Anda di halaman 1dari 5

Kamis, 01 Oktober 2015

Hak Bebas dari Rasa Takut : Analisis Kasus Salim Kancil

HAM : Bebas dari Rasa Takut

Salah satu konsep HAM (Hak Asasi Manusia) yang mendasar dan dimiliki oleh manusia sebagai
kodratnya adalah bebas dari rasa takut. Bebas dari rasa takut adalah pernyataan negara bahwa
segala warga negaranya dilindungi hak sipil dan politiknya dimana warga negaranya diberikan
perlindungan terkait dengan keamanan hidup, bersaksi, menyatakan pendapat dan aspek hidup
lainnya. Negara Indonesia sebagai negara hukum tentunya memiliki instrumen hukum yang
mendukung pernyataan ini, seperti tercantum dalam UUD 1945 Pasal 28 G yang menyatakan
bahwa :
UUD 1945 Pasal 28 G
(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta
benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman
ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat
martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.
Hak bebas dari rasa takut di deklarasikan oleh Presiden Amerika Serikat Franklin D.Roosevelt
dan kebebasan keempat dari fourth freedom karena mengahayati benar bahwa kebebasan atas
segala sesuatu yang mendukung hidup dan penghidupannya dihargai dan diperjuangkan secara
internasional. The Fourth Freedom sebagai salah satu akar instrumen hukum perjuangan HAM
dunia adalah sebagai berikut.
1.

Freedom of speech

2.

Freedom of worship

3.

Freedom from want

4.

Freedom from fear

Freedom of fear menurut Roosevelt adalah jika diterjemahkan dalam worldwide bahwa tidak ada
suatu bangsa pun yang berada di posisi untuk melakukan agresi fisik terhadap siapapun di dunia
ini baik secara individual maupun bangsa lain. Negara wajib melindungi warga negaranya dari
segala serangan baik fisik maupun rasa takut sebab bebas dari rasa takut adalah hak asasinya
sebagai manusia. Hal ini perlu dilindungi karena jika manusia hidup dalam rasa takut maka hak
asasinya sebagai manusia sudah dilanggar oleh negara sebagai pelindung hak asasi.

Implementasi dari penegakan HAM bahwa terdapat ketegasan akan bebas dari rasa takut terlihat
dari salah satuny adalah kebebasan untuk menyatakan pendapat. Dalam konstitusi negara yaitu
UUD 1945 pasal 28 E ayat 3 yang berbunyi :
Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Maknanya adalah bahwa setiap Negara menjamin atas kebebasan berorganisasi berserikat dan
berkumpul dengan tidak merugikan pihak lain atau Negara itu sendiri dan mengeluarkan
pendapat dengan bebas dan mendengar pendapat tersebut dengan baik , baik pendapatnya
diterima atau pun tidak diterima. Namun faktanya, hak untuk menyatakan pendapat seringkali
dibatasi oleh sistem-sistem seperti agama dan kebencian terhadap ras dan etnis tertentu. Hal ini
dapat dilihat indikasinya di pengadilan ketika pengadilan memanggil saksi dan korban dalam
sebuah kasus. Saksi maupun korban seringkali diancam atau terancam hidupnya ketika saksi dan
korban dituntut untuk memberikan kesaksian yang benar di hadapan hukum.
Jadi, hak bebas dari rasa takut terkait dengan hak untuk menyatakan pendapat dimana hukum
menjamin hal tersebut dan berhubungan pula dengan hak hidup. Ketika seseorang mengalami
rasa takut maka mungkin hak hidupnya sedang terancam apabila manusia sebagai makhluk bebas
juga diancam atau terancam ketika harus menyatakan kebenaran di hadapan hukum dan ham.

Sumber :
Edsitement.neh.gov/lesson.plan

Kasus Salim Kancil di Jawa Timur

Beberapa Pembunuh Salim Kancil Masih di Bawah Umur


VIVA.co.id - Kepolisian Daerah Jawa Timur terus mendalami keterangan 19 tersangka kasus
pembunuhan Samsul atau Salim Kancil, aktivis antitambang di Desa Selok, Awar-Awar, Pasirian,
Lumajang, Jawa Timur. Dari seluruh tersangka, ada beberapa yang masih di bawah umur.
Menurut Kapolda Jawa Timur, Irjen (Pol) Anton Setiadji, diduga motif pembunuhan karena
korban kerap menyuarakan aspirasi penolakan penambangan pasir besi di desa tersebut.
"Dugaan awal memang karena korban selalu menyuarakan penolakan penambangan
pasir," kata Anton Setiadi di Kabupaten Sumenep, Madura, Selasa, 29 September 2015. Namun
begitu, menurut Anton, penyidik masih terus melakukan pendalaman untuk mengetahui siapa
aktor intelektual dari aksi pembunuhan ini. Anton mengaku sudah berkoordinasi dengan Kapolri
Jenderal Badrodin Haiti terkait permasalahan ini. Atas instruksi Kapolri, seluruh penambangan
pasir di Kabupaten Lumajang telah ditutup.

