Anda di halaman 1dari 2

MEA dalam Perspektif Keperawatan

Rabu, 3 Juni 2015 14:22


Oleh Zamna Idyan
ASEAN Economy Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan
diberlakukan pada akhir Desember 2015 mendatang. Babak baru perdagangan antarnegaranegara di kawasan ASEAN akan membuka tantangan dan peluang bagi para pelaku pasar dan
jasa. Namun sosialisasi dan informasi tentang MEA di tanah air masih sangat terbatas. Tidak
banyak masyarakat Indonesia yang mendapat informasi tentang MEA, bahkan masih ada
kalangan akademisi yang belum tau informasi MEA yang notabene punya akses informasi yang
lebih cepat dibanding masyarakat awam. Apa sesungguhnya MEA dan apa implikasi yang akan
dihadapi oleh masyarakat di kawasan ASEAN dengan akan diberlakukannya MEA ini?
MEA adalah suatu program kerja sama antar Negara-negara ASEAN yang dideklarasikan pada
2013 di Bali oleh sejumlah petinggi Negara-negara ASEAN. Kemudian deklarasi ini kembali
ditegaskan pada 2007 di Filipina. Kerja sama MEA meliputi bidang perekonomian, politik dan
keamanan, serta sosial budaya. Dalam naskah blueprint MEA disebutkan ada empat karakteristik
bentuk kerja sama, yaitu: ASEAN single market, ekonomi regional yang kompetitif, kesetaraan
pertumbuhan ekonomi, dan integritas ekonomi global. Tulisan ini lebih fokus pada karakteristik
yang pertama yaitu single market dimana dampaknya akan menyentuh langsung kepada satu
penyedia jasa layanan kesehatan yaitu perawat.
Kualifikasi dan kempetensi
Satu komponen dari ASEAN single market adalah free flow of skilled labour. Kerja sama ini
akan membuka peluang kerja bagi tenaga profesi seperti tenaga pendidik, dokter, perawat serta
tenaga ahli lainnya untuk bekerja di negara ASEAN pilihannya sesuai dengan standar masingmasing profesi. Di samping itu dalam komponen ini, akan ada rumusan bersama tentang
kualifikasi dan kompetensi tenaga profesi yang disebut dengan Mutual Recognition Arrangement
(MRA). Sehingga diharapkan adanya kesetaraan kompetensi tenaga profesi di kawasan Asia
Tenggara, di antaranya adalah kualifikasi dan kompetensi perawat.
Muncul pertanyaan dalam benak kita bersama, persiapan apa yang telah dilakukan Stakeholder
Keperawatan Indonesia menghadapi MEA akhir tahun 2015 ini? Mampukah perawat Indonesia
berkompetisi dengan perawat dari Negara ASEAN lain? Dapatkah perawat Indonesia
memanfaatkan tantangan ini sebagai peluang menambah lapangan kerja? Ataukah ini akan
menjadi ancaman bagi profesi perawat di Indonesia? Dalam menjawab tantangan di atas, ada
beberapa isu krusial yang perlu kita kaji terkait persiapan tenaga perawat Indonesia menghadapi
MEA.
Setelah hampir 12 tahun dideklarasikan di Bali pada 7 Oktober 2003, informasi tentang MEA
masih sangat minim diketahui oleh Tenaga Kesehatan Indonesia. Dari hasil pengamatan juga
wawancara saya baik langsung maupun di media sosial seperti facebook, tidak banyak perawat di

Aceh yang mengetahui tentang MEA. Informasi MEA juga masih sangat minim di kalangan
mahasiswa keperawatan. Sebagai perbandingan, Thailand sangat gencar menyosialisasikan
tentang MEA kepada masyarakatnya.
Sebagai contoh, beberapa waktu lalu saya mengikuti sebuah talk show di Bangkok yang bertema
ASEAN Talk. Dalam talk show tersebut pembicara membahas tentang bagaimana persiapan
Thailand menghadapi MEA. Dari segi sosialisasi Thailand baik untuk masyarakat awam maupun
kalangan akademisi sudah cukup baik. Informasi tentang MEA disosialisasikan dari level
universitas sampai sekolah dasar (SD). Sehingga tidak heran jika kita bertanya kepada anak SD
di Thailand, mereka mengetahui apa itu MEA.
http://aceh.tribunnews.com/2015/06/03/mea-dalam-perspektif-keperawatan

Anda mungkin juga menyukai