Anda di halaman 1dari 47

BAB 1

1.1 LATAR BELAKANG


Perusahaan akan bertumbuh dan berkembang, kemudian pada waktunya akan
memperoleh keuntungan atau laba. Laba ini terdiri dari laba yang ditahan dan laba yang
dibagikan. Pada tahap selanjutnya laba yang ditahan merupakan salah satu sumber dana
yang paling penting untuk pembiayaan pertumbuhan perushaan. Makin besar
pertumbuhan perusahaan yang berasal dari : laba yang ditahan ditambah penyusutan
aktiva tetap maka makin kyat posisi finansial perusahaan tersebut. Dari seluruh laba yang
diperoleh preusan sebagian dibagikan kepada pemegang saham berupa dividen.
Mengenai penentuan besarnya dividen yang akan dibagikan itulah yang merupakan
kebijakan dividen dari pimpinan perusahaan. (Dermawan Sjahrial, 2008,305).
Manjemen keuangan merupakan salah satu fungsi stratejik yang berkaitan dengan
pengelolaan keuangan. Pengelolaan ini ditujukan agar perusahaan mampu menghasilkan
keuntungan untuk meningkatkan value of the firm dan meningkatkan kesejahteraan
pemegang saham. Pengelolaan kinerja diserahkan kepada manajer keuangan sehingga
manajer

keuangan

berusaha

mengelola

asset

financial

perusahaan

dengan

menitikberatkan pada tiga keputusan, yaitu : keputusan financial (financial decision),


keputusan investasi (investment decision), dan kebijakan dividen (dividend policy).
Manajer keuangan berusaha mewujudkan kedua tujuan perusahaan dengan menggunakan
ketiga keputusan tersebut. Kartika Nuringsih (2005).

Teori diatas juga dikemukakan oleh Husnan (1989) dalam Suwendra_Kumar (2007)
menyatakan bahwa perusahaan dalam mengelola keuangannya selalu dihadapkan pada
tiga permasalahan penting yang saling berkaitan. Ketiga permasalahan tersebut adalah
keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan kebijakan untuk menetukan berapa
banyak dividen yang harus dibagikan kepada para pemegang saham. Keputusankeputusan tersebut akan mempunyai pengaruh terhadap nilai perusahaan yang tercermin
dari harga pasar perusahaan.
Investor mempunyai tujuan utama dalam menanamkan dananya kedalam perusahaan,
yaitu untuk mencari pendapatan atau tingkat kembalian investasi (return) baik berupa
pendapatan dividen (dividend yield) maupun pendapatan dari selisih harga jual saham
terhadap harga belinya (capital gain). Dalam hubungannya dengan pendapatan dividen,
para investor umumnya menginginkan pembagian dividen yang relatif stabil, karena
dengan stabilitas dividen dapat meningkatkan kepercayaan investor terhadap perusahaan
sehingga mengurangi ketidakpastian investor dalam menanamkan dananya kedalam
perusahaan. Di sisi lain, perusahaan yang akan membagikan dividen dihadapkan pada
berbagai macam pertimbangan, antara lain : perlunya menahan sebagian laba untuk
re_investasi yang mungkin lebih menguntungkan, kebutuhan dana perusahaan, likuiditas
perusahaan, sifat pemegang saham, target tertentu yang berhubungan dengan rasio
pembayaran dividen dan faktor lain yang berhubungan dengan kebijakan dividen
(Brigham, 2005) dalam Suwendra_Kumar (2007).
Dari sisi investor , dividen merupakan salah satu penyebab timbulnya motivasi
investor menanamkan dananya dipasar modal. Investor lebih menyukai dividen daripada
capital gain (farikh Rahman, 2006) dalam Muhammad Wahyudin 2010, alasannya adalah

dividen merupakan penerimaan yang lebih pasti dibanding dengan capital gain. Mereka
menganggap bahwa dividen sekarang lebih berharga dari capital gain yang diterima
dikemudian hari. Karena informasi yang dimiliki investor dipasar modal sangat terbatas,
maka perubahan dividenlah yang akan dijadikan sebagai sinyal untuk mengetahui
performance perusahaan, sehingga perusahaan sering menggunakan pengumuman
dividen untuk menaikkan harga saham dari sisi emiten. Sangat penting untuk menentukan
apakah sebagian keuntungan yang dimiliki oleh perusahaan akan lebih banyak digunakan
untuk membayar dividen dibandingkan dengan retained earning atau justru sebaliknya.
Apabila proporsi keuntungan yang dibagikan sebagai dividen

lebih besar dari laba

ditahan, akabatnya adalah dana internal yang dimiliki perusahaan turun dan perusahaan
perlu mencari dana dari luar perusahaan bila perusahaan ingin melakukan ekspansi.
Penentuan pembagian

pendapatan antara penggunaan pendapatan untuk dibayarkan

kepada para pemegang saham sebagai dividen atau untuk digunakan didalam perusahaan
disebut dengan politik dividen atau kebijakan dividen.
Kebijakan dividen suatu perusahaan akan melibatkan dua pihak yang berkepentingan
dan saling bertentangan (agency problem), yaitu kepentingan para pemegang saham
dengan dividennya, kepentingan perusahaan dengan laba ditahannya, dan juga
kepentingan bondholder yang dapat mempengaruhi besarnya dividen kas yang
dibayarkan. Dividen yang dibayarkan kepada para pemegang saham tergantung pada
kebijakan masing-masing perusahaan, sehingga memerlukan pertimbangan yang lebih
serius dari manajemen perusahaan. Kebijakan dividen atau keputusan dividen pada
hakikatnya adalah menentukan porsi keuntungan yang akan dibagikan kepada para

pemegang saham, dan yang akan ditahan sebagian dari laba ditahan (Susana dan Fathan,
2006) dalam Nuha (2008).
Kebijakan dividen menjadi perhatian banyak pihak seperti pemegang saham, kreditor,
amupun pihak eksternal lain yang memiliki kepentingan dari informasi yang dikeluarkan
perusahaan. Melalui kebijakan ini perusahaan memberikan sebagian keuntungan bersih
kepada pemegang saham secara tunai ( Brigham dan Houston, 2001) dalam Kartika
Nuringsih (2005). Keputusan ini merupakan salah satu cara untuk meningkatkan
kesejahteraan pemegang saham, khususnya pemegang saham yang berinvestasi dalam
jangka panjang dan bukan pemegang saham

yang berorientasi pada capital gain.

Berkaitan dengan tujuan tersebut , perusahaan berusaha meningkatkan pembayaran


dividen dari tahun ke tahun

agar kesejahteraan pemegang saham juga mengalami

peningkatan. Tetapi dalam prakteknya sering terjadi hambatan seperti terjadinya


penurunan profitabilitas, keharusan membayar bunga, atau terbukanya kesempatan
investasi yang profitable menyebabkan pihak manajemen membatasi pembayaran
dividen. Logika ini disebabkan keuntungan akan dialokasikan pada laba ditahan sebagai
sumber dana internal. Kondisi ini menyebabkan harapan pemegang saham terhadap
dividen tinggi menjadi pudar. Meskipun demikian, pihak manajemen menghindari terjadi
pemotongan dividen ( dividend cut ) atau paling tidak membayar dividen secara tetap atau
dikenal sebagai dividend sticky. (Donalson, 1961 dikutip dalam Brigham, Gapensky dan
Davel, 1999) dalam Kartika Nuringsih (2005).
Mengingat akan arti penting laba, baik bagi perusahaan maupun pihak investor
perusahaan berkepentingan untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Perusahaan
berkepentingan untuk mendonasi ekspansi dan meningkatkan pertumbuhan perusahaan,

sementara bagi investor mereka berkehendak atas pembagian laba yang diperoleh
(dividen). Perusahaan harus bisa mengambil kebijakan yang memenuhi keinginan
perusahaan memenuhi kebutuhan dana, sedangkan bagi investor memperoleh apa yang
diinginkan.Nuha (2008).
Saxena (1999: p.3) dalam Fira Puspita (2009) mengemukaakan bahwa isu tentang
dividen sangat penting dengan berbagai alasan, antara lain : pertama, perusahaan
menggunakan dividen sebagai cara unuk memperlihatkan kepada pihak luar atau calon
investor sehubungan dengan stabilitas dan prospek pertumbuhan perusahaan dimasa yang
akan datang. Kedua, dividen memegang peranan penting pada struktur permodalan
perusahaan.
Dermawan Sjahrial (2008 : 305-306) menyatakan bahwa ada beberapa faktor-faktor
yang mempengaruhi kebijakan dividen, diantaranya posisi likuiditas perusahaan,
kebutuhan dana untuk membayar utang, rencana perluasan usaha, dan pengawasan
terhadap perusahaan.
Kebijakan dividen yang optimal meminimalkan agency cost dan biaya transaksi untuk
memperoleh dana dari luar. A model of optimal dividend payout is presented in which
increased dividends lower agency cost but raise the transaction of external financing.
The optimal payout minimizes the sum of these two costs (Rozeff, 1982) dalam Eko
Wahyudi-Baidori (2008). Peningkatan pembayaran dividen akan mengurangi agency cost,
tetapi akan meningkatkan transaction cost yang menyebabkan perusahaan dalam
pengawasan pasar modal. Peminimalan kedua biaya ini menghasilkan pembayaran
dividen optimal yang unik yang diberikan perusahaan.

