BAB III Menometroragia

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 15

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1

Anatomi dan Fisiologi Sistem Reproduksi Wanita


Anatomi organ reproduksi wanita dibagi menjadi 2 bagian, yaitu : yaitu alat

genitalia eksterna dan alat genitalia interna.4


3.1.1 Alat Genitalia Eksterna
1. Labia mayora (bibir besar)
Terdiri atas bagian kanan dan kiri, lonjong mengecil ke bawah, terdiri oleh
jaringan lemak yang serupa dengan yang ada di mons veneris. Bagian yang
mengandung kelenjar lemak dan tidak berambut mengandung banyak ujung
saraf sehingga sensitive terhadap hubungan seks.
2. Labia minora (bibir kecil)
Suatu lipatan tipis dari kulit sebelah dalam bibir besar. Kedua labia baik
minora maupun mayora memiliki pembuluh darah sehingga menjadi besar
saat keinginan seks bertambah.
3. Mons Veneris
Bagian yang menonjol diatas simpisis dan pada wanita dewasa ditutup
oleh rambut kemaluan berfungsi sebagai pelindung terhadap benturanbenturan dari luar dan dapat menghindari infeksi dari luar
4. Bulbus vestibule sinistra et dekstra
Terletak di bawah selaput lender vulva, dekat ramus ospubis, besarnya 3-4
cm panjang, 1-2 cm lebar, mengandung banyak pembuluh darah. dan terdapat
kelenjar bartholini dan kelenjar skene sehingga memudahkan dalam penetrasi
penis.
5. Introitus vagina
Mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda pada seorang virgo selalu
dilindungi oleh labia minora, jika bibir kecil dibuka, maka barulah dapat
dilihat, ditutupi selaput darah (Himen).

6. Klitoris
14

15

Klitoris merupakan bagian penting alat reproduksi luar yang bersifat


erektil, dan letaknya dekat ujung superior vulva. Organ ini mengandung
banyak pembuluh darah dan serat saraf sensoris sehingga sangat sensitive
analog dengan penis laki-laki. Fungsi utama klitoris adalah menstimulasi dan
meningkatkan ketegangan seksual.
7. Vulva
Vulva merupakan alat genitalia eksterna wanita yang dapat dilihat dan
dibatasi oleh mons pubis di anterior, anus di posterior, dan lipatan
genitokruraral di lateral.
8. Himen
Merupakan jaringan yang menutupi lubang vagina bersifat rapuh dan
mudah robek, himen ini berlubang sehingga menjadi saluran dari lendir yang
di keluarkan uterus dan darah saat menstruasi.5
9. Perineum
Perineum merupakan daerah muskular yang ditutupi kulit antara introitus
vagina dan anus. Perinium membentuk dasar badan anus. Terletak antar vulva
dan anus, panjangnya rata-rata 4 cm.
3.1.2 Alat Gentialia Interna
1. Vagina (liang kemaluan)
Struktur muskulusmembranosa ini memanjang dari vulva ke uterus dan
terletak diantara kandung kemih dan rektum di anterior dan posterior. Vagina
adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat dan mampu meregang
secara luas karena tonjolan serviks ke bagian atas vagina. Panjang dinding
anterior vagina hanya sekitar 9 cm, sedangkan panjang dinding posterior 11
cm. Selama hidupnya, rata-rata wanita dapat mengalami pemendekan vagina
0,8 cm. Jaringan muskulusnya merupakan kelanjutan dari muskulus sfingter
ani dan muskulus levator ani oleh karena itu dapat dikendalikan. Pada dinding
vagina terdapat lipatan-lipatan melintang disebut rugae dan terutama di bagian
bawah. Pada bagian ujung vagina menonjol serviks pada bagian uterus.
Bagian servik yang menonjol ke dalam vagina di sebut portio. Portio uteri
membagi puncak vagina menjadi empat yaitu: fornik anterior, fornik posterior,
fornik dekstra, fornik sinistra. Sel dinding vagina mengandung banyak
glikogen yang menghasilkan asam susu dengan PH 4,5. Keasaman vagina

