Bab Ii
Bab Ii
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Krim
Menurut Farmakope Indonesia III definisi Krim adalah sediaan setengah
padat berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan
untuk pemakaian luar. Dan menurut Farmakope Indonesia IV, Krim adalah bentuk
sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau
terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Sedangkan menurut Formularium
Nasional Krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi kental mengandung
air tidak kurang dari 60 % dan dimaksudkan untuk pemakaian luar.
Sehingga dapat disimpulkan krim adalah sediaan setengah padat berupa
emulsi kenta, mengandung air tidak kurang 60% dan mengandung satu atau lebih
bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai seta
dimaksudkan untuk pemakaian luar.
2.2.1 Penggolongan Krim
Krim terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asamasam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air
dan lebih ditujukan untuk pemakain kosmetika dan estetika. Krim dapat juga
digunakan untuk pemberian obat melalui vaginal. Ada 2 tipe krim yaitu krim tipe
minyak dalam air (m/a) dan krim tipe air dalam minyak (a/m). Pemilihan zat
pengemulsi harus disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang dikehendaki.
Untuk krim tipe a/m digunakan sabun polivalen, span, adeps lanae, kolsterol dan
cera. Sedangkan untuk krim tipe m/a digunakan sabun monovalen, seperti
trietanolamin, natrium stearat, kalium stearat dan ammonium stearat. Selain itu
juga dipakai tween, natrium lauryl sulfat, kuning telur, gelatinum, caseinum, cmc
dan emulygidum.
Kestabilan krim akan terganggu/rusak jika sistem campurannya terganggu,
terutama disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi yang
disebabkan perubahan salah satu fase secara berlebihan atau zat pengemulsinya
tidak tercampurkan satu sama lain.
Organoleptis
Evaluasi organoleptis dilakukan dengan menggunakan panca indra, mulai
setiap penambahan beban, saat sediaan berhenti menyebar ( dengan waktu tertentu
secara teratur ).
4. Evaluasi penentuan ukuran droplet
Untuk menentukan ukuran droplet suatu sediaan krim ataupun sediaan
emulgel, dengan cara menggunakan mikroskop sediaan diletakkan pada objek
glass, kemudian diperiksa adanya tetesan tetesan fase dalam ukuran dan
penyebarannya.
5. Uji aseptabilitas sediaan.
Dilakukan pada kulit, dengan berbagai orang yang di kasih suatu quisioner
di buat suatu kriteria, kemudahan dioleskan, kelembutan, sensasi yang di
timbulkan, kemudahan pencucian. Kemudian dari data tersebut di buat skoring
untuk masing- masing kriteria. Misal untuk kelembutan agak lembut, lembut,
sangat lembut.
2.2 Salep
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan
sebagai obat luar. Bahan obatnya harus larut atau terdispersi homogen dalam
darsar salep yang cocok (F.I.ed.III). Menurut ansel Salep (unguents) adalah
preparat setengah padat untuk pemakaian luar yang dimaksudkan untuk
pemakaian pada mata dibuat khusus dan disebut salep mata.
Dasar salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam 4 kelompok:
dasar salep senyawa hidrokarbon, dasar salep serap, dasar salep yang dapat dicuci
dengan air, dasar salep larut dalam air. Setiap salep obat menggunakan salah satu
dasar salep tersebut.
2.2.1
Penggolongan Salep
Menurut dasar salepnya, salep dapat dibagi: Salep hidrofobik dan salep
hidrofilik. Salep hidrofobik yaitu salep yang tidak suka air atau salep dengan
dasar salep berlemak (greasy bases) tidak dapat dicuci dengan air misalnya
campuran lemak-lemak dan minyak lemak. Sedangkan salep hidrofilik yaitu salep
yang suka air atau kuat menarik air, biasanya dasar tipe M/A (Syamsuni, 2006).
Jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok,
harus menunjukkan susunan yang homogen.
3.
Pasta
Pasta adalah salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat serbuk.
Karena merupakan salep yang tebal, keras dan tidak meleleh pada suhu badan
maka digunakan sebagai salep penutup atau pelindung. (buku farmasetika, prof.
Drs. Moh. Anief, Apt.)
