan dapat mempunyai
pengaruh anemia zat besi pada pertumbuhan bayi. Satu studi menemukan
bahwa menunggu untuk menjepit tali pusat sampai ia berhenti berdenyut
mengurangi separuh dari tingkat anemia bayi pada usia dua bulan. Beberapa
studi telah membuktikan potensi meningkatnya gawat nafas neonatal akibat
penjepitan tali pusat secara dini. Pemberian obat oxytocin tanpa segera
menjepti tali pusat secara potensial dapat mengakibatkan kelebihan transfuse
pada bayi, tetapi isu ini belum cukup dipelajari. Satu kemungkinan manfaat
bagi bayi pada penjepitan dini adalah potensi berkurangnya penularan
penyakit dari darah pada kelahiran seperti HIV.8
2. Penegangan tali pusat terkendali.
Penegangan tali pusat terkendali mencakup menarik tali pusat ke
bawah dengan sangat hati-hati begitu rahim telah berkontraksi, sambil secara
bersamaan memberikan tekanan ke atas pada rahim dengan mendorong perut
sedikit di atas tulang pinggang. Praktek ini membantu dalam pemisahan
plasenta dari rahim dan pelepasannya. Dengan melakukan hanya selama
kontraksi rahim, maka mendorong tali pusat secara hati-hati ini membantu
plasenta untuk keluar. Tegangan pada tali pusat harus dihentikan segelah 30
atau 40 detik bila plasenta tidak turun, tetapi tegangan dapat diusahakan lagi
pada kontraksi rahim yang berikut.8

4. Manajemen penyebab hemorraghe postpartum

Tentukan penyebab hemorraghe postpartum :


a. Atonia uteri
Periksa ukuran dan tonus uterus dengan meletakkan satu tangan
di

fundus

uteri

dan

lakukan

massase

untuk mengeluarkan bekuan

darah di uterus dan vagina. Atonia uteri.


Ketika diagnosis atonia uteri ditegakkan segera lakukan kompresi
bimanual interna dan pastikan vesica urinaria dalam keadaan kosong. Satu
tangan pada dinding perut menahan bagian posterior uterus, tangan yang lain
pada korpus anterior dari vagina, keduanya ditekan untuk mengkompresi
uterus. Jika uterus berkontraksi keluarkan tangan setelah 1-2 menit. Jika tidak,
teruskan kompresi bimanual interna hingga 5 menit 13

Gambar 1. Kompresi bimanual interna (dikutip dari kepustakaan no. 4)


Jika kompresi bimanual interna tidak berhasil, minta bantuan orang lain
melakukan

kompresi

bimanual

eksterna

sambil

melakukan

tahap

penatalaksanaan atonia uteri selanjutnya jika penolong hanya seorang diri.


Kompresi bimanual eksterna dilakukan dengan meletakkan satu tangan pada
dinding perut, sedapat mungkin meraba bagian belakang uterus, tangan yang
lain terkepal pada bagian depan korpus uteri, kemudian jepit uterus di antara
kedua tangan tersebut. (4)

Langkah

Gambar 2. Kompresi bimanual eksterna 10


selanjutnya adalah pemberian uterotonika berupa

injeksi

metilergometrin 0,2 mg intramuskular dan pemberian drips oksitosin 20 IU


dalam 500 cc larutan Ringer Laktat. Kepustakaan lain menganjurkan
pemberian misoprostol sebagai alternatif, dosisnya bervariasi dari 200 hingga
1000 mcg, diberikan per oral atau per rectal (4). Bila atonia tidak teratasi rujuk
segera ke rumah sakit sambil meneruskan pemberian cairan intravena dan
kompresi aorta abdominalis hingga ibu mencapai tempat tujuan. (11)

Gambar 3. Kompresi aorta abdominalis10


Beberapa kepustakaan menganjurkan tamponade uterus misalnya dengan
balon untuk mengurangi bahkan menghentikan perdarahan. Berbagai tipe
kateter berbalon dapat digunakan misalnya kateter Foley, Rusch, SOS Bakri,
Sengstaken-Blakemore, atau menggunakan kondom dan handscoen steril.
Tampon kasa uterovaginal tidak dianjurkan lagi (3,5,8).

Gambar 4. A. Tampon balon hanscoen B. Tampon SOS Bakri 10

Di rumah sakit rujukan, ketika perdarahan masih terus berlangsung maka


segera dimulai tindakan operatif, mulai dari ligasi arteri uterina, ligasi arteri
ovarika, suturing hemostatis, hingga histerektomi bila perlu. (4,11).

