Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Krim
Menurut Farmakope Indonesia III definisi Krim adalah sediaan setengah
padat berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan
untuk pemakaian luar. Dan menurut Farmakope Indonesia IV, Krim adalah bentuk
sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau
terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Sedangkan menurut Formularium
Nasional Krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi kental mengandung
air tidak kurang dari 60 % dan dimaksudkan untuk pemakaian luar.
Sehingga dapat disimpulkan krim adalah sediaan setengah padat berupa
emulsi kenta, mengandung air tidak kurang 60% dan mengandung satu atau lebih
bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai seta
dimaksudkan untuk pemakaian luar.
2.2.1 Penggolongan Krim
Krim terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asamasam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air
dan lebih ditujukan untuk pemakain kosmetika dan estetika. Krim dapat juga
digunakan untuk pemberian obat melalui vaginal. Ada 2 tipe krim yaitu krim tipe
minyak dalam air (m/a) dan krim tipe air dalam minyak (a/m). Pemilihan zat
pengemulsi harus disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang dikehendaki.
Untuk krim tipe a/m digunakan sabun polivalen, span, adeps lanae, kolsterol dan
cera. Sedangkan untuk krim tipe m/a digunakan sabun monovalen, seperti
trietanolamin, natrium stearat, kalium stearat dan ammonium stearat. Selain itu
juga dipakai tween, natrium lauryl sulfat, kuning telur, gelatinum, caseinum, cmc
dan emulygidum.
Kestabilan krim akan terganggu/rusak jika sistem campurannya terganggu,
terutama disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi yang
disebabkan perubahan salah satu fase secara berlebihan atau zat pengemulsinya
tidak tercampurkan satu sama lain.

Pengenceran krim hanya dapat dilakukan jika diketahui pengencernya yang


cocok dan dilakukan dengan teknik aseptic. Krim yang sudah diencerkan harus
digunakan dalam jangka waktu 1 bulan. Sebagai pengawet pada krim umumnya
digunakan metil paraben (nipagin) dengan kadar 0,12% hingga 0,18% atau propil
paraben (nipasol) dengan kadar 0,02% hingga 0,05%. Penyimpanan krim dilakukan
dalam wadah tertutup baik atau tube ditempat sejuk, penandaan pada etiket harus juga
tertera obat luar.
2.2.2 Metode Pembuatan
Sediaan krim dapat menjadi rusak bila terganggu sistem campurannya
terutama disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi karena
penambahan salah satu fase secara berlebihan atau pencampuran dua tipe krim
jika zat pengemulsinya tidak tercampurkan satu sama lain. Pengenceran krim
hanya dapat dilakukan jika diketahui pengencer yang cocok. Krim yang sudah
diencerkan harus digunakan dalam waktu satu bulan.
2.2.3 Evaluasi
Evaluasi kestabilan krim yang dilakukan meliputi :
1.

Organoleptis
Evaluasi organoleptis dilakukan dengan menggunakan panca indra, mulai

dari bau, warna, tekstur sedian, konsistensi pelaksanaan menggunakan subyek


responden (dengan kriteria tertentu) dengan menetapkan kriterianya pengujianya
(macam dan item), menghitung prosentase masing- masing kriteria yang di
peroleh, pengambilan keputusan dengan analisa statistik.
2. Evaluasi pH
Evaluasi pH menggunakan alat pH meter, dengan cara perbandingan 60 g :
200 ml air yang di gunakan untuk mengencerkan , kemudian aduk hingga
homogen, dan diamkan agar mengendap, dan airnya yang di ukur dengan pH
meter, catat hasil yang tertera pada alat pH meter.
3. Evaluasi daya sebar
Dengan cara sejumlah zat tertentu di letakkan di atas kaca yang berskala.
Kemudian bagian atasnya di beri kaca yang sama, dan di tingkatkan bebanya, dan
di beri rentang waktu 1 2 menit. kemudian diameter penyebaran diukur pada