16

memberikan proteksi terhadap infeksi. Fungsi utama vagina yaitu sebagai


saluran untuk mengeluarkan lendir uterus dan darah menstruasi, alat hubungan
seks dan jalan lahir pada waktu persalinan.
2. Uterus
Berbentuk seperti buah alpukat atau buah peer yang sedikit gepeng kearah
muka belakang, ukurannya sebesar telur ayam yang mempunyai rongga,
dindingnya terdiri dari otot polos, ukuran panjang 7-7,5 cm, lebar 5,25 cm,
tebal 2,5 cm, tebal dinding 1,25 cm. Letak uterus dalam keadaan fisiologis
adalah anteversiofleksio. Uterus terdiri atas: 1) Fundus uteri : 2) corpus uteri
dan 3) serviks uteri. Dinding uterus terdiri 1) endometrium di korpus uteri dan
endoservik di seviks uteri: 2) otot-otot polos dan 3) lapisan serosa, yakni
peritoneum viserale. Berfungsi sebagai alat tempat terjadinya menstruasi, alat
tumbuh dan berkembangnya hasil konsepsi, dan tempat pembuatan hormon
misalnya HCG.
3. Tuba fallopi
Tuba fallopii merupakan saluran yang menuju ovum yang terlentang
diantara kornu uterina hingga suatu tempat dekat ovarium yang merupakan
penghubung antara kornu uterina dengan ovum. Tuba falopii terletak di tepi
atas ligamentum latum berjalan ke arah lateral mulai dari osteum tubae
internum pada dinding rahim. Panjang tuba fallopi 12 cm dan dengan diameter
3-8 cm. Dinding tuba terdiri dari tiga lapisan yaitu serosa, muskular, serta
mukosa dengan epitel bersilia. Tuba fallopi terdiri atas:

Pars interstitialis (intramularis) terletak di antara otot rahim mulai dari


osteum internum tuba.
Pars istmika tubae, bagian tuba yang berada di luar uterus dan
merupakan bagian yang paling sempit.
Pars ampuralis tubae, bagian tuba yang paling luas dan berbentuk s.
Pars infindibulo tubae, bagian akhir tubae yang memiliki lumbai yang
disebut fimbriae tubae.

Beberapa fungsi tuba fallopi diantaranya adalah sebagai jalan


transportasi ovum dari ovarium sampai kavum uteri dan sebagai saluran dari
spermatozoa ovum dan hasil konsepsi. Selain itu, tuba falopii berfungsi
sebagai tempat pertumbuahan dan perkembangan hasil konsepsi sampai
mencapai bentuk blastula yang siap mengadakan implantasi.
4. Ovarium
Umumnya ada 2 indung telur kanan dan kiri, dengan mesovarium
menggantung dibelakang ligamentum latum, kiri dan kanan. Ovarium kurang

17

lebih sebesar ibu jari tangan dengan ukuran panjang 4 cm, lebar dan tebal 1,5
cm.
Pinggir atasnya mesovarium tempat pembuluh darah dan serabut saraf
untuk ovarium. Pinggir bawahnya bebas. Permukaan belakangnya menuju ke
atas dan belakang, sedangkan permukaan depannya ke bawah dan depan.
Ujung yang dekat dengan tuba terletak lebih tinggi daripada ujung yang dekat
pada uterus dan tidak jarang diselubungi oleh beberapa fimbirae dari
infundibulum.
Struktur ovarium terdiri atas: 1) korteks disebelah luar yang diliputi oleh
epithelium germinativum yang berbentuk kunik, dan di dalam terdiri dari
stroma serta folikel-folikel primordial dan 2) medulla, di sebelah dalam
korteks tempat terdapatnya stroma dengan pembuluh-pembuluh darah,
serabut saraf dan sedikit otot polos.
Pada wanita diperkirakan terdapat 100,000 folikel primer, tiap bulan satu
folikel akan keluar kadang dua ang dalam perkembangannya akan menjadi
folikel de graaf. Folikel ini menjadi bagian terpenting dari ovarium dan dapat
dilihat di korteks ovarii dalam letak yang beraneka. Ragam dalam tingkatan
perkembangan satu sel telur dikelilingi oleh satu lapisan sel-sel saja sampai
menjadi folikel de graaf yang matang terisi dengan likuor fillikuli,
mengandung endogen siap untuk berovulasi. Ovarium memiliki fungsi sebagai
penghasil ovum dan sebagai organ penghasil hormone estrogen dan
progesterone.
Folikel de Graaf yang matang terdiri atas: 1) ovum, yaitu sel besar dengan
diameter 0,1 mm, yang mempunyai nukleus dengan anyaman kromatin yang
jelas sekali dan satu nukleoulus pula : 2) stratum granulosum yang terdiri atas
sel-sel granulose, yakni sel-sel bulat kecil dengan inti yang jelas pada
pewarnaan dan mengelilingi ovum, pada perkembangan lebih lanjut terdapat
ditengahnya suatu rongga terisi likuor follikuli : 3) teka inferna, satu lapisan
yang melingkari stratum granulosum dengan sel-sel lebih kecil daripada sel
granulose dan 4) diluar teka interna ditemukan teka eksterna, terbentuk oleh
stroma ovarium yang terdesak. 6