Gambar 5 Ligasi arteri uterina 4


Suturing hemostatik, salah satunya metode B-Lynch, terbukti efektif
mengontrol perdarahan pada atonia uteri dan mengurangi angka histerektomi.
Prinsip metode ini adalah kompresi uterus difus. Metode B-Lynch
mengkompresi uterus pada bagian anterior dan posterior dengan dua jahitan
jelujur vertikal menggunakan benang kromik (4).

Gambar 6. B-Lynch suturing 8


Metode definitif menghentikan perdarahan postpartum adalah histerektomi.
Histerektomi merupakan langkah terakhir ketika berbagai metode gagal.
Histerektomi tanpa terapi bedah alternatif terlebih dahulu mungkin saja
dilakukan dengan mempertimbangkan keselamatan ibu. (8)
a. Retensi atau sisa plasenta
Kontraksi uterus yang efektif akan terjadi ketika plasenta mengalami ekspulsi
komplit termasuk tanpa bekuan darah di cavum uteri. Pada retensio plasenta,

sepanjang plasenta belum terlepas, maka tidak akan menimbulkan perdarahan.


Pengeluaran plasenta dilakukan dengan manual plasenta. Bila sebagian
plasenta telah terlepas

dan menimbulkan perdarahan yang cukup banyak

segera antisipasi dengan manual plasenta. (3,6,9)

Gambar 7. Manual plasenta 4


Sisa plasenta dan bekuan darah diduga bila kotiledon dan selaput ketuban
lahir tidak lengkap pada pemeriksaan plasenta, kontraksi baik, robekan jalan
lahir telah dijahit, tetapi masih ada perdarahan dari ostium uteri eksternum.
Sisa plasenta dapat dikeluarkan secara manual, kecuali pada kondisi plasenta
akreta, inkreta, dan perkreta. Untuk memastikan adanya sisa plasenta dapat
dilakukan eksplorasi dengan tangan, kuret, atau ultrasonografi. (3)
b. Robekan jalan lahir
Robekan perineum, vagina, hingga serviks umumnya mudah
diidentifikasi dengan inspeksi dan inspekulo. Semua sumber perdarahan yang
terbuka harus diklem, diikat, dan luka ditutup dengan catgut lapis demi lapis
sampai perdarahan berhenti. Umumnya penjahitan dilakukan dengan anestesi
lokal, kecuali bila penderita sangat kesakitan dan tidak kooperatif, dapat
dilakukan konsultasi dengan sejawat anestesi untuk ketenangan dan keamanan
saat hemostasis (3).
Ruptur uteri dan robekan jalan lahir yang luas, dalam serta melibatkan
struktur sekitar misalnya rektum dan vesika urinaria, membutuhkan intervensi
bedah. (5)
c. Gangguan koagulasi
Jika manual eksplorasi telah menyingkirkan adanya rupture uteri, sisa
plasenta dan perlukaan jalan lahir disertai kontraksi uterus yang baik mak

kecurigaan penyebab perdarahan adalah gangguan pembekuan darah.


Lanjutkan dengan pemberian product darah pengganti ( trombosit,fibrinogen).
Terapi yang dilakukan adalah dengan transfusi darah dan produknya seperti
plasma beku segar, trombosit, fibrinogen dan heparinisasi atau pemberian
EACA (epsilon amino caproic acid) (3).
d. Terapi pembedahan
1 ) Laparatomi
Pemilihan jenis irisan vertical ataupun horizontal (Pfannenstiel) adalah
tergantung operator. Begitu masuk bersihkan darah bebas untuk memudahkan
mengeksplorasiuterus dan jaringan sekitarnya untuk mencari tempat rupture
uteri ataupun hematom. Reparasi tergantung tebal tipisnya rupture. Pastikan
reparasi benar- benar menghentikan perdarahan dan tidak ada perdarahan
dalam

karena

hanya

akan

menyebabkan

perdarahan keluar lewat

vagina.
Pemasangan drainase apabila perlu. Apabila setelah pembedahan
ditemukan uterus intact dan tidak ada perlukaan ataupun rupture lakukan
kompresi bimanual disertai pemberian uterotonica.
2) Ligasi arteri
a) Ligasi uteri uterine
Prosedur sederhana dan efektif menghentikan perdarahan yang berasal
dari uterus karena uteri ini mensuplai 90% darah yang mengalir ke
uterus. Tidak ada gangguan aliran menstruasi dan kesuburan.
b) Ligasi arteri ovarii
Mudah dilakukan tapi kurang sebanding dengan hasil yang diberikan
c) Ligasi arteri iliaca interna

Efektif mengurangi perdarahan yang bersumber dari semua traktus


genetalia dengan mengurangi tekanan darah dan circulasi darah sekitar
pelvis. Apabila tidak berhasil menghentikan perdarahan, pilihan
berikutnya adalah histerektomi.
3

Histerektomi
Merupakan tindakan curative dalam menghentikan perdarahan yang
berasal dari uterus. Total histerektomi dianggap lebih baik dalam kasus ini
walaupun subtotal histerektomi lebih mudah dilakukan, hal ini disebabkan
subtotal histerektomi tidak begitu efektif menghentikan perdarahan apabila
berasal dari segmen bawah rahim, servix, fornix vagina.