setiap penambahan beban, saat sediaan berhenti menyebar ( dengan waktu tertentu
secara teratur ).
4. Evaluasi penentuan ukuran droplet
Untuk menentukan ukuran droplet suatu sediaan krim ataupun sediaan
emulgel, dengan cara menggunakan mikroskop sediaan diletakkan pada objek
glass, kemudian diperiksa adanya tetesan tetesan fase dalam ukuran dan
penyebarannya.
5. Uji aseptabilitas sediaan.
Dilakukan pada kulit, dengan berbagai orang yang di kasih suatu quisioner
di buat suatu kriteria, kemudahan dioleskan, kelembutan, sensasi yang di
timbulkan, kemudahan pencucian. Kemudian dari data tersebut di buat skoring
untuk masing- masing kriteria. Misal untuk kelembutan agak lembut, lembut,
sangat lembut.
2.2 Salep
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan
sebagai obat luar. Bahan obatnya harus larut atau terdispersi homogen dalam
darsar salep yang cocok (F.I.ed.III). Menurut ansel Salep (unguents) adalah
preparat setengah padat untuk pemakaian luar yang dimaksudkan untuk
pemakaian pada mata dibuat khusus dan disebut salep mata.
Dasar salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam 4 kelompok:
dasar salep senyawa hidrokarbon, dasar salep serap, dasar salep yang dapat dicuci
dengan air, dasar salep larut dalam air. Setiap salep obat menggunakan salah satu
dasar salep tersebut.
2.2.1

Penggolongan Salep
Menurut dasar salepnya, salep dapat dibagi: Salep hidrofobik dan salep

hidrofilik. Salep hidrofobik yaitu salep yang tidak suka air atau salep dengan
dasar salep berlemak (greasy bases) tidak dapat dicuci dengan air misalnya
campuran lemak-lemak dan minyak lemak. Sedangkan salep hidrofilik yaitu salep
yang suka air atau kuat menarik air, biasanya dasar tipe M/A (Syamsuni, 2006).

Menurut Konsistensinya salep dapat dibagi: Unguenta adalah salep yang


mempunyai konsistensinya seperti mentega, tidak mencair pada suhu biasa, tetapi
mudah dioleskan tanpa memakai tenaga. Cream (krim) adalah salep yang banyak
mengandung air, mudah diserap kulit, suatu tipe yang dapat dicuci dengan air.
Pasta adalah salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat (serbuk), suatu
salep tebal karena merupakan penutup atau pelindung bagian kulit yang diolesi.
Cerata adalah salep lemak yang mengandung presentase lilin (wax) yang tinggi
sehingga konsistensinya lebih keras (ceratum labiale). Gelones/spumae/jelly
adalah salep yang lebih halus, umumnya cair dan sedikit mengandung atau tanpa
mukosa, sebagai pelicin atau basis, biasanya terdiri atas campuran sederhana dari
minyak dan lemak dengan titik lebur rendah. Contoh: starch jellies (10% amilum
dengan air mendidih).
2.2.2 Metode Pembuatan
Menurut Ansel (1989), salep dibuat dengan dua metode umum, yaitu:
metode pencampuran dan metode peleburan. Metode untuk pembuatan tertentu
terutama tergantung pada sifat-sifat bahannya.
1. Pencampuran. Dalam metode pencampuran, komponen dari salep dicampur
dengan segala cara sampai sediaan yang rata tercapai.
2. Peleburan. Pada metode peleburan, semua atau beberapa komponen dari salep
dicampurkan dengan melebur bersama-sama dan didinginkan dengan
pengadukan yang konstan sampai mengental. Komponen-komponen yang
tidak dicairkan biasanya ditambahkan pada cairan yang sedang mengental
setelah didinginkan. Bahan yang mudah menguap ditambahkan terakhir bila
temperatur dari campuran telah cukup rendah tidak menyebabkan penguraian
atau penguapan dari komponen.
2.2.3 Evaluasi Sediaan Salep
Evaluasi sediaan salep yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Uji bahan aktif
Pengujian bahan aktif meliputi, uji bobot jenis, uji rotasi optik, uji indeks
bias, uji titik lebur, dan uji titik didih.
2. Homogenitas

Jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok,
harus menunjukkan susunan yang homogen.
3.