18

Gambar 1 : Anatomi genetalia interna

3.3.3 Fisiologi Menstruasi


Panjang siklus menstruasi rata-rata 28 + 3 hari dan durasi rata-rata hari
menstruasi 5 + 2 hari dengan total kehilangan darah kurang lebih 130 ml. 5 Siklus
menstruasi dapat dibagi menjadi 2 fase yaitu fase folikular dan fase luteal, yang
merupakan interaksi kompleks antara hipotalamus, hipofise, dan ovarium. Siklus
ini membutuhkan kerjasama yang serasi antara kelenjar-kelenjar tersebut, yang
melibatkan hormon-hormon seperti gonadotropin releasing hormone (GnRH),
follicle stimulating hormone (FSH), luteinizing hormone (LH), estrogen, dan
progesterone.6 Hubungan antar hormon ini saling tergantung satu sama lainnya, di
mana hormon estrogen dan progesteron akan memberikan umpan balik negatif
dan positif terhadap sekresi LH dan FSH. Sekresi LH dan FSH yang berasal dari
kelenjar hipofise sangat tergantung dari sekresi GnRH dari hipotalamus yang
dicetuskan oleh efek umpan balik dari estrogen dan progesteron. Hormon-hormon
ini dilepaskan seperti lonjakan singkat dalam waktu 1-3 jam, sehingga kadar
konstan tidak dapat terdeteksi di dalam sirkulasi. Frekuensi dan lonjakan tersebut
dicetuskan oleh variasi hormon estrogen dan progesteron selama siklus
menstruasi. Ada tiga tahapan yang terjadi pada endometrium, yaitu:
1. Fase proliferatif atau fase estrogen, kira-kira 5 hari setelah menstruasi, dan
berlangsung selama 11 hari. Estrogen disekresikan oleh ovarium untuk