2.8 Pencegahan
Pencegahan merupakan tindakan terbaik, dan identifikasi berbagai faktor
resiko merupakan salah satu langkah mengantisipasi perdarahan postpartum.
Stratifikasi kehamilan berdasarkan resiko memudahkan penataan strategi pelayanan
kesehatan terhadap ibu hamil sesuai jenjang fasilitas rujukan. Berbagai hal dapat
dilakukan dalam rangka mengantisipasi hal tersebut, antara lain:
1. Mengoptimalkan kondisi ibu sebelum hamil dan sebelum bersalin, misalnya
mengatasi anemia, mengobati penyakit kronis, memperbaiki keadaan umum
dan lain-lain.
2. Mengidentifikasi faktor resiko perdarahan postpartum baik antepartum
maupun intrapartum, sehingga kehamilan beresiko tinggi segera dapat
ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih di tempat rujukan dengan fasilitas
3.

memadai.
Membekali diri dengan penguasaan langkah-langkah pertolongan pertama
perdarahan postpartum, dan mengadakan rujukan sebagaimana mestinya.(3,8)
Saat persalinan berlangsung, berbagai riset membuktikan manajemen aktif

kala tiga berhasil menurunkan insidens perdarahan postpartum. Manajemen aktif kala

tiga mencakup: pemberian uterotonika dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir,
penegangan tali pusat terkendali disertai penekanan uterus ke arah dorsokranial
(manuver Brandt-Andrew), dan masase uterus melalui dinding abdomen pasca
kelahiran plasenta. Kombinasi ketiga tindakan tersebut bertujuan menghasilkan
kontraksi uterus yang baik sehingga mempersingkat waktu dan mengurangi
perdarahan pada kala tiga persalinan dibanding manajemen pasif (fisiologis),
termasuk mengurangi permintaan transfusi, dan menurunkan angka kematian
maternal.
Tertinggalnya sisa plasenta dan bekuan darah dalam kavum uteri dapat
dicegah dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta dan segera
mengevakuasinya secara manual bila ditemukan (3,10)

Gambar 8. Memeriksa kelengkapan plasenta (dikutip dari kepustakaan no 10)


Robekan jalan lahir dapat dicegah dengan menghindari pimpinan
persalinan pada saat pembukaan serviks belum lengkap, menghindari pertolongan
persalinan yang manipulatif dan traumatik. Robekan jalan lahir dapat terjadi saat
kepala dan bahu dilahirkan terlalu cepat dan tidak terkendali. Pengendalian kecepatan
dan pengaturan diameter kepala saat melewati introitus dengan menyokong perineum
dan mengendalikan keluarnya kepala bayi secara bertahap dan hati-hati dapat
mengurangi regangan berlebihan pada vagina dan perineum. Episiotomi rutin untuk
mencegah robekan berlebihan pada perineum tidak didukung oleh bukti-bukti ilmiah
yang cukup sehingga tidak dianjurkan sebab justru meningkatkan resiko robekan

derajat tiga atau empat, meningkatkan jumlah darah yang hilang dan resiko hematom
(12,13)

2.1 Algoritma Penanganan Perdararahan Pospartum

BAB 3
TINJAUAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama Pasien

: Ny K

Usia

: 32 tahun

Alamat

: Kutisari Indah Utara 10/104

27

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Agama

: Islam

Suku

: Jawa

MRS

: 10-11-2016

Jam MRS

: 00.30 WIB

No. Registrasi

: 789705

Suami:
Nama suami

: Tn M

Usia

: 36 tahun

Pekerjaan

: Swasta

Pendidikan terkahir

: SMA

Alamat

: Kutisari Indah Utara 10/104

Agama

: Islam

Suku

: Jawa

3.2 ANAMNESIS
3.2.1 Keluhan Utama:
Bayi tidak lahir-lahir
3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan bayi tidak lahir lahir sejak 3 jam
sebelum dibawa ke vk rsu haji surabaya yaitu pukul 22.00. saat itu
pasien sudah dikatakan bahwa pembukaan sudah lengkap, oleh bidan
pasien sudah dipimpin persalianan sejak 3 jam yang lalu tetapi bayi
masih belum lahir. Pasien sudah mendapatkan infus D5% saat dibidan.