Daya serap air


Daya serap air, diukur sebagai bilangan air, yang digunakan untuk

mengkarakterisasi basis absorpsi. Bilanagn air dirumuskan sebagai jumlah air


maksimal (g), yang mampu diikat oleh 100 g basis bebas air pada suhu tertentu
(umumnya 15-20) secara terus menerus atau dalam jangka waktu terbatas
(umumnya 24 jam), dimana air tersebut digabungkan secara manual. Evaluasi
kuantitatif dari jumlah air yang diserap dilakukan melalui perbedaan bobot
penimbangan (system mengandung air sitem bebas air ) atau dengan penentuan
kandungan air yang akan diuraikan nanti. Daya serap air akan berubah, jika
larutan turut digabungkan didalamnya. Dapat menurunkan bilangan airnya.
4. Kandungan air
Ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk menentukan kandungan air dari
salep. Penentuan kehilangan akibat pengeringan. Kandungan air digunakan
ukuran kehilangan masa maksimal (%) yang dihitung pada saat pengeringan
disuhu tertentu (umumnya 100 - 110C) cara tersebut merupaka metode
konvensional. Cara ini tidak dapat digunakan, jika bahan obat atau bahan
pembantu ada yang mngenguap (minyak atsiri, fenol dan sebagainya).
5. Konsistensi
Konsistensi bukanlah istilah yang dirumuskan dengan pasti, melainkan
hanya sebuah cara, untuk mengkarakterisasikan sifat berulang, seperti sifat lunak
dari sediaan sejenis salep atau mentega, melalui sebuah angka ukur. Untuk
memperoleh konsistensi dapat digunakan metode berikut, penetrometer.
6. Penyebaran
Penyebaran salep diartikan sebagai kemampuan penyebarannya pada kulit.
Penentuanya dilakukan dengan extensometer.
7. Ukuran partikel
Umumnya farmakope tidak mensyaratkan pengujian ukuran partikel dalam
salep suspensi, melainkan hanya membatasi penggunaan serbuk halus atau serbuk
yang sangat halus. Pada salep mata suspense harus diperhitungkan adanya

persyaratan yang lebih ketat, meskipun berbagai farmakope melakukan


pembatasan tapi syaratnya berbeda-beda (Martin dkk, 1993)
2.3

Pasta
Pasta adalah salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat serbuk.

Karena merupakan salep yang tebal, keras dan tidak meleleh pada suhu badan
maka digunakan sebagai salep penutup atau pelindung. (buku farmasetika, prof.
Drs. Moh. Anief, Apt.)
Menurut farmakope Indonesia edisi ke-3 adalah sediaan berupa masa
lembek yang dimaksudkan untuk pemakaian luar. Biasanya dibuat dengan
mencampurkan bahan obat yang berbentuk serbuk dalam jumlah besar denngan
vaselin atau paravin cair atau dengan bahan dasar tidak berlemak yang dibuat
dengan Gliserol, musilago atau sabun. Digunakan sebagai antiseptik, atau
pelindung.
2.3.1 Penggolongan pasta

Pasta Berlemak
Pasta berlemak merupakan suatu salep yang mengandung lebih dari 50% zat
padat (serbuk)
Pasta Kering
Mengandung 60% zat padat (serbuk).
Pasta Pendingin
Merupakan campuran serbuk minyak lemak dan cairan berair dikenal dengan
salep 3 dara.
Pasta Detifriciae (Pasta Gigi)
Merupakan campuran kental terdiri dari serbuk dan Glycerinum yang

digunakan untuk pembersih gigi (buku farmasetika, prof. Drs. Moh. Anief, Apt.)
2.3.2 Metode Pembuatan
Umumnya pasta dibuat dengan cara yang sama dengan salep. Tetapi,
bahan untuk menggerus dan menghaluskan digunakan untuk membuat komponen
serbuk menjadi lembut, bagian dari dasar ini sering digunakan lebih banyak
daripada minyak mineral sebagai cairan untuk melembutkan pasta. Untuk bahan
dasar yang berbentuk setengah padat, dicairkan terlebih dahulu, setelah itu baru