Bila dievaluasi secara mendasar berapakah besarnya proporsi dividen yang


menguntungkan bagi pemegang saham dan juga bagi perusahaan masih merupakan
misteri. Professor Black (1976) dalam Kartika Nuringsih (2005) mengatakan bahwa
banyak fuzzle dibalik kebijakan dividen. Hal ini disebabkan ada tiga teori yang
berlawanan tentang dividen. Menurut Modigliani dan Miller dikutip dalam Brigham dan
Houston (2001; 66), yang dikenal dengan dividend irrelevant theory menyatakan
bahwa/besar kecilnya dividen tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan tetapi yang
berpengaruh justru basic earning power dan bussines risk. Menurut Gordon dikutip dalam
Brigham dan Houston (2001; 67), dalam the bird in the hand theory, tingkat
ketidakpastian yang tinggi pemegang saham menginginkan dividen tinggi daripada
capital gain. Bila perusahaan menerapkan sepenuhnya, konsep ini memiliki sumber dana
internal yang rewlatif rendah karena sebagian besar profit terserap untuk mensejahterakan
pemegang saham. Dampak selanjutnya justru membengkakkan rasio utang. Sebaliknya
dalam Brigham dan Houston (2001: 67-68), berpendapat dalam the tax prefererence
theory bahwa investor memilih dividen rendah karena pajak atas dividen lebih mahal
daripada pajak capital gain. Berdasarkan teori ini pemegang saham memilih dividen
rendah untuk menghemat pembayaran pajak. Bila perusahaan menerapkan konsep ini,
maka perusahaan menguntungkan karena memiliki sumber dana internal yang besar
sehingga dapat menunda menggunakan utang atau emisi saham baru. Ketiga teori
tersebut dikembangkan dari latar belakang penelitian yang berbeda dan memiliki trade off
antara risk and return.
Salah satu cara untuk meminimumkan agency cost adalah dengan memberi proporsi
saham kepada manajer (insider ownership) agar mereka memiliki rasa kepemilikan

terhadap perusahaan sehingga tindakan mereka sesuai dengan keinginan para pemegang
saham. Konflik kepentingan menurut Madura (2006) dalam Eko Wahyudi-Baidori (2008)
terjadi saat pemegang saham perusahaan bukan merupakan manajer perusahaan.
Nuriningsih (2005) melakukan penelitian dengan menggunakan sampel perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun 1995 sampai dengan 1996.
Penelitian tersebut mengungkapkan adanya hubungan antara kepemilikan manajerial,
kebijakan hutang, return on asset (ROA), dan ukuran perusahaan dengan kebijakan
dividen. Kepemilikan manajerial berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan
dividen, variabel kebijakan hutang memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan,
variabel ukuran perusahaan memiliki pengaruh positif dan tidak signifikan, dan variabel
ROA memiliki pengaruh negatif dan sinifikan terhadap kebijakan dividen.
Pengaruh negatif antara manajerial ownership terhadap kebijakan dividen dibuktikan
oleh Jensen, et al. (1992); Rozeff (1982); Mahadwhartha dan Hartono (2002); Ismiyati
dan Hanafi (2004) dalam Wibisono Hardjopranoto (2006). Dan didukung oleh penelitian
Chen & Steiner (1999) dalam Kartika Nuringsih (2005) , meneliti pengaruh manajerial
ownership terhadap kebijakan dividen dalam konteks keagenan. Hasil penelitian
menunjukan bahwa terdapat pengaruh negatif antara manajerial ownership dengan
kebijakan dividen. Jika manajerial ownership tinggi, kekayaan manajer menjadi tidak
terdiversifikasi dengan optimal sehingga menurunkan pembayaran dividen sebagai cara
mendongkrak sumber dana internal. Dengan cara ini pendanaan dengan sumber dana
internal dapat menunda penggunaan utang . bila perusahaan menggunakan utang yang
tinggi , maka akan berakibat pada peningkatan financial distress dan kebangkrutan
sehingga bila kondisi tersebut terjadi manajer terancam dikeluarkan dari perusahaan.

Berdasarkan logika ini, maka semakin besar manajerial ownership, dividen akan semakin
kecil.
Penelitian Jensen, Solberg dan Zorn (1992) menemukan bahwa pengaruh negatif atau
efek substitusi antara utang terhadap dividen. Pada penggunaan hutang yang tinggi
perusahaan cenderung menghemat dividen sehingga dipergunakan untuk perluasan
hutang dengan cara ini dapat menghindari transfer kekayaan dari debtholder kepada
stockholder. Penelitian Jensen, Solberg dan Zorn (1992), menemukan bahwa pada tingkat
profitabilitas yang tinggi perusahaan cenderung menahan dividen agar memiliki sumber
dana internal yang tinggi. Variabel ROA sebagai proksi profitabilitas yang digunakan
sebagai variabel independen dalam menetapkan kebijakan dividen.
Pada penelitian Dian Novita Sari (2009) yang meneliti tentang hubungan ukuran
perusahaan, profitabilitas, growth opportinities, leverage, dan cash holding terhadap
kebijakan dividen. Penelitian ini menemukan bahwa ukuran perusahaan dan profitabilitas
berpengaruh secara positif signifikan terhadap kebijakan dividen. Growth opportunities
berhubungan secara negatif signifikan terhadap kebijkan dividen. Hasil ini konsisten
dengan free cash flow hypotesis. Sedangkan leverage dan cash holding tidak memiliki
hubungan yang signifikan terhadap kebijakan dividen.
Pada penelitian Niken Tyas Lestanti (2007) yang menguji tentang pengaruh rasio
profitabilitas, hutang dan likuiditas terhadap kebijakan dividen perusahaan (penelitian
pada perusahaan yang go publik di BEJ). Pengujian empiris yang dilakukan menemukan
bahwa rasio profitabilitas yang menggunakan variabel return on common equity dan roa,
terbukti memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kebijakn dividen
perusahaan. Untuk rasio hutang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan

dividen perusahaan. Rasio likuiditas yang direpresentasikan melalui variabel current ratio
dan cash ratiojuga terbukti tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan
dividen perusahaan.
Penelitian ini diambil dari jurnal yang sudah ada, artinya judul yang diteliti
merupakan judul replikasi dari jurnal yang diteliti oleh Nuringsih (2005) yang
mengembangkan empat variabel independent yang mempengaruhi kebijakan dividen
yang bersumber dari penelitian Chen & Steiner (1999). Dan ingin diteliti kembali namun
dengan periode objek penelitian yang berbeda. Oleh karena itu peneliti dalam hal ini
ingin menguji kembali Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kebijakan Hutang, dan
ROA Terhadap Kebijakan Dividen. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini
adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kepemilikan manajerial, kebijakan
hutang, dan ROA terhadap kebijakan dividen pada perusahaan yang terdaftar di BEI yang
memiliki informasi tentang varibel yang diteliti, diantaranya : memiliki informasi tentang
kepemilikan manajerial, kebijakan hutang, profitabilitas dan kebijakan dividen.

1.2 PERUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana pengaruh kepemilikan manajerial, kebijakan hutang, ROA terhadap
kebijakan dividen?
2. Variabel manakah yang paling berpengaruh terhadap kebijakan dividen?
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengaruh kepemilikan manajerial, kebijakan hutang, ROA
terhadap kebijakan dividen.