Menurut farmakope Indonesia edisi ke-3 adalah sediaan berupa masa
lembek yang dimaksudkan untuk pemakaian luar. Biasanya dibuat dengan
mencampurkan bahan obat yang berbentuk serbuk dalam jumlah besar denngan
vaselin atau paravin cair atau dengan bahan dasar tidak berlemak yang dibuat
dengan Gliserol, musilago atau sabun. Digunakan sebagai antiseptik, atau
pelindung.
2.3.1 Penggolongan pasta
Pasta Berlemak
Pasta berlemak merupakan suatu salep yang mengandung lebih dari 50% zat
padat (serbuk)
Pasta Kering
Mengandung 60% zat padat (serbuk).
Pasta Pendingin
Merupakan campuran serbuk minyak lemak dan cairan berair dikenal dengan
salep 3 dara.
Pasta Detifriciae (Pasta Gigi)
Merupakan campuran kental terdiri dari serbuk dan Glycerinum yang
digunakan untuk pembersih gigi (buku farmasetika, prof. Drs. Moh. Anief, Apt.)
2.3.2 Metode Pembuatan
Umumnya pasta dibuat dengan cara yang sama dengan salep. Tetapi,
bahan untuk menggerus dan menghaluskan digunakan untuk membuat komponen
serbuk menjadi lembut, bagian dari dasar ini sering digunakan lebih banyak
daripada minyak mineral sebagai cairan untuk melembutkan pasta. Untuk bahan
dasar yang berbentuk setengah padat, dicairkan terlebih dahulu, setelah itu baru
kemudian dicampur dengan bahan padat dalam keadaan panas agar lebih
tercampur dan homogen. Pembuatan pasta dilakukan dengan dua metode :
1. Pencampuran. Komponen dari pasta dicampur bersama-sama dengan segala
cara sampai sediaan yang rata tercapai.
2. Peleburan. Semua atau beberapa komponen dari pasta dicampurkan dengan
meleburkannya secara bersamaan, kemudian didinginkan dengan pengadukan
yang konstan sampai mengental. Komponen-komponen yang tidak dicairkan
biasanya ditambahkan pada campuran yang sedang mengental setelah
didinginkan dan diaduk.
2.4 Gel
Gel merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari
partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh
suatu cairan. gel kadang kadang disebut jeli. (FI IV, hal 7). Gel adalah sediaan
bermassa lembek, berupa suspensi yang dibuat dari zarah kecil senyawaan organik
atau makromolekul senyawa organik, masing-masing terbungkus dan saling
terserap oleh cairan (Formularium Nasional, hal 315)
2.4.1 Penggolongan gel
Pengolongan (Disperse Sistem), Berdasarkan sifat fasa koloid (Lachman,
hal 496) :
1. Gel anorganik (bahan yang berasal dari bahan kimia), contoh : bentonit
magma
2. Gel organik (bahan yang digunakan berasal dari alam), pembentuk gel berupa
polim.
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV penggolongan sediaan gel dibagi
menjadi dua yaitu:
1. Gel sistem dua fase. Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase
terdispersi relatif besar, massa gel kadang-kadang dinyatakan sebagai magma
misalnya magma bentonit. Baik gel maupun magma dapat berupa tiksotropik,
membentuk semi padat jika dibiarkan dan mencair pada pengocokan. Sediaan
harus dikocok dahulu sebelum digunakan untuk menjamin homogenitas.
2. Gel sistem fase tunggal. Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organik
yang tersebar sama dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat
adanya ikatan molekul makro yang terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal
dapat dibuat dari makromolekul sintetik misalnya karbomer atau gom alam.
2.4.2 Metode pembuatan
Cara pembuatan gel secara umum dalam manufaktur : Panaskan semua
komponen gel (kecuali air) hingga suhu kurang lebih 90 0C. Panaskan air hingga
suhu kurang lebih 900C. Tambahkan air ke dalam minyak lalu aduk secara
kontinyu dan hindari pengadukan yang kuat karena akan menimbulkan
gelembung.