28

Kenceng-kenceng dirasakan sejak 1 hari yang lalu. Kenceng-kenceng


dirasakan semakin lama semakin sering. Dalam 10 menit terdapat 2-3x
kenceng-kenceng dan lamanya seekitar 40 detik. Ketuban pasien juga
sudah pecah sejak pukul 18.15 saat di rumah bidan. Pasien oleh bidan di
rujuk ke RS haji dan tiba pukul 00.30 WIB.
3.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu:
Hipertensi disangkal
Diabetes mellitus disangkal
Penyakit jantung disangkal
Asma disangkal
Alergi disangkal
3.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi disangkal
Diabetes Mellitus disangkal
Penyakit jantung disangkal
Alergi disangkal
3.2.5Riwayat Obstetri

Hamil ini

3.2.6 Riwayat Menstruasi

HPHT

: 09 02 2016

TP

: 10 - 11 - 2016

UK

: 39-40 minggu

Menarche

: 13 tahun, teratur

Siklus mens

: 28 hari

Lama

: 7 hari

Banyak darah : 2x ganti pembalut/hari

Dismenorhe

: (+) Awal menstruasi

3.2.7 Riwayat Menikah

Menikah 1 kali.

Lama pernikahan 1 tahun 2 bulan

29

3.2.8 Riwayat Kontrasepsi


(-)

3.2.9 Riwayat ANC


Rutin tiap bulan dibidan dekat ruah
3.3 PEMERIKSAAN FISIK
3.3.1 Status generalis

Kesadaran
GCS
Keadaan umum
TB
BB
BMI
Status Gizi

Vital Sign :

TD

: 110/80 mmHg

Nadi

: 80x/menit

RR

: 20x/menit

: 36,6C (axilla)

: Compos mentis
: 456
: Cukup
: 160 cm
: 56 kg
: 21,87 kg/m2
: Normal

Pemeriksaan :
-

Kepala-leher :
Normocephal
Mata

: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),

edema palpebral (-/-)


Wajah : pucat (-), bibir sianosis: (-)
Hidung : dyspneu (-/-)
Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Peningkatan JVP (-)
-

Thoraks :
Pulmo:

30

Inspeksi: normochest, retraksi ICS (-)

Palpasi: fremitus simetris (dextra & sinistra)

Sonor

Sonor

Sonor

Sonor

Sonor

Sonor

Perkusi:

Auskultasi:
Vesikular

Vesikular

Vesikular

Vesikular

Vesikular

Vesikular

Ronkhi dan Wheezing


-

Cor:

Inspeksi

: ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: ictus cordis tidak kuat angkat


Perkusi : batas jantung dalam batas normal,
tidak ada pembesaran jantung

Auskultasi : S1 S2 normal reguler, murmur (-), gallop (-).

31

Payudara: simetris, puting susu menonjol (dextra & sinistra),


Sudah mengeluarkan ASI
-

Abdomen :
Inspeksi : membuncit, perut tampak gravida.
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Perkusi : pekak hepar (+)
Auskultasi: bising usus (+) normal
Inspeksi

Genitalia:
: fluxus (+), pembesaran kelenjar Bartholin (-),

kondiloma akuminata (-), varises (-), flour albus (-), Palpasi :


Nyeri tekan (-)

Ekstremitas :
Akral hangat

Pitting edema

Sianosis

CRT <2 detik


3.3.2 Status obstetri:
Abdomen:
-Pemeriksaan Leopold :
I

: Bulat, lunak, tidak melenting, TFU : 31 cm.

II : Terdapat tahanan memanjang keras pada bagian kiri,


sedangkan bagian kanan teraba bagian kecil janin.
III : teraba keras kesan kepala, bagian terendah janin sudah
masuk PAP.
32

IV : Divergen

DJJ 144 x/menit

EFW : (TFU-12)x155 = 2.945 gram


Pemeriksaan Dalam ( Vaginal Toucher) :
-

Inspeksi vagina: cairan jernih merembes per vaginam (+)


bloody show (+)

Vaginal touche:
-

Pembukaan

: 10 cm

Effacement

: 100 %

Presentasi

: Kepala

Denominator

: UUK

Hodge

: III

Selaput ketuban

:-

3.4 RESUME
Ny K/ 32 tahun
Bayi belum lahir sejak 3 jam setelah pembukaan lengkap
Ketuban sudah pecah sejak pukul 18.15. WIB.
His 10.2-3x.40 menit
Pasien sudah mendapat infus D5%
Riwayat Obstetri : Hamil ini
Riwayat Menstruasi

HPHT

: 09 02 2016

TP

: 10 - 11 2016

UK

: 39-40 minggu

Status obstetri:
Abdomen:
-Pemeriksaan Leopold :
I

: Bulat, lunak, tidak melenting, TFU : 31 cm.