2. Untuk mengetahui Variabel manakah yang paling berpengaruh terhadap kebijakan


dividen

1.4 MANFAAT
a. Untuk peneliti : dapat menambah pengetahuan, terutama tentang kebijakan
dividend dan variabel lain yang diteliti.
b. Untuk mahasiswa : dapat menjadi bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.
c. Untuk perusahaan : dapat dijadikan sebagai tambahan informasi dalam
mengambil keputusan terutama dalam menentukan kebijakan dividen.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

10

A. Kajian Pustaka
2.1 Dividen
Dividen merupakan bentuk distribusi laba yang diperoleh perusahaan kepada
pemegang saham sesuai dengan proporsi lembar saham yang dimilikinya. HandayaniHadinugroho (2009).
Sebagian keuntungan yang diperoleh perusahaan dalam operasinya akan
didistribusikan kepada pemegang saham dan sebagian lagi akan ditahan untuk
diinvestasikan pada investasi yang menguntungkan. Terkait dengan keuntungan
tersebut maka manajer keuangan harus dapat mengambil keputusan mengenai
besarnya keuntungan yang harus dibagikan kepada pemegang saham dan beberapa
yang harus ditahan guna mendanai perkembangan atau pertumbuhan perusahaan.
Keputusan tersebut akan mempunyai pengaruh yang menentukan terhadap nilai
perusahaan. Besarnya keuntungan yang dibagikan kepada pemegang saham disebut
dividen. Pada umumnya perusahaan membayarkan dividen dalam bentuk kas (tunai),
dan karena kebijakan ini akan mempengaruhi kebijakan pembelanjaan perusahaan
maka keputusannya dilakukan dengan hati-hati dan harus juga melibatkan para
pemegang saham sebagai pemilik perusahaan. Biasanya diputuskan dalam rapat
umum pemegang saham (Surasni, 1998) dalam Karina Cahyati (2006).
Rozeff (1982) dan Estren Book (1984) dalam Wahyuning Kurniati (2007)
menyatakan bahwa pembayaran dividen kepada pemegang saham akan mengurangi
sumber-sumber dana yang dikendalikan oleh manajemen. Semakin tinggi dividen
yang dibayarkan kepada pemegang saham maka free cash flow dalam perusahaan

11

semakin kecil. Hal ini mengakibatkan manajemen harus memikirkan untuk


memperoleh sumber dana dari luar yang bisa saja berupa hutang. Dengan demikian
akan mengurangi kekuasaan manajemen terhadap pengendalian terhadap perusahaan,
karena dengan adanya entitas lain yang memberikan hutang kepada pihak perusahaan
maka entitas tersebut juga berkepentingan untuk melakukan pengawasan terhadap
jalannya perusahaan.
2.2 Kebijakan Dividen
Pemahaman tentang kebijakan dividen berawal dari pendapat Lintner (1956)
dalam Kartika Nuringsih (2005) yang menyatakan bahwa perusahaan menungkatkan
pembayaran dividen apabila yakin bahwa manajer mampu menghasilkan keuntungan
(earning) yang meningkat secara permanen dimasa mendatang. Dividen merupakan
keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham sebagai return atas
keterlibatan mereka sebagai supply capital. Proksi dividen dalam penelitian ini
menggunakan Dividend Payout Ratio (DPR). Menurut (Brigham dan Houston, 2006)
dalam Yoga (2010) manyatakan bahwa Dividend Payout Ratio merupakan persentase
dari laba bersih yang akan dibayarkan sebagai dividen tunai kepada pemegang saham.
Dividen Payout Ratio (DPR) merupakan perbandingan antara Dividen Per Share
(DPS) dengan Earning Per Share (EPS). Jika dividen tunai meningkat maka dana
perusahaan untuk reinvestment kan semakin berkurang, sehingga perusahaan
cenderung akan mencari sumber dana eksternal untuk mencukupi kebutuhannya
(Brigham dan Houston, 2001) dalam Yoga (2010).
Kebijakan dividen merupakan bagian yang menyatu dengan keputusan pendanaan
perusahaan. Rasio pembayaran dividen menentukan jumlah laba yang ditahan sebagai

12

sumber pendanaan. Semakin besar laba ditahan semakin sedikit jumlah laba yang
dialokasikan untuk pembayaran dividen. Alokasi penentuan laba sebagai laba ditahan
dan pembayaran dividen merupakan aspek utama dalam kebijakan dividen
(Wachowicz, 1997 : p.496) dalam Fira Puspita (2009).

Dermawan Sjahrial (2008 : 305-306) menyatakan bahwa ada beberapa faktorfaktor yang mempengaruhi kebijakan dividen, diantaranya :
a. posisi likuiditas perusahaan
Makin kuat posisi likuiditas perusahaan maka makin besar pula dividen
yang dibayarkan perusahaan kepada para pemegang saham.
b. kebutuhan dana untuk membayar utang
Apabila sebagian besar laba digunakan untuk membayar hutang maka
sisanya yang digunakan untuk membayar dividen makin kecil.
c. rencana perluasan usaha
Makin besar perluasan usaha perusahaan, makin berkurang dana yang
dibayarkan untuk dividen.
d. pengawasan terhadap perusahaan.
Kebijakan pembiayaan : untuk ekspansi dibiayai dengan dana dari sumber
intern antara lain : laba. Pertimbangannya : apabila dibiayai dengan
penjualan saham baru ini akan melemahkan kontrol dari kelompok
pemegang saham dominan. Karena suara pemegang saham mayoritas
berkurang.
2.2.1 Stabilitas Dividen

13

Menurut Varn Horne dan Machowicz (1998: 504) Stabilitas pembayaran


dividen merupakan daya tarik bagi banyak investor.

Penilaian Stabilitas Dividen Menurut Varn Horne dan Machowicz (1998: 505506).
Para investor mau membayar premi bagi dividen stabil karena adanya informasi
yang terkandung pada dividen, keinginan investor untuk memperoleh penghasilan
saat ini, dan pertimbangan-pertimbangan kelembagaan tertentu.

a. Muatan Informasi. Jika laba perusahaan menurun namun perusahaan tidak


mengurangi dividennya, pasar akan memiliki kepercayaan yang lebih tinggi
terhadap saham daripada jika perusahaan mengurangi pembayaran dividen.
Dividen stabil berisikan pandangan manajemen bahwa masa depan perusahaan
lebih baik daripada yang direfleksikan oleh penurunan laba. Maka manajemen
dapat mempengaruhi harapan investor melalui informasi yang terkandung pada
dividen.
b. Keinginan Memperoleh Penghasilan Saat ini . faktor kedua menginginkan adanya
dividen yang stabil. Investor yang menginginkan laba berkala tertentu akan
memilih perusahaan dengan dividen yang stabil daripada perusahaan dengan
dividen yang tidak stabil, walaupun kedua perusahaan memiliki pola laba dan
pembayaran dividen jangka panjang yang sama.
c. Pertimbangan-Pertimbangan

Kelembagaan.

Dividen

stabil

mungkin

menguntungkandari sudut pandang hukum karena mengizinkan beberapa investor


kelembagaan tertentu untuk membeli saham biasa. Berbagai kelembagaan
pemerintah menyiapkan daftar sekuritas yang disetujui untuk dapat dibeli oleh

14

dana pensiun, bank tabungan, trustee, perusahaan asuransi dan beberapa institusi
tertentu. Perusahaan yang menjual sekuritas harus memiliki pola dividen yang
tetap untuk dapat memenuhi kualifikasi. Adanya penurunan dividen dapat
menyebabkan dikeluarkannya sekuritas perusahaan dari daftar yang telah
disetujui.

Sasaran Rasio Pembayaran Menurut Varn Horne dan Machowicz (1998: 506)

Sejumlah perusahaan mengikuti kebijakan sasaran rasio pembayaran dividen dalam


jangka panjang. John Lintner menyatakan bahwa dividen disesuaikan terhadap
perubahan laba, namun hanya dengan gerakan lambat. Pada saat laba meningkat ke
tingkat tertent, perusahaan meningkatkan dividen hanya jika perusahaan merasa dapat
mempertahankan peningkatan laba tersebut. Perusahaan-perusahaan merasa enggan
untuk menurunkan jumlah absolutdividen kas mereka. Kedua faktor ini membantu
menjelaskan mengapa perubahan dividenlabih lambat daripada perubahan laba.

Dividen Berkala dan Dividen Tambahan Menurut Varn Horne dan Machowicz

(1998: 507).
Salah satu cara perusahaan meningkatkan distribus kasnya kepada pemegang saham
dalam periode yang sejahtera adalah dengan mengumumkan dividen tambahan
disamping dividen berkala, yang biasanya dibayarkan setiap tiga bulan atau enam
bulan. Dengan mengumumkan dividen tambahan, perusahaan memperingatkan para
investor bahwa dividen itu bukan merupakan kenaikan tingkat dividen yang sudah
ditetapkan. Pengumuman dividen tambahan cocok dilakukan pada perusahaan dengan

15

lyang

berfluktuasi.

Dividen

tambahan

memungkinkan

perusahaan

untuk

mempertahankan catatan stabil atas dividen berkala dan juga mendistribusikan


penghargaan kesejahteraan.

