PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan komposisi dan perpindahan
berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air dan zat
terlarut. Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan
listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan. Cairan dan elektrolit masuk ke
dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan intravena (IV) dan didistribusi ke
seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti adanya distribusi
yang normal dari air tubuh total dan elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh.
Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung satu dengan lainnya; jika salah
satu terganggu, maka demikian pula lainnya.
Karena cairan dan elektrolit yang menciptakan lingkungan intraseluler dan
ekstraseluler bagi semua sel dan jaringan tubuh, maka ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit dapat terjadi pada semua golongan penyakit.
Syok adalah suatu sindroma klinis dimana terdapat kegagalan dalam hal
mengatur peredaran darah akibatnya terjadi kegagalan untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh. Kegagalan sirkulasi biasanya disebabkan oleh kehilangan cairan
(hipovolemik), Karena kegagalan pompa atau karena perubahan resistensi vaskuler
perifer. Tujuan resusitasi cairan adalah untuk memperbaiki gangguan sirkulasi,
sehingga kebutuhan oksigen jaringan dapat terpenuhi.
BAB II
1
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Syok Hipovolemik
2.2.1.
Definisi1
Syok adalah suatu sindrom klinis akibat kegagalan akut fungsi
sirkulasi yang menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi
jaringan, dengan akibat gangguan mekanisme homeostasis. Berdasarkan
penelitian Moyer dan Mc Clelland tentang fisiologi keadaan syok dan
homeostasis, syok adalah keadaan tidak cukupnya pengiriman oksigen ke
jaringan.
2.1.2.
Etiologi2
Syok hipovolemik disebabkan oleh penurunan volume darah efektif.
2.1.3.
Pada fase ini telah terjadi kerusakan organ multipel yang bersifat
irreversible.
Gejala dan tanda:
a. Hipoksia
b. Oligouria
c.
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
2.1.4.
Derajat Syok2
Syok hipovolemik sendiri paling sering disebabkan oleh perdarahan.
Selain itu dapat juga disebabkan oleh dehidrasi. Berdasarkan jumlah darah
yang hilang, maka syok hipovolemik dibagi menjadi 4 kelas:
2.1.5.
Patofisiologi1
Tubuh manusia merespon perdarahan akut dengan mengaktivasi sistem
dengan
meningkatkan
denyut
jantung,
meningkatkan
dengan
Gambar 2.1 Berbagai jenis umpan balik yang dapat menimbulkan perkembangan syok.
2.1.6.
Diagnosa1,4
Syok hipovolemik membutuhkan diagnosa dini untuk mencegah
2.2.
Resusitasi Cairan8
7
Resusitasi cairan adalah pemberian cairan adekuat dalam waktu relatif cepat
pada penderita gawat akibat kekurangan cairan. Kekurangan cairan pada penderita
gawat umumnya perdarahan akibat kecelakaan atau kekurangan cairan karena sebab
yang lain. Penderita masih dapat bertahan hidup walaupun kehilangan fungsi 85%
hepar, 75% renal, 55% kapasitas paru, dan 75% butir darah merah, tetapi berakibat
fatal bila penderita kehilangan cairan tubuh sebanyak lebih dari sepertiga cairan
tubuh.
2.2.1.
Cairan Tubuh8
Cairan tubuh dibagi 2, yaitu cairan intrasel dan cairan ekstrasel. Cairan
intrasel antara infant dan dewasa jumlahnya sama sebanyak 40%, sedangkan
cairan ekstrasel berbeda, infant 30% dan dewasa 20%.
Cairan tubuh rata-rata pada laki-laki 60% dari berat badan, wanita
50%, dan infant 70%. Angka-angka tersebut berbeda pada penderita gemuk
dan kurus.
Cairan intrasel berisi ion kalium, protein dan PO4-. Cairan ekstrasel
terdiri atas, cairan intertisial, dan cairan intravaskuler. Cairan intertisial berisi
ion Na+ dan Cl-, sedangkan cairan intravaskuler berisi darah.