19

merangsang pertumbuhan endometrium yang berefek pada sel-sel stroma dan


epitelial endometrium tumbuh dengan cepat, kelenjar-kelenjar pada lapisan
endometrium tumbuh dan memanjang, dan arteri-arteri juga bertambah untuk
memberikan nutrisi pada dinding endometrium yang menebal. Peningkatan
estrogen akan mencetuskan lonjakan LH pada pertengahan siklus yang
kemudian akan merangsang terjadinya ovulasi. Saat ovulasi terjadi, ketebalan
endometrium mencapai 3-4 mm. Pada saat ini, kelenjar-kelenjar endometrium
akan mensekresikan mukus yang tipis dan berserabut, yang akan melindungi
dan menggiring sperma masuk ke dalam uterus.
2. Fase sekresi, yang disebut juga fase progesteron yang terjadi setelah ovulasi
dan berlangsung kira-kira selama 12 hari. Korpus luteum mensekresikan
sejumlah besar progesteron dan sedikit estrogen. Estrogen menyebabkan
proliferasi sel di endometrium, sedangkan progesterone menyebabkan
penebalan pada endometrium dan mengubahnya menjadi jaringan yang aktif
mensekresi lendir. Progesteron juga menghambat kontraksi otot polos uterus
dan dalam jumlah besar dapat melawan rangsangan dari estrogen dan
prostaglandin. Tebal endometrium mencapai kira-kira 5-6 mm seminggu
setelah ovulasi. Tujuannya untuk menyiapkan dinding rahim untuk implantasi
ovum jika terjadi fertilisasi.
3. Fase menstruasi, yaitu fase peluruhan endometrium yang disebabkan oleh
kadar hormon estrogen dan progesteron yang menurun tiba-tiba, sehingga
membuat korpus luteum menjadi regresi. Luruhnya lapisan endometrium,
karena tidak didukung oleh kadar estrogen dan progesterone yang tiba-tiba
mengalami penurunan. Keadaan inilah yang menyebabkan konstriksi pembuluh
darah uterus yang menyebabkan menurunnya asupan oksigen dan makanan ke
miometrium. Setelah mengalami konstriksi pembuluh darah, arteriol-arteriol
endometrium akan melebar yang menyebabkan perdarahan melalui dinding
kapiler. Aliran darah menstruasi tersebut terdiri dari darah yang tercampur
dengan lapisan fungsional dari endometrium.
4.

3.2 Epidemiologi

20

Prevalensi dari polip endometrium meningkat seiring dengan bertambahnya


usia. Polip ini sering dijumpai pada wanita berusia 29-59 tahun dengan prevalensi
terbanyak pada pasien berumur di atas 50 tahun atau pada wanita postmenapause.
Prevalensi ini meningkat 30-60% pada wanita dengan riwayat penggunaan
tamoxifen (obat anti-estrogen).3
3.3 Polip Endometrium
Polip endometrium ialah tumor jinak pada dinding endometrium yang
merupakan pertumbuhan aktif stroma dan kelenjar endometrium secara fokal,
terutama pada daerah fundus atau korpus uteri. Polip ini dapat tumbuh tunggal
maupun ganda dengan diameter atau ukuran yang bervariasi mulai dari millimeter
hingga sentimeter. 3
3.3 Etiopatofisiologi
Penyebab utama polip endometrium belum diketahui secara pasti tetapi teori
hormonal dan faktor genetik diyakini memiliki peran penting dalam patogenesis
penyakit ini. faktor risiko yang berperan pada penyakit ini antara lain usia,
hipertensi, obesitas dan penggunaan tamoxifen (obat anti-estrogen). Polip
merupakan sebuah tumor tunggal atau ganda yang dihasilkan dari mutasi somatik
dari sebuah sel neoplastik tunggal. Sel-sel tumor mempunyai abnormalitas
kromosom, khususnya pada kromosom 6 dan 12. Kromosom tersebut memiliki
peranan penting dalam pengaturan proliferasi sel-sel somatik, pertumbuhan
berlebih sel endometrium dan pembentukan polip. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan tumor, di samping faktor predisposisi genetik, adalah
usia, hormonal (estrogen- progesteron), hipertensi, dan obesitas. Estrogen dan
progesteron memiliki peranan dalam mengatur keseimbangan proliferasi dan
apoptosis pada endometrium normal. Dapat dilihat bahwa baik estrogen dan
progesteron berpengaruh terhadap elongasi dari kelenjar endometrium, jaringan
stroma, dan arteri spiral yang merupakan karakteristik gambaran polip
endometrium.7
3.5 Gejala dan Tanda
Polip endometrium seringkali berupa penonjolan langsung dari lapisan
endometrium atau merupakan tumor bertangkai dengan pembesaran pada bagian