2.2.2 Pola pembayaran dividen


Keputusan mengenai dividen payout ratio adalah keputusan yang menyangkut
bagaimana cara dan dalam bentuk apa dividen dibayarkan kepada pemegang saham. Ada
beberapa pola pembayaran dividen yang dapat dipilih sebagai alternatif dividen payout
ratio perusahaan, yaitu : (Ang, 1997) dalam Fira Puspita (2009).
1. Stable and Occasionally Increasing Dividend per-share
Kebijakan ini menetapkan dividen per saham yang stabil, selama tidak ada
peningkatan yang permanent dalam earning power dan kemampuan
membayar dividen. Manajemen akan menaikkan dividen , jika ada keyakinan
bahwa tingkat yang lebih tinggi tersebut dapat dipertahankan. Hal ini dilandasi
adanya psikologi pemegang saham, dimana bila dividen naik maka akan
menaikkan juga harga saham dan sebaliknya.
2. Stable Dividend per-share
Dasar pemikirannya adalah bahwa pasar mungkin akan menilai suatu saham
lebih tinggi bila dividen yang diharapkan tetap stabil daripada bila dividen
berfluktuasi. Perusahaan yang memilih cara ini akan membayar dividen dalam
jumlah yang tetap (stable amount) dari tahun ke tahun.
3. Stable Payout ratio

16

Dalam pola pembayaran dividen ini, jumlah dividen dihitung berdasar suatu
persentase tetap (constant) dari laba (earnings). Bila laba berfluktuasi maka
jumlah dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham pun akan ikut
berfluktuasi.
4. Regular Dividend plus Extras
Dalam cara ini, dividen regular ditetapkan dalam jumlah yang diyakini oleh
manajemen mampu dipertahankan dimasa mendatang tanpa menghiraukan
fluktuasi laba dan kebutuhan investasi modal. Bila tambahan kas tersedia,
perusahaan memberikan tambahan ekstra (bonus) kepada pemegang saham.
Pola ini mengakui bahwa dividen mempunyai kandungan informasi, sehingga
dengan pemberian dividen ekstra dapat menarik minat pemodal yang pada
akhirnya akan dapat meningkatkan harga saham.
5. Fluctuating Dividend and Payout Ratio
Dalam pola pembayaran ini besarnya dividend an payout ratio disesuaikan
dengan perubahan laba dan kebutuhan investasi modal perusahaan untuk
setiap periode. Oleh karena itu besarnya dividend and payout ratio yang
dibayarkan berfluktuasi mengikuti fluktuasi laba dan kebutuhan investasi.

2.2.3 Penetapan Tanggal Dividen


(Arief Sugiono, 2005: 175) menyatakan bahwa penetapan tanggal juga
merupakan hal yang penting dan relevan dan hubungannya dengan dividen.
Tanggal-tanggal yang dimaksudkan itu adalah sebagai berikut :
1. Declaration Date

17

Declaration date adalah tanggal yang ditentukan untuk saatnya dewan direksi
mengumumkan dividen.
2. Recording date
Recording date adalah tanggal yang ditentukan untuk saatnya pemegang
saham berhak mendapatkan dividen.
3. Ex Dividen
Ex dividen adalah tanggal yang ditentukan untuk saatnya dividen lepas dari
pemegang saham.
4. Cum Dividen
Cum dividen adalah tanggal yang ditentukan untuk saatnya perdagangan
terakhir yang masih memiliki desempatan mendapatkan dividen, biasanya
berlaku untuk perusahaan yang masuk bursa (go Public).
5. Payment Date
Payment date adalah tanggal yang ditentukan untuk saatnya perusahaan
membayar dividen. Pada umumnya dividen dibayarkan secara tunai termasuk
untuk saham preferen yang dinyatakan sebagai presentase dari nilai buku (par
value).

2.2.4 Bentuk-Bentuk Dividen


(Arief Sugiono, 2005: 175-176), Bentuk-bentuk dividen yang akan dibagikan
kepada pemegang saham biasa adalah sebagai berikut :
1. Dividen Tunai (Cash Dividend)

18

Dividen Tunai adalah suatu bentuk pembagian dividen kepada para pemegang
saham dalam bentuk kas (tunai). Pembagian dividen tunai bisa dilakukan
secara berkala seperti per semester, per tahun dan per kuartal.
2. Dividen dalam bentuk saham (Stock Dividend)
Dividen dalam bentuk saham merupakan penerbitan tambahan saham kepada
pemegang saham. Hal ini mungkin terjadi apabila posisis keuangan (cash
position) perusahaan tidak mencukupi atau perusahaan menginginkan lebih
mendorong perdagangan saham dengan menunda harga pasar sahamnya.
Dengan stock dividend secara otomatis laba ditahan akan mengalami
penurunan yang dikonversikan kedalam bentuk saham.
3. Pemecahan harga saham (Stock Split)
Hal ini berbeda dengan stock dividend. Yang dimaksud dengan stock split
adalah memecah nilai buku saham. Secara persentase kepemilikan perusahaan
tidak mengalami perubahan, melainkan perubahan terjadi hanya pada jumlah
lembar yang dimiliki oleh pemegang saham yang bersangkutan.

2.2.5. Teori mengenai kebijakan dividen


Beberapa teori mengenai kebijakan deviden diantaranya :
a. Dividen Irrelevance
Modigliani dan Miller berpendapat bahwa dalam kondisi
keputusan investasi yang given, pembayaran dividen tidak berpengaruh
terhadap kemakmuran pemegang saham, Modigliani dan Miller juga
berpendapat bahwa nilai perusahaan dibentuk oleh earning power dari

19

asset perusahaan. Dengan demikian nilai perusahaan ditentukan oleh


keputusan investasi. Sementara itu keputusan apakah laba yang diperoleh
akan dibagikan dalam bentuk dividen atau akan ditahan tidak
mempengaruhi nilai perusahaan. Karina Cahyati (2006)
Hal yang penting dari pendapat Modigliani dan Miller adalah
bahwa pengaruh pembayaran dividen terhadap kemakmuran pemegang
saham akan diimbangi dengan jumlah yang sama dengan cara
pembelanjaan atau pemenuhan dana yang lain. Dalam kondisi keputusan
dana yang given, maka apabila perusahaan membagikan dividen kepada
pemegang saham, perusahaan harus mengeluarkan saham baru sebagai
pengganti sejumlah pembayaran dividen tersebut. Dengan demikian
kenaikan pendapatan dari pembayaran dividen akan diimbangi dengan
penurunan harga saham sebagai akibat penjualan saham baru. Dengan
demikian apakah laba yang diperoleh dibagikan sebagai dividen atau akan
ditahan dalam bentuk laba ditahan tidak mempengaruhi kemakmuran
pemegang saham. Karina Cahyati (2006)
Modigliani dan Miller dalam Warsono (2003: 284) berpendapat
bahwa kebijakan dividen tidak mempunyai efek terhadap harga saham
perusahaan maupun pada cost of capitalnya. Argumen inilah yang
dikatakan bahwa kebijakan dividen tidak relevan.Modigliani dan Miller
menyatakan bahwa apabila pembayaran dividen dinaikkan, maka
perusahaan dapat mengimbanginya dengan cara mengeluarkan saham baru
sebagai pengganti sejumlah pembayaran dividen tersebut. Lebih lanjut

20

bahwa Modigliani dan Miller mempunyai alasan bahwa nilai suatu


perusahaan dibentuk oleh earning power dan tingkat risiko asset
perusahaan.

b. Bird-in-The Hand Theory


Gordon dan Lintner dalam Brigham dan Houston (2001: 67)
berpendapat bahwa ks akan turun apabila rasio pembagian dividen
dinaikkkan karena para investor jauh lebih menghargai pendapatan yang
diharapkan dari dividen daripada pendapatan yang diharapkan dari
keuntungan modal.
Gordon dan Lintner dalam Ratnaningsih- Hartono (2003)
mengemukakan bahwa sesungguhnya investor jauh lebih menghargai
pendapatan yang diharapkan dari dividendaripada pendapatan yang
didapatkan dari keuntungan modal karena pembayaran dividen merupakan
penerimaan yang pasti dibandingkan capital gain. Mereka mengkiaskan
bahwa satu burung ditangan lebih berharga dari pada seribu burung
diudara. Maka teori ini disebut bird in the hand theory.

c. Tax Differential Theory


Dikutip dalam Brigham dan Houston (2001: 67-68) ada tiga alasan
yang berkaitan dengan pajak untuk beranggapan bahwa investor mungkin
lebih menyukai pembagian dividen yang rendah dari pada yang tinggi,
yaitu : 1. pendapatan dividen dikenakan tarif pajak lebih tinggi