Kurus (%)
Rata-rata (%)
Gemuk (%)
2.2.2.
Bayi
80
70
65
Laki-laki
65
60
55
Perempuan
55
50
45
Komposisi Cairan8
Cairan pada infant berbeda komposisinya bila dibanding dengan
dewasa yaitu bedanya terletak pada cairan ekstrasel. Pada infant cairan
intertisial sebanyak 25% dan cairan intravaskuler 5%. Cairan intrasel sama
dengan dewasa, sebesar 40%.
Cairan pada dewasa, intertisial sebesar 15%, dan cairan intravaskuler
sama sebesar 5%.
5/6 ECF
Intertisial
25%
1/6 ECF
PV
5%
ECF
15%
5%
8
Body weight
Intrasel
BW
Intertisial
BW
PV
2.2.3.
2.2.4.
2.2.5.
CEF).
intravaskuler
sekitar
20-30
menit.
Beberapa
penelitian
10
11
Osmolaritas
270
mOsm/l.
Laktat
pada
larutan
ini
K+ = 10
Laktat = 20
Glukosa = 27 gr/L
Komposisi KA-EN 3B:
Mengandung elektrolit mEq/L
Na+ = 50
Cl- = 50
K+ = 20
Laktat = 20
Glukosa = 27 gr/L
Indikasi:
1. Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air
dan elektrolit dengan kandungan kalium cukup untuk mengganti
ekskresi harian, pada keadaan asupan oral terbatas
2. Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)
3. Mensuplai kalium sebesar 10 mEq/L untuk KA-EN 3A
4. Mensuplai kalium sebesar 20 mEq/L untuk KA-EN 3B
g) NaCl 0,9%
Cairan fisiologis ini terdiri dari 154 mEq/L Natrium dan 154
mEq/L Klorida, yang digunakan sebagai cairan pengganti dan
dianjurkan sebagai awal untuk penatalaksanaan hipovolemia yang
disertai dengan hiponatremia, hipokloremia atau alkalosis metabolik.
Cairan ini digunakan pada demam berdarah dengue dan renjatan
kardiogenik juga pada sindrom yang berkaitan dengan kehilangan
natrium seperti asidosis diabetikum, insufisiensi adrenokortikal dan
luka bakar. Pada anak dan bayi sakit penggunaan NaCl biasanya
dikombinasikan dengan cairan lain, seperti NaCl 0,9% dengan Glukosa
5 %.
2. Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut
plasma substitute atau plasma expander. Di dalam cairan koloid
terdapat zat/bahan yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas
osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama
14
(waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu koloid
sering digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok
hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita dengan hipoalbuminemia
berat dan kehilangan protein yang banyak (misal luka bakar).
Keuntungan dari cairan ini adalah tetap berada dalam volume
intravaskular, kebutuhan sama dengan jumlah darah yang hilang,
meningkatkan TOP, risiko udem minimal, dan meningkatkan aliran darah
mikrovaskular.
Kerugian cairan ini yaitu kelebihan beban cairan, mengganggu
hemostasis, mempengaruhi fungsi ginjal, reaksi anafilaktoid, dan harganya
mahal.
Jenis-jenis cairan koloid adalah :
a. Albumin
Terdiri dari 2 jenis yaitu:
Albumin endogen.
Albumin endogen merupakan protein utama yang dihasilkan
dihasilkan di hati dengan BM antara 66.000 Dalton sampai
dengan 69.000 Dalton, terdiri dari 584 asam amino. Albumin
merupakan protein serum utama dan berperan 80% terhadap
tekanan onkotik plasma. Penurunan kadar Albumin 50 % akan
menurunkan tekanan onkotik plasmanya 1/3nya.
Albumin eksogen.
Albumin eksogen ada 2 jenis yaitu human serum albumin,
albumin eksogen yang diproduksi berasal dari serum manusia dan
albumin eksogen yang dimurnikan (Purified protein fraction)
dibuat dari plasma manusia yang dimurnikan.
