Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah, Wahai Tuhanku,kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua
telah mendidik aku waktu kecil.
(Qs. Al Israa [17]:24)
Surat Al-Isra ayat 23-24 memiliki kandungan mengenai pendidikan berkarakter. Definisi
dari karakter adalah satu kesatuan yang membedakan satu dengan yang lain atau
dengan kata lain karakter adalah kekuatan moral yang memiliki sinonim berupa moral,
budipekerti, adab, sopan santun dan akhlak. Akhlak dan adab sumbernya adalah wahyu
yakni berupa Al-Quran dan Sunah. Sedangkan budi pekerti, moral, dan sopan santun
sumbernya adalah filsafat. Kembali kepada pengertian dari Surah Al-Isra ayat 23
disebutkan bahwa yang pertama Allah memerintahkan kepada hamba-hambanya untuk
menyembah Dia semata, tidak ada sekutubagi-Nya.yang kedua, kita harus berbakti
kepada orang tua. Lalu pada ayat 24 disebutkan bahwa anak hendaknya mendoakan
kedua orang tuanya. Ulama menegaskan bahwa doa kepada kedua orang tua yang
dianjurkan adalah bagi yang muslim, baik yang masih hidup atau telah meninggal.
Sedangkan bila ayah atau ibu yang tidak beragama islam telah meninggal, maka
terlarang bagi anak untuk mendoakannya. Dari penjelasan di atas sangat jelas bahwa
ketika kita menghargai dan menyayangi orang tua kita dengan baik maka akan
menumbuhkan akhlak serta moral yang baik pula bagi anak sedangkan jikalau kita acuh
maka akan timbuh akhlak dan moral yang tidak baik. Dengan kata lain, hal ini sangat
berpengaruh dalam pendidikan karakter. Antara orangtua sebagai pendidik dan anak.
Segala sesuatu yang diajarkan dengan baik pada mulanya akan menanamkan karakter
yang baik pula pada anak. Untuk itu berbakti kepada orang tua merupakan suatu cara
yang harus dilakukan.
4.2 Menjelaskan isi hadis-hadis yang terkait dengan hormat dan
patuh kepad orang tua dan guru
1. Hadis Abdullah ibnu Umar tentang ridho Allah terletak pada
ridho orang tua.
:
( )
Artinya: dari Abdullah bin Amrin bin Ash r.a. ia berkata, Nabi SAW telah
bersabda: Keridhoaan Allah itu terletak pada keridhoan orang tua, dan
murka Allah itu terletak pada murka orang tua. ( H.R.A t-Tirmidzi. Hadis ini
dinilai shahih oleh Ibnu Hibban dan Al-Hakim)[1][1]
Artinya: dari Abu Hurairah r.a. ia berkata: Suatu saat ada seorang laki-laki
datang kepada Rasulullah SAW, lalu bertanya: Wahai Rasulullah, siapakah
yang berhak aku pergauli dengan baik? Rasulullah menjawab : Ibumu!,
lalu
siapa?
Rasulullah
menjawab:
Ibumu!,
lalu
siapa?
Rasulullah
Artinya: dari Abdullah bin amr bin al-ash ia berkata, Rasulullah Saw telah
bersabda: diantara dosa-dosa besar yaitu seseorang memaki kedua orang
tuanya. para sahabat bertanya: Wahai Rasulullah, apakah ada seseorang
yang memaki kedua orang tuanya? Beliau menjawab: Ya, apabila
seseorang memaki ayah orang lain, kemudian orang itu membalas memaki
ayahnya kemudian ia memaki ibu orang lain, dan orang itu memaki ibunya.
(H.R. Bukhari).[1][5]
4.3 Menunjukkan contoh perilaku yang mencerminkan hormat dan
patuh kepada orang tua dan guru
PEMBAHASAN
A.
Birrul Walidain
1. Pengertian Birrul Walidain
Istilah Birrul
Walidain terdiri
dari
birru artinya kebajikan dan al-walidain artinya kedua orang tua atau ibu bapak.
Jadi, Birrul Walidain adalah berbuat kebajikan terhadap kedua orang tua.
2. Kedudukan Birrul Walidain
Birrul Walidain mempunyai kedudukan yang istimewa dalam ajaran Islam. Allah dan
Rasul-Nya menempatkan orang tua pada posisi yang sangat istimewa, sehingga
berbuat baik pada keduanya juga menempati posisi yang sangat mulia, dan sebaliknya
durhaka kepada keduanya menempati posisi yang sangat hina. Karena mengingat jasa
ibu bapak yang sangat besar sekali dalam proses reproduksi dan regenerasi umat
manusia.
Secara khusus Allah juga mengingatkan betapa besar jasa dan perjuangan seorang ibu
dalam mengandung, menyusui, merawat dan mendidik anaknya. Kemudian bapak,
sekalipun tidak ikut mengandung tapi dia berperan besar dalam mencari nafkah,
membimbing, melindungi, membesarkan dan mendidik anaknya, sehingga mempu
berdiri bahkan sampai waktu yang sangat tidak terbatas.