33

II : Terdapat tahanan memanjang keras pada bagian kiri,


sedangkan bagian kanan teraba bagian kecil janin.
III : teraba keras kesan kepala, bagian terendah janin sudah
masuk PAP.
IV : Divergen

DJJ 144 x/menit

EFW : (TFU-12)x155 = 2.945 gram


Pemeriksaan Dalam ( Vaginal Toucher) :
-

Inspeksi vagina: cairan jernih merembes per vaginam (+)


bloody show (+)

Vaginal touche:
-

Pembukaan

: 10 cm

Effacement

: 100 %

Presentasi

: Kepala

Denominator

: UUK

Hodge

: III

Selaput ketuban

:-

3.5 DIAGNOSIS SEMENTARA


G1 P000 UK 39-40 minggu / T /H/ IU / Letak membujur /presentasi kepala /
UPD~N / TBJ: 2945gram + Prolong second stage.
3.6 PLANNING
3.6.1 Diagnosis:
(-)
3.6.2 Terapi:
Pro partus persalinan pervaginam.
3.6.3 Monitoring:
1. Observasi tanda inpartu
2. Vital sign (Tensi, nadi, suhu, RR)
34

3. Observasi CHPB dan keluhan pasien


3.6.4 Edukasi:
1. Mengedukasikan cara mengejan yang baik kepada ibu yaitu dengan
mengatupkan gigi, dagu didekatkan ke dada, lalu mengejan sekuat tenaga
tanpa bersuara seperti mengejan saat BAB. Ajari ibu untuk mengejan saat
terasa kenceng-kenceng saja.
2. Mengedukasikan ibu posisi melahirkan yang benar. ( McRoberts
Manuver) dimana melakukan hiperfleksi kaki ke arah perut dan kedua
tangan menahan dibawah lutut sehingga sudut inklinasi mengecil.

FOLLOW UP PASIEN

Tanggal
11.11.2016

Pukul
00.30 WIB

Monitoring
S: Pasien merasa kenceng-kenceng semakin
meningkat
O: KU : baik, TD = 120/70, nadi = 88x/mnt,
RR = 20x/mnt, t = 36,7C
His 10.4.50 kuat.
VT: 10 cm/Eff 100% /Kep/UUK/Ket (-)/H
III
A: G1 P000 UK 39-40 minggu / T /H/ IU /
Letak

membujur

/presentasi

kepala

UPD~N / TBJ: 2945gram + Prolong second


stage.
P: Ibu dipimpin mengejan

35

11/11/2016

11/11/2016

00.45 WIB

01.30 WIB

S : (-)
O :
Partus spt.B / perempuan / Berat 2900 gr /
Panjang 49 cm / Apgar Score : 7-8
A : P1001 Post partum pervaginam
P:
Manajemen Aktif kala III
S : pasien merasa lemas
O : Plasenta baru terlahir lengkap, perdarahan
pervaginam 600cc.
Episiotomy (+) perineoraphy
TD: 100/80
RR: 20

HR: 84 x/mnt
Temp: 36,7C

A : P1001 Post partum pervaginam + retensio


plasenta + Perdarahan Post Partum
P:
Terapi :
infus RL 3 flash grojok
Oksitosin drip 2 ampul dalam 500cc RL 20
tpm
Manual plasenta.
11/11/2016

02.00 WIB

diagnosis : DL
S : pasien merasa lemas,
O : KU : ibu tampak lemah
TD: 110/80
RR: 20

HR: 78 x/mnt
Temp: 36,5C

Pemerikssan Fisik :

Kepala/leher : a/i/c/d : -/-/-/- KGB (-),


pemb.Kel.Tiroid (-)

Payudara:

simetris,

puting

susu

menonjol (dextra & sinistra), Sudah


mengeluarkan ASI

Pulmo : I: normochest, P: Fremitus raba


+/+.Dbn, P: sonor+/+ , a:ves+/+, rh-/-,

36

wh -/

Cor: I: IC tdk tampak, P: IC tdk kuat


angkat, P: Batas jantung dbn, A:S1S2
tunggal G (-), M (-)

Abdomen: uterus dua jari dibawah pusat


BAB dan BAK normal.