Albumin ini tersedia dengan kadar 5% atau 25% dalam garam
fisiologis. Albumin 25% bila diberikan intravaskuler akan
meningkatkan isi intravaskuler mendekati 5x jumlah yang
diberikan.Hal ini disebabkan karena peningkatan tekanan onkotik
plasma. Peningkatan ini menyebabkan translokasi cairan
intersisial ke intravaskuler sepanjang jumlah cairan intersisial
mencukupi.
Komplikasi
albumin
adalah
hipokalsemia
yang
dapat
jenis yang dibuat dari fraksi protein yang dimurnikan. Hal ini karena
faktor aktivator prekalkrein yang cukup tinggi dan disamping itu
harganya pun lebih mahal dibanding dengan kristaloid. Larutan ini
digunakan pada sindroma nefrotik dan dengue syok sindrom.
yang
dijumpai
adalah
adanya
gangguan
menghasilkan
perubahan
hemodinamik
berupa
(example:
Gelofusine,
Plasmagel,
Plasmion)
b) Urea linked gelatin (example: Polygeline)
c) Oxypoly gelatin (example: Gelifundol)
Merupakan plasma expanders dan banyak digunakan pada
penderita gawat. Walaupun dapat menimbulkan reaksi anafilaktik
(jarang) terutama dari golongan urea linked gelatin.
17
2.2.6.
metabolik berat yang menetap merupakan tanda prognostik yang jelek dan
merupakan indikasi/ pemberian bikarbonat. Gangguan elektrolit harus
dikoreksi bersamaan dengan pemberian cairan.
b. Obat-obat inotropik
Stimulan jantung diberikan bila keadaan syok tetap ada meskipun pemberian
cairan yang cukup, yang dinilai CVP dan PCWP, telah diberikan. Dopamin
adalah obat pilihan, dan diberikan dengan takaran 5-30 ug/kgBB/menit
melalui infus.
c. Diuretik
Kalau oliguri tetap ada meskipun volume darah cukup, harus diberikan
furosemid 10 mg iv. Bila tidak ada respon, harus dibedakan adanya
kegagalan prerenal atau nekrosis tubular akut dengan memberikan manitol
dan dosis tinggi furosemid.
d. Steroid
Penggunaan kortikosteroid pada syok hipovolemik adalah kontroversial.
Tidak ada bukti-bukti yang kuat, Namun steroid dosis tinggi yang diberikan
seawal mungkin bermanfaat melalui efek vasodilatasi, inotropik, lysosimestabilizing, dan efek metabolisme seluler. Dosisnya adalah 150 mg
hidrokortison/kg (atau ekivalennya), diulangi setiap 4-6 jam selama 24-48
jam.
2.3.1. Resusitasi Cairan Pada Syok Hipovolemik
Ada dua tindakan yang dilakukan dalam mengatasi keadaan
hipovolemia yaitu menanggulangi penyakit yang mendasari dan penggantian
cairan yang hilang. Untuk mengetahui jumlah cairan yang akan diberikan
perlu diketahui prediksi cairan yang hilang dari tubuh. Pada hipovolemia,
cairan yang hilang berasal dari cairan ekstraseluler (intravaskuler dan
interstisium) oleh karena cairan yang hilang adalah cairan isotonik. Dalam
keadaan normal, osmolaritas cairan interstisium dan intravaskuler adalah
sama, maka penghitungan cairan yang hilang didasarkan pada persen
berkurangnya plasma (cairan intravaskular).
Pemilihan cairan sebaiknya didasarkan atas status hidrasi pasien,
konsentrasi elektrolit, dan kelainan metabolik yang ada. Berbagai larutan
parenteral telah dikembangkan menurut kebutuhan fisiologis berbagai kondisi
medis. Terapi cairan intravena atau infus merupakan salah satu aspek
terpenting yang menentukan dalam penanganan dan perawatan pasien.