Sedangkan apabila gel dibuat dengan metode Skala Industri. Proses
pencampuran (mixing) yang dilakukan pada skala industri ini mengguanakan alat
yang disebut mixer. Ada banyak jenis mixer yang digunakan, tergantung
kebutuhan industri itu sendiri. Contoh: Double planetary mixer dugunakan untuk
mencampur makanan dengan variasi kecepatan campuran yang beragam.
2.4.3 Evaluasi sediaan gel
1. Uji organoleptis. Tujuannya untuk mengetahui apakah suatu sediaan sudah
seseuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan dan uji ini merupakan uji
awal sediaan yang telah dibuat. Uji organoleptis meliputi bentuk sediaan,
warna dan bau.
2. Pengukuran viskositas sediaan
3. Uji pH. Tujuannya untuk mengukur pH (derajat keasaman) sediaan dan untuk
menguji apakah sediaan sudah memenuhi syarat pH yang sesuai dengan
kondisi pH kulit.
4. Daya sebar dengan cara sejumlah zat atertentu di letakan di atas kaca yang
bersekala. Kemudian bagian atasnya diberi rentang waktu 1-2 menit.
Kemudian diameter penyebaran di ukur pada setiap penambahan beban, saat
sediaan berhenti menyebar( dengan waktu tertentu secara teratur).
5. Homogenitas
6. Uji daya lekat bertujuan untuk mengetahui lama perlekatan sediaan pada
kulit.
7. Uji iritasi kulit bertujuan untuk mengidentifikasi kemungkinan adanya alergi
pada kulit menggunakan metode micotine test and erythema dengan
penambahan sodium lauril sulfat.
8. Uji stabilitas sediaan bertujuan untuk mengukur kestabilan sediaan dalam
kondisi lingkungan. Uji stabilitas sediaan dapat dilihat berdasarkan ada atau
7. Keseragaman Bobot
Masing-masing formula diambil tiga patch secara acak, ditimbang masingmasing patch, kemudian dihitung rata-rata berat patch pada masing-masing
formulasi (Martin dkk, 1993).
2.6
Viskositas
Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk
mengalir,semakin tinggi viskositas, akan semakin besar besar tahanan nya. Seperti
cairan sederhana (biasa) dapat diuraikan dalam istilah
viskositas absolute.
Rheologi berasal dari bahasa yunani yaitu rheo mengalir dan logos ilmu,
digunakan dalam istilah ini untuk pertama kali Bingham dan Crawford. Jadi
rheologi adalah bidang ilmu yang mempelajari sifat aliran zat cair atau deformasi
zat padat.
Rheologi adalah ilmu yang mempelajari tentang aliran cairan dan
deformasi. Ilmu ini digunakan oleh ahli fisiologi untuk menentukan sirkulasi
darah, dan untuk para dokter dipakai untuk menentukan aliran larutan injeksi,
sedangkan untuk ahli farmasi digunakan untuk menentukan aliran suatu sediaan
misalnya emulsi, suspensi, dan salep (Kosman, 2005).
Beberapa tahun terakhir ini prinsip dasar rheologi telah digunakan dalam
penyelidikan cat, tinta, berbagai adonan, bahan-bahan untuk pembuat jalan,
kosmetik, produk hasil peternakan, serta bahan-bahan lain. Penyelidikan
viskositas dari cairan sejati, larutan dan sistem koloid baik yang encer maupun
kental jauh lebih bersifat praktis dari pada bernilai teoris (Martin, 1993).
Reologi meliputi pencampuran dan aliran dari bahan, pemasukan ke dalam
wadah, pemindahan sebelum digunakan, apakah dicapai dengan penuangan dari
botol, pengeluaran dari tube, atau pelewatan dari suatu jarum suntik. Reologi dari
suatu produk tertentu yang dapat berkisar dalam konsistensi dari bentuk cair ke
semisolid sampai kepadatan, dapat mempengaruhi penerimaan bagi si pasien,
stabiltas fisika, dan bahkan afailabilitas biologis.jadi viskositas telah terbuksti
mempengaruhi laju absorbs obat dari saluran cerna (Martin, 1993).
dv
dt
Dimana
F
G
cara. Dalam Viskometer Ostwald, waktu yang diperlukan oleh larutan untuk
melewati pipa kapiler dicatat dan dibandingkan dengan sampel standar. Metode
'
=
t
t'
'
x
normal, kekentalan terjadi dua kali dan bila konsentrasi darah meningkat
mencapai 70 kali di atas normal, maka kekentalan darah mencapai 20 kali air.