21

ujungnya. Secara makroskopis polip endometrium tampak sebagai massa ovoid


berukuran beberapa milimeter, licin seperti berudu, berwarna merah-kecoklatan.
Secara histologis, polip endometrium memiliki inti stroma dengan jaringan
pembuluh darah yang jelas dengan vena permukaan mukosa yang dapat melapisi
komponen glanduler. Hampir sebagian besar penderita tidak mengetahui atau
menyadari keberadaan polip endometrial karena kelainan ini tidak menimbulkan
gejala spesifik. Pada umumnya polip terjadi secara asimptomatik dan ditemukan
secara tidak sengaja pada saat kuretase ataupun USG, tetapi beberapa dapat
diidentifikasi terkait dengan manifestasi klinis yang ditimbulkan diantaranya :
Perdarahan abnormal uterus
Nyeri perut , nyeri pelvik, atau dismenore
Infertil
Perdarahan di luar siklus yang nonspesifik menjadi gejala utama dari polip
endometrium. Pada wanita pre atau post menapause dengan polip endometrium,
perdarahan abnormal terjadi sekitar 68% kasus dan gejala yang paling umum
dikeluhkan adalanya adanya menorrhagia, haid tidak teratur, perdarahan post
coital, perdarahan post menapause, atau perdarahan intermenstrual. Ujung polip
yang keluar dari ostium serviks dapat menyebabkan terjadinya perdarahan,
nekrotik, dan peradangan. Polip endometrium memiliki konsistensi yang lebih
kenyal dan berwarna lebih merah dibandingkan polip serviks. Selain perdarahan
polip endometrium juga dapat menyebabkan timbulnya nyeri abdomen dan nyeri
pelvik. Gejala ini tidak begitu khas pada polip endometrium. Nyeri timbul karena
gangguan reaksi peradangan, infeksi, bekrosis, ataupun torsi polip endometrium
bertangkai. Dismenore dapat terjadi sebagai efek penyempitan kanalis servikalis
oleh tangkai polip endometrium.
Polip endometrium sering dihubungkan dengan infertilitas, meskipun
hubungan kausalnya masih belum jelas. Hipotesis infertil, termasuk obstruksi
mekanik menghambat fungsi ostium dan mempengaruhi migrasi sperma, atau efek
biokimia polip pada implantasi atau perkembangan embrio mencerminkan temuan
peningkatan kadar metaloproteinase dan sitokin seperti interferon-gamma yang
ditemukan pada polip bila dibandingkan dengan jaringan rahim yang normal.
Wanita dengan berbagai penyakit intrauterin menunjukkan perubahan dalam

22

matriks metaloproteinase dan sitokin endometrium. Perubahan mediator


biomekanik inilah yang diduga memiliki keterlibatan terhadap penyakit
intrauterine dan menyebabkan gangguan kesuburan.3
3.5 Differensial Diagnosis
1. Mioma Uteri
Mioma uteri adalah tumor jinak otot polos yang terdiri dari sel- sel
jaringan otot polos, jaringan pengikat fibroid dan kolagen. Tumor ini biasa juga
disebut fibromioma uteri, leiomioma uteri atau uterine fibroid.8
Mioma uteri berbatas tegas, mempunyai pseudokapsul, dan berasal dari
otot polos jaringan fibrous sehingga mioma uteri dapat berkonsistensi padat jika
jaringan ikatnya dominan, dan berkonsistensi lunak jika otot rahimnya yang
dominan.8 Diagosis mioma submukosum secara USG adalah berdasarkan distorsi
kontur uterus baik fokal ataupun difus, pembesaran uterus dan perubahan tekstur.
Tekstur sonografinya bervariasi dari hipoekoik hingga ekogenik dan berbatas
tegas bergantung dari jumlah otot polos dan jaringan penyambung. Salah satu ciri
khas yang membedakan mioma uteri adalah adanya gambaran pseudokapsel dan
shadowing dengan bercak kalsifikasi. Mioma uteri dengan degenerasi kistik akan
memberikan gambaran anekoik.
Gejala yang timbul sangat tergantung pada tempat sarang mioma ini
berada (serviks, intramural, submukus, subserus), besarnya tumor, perubahan dan
komplikasi yang terjadi. Gejala tersebut dapat digolongkan sebagai berikut :

Perdarahan abnormal
Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah hipermenore,

menoragia dan dapat juga terjadi metroragia. Gejala ini terjadi pada 30% wanita
dengan mioma uteri. Perdarahan abnormal ini dapat menyebabkan terjadinya
anemia defisiensi besi. Suatu penelitian mendapatkan data bahwa wanita dengan
mengalami perdarahan bermakna pada mioma uteri intramural (58% :13%) dan
mioma uteri intramukosum dengan miomauteri dengan asimptomatik (21%:1%). 9
Beberapa faktor yang menjadi penyebab perdarahan ini, antara lain adalah:
-

Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hyperplasia endometrium

Peningkatan vaskularisasi aliran vaskular ke uterus.