20
21
Pada Perdarahan
1. Tentukan Blood Loss (ada 3 cara)
Tabel I
ESTIMASI BLOOD LOST
GEJALA TANDA
% EBV
10 15 %
15 25 %
25 - 35 %
> 35 50%
Minimal
Preshock, akral mulai dingin
Shock, perfusi menurun, T < 90, N > 120
Shock berat, perfusi sangat buruk, tensi tak
terukur, nadi tak teraba dan gangguan kesadaran
Tabel II
Class
I
Lost EBV
< 15 %
Tekanan Darah
Masih normal
Nadi
< 100
Tanda Lain
Agak gelisah
II
(<10 ml/kg)
15 30 %
Hipotensi Postural +
Sistolik + tetap
> 100
Napas 14-20
Agak gelisah
(10-20 ml/kg)
Napas 20 30
22
III
30 40 %
Hipotensi postural
Sistolik turun
> 120
(20-30 ml/kg)
IV
> 40 %
( >30 ml/kg)
Napas : 30 40
Kulit dingin
keabu-
abuan
Anuria
Bingung lethargy
Sumber : Klasifikasi dari Stene-Gieseck (1991) & ACS (1993)
Tabel III
Kehilangan darah
KELAS I
sp > 750 cc
KELAS II
750 cc 1500 cc
KELAS III
1500- 2000 cc
KELAS IV
> 2000 cc
Denyut nadi
Tekanan darah
Tekanan nadi
Sp 15% EBV
< 100 x/m
Normal
Normal
15-30 % EBV
> 100 x/m
Mulai menurun
Menurun
30-40% EBV
> 120 x/m
Sangat menurun
Sangat menurun
Frequensi
14 20
20 30
5 15
menurun
> 40
pernapasan
Produksi urine
> 30
20 30
5 - 15
Tidak ada
( ml/jam )
Kesadaran
Cemas-bingung
Lesu coma
Kesadaran
Replacement
Kristaloid
Kristaloid
mulai menurun
Kristaloid
+ Kristaloid
therapy
darah
Sumber : ATLS
2. Atasi Syok
a. Cairan infus 20-40 ml/kg secepatnya
b. Dapat diulang
darah
23
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik
dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan
perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh. Hal ini muncul akibat kejadian pada
hemostasis tubuh yang serius seperti perdarahan yang masif, trauma atau luka bakar
yang berat (syok hipovolemik), infark miokard luas atau emboli paru (syo
kardiogenik), sepsis akibat bakteri yang tidak terkontrol (syok septik), tonus
vasomotor yang tidak adekuat (syok neurogenik) atau akibat respons imun (syok
anafilaktik).
Ada dua tindakan yang dilakukan dalam mengatasi keadaan hipovolemia yaitu
menanggulangi penyakit yang mendasari dan penggantian cairan yang hilang. Untuk
mengetahui jumlah cairan yang akan diberikan perlu diketahui prediksi cairan yang
hilang dari tubuh. Pada hipovolemia, cairan yang hilang berasal dari cairan
ekstraseluler (intravaskuler dan interstisium) oleh karena cairan yang hilang adalah
cairan isotonik. Dalam keadaan normal, osmolaritas cairan interstisium dan
intravaskuler adalah sama, maka penghitungan cairan yang hilang didasarkan pada
persen berkurangnya plasma (cairan intravaskular).
Pemilihan cairan sebaiknya didasarkan atas status hidrasi pasien, konsentrasi
elektrolit, dan kelainan metabolik yang ada. Berbagai larutan parenteral telah
dikembangkan menurut kebutuhan fisiologis berbagai kondisi medis. Terapi cairan
24
intravena atau infus merupakan salah satu aspek terpenting yang menentukan dalam
penanganan dan perawatan pasien. Bila perdarahan sebaiknya diganti dengan darah
juga. Bila persediaan darah tidak ada, dapat diberikan cairan koloid atau cairan
kristaloid seperti NaCl isotonis atau cairan ringer-laktat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo, Aru W dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing.
2. Butler A. 2010. Shock-Recognition, Pathophysiology, and Treatment. Diakses dari
3.
4.
5.
6.
25