Ekstremitas Atas : edema (-/-), akral


kering, merah, hangat (+/+), CRT <2
detik

Ekstremitas Bawah: edema (-/-), akral


kering, merah, hangat (+/+), CRT <2
detik

Vagina :
Fluksus masih keluar dari jalan lahir ibu, tetapi
sudah berkurang.
jahitan episiotomy tidak ada yang terlepas
A : P1001 Post partum pervaginam + retensio
plasenta + Perdarahan Post Partum
P : infus RL 3 flash grojok
Oksitosin drip 2 ampul dalam 500cc RL 20
11/11/2016

03.00 WIB

tpm
S : pasien merasa perut bagian bawah nyeri
O : KU : ibu tampak lemah
TD: 110/80
RR: 20

HR: 84 x/mnt
Temp: 36,5C

Pemerikssan Fisik :

Kepala/leher : a/i/c/d : -/-/-/- KGB (-),


pemb.Kel.Tiroid (-)

Payudara:

simetris,

puting

susu

menonjol (dextra & sinistra), Sudah


mengeluarkan ASI

Pulmo : I: normochest, P: Fremitus raba


+/+.Dbn, P: sonor+/+ , a:ves+/+, rh-/-,
37

wh -/

Cor: I: IC tdk tampak, P: IC tdk kuat


angkat, P: Batas jantung dbn, A:S1S2
tunggal G (-), M (-)

Abdomen: uterus dua jari dibawah pusat


BAB dan BAK normal.

Ekstremitas Atas : edema (-/-), akral


kering, merah, hangat (+/+), CRT <2
detik

Ekstremitas Bawah: edema (-/-), akral


kering, merah, hangat (+/+), CRT <2
detik

Vagina :
Fluksus masih keluar dari jalan lahir ibu, tetapi
hanya sedikit
Jahitan episiotomy tidak ada yang terlepas
A : P1001 Post partum pervaginam + retensio
plasenta + Perdarahan Post Partum
P : infus RL 14 tpm.
Asam traneksamat 3 x 500 mg.
Asam Mefenamat 3x500 mg.
Hasil lab
Hb: 11.4 g/dL
Leukosit: 10.600 mm3
HCT 32 %
Trombosit 509.000 mm3

38

11/11/2016

04.00 WIB

S : pasien merasa perut bagian bawah nyeri


O : KU : ibu tampak lemah
TD: 110/80
RR: 20

HR: 80 x/mnt
Temp: 36,2C

Pemerikssan Fisik :

Kepala/leher : a/i/c/d : -/-/-/- KGB (-),


pemb.Kel.Tiroid (-)

Payudara:

simetris,

puting

susu

menonjol (dextra & sinistra), Sudah


mengeluarkan ASI

Pulmo : I: normochest, P: Fremitus raba


+/+.Dbn, P: sonor+/+ , a:ves+/+, rh-/-,
wh -/-

Cor: I: IC tdk tampak, P: IC tdk kuat


angkat, P: Batas jantung dbn, A:S1S2
tunggal G (-), M (-)

Abdomen: uterus dua jari dibawah pusat

Ekstremitas Atas : edema (-/-), akral


kering, merah, hangat (+/+), CRT <2
detik

Ekstremitas Bawah: edema (-/-), akral


kering, merah, hangat (+/+), CRT <2
detik

Vagina :
Fluksus masih keluar tetapi hanya sedikit
jahitan episiotomy tidak ada yang terlepas
A : P1001 Post partum pervaginam + retensio
plasenta + Perdarahan Post Partum
P : infus RL 14 tpm.
Asam traneksamat 3 x 500 mg.
Asam Mefenamat 3x500 mg.

39

11/11/2016

05. 00

S : pasien merasa perut bagian bawah nyeri


O : KU : ibu tampak lemah
TD: 120/80
RR: 20

HR: 80x/mnt
Temp: 36,3C

Pemerikssan Fisik :

Kepala/leher : a/i/c/d : -/-/-/- KGB (-),


pemb.Kel.Tiroid (-)

Payudara:

simetris,

puting

susu

menonjol (dextra & sinistra), Sudah


mengeluarkan ASI

Pulmo : I: normochest, P: Fremitus raba


+/+.Dbn, P: sonor+/+ , a:ves+/+, rh-/-,
wh -/-

Cor: I: IC tdk tampak, P: IC tdk kuat


angkat, P: Batas jantung dbn, A:S1S2
tunggal G (-), M (-)

Abdomen: uterus dua jari dibawah pusat


BAB dan BAK normal

Ekstremitas Atas : edema (-/-), akral


kering, merah, hangat (+/+), CRT <2
detik

Ekstremitas Bawah: edema (-/-), akral


kering, merah, hangat (+/+), CRT <2
detik

Vagina :
Fluksus (+)
jahitan episiotomy tidak ada yang terlepas
A : P1001 Post partum pervaginam + retensio
plasenta + Perdarahan Post Partum
P : infus RL 14 tpm.
Asam traneksamat 3 x 500 mg.
Asam Mefenamat 3x500 mg.
Pasien dipindah ke ruang nifas.