23

Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma


diantara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah
yang melaluinya dengan baik.

Adanya ulserasi pada mioma submukosum

Kompresi pada fleksus venosus di dalam miometrium.

Rasa nyeri
Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul karena gangguan

sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan
peradangan. Pada pertumbuhan mioma uteri yang dapat menyempitkan kanalis
servikalis sehingga menyebabkan nyeri.9

Penekanan
Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat mioma uteri. Penekanan

pada kandung kemih akan menyebabkan poliuri, pada uretra dapat menyebabkan
retensio urine, pada ureter dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada
rectum dapat menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah dan
pembuluh limfe dipanggul dapat menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul.5

Infertilitas dan abortus


Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars

intertisialis tuba, sedangkan mioma submukosum juga memudahkan terjadinya


abortus oleh karena distorsi rongga uterus. Mekanisme gangguan fungsi
reproduksi dengan mioma uteri antara lain:
Gangguan transportasi gamet dan embrio.
Pengurangan kemampuan bagi pertumbuhan uterus.
Perubahan aliran darah vaskuler.
Perubahan histologi endoetrium.9
2. kista ovarium
Kista Ovarium merupakan bentuk yang paling sering terjadi pada ovarium
yang memiliki struktur dinding yang tipis, mengandung cairan serosa, dan sering
terjadi selama menopause. Literatur lain mendefinisikan kista ovarium berupa
tumor jinak yang diduga timbul dari bagian ovum namun asalnya tidak
teridentifikasi dan terdiri atas sel-sel embrional yang tidak berdiferensiasi.

24

Pertumbuhan kista ini lambat dan ditemukan selama pembedahan yang


mengandung material sebasea kental berwarna kuning. Kista ovarium atau kista
fungsional ovarium sangat umum dan normal terjadi di bulan awal siklus
menstruasi. Kista akan terbentuk di ovarium dimana ovum dilepaskan dari ovarii
di siklus ovulasi. Biasanya pada pertengahan siklus, kista dapat membesar dan
atau pecah menyebabkan sakit. Hal ini jarang terjadi pada pasien yang sudah
menopause. Kista Ovarium biasanya bukan bentuk dari kanker.10
Sebagian besar kista ovarium tidak menimbulkan gejala sampai pada
periode tertentu, hal ini disebabkan perjalanan penyakit ini berlangsung secara
tersembunyi. Gejala umumnya sangat bervariasi dan tidak spesifik. Pada stadium
awal dapat berupa gangguan haid. Jika tumor sudah menekan rectum atau
kandung kemih mungkin terjadi konstipasi atau sering berkemih. Dapat juga
terjadi peregangan atau penekanan daerah panggul yang menyebabkan nyeri
spontan atau nyeri pada saat bersenggama.
Namun bila kista berkembang menjadi besar dan menimbulkan nyeri, bila
kista terpelintir atau pecah akan menimbulkan rasa sakit terutama pada perut, kista
berkembang menyebabkan perut terasa penuh, berat, kembung. Pada stadium
lanjut gejala yang terjadi berhubungan dengan adanya asites(penimbunan cairan
dalam rongga perut). Penyebaran ke omentum (lemak perut), dan organ-organ di
dalam rongga perut lainnya seperti usus-usus dan hati. Perut membuncit,
kembung, mual, gangguan nafsu makan, gangguan buang air besar dan buang air
kecil. Penumpukan cairan bisa juga terjadi pada rongga dada akibat penyebaran
penyakit ke rongga dada yang mengakibatkan penderita sangat merasa sesak
napas.10