Dengan alas an demikian, aliran darah merah sangat rendah atau viskotasnya
turun. Sebaliknya pada penderita polyathemia (kadar sel darah merah meningkat),
aliran darah sangat lambat karena viskositasnya naik (Kosman, 2007).
Setiap fluida mempunyai viskositas yang berbeda-beda yang harganya
bergantung pada jenis cairan dan suhu. Cairan mempunyai viskositas lebih besar
daripada gas, karena memiliki gaya gesek untuk mengalir lebih besar. Pada
kebanyakan cairan viskositasnya turun dengan naiknya suhu. Menurut teori
lubang terdapat kekosongan dalam cairan dan molekul bergerak secara kontinu ke
dalam kekosongan ini. Sehingga kekosongan akan bergerak keliling. Proses ini
menyebabkan aliran, tetapi memerlukan energi karena ada energi pengaktifan
yang harus dipunyai suatu molekul agar dapat bergerak ke dalam kekosongan
energi pengaktifan lebih mungkin terdapat pada suhu yang lebih tinggi dan
dengan demikian cairan lebih mudah mengalir (Yasul, 2003).
Viskositas
mula-mulai
diselidiki
oleh
Newton,
yaitu
dengan
f
dv
dr
Balok zat cair ini terdiri lapisan-lapisan molekul yang sejajar satu sama
lain. Lapisan terbawah tetap diam, sedangkan lapisan diatasnya bergerak dengan
kecepatan konstan, sehingga setiap lapisan akan bergerak dengan kecepatan yang
berbanding langsung dengan jaraknya terhadap lapisan terbawah yang tetap.
Perbedaan kecepatan dv antara dua lapisan yang dipisahkan dengan jarak dx
disebut dv/dx atau kecepatan geser (rate of shear). Sedangkan gaya per satuan luas
F/A atau tekanan geser (Shearing stress) (Martin, 2008).
Ahli farmasi kemungkinan besar lebih sering menghadapi cairan nonNewton dibanding dengan cairan biasa. Oleh karena itu mereka harus mempunyai
metode yang sesuai untuk mempelajari zat-zat kompleks. Ini. Non-Newtonian
bodies adalah zat-zat yang tidak mengikuti persamaan aliran Newton, disperse
heterogen cairan dan padatan seperti larutan koloid, emulsi, suspensi cair, salep
dan produk-produk serupa masuk dalam kelas ini. Jika bahan-bahan Non-Newton
dianalisis dalam suatu uskometer yang dan hasilnya diplot, diperoleh berbagai
kurva konsentrasi yang menggambarkan adanya tiga kelas aliran yakni : plastis,
pseudoplastis dan dilatan (Martin, 1993).
Berdasarkan grafik sifat aliran (Rheogram) cairan Newton dibagi atas 2
kelompok, yaitu (Martin, 2008):
1. Cairan yang sifat alirnya tidak dipengaruhi oleh waktu, kelompok ini
terbagi atas tiga bagian yaitu:
a. Aliran plastik
Cairan yang mempunyai aliran plastik tidak akan mengalir sebelum
suatu gaya tertentu dilampauinya. Gaya tersebut adalah yield value
atau f. Pada tekanan di bawah yield value cairan tersebut bertindak
sebagai bahan elastik, sedangkan di atas harga ini aliran mengikuti
hukum Newton.
Rate of shear
f
Shearing stress
b. Aliran Pseudoplastik
Rate of shear
Shearing stress
c. Aliran Dilatan
Viskositas cairan akar naik dengan naiknya kecepatan geser karena
volumenya akan naik bila ia bergeser.
Rate of shear
Shearing stress
Alat untuk mengukur voskositas dan rheology suatu zat cair disebut viscometer.
Ada dua jenis viscometer yaitu:
1.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh. 1988. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek. Yogyakarta : Universitas
Gajah Mada
Atkins. 1997. Kimia Fisika. Erlangga. UI Press: Jakarta
Ansel, Howard,. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. UIP.