Berdasarkan semuanya itu, tentu sangat wajar dan logis saja, kalau si anak dituntut
untuk berbuat kebaikan kepada orang tuanya dan dilarang untuk mendurhakainya.[1][6]
3. Bentuk-Bentuk Birrul Walidain
Adapun bentuk-bentuk Birrul Walidain di antaranya:
1. Taat dan patuh terhadap perintah kedua orang tua, taat dan patuh
orang tua dalam nasihat, dan perintahnya selama tidak menyuruh
berbuat maksiat atau berbuat musyrik, bila kita disuruhnya berbuat
maksiat atau kemusyrikan, tolak dengan cara yang halus dan kita
tetap menjalin hubungan dengan baik.
2. Senantiasa berbuat baik terhadap kedua orang tua, bersikap hormat,
sopan santun, baik dalam tingkah laku maupun bertutur kata,
memuliakan keduanya, terlebih di usia senja.[1][7]
3. Mengikuti keinginan dan saran orang tua dalam berbagai aspek
kehidupan, baik masalah pendidikan, pekerjaan, jodoh, maupun
masalah lainnya. Selama keinginan dan saran-saran itu sesuai dengan
ajaran Islam.
4. Membantu Ibu Bapak secara fisik dan materil. Misalnya, sebelum
berkeluarga dan mampu berdiri sendiri anak-anak membantu orang
tua terutama ibu. Dan mengerjakan pekerjaan rumah.
5. Mendoakan Ibu Bapak semoga diberi oleh Allah kemampuan, rahmat
dan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirta.
6. Menjaga kehormatan dan nama baik mereka.
7. Menjaga, merawat ketika mereka sakit, tua dan pikun.
8. Setelah orang tua meninggal dunia, Birrul Walidain masih bisa
diteruskan dengan cara antara lain:
Melaksanakan wasiatnya
Memuliakan sahabat-sahabatnya
Mendoakannya.
Ya Tuhan Kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan
sekalian
orang-orang
mukmin
pada
hari
terjadinya
hisab
(hari
kiamat).
Permohonan Nabi Ibrahim dalam Q.S. Al-Israa: 24
24.
Guru adalah orang tua kedua, yaitu orang yang mendidik muridmuridnya untuk menjadi lebih baik sebagaimana yang diridhoi
Alloh azza wa jalla. Sebagaimana wajib hukumnya mematuhi kedua
orang tua, maka wajib pula mematuhi perintah para guru selama
perintah tersebut tidak bertentangan dengan syariat agama.
Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak memuliakan orang yang lebih tua dan
tidak menyayangi orang yang lebih muda. ( HSR. Ahmad dan At-Tirmidzi )
saw :
Barangsiapa menempuh jalan dalam rangka menuntut ilmu padanya, Alloh mudahkan
baginya dengannya jalan menuju syurga. ( HR. Ahmad, Muslim, Abu Dawud, AtTirmidzi dan Ibnu Majah )
Sesungguhnya Alloh itu indah dan suka kepada keindahan.( HR. Ahmad, Muslim dan
Al-Hakim )
Orang-orang pun diam seakan-akan ada burung di atas kepala mereka. ( HR. AlBukhori )
muda
yang
bercakap-cakap
padahal
sang
guru
sedang
Di antara akhlaq kepada guru adalah bertanya kepada guru bila ada
sesuatu yang belum dia mengerti dengan cara baik. Alloh berfirman :
Bertanyalah kepada ahli dzikr ( yakni para ulama ) bila kamu tidak tahu.( Qs. An-Nahl :
43 dan Al-Anbiya : 7 )
Mengapa mereka tidak bertanya ketika tidak tahu ? Bukankah obat dari ketidaktahuan
adalah bertanya ? ( HSR. Abu Dawud )
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menanyakan sesuatu yang bila
dijawab niscaya akan menyusahkan kalian. ( Qs. Al-Maidah : 101 )
Berkata Imam Maimun bin Mihron : Pertanyaan yang bagus menunjukkan separuh dari
kefahaman. ( AR. Al-Khothib Al-Baghdadi dalam Al-Jami )
: ,
Agama adalah nasihat. Kami ( Shahabat ) bertanya : Untuk siapa ? Beliau menjawab
nasihat-nasihat
orang
tua
dan
janganlah
memotong
pembicaraannya.
5. Membantu pekerjaan orang tua dengan sekuat tenaga, terutama jika
orang tua sudah berusaha lanjut.
6. Selalu bersikap baik dan sopan santun baik dalam perbuatan maupun
perkataan.
7. Selalu menyambung silaturahim kepada keduanya meskipun kita
dalam perantauan ataupun kita sudah memiliki keluarga sendiri, selalu
menepati janji kita, dan menghormati sahabat-sahabat orang tua
dengan baik.