3.6 Pemeriksaan Penunjang


1. Ultrasonografi transvaginal
Pada ultrasonografi transvaginal (TVUS), polip endometrium biasanya muncul
sebagai lesi hyperechoic/ echogenic dengan kontur reguler dalam lumen uterus.
Ruang kistik membesar sesuai dengan kelenjar endometrium dan dipenuhi oleh
cairan protein yang dapat dilihat dalam polip atau polip mungkin muncul sebagai
penebalan endometrium nonspesifik atau massa fokal di dalam rongga

25

endometrium. Kadang kala, tampak seperti sarang tawon. Dibandingkan dengan


hiperplasia endometrium, polip hanya tampak menebal setempat, sedangkan
hiperplasia endometrium melibatkan seluruh bagian endometrium dengan
gambaran yang homogen. Temuan sonografi tersebut tidak spesifik untuk polip,
dan kelainan endometrium lainnya seperti fibroid submukosa mungkin memiliki
fitur yang sama. Selain penilaian lesi polip, vaskularisasi polip yang ditunjang
oleh pembuluh-pembuluh darah percabangan terminal dari arteri uterina dapat
juga dinilai, yaitu dengan menggunakan USG color-flow Doppler. USG ini dapat
memvisualisasikan pembuluh arteri yang mensuplai polip yang disebut sebagai
pedicle artery sign dan memperbaiki keakuratan diagnosis polip endometrium.
Penambahan kontras intra uterine berupa Saline Infusion Sonography (SIS) atau
gel sonografi dapat menguraikan polip kecil endometrium yang terlewatkan pada
saat pemeriksaan TVUS.
3. Blind Biopsy
Dilatasi Buta dan kuretase tidak akurat dalam mendiagnosis polip endometrium
dan tidak boleh digunakan sebagai metode diagnostik. Pemeriksaan ini dibatasi
oleh sensitivitasnya yang rendah jika dibandingkan dengan histeroskopi dengan
biopsi. Teknik ini juga dapat menyebabkan fragmentasi polip sehingga dapat
membuat diagnosis histologis sulit diinterpretasikan. Pada wanita menopause, hal
ini terutama terjadi untuk polip, yang cenderung lebih luas berdasarkan dengan
permukaan yang tidak rata disebabkan oleh kista tembus kecil yang ditutupi oleh
endometrium atrofi. Pada pemeriksaan biopsi jaringan dapat ditemukan gambaran
histopatologi seperti bentuk kelenjar yang tidak beraturan, tangkai fibrovaskular
atau stroma berserat dengan penebalan dinding pembuluh darah, dan terkadang
dapat ditemukan metaplastis epitel skuamosa. Selain itu juga dapat dilihat dari
hiperplasia jaringan lokal yang terbatas pada jaringan polip, karsinoma intraepitel
endometrium, dan komponen mesenkim yang mengandung stroma endometrium,
jaringan fibrosa, atau otot polos.
5. Histeroskopi dengan dipandu Biopsi
Histeroskopi dengan dipandu biopsi adalah standar emas dalam diagnosis polip
endometrium. Keuntungan utama dari histeroskopi adalah kemampuan untuk

26

memvisualisasikan dan menghapus polip bersamaan. Diagnostik histeroskopi


sendiri hanya memungkinkan penilaian subjektif dari ukuran, lokasi, dan sifat
fisik lesi, dengan sensitivitas dilaporkan 58% sampai 99% dan spesifisitas 87%
sampai 100%, bila dibandingkan dengan histeroskopi dengan dipandu biopsi.

