Kudus - Menperin MS Hidayat mengatakan aturan industri rokok semakin ketat di dalam negeri maupun dunia
karena pertimbangan perlindungan konsumen dan kesehatan. "Hampir semua industri rokok di dunia tetap
berproduksi, tapi dengan aturan dan persyaratan yang cukup ketat," katanya di selasela kunjungan kerja ke pabrik
sigaret
kretek
tangan
PT
Djarum,
di
Kudus,
Jawa
Tengah,
Selasa.
Menurut dia, selama itu industri rokok tersebut mampu mengikuti peraturan dan persyaratan tersebut, maka industri
yang banyak menyerap tenaga kerja tersebut akan terus beroperasi. "Pemerintah dalam hal ini Kementerian
Perindustrian mempertahankan industri rokok, karena berbagai pertimbangan seperti penyerapan tenaga kerja,
pembayaran
pajak,
efek
berantai
dari
hulu
ke
hilir,"
ujar
Hidayat.
Tahun 2011 pendapatan negara dari cukai rokok mencapai Rp77 triliun naik dibandingkan 2010 sebesar Rp59,3
triliun. Pendapatan cukai tersebut berasal dari produksi 279,4 miliar batang rokok pada 2011 dan 249,1 miliar batang
rokok
pada
2010.
Namun Hidayat menekankan dalam pengembangan industri rokok tersebut, pemerintah tetap mempertimbangkan
aspek kesehatan seperti yang direkomendasikan Kementerian Kesehatan dan WHO antara lain melalui peningkatan
kualitas rokok dan penerapan cukai tinggi, serta pembatasan produksi. "Peraturan itu tidak bermaksud mematikan
industri
rokok.
Pemerintah ingin industri rokok tetap bertahan. Bila dampak peraturan itu, membuat bangkrut industri rokok, maka
peraturan
akan
kami
kaji
ulang,"
katanya.
Bahkan, kata Hidayat, melalui rancangan peraturan pemerintah (RPP) pemerintah ingin rokok tetap bertahan dan
berdaya
saing.
"Produksinya
tidak
hanya
untuk
dalam
negeri,
tapi
juga
ekspor,"
katanya.
Sementara itu Direktur Produksi PT Djarum Budi Santoso mengatakan pemerintah perlu mewaspadai upaya
berbagai pihak yang menghambat produksi rokok kretek Indonesia yang berpotensi masuk ke pasar dunia. "Rokok
kretek
perlu
dipertahankan,
jangan
sampai
diisi
pasarnya
dengan
rokok
lain,"
katanya.
Namun, Menperin juga mengungkapkan peraturan yang dianggap memberatkan pelaku usaha di bidang industri
rokok perlu dikaji ulang. "Terbitnya peraturan menteri, tentunya bukan bertujuan untuk mematikan perusahaan rokok,
jika
kondisinya
memang
demikian,
tentunya
perlu
dikaji
ulang,"
ujarnya.
Menurut dia, terbitnya peraturan menteri yang mengatur soal industri rokok bertujuan untuk melakukan seleksi
terhadap mutu dan kualitas, karena menyangkut masalah kesehatan dan konsumen. Apabila terbitnya peraturan
menteri mengakibatkan terjadinya penurunan produksi dan bangkrut, katanya, akan menjadi pertimbangan untuk
dikaji
ulang,
karena
tujuannya
bukan
demikian.
Industri rokok diakui mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang cukup besar, sehingga sampai sekarang
tetap
dipertahankan,
meskipun
masalah
isu
kesehatan
mulai
muncul.
Selain itu, industri rokok dipertahankan juga karena mempertimbangkan nilai pembayaran pajak dan efek dari usaha
tersebut
yang
dimulai
dari
hulu
hingga
ke
hilir.
Akan tetapi, kata dia, pemerintah juga tetap mempertimbangkan aspek kesehatan yang direkomendasikan oleh
Kementerian Kesehatan maupun Badan Kesehatan Dunia (WHO), sehingga perlu ada keseimbangan. "Sepanjang
kita mengikuti aturan dan persyaratan dalam perindustrian rokok yang dinilai cukup ketat, industri tersebut tentunya
tetap
bisa
berjalan
dengan
baik,"
ujarnya.
Demikian halnya, lanjut dia, terkait penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pengendalian
Produl Inn bakau juga bertujuan uniiik mempertahankan industri rokok, akan tetapi dengan persyaratan yang ada.
Mengenai "road map" yang dibuat oleh pemerintah, katanya, tetap tidak membuat tingkat produksinya menurun,
sebaliknyn tetap meningkat. "Kami juga menginginkan rokok dari Indonesia bisa dieksor dalam jumlah yang lebih
besar, sehingga tidak hanya dikonsumsi di dalam negeri," ujarnya berharap
http://www.kemenperin.go.id/artikel/3525/Menperin:-Aturan-Industri-Rokok-MakinKetat