kemudian dicampur dengan bahan padat dalam keadaan panas agar lebih
tercampur dan homogen. Pembuatan pasta dilakukan dengan dua metode :
1. Pencampuran. Komponen dari pasta dicampur bersama-sama dengan segala
cara sampai sediaan yang rata tercapai.
2. Peleburan. Semua atau beberapa komponen dari pasta dicampurkan dengan
meleburkannya secara bersamaan, kemudian didinginkan dengan pengadukan
yang konstan sampai mengental. Komponen-komponen yang tidak dicairkan
biasanya ditambahkan pada campuran yang sedang mengental setelah
didinginkan dan diaduk.
2.4 Gel
Gel merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari
partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh
suatu cairan. gel kadang kadang disebut jeli. (FI IV, hal 7). Gel adalah sediaan
bermassa lembek, berupa suspensi yang dibuat dari zarah kecil senyawaan organik
atau makromolekul senyawa organik, masing-masing terbungkus dan saling
terserap oleh cairan (Formularium Nasional, hal 315)
2.4.1 Penggolongan gel
Pengolongan (Disperse Sistem), Berdasarkan sifat fasa koloid (Lachman,
hal 496) :
1. Gel anorganik (bahan yang berasal dari bahan kimia), contoh : bentonit
magma
2. Gel organik (bahan yang digunakan berasal dari alam), pembentuk gel berupa
polim.
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV penggolongan sediaan gel dibagi
menjadi dua yaitu:
1. Gel sistem dua fase. Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase
terdispersi relatif besar, massa gel kadang-kadang dinyatakan sebagai magma
misalnya magma bentonit. Baik gel maupun magma dapat berupa tiksotropik,
membentuk semi padat jika dibiarkan dan mencair pada pengocokan. Sediaan
harus dikocok dahulu sebelum digunakan untuk menjamin homogenitas.
2. Gel sistem fase tunggal. Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organik
yang tersebar sama dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat

adanya ikatan molekul makro yang terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal
dapat dibuat dari makromolekul sintetik misalnya karbomer atau gom alam.
2.4.2 Metode pembuatan
Cara pembuatan gel secara umum dalam manufaktur : Panaskan semua
komponen gel (kecuali air) hingga suhu kurang lebih 90 0C. Panaskan air hingga
suhu kurang lebih 900C. Tambahkan air ke dalam minyak lalu aduk secara
kontinyu dan hindari pengadukan yang kuat karena akan menimbulkan
gelembung.
Sedangkan apabila gel dibuat dengan metode Skala Industri. Proses
pencampuran (mixing) yang dilakukan pada skala industri ini mengguanakan alat
yang disebut mixer. Ada banyak jenis mixer yang digunakan, tergantung
kebutuhan industri itu sendiri. Contoh: Double planetary mixer dugunakan untuk
mencampur makanan dengan variasi kecepatan campuran yang beragam.
2.4.3 Evaluasi sediaan gel
1. Uji organoleptis. Tujuannya untuk mengetahui apakah suatu sediaan sudah
seseuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan dan uji ini merupakan uji
awal sediaan yang telah dibuat. Uji organoleptis meliputi bentuk sediaan,
warna dan bau.
2. Pengukuran viskositas sediaan
3. Uji pH. Tujuannya untuk mengukur pH (derajat keasaman) sediaan dan untuk
menguji apakah sediaan sudah memenuhi syarat pH yang sesuai dengan
kondisi pH kulit.
4. Daya sebar dengan cara sejumlah zat atertentu di letakan di atas kaca yang
bersekala. Kemudian bagian atasnya diberi rentang waktu 1-2 menit.
Kemudian diameter penyebaran di ukur pada setiap penambahan beban, saat
sediaan berhenti menyebar( dengan waktu tertentu secara teratur).
5. Homogenitas
6. Uji daya lekat bertujuan untuk mengetahui lama perlekatan sediaan pada
kulit.
7. Uji iritasi kulit bertujuan untuk mengidentifikasi kemungkinan adanya alergi
pada kulit menggunakan metode micotine test and erythema dengan
penambahan sodium lauril sulfat.
8. Uji stabilitas sediaan bertujuan untuk mengukur kestabilan sediaan dalam
kondisi lingkungan. Uji stabilitas sediaan dapat dilihat berdasarkan ada atau