8. Selalu mendoakan orang tua agar diampuni dosa-dosanya oleh Allah
swt.
Sementara itu menurut imam al-Ghazali, etika anak terhadap orang tuanya adalah
sebagai berikut:
1. Mendengarkan pembicaraannya.
2. Melaksanakan perintahnya.
3. Tidak berjalan di depannya.
4. Tidak mengeraskan suara ketika berbicara kepadanya.
5. Menjawab panggilannya.
6. Berkemauan keras menyenangkan hatinya.
7. Menundukkan badannya.
8. Tidak mengungkit kebaikan kita terhadap mereka.
9. Tidak memandang dengan mata melotot dan tidak menatap matanya.
Itulah sebagian kecil bentuk akhlak anak terhadap orang tua menurut etika
1. Akhlak Kepada Guru Menurut Etika
Murid adalah orang yang sedang belajar dan menuntut ilmu kepada seorang guru.
Demi untuk keberkahan dan kemudahan dalam meraih dan mengamalkan ilmu atau
pengetahuan yang telah diperoleh dari seorang guru, maka seorang murid haruslah
memiliki akhlak atau etika yang benar terhadap gurunya.
Beberapa contoh etika murid terhadap guru (Muallim), diantaranya adalah sebagai
berikut :
1. Seorang murid hendaklah hormat kepada guru, mengikuti pendapat
dan petunjuknya.
2. Seorang murid hendaklah memberi salam terlebih dahulu kepada guru
apabila menghadap atau berjumpa dengan beliau.
3. Seorang murid hendaklah memandang gurunya dengan keagungan
dan meyakini bahwa gurunya itu memiliki derajat kesempurnaan,
sebab hal itu lebih memudahkan untuk mengambil manfaat dari
beliau.
4. Seorang murid hendaklah mengetahui dan memahami hak-hak yang
harus diberikan gurunya dan tidak melupakan jasanya.
5. Seorang murid hendaklah bersikap sabar jika menghadapi seorang
guru yang memiliki perangai kasar dan keras.
6. Seorang murid hendaklah duduk dengan sopan di hadapan gurunya,
tenang,
merendahkan
diri,
hormat
sambil
mendengarkan,
guru
11.
12.
yang dilakukan oleh guru ( guru lebih mengetahui tentang apa yang
dikerjakannya).
17.
dan
hendaknya
setiap
memberikan
sanggahan
atau
menelphon
atau
mengirim
pesan,
untuk
memastikan
kepadanya.
21.
Seorang
murid
hendaklah
menyempatkan
diri
untuk
lulus) murid hendaklah tetap selalu mengingat jasanya dan tetap terus
mendoakan kebaikan kebaikan atas mereka.
Bagaimanapun juga guru merupakan orang tua kedua kita setelah orang tua kita yang
di rumah. Mereka adalah orang tua kita saat kita berada di luar rumah. Jadi
sebagaiman kita menghormati orang tua kandung kita, maka kitapun juga harus
menghormati guru kita.
Sebagaimana disyiratkan dalam sabda Rasulullah SAW :
Tidak termasuk umatku orang yang tidak menghormati orang yang lebih tua dari kami,
tidak mengasihi orang yang lebih kecil dari kami dan tidak mengetahui hak orang alim
dari kami. (HR.Ahmad, Thabrani, dan Hakim dari Ubadah bin Shamit Ra.)
Pelajarilah oleh kalian ilmu, pelajarilah oleh kalian ilmu(yang dapat menumbuhkan)
ketenangan, kehormatan, dan rendahkanlah dirimu terhadap orang yang kalian
menuntut ilmu darinya. (HR. Thabrani dari Abu Hurairah. Ra)
1. Kedudukan Guru
Bapak Guru lebih mulia dari bapak kandung . Sebab, Ibu Bapak itu mendewasakan
dari segi jasmani yang bersifat material, sedangkan Bapak/Ibu Guru mendewasakan
dari segi rohani yang bersifat spiritual dan universal.
Para Guru, Ustadz, Ustadzah, atau Mualim, Mursyid, selain mengantarkan kita menjadi
orang yang beramal sholih, mereka termasuk pewaris Nabi-Nabi, justru merekalah
penyalur pusaka dalam menjalankansyariat, akhlak, aqidah, dan mereka pula contoh
yang terdekat dengan kita. Berkaitan dengan hal tersebut, Nabi bersabda :
Ulama adalah penerima pusaka Nabi-Nabi. (HR. al-Tirmizi dan Abu Daud).
Sehubungan dengan hadist tersebut, maka kita diperintahkan untuk menghormati para
Ulama, meski bukan Guru kita. Begitupula dengan para DaI dan Muballigh selaku
penyalur risalah kenabian, yang kini disebut Dawah atau Kulyah Agama. Adapun
Ulama yang sebenarnya adalah yang berilmu, dan beramal dengan ilmunya itu, serta
ilmudan amalanya tersebut sesuai dengan Al-Quran dan Hadist.