Seperti diketahui, Salim Kancil tewas setelah dianiaya puluhan orang bayaran yang
diduga suruhan Tim 12 yang pro terhadap penambangan. Sebelum terjadi pembunuhan, orangorang suruhan ini telah melakukan intimidasi terhadap warga yang menolak penambangan.
Bahkan beredar enam nama warga yang akan dibunuh bila tetap menolak penambangan. Salim
Kancil merupakan target pertama mereka. Salim Kancil diculik dan dihabisi dengan cara keji.
Dalam keadaan tangan dan kaki terikat, dia diseret ke balai desa. Dia kemudian dianiaya banyak
orang dengan cara distrum dan digergaji lehernya. Lebih sadis lagi, kepala Salim Kancil dipacul
dan dihantam dengan batu dan benda keras lain. Setelah meninggal, mayatnya kemudian dibuang
di tepi jalan di areal perkebunan warga.
Target kedua adalah Hamid, namun dia lolos karena tidak ada di rumah. Sementara target
ketiga adalah Tosan, dia juga dianiaya dengan cara keji tapi berhasil diselamatkan warga. Terkait
dengan aksi keji yang telah direncanakan ini, seluruh warga meminta polisi bertindak tegas
dengan menangkap pelaku dan aktor intelektual dari aksi ini. Polisi diminta jangan melakukan
pembiaran terhadap aksi premanisme seperti ini. "Warga meminta semua ditindak tegas, baik
dalang dan juga wayang-wayangnya ditangkap," kata warga bernama Yudi. Bila polisi tidak
segera bertindak, kata Yudi, masyarakat antitambang juga bisa berbuat nekat. Yang
dikhawatirkan, bisa saling balas dendam."Aksi ini sudah berhembus, keluarga korban tidak
terima atas pembunuhan sadis ini," ujar Yudi. (ase)

Sumber :
Eko Priliawito,2015, Beberapa Pembunuh Salim Kancil Masih di Bawah
Umur,http://nasional.news.viva.co.id/news/read/680134-beberapa-pembunuh-salim-kancilmasih-di-bawah-umur

Bocah 13 Tahun Ini Menuturkan Cara Salim Kancil Dibunuh


Selasa,

29

September

2015,

13:31

WIB

REPUBLIKA.CO.ID, LUMAJANG -- Salim (46), petani penolak tambang pasir di Desa Selok
Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Lumajang, sempat dihajar di depan anak bungsunya, Dio (13),
di halaman rumah mereka. Salim atau dikenal sebagai Kancil, kemudian tewas di hutan sengon
dekat kuburan, tak jauh dari rumahnya. Ditemui di rumahnya, Dio bercerita, Sabtu (26/9) lalu, di
rumah hanya ada dia dan bapaknya. Sementara ibunya, Tijah, sedang mencari rumput di tegalan
semak jauh dari rumah.
Saat itu, kata Dio, bapaknya sedang mengeluarkan motor hendak pergi bersamanya untuk
ikut demonstrasi menolak tambang pasir. Ketika itu, menurut Dio, sekitar pukul 07.30 WIB,
rombongan sepeda motor menyerbu ke halaman rumahnya. Lebih dari 30 orang menghambur ke
arah sang Bapak.

"Bapak diteriaki, dipukul. Tangannya dipegangi, dipukul pakai batu kepalanya," ujar Dio
di rumahnya, Senin (29/9).
Dio saat itu mengaku kalut dan menangis, lalu berlari ke arah samping menuju rumah
pamannya. Dia berteriak memanggil pamannya untuk keluar. Tapi, salah seorang preman
kemudian meneriakinya agar tidak macam-macam. "Kon ojo rame, tak pateni pisan (kamu
jangan teriak, kubunuh sekalian)," kata Dio menirukan teriakan si preman.
Dio mengaku hanya sanggup menangis melihat sang Bapak diikat tangannya ke
belakang. Ia melihat bapaknya diimpit di motor untuk dibawa ke balai desa. Dio sempat
mengejar hingga jalan raya, ia menangis sejadi-jadinya.

Sumber :
Republika Online,2015,Bocah 13 Tahun Ini Menuturkan Cara Salim Kancil
Dibunuh,http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/15/09/29/nvfe45318-bocah-13tahun-ini-menuturkan-cara-salim-kancil-dibunuh

Analisis Kasus

Dari kasus di atas, dapat dilihat bahwa ada beberapa pelanggaran HAM yang terjadi,
yaitu hak bebas dari rasa takut, hak untuk hidup, dan hak kebebasan berpendapat atau berbicara.
Dalam kasus ini disebutkan bahwa para pelaku telah melakukan intimidasi terhadap warga yang
menolak penambangan. Hal ini tentu membuat warga merasa terkekang untuk mengeluarkan
aspirasi dan pendapatnya, dengan kata lain, hak mereka untuk mengeluarkan pendapat pun
terhalangi oleh para pelaku, dan melanggar UUD 1945 pasal 28 E ayat 3 yang berbunyi : setiap
orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat
Hak bebas dari rasa takut merupakan salah satu instrumen HAM yang dilanggar oleh para
pelaku pembunuhan Salim Kancil, karena pembunuhan tersebut terjadi di depan banyak orang,
bahkan anaknya sendiri, hal itu membuat warga desa tersebut menjadi takut. Mereka tidak berani
bertindak karena adanya ancaman dari para pelaku tersebut.
Kemudian, kasus ini juga melanggar hak atas hidup, terbukti dari tindakan pelaku yang
tega menganiaya dan membunuh Salim Kancil secara sadis karena dia berani menolak
penambangan pasir besi di sana secara terang-terangan. Tindakan pembunuhan tersebut secara
jelas melanggar hak hidup sesuai yang tertera di alam Pasal 28A Undang-Undang Dasar
1945 (UUD 1945) yang berbunyi:Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak
mempertahankan hidup dan kehidupannya. dan dikatakan bahwa setiap orang berhak atas
kehidupan, mempertahankan kehidupan, dan meningkatkan taraf kehidupannya

Anda mungkin juga menyukai