tidaknya flokulasi, creaming dan coalescent. Pengujian proses ini dilakukan


selama 1 minggu dengan menyimpan sediaan krim pada wadahnya, lalu
amati setelah 1 minggu apakah terdapat perubahan pada sediaan, misalnya
terpisahnya fase minyak dengan air, mengendapnya bahan-bahan pada bagian
bawah.
9. Uji penetapan kadar bertujuan untuk menetapkan kadar bhan aktif dalam
sediaan.
10. Uji Konsistensi bertujuan untuk Uji konsistensi dilakukan untuk mengetahui
stabilitas sediaan gel yang dibuat dengan cara mengamati perubahan
konsistensi sediaan setelah disentrifugasi
11. Uji mikrobiologi bertujuan untuk mengetahui jumlah cemaran pada sediaan
yang disebabkan oleh mikroba, misalnya pada bakteri dan jamur (Martin dkk,
1993).
2.5 Patch
Patch transdermal juga dikenal dengan nama patch kulit yang digunakan
untuk memberikan sejumlah dosis melalui kulit dan langsung masuk ke dalam
aliran darah. Keuntungan rute pengiriman obat transdermal dibandingkan yang
lain seperti oral, topikal, dan yang lainnya adalah bahwa obat transdermal dapat
mengendalikan pelepasan obat untuk pasien (Patel, 2009).
2.5.1 Sistem pembuatan patch transdermal
1. Sistem membran (Reservoir)
Dalam sistem ini, reservoir tertanam antara lapisan backing layer dan
sebuah lapisan membran. Lapisan membran dapat berpori atau tidak berpori. Obat
bisa dalam bentuk larutan, suspensi, gel atau tersebar dalam matrik polimer padat.
Polimer hipoalergenik adesif dapat diterapkan sebagai permukaan luar membran
polimer yang kompatibel dengan obat. Sistem ini mengikuti kinetika orde ke nol
2. Sistem Matrik
Sistem matrik pada patch transdermal terdiri dari 2 komponen utama, yaitu
backing layer dan matrik. Pada sistem ini, obat di dalam eksipien seperti polimer,
plasticizer, permeation enhancer dan perekat diformulasikan menjadi satu, yang
kemudian dibiarkan mengering hingga membentuk matrik. Selanjutnya, matrik
ditempelkan pada backing layer. Keuntungan dari sistem matrik yaitu akan

membentuk suatu patch yang tipis sehingga nyaman untuk digunakan


(Venkartraman et al., 2002).
2.5.2 Evaluasi sediaan patch transdermal
1. Pemeriksaan Organoleptis
Pemeriksaan organoleptis meliputi pengamatan bentuk, warna, bau dari
patch yang dihasilkan.
2. Ketebalan Patch
Patch yang dihasilkan diukur ketebalannya dengan menggunakan
mikrometer dengan menggunakan ketelitian alat Mikrometer Scrub 0,01 mm.
Pengukuran dilakukan pada 5 tempat yang berbeda.
3. Persentase Uji Higroskopis
Untuk memeriksa stabilitas fisik patch dalam kondisi dengan kelembaban
yang tinggi, patch ditimbang ditempatkan dalam desikator yang mengandung
larutan jenuh dari Natrium Klorida selama tiga hari. Patch kembali ditimbang dan
kelembaban persentase penyerapan dihitung dengan menggunakan rumus :
presentase penyerapan air = berat akhir - berat awal / berat awal x 100%
4. Persentase Kehilangan Air
Untuk memeriksa tingkat kehilangan air dari patch, berat patch ditimbang
ditempatkan dalam desikator yang berisi Natrium Sulfat anhidrat selama 24 jam.
Setelah 24 jam, patch ini ditimbang kembali dan persentase kehilangan air dapat
dihitung dengan menggunakan rumus Persentase kehilangan air = berat awal-berat
akhir / berat awal x 100%.
5. Uji Iritasi Kulit
Uji iritasi pada kulit dapat dilakukan pada panelis sukarelawan dengan
metode uji tempel tertutup. Patch digunakan pada 8 orang panelis. Patch ini
ditempelkan pada bagian punggung panelis, kemudian diamati dengan melihat
tanda kemerahan, eritema, dan edema selama 24 jam.
6. Persentase Pemanjangan
Persen pemanjangan adalah perubahan panjang maksimum yang dapat
dialami bahan pada saat mengalami peregangan atauu ditarik sampai sebelum
bahan itu robek. Perubahan panjang dapat terlihat apabila patch sobek.