21

dibandingkan dengan tarif pajak keuntungan modal. Oleh karena itu,


investor yang kaya (yang memiliki sebagian besar saham dan menerima
sebagian besar dividen yang dibayarkan) mungkin lebih suka perusahaan
manahan dan menanamkan kembali laba dalam perusahaan. Pertumbuhan
laba mungkin dianggap menghasilkan kenaikkan harga saham, dan
keuntungan modal yang pajaknya rendah akan menggantikan dividen yang
pajaknya tinggi. 2. pajak atas keuntungan tidak dibayarkan sampai saham
terjual. Karena adanya efek nilai waktu , satu dollar pajak yang dibayarkan
dimasa mendatang mempunyai biaya efektif yang lebih rendah dari pada
satu dollar yang dibayarkan hari ini. 3. jika selembar saham dimiliki oleh
seseorang sampai orang tersebut meninggal, sama sekali tidak ada pajak
keuntungan modal yang terhutang. Ahli waris yang menerima saham itu
dapat menggunakan nilai saham pada hari kematian sebagai dasar biaya
mereka, dengan demikian mereka terhindar dari pajak keuntungan modal.
Litzenberger dan Ramaswamy dalam Karina Cahyati (2006)
berpendapat bahwa apabila dividen dikenai pajak dengan jumlah yang
lebih tinggi daripada pajak atas capital gain, pemodal menginginkan agar
dividen tersebut dibagikan dalam jumlah kecil dengan maksud untuk
memaksimumkan nilai perusahaan.

d. Informatiom Content of Dividend


Beberapa studi empirik yang dikutip dalam awat (1999) dalam
Karina Cahyati (2006). Memperlihatkan bahwa harga saham dipasar

22

berubah sesuai dengan perubahan pengumuman dividen. Artinya


pengumuman jumlah dividenyang akandibagikan kepada para pemegang
saham akan menggambarkan suatu informasi mengenai prospek
perusahaan tersebut. Hal ini didukung oleh beberapa penelitian seperti R.
Richarson Pett yang sebelumnya diulas oleh Fama, Fisher, Jensen, dan R.
Roll. Berubahnya harga saham sesuai dengan perubahan pengumuman
besarnya dividen ini karena adanya isi informasi yang terkandung dalam
dividen (the information content of dividen) , dimana besarnya currentdividen merupakan ukuran harapan pendapatan perusahaan masa
mendatang disampaikan kepada investor melalui perubahan dividen. Hal
ini dapat dimengerti bahwa sepertinya mustahil statu perusahaan
mengumumkan untuk menaikkan dividen apabila prospeknya pada waktu
yang akan datang kurang baik.
Hasil studi memperlihatkan bahwa dividen yang besar berpengaruh
terhadap harga saham dalam arah yang sama, dalam arti kenaikan dalam
dividen akan menghasilkan kenaikan dalam harga saham, dan penurunan
dalam dividen akan menghasilkan penurunan dalam harga saham. Dalam
responnya, MM berargumen bahwa pengaruh ini tidak diakibatkan oleh
dividen itu sendiri tetapi lebih disebabkan oleh isi dari informasional
(Informational Content) dividen dengan tanggapan untuk laba dimasa
mendatang. Warsono (2003: 285)
Aharoni dan Swary dalam Karina Cahyati (2006) dalam
penelitiannya pada saham-saham yang tercatat di New York Stock

23

Exchange menemukan bahwa pengumuman earning dan pengumuman


perubahan dividen memberikan informasi yang bermanfaat yang tercermin
dari perubahan harga saham. Oleh karena pengumuman dividen
mengandung informasi maka perusahaan akan berusaha untuk tidak
menurunkan dividen, karena akan menyebabkan investor menganggap
perusahaan dalam keadaan sulit.

e. Clientele effect
Seperti dikutip dalam Sartono dalam Karina Cahyati (2006) bahwa
banyak kelompok investor dengan berbagai kepentingan. Ada investor
yang lebih menyukai memperoleh pendapatan saat ini dalam bentuk
dividen seperti hal nya individu yang sudah pensiun sehingga investor ini
menghendaki perusahaan untuk membayar dividen yang tinggi. Tetapi ada
pula investor yang lebih menyukai untuk menginvestasikan kembali
pendapatan mereka, karena kelompok investor ini berada dalam tarif pajak
yang cukup tinggi.
Jika perusahaan menahan laba setelah pajak yang diperoleh, maka
investor yang menyukai pembayaran dividen akan kecewa. Pada investor
tersebut memperoleh capital gain , tetapi untuk memenuhi kebutuhan para
investor tersebut terpaksa menjual sebagian sahamnya. Sementara itu
investor yang memilih untuk menginvestasikan kembali pendapatannya
menghendaki perusahaan untuk membayar dividen yang rendah, karena
bagi mereka pembagian dividen yang besar berarti pajak yang harus

24

dibayar juga semakin besar. Ini terjadi karena mungkin kenaikan dividen
mengakibatkan kenaikan tarif pajak pendapatan sehingga pembayaran
dividen tidak begitu menguntungkan dibandingkan dengan kenaikkan
pajak yang harus dibayar. Dengan demikian paling tidak terdapat dua
kelompok investor dengan dua kepentingan yang bertentangan. Karina
Cahyati (2006)
Dengan adanya dua kelompok tersebut, perusahaan dapat
menetukan kebijakan dividen yang oleh manajemen dianggap baik.
Kemudian perusahaan membiarkan para investor menjual saham, dengan
kata lain membiarkan para investor tersebut melakukan pemindahan
investasi dari satu perusahaan ke perusahaan lain. Tetapi perlu diingat
bahwa transaksi ini berlangsung secara tidak efisien karena adanya biaya
transaksi dan pembayaran capital gain sebagai akibat penjualan saham.
Oleh karena itu ada kecenderungan perusahaan enggan melakukan
perubahan kebijakan dividen. Karena perubahan kebijakan mengakibatkan
beberapa investor akan menjual sahamnya dan akibatnya dapat
menurunkan harga saham. Seperti halnya bidang lain, masih terdapat
perbedaan pendapat tentang adanya perbedaan kepetingan ini dan tidak
satupun kelompok yang dapat membuktikan kebenarannya. Karina
Cahyati (2006)

25

2.2.5 Alasan dalam memilih dividen


2.2.5.1 Alasan memilih dividen yang rendah
Ketika dividen dibayarkan, pemegang saham individu mengalami
double taxation, pajak pada saat perusahaan menerima pendapatan dan
pajak saat pemegang saham menerima dividen (Ross, Westerfield dan
Jordan, 2008) dalam Dian Novita Sari (2009). Dividen yang dikenai pajak
ini merupakan alasan untuk menahan laba atau untuk membeli kembali
saham sehingga dapat meningkatkan nilai saham yang beredar.

2.2.5.2 Alasan memilih dividen yang tinggi


Dividen saat ini memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan
dividen yang dibagikan dimasa depan. Selain itu, menurut Graham, Dodd
dan Cottle (1962) dalam Dian Novita Sari (2009), beberapa pemegang
saham individu menginginkan pendapatan saat ini, misalnya orang yang
sudah pensiun (Ross, Westerfield dan Jordan, 2008) dalam Dian Novita
Sari (2009), terdapat pula Bird in the hand theory, kepercayaan bahwa
dividen memiliki nilai yang lebih tinggi untuk investor daripada capital
gain karena dividen lebih pasti daripada capital gain (Keown, Martin,
Petty, dan Scott, 2005) dalam Dian Novita Sari (2009).

2.3 Kepemilikan Manajerial


Komposisi kepemilikan saham memiliki dampak yang penting pada
system kendali perusahaan (Adhi A.W, 2002) dalam Suwendra Kumar (2007).

26

Kepemilikan saham ini dapat terbagi menjadi kepemilikan manajerial,


kepemilikan institusi dan dampak yang berbeda terhadap dividen payout ratio.
Penelitian ini secara khusus akan mengkaji kepemilikan manajerial terhadap
kebijakan dividen yang dalam hal ini menggunakan proksi dividen payout ratio.
Menurut Hartoro & Atahau (2007) dalam Yoga (2010). Kepemilikan
manajerial adalah kepemilikan saham perusahaan oleh pihak manajemen
perusahaan. Penggunaan utang oleh perusahaan akan meningkat untuk mengejar
laba perusahaan yang lebih tinggi sekaligus mengurangi tarif pajak perusahaan
(Brigham dan Houston, 2001) dalam Yoga (2010). Selain itu, penggunaan utang
akan memberikan pengawasan terhadap kinerja manajemen perusahaan yang
cenderung bersikap opportunis (Ross, Westerfield, dan Jeff, 2006) dalam Yoga
(2010).
Kepemilikan manajerial menunjukan adanya peran ganda seorang
manajer, yakni manajer bertindak juga sebagai pemegang saham. Sebagai seorang
manajer sekaligus pemegang saham tidak ingin perusahaan dalam keadaan
kesulitan keuangan bahkan menglami kebangkrutan. Keadaan ini akan merugikan
baik sebagai manajer atau sebagai pemegang saham. Sebagai manajer akan
kehilangan insentif dan sebagai pemegang saham akan kehilanganreturn ataupun
dana yang diinvestasikannya. Nina Diah Pithaloka (2009).
Secara empiris et al (1992) dalam Suwendra Kumar (2007) menemukan
bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh kepada kebijakan dividen. Rozeff
(1982) dalam Suwendra Kumar (2007) mengemukakan bahwa kepemilikan
manajerial yang tinggi menyebabkan dividen yang dibayarkan pada pemegang

27

saham (dividen payout ratio rendah). Penetapan dividen yang rendah disebabkan
karena manajer memiliki harapan investasi dimasa mendatang yang dibiayai dari
sumber internal. Apabila sebagian pemegang saham menyukai dividen tinggi
maka hal ini akan menimbulkan perbedaan kepentingan sehingga diperlukan
peningkatan dividen. Sebaliknya apabila terjadi kesamaan preferensi antar
pemegang saham dan manajer maka tidak diperlukan peningkatan dividen.
Penelitian Chen & Steiner (1999) dalam Kartika Nuringsih (2005) ,
meneliti pengaruh manajerial ownership terhadap kebijakan dividen dalam
konteks keagenan. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat pengaruh negatif
antara manajerial ownership dengan kebijakan dividen. Jika manajerial ownership
tinggi, kekayaan manajer menjadi tidak terdiversifikasi dengan optimal sehingga
menurunkan pembayaran dividen sebagai cara mendongkrak sumber dana
internal. Dengan cara ini pendanaan dengan sumber dana internal dapat menunda
penggunaan utang . bila perusahaan menggunakan utang yang tinggi , maka akan
berakibat pada peningkatan financial distress dan kebangkrutan sehingga bila
kondisi tersebut terjadi manajer terancam dikeluarkan dari perusahaan.
Berdasarkan logika ini, maka semakin besar manajerial ownership, dividen akan
semakin kecil. Pengaruh negatif antara manajerial ownership terhadap kebijakan
dividen ini juga dibuktikan oleh Jensen, et al. (1992); Rozeff (1982);
Mahadwhartha dan Hartono (2002); Ismiyati dan Hanafi (2004) dalam Wibisono
Hardjopranoto (2006).

28

2.4 Kebijakan Hutang


Kebijakan hutang merupakan tindakan manajemen perusahaan yang akan
mendanai operasional perusahaan dengan menggunakan modal yang berasal dari
hutang. Hal ini berkaitan erat dengan struktur modal yang dipilih oleh perusahaan.
Struktur modal adalah pertimbangan antara modal asing atau hutang dengan
modal sendiri. Pemilik perusahaan lebih menyukai perusahaan menggunakan
hutang pada tingkat tertentu agar harapan pemilik perusahaan dapat tercapai.
Disamping itu perilaku manajer dan komisaris perusahaan juga dapat
dikendalikan. (Wahyuning Kurniati, 2007).
Higgins (1972) dalam Niken Tyas Lestanti (2007) mengatakan bahwa
dividen dapat dipengaruhi oleh kebutuhan dana untuk investasi serta pendanaan
atau hutang perusahaan. Lebih lanjut, Rozeff (1982), De Angelo, dan Stulz
(2004), Naceur, Gouied, Mohamed dan Belanes (2006) dalam Niken Tyas Lestanti
(2007) menemukan adanya hubungan yang negatif antara keputusan untuk
membayar dividen dengan tingkat hutang perusahaan.
Menurut Jensen, Solberg, dan Zorn (1992) dalam Kartika Nuringsih
(2004), terdapat hubungan kausal yang negatif atau substitusi antara tingkat
hutang dengan dividen. Penggunaan hutang tinggi menyebabkan perusahaan
menurunkan pembayaran dividen dan sebagian besar keuntungan dialokasikan
sebagai cadangan pelunasan hutang.

29

2.5 Profitabilitas (ROA)


Ang (1997) dalam Fira Puspita (2009) menyatakan bahwa Return On
Asset (ROA) adalah tingkat keuntungan bersih yang yang berhasil diperoleh
perusahaan dalam menjalankan operasionalnya. Return On Asset (ROA) diukur
dari laba bersih setelah pajak (earning after tax) terhadap total asetnya yang
mencerminkan kemampuan perusahaan dalam penggunaan investasi yang
digunakan untuk operasi perusahaan dalam rangka menghasilkan probabilitas
perusahaan. ROA (salah satu ukuran profitabilitas) juga merupakan ukuran
efektivitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan
aktiva tetap

yang

digunakan dalam menghasilkan

keuntungan dengan

memanfaatkan aktiva tetap yang digunakan untuk operasi. Semakin besar ROA
menunjukan kinerja perusahaan yang semakin baik karena tingkat kembalian
investasi (return yang semakin besar).
Profitabilitas merupakan tingkat keuntungan bersih yang mampu diraih
oleh perusahaan pada saat menjalankan operasionalnya. Dividen merupakan
bagian dari laba bersih yang dicapai perusahaan. Perusahaan akan dapat
melakukan pembagian dividen jika perusahaan memperoleh profit. Semakin besar
profitabilitas perusahaan maka kemampuan perusahaan untuk membayar dividen
kepada investor semakin besar. Di samping itu dari sisi manajerial maka
manajemen akan memiliki power untuk mengelola dana perusahaan tanpa harus
melakukan hutang kepada pihak lain, karena dengan tingkat keuntungan
perusahaan yang tinggi maka, diperusahaan akan tersedia banyak modal atau free
cash flow yang dapat digunakan untuk investasi baru.(Wahyuning Kurniati,2007).

30

Tingkat profitabilitas juga dinilai sebagai salah satu penentu keputusan


pembayaran dividen. Seperti yang dikutip oleh Frank Furter dan Wood Jr (2002),
Lintner (1956) dalam Niken Tyas Lestanti (2007) menyatakan salah satu kriteria
yang menentukan kebijakan dividen adalah tingkat masa kini perusahaan. Sejalan
dengan pernyataan Lintner, Darling (1957), Turnovsky (1967), serta Fama dan
Babiak (1968) dalam Niken Tyas Lestanti (2007) menemukan bukti empiris
bahwa dividen merupakan fungsi dari level profit sekarang. Fama dan French
(2001), Banerjee, Gatchev, dan Spindt (2005), serta Joos dan Plesko (2004) dalam
Niken Tyas Lestanti (2007) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat
profitabilitas perusahaan, maka semakin tinggi fleksibilitas serta kecenderungan
untuk membayar dividen. Faulkender, Milbourn dan Thakor (2006) dalam Niken
Tyas Lestanti (2007) juga menambahkan bahwa jika tingkat profitabilitas suatu
perusahaan semakin tinggi, maka perusahaan cenderung untuk membayar bagian
dari laba perusahaan dalam bentuk dividen kas dengan porsi yang besar. Lebih
lanjut, Baker dan Wurgler (2003) seperti yang dikutip oleh Faulkender, Milbourn
dan Thakor (2006) dalam Niken Tyas Lestanti (2007)., menyatakan bahwa
Dividen payout ratio sensitif dengan tingkat profitabilitas.
Pada tingkat profitabilitas yang tinggi, perusahaan mengalokasikan
dividen yang rendah ( Jensen, Solberg dan Zorn, 1992) dalam Kartika Nuringsih
(2005). Hal ini dikarenakan perusahaan mengalokasikan sebagian besar
keuntungan sebagai sumber dana internal. Pada ROA tinggi dibayarkan dividen
rendah karena keuntungan digunakan untuk meningkatkan laba ditahan. Dengan
cara ini sumber dana internal meningkat sehingga perusahaan dapat menunda

31

penggunaan utang atau emisi saham baru. Sebaliknya bila ROA rendah maka
dibayarkan dividen yang tinggi. Hal ini dilakukan karena perusahaan mengalami
penurunan profit sehingga untuk menjaga reputasi dimata investor , perusahaan
akan membagikan dividen besar.
Profitabilitas perusahaan memiliki hubungan negatif terhadap kebijakan
dividen. Perusahaan dengan ROA tinggi membagi dividen dalam jumlah kecil.
Hal ini disebabkan karena keuntungan dialihkan sebagai laba ditahan dan
digunakan sebagai sumber internal (Jensen, Solberg dan Zorn, 1992) dalam
Kartika Nuringsih (2004).