Gambar 2.2 Histereskopi dengan kesan Polip Endometrium


3.7 Tatalaksana
Penatalaksanaan polip endometrium tergantung pada gejala ,risiko
keganasan ,masalah kesuburan, dan keterampilan operator. Pilihan manajemen
akan dipertimbangkan, apakah konservasi non operasi, konservasi dengan
operasi/bedah , atau dengan menggunakan pendekatan bedah radikal.3

Manajemen Konservasi Non-Operasi

Setelah didiagnosis polip endometrium, penghapusan polip dianggap sebagai


prosedur tanpa risiko atau risiko rendah, tetapi ada tidaknya resiko ataupun
manfaat tindakan harus didiskusikan dengan pasien. Dalam beberapa penelitian,
ditemukan bahwa polip dengan ukuran diameter 10 mm memiliki kemungkinan
sebesar 27% untuk regresi spontan selama 12 bulan. Oleh karena itu pasien
dengan hasil biopsi rendah keganasan, pasien asimptomatik atau pasien dengan
ukuran polip < 10 mm dapat dikelola secara konservatif.
Pengobatan medis mungkin memiliki beberapa peran dalam pengelolaan polip
endometrium. Penggunaan agonis GnRH dilaporkan berperan dalam mengobati
gejala jangka pendek polip endometrium, tetapi kekambuhan gejala dapat terjadi
setelah penghentian pengobatan. Meskipun agonis GnRH dapat digunakan sebagai
pengobatan tambahan sebelum reseksi histeroskopi, pemberiannya harus
dipertimbangkan terhadap biaya dan efek samping dari obat ini serta manfaatnya

27

jika dibandingkan dengan perawatan extirpative alternatif sederhana tanpa


menggunakan obat ini.

Konservasi dengan operasi

Dilatasi buta dan kuretase telah menjadi pilihan manajemen standar untuk
perdarahan uterus abnormal dan penyakit endometrium. Survei di Inggris pada
tahun 2002 melaporkan bahwa 2 % dari ginekolog menggunakan teknik dilatasi
buta dan kuretase untuk pengelolaan polip endometrium, dan 51% melakukan
kuretase buta setelah histeroskopi untuk menghilangkan polip.

Ekstirpasi dan Histerektomi


Histeroskopi dan polipektomi adalah metode yang efektif dan aman untuk

mendiagnosa dan mengobati polip endometrium yang memungkinkan pemulihan


secara cepat dalam waktu yang singkat. Jenis instrumen yang digunakan untuk
menghilangkan polip tergantung pada ketersediaan alat, biaya, dan pengalaman
bedah, serta ukuran dan lokasi lesi . Polip besar dan sessile sebaiknya dihapus
dengan histeroskop yang dilengkapi dengan loop elektrosurgical (resectoscopic),
Sedangkan polip kecil dan pedunkulata dapat dihilangkan dengan gunting atau
tang polip kecil. Histerektomi atau pengangkatan rahim adalah pengobatan
definitif untuk polip endometrium. Meskipun hal ini menjamin tidak adanya
kekambuhan dan potensi keganasan, tetapi invasif penyakit, risiko morbiditas
bedah, biaya, dan implikasi kesuburan adalah faktor yang harus dipertimbangkan
dan dibicarakan dengan pasien. Indikasi dilakukannya histerektomi mencakup:
Apabila terdapat tanda-tanda invasif keganasan, seperti pada hiperplasia
endometrial dengan gambaran sel atypia (keganasan), epitelialintra servikal, dan
adenokarsinoma.
Penyelesaian perdarahan postpartum ketika terapi konservatif gagal untuk
mengontrol perdarahan.
Histerektomi mungkin diperlukan untuk kasus menorrhagia akut yang tidak
dapat tertangani secara konservatif.
3.8 Prognosis
Polip endometrium merupakan tumor jinak. Polip juga dapat berkembang
menjadi prakanker atau kanker. Sebagian besar polip mempunyai susunan
histopatologik berupa hiperplasia kistik, hanya sebagian kecil yang menunjukkan

28

hiperplasia adenomatosa. Sekitar 0,5% dari polip endometrium mengandung selsel adenokarsinoma, dimana sel-sel ini akan berkembang menjadi sel-sel kanker.
Polip dapat meningkatkan risiko keguguran pada wanita yang sedang menjalani
perawatan fertilisasi in vitro. Jika pertumbuhan polip dekat dengan saluran telur,
maka akan menjadi penyulit untuk hamil.

Anda mungkin juga menyukai