7. Keseragaman Bobot
Masing-masing formula diambil tiga patch secara acak, ditimbang masingmasing patch, kemudian dihitung rata-rata berat patch pada masing-masing
formulasi (Martin dkk, 1993).
2.6

Viskositas
Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk

mengalir,semakin tinggi viskositas, akan semakin besar besar tahanan nya. Seperti
cairan sederhana (biasa) dapat diuraikan dalam istilah

viskositas absolute.

Rheologi berasal dari bahasa yunani yaitu rheo mengalir dan logos ilmu,
digunakan dalam istilah ini untuk pertama kali Bingham dan Crawford. Jadi
rheologi adalah bidang ilmu yang mempelajari sifat aliran zat cair atau deformasi
zat padat.
Rheologi adalah ilmu yang mempelajari tentang aliran cairan dan
deformasi. Ilmu ini digunakan oleh ahli fisiologi untuk menentukan sirkulasi
darah, dan untuk para dokter dipakai untuk menentukan aliran larutan injeksi,
sedangkan untuk ahli farmasi digunakan untuk menentukan aliran suatu sediaan
misalnya emulsi, suspensi, dan salep (Kosman, 2005).
Beberapa tahun terakhir ini prinsip dasar rheologi telah digunakan dalam
penyelidikan cat, tinta, berbagai adonan, bahan-bahan untuk pembuat jalan,
kosmetik, produk hasil peternakan, serta bahan-bahan lain. Penyelidikan
viskositas dari cairan sejati, larutan dan sistem koloid baik yang encer maupun
kental jauh lebih bersifat praktis dari pada bernilai teoris (Martin, 1993).
Reologi meliputi pencampuran dan aliran dari bahan, pemasukan ke dalam
wadah, pemindahan sebelum digunakan, apakah dicapai dengan penuangan dari
botol, pengeluaran dari tube, atau pelewatan dari suatu jarum suntik. Reologi dari
suatu produk tertentu yang dapat berkisar dalam konsistensi dari bentuk cair ke
semisolid sampai kepadatan, dapat mempengaruhi penerimaan bagi si pasien,
stabiltas fisika, dan bahkan afailabilitas biologis.jadi viskositas telah terbuksti
mempengaruhi laju absorbs obat dari saluran cerna (Martin, 1993).

Sifat-sifat reologi dari system farmasetik dapat mempengaruhi pemilihan


alat yang akan digunakan untuk memproses produk tersebut dalam pabriknya.
Lebih-lebih lagi tidak adanya perhatian terhadap pemilihan alat ini akan berakibat
diperolehnya hasil yang tidak diinginkan, paling tidak dalam karekteristik
alirannya (Martin, 1993).
Hukum aliran dari Newton perbedaan kecepatan (dv) antara dua bidang
cairan dipisahkan oleh suatu jarak yang kecil sekali (dv) adalah perbedaan
kecepatan atau rate of shear, dv/dr. gaya persatuan luas F/A diperlukan untuk
menyebabkan aliran, ini disebut shearing stress. Newton adalah orang pertama
yang mempelajari sifat-sifat aliran dari cairan secara kuantitatif. Dia menemukan
bahwa makin besar viskositas suatu cairan. Akan makin besar pula gaya persatuan
luas (shearing stress) yang diperlukan untuk menghasilkan suatu rate of shear
tertentu. Oleh karena itu, rate of shear harus berbanding langsung dengan shearing
stress atau
F'
A

dv
dt

Dimana

adalah koefisien viskositas, biasanya dinyatakan sebagai

viskositas saja. Persamaan sering kali ditulis sebagai (Martin, 1993):