40

12/11/2016

08.00

S : (-)
Pasien dua kali ganti pembalut sejak tadi
malam sampai pagi ini dan pembalut penuh
O : KU : baik
TD: 120/80

HR: 80x/mnt

RR: 20

Temp: 36,3C

Pemerikssan Fisik :

Kepala/leher : a/i/c/d : -/-/-/- KGB (-),


pemb.Kel.Tiroid (-)

Payudara:

simetris,

puting

susu

menonjol (dextra & sinistra), Sudah


mengeluarkan ASI

Pulmo : I: normochest, P: Fremitus raba


+/+.Dbn, P: sonor+/+ , a:ves+/+, rh-/-,
wh -/-

Cor: I: IC tdk tampak, P: IC tdk kuat


angkat, P: Batas jantung dbn, A:S1S2
tunggal G (-), M (-)

Abdomen: uterus dua jari dibawah pusat


BAB & BAK Nornal

Ekstremitas Atas : edema (-/-), akral


kering, merah, hangat (+/+), CRT <2
detik

Ekstremitas Bawah: edema (-/-), akral


kering, merah, hangat (+/+), CRT <2
detik

Vagina :
Fluksus (+)
,jahitan episiotomy tampak baik dan tidak ada
yang terlepas
A : P1001 Post partum pervaginam + retensio
plasenta + Perdarahan Post Partum
P : infus RL 14 tpm.
41

Asam traneksamat 3 x 500 mg.

13/11/2016

09.00

S : (-)
Pasien mengaku ganti pembalut sekali sejak
O : KU : baik
TD: 120/70

HR: 85 x/mnt

RR: 20

Temp: 36,3C

Pemerikssan Fisik :

Kepala/leher : a/i/c/d : -/-/-/- KGB (-),


pemb.Kel.Tiroid (-)

Payudara:

simetris,

puting

susu

menonjol (dextra & sinistra), Sudah


mengeluarkan ASI

Pulmo : I: normochest, P: Fremitus raba


+/+.Dbn, P: sonor+/+ , a:ves+/+, rh-/-,
wh -/-

Cor: I: IC tdk tampak, P: IC tdk kuat


angkat, P: Batas jantung dbn, A:S1S2
tunggal G (-), M (-)

Abdomen: uterus dua jari dibawah pusat

Ekstremitas Atas : edema (-/-), akral


kering, merah, hangat (+/+), CRT <2
detik

Ekstremitas Bawah: edema (-/-), akral


kering, merah, hangat (+/+), CRT <2
detik

Vagina :
jahitan episiotomy tampak baik dan tidak ada

42

yang terlepas
A : P1001 Post partum pervaginam + retensio
plasenta + Perdarahan Post Partum
P : infus RL 14 tpm.
Asam traneksamat 3 x 500 mg.
Pasien rencana KRS.

43

DAFTAR PUSTAKA

1. Cuningham FG, et al. Postpartum Hemorrhage. William Obstetrics 22th


p463. Connecticut: Appleton and Lange, 2005.
2. WHO. World Health Report 2005Make every mother and child count.
Geneva: World Health Organization, 2005.
3. Ramanathan, Gand Arulkumaran, S. Postpartum Hemorrhage. J Obstet
Gynaecol Can 2006;28(11):967973.
4. Timothy R. Maternal Mortality. J Obstet Gynecol Can 2011;33(10):989-990
5. Hogan MC, et al. Maternal mortality for 181 countries, 19802008: a
systematic analysis of progress towards Millennium Development Goal 5.
Lancet 2010;375:160923.
6. Martaadisubrata D, dkk. Bunga Rampai Obstetri dan Ginekologi Sosial.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2005.
7. Maughan KL, et al. Preventing Postpartum Hemorrhage: Managing the
Third Stage of Labor. AmFam Physician 2006;73:1025-8.
8. Marzi I. Hemorrhagic shock: update in pathophysiology and therapy. Acta
Anaesthesiol Scand Suppl 1997;111:42-4.
9. Anderson J M and Etches D. Prevention and Management of Postpartum
Hemorrhage. Am Fam Physician 2007;75:875-82.

44

10. Abdul Bari Saifuddin, dkk. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal Ed. 1. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 2002.
11. John RS. Management of Third Stage of Labor. Medscape Reference.
12. Prendiville WJ, et al. Review : Active versus expectant management in the
third stage of labour. The Cochrane Library, Issue 2. Oxford, UK: Update
Software, 2002.
13. Schuurmans N, et al. SOGC Clinical Practice Guidline. Prevention and
Management of Postpartum Hemorrhage. J Soc Obstet Gynaecol Can
2000;22(4):271-81.