B. Penelitian sebelumnya
Pada penelitian Dian Novita Sari (2009) yang meneliti tentang hubungan ukuran
perusahaan, profitabilitas, growth opportinities, leverage, dan cash holding terhadap
kebijakan dividen. Penelitian ini menemukan bahwa ukuran perusahaan dan profitabilitas
berpengaruh secara positif signifikan terhadap kebijakan dividen. Growth opportunities
berhubungan secara negatif signifikan terhadap kebijkan dividen. Hasil ini konsisten
dengan free cash flow hypotesis. Sedangkan leverage dan cash holding tidak memiliki
hubungan yang signifikan terhadap kebijakan dividen.
Pada penelitian Niken Tyas Lestanti (2007) yang menguji tentang pengaruh rasio
profitabilitas, hutang dan likuiditas terhadap kebijakan dividen perusahaan (penelitian
pada perusahaan yang go publik di BEJ). Pengujian empiris yang dilakukan menemukan
bahwa rasio profitabilitas yang menggunakan variabel return on common equity dan roa,
terbukti memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kebijakn dividen

32

perusahaan. Untuk rasio hutang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan
dividen perusahaan. Rasio likuiditas yang direpresentasikan melalui variabel current ratio
dan cash ratiojuga terbukti tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan
dividen perusahaan.
Pada penelitian Kartika Nuringsih (2004) yang meneliti kepemilikan manajerial
dan konflik keagenan : analisis simultan antara kepemilikan manajerial, risiko, kebijakan
hutang dan kebijakan dividen. Pengujian tersebut menemukan hubungan positif antara
tingkat risiko dengan kepemilikan manajerial menunjukan hubungan komplementer.
Begitu juga hubungan positif antara kepemilikan manajerial dengan risiko menunjukan
adanya

hubungan komplementer, kemudian hubungan negatif antara kepemilikan

manajerial dengan hutang menunjukan hubungan substitusi, hal yang sama juga
ditemukan pada hubungan negatif antara kebijakan dividen (DPR) dengan kebijakan
hutang menunjukan hubungan substitusi,dan terdapat pula hubungan positif antara
kepemilikan manajerial dengan kebijakan dividen (DPR) menunjukan hubungan
komplementer.
Kartika Nuriningsih (2005) melakukan penelitian dengan menggunakan sampel
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun 1995 sampai dengan
1996. Penelitian tersebut mengungkapkan adanya hubungan antara kepemilikan
manajerial, kebijakan hutang, return on asset (ROA), dan ukuran perusahaan dengan
kebijakan dividen. Kepemilikan manajerial berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kebijakan dividen, variabel kebijakan hutang memiliki pengaruh yang negatif dan
signifikan, variabel ukuran perusahaan memiliki pengaruh positif dan tidak signifikan,
dan variabel ROA memiliki pengaruh negatif dan sinifikan terhadap kebijakan dividen.

33

Pada penelitian Handayani-Hadinugroho (2009) tentang analisis pengaruh


kepemilikan manajerial, kebijakan hutang ,roa, ukuran perusahaan terhadap kebijakan
dividen (pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2001-2005). yang
menghasilkan kebijakan hutang dan roa berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen,
ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen. Sedangkan
kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen.

C. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini mengenai pengaruh kepemilikan manajerial, kebijakan hutang, dan
ROA terhadap kebijakan dividen. Penentuan besar kecilnya dividen yang akan
dibayarkan tergantung dari kebijakan dividen dari masing-masing perusahaan dan juga
tergantung dari besarnya keuntungan dan jumlah saham yang beredar dimasyarakat.
Penentuan kebijakan dividen harus diperhatikan pada suatu perusahaan yang
membagikan dividen karena karakter pemegang saham dengan berbagai alasan yang
berbeda dapat mempengaruhi kebijakan dividen, ada pemegang saham yang
menginginkandividen yang rendah karena alasan pajak untuk dividen terlalu besar
dibandingkan capital gain, dan juga ada pemegang saham yang mengharapkan dividen
yang besar atau minimal relatif stabil dari tahun ke tahun.
Terdapat beberapa variabel yang ingin diteliti oleh peneliti karena diindikasikan
mempengruhi kebijakan dividen. Diantaranya : kepemilikan manajerial, kebijakan
hutang, dan ROA yang dalam hal ini menjadi variabel eksogen (independent) dan
kebijakan dividen yang akan menjadi variabel yang dipengaruhi atau variabel endogen
(dependen).

34

Penelitian ini mengambil perusahaan LQ-45 di BEI periode 2005-2007. dalam


menentukan sampel pada penelitian ini, peneliti menggunakan purposive sampling, yaitu
sampel yang dipilih secara cermat dengan karakteristik populasi yang dicari oleh peneliti
sehingga relevan

dengan rancangan penelitian yang diharapkan. Jenis data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang dapat diperoleh dari
Indonesian Capital Market Directory (ICMD). Dalam penelitian ini analisis yang
digunakan adalah regresi berganda. Kerangka pemikiran dan paradigma penelitian dapat
dilihat pada gambar berikut.

Bursa Efek Indonesia (BEI)

Perusahaan go public yang


listing di BEI (2005-2009)

Variabel Dependen
Kebijakan Dividen.

Variabel Independen :
Kepemilikan Manajerial
Profitabilitas (ROA)
Kebijakan Hutang

35

Uji Asumsi Klasik

Regresi Berganda

Interpretasi

Kesimpulan

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

D. Paradigma Penelitian

36

Kepemilikan Manajerial (X1)

Kebijakan Hutang (X2)

Kebijakan Dividen (Y)

Profitabilitas (ROA) (X3)

D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis menurut Sugiyono (2009: 93) merupakan jawaban sementara terhadap
rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitianbiasanya disusun
dalam kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru
berdasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang

37

diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai
jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik.
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas yang didukung oleh berbagai teori dari
berbagai penelitian, maka hipotesis yang dibangun dalam penelitian ini adalah :
Hipotesis 1
Hipotesis untuk Kepemilikan Manajerial (managerial ownership)
H01 : Tidak terdapat pengaruh dari kepemilikan manajerial terhadap kebijakan dividen.
H11 : Terdapat pengaruh antara kepemilikan manajerial terhadap kebijakan dividen.
Hipotesis 2
Hipotesis untuk Kebijakan Hutang
H02 : Tidak terdapat pengaruh antara kebijakan hutang terhadap kebijakan dividen.
H12 : Terdapat pengaruh antara kebijakan hutang terhadap kebijakan dividen.
Hipotesis 3
Hipotesis untuk Profitabilitas (ROA)
H03 : Tidak terdapat pengaruh antara ROA terhadap kebijakan dividen.
H13 : Terdapat pengaruh antara ROA terhadap kebijakan dividen.

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

38

Ruang lingkup penelitian ini mencakup pengaruh kepemilikan manajerial,


kebijakan hutang, dan ROA terhadap kebijakan dividen berdasarkan data-data
perusahaan terbuka yang dikeluarkan oleh bursa efek Indonesia (BEI). Data yang
dibutuhkan untuk keperluan analisis sejak tahun 2005-2007 pada bursa efek
Indonesia (BEI).

B. Metode Penentuan Sampel


Sample merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
suatu populasi, sehingga sample harus dapat mewakili populasi. Sample yang
diteliti harus memiliki gambaran yang tepat dari seluruh populasi yang diteliti.
Tekhnik pengambilan sample digunakan purposive sampling, karena sample yang
diambil berdasarkan pertimbangan-pertimbangan atau dengan criteria tertentu.
Populasi dalam penelitian ini adalah data return perusahaan-perusahaan yang
membagikan dividen tunai pada perusahaan LQ-45 yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) selama periode tahun 2005-2007.
Variabel dependen adalah dividen yang dihasilkan perusahaan-perusahaan
LQ-45 dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Sedangkan untuk variabel
independennya berupa kepemilikan manajerial, kebijakan hutang, dan roa pada
perusahaan-perusahaan LQ-45 dan terdaftar di bursa efek Indonesia (BEI).
Beberapa kriteria yang digunakan untuk pengambilan sample adalah :
Perusahaan tersebut tetap ada selama periode penelitian berlangsung.
Perusahaan memiliki data yang diperlukan peneliti.

39

Perusahaan memiliki laporan keuangan dan catatan atas laporan keuangan


perusahaan tersebut.
Perusahaan secara continue membayar dividen selama periode penelitian.

C. Metode Pengumpulan Data


1. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain. Untuk periode
penelitian selama 3 tahun (2005-2007). Jenis data yang digunakan dalam
penelitian ini merupakan data sekunder, yang mencakup data laporan
keuangan dan catatan atas laporan keuangan perusahaan. Data ini dapat
diperoleh dari :
a. Indonesian Capital Market Directory selama periode penelitian.
b. Bursa Efek Indonesia (BEI).
c. Laporan keuangan tahuanan dan catatan atas laporan keuangan
perusahaan selama periode penelitian.

2. Kepustakaan
Pengumpulan data dilengkapi dengan membaca dan mempelajari serta
menganalisis literatur yang sumber-sumbernya dari buku-buku, jurnaljurnal yang berkaitan dengan penelitian ini. Sedangkan untuk variabel
independennya dibatasi kepemilikan manajerial, kebijakan hutang, dan
ROA.
D. Metode Analisis

40

a. Penggunaan Regresi Berganda


Penelitian ini akan menggunakan metode Multiple Regression untuk analisis
impact dari variabel independen terhadap variabel dependen. Model ini dipilih
karena penelitian ini dirancang untuk menentukan variabel independen yang
mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen. Model yang dimaksud adalah
sebagai berikut:
Div = + 1 MOWN + 2 DEBT + 3 ROA +ei
Dimana :
DIV = Kebijakan Deviden
DEBT = Kebijakan Hutang
= intercept atau konstanta
i = Error
1 2 3 = koefisien regresi variabel MOWN , DEBT, dan ROA
MOWN = Managerial ownership merupakan proxy dari kepemilikan manajerial.
ROA = Return On Asset

b.

Pengujian Asumsi Klasik


Sebelum model regresi di atas digunakan dalam pengujian hipotesis,

terlebih dahulu model tersebut akan diuji apakah model tersebut memenuhi
asumsi klasik atau tidak, yang mana asumsi ini merupakan asumsi yang
mendasari analisis regresi. Pengujian asumsi klasik ini dimaksudkan untuk
memastikan bahwa model yang diperoleh benar-benar memenuhi asumsi dasar

41

dalam analisis regresi yang meliputi asumsi : tidak terjadi autokorelasi, tidak
terjadi heteroskedastisitas dan tidak terjadi multikolinearitas.
1. Uji Asumsi Normalitas
Uji asumsi normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi, variable pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Model
regresi yang baik memiliki distribusi normal atau mendekati normal. Seperti
diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti
distribusi normal. Apabila asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak
valid untuk jumlah sampel kecil. Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual
berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik.
Dimana uji grafik dengan melihat grafik histogram yang membandingkan antara
data observasi dengan distribusi yang mendekati distribusi normal. Pengujian
asumsi ini dilakukan melalui pengamatan terhadap Normal Probability Plot of
Regression

Standardize

Residual.

Uji

normalitas

dengan

grafik

dapat

menyesatkan. Oleh sebab itu dianjurkan dengan uji statistik. Uji statistik
sederhana dapat dilakukan dengan melihat nilai kurtosis dan skweness dari
residual dan uji statistik non-parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S). Dalam
penelitian ini yang digunakan dalam pengujian normalitas residual adalah
menggunakan uji statistik non-parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S).

2. Uji Asumsi Multikolinieritas

42

Uji multikoleniaritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi


ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas ( independent). Model regresi
yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara independent. Untuk
mendeteksi ada atau tidaknya multikoleniaritas didalam model regresi yaitu :
a. nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris sangat
tinggi, tetapi secara individual variabel-variabel independent banyak yang
tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen.

b. menganalisis matrik korelasi variabel-variabel independent.

c. Multikoleniaritas dilihat dari nilai tolerance dan lawannya dan VIF. Nilai VIF
> 10 maka terjadi multikoleniaritas yang serius. Besarnya VIF dapat
dirumuskan :

VIF = 1/ Tolerance
3. Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang
lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka
disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model
regresi yang baik tidak terjadi heteroskedastisitas. Hal ini dapat dideteksi dengan
melihat scatterplot antara nilai taksiran Y dengan nilai residual dimana plot
residual versus nilai prediksinya menyebar. Jika pada grafik yang mempunyai

43

sumbu residual yang distandarkan dari sumbu X dan Y yang telah diprediksi
membentuk suatu pola tertentu yang jelas (bergelombang, melebar, kemudian
menyempit), serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y,
maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
4.Uji Autokorelasi
Menguji kemungkinan terjadinya autokorelasi bertujuan untuk mengetahui
apakah kesalahan pengganggu pada periode t-1 ( sebelumnya). Autokorelasi
muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama
lainnya. Masalah ini karena residual tidak bebas dari satu observasi ke observasi
lainnya. Model regresi yang baik tidak terjadi autokorelasi.
Pada penelitian ini menggunakan uji Durbin watson ( DW test). Uji
Durbin watson ( DW test) digunakan untuk autokorelasi tingkat satu dan
mensyaratkan adanya intercept ( konstanta) dalam model regresi dan tidak ada
variabel lag diantara variabel independent. Hipotesis yang diuji adalah :
Tabel Klasifikasi Nilai Durbin Watson
Hipotesis Nol
Tdk ada autokorelasi positif

Keputusan
Tolak

Jika
0 < d < dl

Tdk ada autokorelasi positif

No decision

dl d du

Tdk ada korelasi negatif

Tolak

4- dl < d < 4

Tdk ada korelasi negatif

No decision

4-du d 4- du

Tdk ada autokorelasi, positif dan negative Tidak tolak

Du < d < 4-

E. Operasional Variabel Penelitian.


1. Variabel Independen

44

Variabel independent (X) pada penelitian ini diantaranya :


a.

Kepemilikan Manajerial (X1)


Menurut Hartoro & Atahau (2007) dalam Yoga (2010). Kepemilikan
manajerial adalah kepemilikan saham perusahaan oleh pihak manajemen
perusahaan.

Dalam

Handayani-Hadinugroho

(2009)

kepemilikan

manajerial merupakan persentase saham yang dimilki oleh direktur dan


komisaris perusahaan (Jensen et al., 1992). Variabel independen ini
disimbolkan dengan OWN.
Dit + Cit share
OWN =
Total sahareit
Keterangan :
OWN = prosentase kepemilikan manajerial pada perusahaan i tahun t.
Dit

= jumlah kepemilikan saham oleh direktur perusahaan i tahun t.

Cit

= jumlah kepemilikan saham oleh komisaris perusahaan i tahun t.

Total sahareit = total saham yang dimiliki perusahaan i tahun t.


b. Kebijakan Hutang (X2)
Kebijakan hutang merupakan tindakan manajemen perusahaan yang akan
mendanai operasional perusahaan dengan menggunakan modal yang
berasal dari hutang. (Wahyuning Kurniati, 2007). Kebijakan hutang ini
merupakan variable independen yang kedua tujuannya untuk mengukur
prosentase dana yang disediakan oleh kreditur, dengan rumus :
Total hutang
DAR =

45

Total aset
c. Return On Assets (ROA) (X3).
Profitabilitas merupakan tingkat keuntungan bersih yang mampu diraih
oleh perusahaan pada saat menjalankan operasionalnya. .(Wahyuning
Kurniati,2007). Dan merupakan hubungan antara laba tahunan setelah
pajak terhadap total aktiva, yang digunakan sebagai usuran productivitas
aktiva perusahaan.
Earning After Tax
ROA=
Total Asset
2. Variabel Dependen
Penelitian ini menggunakan variabel dependen (Y) berupa kebijakan
dividen dengan menggunakan proksi dividen payotu ratio (DPR) yang
diukur dalam presentase laba yang dibayarkan dalam bentuk dividen, yang
merupakan rasio antara dividen per lembar saham perusahaan dengan laba
per lembar saham perusahaan.
Kebijakan dividen merupakan bagian yang menyatu dengan keputusan
pendanaan perusahaan. Rasio pembayaran dividen menentukan jumlah
laba yang ditahan sebagai sumber pendanaan. Semakin besar laba ditahan
semakin sedikit jumlah laba yang dialokasikan untuk pembayaran dividen.
Alokasi penentuan laba sebagai laba ditahan dan pembayaran dividen
merupakan aspek utama dalam kebijakan dividen (Wachowicz, 1997 :
p.496) dalam Fira Puspita (2009).
Dividend Per Share

46

DPR =
Earning Per Share

47

Anda mungkin juga menyukai