F
G

Dimana F = F/A dan G = dv/dr


Adanya zat terlarut mekromolekul akan menaikkan viskositas larutan.
Bahkan pada konsentrasi rendahpun, efeknya besar, karena molekul besar
mempengaruhi aliran fluida pada jarak jauh. Viskositas diukur dengan beberapa

cara. Dalam Viskometer Ostwald, waktu yang diperlukan oleh larutan untuk
melewati pipa kapiler dicatat dan dibandingkan dengan sampel standar. Metode

ini cocok untuk penentuan ( ), karena perbandingan viskositas larutan dan


pelarut murni, sebanding dengan waktu pengaliran t dan t setelah dikoreksi untuk
perbedaan antara rapatan dan (Atkins, 1997).

'
=

t
t'

'
x

Viskometer dalam bentuk silinder konsentris yang berotasi juga digunakan


untuk pengukuran viskositas. Tenaga putar pada silinder dalam monitor di saat
silinder luas dirotasikan. Viskometer drum Berotasi ini mempunyai kelebihan
dibandingkan dengan jenis Ostwald yaitu: Gradien geser antara kedua silinder ini
lebih sederhana daripada dalam pipa kapile (Atkins, 1997).
Karena viskositas berubah-ubah tergantung pada temperature, maka
penentuan temperatur jadi penting; umumnya viskositas cairan berkurang dengan
meningkatnya temperatur. Penentuan viskositas dalam istilah poise atau centipoise
menghasilkan perhitungan viskositas absolute. Kadang-kadang lebih sesuai
memakai skala kinetik. Dimana unit unit viskositas diukur dengan Stokes dan
centistokes). Viskositas kinematik di dapat dari viskositas absolute dibagi bobot
jenis cairan pada temperatur yang sama (Ansel,1989)

Viskositas Kinematik = viskositas absolut


Bobot jenis
Untuk larutan viskositasnya bergantung pada konsentrasi atau kecepatan
larutan. Umumnya larutan yang konsentrasinya tinggi. Viskositasnya juga tinggi.
Sebaliknya larutan yang konsentrasinya rendah viskositasnya juga akan rendah.
Adapun hubungan viskositas atau kekentalan dengan konsentrasi itu penting
karena dapat digunakan untuk mengetahui konsentrasi sel darah. Pada darah

normal, kekentalan terjadi dua kali dan bila konsentrasi darah meningkat
mencapai 70 kali di atas normal, maka kekentalan darah mencapai 20 kali air.
Dengan alas an demikian, aliran darah merah sangat rendah atau viskotasnya
turun. Sebaliknya pada penderita polyathemia (kadar sel darah merah meningkat),
aliran darah sangat lambat karena viskositasnya naik (Kosman, 2007).
Setiap fluida mempunyai viskositas yang berbeda-beda yang harganya
bergantung pada jenis cairan dan suhu. Cairan mempunyai viskositas lebih besar
daripada gas, karena memiliki gaya gesek untuk mengalir lebih besar. Pada
kebanyakan cairan viskositasnya turun dengan naiknya suhu. Menurut teori
lubang terdapat kekosongan dalam cairan dan molekul bergerak secara kontinu ke
dalam kekosongan ini. Sehingga kekosongan akan bergerak keliling. Proses ini
menyebabkan aliran, tetapi memerlukan energi karena ada energi pengaktifan
yang harus dipunyai suatu molekul agar dapat bergerak ke dalam kekosongan
energi pengaktifan lebih mungkin terdapat pada suhu yang lebih tinggi dan
dengan demikian cairan lebih mudah mengalir (Yasul, 2003).
Viskositas

mula-mulai

diselidiki

oleh

Newton,

yaitu

dengan

menggambarkan zat cair sebagai berikut (Martin, 2008):

f
dv

dr

Balok zat cair ini terdiri lapisan-lapisan molekul yang sejajar satu sama
lain. Lapisan terbawah tetap diam, sedangkan lapisan diatasnya bergerak dengan
kecepatan konstan, sehingga setiap lapisan akan bergerak dengan kecepatan yang
berbanding langsung dengan jaraknya terhadap lapisan terbawah yang tetap.
Perbedaan kecepatan dv antara dua lapisan yang dipisahkan dengan jarak dx
disebut dv/dx atau kecepatan geser (rate of shear). Sedangkan gaya per satuan luas
F/A atau tekanan geser (Shearing stress) (Martin, 2008).