45

Anda mungkin juga menyukai

  • Bronkopneumonia Anak
    Bronkopneumonia Anak
    Dokumen19 halaman
    Bronkopneumonia Anak
    Titis Kusuma Anindya
    100% (4)
  • Nosokomial DR - Bao
    Nosokomial DR - Bao
    Dokumen20 halaman
    Nosokomial DR - Bao
    Tetipuspita Sari
    Belum ada peringkat
  • Pengetahuan
    Pengetahuan
    Dokumen9 halaman
    Pengetahuan
    Tetipuspita Sari
    Belum ada peringkat
  • Kasus DF Teti
    Kasus DF Teti
    Dokumen7 halaman
    Kasus DF Teti
    Tetipuspita Sari
    Belum ada peringkat
  • Referat Bronkopneumonia
    Referat Bronkopneumonia
    Dokumen19 halaman
    Referat Bronkopneumonia
    Fahmi Hidayati
    50% (2)
  • Cover Nosokomial
    Cover Nosokomial
    Dokumen1 halaman
    Cover Nosokomial
    Tetipuspita Sari
    Belum ada peringkat
  • Drmatitis Atopik
    Drmatitis Atopik
    Dokumen27 halaman
    Drmatitis Atopik
    Galih
    Belum ada peringkat
  • Sectio Caesarea
    Sectio Caesarea
    Dokumen12 halaman
    Sectio Caesarea
    Tetipuspita Sari
    Belum ada peringkat
  • Demam Dengue
    Demam Dengue
    Dokumen22 halaman
    Demam Dengue
    Tetipuspita Sari
    Belum ada peringkat
  • Iud Pascasalin
    Iud Pascasalin
    Dokumen26 halaman
    Iud Pascasalin
    Tetipuspita Sari
    Belum ada peringkat
  • Cover 1
    Cover 1
    Dokumen1 halaman
    Cover 1
    Tetipuspita Sari
    Belum ada peringkat
  • BIODATA DM Teti
    BIODATA DM Teti
    Dokumen1 halaman
    BIODATA DM Teti
    Tetipuspita Sari
    Belum ada peringkat
  • Demam Berdarah PDF
    Demam Berdarah PDF
    Dokumen15 halaman
    Demam Berdarah PDF
    Dwipuspitasari Mencaricintasejati Sampaiwaktukanberhenti
    Belum ada peringkat
  • BIODATA DM Seisa
    BIODATA DM Seisa
    Dokumen1 halaman
    BIODATA DM Seisa
    Tetipuspita Sari
    Belum ada peringkat
  • Penge Sah An
    Penge Sah An
    Dokumen2 halaman
    Penge Sah An
    Tetipuspita Sari
    Belum ada peringkat
  • Tinea
    Tinea
    Dokumen27 halaman
    Tinea
    Tetipuspita Sari
    Belum ada peringkat
  • 93 280 1 PB
    93 280 1 PB
    Dokumen5 halaman
    93 280 1 PB
    Tetipuspita Sari
    Belum ada peringkat
  • Follow Up Pasien
    Follow Up Pasien
    Dokumen9 halaman
    Follow Up Pasien
    Tetipuspita Sari
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen1 halaman
    Daftar Isi
    Tetipuspita Sari
    Belum ada peringkat
  • Biodata DM Friska
    Biodata DM Friska
    Dokumen1 halaman
    Biodata DM Friska
    Tetipuspita Sari
    Belum ada peringkat
  • Biodata DM Rosi
    Biodata DM Rosi
    Dokumen1 halaman
    Biodata DM Rosi
    Tetipuspita Sari
    Belum ada peringkat
  • Cover 1
    Cover 1
    Dokumen1 halaman
    Cover 1
    Tetipuspita Sari
    Belum ada peringkat
  • Cover Referat Cha
    Cover Referat Cha
    Dokumen4 halaman
    Cover Referat Cha
    Tetipuspita Sari
    Belum ada peringkat
  • Referat Ruptur Perineum
    Referat Ruptur Perineum
    Dokumen22 halaman
    Referat Ruptur Perineum
    Fatiha Sri Utami Tamad
    100% (3)
  • Makalah Osteomyelitis Final
    Makalah Osteomyelitis Final
    Dokumen19 halaman
    Makalah Osteomyelitis Final
    mira sherry
    Belum ada peringkat
  • Farmako 1 Asma Bronkial Kinanthi Paramita
    Farmako 1 Asma Bronkial Kinanthi Paramita
    Dokumen23 halaman
    Farmako 1 Asma Bronkial Kinanthi Paramita
    Tetipuspita Sari
    Belum ada peringkat
  • Persalinan Normal
    Persalinan Normal
    Dokumen28 halaman
    Persalinan Normal
    Tetipuspita Sari
    Belum ada peringkat
  • Gastritis
    Gastritis
    Dokumen10 halaman
    Gastritis
    Tetipuspita Sari
    Belum ada peringkat