Ahli farmasi kemungkinan besar lebih sering menghadapi cairan nonNewton dibanding dengan cairan biasa. Oleh karena itu mereka harus mempunyai
metode yang sesuai untuk mempelajari zat-zat kompleks. Ini. Non-Newtonian
bodies adalah zat-zat yang tidak mengikuti persamaan aliran Newton, disperse
heterogen cairan dan padatan seperti larutan koloid, emulsi, suspensi cair, salep
dan produk-produk serupa masuk dalam kelas ini. Jika bahan-bahan Non-Newton
dianalisis dalam suatu uskometer yang dan hasilnya diplot, diperoleh berbagai
kurva konsentrasi yang menggambarkan adanya tiga kelas aliran yakni : plastis,
pseudoplastis dan dilatan (Martin, 1993).
Berdasarkan grafik sifat aliran (Rheogram) cairan Newton dibagi atas 2
kelompok, yaitu (Martin, 2008):
1. Cairan yang sifat alirnya tidak dipengaruhi oleh waktu, kelompok ini
terbagi atas tiga bagian yaitu:
a. Aliran plastik
Cairan yang mempunyai aliran plastik tidak akan mengalir sebelum
suatu gaya tertentu dilampauinya. Gaya tersebut adalah yield value
atau f. Pada tekanan di bawah yield value cairan tersebut bertindak
sebagai bahan elastik, sedangkan di atas harga ini aliran mengikuti
hukum Newton.

Rate of shear
f
Shearing stress

b. Aliran Pseudoplastik

Viskositas cairan psedoplastik akan berkurang dengan naiknya


kecepatan geser, berbeda dengan aliran plastik, di sini tidak ada yield
value, karena kurva tidak mempunyai bagian yang linier, maka cairan
akan mempunyai aliran pseudoplastik tidak mempunyai harga viskositas
yang absolut.

Rate of shear
Shearing stress

c. Aliran Dilatan
Viskositas cairan akar naik dengan naiknya kecepatan geser karena
volumenya akan naik bila ia bergeser.

Rate of shear
Shearing stress

Alat untuk mengukur voskositas dan rheology suatu zat cair disebut viscometer.
Ada dua jenis viscometer yaitu:
1.

Viskometer satu titik : Viskometer kapiler, viscometer bola jatuh,

penatrometer, palte plastometer.


2.
Viskometer banyak titik : viscometer rotasi tipe stromer,
brokfield,
3.

Sotavisco dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh. 1988. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek. Yogyakarta : Universitas
Gajah Mada
Atkins. 1997. Kimia Fisika. Erlangga. UI Press: Jakarta
Ansel, Howard,. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. UIP.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.(1995). Farmakope Indonesia Edisi


Keempat. Jakarta: Depkes RI. Hal. 7.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.(1978). Formularium Nasional Edisi
Kedua. Jakarta: Depkes RI. Hal. 315.
Kosman, R. 2012. Farmasi Fisika. Universitas Muslim Indonesia: Makassar
Martin, A.N. dkk. (1993). Farmasi Fisik. Penerjemah : Yoshita. Edisi Ketiga. Jilid
kedua. Jakarta : UI Press.
Lachman L, Lieberman HA, Kanig JL. Teori dan Praktek Farmasi Indrustri. Edisi
Ketiga. Vol III. Diterjemahkan oleh Siti Suyatmi. Jakarta: UI Press; 1994.
hal.496.
Patel, P.B., Chaudhary, A. dan Gupta, G.D. (2009). Fast Dissolving Drug Delivery
Systems: An Update
Syamsuni, H. A., 2006. Ilmu Resep. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Venkatraman, S., Davar, N., Chester, A., dan Kleiner, L. 2002, An Overvieew of
Controlled Release System, in Wise, D.L. (eds)., Handbook of
Pharmaceutical Controlled Release Technology, Marcel Dekker, Inc., New
York.
Yazid, Estien, 2004. Kimia Fisika untuk Paramedis. Penerbit Andi: Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai